Anda di halaman 1dari 49

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah penyakit

saluran pencernaan seperti gastritis. Masyarakat pada umumnya mengenal

gastritis dengan sebutan penyakit maag yaitu penyakit yang menurut mereka

bukan suatu masalah besar, padahal gastritis dapat terjadi pada semua usia mulai

dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua.

Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.

Masa ini biasanya diawali pada usia 14 tahun pada laki-laki dan 10 tahun pada

perempuan. Pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan diantaranya

perubahan fisik, menyangkut pertumbuhan dan kematanagan organ reproduksi,

perubahan intelektual, perubahan saat bersosialisasi, dan perubahan kematangan

kepribadian termasuk emosi (Ayu, 2016)

Penyakit Gastritis atau maag adalah suatu penyakit peradangan pada mukosa

lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari

peradangan ini antara lain anoreksi, rasa penuh atau tidak nyaman pada

epigastrium, mual dan muntah. Peradangan lokal pada mukosa lambung ini akan

berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau

bahan iritan lainnya. (ida, 2017). Penyakit gastritis merupakan penyakit yang

sangat mengganggu. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang

mempunyai pola makan yang tidak teratur dan memakan makanan yang
3

merangsang produksi asam lambung, disamping itu beberapa infeksi

mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis.

Makanan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia, pola makan yang kurang baik dapat memicu terjadinya gastritis. Pola

makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan

dengan informasi gambaran meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi,

mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan yang sehat selalu

mengacu kepada gizi yang seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai

dengan kebutuhan (Depkes RI, 2014).

Penyakit gastritis merupakan penyakit saluran pencernaan bagian atas yang

banyak dikeluhkan dimasyarakat dan paling banyak ditemukan di bagian

gastroenterologi, diperkirakan hampir semua penderita gastritis mengalami

kekambuhan. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan munculnya gejala

gastritis adalah stress dan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bisa

meningkatkan asam lambung. gastritis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari,

karena penderita akan merasa nyeri dan rasa tidak enak pada perut.

Pencegahan gastritis bisa dilakukan dengan mengurangi mengkonsumsi

makanan yang beresiko meningkatkan asam lambung seperti makanan pedas,

asam, minuman yang mengandung soda, kopi, makan teratur atau makan dalam

porsi sedikit tapi sering (Puspadewi, 2015).

WHO (2017), insiden gastritis di dunia sekitar 1.8-2.1 juta dari jumlah

penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%), China (31%), Jepang (14.5%),

Kanada (35%), dan Prancis (29.5%). Di Asia Tenggara sekitar 586.635 dari
4

jumlah penduduk setiap tahunnya. Presentase dari angka kejadian gastritis di

Indonesia menurut (WHO 2017) adalah 40.8%. Angka kejadian gastritis di

Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus (Budiana dalam

Syamsu 2017).

Berdasarkan penelitian (Rifqiyatunnasiyah, 2017) tentang kejadian gastritis

yang disebabkan oleh pola makan didapatkan hasil bahwa responden yang

mempunyai pola makan tidak baik sebagian besar mengalami gastritis yaitu 37

responden (90.2%). Hal ini dikarenakan sebagian responden sering makan kurang

dari 3 kali dalam sehari dan menunda-nunda waktu makan. Dengan demikian

dijelaskan bahwa gastritis banyak disebabkan karena pola makan yang tidak

teratur seperti kebanyakan remaja hanya makan 1-2 kali sehari bahkan ada juga

remaja yang makan hanyak 1 kali sehari dengan porsi makan yang banyak.

Disamping itu jumlah kandungan karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral

dalam makanan yang dikonsumsi tidak seimbang.

Berdasarkan penelitian (Bryan, dkk. 2016) hasil penelitian terhadap 58

responden di SMA Negeri 1 Likupang, diperoleh hasil dari 19 responden yang

memiliki kebiasaan makan baik terdapat responden yang melakukan pencegahan

gastritis sebanyak 17 orang (89.5%) dan responden yang tidak melakukan

pencegahan gastritis berjumlah 2 orang (10.5%). Dengan demikian dapat

dijelaskan siswa seringkali mengabaikan kebiasaan makan yang baik dan tidak

melakukan pencegahan gastritis sebagai upaya menghindari terjadinya penyakit

gastritis.
5

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastrtitis Pada Remaja Studi

Literatur Review.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam peneilitian

ini “Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastrtitis Pada Remaja”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui adakah Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastrtitis

Pada Remaja.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pola makan pada Remaja

b. Mengidentifikasi Kejadian Gastritis pada Remaja.

c. Menganalisis Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada

Remaja Studi Literatur Refiew.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan pemahaman peneliti tentang hubungan pola makan dengan

skala nyeri pasien gastritis.

2. Manfaat Praktis
6

a. Bagi Responden

Menambah wawasan bagi para responden atau masyarakat supaya lebih

mengerti tentang hubungan pola makan dengan skala nyeri penyakit

Gastritis sehingga para responden dapat menjaga pola makan dan

menghindari pantangannya.

b. Bagi Perawat

Sebagai bahan pertimbangan penyuluhan kesehatan

c. Bagi Masyarakat

Memotivasi pasien dan masyarakat dalam upaya mengidentifikasi

hubungan pola makan dengan skala nyeri pasien gastritis serta

meningkatkan kepatuhan dalam penatalaksanaan penyakit sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien dan masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Gastritis

1. Definisi

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,

kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari peradangan ini antara lain

anoreksia, rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual dan muntah.

Peradangan lokal pada mukosa lambung ini akan berkembang bila mekanisme

protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lainnya. (Suratan

dalam Ida, 2017).

