Anda di halaman 1dari 15

TATALAKSANA NUTRISI PADA ULKUS PEPTIKUM DAN GASTRITIS

Oleh :

Linna Dewi 150100009


Samuel Sembiring 150100162
Rafli Rizaldy Edwar 150100178
Karin Natasya Harahap 150100179
Aprillia Kusuma Putri 150100183
Jeyyani SSelvasegaran 150100202

Pembimbing :
Dr. Fitriyani Nasution, M.Gizi, SpGK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN
TATALAKSANA NUTRISI PADA ULKUS PEPTIKUM DAN GASTRITIS

Linna Dewi 150100009


Samuel Sembiring 150100162
Rafli Rizaldy Edwar 150100178
Karin Natasya Harahap 150100179
Aprillia Kusuma Putri 150100183
Jeyyani SSelvasegaran 150100202

PEMBIMBING

dr. Fitriyani Nasution, M.Gizi, SpGK

Penilaian Makalah :
Struktur :
Penilaian Topik Pembahasan :
Kedalaman Isi :
NILAI TOTAL :
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gastritis adalah salah satu gangguan pencernaan yang banyak diderita
masyarakat dunia. Hampir 10% penduduk dunia menderita gastritis. Berdasarkan
penelitian WHO, insiden gastritis di dunia telah mencapai sekitar 1,8-2,1 juta dari
jumlah penduduk setiap tahunnya. Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi.
Persentase angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%.
Berdasarkan data Depkes RI dari WHO pada tahun 2004 menyebutkan bahwa
Indonesia berada pada urutan keempat menurut jumlah penderita gastritis setelah
Amerika Serikat, Inggris dan Bangladesh dengan jumlah penderita gastritis sebanyak
430 juta orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes RI, angka
kejadian gastritis di Kota Surabaya telah mencapai 31,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
permasalahan gastritis di masyarakat cukup tinggi dan perlu mendapatkan perhatian
(Arikah & Muniroh, 2015).
Gastritis disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif dan defensif
lambung. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain adalah: asupan
nutrisi, kebiasaan merokok, konsumsi NSAID dan kopi. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Putri et al di Malang tahun 2010 pola makan ataupun asupan nutrisi
memiliki pengaruh terhadap terjadinya gastritis dengan nilai P = 0,009 (Putri et al,
2010).
Ketidakseimbangan antara faktor agresif dan defensif lambung dapat
menyebabkan inflamasi ataupun kerusakan pada mukosa lambung dan apabila terus
terjadi dapat menyebabkan erosi superfisial ataupun ulserasi. Peradangan yang
menembus sampai mukosa muskularis dapat menyebabkan ulkus peptikum. Ulkus
peptikum merupakan keadaan kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai
di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
erosi. Walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus (Raini & Isnawati, 2009).
Penyakit ulkus peptikum tidak dapat dianggap remeh. Masih banyak orang
awam yang belum paham apa dan bagaimana gejala, penanganan penyakit ulkus
peptikum secara benar. Penanganan penyakit ulkus peptikum secara benar
dimaksudkan untuk mencegah kekambuhan, komplikasi serta kematian (Putri, 2008).
Oleh karena itu asupan nutrisi bagi penderita dan ulkus peptikum harus
diperhatikan dengan baik agar dicapai kesembuhan yang optimal.

1.2. Tujuan Makalah


Makalah ini bertujuan untuk :
1. Membahas definisi, epidimiologi, etiologi, klasifikasi, manifestasi, tatalaksana nutrisi
pada ulkus peptikum dan gastritis
2. Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa program pendidikan profesi dokter

