Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang berkualitas.


Salah satu faktor yang mempengaruhi sumber daya manusia manusia adalah faktor
kesehatan yang memegang peranan penting. Oleh karena itu pola aktivitas yang padat
dan kurangnya memperhatikan asupan nutrisi adekuat serta banyaknya mengkonsumsi
makanan yang bersifat asam atau pedas merupakan salah satu faktor pencetus dari
penyakit gastritis. Gastritis bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang
mengacu pada peradangan lambung yang merupakan akibat dari infeksi bakteri yaitu
Helicobacter Pylory (Santoso, 2015). Gastritis merupakan suatu proses peradangan pada
lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung. Ditandai dengan nyeri pada daerah perut dan
kadang disertai dengan mual dan muntah, yang dapat berujung pada perdarahan saluran
cerna yang berupa ulkus peptikum bahkan dapat menyebabkan perforasi pada lambung
apabila tidak segera dilakukan tindakan keperawatan (Syam, 2014).
Menurut World Health Organisation (WHO) yang dikutip oleh Kurnia (2010) angka
kejadian gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun.
Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan
awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita. Sementara itu angka kejadian
penyakit gastritis di Indonesia adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa
daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa
penduduk. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, gastritis merupakan salah
satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit
di Indonesia dengan jumlah penderita penyakit gastritis 30.154 kasus (4,9%).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur (2014), pada pasien rawat inap
yang menderita penyakit gastritis di Rumah Sakit Umum Pemerintah ada 172 kasus.
Sedangkan penderita gastritis di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo dari tahun 2014,
jumlah penderita penyakit gastritis ada 220 kasus dengan 4 kematian, sedangkan tahun
2015 sampai dengan bulan Agustus ada 224 kasus dengan 8 kematian (Data Rekam
Medik RSUD Sidoarjo).
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap
lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang
memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis.
Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan
stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan
menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan terjadinya bengkak,
perdarahan, dan erosi pada lambung (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010). Gastritis
akut merupakan penyakit yang biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons
mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan
makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang
lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa
pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya
anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen),
sulfonamida, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui
mengganggu sawar mukosa lambung (Price & Wilson, 2002).
Kemudian masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri karena adanya mukosa
lambung yang teriritasi, kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, kurang
pengetahuan tentang penyakit, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan asuhan
keperawatan (Doenges, 2014).

Tindakan keperawatan seperti mengkaji pasien dengan gastritis akut atau kronis ,
haruslah dengan hati-hati pada faktor risiko. Pertimbangkan diet, pola makan, serta
penggunaan resep dan obat-obatan bebas, juga gaya hidup, termasuk konsumsi alkohol
dan merokok. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, fokuslah pada pengajaran
tentang penyebab gastritis dan makanan yang mungkin memperburuk penyakit. Bantu
untuk mengkaiji faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan manfestasi, seperti stres
atau kelelahan, meminum obat-obatan tertentu saat perut kosong, konsumsi makanan dan
minuman, konsumsi alkohol, serta merokok (Black, 2014).

Alumunium hidroksida dengan magnesium karbonat adalah antasida terbaik untuk


gastritis. Reseptor H2 antagonis, penghambat pompa proton, dan obat antisekresi juga
dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan. Jika terjadi mual dan muntah parah,
maka batasi asupan per oral pasien sampai masalah keperawatan menurun. Tirah baring
diperlukan jika nyeri belum juga mereda. Ketika nyeri dan mual yang berhubungan
dengan gastritis telah mereda, pasien dapat diinstruksikan untuk mengonsumsi diet
seimbang dan menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan iritasi pada
mukosa lambung (Black, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Gastritis dengan masalah gangguan
rasa nyaman nyeri di RSUD Kab. Sidoarjo ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan observasi asuhan keperawatan pada pasien Gastritis gangguan
rasa nyaman nyeri di RSUD Kabupaten Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Mampu melakukan pengkajian pada pasien Gastritis gangguan rasa nyaman nyeri di
RSUD Kabupaten Sidoarjo.
2 Mampu membuat diagnosa pada pasien Gastritis gangguan rasa nyaman nyeri di
RSUD Kabupaten Sidoarjo.
3 Mampu membuat intervensi pada pasien Gastritis gangguan rasa nyaman nyeri di
RSUD Kabupaten Sidoarjo.
4 Mampu mengobservasi implementasi pada pasien Gastritis gangguan rasa nyaman
nyeri di RSUD Kabupaten Sidoarjo.
5 Mampu menyimpulkan hasil evaluasi pada pasien Gastritis gangguan rasa nyaman
nyeri di RSUD Kabupaten Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penulisan


Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Bagi Akademis.
Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis di RSUD Sidoarjo.
2. Bagi Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan dan tambahan bagi pelayanan di
Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan gastritis dengan
baik.
3. Bagi Profesi kesehatan.
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis.
4. Bagi Peneliti.
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti berikutnya,
yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada klien dengan
gastritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit
dan asuhan keperawatan gastritis. Konsep penyakit yang diuraikan definisi, etiologi
dan cara penanganan secara medis. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-
masalah yang muncul pada gastritis dengan melakukan asuhan keperawatan yan
terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-
mukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi
sel-sel radang pada daerah tersebut (Syam, 2014). Gastritis merupakan suatu
keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronis, difus, atau local ( Price, 2006).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung klinis yang ditemukan berupa
dispepsia atau indigesti berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema
mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Brunner &
Suddarth, 2015).
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Lambung terletak di daerah epigastrik dan sebagian di sebelah kiri
hipokondrik dan umbilikal. Bagian atas disebut fundus dan bagian bawah disebut
antrum pilorik. Berhubungan dengan esofagus melalui spinkter kardia dan
duodenum melalui spinkter pilorik (Evelyn, 2002).
Gambar 1.1 : Anatomi Lambung (Sobotta, 2006).
Struktur lambung menurut (Evelyn, 2002):

1) Lapisan peritoneal yang merupakan lapisan serosa


2) Lapisan otot
a) Lapisan longitudinal yag bersambung dengan esofagus
b) Lapisan sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorik membentuk
spinkter.
c) Lapisan obliq yang terdapat pada bagian fundus dan berjalan mulai dari
orifisium cardiac, membelok ke bawah melalui kurvatura minor.
3) Lapisan submukosa terdiri dari jaringan areolar yg banyak mengandung
pembuluh darah dan limfe.
4) Lapisan mukosa berbentuk rugae (kerutan), dilapisi epitelium silindris yg
mensekresi mukus.
Terdapat 3 tipe sel sekresi dalam mukosa lambung:
a. Sel-sel parietal, mensekresi asam hidroklorik (HCl).
b. Faktor-faktor instrinsik; sel-sel chief yang mensekresi enzim pencernaan
seperti : pepsinogen.
c. Sel-sel gastrin pada kelenjar pilorik, mensekresi hormon gastrin.
d. Pepsinogen disekresikan sebagai prekusor tidak aktif, yang diaktifkan oleh
HCl menjadi pepsin (enzim pemecah protein).
e. Mensekresi lipase dan amilase (pemecah lemak dan zat tepung atau KH).
f. Gastrin, hormon yang mengatur lingkungan asam.

Menurut (Evelyn, 2002) Lambung dan saluran pencernaan yang dapat mekar
paling banyak terletak di epigastrik dan sebagian di sebelah kiri hepokondria
umbilikalis, lambung terdiri fundus bagian utama dan atrum pilorik. Lambung
berhubungan dengan esofogus melalui arifisium/kardia duodenum melalui
arifisium pilorik. Lambung terletakdibawah diafragma, di depan pankreas dan
limpa menempel pada sebelah kiri fundus.

Lambung menerima persediaan darah yang melimpah dari arteria gastrika dan
arteria irenalis persarafan diambil dari vagus dan plaxus seliaka sisterna simpatis.
Fungsi lambung menurut Price (2006), yaitu :

1) Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka


pendek.
2) Semua makanan di cairkan dan di campur dengan asam hidro khlorida dengan
cara ini disiapkan untuk dicerna oleh usus.
3) Protein dicerna menjadi pepton.
4) Susu dibekukan dan kasein di keluarkan.
5) Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung.
6) Faktor anti anemia di bentuk
7) Khina yaitu isi lambung yang cair, di salurkan melalui duodenum.
2.1.3 Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti
kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam
klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase.Lambung memiliki
dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi
pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan
pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, akan mensekresi
mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas
sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi
gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik
lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu
kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan
yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Price, 2006).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan
enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan
pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan
padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum.Sel-sel lambung
setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai
zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen.HCl membunuh sebagian besar bakteri
yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin
untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam
lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang
normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan
lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung
(Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon.Sistem saraf yang
bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis.
Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan
histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung.Pertama, fase
sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung,
akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan
masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang
berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam lambung.
Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai
mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam
kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam
lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan
sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2003), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri, merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai
iritan lokal.Endotoksin bakteri (setelah makan makanan yang terkontaminasi)
alkohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen penyebab yang sering. Obat-
obatan lain, seperti NSAID (indometasin, ibuprofen, naproksen, sulfanamide,
steroid dan digitalis) juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka,
lada, atau mustard, alkohol, aspirin, steroid, dan asam empedu yang juga
disebabkan oleh diet yang tidak benar, makan yang terlalu banyak dan terlalu
cepat atau makan makanan yang pedas dan terlalu banyak bumbu.