Penyakit gastritis atau sering dikenal sebagai penyakit maag merupakan

penyakit yang sangat mengganggu. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada

orang-orang yang mempunyai pola makan yang tidak teratur dan memakan

makanan yang merangsang produksi asam lambung. beberapa infeksi

mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gejala-gejala

sakit gastritis selain nyeri ulu hati juga menimbulkan gejala seperti mual,

muntah, lemas, kembung, terasa sesak, nafsu makan menurun, wajah pucat,

suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing, selalu bersendawa dan pada

kondisi yang lebih parah, bisa muntah darah (Wijayanto dalam Syamsu,

2017).
7

2. Etiologi

Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang menderita

gastritis antara lain mengkonsumsi obat-obatan kimia seperti asetaminofen,

aspirin dan steroid kortikosteroid (Soeparman dalam Ida, 2017).

Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa

lambung, sedangkan NSAIDS (Nonsteroid Anti Inflammation Drungs) dan

kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCL

meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam. Kondisi

asam ini menimbulkan iritasi mukosa lambung.

Penyebab lain adalah konsumsi alcohol. Alcohol dapat menyebabkan

kerusakan gaster. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada)

dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan

perdarahan. Kondisi yang stressful seperti trauma, luka bakar, kemoterapi dan

kerusakan susunan saraf pusat akan merangsang peningakatan prosuksi HCL

lambung. Selain itu, infeksi oleh bakteri seperti Helicobakter pylori,

Eschericia coli, Salmonella dan lain-lain juga dianggap sebagai pemicu.

3. Klasifikasi Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa

lambung. secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-

sel radang didaerah tersebut. Secara umum, gastritis yang merupakan salah

satu jenis penyakit dalam, dapat dibagi menjadi beberapa macam:


8

a. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan parah pada permukaan mukosa

lambung dengan kerusakan-kerusakan erosi (Soeparman dalam Ida 2017).

Gastritis akut merupakan proses infalamasi bersifat akut dan biasanya

terjadi sepintas pada mukosa lambung. keadaan ini paling sering berkaitan

dengan penggunaan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid (khususnya,

aspirin) dosis tinggi dan dalam jangka waktu, konsumsi alcohol yang

berlebihan, dan kebiasan merokok.

Di samping itu, stress berat seperti luka bakar dan pembedahan,

iskemia dan syok juga dapat menyebabkan gastritis akut. Demikian pula

halnya dengan kemoterapi, uremia, infeksi sistemik, tertelan zat asam atau

alkali, radiasi lambung, trauma mekanik, dan gastrektomi distal.

b. Gastritis Kronis

Gastritis Kronis adalah inflamasi lambung dalam jangka waktu lama

dan dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau

oleh bakteri Helicobacter pylory (Soeparman dalam Ida, 2017). Gastritis

kronis merupakan keadaan terjadinya perubahan inflamatorik yang kronis

pada mukosa lambung sehingga akhirnya terjadi atrofi mukosa dan

metaplasia epitel. Keadaan ini menjadi latar belakang munculnya

dysplasia dan karsinoma.

Penyebab lain dari gastritis yang bersifat kronis adalah adanya

gangguan sistem imun tubuh terhadap gangguan dari dalam (faktor


9

intrinsik) dan secretory canalicular structure sel parietal, dan dikaitkan

dengan penyakit anemia pernisional (Dwi Sarbini, dkk. 2020).

4. Manifestasi Klinis Gastritis

Gejala yang sering muncul (Diyono & Sri, 2016) nyeri lambung atau

epigastrik pain merupakan gejala yang paling umum ditemukan pada pastritis

akut. Gejala lain seperti bersendawa atau cegukan, tenggorokan panas, mual,

perut terasa diremas-remas, muntah, tidak nafsu makan, sering keluar keringat

dingin, penurunan berat badan, perut bagian atas terasa tidak nyaman,

lambung terasa penuh, kembung, cepat kenyang dan perut sering bunyi, dan

nyeri ulu hati. Gejala lainnya yang jarang terjadi, tetapi terasa berat adalah

gejala anemia yaitu pusing dan lemas, keseimbangan tubuh berkurang, seolah-

olah mau pingsan, muntah darah atau cairan berwarna kuning kecoklatan dan

buang air besar berdarah. Gejala tersebut bisa akut, berulang dan bisa menjadi

kronis, disebut kronis jika gejala tersebut berlangsung lebih dari satu bulan

terus menerus. Kebanyakan gastritis tanpa gejala.

Keluhan yang dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan perih

pada ulu hati disertai mual, bahkan terkadang sampai muntah. Keluhan-

keluhan dan juga pemeriksaan fisik tidak dapat menegakkan diagnose secara

tepat. Diagnosis ditegakkan dengan cara pemeriksaan endoskopi dan

hispatologi. Pemeriksaan hispatologi sebaliknya menyatakan pemeriksaan

kuman H. Pylori. Kebanyakan orang tidak nampak gejala dan apabila tidak

diobati penyakit ini akan bertahan seumur hidup.


10

5. Faktor Resiko Gastritis

Menurut (Smetzer dalam Bagas, 2016) faktor resiko yang sering

menyebabkan gastritis diantaranya:

a. Pola makan

Orang yang memiliki pola makan yang tidak teratur mudah terserang

penyakit ini. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong atau

ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa

lambung sehigga timbul rasa nyeri.

b. Helicobacter Pylori

Helicobacter Pylori adalah kuman gram negative, basil yang berbentuk

kurva dan batang. Helicobacter Pylori adalah suatu bakteri yang

menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada

manusia. Infeksi Helicobacter Pylori ini sering diketahui sebagai

penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering

terjadinya gastritis.

c. Terlambat Makan

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap

waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya

kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga

tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung

terstimulasi. Bilas seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam

lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat


11

mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri disekitar

epigastrium.

d. Makan Pedas

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang

system pencernaan, terutama lambung dan usus kontraksi. Hal ini akan

mengakibatkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai dengan mual

dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita semakin berkurang nafsu

makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas ≥ 1x dalam 1

minggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat

menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.

6. Komplikasi

Komplikasi dalam gastritis akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian

atas yang berupa hematemesis dan melena. Perdarahan yang banyak dapat

menyebabkan syok hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian dan dapat

terjadi ulkus. Komplikasi yang timbul pada gastritis kronis yaitu atrofi

lambung yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan vitamin B12, akibat

kurangnya penyerapan B12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan zat

besi terganggu dan penyempitan daerah atrum pylorus (Masjoer, 2011).

7. Penatalaksanaan

Cara terbaik untuk mengatasi gastritis adalah melakukan pencegahan.

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki pola makan dan zat-zat makanan

yang dikonsumsi untuk memulihkan kesehatan saluran cerna (Dt Awan,

2017). Gastritis merupakan penyakit pencernaan sehingga pengaturan


12

terhadap zat makanan merupakan factor utama untuk menghindari gastritis

seperti tidak menggunakan obat-obatan yang mengiritasi lambung, makan

teratur atau tidak terlalu cepat, mengurangi makan makanan yang pedas,

berminyak, hindari merokok, minum kopi atau alcohol dan kurangi stress.

Mengurangi makan makanan yang merangsang pengeluaran asam

lambung, seperti makan berbumbu, pedas, cuka, dan lada berlebihan.

Beberapa jenis makanan yang telah diketahui memberikan rangsangan yang

kurang enak terhadap perut juga dihindari. Setiap orang harus mengetahui

makanan apa yang dapat menimbulkan rasa tidak enak di perut. Hal tersebut

dapat memperkecil kemungkinan infeksi bakteri penyebab gastritis kronik

(Masjoer, 2011)

Pengobatan yang dilakukan terhadap gastritis bergantung pada

penyebabnya. Antibiotik digunakan untuk menghilangkan infeksi. Pengobatan

lain juga diperlukan bila timbul komplikasi atau akibat lain dari gastritis, obat

yang dapat meningkatkan produksi asam lambung seperti aspririn dan obat

rematik. Namun, umumnya penggunaan obat-obatan ini disertai dengan

antasida

B. Tinjau Umum Pola Makan

1. Definisi

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit


13

(Depkes RI 2010). Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi

gambaran macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari,

yang meliputi frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan. Pola makan

atau food pattern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan

pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan social

budaya yang dialaminya berkaitan dengan pola makan (Margaret Mead dalam

Almatsier, 2010).

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau

sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan

jenis makan yang berdasarkan factor-faktor social budaya dimana mereka

hidup (Hudha dalam Bagas, 2016).

2. Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Koentjaraningrat dalam Santoso & Rani (2010) menyatakan bahwa

kebiasan makan individu, keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh:

a. Faktor genetic

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab

genetic. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga

makanan, dan kebiasaan gaya hidup yang bisa mendorong terjadinya

obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan

faktor genetic.
14

b. Faktor lingkungan

Gen merupakan faktor penting dalam timbulnya obesitas, namun

lingkungan seseorang juga memegang peran yang cukup berarti. Yang

termasuk lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau gaya hidup

misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan, serta

bagaimana aktivitasnya setiap hari. Seseorang tidak dapat mengubah pola

genetiknya namun dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

c. Faktor psikososial

Karakteristik psikologis dan emosional berperan dalam hal ini.

Apabila penderita memiliki harga diri yang rendah dan sulit mengontrol

perilaku yang bersifat impulsif, maka hal ini yang dapat dilakukan adalah

dengan mengatur mood atau ekspresi kemarahan.

d. Faktor kesehatan

Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pola

makan. Obat-obatan juga mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-

obatan tertentu seperti steroid dan beberapa antidepressant, dapat

menyebabkan penambahan berat badan.

e. Faktor perkembangan

Penambahan ukuran dan atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan

bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita

obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, dapat

memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan

orang yang mempunyai berat badan normal. Jumlah sel-sel lemat tidak
15

dapat dikurangi, oleh karena itu penurunan berat badan hanya dapat

dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak dalam setiap sel.

f. Faktor sosiokultural

Teori sosiokultural menitikberatkan pada tekanan dan harapan dari

masyarakat pada wanita muda sebagai contributor terhadap perkembangan

gangguan makanan. Tekanan untuk mencapai standar tubuh yang kurus

yang tidak realitas dikombinasikan dengan pentingnya faktor penampilan

membuat seseorang merasa tidak puas dengan tubuh mereka.

Ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan diet yang berlebihan dan

perkembangan perilaku akan menjadi terganggu.

g. Faktor psikis

Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri adalah faktor penting dalam

gangguan makan. Ketidakpuasan dalam tubuh menghasilkan usaha-usaha

maladaptive, yaitu dengan sengaja melaparkan diri dan atau dengan

memuntahkan kembali makana yang sudah dimakannya itu untuk

mencapai berat badan atau bentuk tubuh yang diidam-idamkan. Faktor-

faktor kognitif juga ikut terlibat yaitu karena sering kali kecewa pada

dirinya sendiri ketika gagal mencapai standar tinggi yang tak mungkin

dicapainya. Oleh karena itu mereka merasa kesepian.

h. Faktor keluarga

Gangguan makan juga sering kali berkembang adanya konflik yang

ada di keluarga.
16

i. Faktor individu

Ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa gangguan pada biokimia

dan fisiologi otak ternyata dapat menyebabkan gangguan makan, namun

para peneliti belum dapat mengidentifikasi faktor biologi terjadinya

penyakit ini.

j. Faktor biologis

Gangguan makan muncul dalam keluarga hal ini menunjukkan peran

komponen genetic. Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar serotonin

yang rendah dapat mengakibatkan bulimia.

k. Faktor aktivitas fisik

Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatkan

prevalensi terjadinya obesitas. Seseorang yang kurang aktif memerlukan

kalori dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan seseorang dengan

aktivitas tinggi. Maka jika seseorang tidak melakukan aktivitas fisik yang

seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan cenderung

mengalami obesitas.

l. Faktor pertumbuhan

1) Pertumbuhan ditandai dengan bertambahnya materi penyusunan badan

dan bagian-bagiannya. Fase ini dimulai dari kandungan sampai usia

remaja. Kebutuhan nutrisi sangat penting untuk pertumbuhan tubuh

agar terbentuk tulang, otot yang kuat, cadangan lemak yang cukup

untuk melindungi tubuh dan organ-organnya.


