Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastritis adalah suatu kondisi dimana terjadi peradangan pada
mukosa lambung sehingga mengakibatkan pembengkakan pada mukosa
lambung bahkan hingga lepasnya epitel mukosa superfisial yang
menyebabkan gangguan saluran pencernaan (Sukarmin, 2019). Penyebab
terjadinya gastritis karena pola makan yang tidak teratur. Hal ini
menyebabkan peningkatan produksi asam lambung dirangsang oleh
konsumsi makanan atau minuman (Diyono, 2018). Helicobacter Pylori atau
disebut juga dengan H. Pylori adalah penyebab tersering gastritis kronis.
Biasanya organisme ini menyerang pada antrum tetapi kadang-kadang
juga menyerang pada korpus lambung (Rudolph, 2019). Patogen termasuk
Proteus, Haemophilus, Helicobacter Pylori, Escherrichia Coli,
Streptokokus dan Stafilokokus. Hal ini memicu terjadinya inflamasi dan
nekrosis berakibat pada infeksi sehingga terdapat luka mukosa lambung
diikuti dengan edema, perdarahan, bahkan ulkus. Pada gastritis kronis
mulanya lapisan lambung mengalami penebalan dan eritematosa
kemudian menipis dan atrofi. Deteriorasi dan atrofi yang berkelanjutan
dapat mengakibatkan hilangnya fungsi kelenjar lambung yang berisi sel
parietal. Pada saat sekresi asam menurun, maka sumber faktor intrinsik juga
akan hilang (Black, 2020).
Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan gastritis yang membuat
angka kejadian gastritis juga meningkat menurut World Health
Organization (WHO) angka kematian di dunia akibat kejadian gastritis
di rawat inap yaitu 17-21% dari kasus yang ada pada tahun 2018. Di
Indonesia menurut WHO (2019) adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis
pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396
kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Waluyo &Suminar 2019).
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia didapatkan
mencapai angka 40,8%. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun
2002, gastritis merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah
30.154 kasus (4,9%). Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di
Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952
jiwa penduduk. Didapatkan data bahwa di kota Surabaya angka kejadian
Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian
infeksi cukup tinggi sebesar 91,6% (Thahir & Nurlela, 2018).
Gastritis sering dianggap penyakit ringan, namun dapat menyebabkan
kekambuhan gastritis hingga kematian sehingga peran perawat sangat
dibutuhkan untuk mencegah penyakit gastritis menjadi lebih parah.
Adapun peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan
mencegah keparahan penyakit gastritis melalui upaya promotif yaitu
penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga dengan tujuan keluarga
mampu mengenal masalah gastritis dan dapat menanggulanginya. Upaya
preventif yaitu menyarankanagar tidak makan yang pedas dan asam. Upaya
kuratif yaitu memberitahukan pada pasien untuk mengkonsumsi obat-obat
untuk mengatasi gastritis. Upaya rehabilitatif yaitu upaya masa pemulihan
perawat berperan penting untuk menyarankan kepada keluarga atau
masyarakat agar menjaga pola makanyang lebih sehat dan menyarankan
agar makan tepat waktu dan menghindari stress. (Smeltzer & Bare 1996
dikutip oleh Saroh, 2019).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mengetahui lebih jauh
tentang asuhan keperawatan pada pasien dalam gangguan sistem pencernaan
gastritis.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk memberikan dan asuhan
keperawatan pada KDM pada Tn. D Dengan Diagnosa
Medis GASTRITIS Di Ruang Keperawatan Dewasa di RS
Mitra Husada

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu menjelaskan


konsep dasar penyakit pada Tn. D
dengan diagnose gastritis di ruang
Keperawatan Dewasa di RS Mitra
Husada .
2. Mahasiswa mampu menjelaskan
menejemen asuhan keperawatan pada
pasien Tn. D dengan diagosa gastritis
di ruang Keperawatan Dewasa di RS
Mitra Husada

3. Mahasiswa mampu melakukan


pengkajian pada Tn.D dengan
diagnosa gastitis di ruang Keperawatan
Dewasa di RS Mitra Husada .

4. Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun


intervensi pada

Tn.D dengan diagnosa gastritis di ruang


Keperawatan Dewasa di RS Mitra Husada

5. Mahasiswa mampu melaksanakan


implementasi pada Tn. D dengan
diagnosa gastritis di ruang
Keperawatan Dewasa di RS Mitra
Husada
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi.
7. Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Gatritis
1. Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang
bersifat akut, kronik difus atau local, dengan karakteristik anoreksia,
perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium,
mual, dan muntah. (Suratun SKM, 2019).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung. Gastritis akut
berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan sering
kali disebabkan oleh diet yang tidak bijaksana (memakan makanan yang
mengiritasi dan sangat berbumbu atau makanan yang terinfeksi).
(Smeltzer, 2018).
Gastritis adalah istilah yang mencakup serangkaian kondisi yang
hadir dengan inflamasi mukosa lambung. (Joyce M.Black & Jane
Hokanson Hawks, 2019). Gastritis adalah suatu inflamasi dinding
lambung, yang disebabkan oleh iritasi pada mukosa lambung.
(Priscilla LeMonne, dkk 2018).