1.3. Manfaat Makalah


Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai
definisi, epidimiologi, etiologi, klasifikasi, manifestasi, tatalaksana nutrisi pada ulkus
peptikum dan gastritis.
Diharapkan kemudian dapat diterapkan dan dilaksanakan pada praktiknya di lapangan
ketika menghadapi pasien sebagai dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GASTRITIS
2.1.1. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung
yang bersifat akut, kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu
gastritis akut dan kronik.
2.1.2. Klasifikasi
a. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan sembuh sempurna. Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung
terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar
kasus merupakan penyakit yang ringan.
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit
yang berat adalah gastritis erosive atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis
hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung
dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kintinuitas mukosa
lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut.
b. Gastritis kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epithelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu
limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefinisikan secara histologis sebagai
peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling
ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub
epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-
kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi
kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal.
2.1.3. Epidimiologi
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan
negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis
di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu
Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan
persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang
14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%. Penelitian dan pengamatan
yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa
kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa
kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%,
Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh
pola makan yang kurang sehat (Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012
dengan kelengkapan laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan
gastritis berada pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus)
(Piero, 2014). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota
Bandarlampung, gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak
pada tahun 2013 maupun tahun 2014 (Dinkes kota Bandarlampung, 2014).
2.1.4. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi
(mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,
staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan
secondary syphilis.
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan
anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
d. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
e. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari.
2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala
defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia ( nafsu
makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut, atau
mual dan muntah. (Smeltzer dan Bare, 2001).
2.1.6. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.
Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan
faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif) pada mukosa
gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif
mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim
pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol dan
radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa
gastroduodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan
subepitelial (Pangestu, 2003).
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan
mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan
kimia termasuk ion hidrogen (Kumar, 2005). Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel
itu sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi
ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel (Kumar, 2005). Lapisan
pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapis
pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol
dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel
lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel
yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen,
naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan
etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum
bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek
masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price dan Wilson, 2005).
2.1.7. Diagnosa
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang sering dihubungkan dengan
gastritis yaitu nyeri panas atau pedih pada ulu hati disertai mual dan muntah. Keluhan
tersebut tidak bisa digunakan sebagai indikator dalam evaluasi keberhasilan terapi dari
gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
menegakkan diagnosis gastritis (Hirlan, 2009).
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.
Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis yang mengharuskan menampilkan
topografi. Gambaran endoskopi yang ditemukan adalah eritema, eksudatif, flat
erosison, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan histopatologi selain
menggambarkan perubahan morfologi, sering juga menggambarkan proses yang
mendasari misalnya autoimun, atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan yang
terjadi yaitu degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel
mononuklear, folikel limfoid, atropi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin, dan
kerusakan sel epitel. Pemeriksaan histopatologi juga menyertakan pemeriksaan
Helicobacter pylori (Hirlan, 2009).