17

2) Perkembangan motorik pada remaja untuk mulai kritis dalam memilih

makanan.

3) Dewasa nutrisi tidak untuk pertumbuhan, hanya untuk bekerja dan

mempertahankan kesehatan agar optimal.

m. Faktor umur

1) Pada usia muda nutrisi diperlukan untuk pertumbuhan. Semakin tua

kebutuhan energy dan nutrisi mulai berkurang. Setelah usia 20 tahun

proses metabolism berangsur-angsur turun secara teratur dan

kebutuhan nutrisi menurun.

2) Pada saat berusia 10 tahun kebutuhan nutrisi laki-laki dan perempuan

mulai dibedakan.

n. Faktor aktivitas

1) Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka kebutuhan energy dan

nutrisi semakin banyak.

2) Pada usia remaja nutrisi diperlukan untuk dapat beraktivitas.

o. Faktor keadaan

1) Pada keadaan sakit akan terjadi perubahan metabolism sehingga

sangat diperlukan asupan protein tinggi dan nutrisi lainnya.

2) Pada kondisi menstruasi diperlukan peningkatan asupan makanan

sumber pembentukan sel darah merah antara lain protein, fe, vitamin

C, vitamin B12, dan asam folat untuk menghindari terjadinya anemia.


18

p. Faktor kebiasaan makan keluarga

Kebiasaan makan adalah suatu hal yang berhubungan dengan tindakan

untuk mengkonsumsi pangan dan mempertimbangkan dasar yang lebih

terbuka dalam hubungannya dengan apa yang biasanya dimakan dan

berkaitan dengan kemungkinan kondisi perubahan kebiasaan pola pangan

yang timbul dari dalam dan luarnya. Dengan menerapkan kebiasaan

sarapan pagi maka seseorang akan mempunyai energy yang cukup untuk

berkativitas pada siang harinya dan dapat memelihara ketahanan fisik dan

daya tahan tubuh pada saat beraktivitas serta mampu meningkatkan

produktivitas. Kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan mengkonsumsi sayuran,

kebiasaan makan makanan siap saji, kebiasaan makan berlemak yang

dikelompokkan atas setiap hari, sering (2-5 kali seminggu), jarang (1-4

kali perbulan), dan tidak pernah.

q. Faktor pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata penghasilan yang

diperoleh seluruh anggota keluarga (ayah, ibu jika bekerja) dibagi dengan

jumlah anggota keluarga. Semakin besar pendapatan yang diperoleh maka

semakin terpenuhinya gizi keluarga. Pendapatan keluarga yang memadai

akan dapat menunjang status gizi remaja, karena orang tua dapat

menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.

3. Macam-Macam Pola Makan

Pola makan yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis

makan dan porsi makan (Hudha dalam Bagas, 2016). Pola makan terdiri dari:
19

a. Frekuensi makan

Frekuensi makan sering seseorang melakukan kegiatan makan dalam

sehari baik makanan utama atau makan selingan. Frekuensi makan

dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali makan utama

atau 2 kali makan utama dan 1 kali makan selingan. Pada umumnya setiap

orang melakukan 3 kali makan utama yaitu makan pagi, siang dan makan

malam. Pola makan yang tidak normal dibagi menjadi 2 yaitu makan

dalam jumlah banyak, dimana orang makan dalam jumlah banyak dan

makan di malam hari.

b. Jenis makanan

Jenis makanan yang dikonsumsi seseorang remaja dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu makanan utama dan makanan selingan.

Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa

makan pagi, makan siang dan makan malam yang terdiri dari makanan

pokok, lauk pauk, sayur, buah dan minuman.

c. Porsi makan

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan

yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) makan sesuai

dengan anjuran makana bagi seseorang menurut (Hudha dalam Bagas,

2016). Jumlah (porsi) standar bagi seseorang antara lain: makan pokok

berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan pokok

antara lain: nasi 100gr dan ukuran kecil 60gr. Lauk pauk mempunyai dua

golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi makan antara
20

lain: daging 50gr, telur 50gr, tempe 50gr (dua potong) tahu 100gr (dua

potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasar dari tumbuh-

tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran

antara lain: sayur 100gr. Buah merupakan suatu hidangan yang disajikan

setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci mulut. Jumlah porsi

buah ukuran 100gr, ukuran potongan 75gr.

C. Tinjau Umum tentang Remaja

1. Definisi

Secara etimiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi

remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah

periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24

tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Services

Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-

21 tahun dan terbagi menjadi tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja

menengah ( 15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini

kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang

mencangkup usia 10-24 tahun.

Definisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:

a. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 tahun

sampai 20-21 tahun.


21

b. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik

dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual.

c. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami

perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, social, dan moral, di

antara masa anak-anak menuju dewasa.

Soetjiningsih dalam Bagas (2010), Usia adalah salah satu faktor terjadinya

gastritis, terutama pada masa remaja adalah masa peralihan dari yang sangat

tergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta

keharusan untuk sanggup mandiri. Permasalahan pola makan yang timbul

pada masa remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan dan biasannya pada gadis

remaja sering terjebak dengan pola makan tidak sehat, menginginkan berat

badan secara cepat bahkan sampai menggangu pola makan. Menurut Baliwati

dalam Bagas (2016), masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya

keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh

lawan jenis menyebabkan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan

frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari

sarapan dan makan siang atau hanya makan satu hari satu kali.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Eny (2013) ada tugas-tugas yang harus

diselesaikan dengan baik pada setiap periode perkembangan. Tugas

perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja

dan dipengaruhi oleh harapan sosial. Deskripsi tugas perkembangan berisi


22

harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah

laku. Adapun tugas perkembangan pada remaja adalah sebagai berikut.

a. Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya

secara efektif.

b. Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau

perempuan.

c. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik

sejenis maupun lawan jenis.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orangtua dan orang

dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi.

g. Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan

kehidupan keluarga.

h. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup

bermasyarakat dan untuk masa depan (dalam bidang pendidikan atau

pekerjaan).

i. Mencapai nilai-nilai kedewasaan


23

3. Tujuan Perkembangan Remaja

a. Perkembangan Pribadi

1) Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan agar dapat

mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang-bidang

pekerjaan tertentu.

2) Kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah pribadi

secara efektif.

3) Kecakapan-kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan kultural

dan peradaban bangsa.

b. Perkembangan Sosial

1) Pengalaman bersama pribadi-pribadi yang berada dengan dirinya, baik

dalam kelas sosial, subkultur, maupun usia.

2) Pengalaman dimana tindakannya dapat berpengaruh pada orang lain.

3) Kegiatan saling tergantung yang diarahkan pada tujuan-tujuan bersama

(interaksi kelompok). Menurut (Eny, 2011).

4. Masa Transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa

transisi tersebut menurut (Gunarsa dalam Eny, 2011) adalah sebagai berikut:

a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh.

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum

sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini


24

menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap

masyarakat yang kurang konsisten.

b. Transisi dalam kehidupan emosi

Pertumbuhan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan

peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan

ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung,

melamun, dan sedih, tetapi dilain sisi akan gembira, tertawa, ataupun

marah-marah.

c. Transisi dalam kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, di mana

lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran

ikatan pada teman sebaya merupakan teman upaya remaja untuk mandiri

(Melepaskan ikatan dengan keluarga).

d. Transisi dalam nilai-nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-

nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-

nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri.

e. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai

menggembangkan kemampuan berfikir abstrak.


25

d. Kerangka Teori

Skema: 2.1

Kerangka Teori

Faktor Resiko Gastritis


Tanda dan Gejala
1. Pola Makan
Pasien Gastritis 1. Nyeri epigastrium
2. SkalaNyeri
2. Cegukan
3. Hubungan Pola
3. Tenggorokan panas
Makan dan Skala
4. Mual
Nyeri
Klasifikasi Gastritis 5. Tidak nafsu makan
6. Lambung terasa penuh
1. Akut 7. Kembung, dll.
2. Kronis

Terapi Non Farmakologis


Terapi Farmakologis
1. Makan teratur dan atau tidak
1. Antibiotik
terlalu cepat
2. Analgetik
2. Mengurangi makan makanan
3. Antipiretik
yang pedas
4. Larutan Elektrolit
3. Hindari merokok
4. Minum kopi atau alcohol
5. Kurangi stress
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian literatur review. Literatur review adalah ringkasan komprehensif dari

penelitian lain/sebelumnya tentang suatu topik. Literatur review meninjau survey

artikel ilmiah, buku dan sumber-sumber lain yang relevan dengan bidang

penelitian tertentu. Literatur review menyebutkan, menjelaskan, merangkum,

mengevaluasi secara objektif, dan memperjelas penelitian sebelumnya (Coffta,

2020).

Penelitian ini akan melakukan penelitian dengan judul hubungan pola makan

dengan kejadian gastritis pada Remaja studi literatur review

B. Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian yang akan dilaksanakan ini menggunakan metode pengumpulan

data yang dilakukan di Google dan Google Scholar. Penelitian ini juga

menggunakan metode pencaharian kata kunci MESH (Medical Subject Heading).

Penelitian ini berjudul hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada

Remaja, sehingga kata kunci yang digunakan adalah:

1. Pola Makan

2. Remaja
27

3. Kejadian Gastritis

Selain metode penelusuran, metode ini juga menggunakan kriteria inklusi dan

eksklusi dalam pelaksanaannya. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang

ditetapkan yaitu:

Table 3.1: kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi Eksklusi


Jangka waktu Rentang waktu penerbitan Jurnal yang terbit 2010
jurnal 2010-2020 kebawah
Bahasa Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Subjek Pasien Perawat
Jenis jurnal Original artikel Review artikel
Jenis paper Full paper + abstrak Tidak ada

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2020.

D. Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian literature review yang mengambil jurnal-

jurnal original untuk dilakukan analisa secara mendalam. Analisa data yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis PICO yaitu

P : Patient/Populasi/Sampel

I : Implementasi/Intervensi/Exposure

C : Control/Intervensi Pembanding

O : Outcomes/Hasil

BAB IV
28

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran pengambilan data

Penelitian yang akan dilaksanakan ini menggunakan metode pengumpulan

data yang dilakukan di google dan google scholar. Penelitian ini juga

menggunakan metode pencaharian kata kunci MESH (Medical, Subject,

Heading).

Kata kunci yang digunakan dalam pencarian daring yaitu:

1. Pola Makan

2. Remaja

3. Kejadian Gastritis

Setelah melakukan pencarian, peneliti menemukan 577 artikel, kemudian

artikel dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga jumlah artikel

yang dianalisa tersisa 9 artikel, namun ada 32 artikel yang tidak dapat diakses dan

1 artikel ditolak karena tidak sesuai dengan tema penelitian, sehingga tersisa 6

artikel. Adapun proses pengambilan artikel digambarkan pada skema sebagai

berikut:

Skema 4.1 Alur Pengambilan Artikel


29

Pencarian artikel menggunakan google dan google scholar dan


ditemukan sebanyak 577 artikel

Memilih artikel menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi


diperoleh 9 artikel

2 artikel tidak dapat diakses


karena link bermasalah

1 artikel ditolak karena Tidak sesuai


dengan tema penelitian

6 artikel yang dianalisis


30

B. Hasil Studi Literatur

Table 4.1 Penelitian Terkait

Analisis PICO/ PICOT/PICOS


No
Patient Intervention Compariso Outcomes
Judul/Peneliti/Lokasi Desain Penelitian
.
n
1 Hubungan pola makan Jumlah populasi Kuesioner - Hasil analisis yang
Penelitian ini
dengan kejadian dalam penelitian dilakukan dengan uji
menggunakan metode
gastritis pada remaja. ini sebanyak 384 spearman menunjukkan
non eksperimental
Bagas Diatsa santri, sedangkan bahwa terdapat hubungan
dengan cross
Di Pondok Al-Hikmah pengambilan yang signifikan,
sectional.
Trayon, Karanggede, sampel yang hubungan ini ditunjukkan

Boyolali. dilakukan dengan nilai korelasi

dengan teknik sebesar 0,636 yang

purposive termasuk ke dalam

sample kategori kuat (0,06-

didapatkan 0,799). setelah dilakukan


31

jumlah sampel penelitian didapatkan

sebanyak 30 hasil yaitu pola makan

santri. yang buruk dapat

mengakibatkan kejadian

gastritisnya tinggi.
2 Hubungan pola makan Penelitian ini Jumlah Kuesioner - Hasil penelitian dari uji

dengan kejadian menggunakan desain responden dalam chi square didapatkan

gastritis pada remaja deskriptif analitik penelitian ini hasil p value 0,000

kelas X di MA dengan menggunakan adalah 67 dengan taraf signifikan

Walisongo. pendekatan cross responden. 0,05, sehingga dapat

sectional diartikan bahwa ada

Desty Eka Restiana hubungan pola makan

Kecamatan Kebonsari dengan kejadian gastritis

Kabupaten Madiun
3 Hubungan pola makan Metode dalam Populasi dalam Kuesioner - Hasil penelitian

dengan kejadian penelitian ini adalah penelitian ini menunjukan bahwa pola
32

gastritis pada remaja analitik kuantitatif adalah seluruh makan pada remaja

di wilayah kerja dengan menggunakan remaja usia 15- sebagian besar responden

Puskesmas Cipaku. pendekatan cross 19 tahun di yaitu 60 orang (61,2%)

sectional. wilayah kerja memiliki pola makan

Bella Nurmaidini. Puskesmas tidak baik dan kejadian

Kabupaten Ciamis. Cipaku gastritis pada remaja

Kabupaten sebagian besar responden

Ciamis yaitu 56 orang (57,1%)

sebanyak 4.256 terjadi gastritis dan

orang terdapat hubungan antara

Pengambilan pola makan dengan

sampel dalam kejadian gastritis pada

penelitian ini remaja di Wilayah Kerja

dengan cara Puskesmas Cipaku

proporsional Kabupaten Ciamis Tahun


33

random 2020.

sampling

sehingga

diperoleh

sampel

sebanyak 98

orang.
4 Hubungan Pola Desain penelitian yang Populasi Kuesioner - Hasil penelitian
menunjukan bahwa
Makan Dengan digunakan adalah penelitian
sebagian besar responden
Kejadian Gastritis penelitian studi seluruh santri di
memiliki pola makan
Pada Remaja Korelasional dengan Pondok kurang baik yaitu
sebanyak 52 responden
Syamsu Dwi Wahyuni pendekatan Cross Pesantren Al-
(54,7%) dan sebagian
Pondok Pesantren Al- Sectional Munjiyah.
besar responden terjadi
Munjiyah Durisawo Tehnik gastritis yaitu sebanyak
62 responden (65,3%).
Kelurahan Nologaten pengambilan
Berdasarkan hasil uji
34

Kabupaten Ponorogo. sampel adalah statistik Spearman Rank


didapatkan hasil ρ value
Accidental
= 0,000 ρ < 0,05, maka
Sampling,
H0 ditolak berarti Ada
dengan jumlah Hubungan antara Pola
Makan dengan Kejadian
sampel sebanyak
Gastritis pada Remaja di
95 responden
Pondok Pesantren Al-
Munjiyah Durisawo
Kelurahan Nologaten
Kabupaten Ponorogo.
5 Hubungan pola makan Jenis penelitian yang Sampel dalam Kuesioner - Dari hasil penelitian

dengan kejadian digunakan deskriptif penelitian ini didapatkan hasil uji chi-

gastritis pada remaja analitik dengan berjumlah 46 square (x2) diperoleh

putri kelas 1 SMA pendekatan cross sampel nilai p-value =0,003

Negeri 1 Melonguane sectional study lebih kecil dari α =0,05.

Diketahui pola makan

Angelia Pondaa yang baik pada remaja


35

Kepulauan Talaud putri kelas 1 SMA

Negeri 1 Melonguane

berjumlah 21 responden

dan pola makan kurang

baik berjumlah 25

responden. Dan diketahui

terjadi kejadian gastritis

yang dialami remaja putri

berjumlah 24 responden

dan yang tidak terjadi

berjumlah 22 responden.

Dianalisa ada hubungan

pola makan dengan

kejadian gastritis da

remaja putri kelas 1


36

SMA Negeri 1

Melonguane Kabupaten

Kepulauan Talaud .

berdasarkan hasil

penelitian ini

disimpulkan bahwa ada

hubungan yang

bermakna antara pola

makan dengan kejadian

gastritis pada remaja

putri kelas 1 SMA

Negeri 1 Melonguane

Kabupaten Kepulauan

Talaud
6 Hubungan Pola Desain penelitian ini Teknik non - Hasil analisis
37

Makan Dengan menggunakan probability menunjukkan bahwa ada

Kejadian Gastritis deskriptif analitik sampling hubungan yang

Pada Remaja Di pendekatan case digunakan signifikan antara pola

Wilayah Kerja control sebanyak 84 makan dengan kejadian

Puskesmas Balowerti responden gastritis pada remaja.

Kota Kediri dengan 34 Hasil odd ratio (or)

responden menunjukkan orang yang

Yudha Fika Diliyana kelompok kasus memiliki pola makan

Kota Kediri gastritis dan 50 tidak sehat resiko untuk

responden untuk terkena gastritis

kelompok serendah-rendahnya

kontrol non 0,154 dan setinggi-

gastritis. tingginya 0,995 daripada

orang yang memiliki pola

makan sehat
38
6

C. Pembahasan

1. Pola Makan Pada Remaja

Gastritis merupakan masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit gastritis

adalah peradangan pada lambung yang terjadi pada orang-orang yang

memiliki pola makan yang tidak teratur dan memakan makanan yang

merangsang produksi asam lambung.

Penelitian yang dilakukan oleh Bella Nurmaidini, (2020) menyatakan

bahwa dari 98 responden sebagian besar responden yaitu 60 orang (61,2%)

memiliki pola makan tidak baik dan hampir sebagian responden yaitu 38

orang (38,8%) memiliki pola makan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagas Diatsa

(2016), diketahui bahwa responden dengan pola makan yang buruk sebanyak

20 responden (66,7%), dan responden dengan pola makan yang baik sebanyak

10 responden (33,3%). Bisa diartikan bahwa responden dengan pola makan

yang buruk 2 kali lipat dengan responden dengan pola makan yang baik, hal

ini dikarenakan responden sering tidak makan satu hari 3 kali, porsi makan

yang terkadang sedikit dan terkadang banyak dan jenis makanan yang

cenderung mengakibatkan gastritis.

Menurut Hudha dalam Bagas 2016, Pola makan adalah cara atau perilaku

yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih,

menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang

meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang berdasarkan

factor-faktor social budaya dimana mereka hidup.


7

Penelitian lainnya dilakukan oleh Angelia Pondaa (2019), penelitian yang

dilakukan pada 46 responden diketahui sebagian besar responden mengalami

pola makan yang kurang baik yaitu sebanyak 25 responden dengan presentase

nilai 54,3% , sedangkan responden yang pola makan baik sebanyak 21

responden dengan presentase nilai 45,7%.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Yudha Fika Diliyana

(2020), berdasarkan hasil penelitian pola makan pada remaja di Puskesmas

Balowerti kota Kediri pada kelompok kasus (gastritis) sejumlah 22 orang

(64,7%), mengalami pola makan yang tidak sehat dan 12 orang (35,2%)

mengalami pola makan yang sehat. Sedangkan dari kelompok control (non

gastritis) sejumlah 22 orang (44,0%) mengalami pola makan yang tidak sehat

dan sebanyak 28 orang (56,0%) mengalami pola makan yang sehat.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Desty Eka Restiana (2019), diketahui

bahwa karakteristik responden yang menunjukkan pola makan buruk

sebanyak 40 remaja (59,7%), sedangkan pola makan baik hanya 27 remaja

(40,3%).

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsu Dwi Wahyuni (2017),

didapatkan hasil bahwa dari 95 responden yang diteliti, jumlah responden

yang memiliki pola makan baik sebanyak 43 santri (45,3%), dan responden

yang memiliki pola makan kurang baik sebanyak 52 santri (54,7%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, peneliti berasumsi bahwa

pola makan sangat erat kaitannya dengan kejadian gastritis, gastritis adalah

penyakit yang penyebab utamanya bukan disebabkan oleh gangguan pada


8

organ lambung melainkan lebih dipicu oleh pola makan yang buruk sehingga

pola makan yang baik merupakan salah satu cara untuk terhindar dari penyakit

gastritis.

2. Kejadian Gastritis pada Remaja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bella Nurmaidini,

(2020) kejadian gastritis pada Remaja sebagian besar responden yaitu 56

orang (57.1%) terjadi gastritis dan hampir sebagian responden yaitu 48 orang

(42.9%) tidak terjadi gastritis.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Bagas Diatsa, (2016) hasil

penelitian tentang kejadian gastritis responden didapatkan data bahwa

responden dengan kejadian gastritis yang tinggi sebanyak 19 responden

(63,3%) sedangkan kejadian gastritis kategori rendah sebanyak 11 responden

(36,7%).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudha Fika

Diliyana (2020), kejadian gastritis pada remaja di Wilayah kerja Puskesmas

Balowerti Kota Kediri pada kelompok kasus proporsi terbesar sebanyak 22

responden (64,7%) dengan memiliki pola makan tidak sehat dan 12 responden

(35,2%) dengan pola makan sehat. Sedangkan pada kelompok control 23

responden (46,0%) memiliki pola makan tidak sehat dan 27 responden

(54,0%) dengan pola makan sehat.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Angelia Pondaa (2019),

diketahui bahwa sebagian besar mengalami kejadian gastritis yaitu sebanyak

24 responden dengan presentase nilai 52,2%, sedangkan yang tidak


9

mengalami kejadian gastritis berjumlah 22 responden dengan presentase

47,8%.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Desty Eka Restiana (2019), diketahui

bahwa karakteristik responden yang menunjukkan gastritis sebanyak 39

responden (58,2%), sedangkan yang tidak gastritis sebanyak 28 responden

(41,8%).

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsu Dwi Wahyuni (2017),

didapatkan hasil bahwa dari 95 responden yang diteliti, jumlah responden

yang terjadi gastritis sebanyak 62 santri (65,3%), dan responden yang tidak

mengalami gastritis sebanyak 33 santri (34,7%).

Peneliti berasumsi bahwa lebih banyak responden yang mengalami

penyakit gastritis dibandingkan dengan yang tidak mengalami gastritis. Hal ini

dikarenakan seringnya responden mengabaikan makanan yang tidak baik dan

tidak melakukan pencegahan gastritis sebagai upaya menghindari terjadinya

penyakit gastritis dan responden sering mengkonsumsi makanan yang

cenderung mengakibatkan gastritis.

3. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja

Penelitian yang dilakukan oleh Bella Nurmaidini, (2020) dari hasil

analisa data diperoleh nilai chi square (x2) sebesar 43,341 dan nilai p value

sebesar 0,000. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis.


10

Penelitian lain dilakukan oleh Bagas Diatsa, (2016) berdasarkan hasil

uji Spearman pola makan dan kejadian gastritis diperoleh nilai signifikansi

sebesar 0,000 < α (0,050) maka hipotesis kerja h 1 diterima, artinya terdapat

hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian gastritis.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Angelia Pondaa

(2019), dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antra pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja putri kelas

1 SMA Negeri 1 Melonguane kabupaten Kepulauan Talaud.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Yudha Fika Diliyana

(2020), pada penelitian ini hasil uji menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di

Wilayah kerja Puskesmas Balowerti kota Kediri.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Syamsu Dwi Wahyuni (2017),

dari hasil uji statistic spearman rank yang menggunakan SPSS 16.0 dengan

tingkat α = 0,05 didapatkan hasil p value = 0,000 < α sehingga H0 ditolak

yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada

remaja pondok Pesantren Al-Munjiyah Durisawo, Kelurahan Nologaten,

Kabupaten Ponorogo.