2. Klasifikasi Gastritis
Klasifikasi lain dari gastritis menurut (Wim de Jong et al. 2005 dikutip
Amin & Hardhi, 2015). Adalah:
a. Gastritis Akut
1) Gastritis akut tanpa pendarahan
2) Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis
erosive)

Gastritis akut berasal dari makanan terlalu banyak atau terlalu


cepat, makan-makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan semacan
alcohol, aspirin, NSAID, lisol, serta bahan korosif lain, refluks
empedu atau cairan pankreas.

b. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H.
pylory)
c. Gastritis bacterial
Gastritis bacterial yang disebut juga gastritis infektiosa, disebabkan
oleh refluks dari duodenum.

3. Etiologi
a. Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (asetaminofen/aspirin,
steroid kortikosteroid). Aseteminofen dan kostikosteroid dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAIDS (nonsteroid
anti inflamasi drugs) dan kostikosteroid menghambat sintesis
prostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan
suasana lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi
mukosa lambung.
b. Konsumsi alcohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, reflux empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta
pendarahan.
d. Kondisi stress atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan
kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi
HCL lambung.
e. Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobacter pylory, Eschericia coli,
salmonella, dan lain-lain.
f. Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi turut
mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena antibiotik
tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter pylory,
walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah.
g. Jamur dari spesies candida, seperti Histoplasma capsulaptum dan
h. Mukonaceace dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada
pasien immunocompromezed. Pada pasien yang sistem imunnya
baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan
jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena infeksi
parasite.

Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman Helicobacter pylory dan


pada awal infeksi mukosa lambung menunjukkan respons inflamasi
akut dan jika diabaikan dapat menjadi kronik. (Smeltzer, 2020).

4. Patofisiologi
Inflamasi dalam waktu lama pada lambung disebabkan baik
oleh bakteri H. phylori, Obat obatan (NSAID, aspirin, sulfanomida
steroid, digitalis) dan Kafein. Obat-obatan (NSAID, aspirin, sulfanomida
steroid, digitalis) dapat mengganggu pembentukan sawat mukosa
lambung, sedangkan H. phylori akan melekat pada epitel lambung
yang berakibat menghancurkan lapisan mukosa lambung sehingga
menurunkan barrier lambung terhadap asam dan pepsin. Salah satu
yang menyebabkan inflamasi dalam waktu lama adalah kafein, kafein
dapat menurunkan produksi bikarbonat yang dapat berakibat
menurunkan kemampuan protektif terhadap asam. (Joyce M.Black &
Jane Hokanson Hawks, 2019)
Dari menurunkan barrier lambung terhadap asam dan pepsin
akan berakibat difusi kembali asam lambung dan pepsin. Setelah itu,
akan terjadi inflamasi dan erosi mukosa lambung. Inflamasi akan
membuat nyeri epigastrium akan memunculkan masalah Nyeri akut
sehingga menurunkan sensori untuk makan dan akan berakibat menjadi
anoreksia. Mual, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, Muntah, Kekurangan volume cairan, Erosi mukosa lambung
akan menurunkan tonus dan peristaltik lambung serta mukosa lambung
kehilangan integritas jaringan. Dari menurunnya tonus dan peristaltik
lambung, maka akan terjadi refluk isi duodenum kelambung yang
akan menyebabkan mual, serta dorongan ekspulsi isi lambung
kemulut dan akhirnya muntah. Dengan adanya anoreksia, mual dan
muntah akan memunculkan masalah Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh, selain itu dengan adanya muntah, mukosa
lambung kehilangan integritas jaringan berakibat terjadinya perdarahan
yang akan memunculkan masalah Kekurangan volume cairan. (Joyce
M.Black & Jane Hokanson Hawks, 2021).

5. Tanda dan Gejala


Menurut Smelzer (Smelzer dikutip Ardiansyah, 2019) manifestasi
gastritis cukup bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul
pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa pasien,
gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi klinis
gastritis akut dan kronis hampir sama, yaitu diantaranya:
a. Manifestasi Klinis Gastritis Akut
Manifestasi klinis gastritis akut dan gejala-gejalanya adalah:
1) Anoreksia
2) Nyeri pada epigastrium
3) Mual dan muntah
4) Perdarahan saluran cerna (hematemesis melena)
5) Anemia (tanda lebih lanjut)
b. Manifestasi Klinis Gastritis Kronis
Manifestasi klinis gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah :
1) Mengeluh nyeri ulu hati
2) Anoreksia
3) Nausea

Adapun tanda dan gejala gastritis menurut Wim de Jong (Wim de Jong
dikutip Amin & Hardhi, 2019):

a. Gastritis Akut: nyeri epigastrium, mual, muntah, dan perdarahan


terselubung maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa
lambung hyperemia dan udem, mungkin juga ditemukan erosi dan
perdarahan aktif.
b. Gastritis Kronik: kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih
berkaitan dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak
lambung, defisiensi zat besi, anemia pernisiosa, dan karsinoma
lambung.

6. Komplikasi Gastritis
Menurut Smelzer (Smelzer dikutip Ardiansyah, 2018) komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita gastritis dibedakan berdasarkan klasifikasi
dari gastritis yaitu :
a. Komplikasi Pada Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena,
yang berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat,
sering juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi.
b. Komplikasi Pada Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan
penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12
ini, menyebabkan timbulnya anemia pernesiosa, gangguan penyerapan
zat besi, dan penyempitan daerah pylorus (pelepasan dari lambung ke
usus dua belas jari).

7. Penatalaksanaan gastritis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien gastritis (Huda, A.,dan
Kusuma H. (2020)
a. Mengurangi Ansietas
1) Laksanakan tindakan darurat untuk kasus ingesti asam atau alkali.
2) Berikan terapi suportif kepada pasien dan keluarga selama
terapi dan setelah asam atau basa yang tertelan telah
dinetralisasi atau diencerkan.
3) Persiapkan pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik
tambahan (endoskopi) atau pembedahan.
4) Dengarkan secara tenang dan jawab pertanyaan
selengkaplengkapnya jelaskan semua prosedur dan terapi.
b. Meningkatkan Nutrisi yang Optimal
1) Bantu pasien menangani gejala (misalnya; mual, muntah, nyeri
ulu hati, dan keletihan).
2) Hindari makanan dan minuman per oral selama beberapa jam atau
beberapa hari sampai gejala akut reda.
3) Berikan kepingan es dan cairan jernih ketika gejala reda.
4) Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap gejala yang
menunjukkan episode gastritis berulang ketika makanan
dimasukkan.
5) Cegah konsumsi minuman berkafein.
6) Rujuk pasien untuk menjalani konseling alkohol dan berhenti
merokok jika tepat.
c. Meningkatkan Keseimbangan cairan
1) Pantau asupan dan haluaran harian untuk mengetahui adanya
dehidrasi (minimal asupan 1,5L/hari dan haluaran urine
30mL/jam).
2) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk mendeteksi
ketidakseimbangan cairan.
3) Waspadai indikator gastritis hemoragik (hematemesis,
takikardi, hipotensi).
d. Meredakan Nyeri
1) Instruksikan pasien untuk menghindari makanan dan minuman
ringan yang dapat mengiritasi mukosa lambung.
2) Ajarkan pasien cara penggunaan obat secara benar untuk
meredakan gastritis kronis.
3) Kaji nyeri dan kenyamanan yang dirasakan melalui
penggunaan medikasi dan menghindari zat-zat yang mengiritasi.

Penatalaksanaan medis yang bertujuan untuk pengobatan.

1. Gastritis Akut
Faktor utama adalah menghilangkan etiologinya, diet lambung
dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur
sekresi asam lambung. Penatalaksanaan sebaiknya meliputi
pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,
pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat
yang dapat menjadi penyebab, serta dengan pengobatan supportif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida. Pencegahan
ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan
klinis yang berat. Untuk pengguna anti inflamasi nonsteroid
pencegan terbaik adalah dengan Misaprostol. Penatalaksanaan
medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan menghindari alkohol
dan makanan asam ataupun pedas sampai gejala berkurang. Bila
gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat perdarahan,
penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis terjadi karena alkali kuat, gunakan
jus karena adanya bahaya perforasi.

2. Gastritis Kronik
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang
dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotic
untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian lesi tidak
selalu muncul dengan gastritis kronik. Alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi
defisiensi besi (disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit
ini harus diobati. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet
dan meningkatkan istirahat serta memulai farmakoterapi.
Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat
perdarahan lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan pernafasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien
terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori
dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi.
d. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini
dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian
atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x.
e. Rontgen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya
tandatanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya
akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum
dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.

Anda mungkin juga menyukai