2.2. Ulkus Peptikum


2.2.1. Definisi
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah
epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah
saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung asam/pepsin (Sanusi, 2011).
2.2.2. Klasifikasi
1. Ulkus duodenal
- 80% penyebab ulkus peptikum -> terjadi pada bagian proksimal usus halus (1/2-2cm)
dari pylorus
- Peningkatan sekresi asam, peningkatan partikel massa -> peningkatan respon produksi
asam
- Keluhan pada waktu kumat dapat beberapa hari-minggu kemudian hilang dengan
sendirinya
2. Ulkus lambung
- Ditemukan pada daerah fundus dan pylorus
- Perlukaan mukosa/mukosa muskularis
- HCL -> perlukaan di epithelium
- Difusi balik asam ke lambung/disfungsi sphingter pyloric
- Peradangan mukosa
- Aliran darah mukosa ke lambung menurun
- Histamin berespon -> produksi asam meningkat, vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler
2.2.3. Epidimiologi
Prevalensi ulkus peptikum di Indonesia pada beberapa penelitian ditemukan
antara 6-15% terutama pada usia 20-50 tahun (Suyono,2001). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (BPPK) Depkes (2008) menyatakan bahwa pada tahun
2005-2008, ulkus peptikum di Indonesia menempati urutan ke-10 dalam kategori
penyebab kematian pada kelompok umur 45-54 tahun pada laki-laki (2,7%).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikumberpindah dari yang predominan pada pria ke
frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-
11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami
penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkat pada
wanita usia tua. (Anand, 2012).
Ulkus peptikum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu ulkus gaster dan ulkus duodenum.
Lokasi terbanyak insiden ulkus peptikum yakni pada duodenum dengan prevalensi
sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol
sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai dibandingkan
dengan ulkus duodenum (Tarigan, 2009).
Di Indonesia ditemukan prevalensi ulkus duodenum sendiri sebanyak 14%.
Umur terbanyak yaitu antara umur 45-65 tahun dengan kecenderungan semakin tua
umur, semakin meningkat prevalensinya. Disamping itu keadaan ini lebih didominasi
oleh pria dibandingkan dengan wanita (Akil, 2009).
2.2.4. Etiologi
Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu, infeksi Helicobacter
pylori, dan penggunaan NSAID (Lam, 1994).
1. Infeksi Helicobacterpylori
Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori dan
penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat akibat
Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam salah satu penelitian,
pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan penderita ulkus duodenum dan 63%
merupakan penderita ulkus lambung positif terinfeksi Helicobacter pylori . Hasil ini lebih
rendah pada ras kulit putih dibandingkan ras yang tidak berkulit putih.
2. NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab umum. Obat
ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa rentan rusak. Sebanyak
30% orang dewasa yang menggunakan NSAID menderita efek samping pada saluran
gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus duodenum pada
penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur yang sudah tua,
perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan
penyakit penyerta yang parah.
Penelitian jangka panjang menemukan bahwa pasien dengan penyakit artritis dengan
umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin dosis rendah dapat
meningkatkan resiko dispepsia yang cukup parah apabila menghentikan penggunaan NS AID.
Walaupun prevalensi kerusakan saluran gastrointestinal akibat penggunaan NSAID
pada anak tidak diketahui, sepertinya bertambah, terutama pada anak-anak dengan penyakit
artritis kronis yang diobati dengan menggunakan NSAID. Ditemukan kasus ulserasi lambung
dari penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada anak-anak (Anand, 2012).
2.2.5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis utama ulkus peptikum adalah kronik dan nyeri epigastrium.
Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu
lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar, atau rasa
tidak enak. Remisi dan eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di
abdomen atas yang persisten. Pola nyeri – makan – hilang ini dapat saja tidak khas pada
ulkus peptikum. Bahkan pada beberapa penderita ulkus peptikum akan mengalami
penurunan berat badan. (Wilson, 2005).
2.2.6. Patogenesis
Patogenesis ulkus peptikum dan belum diketahui seluruhnya. Umumnya terjadi
akibat sekresi asam yang berlebihan dan gangguan ketahanan / integritas mukosa,
sehingga terjadi difusi balik ion H+ dari lumen usus masuk ke dalam mukosa.
Mekanisme keseimbangan antara faktor agresif (perusak) dan faktor defensif
(ketahanan mukosa) sangat penting untuk mempertahankan funsi dan integritas saluran
cerna. Faktor agresif yang utama adalam asam lambung dan pepsin. Faktor defensif
yang berperan adalah mucous barrier (mukus dan bikarbonat), mucosal resistance
barrier (resistensi mukosa), microcirculation (aliran darah mukosa), dan prostaglandin.
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan radiologis dan dipastikan dengan pemeriksaan endoskopi. Selain itu juga
dapat disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like
Organism) / PA (Pyloric Antrum), dan biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis
pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan
muntah.
Radiologi : Terlihat gambaran niche atau crater
Endoskopi : Terlihat ulkus gaster dengan pinggiran teratur, mukosa
licin, lipatan radiasi keluar dari pinggir ulkus secara
teratur
Hasil biopsi : Tidak menunjukkan adanya keganasan
Pemeriksaan CLO / PA : Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter
pylori dalam rangka eradikasi kuman
Patogenesis ulkus peptikum dan belum diketahui seluruhnya. Umumnya terjadi
akibat sekresi asam yang berlebihan dan gangguan ketahanan / integritas mukosa,
sehingga terjadi difusi balik ion H+ dari lumen usus masuk ke dalam mukosa.
Mekanisme keseimbangan antara faktor agresif (perusak) dan faktor defensif
(ketahanan mukosa) sangat penting untuk mempertahankan funsi dan integritas saluran
cerna. Faktor agresif yang utama adalam asam lambung dan pepsin. Faktor defensif
yang berperan adalah mucous barrier (mukus dan bikarbonat), mucosal resistance
barrier (resistensi mukosa), microcirculation (aliran darah mukosa), dan prostaglandin.
2.3. Tatalalsama Nutrisi pada Gastritis dan Ulkus Peptikum
Penyakit tukak peptik, termasuk juga yang berada di esophagus, lambung, dan
duodenum. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa helicobacter pylori
merupakan penyebab utama (95%) terjadinya tukak lambung dan duodenum. Sisanya
disebabkan oleh pemakaian NSAID serta produksi asam lambung yang berlebih.
Terapi untuk pasien yang terinfeksi helicobacter pylori adalah dengan cara
menyembuhkan ulkus dengan obat yang dapat menekan produksi asam lambung dan
menyembuhkan infeksi dengan antibiotik. Tidak ada bukti bahwa makanan, minuman
atau bumbu bumbu tertentu dapat menyebabkan tumbuhnya ataupun kambuhnya ulkus.
Pendekatan Medis Manfaat
Dapat menghilangkan makanan
Mencegah makanan yang tidak dapat di
penyebab nyeri atau rasa tidak nyaman
tolerir (lihat Diet Lunak Gastrointestinal
saat nyeri akut.
Obat antisekretorik (histamin H2
antagonist blocker), cimetidine Mengurangi sekresi asam lambung dan
(Tagamet), ranitidine (zantac), pepsin
famotidine (Pepcid), Nizatidine (axid)
Mencegah pertumbuhan
Antibiotic mikroorganisme seperti Helicobacter
pylori
Antasida Menetralkan ke asaman
Sucralfate (Carafate) Membuat pelapis protektif pada ulkus
Tabel 2.1. Tatalaksana Gastritis dan Ulkus Peptikum

2.3.1. Diet Lunak Gastrointestinal


Diet lunak gastrointestinal membatasi makanan mentah, terlalu berbumbu, dan
makanan yang digoreng. Diet ini mengandung fiber dalam jumlah sedang (30gr/hari).
Diet ini diindikasikan untuk pasien pasca operasi ataupun pasien yang mengalami iritasi
pada saluran pencernaan.
Kelompok makanan Dibolehkan Dieksklusi
Minuman dan susu Susu dan olahan susu Alkohol
Minuman sereal
Minuman soda
Kopi, teh
Roti dan biskuit Putih, gandum hitam tanpa Gandum kasar, roti dengan
biji, gandum halus biji, kacang ataupun
Biskuit polos kismis
Graham crackers Biscuit berbumbu
Sereal dan biji bijian Sereal masak maupun Dedak (Bran)
kering kecuali yang Sereal dengan kismis
dieksklusi Padi coklat dan liar
Spaghetti polos, macaroni,
mi, dan nasi
Makanan penutup Kue polos, kukis, pudding, Pastry, pai, kudapan
vla, es krim, sorbet, gelatin dengan kacang, buah
kering, buah dengan biji
atau kulit keras
Lemak Mentega Makanan goreng
Krim Saus
Bacon Kacang
Margarin Zaitun
Mayones
Buah dan jus Semua jus buah Buah mentah selain yang
Alpukat dibolehkan
Pisang Buah kering
Anggur dan jeruk Buah dengan biji atau kulit
Apel panggang keras
Buah kaleng: apricot, ceri,
persik, pir, nanas
Daging, ikan, poultry, Sapi, ikan, unggas tidak Daging, ikan atau ayam
keju, ayam, polong- digoreng Sosis
polongan Keju polos Telur goreng
Telur non goreng
Selai kacang halus
Sup Sup krim yang dibuat dari Sup sayur kecuali dengan
bahan-bahan yang bahan yang diperbolehkan
diperbolehkan
Gula dan permen Gula, sirup, madu Selai, selai jeruk, permen
yang mengandung kulit
keras, biji dan kacang
Sayur dan kentang Jus tomat Sayuran mentah
Asparagus masak, bit, Sayuran masak lainnya
wortel, kacang hijau, Sayuran goreng
kacang polong, jamur,
kentang, bayam, labu
musim panas, ubi, tomat,
labu musim panas
Lainnya Garam, bumbu bumbu, Merica merah, hitam,
kayu manis, paprika, putih
herba, ekstrak perasa, saus Lobak pedas, mustard,
acar, berondong jagung,
keripik kentang

Contoh Menu:

Pagi Siang Sore


Jus jeruk Daging panggang Sup tomat krim
Oatmeal Kentang halus Ayam panggang
Telur orak arik Wortel masak Nasi putih
Roti panggang Roti tawar Kacang hijau
Margarin Margarin Roti tawar
Jelly Kukis manis Margarin
Susu Teh manis Persik
Kopi Susu

Anda mungkin juga menyukai