2. Gastritis kronik
a. Gastritis kronik berhubungan dengan helicobacter pylori, apalagi jika
ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang yang juga menimbulkan atropi
beberapa sel fungsional tunika mukosa.
b. Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan perjalanan klinis
yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi .Dengan ditandai
oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai dengan kehilangan sel pametal dan
chief cell. Akibatnya produksi asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik
menurun. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan
yang rata. Bentuk gastritits ini sering dihubungkan dengan anemia pernisiosa,
tukak lambung dan kanker.
2.1.5 Etiologi
Menurut Misnadiarly (2009), penyebab gastritis yaitu obat- obatan seperti aspirin,
alkohol, trauma pada lambung, kelainan pembuluh darah pada lambung, luka akibat
operasi/bedah lambung, autoimun pada anemia pernisiosa, adanya tumor pada
lambung. Selain itu faktor kejiwaan atau stressjuga berperan terhadap timbulnya
serangan ulang penyakit tersebut, kemudian juga gastropati reaktif dan infeksi
khususnya pada helicobacter pylori.
2.1.6 Gejala klinis
Tanda dan gejala dari gastritis menurut (Brunner &Suddarth, 2005) yaitu rasa
terbakar di lambung dan akan menjadi semakin parah ketika sedang makan, disusul
dengan nyeri ulu hati, mual dan sering muntah, tekanan darah menurun, pusing,
keringat dingin, nadi cepat, kadang berat badan menurun , disertai dengan nasfu
makan menurun secara drastis, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin.
Selain itu perut akan terasa nyeri, pedih (kembung dan sesak) di bagian atas perut (ulu
hati), merasa lambung sangat penuh ketika sehabis makan, sering sendawa bila
keadaan lapar, sulit untuk tidur karena gangguan rasa sakit pada daerah perut.
2.1.7 Patofisiologi
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan
terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang
memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis.
Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan
stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan
menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan terjadinya
bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).
Gastritis akut merupakan penyakit yang biasanya bersifat jinak dan swasirna;
merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin
bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin
merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai
penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul.
Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya
indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, dan digitalis. Asam empedu,
enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung
(Price & Wilson, 2006). Kemudian masalah keperawatan yang muncul adalah
gangguan rasa nyaman nyeri karena adanya mukosa lambung yang teriritasi,
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, kurang pengetahuan tentang
penyakit, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan asuhan keperawatan (Doenges,
2014)
2.1.8 Diagnosis
Menurut Brunner & Suddarth (2005) cara menegakkan diagnosis pada Gastritis
adalah :
1. Gastritis akut
Tiga cara dalam menegakkan diagnosis yaitu ganbaran lesi mukosa akut
dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal sengan tepi atas rata. Pada
endoskopi dan gambaran radiologi.Dengan kontras tunggal sukar untuk melihat
lesi permukaan yang superfisial, karena itu sebaiknya digunakan kontras
ganda.Secara umum endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitive dan
spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.

2. Gastritis kronik
Diagnosa gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi
dan dilanjuutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsy mukosa lambung.
Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter
Pylory apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum,
mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai 100%.
Dilakukan pula rapid ureum test. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa
Helicobacter Pillory, Jika hasil CLO (Campylobacter-like organism test) dan atau
PA positif. Dilakukan pula pemeriksaan serologi untuk Helicobacter Pillory
sebagai diagnosis awal.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi gastritis menurut Mansjoer (2003), adalah :
1. Kompikasi gastritis akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atasberupa hematemesis dan melena dapat
berakhir sebagai syok hemoragik.
b. Tukak peptik.
2. Komplikasi gastritis kronis
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas
b. Ulkus
c. Perforasi
d. Anemia Karena gangguan absorbsi vitamin B12
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk perdarahan
GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan / derajatulkus jaringan
/cedera.
2. Foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diagnosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh :peningkatan asam hidroklorik dan
pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duo denal. Penurunan atau
jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas
menunjukkan sindrom Zollinger – Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilakukan bila endoskopi tidak dapat
disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolatera dan
kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis (Doengoes, 2001).
2.1.11 Pencegahan

Tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit gastritis haruslah


dengan hati-hati pada faktor risiko. Pertimbangkan diet, pola makan, serta
penggunaan resep dan obat-obatan bebas, juga gaya hidup, termasuk konsumsi
alkohol dan merokok. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, hindari makanan
yang mengandung asam tinggi dan makanan yang mungkin memperburuk penyakit.
Bantu untuk mengkaiji faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan manfestasi,
seperti stres atau kelelahan, meminum obat-obatan tertentu saat perut kosong,
konsumsi makanan dan minuman, konsumsi alkohol, serta merokok (Black, 2014).
2.1.12 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2003), faktor utama penatalaksanaan gastritis adalah dengan
menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan
ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H 2,
inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai
sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. Sedangkan penatalaksanaan untuk
gastritis kronis adalah kemungkinan diberikan pengobatan empiris berupa antasid,
antagonis H2, inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik. Jika endoskopi dapat
dilakukan terapi eradikasi kecuali jika hasil CLO, kultur dan P ketiganya negatif atau
hasil serologi negative. Terapi eradikasi juga diberikan pada seleksi khusus pasien ang
menderita penyakit- penyakit seperti : ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT
lymphoma, pasca reseksi kanker lambung. Untuk penatalaksanaan diet menurut
Nettina (2001), yaitu makan makanan dengan kandungan serat yang tinggi, makanan
secara teratur dan terjadwal, hindari konsumsi kafein yang berlebihan, cola, alkohol
dan hindari merokok, akan meningkatkan tingkat kesembuhan dan menurunkan
kekambuhan.
2.1.13 Dampak Masalah

Masalah yang perlu diperhatikan dalam kasus penyakit gastritis adalah gangguan
rasa nyaman nyeri, ini merupakan prioritas utama dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan, kemudian disusul dengan resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, kecemasan karena adanya ancaman kesehatan, serta gangguan pola
tidur (Muttaqin, 2013).
1. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Meningkatnya intensitas nyeri disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan pada
lambunng yang berupa peradangan. Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat biasanya terjadi pada penderita penyakit gastritis akut (Judith
M. Wilkinson, 2002).
2. Gangguan Nutrisi
Kurangnya asupan nutrisi pada penderita gastritis paling sering disebabkan karena
anoreksia. Ini terjadi karena sekresi asam lambung yang berlebih yang menyebabkan
perasaan tidak nyaman pada lambung (Muttaqin, 2013).
3. Cemas
Peningkatan kecemasan pasien biasanya terjadi karena adanya perasaan takut
berlebihan akan penyakit yang dideritanya (Muttaqin, 2013).
4. Gangguan Pola Tidur
Dengan adanya nyeri yang hilang timbul pada penderita gastritis akan menyebabkan
kualitas tidur pasien terganggu (Muttaqin, 2013).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi,2012).
Data tersebut berasal dan pasien (data primer), dan keluarga (data sekunder)
dan data dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan
melihat catatan medis, adapun data yang diperlukan pada klien Gastritis adalah
sebagai berikut :
1) Data dasar
Adapun data dasar yag dikumpulkan meliputi :
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa.
medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri uluh hati dan perasaan tidak mau makan, mual
dan muntah serta mengalami kelemahan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji tentang peyakit apa yang pernah diderita oleh klien, apakah klien
memang mempunyai rwayat penyakit maag sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit keturuanan yang
berhubungan dengan penyakit gastritis, dan riwayat penyakit keturunan lain
yang ada dalam keluarga. Untuk penyakit gastritis bukanlah termasuk penyakit
keturunan.
e. Riwayat psikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi
masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima
keadaannya.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Meliputi cairan, nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas
dan latihan serta kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan mualai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi, inspeksi, auskultasi dan perkusi.
Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien dengan
gastritis adalah :
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda :takikardia, takipnea / hiperventilas(respons terhadap
aktivitas).
2) Sirkulasi
Gejala :
a. Hipotensi (termasuk postural)
b. takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)-
kelemahan / nadi perifer lemah
c. pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
d. Warna kulit: pucat, sianosis (tergantung pada jumlah
kehilangan darah) kelemahan kulit / membran mukosa =
berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut,
respons psikologik).

3) Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan
kerja), perasaan tak berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah,


pucat,berkeringat,perhatian menyempit, gemetar, suara
gemetar.

4) Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya
karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah
yang berhubungan dengan GI, misal : luka peptik /
gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster.
Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi bunyi usus : sering
hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah
perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah
warnagelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah
cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat
terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida). Haluaran
urine : menurun, pekat.
5) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang
didugao bstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan
luka duodenal). Masalah menelan : cegukan Nyeri ulu
hati, sendawa bau asam, mual / muntah.

Tanda : muntah warna kopi gelap atau merah cerah, dengan


atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering,
penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis).

6) Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar,
kelemahan.
Status mental :tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai koma
(tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa
terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai
perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar
setelah makan banyak dan hilang dengan makan
(gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah /
atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah
makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri
epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung
terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung
kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus
duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau
gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol,
penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin,
antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8) Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif
Tanda :peningkatan suhu Spider angioma, eritema palmar
(menunjukkan sirosis / hipertensi portal).
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang
mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID
menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat
diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak
berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus, atau
episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama
misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan
(Doengoes, 2014).
3) Pemeriksaan Diagnostik
Menurut priyanto (2006), pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien
gastritis adalah :
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan endoskopi.
c. Pemeriksaan hispatologi biopsy segmen lambung.
2.2.2 Analisa Data
Analisa data adalah Kemampuan pengembangan daya pikir dan penalaran
data keperawatan sesuai dengan kaidah-kaidah dalam ilmu keperawatan untuk
mendapatkan sebuah kesimpulan untuk membahas permasalahan keperawatan (Ali,
2012).
Tabel 1.1 Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS: -
DO: Mengkomunikasikan Inflamasi pada Nyeri
gambaran nyeri, postur mukosa gaster
tubuh kaku, wajah
mengkerut, respon
autonomik misal :
perubahan tanda-tanda
vital.
2 DS: -
DO: Penurunan berat badan, absorpsi nutrisi Nutrisi, Perubahan
tonus otot buruk, inadekuat, : Kurang dari
konjungtiva pucat, dan anoreksia kebutuhan tubuh.
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
menolak untuk makan.
3. DS: -
DO: Perasaan gelisah, takut, Perubahan Ansietas
gemetar, takikardia, status
berkeringat, kesehatan
menyatakan masalah
khusus, panik.
4 DS: -
DO: Keluhan kesulitan Stres Gangguan Pola
terlelap/ tidak merasa psikologis, Tidur
segar, tidur terganggu, adanya nyeri
terbangun lebih awal
dari keinginan
5 DS: -
DO: Pernyataan masalah, Kurang Kurang
permintaan informasi, informasi, pengetahuan,
tidak akurat dalam tidak mengenal tentang proses
mengikuti instruksi. sumber penyakit,
informasi prognosis, dan
kebutuhan
pengobatan

(Sumber : Doengoes, 2014).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan


Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul
diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data, pengelompokkan
data dan menentukan diagnosa keperawatan.Diagnosa keperawatan adalah
keputusan atau kesimpulan yang terjadi akibat dari hasil pengkajian keperawatan.
Menurut Doengoes (2014), diagnosa keperawatan pada klien dengan gastritis
adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang
teriritasi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
3. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan berhubungan
dengan informasi yang kurang.
2.2.4 Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah, penentuan tujuan, pelaksanaan serta cara atau strategi yang
disusun dengan tujuan untuk menanggulangi masalah keperawatan dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan berdasarkan prioritas masalah pasien (
Nasrul, 2012), yaitu:
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung yang
teriritasi (Doenges, 2014).
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah gangguan
rasa nyaman : nyeri teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Rasa nyeri berkurang
b. Keadaan klien tampak rileks
c. Skala nyeri : 0- 3
d. TTV dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-80 x/mnt,
RR : 16-20 x/mnt, S : 36-37 °C)
e. Tidak ada perilaku distraksi
Rencana tindakan :
a. Catat lokasi, lama, intensitas nyeri.
Rasional : identifikasi karakteristik nyeri dan factor yang
berhubungan untuk memilih intervensi.
b. Kompres hangat pada daerah nyeri.
Rasional : meningkatkan relaksasi otot.
c. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi.
d. Berikan posisi yang nyaman.
Rasional : menurunkan rasa nyeri.
e. Ajarkan teknik manajemen nyeri.
Rasional : menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat
mengurangi rasa nyeri.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : menghilangkan nyeri sedang sampai berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a. Nafsu makan bertambah
b. Mual dan muntah berkurang
c. Makan habis 1 porsi
d. Berat badan bertambah secara bertahap
Rencana tindakan :
a. Kaji faktor penyebab klien tidak nafsu makan.
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya.
b. Berikan makanan yang hangat dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan
terlalu cepat.
c. Hindari pemberian makanan yang dapat merangsang peningkatan
asam lambung.
Rasional : mengurangi pemberian asam lambung yang dapat
menyebabkan mual dan muntah.
d. Hilangkan bau-bau yang menusuk dari lingkungan.
Rasional : menurunkan stimulasi gejala mual dan muntah.
e. Tanyakan pada klien tentang makanan yang disukai atau tidak
disukai.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic dan
antibiotik.
Rasional : menghilangkan mual.
g. Kolaborasi dengan dokter ahli gizi.
Rasional : Menentukan diit makanan yang tepat.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri (Doenges, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jm
diharapkan Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat
b. Tidur tidak mengalami gangguan/ terbangun dini.
Rencana tindakan:
a. Observasi dan diskusikan kemungkinan penyebab gangguan
tidur.
Rasional : Mengekspresikan apa yang sedang dipikirkan.
b. Berikan lingkungan yang nyaman bagi pasien untuk
meningkatkan tidur dan istirahat.
Rasional : Lingkungan yang nyaman mempengaruhi kualitas
tidur pasien.
c. Bandingkan pola tidur pasien saat ini dengan kebiasaan tidur
sebelum dirawat.
Rasional : Sebagai acuan tindakan asuhan keperawatan yang
tepat bagi pasien.
d. Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur : pilih tindakan yang
disetujui pasien misalnya memberikan musik yang lembut.
Rasional : Dengan relaksasi dapat menuntun pasien untuk
terlelap.
4. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan ansietas berkurang atau teratasi.
Kriteria hasil :
1. Klien tampak rileks
2. TTV dalam batas normal
3. Tidak ada perilaku gelisah
Rencana tindakan :
a. Awasi respons fisiologi misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit
kepala, sensasi kesemutan.
Rasional : dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami
pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik / status
syok. 
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
Rasional : membuat hubungan terapeutik.
c. Berikan informasi akurat.
Rasional : melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan
menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat
Rasional : memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan
relaksasi, dapat meningkatkan ketrampilan koping.
e. Dorong orang terekat tinggal dengan pasien
Rasional : membantu menurunkan takut melalui pengalaman
menakutkan menjadi seorang diri.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan berhubungan dengan
informasi yang kurang (Doenges, 2014).
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola hidup
untuk mempertahankan berat badan normal.
b. Menyatakan tanggung jawab untuk belajar sendiri.
c. Mencari sumber untuk membantu membuat identifikasi
perubahan.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit dan
penatalaksanaan.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari klien.
b. Instruksikan pasien untuk tidak makan-makanan yang
mengandung asam.
Rasional :Makanan yang mengandung asam dapat meningkatkan
asam lambung.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit dan
penatalaksanaan.
Rasional : Membatu sebagai pengigat dan penguat belajar.
d. Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam proses
pembelajaran.
Rasional : Untuk mengetahui kemampuan klien dalam
mengingat.
2.2.5 Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Tindakan
yang diberikan tergantung pada situasi dan kodisi klien saat ini (Debora, 2011).
Menurut Doengoes (2014), implementasi adalah tindakan pemberian keperawatan
yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan
dicatat dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik
komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan
kepada pasien.Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap
pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen.Tindakan keperawatan
secara independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen
adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan
kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan
dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Keterampilan yang hams dipunyai perawat
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor.
Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan gastritis yang harus
diperhatikan adalah pola nutrisi, skala nyeri klien, serta melakukan pendidikan
kesehatan pada klien.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan
(Nursalam, 2011). Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai
atau belum, dan dapat juga timbul masalah baru dan setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri berkurang/hilang, kecemasan pasien berkurang,
resiko infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi seimbang dan tercukupi.
2.2.7 Dischange Planning
Dischange planning ( perencanaan pulang ) merupakan proses yang dinamis
dan sistematis dari penilaian, persiapan serta koordinasi yang dilakukan tim
kesehatan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan
sosial sebelum dan sesudah pulang.Tujuan perencanaan pulang salah satunya
meningkatkan kemandirian pasien dan kelurga dalam memahami
permasalahan,pencegahan yg harus ditempuh sehingga dapat mengurangi angka
kambuh dan penerimaan kembali di rumah sakit (Nursalam, 2015).
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien sebelum diperbolehkan pulang
antara lain:
1. Pendidikan kesehatan untuk mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan
meningkatkan pengetahuan pasien Program pulang bertahap bertujuan melatih
pasien agar bisa kembali di lingkungan masyarakat dan keluarganya.
2. Rujukan integritas pelayanan kesehatan harus saling berhubungan antara
keperawatan komunitas dengan rumah sakit,untuk mengetahui perkembangan
pasien di rumah.

BAB III

METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah pencarian kebenaran dengan cermat dan sistematis sampai
subjek menemukan atau merevisi fakta teori terapan teknologi (Nursalam, 2003). Pada bagian
metode penelitian ini akan diuraikan mengenai : pendekatan/desain penelitian, unit analisis,
batasan istilah, lokasi dan waktu penelitian, prosedur penelitian, teknik dan istrumen
pengumpula data, dan analisa data.

3.1 Pendekatan atau Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah case control dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien Gastritis. Pendekatan yang
digunakan adalah retrospective, pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Asuhan keperawatan atau
proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama pasien
dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian,
menentukan diagnosis,merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan
serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan dengan berfokus pada
pasien, berorientasi pada tujuan yang ada pada setiap tahap. Dalam bab ini peneliti akan
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien Gastritis di RSUD Kabupaten Sidoarjo.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan adalah individu


dengan jenjang usia 15 - 75 tahun di RSUD Kabupaten Sidoarjo, dengan kasus yang akan
diteliti secara rinci dan mendalam. Adapun subyek penelitian yang akan diteliti berjumlah
satu kasus dengan masalah yang sama.