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap

waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya

glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan

merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila

seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi
11

semakin banyak dan berlebih dapat mengiritasi mukosa lambung serta

menimbulkan rasa nyeri disekitar epigastrium (Brunner dan Suddarth, 2010).

Syamsu (2017) berpendapat bahwa pola makan (frekuensi makan,

jenis makan dan porsi makan) atau berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai berbagai macam dan jumlah makanan yang dimakan

setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok.

Peneliti berasumsi bahwa perlu adanya peningkatan upaya promotif

dan preventif dari pihak puskesmas tentang penyakit gastritis, pengobatan dan

diet penderita gastritis khususnya tenaga kesehatan dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat kepada penderita gastritis sehingga

meningkatkan motivasi masyarakat dalam upaya menjaga pola makan sebagai

salah satu penatalaksanaan penyakit gastritis.

D. Keterbatasan Hasil Penelitian

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan penelitian. Dalam penelitian

ini keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah penggunaan metode penelitian

literature review sangat tergantung dengan pulbikasi jurnal penelitian yang

digunakan sehingga data informasi yang dibutuhkan penulis terbatas dan dapat

menghambat dalam penyusunan laporan hasil penelitian.


12

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

1. Berdasarkan hasil analisa artikel di atas disimpulkan bahwa pola makan

sangat erat kaitannya dengan kejadian gastritis, gastritis adalah penyakit yang

bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih dipicu

oleh pola makan yang buruk sehingga pola makan yang baik merupakan salah

satu cara untuk terhindar dari penyakit gastritis.

2. Berdasarkan hasil analisa artikel di atas disimpulkan bahwa lebih banyak

responden yang mengalami penyakit gastritis dibandingkan dengan yang tidak

mengalami gastritis. Hal ini dikarenakan seringnya responden mengabaikan

makanan yang tidak baik dan tidak melakukan pencegahan gastritis sebagai

upaya menghindari terjadinya penyakit gastritis dan responden sering

mengkonsumsi makanan yang cenderung mengakibatkan gastritis.

3. Berdasarkan hasil analisa artikel di atas disimpulkan bahwa Hubungan Pola

Makan dengan Skala Nyeri Pasien Gastritis, perlu adanya peningkatan upaya

promotif dan preventif dari pihak puskesmas tentang penyakit gastritis,

pengobatan dan diet penderita gastritis khususnya tenaga kesehatan dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kepada penderita gastritis


13

sehingga meningkatkan motivasi masyarakat dalam upaya menjaga pola

makan sebagai salah satu penatalaksanaan penyakit gastritis

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Kepada masyarakat baik itu yang menderita gastritis atau tidak agar

dapat mengatur pola makannya dan tidak mengkonsumsi makanan

maupun minuman yang dapat mengiritasi lambung.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat meneliti variael-variabel lain yang diduga

berhubungan kejadian gastritis yang belum dapat diteliti dalam penelitian

ini

3. Bagi Masyarakat

Perlu adanya peningkatan upaya promotif dan preventif tentang

penyakit gastritis , pengobatan serta diet penderita gastritis dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya penderita gastritis.


14

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Sun.

Ambarwati. Respati. Fitri. 2011. Gizi dan Kesehatan Reproduksi. Surabaya:


Cakrawala Ilmu.

Ariani, Putri, Ayu. 2016. Ilmu Gizi. Muara Bungo: Numed.

Awan, Dt. (2017). Bagaimana Menyembuhkan Maag Secara Total. Jawa Timur:
HealindonesiaPress.

Bagas. 2016. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja Di
Pondok AL-Hikmah Trayon Karanggede Boyolali. (Online)
http://eprints.ums.ac.id/47262/

Bella, Nurmaidini. 2019. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis pada
Remaja Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis .

Desty, Eka, Restiana. (2019). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja Kelas X di Ma Walisongo Kecamatan Kebonsari Kabupaten
Madiun.

Diyono & Mulyani, Sri. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Jakarta: Prenadamedia Group.

Hendro, Adeleida. Bryan. 2015. Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Pencegahan


Gastritis Pada Siswa X Di SMA Likupang (online)
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/5215.

Irianto. Djoko. 2011. Panduan Gizi Lengkap Keluarga Dan Olah Ragawan.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Mardalena. Ida. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
pencernaan. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.
Margarita, N. dkk, (2019). Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
15

Rista, Rumpiati, Syamsu. 2017. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja (online)
http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/view/100.
Sarbini Dwi, dkk. (2020). Gizi Geriatri. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Syamsu, Dwi, Wahyuni. 2017. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja.
Yudha, Fika, Diliyana. 2020. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis
Pada Remaja. Journal of Nursing Care and Biomoleculer.
Waspadji, Suyono, Sukardji. 2010. Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi Dan
Penelitian Di Rumah Sakit. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
16

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA
1. Nama : YURLI PABORI
2. Nama Panggilan : Yurli
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Tempat/tanggal lahir : Wailempa 11 Desember 1994
5. Agama : Kristen pantaikosta
6. Alamat : Dusun waelempa kel/ desa: seba-seba kec
waltim
kab luwu

B. NAMA ORANG TUA


1. Ayah : Tarik padang
2. Ibu : Yusliana pabori

C. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tamat SD Neg 347 Lamasi pantai tahun 2001-2007
2. Tamat SMP Neg 1 Walenrang 2007-2010
3. Tamat SMK Teratai palopo 2010-2013
4. Tamat Akper mappa oudang Makassar 2013-2016
5. Menyelesaikan pendidikan di Stikes kurnia jaya palopo tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai