Anda di halaman 1dari 60

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA DENGAN


KUALITAS TIDUR PERAWAT

ULIA EKA NINGSIH

NIM: 012018080

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
2020
SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA DENGAN


KUALITAS TIDUR PERAWAT

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan


(S.Kep)
Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kurnia
Jaya Persada Palopo

ULIA EKA NINGSIH

NIM: 012018080

JURUSAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
2020

HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA DENGAN


KUALITAS TIDUR PERAWAT

Disusun Oleh:
ULIA EKA NINGSIH
012018080

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Pada tanggal, 23 Oktober2020
Dan dinyatalan telah memenuhi syarat

Tim Penguji :

1. Ns. Rezkiyah Hoesny,S.Kep.M.Kep (…………………….)

2. Ns.Hera Wati Ramli,S.Kep.MM (…………………….)

3. dr.Indah Mustikasari,S.Ked (…………………….)

Tim Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II

Ns.Hera Wati Ramli,S.Kep.MM dr.Indah Mustikasari,S.Ked

Mengetahui,
Ketua Ketua
STIKES Kurnia Jaya Persada Program Studi Keperawatan
Palopo Profesi Ners

Rezkiyah Hoesny, S.Kep.,Ns.,M.Kep Ns. Bestfy Anitasari, M.Kep.,Sp.Mat


NIDN. 0920118901 NIDN. 0901128401
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Ulia Eka Ningsih
NIM : 012018080
Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Kurnia Jaya

Persada Palopo

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul : “Hubungan Tingkat


Stres Kerja Dengan Kualitas Tidur Perawat Tahun 2020”, adalah hasil karya saya
sendiri yang belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan skrisi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Palopo, 23 Oktober 2020

Yang Menyatakan,

Ulia Eka Ningsih


NIM. 012018080

iv
ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA DENGAN


KUALITASTIDUR PERAWAT

Ulia Eka Ningsih1, Herawati Ramli2,Indah Mustikasari3

Perawat merupakan sumber daya manusia yang memegang peranan


yang sangat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi
pasien sehingga produktivitas dapat meningkat, semakin banyak beban kerja yang
diemban perawat semakin tinggi juga tingkat kosentrasi dilakukan perawat agar
semua pekerjaan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik. Seiring dengan
banyaknya pekerjaan diemban tingkat stres pada seseorang akan meningkat. Hal
tersebut dapat memicu berbagai faktor diantaranya kualitas tidur yang kurang
tercukupi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Tingkat Stres
Kerja Dengan Kualitas Tidur Perawat. Desain penelitian menggunakan thematic
analisis.Subyek penelitian adalah jurnal yang diterbitkan di google scholar
sebanyak 60 jurnal penelitian yang setelah dimasukkan dalam kriteria insklusi dan
kriteria esklusi diperoleh jumlah sampel sebanyak 2 jurnal. Teknik pengumpulan
data dengan melakukan pengambilan jurnal di google scholar mengunakan kata
kunci Tingkat Stres Kerja, Perawat, Kualitas Tidur.
Hasil penelitian ditemukan tema yaitu ada antara hubungan tingkat stres
kerja dengan kualitas tidur perawat.
Kesimpulan penelitian yaitu bahwakeduajurnal yang diteliti
menunjukkan bahwah terdapat perbedaan pada hubungan namun bila dilihat dari
persentasi dominan yang sama yaitu responden memiliki tingkat stres kerja
sedang dan kualitas tidur butuk. Dapat disimpulkan bahwa perawat yang
mengalami stres kerja sedang dapat menyebabkan kualitas tidur buruk stres kerja
sedang dikarenakan sistem imunitas menurun akibat penurunan kinerja organ
tubuh dan fisik mengalami kekurangan energi yang berdampak menurunkan
kinerja otot-otot tubuh yang menyebabkan fisik dan mental mengalami ketidak
seimbangan.
.

Kata Kunci :Tingkat Stres kerja, Perawat, Kualitas tidur

v
ABSTRACT

WORKING STRESS LEVEL RELATIONSHIP WITH


NURSE SLEEP QUALITY

Ulia Eka Ningsih1, Herawati Ramli2,Indah Mustikasar3

Nurses are human resources who play a very large role in providing the
best health services for patients so that productivity can increase, the more
workload the nurse carries, the higher the level of concentration is carried out by
nurses so that all the work done can be completed properly. Along with the
amount of work carried out the level of stress on a person will increase. This can
trigger various factors including insufficient sleep quality.
This study aims to determine the relationship between the level of work
stress and the sleep quality of nurses. The research design used thematic analysis.
The research subjects were 60 journals published in Google Scholar, which after
being included in the inclusion criteria and exclusion criteria, the total sample size
was 2 journals. The technique of collecting data is by taking journals on google
scholar using the keywords Job Stress Level, Nurses, Sleep Quality.
The results of the study found that there was a relationship between the
level of work stress and the sleep quality of nurses.
The conclusion of the study is that the two journals studied show that
there are differences in the relationship, but when viewed from the same dominant
percentage, that is, respondents have a moderate level of work stress and poor
sleep quality. It can be concluded that nurses who experience moderate work
stress can cause poor sleep quality, moderate work stress due to the decreased
immune system due to decreased performance of the body's organs and physical
lack of energy which has an impact on reducing the performance of the body's
muscles which causes physical and mental imbalance.

Key words: Job Stress Level, Nurse, Sleep Quality

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan
atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan
skripsi yang berjudul “HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA DENGAN
KUALITAS TIDUR PERAWAT TAHUN 2020” ini dapat diselesaikan guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Jurusan
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kurnia Jaya Persada Palopo Tahun
2018 .Perjalanan panjang telah penulis lalui dalam rangka perampungan penulisan
skripsi ini. Banyak hambatan yang dihadapi dalam penyusunannya, namun berkat
kehendak-Nyalah sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, pada kesempatan ini patutlah
kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Yth.Kedua orangtua saya Ayahanda Kasno Susilo dan Ibunda Saya
Sumiati yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang kepada
penulis.
2. Yth. kedua anak saya yang tercinta Kevyn Rhaditya dan Alby Al Faeyza
Yang Menjadi Alasan Saya masih bersemangat untuk melanjutkan Studi.
3. Yth.Saudara Kandung Saya Adinda Nita Yuniati,Spd, Adinda Yudi
Purnomo,Spd, adinda Serda Joko Priono, Dan Adik Bungsu saya Nurul Sri
Atikah Sari yang slalu mendukung dan memberikan suport terkait masalah
pendidikan.
4. Yth.Kepala UPT Puskesmas Wonokerto Bapak Darsallam,SKM yang
Telah Bersedia Memberikan Saya Ijin belajar Melanjutkan studi ke jenjang
S1 juga teman-teman sejawat yang mensuport
5. Yth.Bapak Kasubag Umum Syahruddin,SKM dan rekan-rekan Di Kabag
Umum Rsud Andi Djemma Masamba,Saudara Ns.Muh.Rofik
Efendi,S.Kep dan Saudara Hendrik,SKM,Juga Sepupu Cantik Saya Novita
Lisa Anggraeni Stephanus,SKM.MPH, yang Membantu saya dalam proses
pembuatan Sksripsi ini
6. Yth.Segenap Dosen Pengajar pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kurnia
Jaya Persada Palopo yang Telah diberikan Kepada Penulis Selama
penelitian
7. Yth.Sahabat-Sahabat Saya Dyah Lestari Handayani,SE , Harisa,S.Kep.Ns,
Rostina Syam Amd.Kep, Ambran Arakian, Aditya Ryan Saputra dan
Masih Banyak Yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terimakasih
karna hingga detik ini masih menjadi sahabat-sahabat terbaik saya yang
tidak mungkin saya lupakan
8. Yth.Seluruh teman-teman sejawat angkatan 2018 Terimakasih atas
dukungan moral kalian semua
Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Penulis pun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga
Allah SWT memberi lindungan bagi kita semua.

Masamba, Oktober 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN SAMPUL DALAM SKRIPSI.............................................. ii
LEMBARPENGESAHAN........................................................................ iii
LEMBARPERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN........................ iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
ABSTRACT................................................................................................ vii
DAFTAR ISI............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL...................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian............................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 5
A. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Stres............................... 5
B. Tinjauan UmumTentang Kualitas Tidur.............................. 15
C. Tinjauan UmumTentang Perawat........................................ 31
D. Kerangka Teori.................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN......................................................... 34
A. Desain Penelitian.................................................................. 34
B. Prosedur Pengumpulan Data................................................ 34
C. Waktu Penelitian.................................................................. 35
D. Analisa Data......................................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 33
A. Gambaran Pengambilan Data............................................... 35
B. Hasil Studi Literature........................................................... 35
C. Pembahasan.......................................................................... 42
D. Keterbatasan Penelitian........................................................ 49

ix
E. Implikasi Penelitian.............................................................. 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 53
A. Kesimpulan .......................................................................... 53
B. Saran..................................................................................... 53
Daftar Pustaka............................................................................................ 55
Dafar Lampiran ........................................................................................ 57

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat merupakan sumber daya manusia yang memegang peranan
yang sangat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi
pasien sehingga produktivitas dapat meningkat, semakin banyak beban kerja
yang diemban perawat semakin tinggi juga tingkat kosentrasi dilakukan
perawat agar semua pekerjaan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan
baik. Seiring dengan banyaknya pekerjaan diemban tingkat stres pada
seseorang akan meningkat. Hal tersebut dapat memicu berbagai faktor
diantaranya kualitas tidur yang kurang tercukupi. Saat ini stres kerja
merupakan isu global yang berpengaruh pada seluruh profesi dan pekerja di
negara maju maupun berkembang (ILO, 2016). Berdasarkan data dari WHO,
sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan mental dan perilaku
(WHO, 2003). WHO memprediksi stres kerja akan menjadi ancaman utama
kesehatan manusia menjelang tahun 2020 (Makhbul et al, 2013). Menurut
survei dari Northwestern National Life,40% pekerja melaporkanpekerjaan
mereka luar biasamengakibatkan stres (NIOSH). Surveinasional yang
dilakukan oleh Health and Safety Excecutive (HSE) pada tahun 2014-2015 di
inggris melaporkan jumlah kasusantara stres, depresi dan ansietas
terkaitpekerjaan rata-rata 1380 dari 100.000pekerja (Health and Safety
Executivev,2015). Survei oleh America Psychological Assosiation (APA)
pada tahun 2011,sebanyak 20% pekerja mengalami streskerja berat. Pada era
globalisasi ini perawat dituntut untuk melakukan perbaikan dan menigkatkan
kualitas pelayanan kesehatan. Untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan
yang baik maka perawat dituntut untuk menjadi perawat yang profesional
(Giriwati, 2011).Menurut Perwitasari et al (2016), bahwa seluruh tenaga
profesional di rumah sakit memiliki risiko stres, namun perawat memiliki
tingkat stres yang lebih tinggi. Angka prevalensi stres kerja perawat di

1
2

Vietnam sebesar 18,5% (Tran et al, dalam Budiyanto 2019), sementara di


Hongkong mencapai 41,1% (Cheung and Yip, dalam Budiyanto 2019).
Berdasarkan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2011–
2015, target rasio perawat terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 adalah
180 per 100.000 penduduk. Target tersebut masih lebih dari 2 kali lipat
dibandingkan angka terakhir, pada tahun 2015, yaitu 87,65 perawat per
100.000 penduduk (Pusdatin, 2017). Hal ini dapat mengakibatkan tingginya
beban kerja perawat.
Berbagai jenis pekerjaan dapat memicu stres kerja, namun terdapat
beberapa jenis pekerjaan yang memiliki resiko lebih besar untuk memicu
stres kerja.Stres dapat muncul apabila seseorang mengalami beban atau tugas
berat dan orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu,
maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut,
sehingga orang tersebut dapat mengalami stres (Hidayat, 2011). Stres kerja
pada perawat pada umumnya disebabkan oleh penyebab fisik yang dialami
selama bekerja serta kelelahan secara emosi, munculnya stres kerja juga
diakibatkan oleh beban kerja yang berlebihan, sehingga dapat mempengaruhi
kualitas tidur perawat. Kurangnya waktu tidur ditunjang dengan beban kerja
yang berlebihan dapat menimbulkan stres, pada saat seseorang stres maka
pikiran akan terpusat pada masalah yang sedang dihadapi hal ini dapat
mengakibatkan terganggunya kualitas tidur seseorang. Inilah yang dapat
pempengaruhi stres kerja dengan kualitas tidur perawat. Tidur diyakini dapat
memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas. Tidur
juga diyakini dapat mengurangi stres dan menjaga keseimbangan mental serta
emosional, serta meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat melakukan
berbagai aktivitas (Saputra, 2012). Stres kerja pada perawat ICU menurut
Kristanto dkk tahun 2011 dalam faktor-faktor penyebab stres kerja pada
perawat ICU Rumah Sakit tipe C di kota Semarang, perawat ICU berbeda
dengan perawat yang lainnya. Tingkat pekerjaan dan pengetahuan perawat
ICU lebih kompleks dibanding dengan perawat bagian lain di Rumah Sakit,
karena bertanggung jawab mempertahankan homeostasis pasien untuk
3

berjuang melewati kondisi kritis/terminal yang mendekati kematian. Stres dan


tidur mempunyai hubungan yang erat, kualitas tidur yang buruk dapat
dikaitkan dengan kesehatan mental seperti stres pada pekerjaan (Saputra,
2012).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Eva Susanti ddk (2017) di
Puskesmas Dau Malang tentang Hubungan Tingkat Stres Kerja dengan
Kualitas Tidur Pada Perawat, mendapatkan dari 32 perawat membuktikan
kurang dari separuh (43,8%) perawat mengalami tingkat stres sedang dan
lebih dari separuh (59,4%) perawat mengalami kualitas tidur buruk. Sesuai
dengan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kualitas
Tidur Perawat di Ruang Intensive Care Unit RSUD Andi Djemma Masamba
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka rumusan
masalah yang dapat diangkat adalah Menganalisa Hubungan Tingkat Stres
Kerja Dengan Kualitas Tidur Perawat.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Menganalisa Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kualitas Tidur
Perawat
2. Tujuan Khusus
a. Untuk MenganalisaTingkat Stres Kerja perawat.
b. Untuk MenganalisaKualitas Tidur Perawat.
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi di STIKES
Kurnia Jaya Persada Palopo sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
mahasiswa.
2. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah di bidang keperawatan
dan merupakan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
4

3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti yang merupakan
pemula dalam melakukan penelitian, terutama mengenai Hubungan
Tingkat Stres Kerja Dengan Kualitas Tidur Perawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Stres
1. Pengertian Stres
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yang berarti
“keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan stingere
perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu dari straise,
strest, stresce, stress. Stres merupakan suatu keadaan di mana seseorang
mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang memengaruhi
dirinya (Nasrudin, 2010). Stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta
bila transaksi seseorang yang mengalami stres dan hal yang dianggap
mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya
biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya (Hardjana dalam
Nasrudin, 2010). Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2011) stres adalah
suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Stres adalah
ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik,
emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut, National Safety Council
dalam Wulandari (2017) Stres merupakan keadaan ketika seseorang
merasa ketidaknyamanan mental dan batin yang disebabkan oleh perasaan
tertekan.. Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi
yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang
berbeda terhadap stres yang sama. Stres bersifat individu dan pada
dasarnya bersifat merusak bila tidak adanya keseimbangan antara daya
tahan mental individu dengan beban stres yang dirasakan.
Menurut Gibson Ivancevich (dalam Hermita, 2011) “Stres sebagai
suatu tanggapan adaktif, ditengahi oleh perdebatan individual dan/atau
proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan
(lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan
psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Stres adalah

5
6

kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang


pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan
fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada saat tuntutan
tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya atau keinginan (Kasmarani,
2012).
Menurut Greenberg (dalam Setiyana, V. Y. 2013) stres kerja adalah
konstruk yang sangat sulit didefinisikan, stres dalam pekerjaan terjadi
pada seseorang, dimana seseorang berlari dari masalah, sejak beberapa
pekerja membawa tingkat pekerjaan pada kecenderungan stres, stress kerja
sebagai kombinasi antara sumber-sumber stress pada pekerjaan,
karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi. Stres kerja adalah
sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan
fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi
seorang karyawan.Berbagai jenis pekerjaan dapat memicu stres kerja,
namun terdapat beberapa jenis pekerjaan yang memiliki resiko lebih besar
untuk memicu stres kerja.Stres dapat muncul apabila seseorang mengalami
beban atau tugas berat dan orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang
dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap
tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres (Hidayat,
2011).
Robbins (dalam Almasitoh, 2011) mendefenisikan stres kerja
merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan
emosional yang menghambat performance individu. Sedangkan Tarupolo
(dalam Ruslina, 2014) mendefinisikan stres kerja adalah suatu proses yang
menyebabkan seseorang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena
pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja tertentu.
Keenan dan Newton (dalam Ruslina, 2014) mengemukakan stres
kerja adalah perwujudan dari kekaburan peran, konflik peran dan beban
kerja yang berlebihan, sehingga kondisi tersebut dapat mengganggu
prestasi dan kemampuan individu untuk bekerja.  Sedangkan menurut
Smet (dalam Wijanarko, 2016) juga berpendapat bahwa setiap pekerjaan
7

bisa dikatakan sebagai penyebab munculnya stres, karena didasari adanya


beban kerja yang terlalu banyak, konflik peran dan adanya proses
penyesuaian hubungan dengan orang lain.
2. Gejala Stres Kerja
Menurut Sunyoto (2011) gejala-gejala stres di tempat kerja sebagai
berikut:
a. Tanda-Tanda Suasana Hati (mood) Berupa menjadi overexcited, cemas,
merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan
lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.
b. Tanda-tanda Otot Kerangka (musculoskeletal) Berupa jari-jari dan
tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat,
mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa
otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi
kaku.
c. Tanda-Tanda Organ-Organ dalam Badan (viseral) Berupa perut
terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan
berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami
kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar
bunyi berdering dalam telinga
Gejala lain juga disebutkan oleh Wirawan (dalam Gusti Y.A 2018)
mengungkapkan tentang gejala stres kerja adalah sebagai berikut:
a. Fisik
Detak jantung meningkat, tekanan darah meningkat, mulut dan
kerongkongan kering, keringat dingin, sesak napas, sakit kepala, sakit
perut, muka pucat, gemetar atau insomnia, kelelahan atau kejenuhan,
siklus menstruasi terganggu, nafsu makan turun.
b. Kognitif
Pikun, penilaian buruk, konsentrasi buruk, kreativitas menurun,
menurunnya kinerja, menurunnya kemampuan untuk memecahkan
permasalahan, marah, depresi, gelisah, kekhawatiran, berprasangka dan
curiga, penarikan diri, teledor, gugup dan gelisah, menggerutu, tidak
8

toleran terhadap orang lain, pesimis, mimpi buruk, mudah tersinggung,


tidak kreatif dan inovatif
c. Afektif
Marah instabilitas emosi, menarik diri, depresi, berprasangka,
kekhawatiran, frustrasi, gelisah.
d. Perilaku
Pikun, penilaian buruk, konsentrasi buruk, kreativitas menurun,
menurunnya kinerja, menurunnya kemampuan untuk memecahkan
permasalahan
3. Faktor Penyebab Stres Kerja
Stres kerja timbul karena adanya hubungan interaksi dan
komunikasi antara individu dan lingkungannya. Selain itu, stress muncul
karena adanya jawaban individu yang berwujud emosi, fisiologis, dan
pikiran terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang meminta tuntutan
tertentu terhadap diri individu dalam pekerjaannya (Wijono, 2015)
Menurut Gibson (dalam Hermita, 2011), ada empat faktor penyebab
terjadinya stres. Stres terjadi akibat dari adanya tekananan (Stressor) di
tempat kerja, stressor tersebut yaitu :
a. Stressor Lingkungan Fisik berupa sinar, kebisingan, temperatur dan
udara yang kotor.
b. Stressor Individu berupa Konflik peranan, kepaksaan peranan, beban
kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, ketiadaan kemajuan karir
dan rancangan pengembangan karir.
c. Stressor Kelompok berupa hubungan yang buruk dengan rekan sejawat,
bawahan dan atasan.
d. Stressor Keorganisasian berupa ketiadaan partisipasi, struktur
organisasi, tingkat jabatan, dan ketiadaan kebijaksanaan yang jelas.
Marliani (2015) mengutarakan faktor-faktor penyebab stress kerja yaitu:
a. Faktor lingkungan kerja, berupa kondisi lingkungan fisik, manajemen
perusahaan, ataupun lingkungan sosial di lingkungan pekerjaan.
9

b. Faktor pribadi sebagai pemicu stress. Secara umum, faktor pribadi


dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tidak adanya dukungan sosial, yang artinya stress akan muncul pada
karyawan yang tidak mendapat dukungan sosial. Dukungan sosial
dapat berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan (seperti dukungan
dari atasan, rekan kerja, ataupun bawahan) serta dukungan dari
keluarga.
2) Tidak adanya kesempatan untuk berpartisispasi dalam pengambilan
keputusan di perusahaan atau organisasi. Hal ini berkaitan dengan
hak dan kewenangan karyawan dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Banyak karyawan mengalami stress kerja ketika
mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung
jawab dan kewenangannya. Stress kerja juga dapat terjadi ketika
karyawan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut diri karyawan.
3) Kondisi lingkungan kerja.
Kondisi lingkungan kerja fisik seperti suhu yang terlalu panas
atau dingin, terlalu sesak, bising, kurang cahaya, dan lainnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Suara bising seperti
suara mesin pabrik bisa memberikan andil yang besar terhadap
munculnya stress kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada
kebisingan dibandingankan dengan karyawan lain.
4) Manajemen yang tidak sehat.
Banyak karyawan mengalami stress kerja ketika gaya
kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yaitu seorang
pemimpin yang sangat sensitive, tidak percaya orang lain (khususnya
bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisasisuasana hati atau
peristiwa sehingga memengaruhi pembuatan keputusan di tempat
kerja. Atasan yang selalu curiga terhadap bawahannya,
membesarkan peristiwa/kejadian yang sepele, menyebabkan
10

karyawan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang berujung


pada munculnya stress kerja.
5) Tipe kepribadian.
Karyawan dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami
stress dibandingkan dengan kepribadian tipe B. Berapa kepribadian
tipe ini adalah sering merasa diburuburu dalam melaksanakan
pekerjaannya, tidak sabar, konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan
pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup,
cenderung berkompetisi dengan karyawan lain meskipun dalam
situasi yang nonkompetitif.
6) Peristiwa/pengalaman pribadi.
Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang
menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit
atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis,
atau menghadapi masalah pelanggran hukum.Banyak kasus juga
menunjukkan tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang
ditinggal mati pasangannya, sementara stress yang paling rendah
disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Selain itu,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, dan
perasaan tidak aman.
4. Faktor–faktor yang mempengaruhi Stres Kerja
Menurut Hasibuan (2014) terdapat enam faktor yang dapat
mempengaruhi stres kerja diantaranya adalah :
a. Beban kerja yang sulit dan berlebihan
Beban kerja yang melebihi standar kemampuan seorang
karyawan akan mendorong terjadinya stres kerja, karena karyawan
dihadapkan dengan kondisi kerja yang menekan dirinya untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang sebenernya tidak sesuai dengan
kemampuanya. Hal tersebut membuat tenaga dan pikiranya terkuras
lebih banyak dari pekerjaan pada kondisi normalnya.
b. Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar
11

Pimpinan mempunyai kewajiban untuk mengatur dan


memerintah bawahanya . Pimpinan yang banyak menekan, menuntut
dan tidak memiliki hubungan yang baik dengan bawahanya akan
menyebabkan karyawan mengalami stres kerja. Karyawan akan
merasakan tertekan, takut dan gelisah jika hasil kerjanya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pimpinanya yang akan mempengaruhi
jejak karirnya dalam perusahaan tersebut.
c. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai
Waktu dan peralatan kerja merupakan aspek penunjang
karyawan untuk menyelesaikan pekerjaanya , bilamana dalam aspek
tersebut terdapat masalah maka hal tersebut akan mendorong karyawan
mengalami stres kerja karena hal tersebut dapat menghambat
pekerjaanya.
d. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja
Rekan kerja dan pimpinan di tempat kerja merupakan aspek
sosial yang dapat mempengaruhi nyaman atau tidaknya seseorang
berada dalam lingkungan tersebut. Hubungan sosial yang tidak baik
akan menyebabkan seorang individu merasa tidak nyaman ,jika hal
tersebut di biarkan begitu saja maka akan menyebabkan terjadinya stres
kerja.
e. Balas jasa yang terlalu rendah
Setiap pekerjaan memiliki resiko dan tanggung jawab yang
berbeda-beda. Di balik pekerjaan yang beresiko tinggi terdapat harapan
seorang karyawan untuk mendapatkan imbalan yang tinggi juga atau
sesuai dengan apa yang di kerjakanya. Upah merupakan refleksi atau
cara perusahaan menghargai karyawanya, dengan upah yang sesuai dan
adil sesuai dengan beban kerja yang di tanggung akan membuat
karyawan merasa dihargai oleh perusahaan. Upah yang tidak sesuai
membuat karyawan merasakan stres karena usaha yang diberikanya
tidak setimpal dengan balas jasa yang diberikan perusahaan.
f. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lain-lain.
12

Seorang karyawan yang memiliki masalah pribadi, kondisi


emosinya cenderung tidak stabil dan sulit untuk fokus terhadap satu hal
karena pemikiranya terbagi-bagi. Seorang karyawan yang memiliki
masalah pribadi dan di hadapkan dengan pekerjaan yang berat akan
menyebabkan terjadinya stres kerja
5. Pengukuran Tingkat Stres
Tingkat stres diukur dengan Perceived Stress Scale (PSS). Perceived
Stress Scale dikembangkan oleh Cohen. Kuesioner ini banyak digunakan
untuk mengetahui persepsi seseorang terhadap stres. Dengan kata lain,
kuesioner ini adalah alat untuk mengukur seberapa stres seseorang
menilaikondisi yang sedang dihadapinya (Cohen & William, 1988 dalam
Saraswati, 2017).
Bhat, et al. (2011) The Perceived Stress Scale adalah 10-item
kuesioner laporan diri yang mengukur evaluasi seseorang dari situasi stres
dalam satu bulan terakhir di kehidupan mereka. PSS adalah satu-satunya
indeks penilaian stres umum yang ditetapkan secara empiris. Untuk setiap
pertanyaan, mereka harus memilih dari alternatif berikut: 0 = tidak pernah,
1 = hampir tidak pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = cukup sering, 4 = sangat
sering.
Bhat, et al. (2011) skor PSS ditentukan dengan metode berikut:
Pertama, dengan membalikkan skor untuk pertanyaan 4, 5, 7, dan 8. Pada
4 pertanyaan ini, skor dapat berubah dari: 0 = 4, 1 = 3, 2 = 2, 3 = 1, 4 = 0.
Kemudian, skor ditambahkan untuk setiap item untuk mendapatkan total.
Skor total direpresentasikan sebagai skor stres. Skor individu pada PSS
dapat berkisar dari 0 hingga 40, yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
a. Stres rendah: skor mulai dari 0 - 13.
b. Stres sedang: skor mulai dari 14 - 26.
c. Stres berat: skor mulai dari 27 - 40.
Skala asli PSS memiliki nilai koefisien Alpha Cronbach sebesar
0,80 (Cohen, Kamarck & Mermelstein, 1983 dalam Hary, 2017). Hary
(2017) menerjemahkan PSS ke dalam bahasa Indonesia dan juga
13

melakukan uji validitas dan reliabilitas PSS kepada 80 orang dan


menghasilkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.81. Sedangkan
Marthadewi (2010) melakukan try out yang menghasilkan koefisien Alpha
sebesar 0,781.
B. Tijauan Tentang Kualitas Tidur
1. Definisi Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai, atau juga dapat
dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu
urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim,
memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis,
dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Guyton,
1986 dalam Hidayat & Uliyah, 2015).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh semua orang. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan
bola mata cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan tidur dengan
gerakan bola mata lambat atau Non-Rapid Eye Movement (NREM).
Selama NREM sseorang mengalami 4 tahapan selama siklus tidur. Tahap
1 dan 2 merupakan karakteristik dari tidur dangkal dan seseorang lebih
mudah bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk
dibangunkan (Potter & Perry, 2005; Martono, 2009 dalam Khasanah &
Hidayati, 2012).
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh
tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah pulih kembali. Beberapa
ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih ini menunjukkan bahwa
tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh
untuk periode keterjagaan yang berikutnya (Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan kelelahan mental, dengan tidur semua keluhan hilang atau
14

berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk


menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup
mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam
siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai
irama sirkadian (Siregar, 2011)
Suhu tubuh kita sebenarnya tidak konstan 37 0C, melainkan naik
turun seiring jam bertambah dalam satu hari. Perbedaan suhu tubuh yang
terjadi sekitar 20C. Saat suhu tubuh naik, kita menjadi lebih terjaga dan
energik, sedangkan saat suhu tubuh turun kita menjadi lebih lelah dan
malas. Ritme suhu tubuh inilah penyebab kita merasa mengantuk dan
terbangun pada jam yang sama setiap hari (Siregar, 2011).
Siregar (2011) mengatakan bahwa umumnya suhu tubuh kita akan
meningkat pada pagi-pagi hingga mencapai puncak pada sekitar siang
menjelang sore, kemudian suhu tubuh akan menurun hingga mencapai titik
terendah sebelum meningkat lagi. Selain itu, kita dapat melihat bahwa
pada siang hari suhu tubuh kita sempat menurun. Hal ini menjelaskan
mengapa pada siang hari kadang-kadang kita merasa mengantuk dan
membutuhkan tidur siang. Namun, karena tuntutan kehidupan sosial, kita
terkadang melawan dorongan tidur ini, misalnya dengan mengonsumsi
kafein. Oleh sebab itu, setiap orang memiliki ritme suhu tubuh masing-
masing.
Ritme suhu tubuh kita akan mengikuti pola yang sama. Misalkan,
jika selama ini kita selalu bangun jam 06.00, maka, jam berapa pun kita
tidur, suhu tubuh kita akan mulai meningkat pada pukul 06.00. apabila kita
mengantuk pada 4 jam berikutnya, hal ini berarti pada kurun waktu
tersebut suhu tubuh kita meningkat dengan pelan, dan belum mencapai
titik puncaknya. Sebagian besar orang mengalami titik puncak suhu tubuh
pada jam 18.00-19.00 (Siregar, 2011).
Jika suatu ketika kita bangun lebih pagi, pukul 04.00 misalnya, hal
ini tidak membuat suhu tubuh kita meningkat pada pukul 04.00, suhu
tubuh kita akan tetap rendah dan baru meningkat pada jam 06.00 seperti
15

biasa dan mungkin membuat kita mengantuk selama 6 jam kemudian.


Inilah penyebab bangun lebih pagi dari biasanya sering terasa begitu berat
(Siregar, 2011).
Apabila ritme suhu tubuh kita terlalu datar, kita akan mengalami
kesulitan mencapai tidur lelap. Kita dapat melakukan aksi yang tepat untuk
mengoptimalkan ritme suhu tubuh sehingga kita dapat tidur lebih
sedikitnamun memiliki energi lebih banyak. Mengubah ritme suhu tubuh
ini tidak sederhana. Perlu latihan yang teratur untuk menciptakan suasana
yang mendukung untuk mengubah ritme suhu tubuh (Siregar, 2011).
2. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar tetap tidur dan bangun. Salah satu aktivitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem
yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat & Uliyah, 2015). Reticular
Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR)
merupakan dua system pada batang otak yang mengatur dan mengontrol
aktivitas tidur (Hidayat, 2008 dalam Kasiati & Rosmalawati, 2016).
Di bagian atas batang otak terdapat sistem yang mengaktifkan
retikular atau Reticular Activating System (RAS) yang memuat sel-sel
khusus yang mempertahankan kondisi sadar dan terjaga. RAS menerima
stimulus indera penglihatan, pendengaran, nyeri, dan peraba. RAS juga
menerima stimulasi aktivitas dari korteks serebral seperti emosi atau
proses berpikir. Saraf di dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepinefrin yang akan menghasilkan gairah, keadaan terjaga, dan keadaan
tetap sadar (Izac, 2006 dalam Potter & Perry, 2010).
Tidur kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yang dikenal
dengan Bulbar Sychronizing Region (BSR) (Hidayat & Uliyah, 2015).
Tetap tidur atau terjaga bergantung pada keseimbangan impuls yang
16

diterima dari pusat yang lebih tinggi misalnya pikiran, reseptor sensori
perifer misalnya stimulasi suara atau cahaya, dan sistem limbik misalnya
emosi (Potter & Perry, 2010).
Seseorang akan memejamkan mata dan mengasumsikan posisi
santai ketika berusaha untuk tidur. Stimulasi dan aktivasi RAS akan terus
menurun jika ruangan gelap dan sepi, lalu BSR akan mengambil alih
sehingga menyebabkan tidur (Potter & Perry, 2010). Oleh karena itulah
siklus atau perubahan dalam tidur diatur oleh sistem pada batang otak yang
yaitu RAS dan BSR (Hidayat & Uliyah, 2015).
3. Tujuan Dan Manfaat Tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi
diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
mental, emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskular,
endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur sehingga dapat
diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat
dua efek fisiologis dari tidur yaitu pertama, efek pada sistem saraf yang
diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di
antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur
terjadi penurunan (Hidayat & Uliyah, 2015).
Tidur secara rutin dapat memulihkan proses biologis tubuh. Tubuh
melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk perbaikan dan
pembaruan sel epitel dan sel-sel khusus seperti sel-sel otak (Jones, 2005
dalam Potter & Perry, 2010). Selama tidur juga terjadi sintesis protein
danpembelahan sel untuk peremajaan jaringan seperti kulit, tulang,
mukosa lambung, atau otak (Potter & Perry, 2010).
Saat tidur hormon-hormon juga lebih aktif diproduksi, di mana hal
tersebut penting untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi kerja otak dan
melancarkan pengangkutan asam amino dari darah ke otak. Salah satu
hormon penting seperti kortisol mencapai titik tertinggi sejak tengah
malam hingga pagi dini hari (Siregar, 2011).
17

Manfaat lain bagi anak-anak dan orang dewasa adalah meregenerasi


sel-sel tubuh yang rusak mejadi baru, memperlancar produksi hormon
pertumbuhan tubuh, mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas
seharian, meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan penyakit, dan
menambah konsentrasi dan kemampuan fisik. Dengan demikian, performa
akan bagus dan bisa melaksanakan tugas dan aktivitas sehari-hari dengan
sebaik-baiknya (Siregar, 2011).
4. Jenis Dan Tahapan Tidur
Tidur terbagi ke dalam dua jenis. Pertama, jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi
retikularis, disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep)
karena gelombang otak bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur
non-rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan
oleh penyaluran abnormal dan isyarat-isyarat dalam otak meskipun
kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan jenis
tidur paradoks, atau disebut juga dengan tidur rapid eye movement (REM)
(Hidayat & Uliyah, 2015).
a. Tidur Gelombang Lambat / NREM
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat penuh,
atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang
otak bergerak lebih lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa
bermimpi. Tidur gelombang lambat bisa juga disebut dengan tidur
gelombang delta, dengan ciri-ciri yaitu betul-betul istirahat penuh,
tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola
mata melambat, mimpi berkurang, dan metabolisme turun (Hidayat &
Uliyah, 2015).
Selama tidur NREM, seseorang akan melalui empat tahap selama
90 menit siklus tidur yang khas. Kualitas tidur menjadi semakin dalam
dari stadium 1 hingga stadium 4. Tahap 1 dan 2 adalah tidur yang lebih
ringan, di mana dalam tahap ini seseorang lebih mudah terjaga. Tahap 3
18

dan 4 adalah tidur yang lebih dalam yang disebut tidur gelombang
lambat (Potter &Perry, 2015).
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015) tahapan tidur jenis
gelombang lambat adalah sebagai berikut:
1) Tahap I
Tahap 1 merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur
dengan ciri yaitu rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi
nadi dan napas sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap
ini berlangsung selama 5 menit.
2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun dengan ciri yaitu mata pada umumnya menetap, denyut
jantung dan frekuensi napas menurun, temperatur tubuh menurun,
metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10-15
menit.
3) Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan
frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh
adanya dominasi sistem saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.
4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit
dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun, serta
tonus otot menurun.
b. Tidur Paradoks / REM
Rapid Eye Movement adalah fase pada akhir setiap siklus tidur.
Faktor yang berbeda-beda meningkatkan atau mengganggu pada
berbagai tahapan dari siklus tidur (Potter & Perry, 2010). Tidur jenis ini
dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20 menit,
rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit,
19

akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat
cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada (Hidayat & Uliyah, 2015).
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015) ciri tidur paradoks adalah
sebagai berikut:
1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang
lambat.
3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan
inhibis kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
4) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teatur.
5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
6) Mata cepat tertututp dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan
darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan
metabolisme meningkat.
7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
Secara umum, siklus tidur normal adalah sebagai berikut:

Kantuk pra-tidur

NREM NREM NREM NREM


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Tidur REM

NREM NREM
Tahap 2 Tahap 3

Skema 2.1 tahapan siklus tidur dewasa (Potter & Perry, 2010)
Pola tidur dimulai dengan periode pratidur di mana seseorang
tersebut hanya sadar dari kantuk yang secara bertahap meningkat.
Periode ini biasanya berlangsung selama 10-30 menit, tetapi bisa
20

juga berlangsung selama satu jam atau lebih jika orang tersebut
kesulitan untuk tertidur (Potter & Perry, 2010).
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan
REM. Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama
1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui empat hingga lima
siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap
NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III
berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV
selama ± 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan
berlangsung selama 10 menit (Asmadi, 2008 dalam Kasiati &
Rosmalawati, 2016).
5. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang
dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit
kepala, dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006 dalam
Budiawan et al., 2016). Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk
dapat tetap tidur, tidak hanya mencapai jumlah atau lamanya tidur.
Kualitas tidur menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat yang sesuai dengan kebutuhannya
(Sulistiyani, 2012).
Kebutuhan tidur setiap individu berbeda-beda, tergantung usia
setiap individu tersebut, dan setiap individu harus memenuhi kebutuhan
tidurnya agar dapat menjalankan aktifitas dengan baik. Pola tidur yang
buruk dapat berakibat kepada gangguan keseimbangan fisiologi dan
psikologi. Menurut Potter dan Perry (2010) dalam Sarfriyanda, et al.
(2015) dampak fisiologi meliputi penurunan aktifitas sehari-hari, rasa
lelah, lemah, penurunan dayatahan tubuh dan ketidakstabilan tanda-tanda
vital. Menurut Pitaloka, et al. (2015) masalah psikologis yang dapat
21

ditimbulkan antara lain penurunan konsentrasi belajar, stress, gangguan


memori dan menurunnya prestasi akademik.
Tabel 2.1
Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia (Hidayat & Uliyah, 2015).
Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan
Tidur
0 - 1 bulan Masa neonatus 14 - 18 jam/hari
1 bulan - 18 bulan Masa bayi 12 - 14 jam/hari
18 bulan - 3 tahun Masa anak 11 - 12 jam/hari
3 tahun - 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 tahun - 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 tahun - 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 tahun - 40 tahun Masa dewasa muda 7 - 8 jam/hari
40 tahun - 60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari
Kebutuhan tidur yang cukup tidak hanya ditentukan oleh faktor
jam tidur (kuantitas tidur), tetapi juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur).
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi
terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.
Kualitas tidur dikatakan baik jika tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidur (Nilifda, et al.,
2016).
Gejala fisik dan kognitif kualitas tidur yang buruk termasuk
kelelahan, kehilangan konsentrasi, ambang rasa sakit rendah, kecemasan,
kegugupan, pikiran tidak rasional, halusinasi, kehilangan nafsu makan,
sembelit, dan menjadi rawan kecelakaan. Masalah tidur adalah masalah
publik yang serius karena mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan
(Alimirzae et al., 2014).

6. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tidur


22

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.


Faktor-faktor yang dapat memengaruhinya adalah sebagai berikut.
a. Penyakit
Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak
penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang
disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa) akan memerlukan lebih banyak
waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit
menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur (Hidayat &
Uliyah, 2015).
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik
seperti kesulitan bernafas, atau suasana hati seperti kecemasan atau
depresi dapat menyebabkan masalah tidur. Penyakit pernafasan seperti
emfisema, asma, bronchitis, rhinitis alergi, mengubah irama pernafasan
dan mengganggu tidur. Penyakit jantung koroner sering
dikarakteristikkan dengan episode nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut
jantung yang tidak teratur dapat mengalami frekuensi terbangun yang
sering dan perubahan tahapan selama tidur (Potter & Perry, 2005 dalam
Marlina, 2011).
b. Latihan dan Kelelahan
Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih
banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah
dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan
aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebihcepat
untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek
(Hidayat & Uliyah, 2015).
Kebiasaan olahraga merupakan bentuk aktivitas fisik yang dapat
mempengaruhi tidur seseorang. Kelelahan yang terjadi setelah
melakukan aktivitas olahraga akan menimbulkan seseorang akan cepat
tertidur. Hal ini juga disebabkan oleh, siklus tidur tahap gelombang
lambatnya diperpendek, sehingga akan lebih cepat masuk fase kedalam
tidur atau mengalami tidur yang nyenyak (Sulistiyani, 2012). Tetapi,
23

kelelahan yang berlebihan yang berasal dari pekerjaan yang melelahkan


atau stres membuat sulit tidur (Potter & Perry, 2010).
c. Stres
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat
ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki
masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur
(Hidayat & Uliyah, 2015). Kecemasan tentang masalah pribadi atau
situasi dapat mengganggu tidur. Stres emosional menyebabkan
seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi apabila
tidur (Potter & Perry, 2005 dalam Marlina, 2011).
Stres merusak keseimbangan alamiah dalam diri manusia.
Mengalami keadaan tidak normal secara terus-menerus akan merusak
kesehatan tubuh dan berdampak pada beragam gangguan fungsi tubuh.
Salah satu dampaknya adalah kesulitan tidur (mimpi buruk). Stres juga
menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering
terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres
yangberlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur buruk (Potter &
Perry, 2005 dalam Marlina, 2011).
d. Obat
Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat
yang dapat memengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat
diuretik menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan
REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan
kesulitan untuk tidur, golongan beta blocker dapat berefek pada
timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM
sehingga mudah mengantuk (Hidayat & Uliyah, 2015).
e. Lingkungan
Suhu kamar yang panas akan menimbulkan kegerahan yang
dapat dirasakan oleh seseorang, sedangkan suhu yang dingin akan
menimbulkan rasa kedinginan pada diri seseorang. Sehingga akan
mengakibatkan rasa ketidaknyamanan, yang nantinya akan membuat
24

kesulitan untuk tertidur bahkan mengganggu tidurnya. Sedangkan,


suasana gaduh di lingkungan sekitar yang bersumber dari suara radio
atau televisi yang terlalu keras, keributan, suara kendaraan, dan
sebagainya dapat memberikan rangsangan terhadap indera
pendengaran, kemudian ditangkap oleh otak sehingga akan
menimbulkan ketidaknyamanan, yang pada akhirnya akan membuat
terjaga (Sulistiyani, 2012).
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang
dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat & Uliyah, 2015).
Menurut Sulistiyani (2012) pencahayaan lampu yang terlalu terang
dapat menyebabkan seseorang sulit tidur. Cahaya lampu
dapatmempengaruhi hormon melatonin. Hormon ini dihasilkan oleh
kelenjar pineal yang berada dekat dengan otak manusia.
Hormon melatonin ini sangat penting untuk menjadikan tidur
lebih nyenyak. Tubuh yang terpapar sinar dapat menekan produksi
melatonin yang dibutuhkan oleh tubuh. Gelombang cahaya dapat masuk
ke kelopak mata kemudian diterima oleh retina dan lensa mata,
sehingga akan merangsang aktivitas otak untuk bekerja dan mengolah
informasi yang masuk (Sulistiyani, 2012).
7. Pengukuran Kualitas Tidur
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan salah satu
instrumen pengukuran kualitas tidur yang telah banyak dipakai. Pada tahun
1988 University of Pittsburgh telah melakukan uji reliabilitas kuesioner
PSQI dan menghasilkan nilai Alpha Cronbach 0,83 (Fandiani, et al.,
2017).
PSQI terdiri dari 19 item kuesioner untuk mengukur kualitas tidur
berdasarkan kebiasaan tidur 1 bulan terakhir yang telah tervalidasi.
Kuesioner PSQI memiliki 7 komponen, yaitu kualitas tidur subyektif,
latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, disfungsi siang
hari, dan obat tidur , dan menghasilkan skor di kisaran 0-21. (Kaur, et al.,
2015). Skor kualitas tidur keseluruhan diperoleh dengan menjumlahkan
25

skor komponen tidur. Skor PSQI > 5 memiliki kualitas tidur yang buruk,
sedangkan skor PSQI ≤ 5 memiliki kualitas tidur yang baik (Lemma et al.,
2014).
Ratnasari (2016) juga menggunakan alat ukur PSQI dan melakukan
uji validitas dan reliabilitas kepada 30 responden. Hasil uji validitas
menunjukkan sejumlah 18 komponen pertanyaan valid karena r hitung
lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 0,361. Rentang nilai r
hitung pada uji validitas ini yaitu 0,365-0,733. Hasil uji reliabilitas
menunjukkan bahwa komponen pertanyaan valid dan reliabel dengan nilai
0,741.
C. Tinjauan Tentang Perawat
1. Definisi Perawat
Menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui
pendidikan keperawatan (Budiono, 2016.) ICN (International Council of
Nursing, 1965), Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan
pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di
negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit
dan pelayanan penderita sakit. (Budiono, 2016.)Menurut Wardah,
Febrina, Dewi (2017) berpendapat bahwa perawat adalah tenaga yang
bekerja secara professional memiliki kemampuan, kewenangan dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan
2. Peran Dan Fungsi Perawat
Peran dan fungsi perawat menurut Berman et al (2016) adalah
sebagai pemberi asuhan, komunikator, pendidik, advokat klien, konselor,
agen pengubah, pemimpin, manajer, manajer kasus, serta konsumen
penelitian dan pengembangan karir keperawatan. Berikut adalah
pembahasan lebih lanjut mengenai peran perawat menurut Berman et al
(2016):
26

a. Perawat sebagai pemberi asuhan. Peran pemberi asuhan meliputi


tindakan mendampingi serta membantu klien dalam meningkatkan
dan memperbaiki mutu kesehatan diri melalui proses keperawatan.
Pemberian asuhan ini mencakup aspek biopsikososial hingga spiritual
pasien atau klien;
b. Perawat sebagai komunikator. Dalam perannya, perawat
mengomunikasikan informasi yang sebelumnya diproses melalui
identifikasi kepada klien atau pasien, baik secara tertulis atau lisan.
Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dapat menunjang
tersampaikannya informasi secara jelas dan akurat;
c. Perawat sebagai pendidik. Hal ini dimaksudkan perawat sebagai
pendidik dalam membantu klien atau pasien untuk mengenal
kesehatan dan prosedur asuhan kesehatan yang perlu mereka lakukan,
baik dengan tujuan untuk mencegah atau pun memulihkan.
d. Perawat sebagai advokat klien. Ketika menjalankan tugasnya, perawat
dapat mewakili pasien dalam menyampaikan harapan dan
kebutuhannya kepada profesi kesehatan lain. Selain itu perawat juga
dapat membantu klien dalam menjaga dan menegakkan hak-haknya,
salah satunya dalam pengambilan keputusan atas tindakan
keperawatan yang akan diberikan;
e. Perawat sebagai konselor. Konseling merupakan proses membantu
klien untuk mengenali dan menghadapi sebuah permasalahan dan
untuk meningkatkan perkembangan personal yang meliputi pemberian
dukungan emosi, intelektual, dan psikologis. Perawat memberikan
konsultasi terutama kepada klien untuk mengembangkan sikap,
perasaan, dan perilaku yang sesuai dengan kondisinya atau perilaku
alternatif lain;
f. Perawat sebagai agen perubahan. Perawat dikatakan sebagai agen
perubahan ketika turun langsung untuk membantu klien dalam
memperbaiki perilaku dan kondisi kesehatannya melalui asuhan klinis
yang dilakukan secara berkelanjutan;
27

g. Perawat sebagai pemimpin. Seorang pemimpin tentu memiliki


pengaruh yang besar terhadap suatu tim, baik untuk mengkordinir,
membimbing, atau pun bekerja sama demi mencapai suatu tujuan.
Peran pemimpin seorang perawat dapat diterapkan pada beberapa
tingkatan, seperti pada klien individu, keluarga, kelompok, kolega,
atau pun komunitas.
h. Perawat sebagai manajer. Maksudnya adalah perawat berperan dalam
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pemberian asuhan
keperawatan, baik secara individu, keluarga, atau pun komunitas.
Perawat manajer juga berperan dalam mengkordinir, memantau, dan
mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan oleh para staf dan
perawat lainnya.
i. Perawat sebagai manajer kasus. Perawat bekerja dalam tim asuhan
kesehatan multidisiplin dalam mempertimbangkan, memantau, dan
mengevaluasi keberhasilan rencana pemecahan kasus yang ada.
Perawat manajer kasus memiliki ketentuan yang berbeda pada tiap
institusi atau lembaga. Ada yang menetapkan bahwa perawat manajer
kasus nantinya akan bekerja sama dengan staf perawat dan tenaga
yang diperlukan lainnya, dan ada pula yang menetapkan bahwa
perawat manajer kasus tidak lain adalah staf perawat itu sendiri yang
sedang memecahkan suatu kasus berdasarkan asuhan keperawatan.
j. Perawat sebagai konsumen penelitian. Dengan hadirnya beragam
penelitian mengenai ilmu dan praktik kesehatan, perawat dapat
memanfaatkannya sebagai sarana dalam meningkatkan dan
memperbaiki pola asuhan klien secara aktual dan berkelanjutan.
k. Perawat berperan dalam pengembangan karir keperawatan. Seiring
berkembangnya keilmuan dan ketetapan seputar keperawatan, saat ini
perawat dapat mewujudkan peran melalui karir yang beragam. Seperti
perawat praktisi, perawat spesialis, perawat anestesi, perawat peneliti,
hingga perawat pendidik yang pada tiap peran tersebut tentu memiliki
tanggung jawab dan cakupannya masing-masing.
28

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, perawat profesional tentu


berpacu pada nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan dan regulasi
yang telah ditentukan. Menurut Nursalam (2014), nilai-nilai
profesionalisme dalam keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Otoritas, yaitu adanya kewenangan sesuai dengan keahlian dan
peran profesional dalam melakukan suatu tindakan.
b. Akuntabilitas, perawat memiliki tanggung jawab terhadap apa
yang dijalaninya dan harus siap menerima konsekuensinya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Pengambilan keputusan yang mandiri, dalam mengambil
keputusan, perawat diharapkan menyesuaikan dengan keilmuan
dan rasionalitas melalui pendekatan yang terstruktur kepada
pasien.
d. Kolaborasi, perawat mampu bekerja sama dalam tim intra
profesi atau pun inter profesi
e. Pembelaan, melakukan suatu hal guna mendapatkan asuhan
yang bermutu bagi pasien
f. Fasilitasi, perawat diharapkan dapat mendukung dan
memberdayakan sebagai upaya untuk memperbaiki fungsi diri
meningkatkan kesehatan klien.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Perawat
Menurut Hasil lokakarya (Budiono, 2016), tugas dan tanggung
jawab perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan adalah :
a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat kepada pasien
b. Jika
c. perawat terpakasa menunda pelayanan keperawatan maka perawat
bersediamemberikan penjelasan dengan ramah kepada pasiennya
d. Menunjukkan kepada pasien sikap menghargai yang ditunjukkan
dengan perilaku perawat, misalnya salam, senyum, sapa, bersalaman,
membungkuk, dan sebagainya
29

e. Berbicara pada pasien yang berorientasi pada perasaan pasien bukan


pada keinginan atau kepentingan perawat
f. Tidak mendiskusikan pasien lain didepan pasien dengan maksud
menghina
g. Menerima sikap kritis pasien dan mencoba memahami pasien dalam
sumber sudut pandang pasien
h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang
tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan
i. Tanggung jawab utama terhadap tuhannya
j. Tanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat
k. Tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasannya
D. Kerangka Teori

Stres Merupakan suatu keadaan


TINGKAT Gejala Stres
seseorang mengalami ketegangan STRES KERJA 1.Fisik
yang apabila tidak segera ditangani 2.Kognitif
maka mengakibatkan 3.Afektif
4.Perilaku

Penyebab
1.Stressor lingkungan fisik
2.Stressor Individu Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres
3.Stressor Kelompok 1.Beban Kerja
4. Stressor Keorganisasian 2.Tekanan dan Sikap Pemimpin yang Kurang adil dan Wajar
3.Waktu dan Peralatan kerja yang tidak Memadai
4.Konflik antara pribadi dan pemimpin dan kelompok kerja
5.Balas Jasa yang Rendah
6.Masalah Keluarga

KUALITAS
TIDUR PERAWAT
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan desain penelitian
literature review. Penelitian literature review dilakukan untuk melakukan analisis
terhadap hasil penelitian, artikel, buku maupun hasil konfrensi suatu topik.
Literatur review adalah melibatkan pencarian sistematis untuk studi dan
bertujuan untuk laporan transparan identifikasi studi, membuat pembaca jelas
tentang apa yang dilakukan untuk mengidentifikasi studi, dan bagaimana temuan
dari tinjauan tersebut terletak pada bukti yang relevan.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan meneliti tentang Hubungan
antara Tingkat Stres Kerja Dengan Kualitas Tidur Perawat
B. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumplan data merupakan satu bagian penting dalam sebuah
penelitian. Penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data dengan
mengumpulkan artikel hasil penelitian yang diterbitkan di google dan google scholar
yang dapat diakses secara gratis.
Metode pengumpulan data menggunakan teknik kata kunci untuk
mengumpulkan artikel yang terkait dengan tema penelitian yang akan diteliti. Kata
kunci yang akan digunakan yaitu:
1. Stres Kerja
2. Perawat
3. Kwalitas Tidur
Guna meningkatkan keakuratan data yang akan dianalisis, maka peneliti
menetapkan kriteria inklusi dan ekskhlusi yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu:

30
31

Tabel 3.1
kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria Inklusi Eksklusi
Jangka waktu Jurnal yang terbit pada tahun Jurnal yang diterbitkan
2015 sampai dengan 2020 pada tahun 2014 kebawah
Bahasa Bahasa Indonesia Bahasa internasional
Subjek Perawat Tidak ada
Jenis jurnal Original artikel Review artikel
Jenis paper Full paper dan abstrak Tidak ada
C. Waktu Penelitian
Analisa artikel ini akan dilakukan pada bulan juli sampai dengan Agustus
2020.

D. Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis PICO. Adapun analisis PICO yang dimaksud adalah:

P = Patient/Populasi/Sampel

I = Implementasi/intervensi/exposure

C = Kontrol/ intervensi pembanding

O = Outcomes/hasil

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Pengambilan Data

Total hasil penelusuran artikel menggunakan google schoolar dengan

kata kunci yang telah ditentukan yaitu “Tingkat Stres Kerja dan Kualitas

Tidur Perawat” ditemukan ada 60 literatur. Setelah melalui skrining

kesesuaian dengan tujuan review didapatkan sebanyak 25 artikel. Sebanyak

10 artikel dieksklusikan karena tidak memenuhi kriteria yang ditentukan.

Setelah skrining lebih lanjut sesuai desain dan keterkaitan implikasi

keperawatan maka terpilih dua artikel yaitu Tingkat Stres Kerja dengan

Kualitas Tidur (Eva Susanti, 2017) dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Kualitas Tidur Perawat (Hety Trisnawati, 2017).

B. Hasil Studi Literature

Kajian literatur menggunakan analisis PICOT yang akan dijelaskan

pada tabel di bawah ini:

32
33

Tabel 4.1 Analisis PICOT


34

Judul / Peneliti / Desain Analisis PICOT


No
Patient Intervention Comparison Outcomes Time / Source
Lokasi Penelitian
1. Hubungan Desain Populasi dalam Penelitian ini - Hasil penelitian Penelitian
Tingkat Stres penelitian penelitian ini sebanyak dilakukan membuktikan kurang dari inidilaksanaka
Kerja Dengan mengunakan 32perawat, sampel dengan separuh (43,8%) perawat npada tahun
Kualitas Tidur desain penelitian ditentukan membagikan mengalami tingkat stres 2017
Pada Perawat Di kolerasi dengan teknik total kuesioner sedang dan lebih dari
Puskesmas Dau dengan sampling sehingga kepada separuh (59,4%) perawat
Malang pendekatan semua populasi responden. mengalami kualitas tidur
cross dijadikan sampel. buruk. Hasil uji spearman
sectional . Penentuan sampel rank didapatkan p-value =
penelitian berdasarkan (0,000) < (0,050) sehingga
kriteria inklusi yaitu dapat disimpulkan bahwa
perawat yang bekerja ada hubungan tingkat stres
di puskesmas DAU kerja dengan kualitas tidur
Malang, perawat laki- pada perawat di
laki dan perempuan Puskesmas Dau Malang
dan bekerja secara tiga
shif.
2 Faktor-Faktor Desain Jumlah sampel dalam Penelitian ini Hasil Penelitian Penelitian
Yang penelitian penelitian ini adalah dilakukan membuktika Secara dilakukan di
Mempengaruhi mengunakan 37 orang dengan dengan keseluruhan 78% ICU dan HCU
35

Kualitas Tidur penelitian teknik total membagikan perawat ICU dan HCU RSUD Wates
Perawat kuantitatif sampling. Kriteria kuesioner RSUD Wates pada periode
Di Intensive dengan inklusi dalam kepada mempunyai kualitas Mei-Juni 2017
Care Unit Dan pendekatan penelitian ini yaitu: responden tidur buruk. Secara rinci
High Care Unit cross perawat yang bersedia kualitas tidur yang
Rumah Sakit sectional menjadi buruk dialami oleh
Umum Daerah dan analitik subjek penelitian, 81,3% responden
Wates perawat yang berusia bekerja secara shift,
Kabupaten antara 20-65 tahun, 100% responden dengan
Kulon Progo perawat yang bekerja kelelahan sedang, 75,8%
di responden dengan stress
ruang ICU dan HCU sedang, 83,3%
baik secara shift responden yang
maupun non shift mempunyai perilaku
makan sebelum tidur,
75% responden dengan
≥2 gaya hidup
(kebiasaan), dan 79,4%
responden yang ada
gangguan lingkungan.
Berdasarkan uji statistik
didapatkan p value
36

0,292 untuk variabel


shift kerja, 0,557 untuk
kelelahan, 0,557 untuk
stress kerja, 1,000 untuk
perilaku makan, 0,685
untuk gaya hidup, 0,530
untuk lingkungan yang
secara keseluruhan
bernilai lebih dari 0,05
yang artinya tidak ada
hubungan antara
variabel tersebut dengan
kualitas tidur.
C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisisunivariat yang dilakukan Eva Susanti

mengenai tingkat stres kerja perawat membuktikan bahwa kurang dari separuh

(43,8%) perawat mengalami tingkat stres sedang di Puskesmas Dau Malang,.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres sedang yang dimiliki perawat

didasarkan oleh beberapa faktor seperti kelelahan, beban kerja dan sifat kerja.

Faktor kelelahan dikarenakan perawat melakukan pekerjaan seharian sehingga

menurunkan sistem imunitas akibat penurunan kinerja organ tubuh dan fisik

mengalami kekurangan energi yang berdampak menurunkan kinerja otot-otot

tubuh yang menyebabkan tubuh kelelahan. Faktor beban kerja dikarenakan

perawat di tuntut untuk memberikan pelayanan yang sesuai standar dan

profesional untuk menolong pasien.

Dalam penelitian analisa univariat Hety Trisnawati juga mengungkapkan

stress sedang dimana 75,8% yang tidak diatasi dengan baik akan memilikiresiko

untuk menjadi stress berat dan kualitas tidurnya akan semakin buruk

Hasil penelitian kualitas tidur perawat berdasarkan analisis univariat di

Puskesmas Dau Malang yang dilakukan oleh Eva Susanti diperoleh bahwa lebih

dari separuh perawat mengalami kualitas tidur buruk (59,4%). Kualitas tidur

buruk yang dialami responden didasarkan oleh beberapa faktor seperti penyakit,

kelelahan, lingkungan, gaya hidup, motivasi, stimulant, alkohol, dan obat-obatan,

diet dan nutrisi, serta stres psikologis. Berdasarkan hasil penelitian maka kualitas

tidur buruk yang dialmi perawat didasarkan oleh stres psikologis yang

diakibatkan oleh pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat tinggi

terhadap keselamatan nyawa manusia.

37
38

Hal ini sejalan dengan hasil analisa univariat yang dilakukan oleh Hety

Trisnawati yang menyatakan Tingginya angka kualitas tidur buruk pada perawat

di ICU dan HCU RSUD Wates menjadikan perlu adanya perhatian lebih lanjut.

Hal ini dikarenakan adayaberbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan bila

kualitas tidur buruk tersebuttidak diatasi, diantaranya menurunnya tingkat

konsentrasi, menurunnyakemampuan berpikir dan bekerja serta dapat

menimbulkan resiko cedera baikkepada perawat maupun kepada pasien. Selain

itu dampak lain yang dirasakantubuh adalah mudah lelah, daya tahan tubuh

menurun, ketidakstabilan tandatandavital, dan penurunan aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan analisis data dengan mengunakan uji spearman rank

didapatkan p value = (0,000) < (0,050) sehingga H1 diterima artinya ada

hubungan tingkat stres kerja dengan kualitas tidur pada perawat di Puskesmas

DAU, Malang. Hasil tabulasi silang diketahui dari 14 (43,8%) responden yang

mengalami tingkat stres sedang didapatkan 9 (28,1%) responden mengalami

kualitas tidur buruk, hal ini didukung oleh r value = 0,623 membuktikan terdapat

hubungan searah yang cukup tinggi antara tingkat stres kerja dengan kualitas

tidur pada perawat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa perawat yang

mengalami stres kerja sedang dapat menyebabkan kualitas tidur buruk. Stres

kerja pada perawat disebabkan oleh penurunan kinerja fisik yang dialami selama

bekerja serta kelelahan secara emosi, munculnya stres kerja didasari oleh beban

kerja yang berlebihan, apabila hal ini terjadi secara berkelanjutan sampai perawat

selesai bekerja dapat mempengaruhi kualitas tidur perawat. Perawat yang

mengalami stres kerja sedang dikarenakan sistem imunitas menurun akibat

penurunan kinerja organ tubuh dan fisik mengalami kekurangan energi yang
berdampak menurunkan kinerja otot-otot tubuh yang menyebabkan fisik dan

mental mengalami ketidak seimbangan sehingga sters. Seseorang yang

mengalami stress emosional akan merasacemas, sensitif dan mudah tersinggung,

fikiran kacau, mudah marah, dam mentalterganggu. Perasaan tersebut

menimbulkan gangguan tidur yang serius Nuryanti EA (2016). Perawat yang

mengalami kualitas tidur baik dapat mengurangi stres dan menjaga

keseimbangan mental serta emosional, serta meningkatkan kemampuan dan

konsentrasi saat melakukan pekerjaan (Saputra, 2012 dalamTrisnawati 2017).

Hal ini berbeda yang didapatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hety Trisnawati Berdasarkan analisis data dengan mengunakan Uji Fisher Exact

Tes diperoleh nilai probabilitas (Ƥ value) sebesar 0,557,sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antarastress kerja

dengan kualitas tidur dengan stress kerja dengan tingkat signifikansi α.5%.Tidak

adanya hubungan antara stress kerja dengan kualitas tidur dimungkinkankarena

pada kelompok stress ringan didapatkan data bahwa 100% mempunyaikualitas

tidur buruk. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok respondenyang

mengalami stress sedang dengan kualitas tidur buruk yang hanya 75,8%.Setelah

dianalisis peneliti mendapatkan data bahwa dari ke empat responden

yangmengalami stress ringan tersebut mempunyai lama bekerja kurang dari 1

tahun. Lama bekerja berkaitan dengan pengalaman kerja dan penyesuaian

terhadappekerjaannya. Responden dengan pengalaman kerja yang kurang tentu

akanmenjadi faktor stress tersediri. Faktor stress ini berkaitan dengan mekanisme

kopingindividu. Peneliti berasumsi bahwa responden tersebut memiliki

mekanisme kopingyang tidak baik dan belum mampu beradaptasi dengan baik

39
40

terhadap lingkungankerjanya, sehingga walaupun hanya berada pada tingkat

stress ringan namun dapatmenyebabkan kualitas tidur yang buruk.

Berdasarkan hal tersebut untuk menghindari kejadian stres maka perawat

perlu mencukupi kebutuhan tidur selama 7-8 jam/hari. Cara lain seperti

mengurangi beban fikiran atau stres kerja dengan melakukan rekreasi saat libur

kerja dan melakukan olahraga pagi atau sore apabila ada waktu luang sehingga

meningkatkan kebugaran tubuh sehingga perawat terhindar dari berbagai

gangguan penyakit yang bisa mengganggu kualitas tidur (Hety Trisnawati,

2017).

D. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pada pengalaman langsung peneliti dalam proses penelitian ini,

ada beberapa keterbatasan yang dialami dan menjadi beberapa faktor keterbatasan,

agar dapat lebih diperhatikan bagi peneliti-peneliti yang akan datang dalam lebih

menyempurnakan penelitiannya karena penelitian ini sendiri tentumemiliki

kekurangan yang perlu terus diperbaiki dalam penelitian-penelitian kedepannya.

Beberapa keterbatasan dalam penelitian tersebut, antara lain:

1. Peneliti memiliki keterbatasan evidence based dan sumber dalam

membandingkan hasil penelitian yang didapatkan dengan hasil penelitian

sebelumnya. Solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah peneliti

lebih banyak mencari literatur dari jurnal internasional secara online.

2. Jumlah literatur yang diteliti hanya dua artikel, sehingga objek penelitian

tentunya masih kurang untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

3. Penelitian inimenggunakan metode baru di masa pandemi Copid-19

sehingga peneliti masih perlu belajar yang banyak.


E. Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan bagi:

1. Pelayanan Keperawatan

Diharapkan penenitian akan dapat bermanfaat bagi perawat dalam

meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit terutama mutu pelayanan

keperawatan yang erat kaitannya dengan tingkat stres kerja dengan

kualiats tidur peawat.

2. Pendidikan Keperawatan

Diharapkan penelitian ini akan dapat menambah wawasan

pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan terutama

tentang tingkat stres kerja dengan kualiats tidur peawat yang lebih baik

lagi.

3. Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penilitian dapat menjadi sumber tambahan bagi peneliti

selanjutnya tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan yang

berkaitan dengan tingkat stres kerja, faktor stres kerja dan cara mengatasi

stres kerja dengan kualitas tidur perawat.

41
42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian Eva Susanti menunjukkan bahwa hubungan tingkat stres

kerja dengan kualitas tidur pada perawat dengan melihat nilai p-value =

(0,000) < (0,050) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

tingkat stres kerja dengan kualitas tidur pada perawat, sedangkan Hasil

penelitian Hety Trisnawati menunjukkan bahwa p value 0,292 untuk

variabel shift kerja, 0,557 untuk kelelahan, 0,557 untuk stress kerja,1,000

untuk perilaku makan, 0,685 untuk gaya hidup, 0,530 untuk lingkungan

yangsecara keseluruhan bernilai lebih dari 0,05 yang artinya tidak ada

hubungan antara variabel tersebut dengan kualitas tidur. namun melihat

besarnya persentase responden yang berada pada stress sedang, dimana

75,8% dari kelompok tersebut memiliki kualitas tidur buruk yaitu 78%,

Sehingga dapat disimpulkan pula bahwa perawat yang mengalamai stres

kerja sedang, dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk,Kualitas tidur

yang buruk dapat menyebabkan sistem imunitas menurun yang dapat

mempengaruhi kinerja organ tubuh dan fisik.

B. Saran

1. Pelayanan Keperawatan

Rekomendasi untuk pihak manager keperawatan agar melakukan

seminar atau workshop tentang cara menatasi tingkat stres kerjayang dapat

mengakibatkan masalah kualitas tidur perawat, sehingga perawat mampu

mengatasi masalah yang berkaitan dengan stres kerja dengan kualiats tidur.
2. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi

yang baik bagi mahasiswa keperawatan agar dapat saling berbagi

pengetahuan dan pengalaman dalam peningkatan mutu pelayanan

keperawatan yang professional.

43
DAFTAR PUSTAKA

Almasitoh, U.H. (2011). Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan
Dukungan Sosial Pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam. Vol. 8 No. 1. Hal
75.

American Psychological Assocoation. (2011). Stress in the Workplace Survey


Summary

Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Kozier &Erb's Fundamentals
of Nursing  Concept, Process, and Practice (10th ed.). New Jersey:
Pearson Education.

Budiawan. (2015). Hubungan Kompetensi, Motivasi dan Beban Kerja Perawat


Pelaksana dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSJ Provinsi
Bali. Denpasar: Universitas Udayana

Budiono, (2016) Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika

Budiyanto,A.J.M. Rattu J.M.L. Umboh. 2019Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Stres Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Bethesda Gmim Tomohon Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Jurnal KESMAS, Vol. 8 No. 3, April 2019

Chaplin, J. P. (2011). Kamus lengkap psikologi. Diterjemahkan: Kartini Kartono.


Jakarta: PT. Radjagrafindo Persada

Eva Susanti (2017) Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kualitas Tidur Pada
Perawat Di Puskesmas Dau Malang Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Malang Nursing News Volume 2, Nomor 3, 2017

Fandiani, Y., Wantiyah, & Juliningrum, P. P. (2017). The Effect of Dzikir Therapy
on Sleep Quality of College Students at School of Nursing University of
Jember. Nurseline Journal.

Giriwati, G. R. 2011Hubungan Karakteristik Responden, Beban Kerja dan


Kondisi Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat UnitUnit Kritikal RS
Pondok Indah Jakarta. S1 Keperawatan, Skripsi. Universitas Pembangunan
Nasional“Veteran”Jakarta

Gusti Y.A 2018 Stress Kerja University Press Semarang

Hasibuan, SP. Melayu. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Health and Safety Executive. Work Related Stress Anxiety And Depression
Statistic In Great Britain 2015; 2015. Diperoleh tanggal 28 Januari 2016,
dari http://www.hse.gov.uk/statistics/ causdis/stress/stress.pdf

Hermita, 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT Semen
Tonasa (PERSERO) Pangkep

Hety Trisnawati, Yhona Paratmanitya, Tri Paryati. 2017, Faktor-faktor yang


mempengaruhi kualitas tidur perawat di ICU dan HCU RSUDWates

Hidayat, A. Alimul Aziz dan Uliah, Musrifatul.2015.Pengantar Kebutuhan Dasar


Manusia Edisi 2-Buku 2. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Dede Rahmat. (2011). Psikologi Kepribadian Dalam Konseling. Bogor:


Ghalia Indonesia

Hidayati, W. (2012). Kualitas Tidur Lansia Balai Sosial Mandiri Semarang (Vol.1
No. 1) hal 189-196. Universitas Diponegoro. Semarang

ILO. 2016. Workplace Stress: A Collective Challenge. Geneva. Switzerland: ILO


Publication.

Kasiati & Rosmalawati, N. W. D. (2016). Kebutuhan dasar manusia I. Jakarta:


KEMENKES RI.

Kasmarani, Murni Kurnia (2012) Pengaruh Beban Kerja Fisik dan Mental


Terhadap Stres Kerja pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
RSUD Cianjur

Kaur, et al. 2015. Efectivenessof guided imagery technique on blood pressure and
stress level among elderly people. International journal of science and
research. College of nursing maharishi markandeshar university.
Ambalada. India

Khaira, Miftahul dan Ridwan Sakura. 2014. Sintaksis Memahami Satuan Kalimat
Perspektif Fungsi. Jakarta: Bumi Aksara.

Lemma S, Berhane Y, Worku A, Gelaye B, Williams MA. 2014. Good quality


sleep is associated with better academic performance among university
students in ethiopia. J Sleep Breath. 18(2):257-63.

Makhbul, Z. M., N. L. Abdullah, N. A. Hashim. 2013. Stres di Tempat Kerja: Isu


Global dalam Melestarikan Organisasi. eBangi, Journal of Social
Sciences and Humanities,

Marliani, R. (2015). Psikologi Industri dan Organisasi (Cetakan Pe). Jakarta:


Penerbit Pustaka Setia

45
Nasrudin, Endin. 2010. Psikologi Manajemen. Bandung: CV PUSTAKA SETIA

Nilifda H, Nadjmir, Hardisman. 2016. Hubungan kualitas tidur dengan prestasi


akademik mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2010 FK
Universitas Andalas. J Kes Andalas. 5(1)

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan. : Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Perwitasari, D. T., N. Nurbeti dan I. Armyanti. 2016. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Tingkatan Stres pada Tenaga Kesehatan di RS Universitas
Tanjungpura Pontianak Tahun 2015. Cerebellum,

Pitaloka Rika Diah, ddk (2015) Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah
Dan Kemampuan Konsentrasi Belajar Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau Jom Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

Pusdatin. 2017. Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia. Kementerian Kesehatan


RI.

Ratnasari, C. D. 2016. Gambaran Kualitas Tidur pada Komunitas Game Online


Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro. Semarang:
Departemen Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Skripsi http:// eprints.undip.ac.id/51197/1/BAB_1- 3.pdf (Diakses pada 9
Maret 2017)

Ruslina.2014. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada
Wanita Bekerja. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Saputra, L. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.

Saraswati 2017 Perilaku Kerja, Perceived Stress, dan Social Support pada
Mahasiswa Internship Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara
Jakarta Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni ISSN 2579-6348
(Versi Cetak) Vol. 1, No. 1, April 2017:

Setiyana, V.Y. (2013). Forgiveness dan Stres Kerja terhadap Perawat. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapaan Universitas Muhammadiyah, Vol. 01, No.2.

Siregar, MH. 2011. Mengenal Sebab-Sebab, Akibat-Akibat dan Cara Terapi


Insomnia. Yogyakarta: Flash Books.

Sulistiyani, Cicik (2012) Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas


Tidur Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro Semarang
Sunyoto, Danang. 2011. Teori, Kuisioner, dan Analisi Data Sumber Daya
Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta. CAPS

Widjanarko (2016). Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Petugas


Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas Terhadap Penemuan
Suspek TB Paru Di Kabupaten Blora. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia
Vol. 1 / No. 1 / Januari 2016

Wijono, S. (2015). Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu BidangGerak


Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana

Wulandari , ddk (2017) Ashubungan Antara Tingkat Stres Dengan Tingkat


Insomnia Mahasiswa/I Angkatan 2012/2013 Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Jurnal Kedokteran
Diponegoro Volume 6, Nomor 2, April 2017

47
RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Biodata
1. Nama : ULIA EKA NINGSIH
2. Nama Panggilan : LIA/EKA
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Tempat/ Tanggal Lahir : Mukyorejo, 07 Oktober 1983
5. Agama : Islam
6. Alamat : Desa Mulyorejo Kec. Sukamaju Selatan
Kab. Luwu Utara

B. Riwayat Keluarga
1. Orang Tua : Kasno.S
: Sumiati

2. Saudara Kandung : 1. Nita Yuniati,Spd


2. Yudi Purnomo,Spd
3. Serda Joko Priono
4. Nurul Sri Atikah Sari,S
3. Anak-Anak :1. Kevyn Radhitya
2. Alby Al Faeyza

49
C. Riwayat Pendidikan
1. Tamat SD Neg. 400 Transad Tahun
2. Tamat SMP Neg. 1 Sukamaju Tahun
3. Tamat SPK POLRI BHAYANGKARA MAKASSAR
Tahun
4. Tamat DIII KEPERAWATAN AKPER
SAWERIGADING Tahun

Anda mungkin juga menyukai