3.3 Batasan Istilah

Standar prosedur operasional pada semua istilah yang digunakan penelitian beserta
pengertiannya adanya kasus yang digunakan adalah Asuhan Keperawatan pada pasien
Gastritis dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

. Tabel 3.1 Definisi Operasional

Istilah Definisi Operasional


Gastritis Inflamasi dari mukosa lambung klinis yang ditemukan
berupa dispepsia atau indigesti berdasarkan pemeriksaan
endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil
foto memperlihatkan iregularitas mukosa
Gangguan Rasa Meningkatnya intensitas nyeri disebabkan oleh adanya
Nyaman Nyeri kerusakan jaringan pada lambunng yang berupa
peradangan. Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sidoarjo pada bulan Februari 2018.

3.5 Prosedur Penelitian


Penelitian pada pasien diawali dengan penelitian kasus dan masalah keperawatan
yang akan dijadikan judul penelitian. Peneliti memilih judul asuhan keperawatan pasien
Gastritis dengan masalah Gangguan Rasa Nyaman Nyeri, kemudian peneliti mengajukan
judul ke pembimbing untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan peneliti
mengajukan surat ijin pengambilan data dan penelitian ke ruang mawar merah putih RSUD
Kabupaten Sidoarjo. Setelah mendapatkan surat ijin pengambilan data dan penelitian, peneliti
ke RSUD Kabupaten Sidoarjo untuk mengambil data pada pasien Gastritis. Dari data tersebut
penulis memilih dua pasien dengan diagnose keperawatan yang sesuai dengan kasus atau
masalah yang diangkat peneliti kemudian memberikan surat persetujuan menjadi responden
penelitian. Setelah disetujui oleh pasien peneliti melakukan pengkajian membuat analisa data,
menentukan diagnose keperawatan, menentukan intervensi. Pengumpulan data diperoleh dari
data primer dengan wawancara dan data sekunder dari rekam medic yang akan dilakukan
asuhan keperawatan pada pasien Gastritis.

3.3 Batasan Istilah

Standar prosedur operasional pada semua istilah yang digunakan penelitian beserta
pengertiannya adanya kasus yang digunakan adalah Asuhan Keperawatan pada pasien post
op hernia dengan resiko infeksi.

3.6 Metode dan Instrumen Pemngumpulan Data

Metode yang dipilih dalam penelitian ini yaitu dengan metode observasi melalui pemeriksaan
fisik serta menggunakan alat-alat fisiologi seperti, tensi meter, stetoskop, serta melihat hasil
pemeriksaan penunjang pasien seperti pemeriksaan diagnostic. Observasi berfungsi untuk
mengetahui serta menganalisis kondisi yang terjadi pada pasien dengan stroke yang
menjalani perawatan.
Proses keperawatan meliputi :

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kali nya di fasilitas kesehatan terdari
dari: identitas pasien, identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar,
pemeriksaan fisik, data spikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat
tinggal, pemeriksaan laboratorium, dan program pengobatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada di analisa. Kegiatan
pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai berikut:

a. Analisa data

Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan penyebabnya. Data pasien terdiri atas
data subjektif yaitu data yang didapat saat interaksi dengan pasien, biasanya apa yang
dikeluhkan oleh pasien, dan data objektif yaitu data yang diperoleh perawat dari hasil
pengamatan dan pemeriksaan fisik.

b. Menegakkan diagnose

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah PES


(Problem+Etiologi+Symptom) dan menggunakan istilah diagnose keperawatan yang dibuat
dari daftar NANDA.

3. Intervensi

Rencana keperawatan terdiri dari beberapa komponen sebagai berrikut:

a) Diagnosa yang diprioritaskan

b) Tujuan dan kriteria hasil

c) Intervensi

Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA NIC-NOC.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.

a) Diagnosa keperawatan.

b) Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.

c) Tanda tangan perawat pelaksana.


5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.

b. Diagnosa kepoerawatan.

c. Evaluasi keperawatan.

d. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

Metode Penelitian meliputi :

Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti (triangulasi) artinya teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik data dan sumber data
yang telah ada. Triagulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda. Untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti akan menggunakan
observasi, pengukuran, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang
sama secara serempak (Sugiyono, 2014).

1. Observasi

Dalam obeservasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien, seperti
keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga mengobservasi tindakan apa saja
yang telah dilakukan pada pasien, misalnya pasien terpasang infus, kompres hangat,
pemberian obat, terpasang oksigen dan tranfusi. Observasi pemeriksaan fisik seperti
pemantauan tanda perdarahan yaitu petekie, perdarahan gusi, ekimosis hematemesis dan
melena. Pemantauan tanda-tanda vital yaitu nadi, pernapasan, tekanan darah dan suhu.
Pemantauan laboratorium seperti hemoglobin, hematokrit, dan trombosit.

2. Pengukuran

Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda mengukur dengan
menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik, seperti melakukan pengukuran suhu, menimbang
berat badan, pengkuran napas, nadi, dan tekanan darah.

3. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahn yang diteliti, tetapi juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih mendalam (Sugiyono, 2014).

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas
terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan
wawancara terpimpin. Meskipun dapat unsure kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara
tegas dan mengarah. Jadi wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas (keluwesan) tapi
arahnya yang jelas. Artinya pewawancara diberi kebebasan yang diharapkan dan responden
secara bebas dapat memberikan informasi selengkap mungkin. Wawancara dilakukan tentang
identitas pasien, riwayat kesehatan (keluhan masuk rumah sakit, riwayat kesehayan sekarang,
riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat kesehatan keluarga yang sebelumnya,
kondisi lingkungan pasien), dan activity daily (ADL) seperti makan, minum, BAB, BAK,
istirahat dan tidur.

4. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini menggunakan
dokumentasi dari rumah sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan. Data
pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, trombosit), data pemeriksaan diagnostik
(rontgen thorax), dan data pengobatan pasien.

3.7 Jenis-Jenis Data

a) Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti pengkajian kepada
pasien, meliputi: identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari
dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari rekam medik,
serta dari dokumentasi di ruang rawat. Data sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang
(pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik), catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

3.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan antara konsep satu dengan lainnya
dari masalah yang ingin diteliti yang menghubungkan atau menjelaskan secara rinci tentang
suatu topik yang akan dibahas (Setiadi,2013).
Gangguan rasa
nyaman : nyeri

Gangguan
Gastritis pemenuhan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Ansietas/

Gangguan pola
tidur

Kurang
pengetahuan

Keterangan :

\ = Variabel diteliti

= Variabel tidak diteliti

3.9 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca
dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
Tabel 3.2 Tabel Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op Hernia dengan Resiko
Infeksi.

No Variabel Sub Variabel Definisi Alat ukur Skala Sumber


. Operasional data Data
1 2 3 4 5 6 7
1. Rasa Persepsi Skala rasio Primer
Nyaman sensori pasien Nyeri
Nyeri terhadap NRS
derajat nyeri (Numeric
yang di ukur Rating
dengan Scale).
menggunakan
skala NRS
(Numeric
Rating Scale).
2. Asuhan 1. Pengkajian Proses Format Primer
Keperawata pengumpulan pengkaji dan
n Gastritis baik data an sekunder
dengan subjektif dan asuhan
Gangguan data objektif keperawa
Rasa serta riwayat tan
Nyaman kesehatan
Nyeri pasien untuk
menentukan
status
kesehatan
pada pasien
gastritis
2.Diagnosa Masalah Standar Primer
keperawtan Diagnosa dan
yang didapat keperawa sekunder
setelah tan
dilakukan Indonesi
pengkajian a tahun
data adalah 2016
gangguan rasa
nyaman nyeri
3.Intervensi Rencana NIC dan Primer
keperawatan NOC dan
yang sekunder
ditetapkan
untuk
mencapai
tujuan dan
mengatasi
masalah
keperawatan
gangguan rasa
nyaman nyeri
4.Implementa Tindakan NIC dan Primer
si keperawatan NOC dan
yang sekunder
dilakukan
sesuai dengan
perencanaan
yang sudah
ditetapkan
5,Evaluasi Penilaian Fomat Primer
pasien setelah Evaluasi dan
diberikan sekunder
asuhan
keperawatan,
melihat
tingkat
keberhasilan
yang telah
dicapai sesuai
dengan
criteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan keperawatan Medikal Bedah. (edisi. 3)


Jakarta , EGC.

Charlene j, R., Gayle, R., Robin, L. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi pertama jilid
2.  Jakarta. Salemba Medika.

Hirlan. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3 jilid 2. Jakarta, FKUI.

Inayah, I. (2004). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan System Pencernaan. Edisi 1


jilid 1. Jakarta : Selemba Medika.

Isselbacher., Braunwald., Wilson., Martin., Fauci., & Kasper. (2000). Harrison Prinsi-


Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13 jilit 5. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Mansjoer, A,. Trianti, K,. Savitri, W.K,. setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3 jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Edisi pertama
jilid 1. Jakarta. Salemba Medika.

Soeparman & Sarwono (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, EGC, Salemba
Medika.

Smeltzer, S., Bare, P. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 jilid 2.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna – Gastritis (Penyakit Maag). Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

Hirlan. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – Gastritis.  Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai