Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gastritis adalah gangguan kesehatan yang sering muncul
akibat pola makan yang salah dan stres (Siswono, 2007). Penyakit gastritis
adalah suatu penyakit luka atau lecet pada mukosa lambung. Seseorang
penderita penyakit gastritis akan mengalami keluhan nyeri pada lambung,
mual, muntah, lemas, kembung, dan terasa sesak, nyeri pada ulu hati, tidak
ada nafsu makan, wajah pucat, suhu badan naik,keringat dingin, pusing atau
bersendawa serta dapat juga terjadi perdarahan saluran cerna (Suyono, 2008).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun 2014
bahwa Indonesia berada pada urutan keempat menurut banyaknya jumlah
penderita gastritis setelah Amerika Serikat, Inggris dan Bangladesh dengan
jumlah 430 juta penderita gastritis (Depkes RI, 2014). Di Negara-Negara Asia,
Indonesia berada pada urutan ke tiga setelah negara India dan Thailand yaitu
berjumlah 123 ribu penderita. Sedangkan di Indonesia sendiri kota yang
penduduknya paling banyak menderita penyakit gastritis adalah Kota Jakarta
yaitu 25 ribu penduduk. Pemicu dari penyakit gastritis di Jakarta yaitu
dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang padat dan berpotensi gila kerja
sehingga mengakibatkan makan menjadi tidak teratur dan banyak menderita
penyakit gastritis ini (Profil Dinkes, 2014).
Di Indonesia angka kejadian gastritis cukup tinggi. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis dibeberapa
kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di Kota Medan, lalu

di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%,
Bandung 32,5%, Palembang 35,5%, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2%. Hal
tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat (Depkes, 2014).
Di Sulawesi Selatan tahun 2015, menunjukkan bahwa kasus baru
penderita gastritis pada penderita rawat jalan di RS terdapat 5 kasus (0,16%)
yang berusia 0-28 hari, 43 kasus (0,35%) yang berusia 28 hari-<1 tahun, 15
kasus (0,03%) yang berusia 1-4 tahun, serta 916 kasus (2,23%) pada usia 60
tahun (Profil Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015).
Dinas Kesehatan Toraja Utara Tahun 2014 menurut urutan besar
penyakit di Puskesmas, gastritis menempati urutan ke-4 (Dinas Kesehatan
Toraja Utara 2014). Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas ini cenderung
tidak memperhatikan pola makan mereka, dikarenakan kebiasaan mereka
makan makanan yang mengandung gas seperti sayur kol dan nangka, selain itu
mereka juga cenderung makan makanan yang asam seperti asam pedas, asam
durian dan makanan pedas yang dapat merangsang dan meningkatkan asam
lambung, dan makanan tersebut yang paling berisiko meningkatkan gastritis
(Suratun, 2010).
Berdasarkan

Fenomena

Diatas

Maka

Peneliti

Tertarik

Untuk

Melakukan Suatu Penelitian Mengenai Hubungan Pola Makan Dengan


Kejadian Gastritis Di Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian tersebut Apakah Ada Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Gastritis Di Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara Tahun
2016?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Di
Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya Pola Makan Masyarakat Di Puskesmas

Tikala

Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016.


b. Diketahuinya Kejadian Gastritis Di Puskesmas Tikala Kabupaten
Toraja Utara Tahun 2016.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Puskesmas Tikala
Sebagai bahan masukan kepada petugas puskesmas dalam meningkatkan
pelayanan kepada penderita gastritis.
2. Bagi institusi
Penelitian ini dapat di jadikan tambahan kepustakaan institusi, agar
mahasiswa/mahasiswi dapat menjadikannya sebuah refrensi untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengembangan wawasan keilmuan
peneliti mengenai upaya pencegahan gastritis.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan acuan referensi dalam melakukan penelitian
dan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain di bidang Keperawatan
atau yang lebih berkembang dengan variabel-variabel yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Gastritis
1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung atau peradangan pada lapisan lambung Secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya inflitrasi sel-sel radang
pada daerah tersebut (Dermawan, 2010).
Gastritis merupakan radang jaringan dinding lambung yang timbul
akibat infeksi virus atau bakteri patogen yang masuk kedalam saluran
pencernaan (Mustakin, 2009).

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung gambaran klinis


yang ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Berdasarkan endoskopi
ditemukan edema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan
iregularitas mukosa (Nazir, 2011).
2. Tipe-tipe Gastritis
a. Gastritis Akut
Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor
agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh
sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas
penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan
sel inflamasi akut dan neutrofil (Smelter, 2008).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat
berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis
haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini
dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti
hilangya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat,
menyertai infeksi pada mukosa lambung (Okviani,2011).
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam
atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren
atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang
mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner & Suddarth, 2007).
Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :

1) Iritasi

yang

disebabkan

oleh

obat-obatan,

aspirin,

obat

antiinflamasi nonsteroid
2) Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan
3) Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas Leeds,
mengungkapkan stress dapat mempengaruhi kebiasaan makan
seseorang. Saat stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres
juga menyebabkan perubahan hormonal dalam tubuh dan
merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan.
Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan bisa
luka
4) Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau
sering makan berlebihan.
5) Menurut penelitian yang dilakukan Herlan pada tahun 2011 sekitar
20% faktor etiologi dari gastritis akut yaitu terlalu banyak
makanan yang berbumbu. Pada orang yang sering meminum
Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat menyebabkan
peradangan dan perlukaan pada lambung.
6) Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar,
sepsis. Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi
berbeda jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama
ditemukan didaerah antrum, namun dapat juga menjalar.
Sedangkan secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi

epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi Neutrofil yang minimal


(Sukarmin, 2012).
b. Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi
pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas selsel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit
neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas. Gastritis
kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran
pembagian tersebut.
1) Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis
kronik yaitu:
a) Gastritis kronik superfisialis
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada
lamina

propia

mukosa

superfisialis

dan

edema

yang

memisahkan kelenjer-kelenjer mukosa, sedangkan sel-sel


kelenjer tetap utuh sering dikatakan sebagai permulaan
gastritis kronik.
b) Gastritis kronik atrofik
Sebuka sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai
dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih nyata,
dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik superfisialis.
c) Atrofi Lambung

Atrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik.


Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan terpisah satu
sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan
sebukan sel-sel radang juga menurunkan mukosa menjadi
sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa perdarahan
menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.
d) Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologi kelenjer-kelenjer mukosa lambung
menjadi

kelenjer-kelenjer

mukkosa

usus

halus

yang

mengandung sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat


terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen
lambung tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak
pada beberapa bagian lambung.
2) Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi
menjadi
a) Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A)
Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada korpus
dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai, sering
dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer mengalami
kerusakan sehingga sekresi asam lambung menurun. Pada
manusia sel parietal juga berfungsi menghasilkan faktor
intrinsik oleh karena itu menyebabkan terjadi gangguan

absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan timbulnya anemia


pernisiosa.
b) Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B).
Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kuman
Helicobacter Pylori. Sehingga dengan meningkatnya keasaman
lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan.
Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma
oleh

bakteri

tersebut,

kemungkinan

diperparah

oleh

meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso.

c) Gastritis Tipe AB
Merupakan ganstritis yang distribusi anatomisnya menyebar
keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus cenderung
meningkat dengan bertambahnya usia.
3) Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronik yakni :
a) Aspek Imunologis
Hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi
jelas dengan auto antibodi terhadap faktor intrinsik lambung
(intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal (parietal sel antibodi)
pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibodi terhadap sel

parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis korpus


dalam berbagai gradasi. Pasien gastritis kronik yang antibodi
sel parietalnya positi8f dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:
(1) Secara histologis berbentuk gastritis kronik atrofik
predomas korpus, dapat menyebar ke antrum dan
hipergastremia.
(2) Gastritis autoimun adalah diagnosis histologis karena
secara endoskopik amat sukar menentukkkanya, kecuali
apabila sudah amat lanjut.
(3) Hipergastrinemia yang terjadi terus-menerus hebat dapat
memicu timbulnya karsinoid.

b) Aspek Bakteriologis
Untuk menentukan kaeadaan bakteri pada gastritis, biopsi
harus dilakukan pada saat pasien tidak mendapat antimikroba
selama 4 minggu. Bakteri yang paling penting sebagai
penyebab gastritis adalah helicobakter pylori. Selain mikroba
dan prose imunologis, faktor lain yang berpengaruh terhadap
patogenesis gastritis kronik adalah refluk kronik cairan
pankreatobillier, asam empedu dan lisolesitin (Suyono, 2008).
3. Gastrtitis Organik Dan Gastritis Fungsional

10

Sakit maag ini dikelompokkan menjadi penyakit maag yang


organik dan penyakit maag fungsional. Pembagian ini dilakukan setelah
melalui pemeriksaan terutama pemeriksaan endoskopi atau teropong
saluran cerna. Dispespsia fungsional ditetapkan jika dengan pemeriksaan
baik secara endoskopi, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan penyebab lain dari sakit maag tersebut
(Mila, 2008).
a. Gaastritis organik
Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil
endoskopi, terapi dilakukan berdasarkan kelainan yang ditemukan.
Kelainan yang termasuk ke dalam kelompok gastritis organik antara
lain gastritis hemoragik, duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum,
atau proses keganasan. Pada ulkus peptikum (ulkus gaster dan/ atau
ulkus duodenum), obat yang diberikan antara lain kombinasi PPI,
misal rabeprazole 2x20 mg/ lanzoprazole 2x30 mg dengan
mukoprotektor, misalnya rebamipide 3x100 mg.
b. Dispepsia fungsional
Apabila setelah investigasi dilakukan tidak ditemukan kerusakan
mukosa, terapi dapat diberikan sesuai dengan gangguan fungsional
yang ada. Penggunaan prokinetik seperti metoklopramid, domperidon,
cisaprid, itoprid dan lain sebagainya dapat memberikan perbaikan
gejala pada beberapa pasien dengan dispepsia fungsional. Hal ini
terkait dengan perlambatan pengosongan lambung sebagai salah satu

11

patofisiologi gastritis fungsional. Kewaspadaan harus diterapkan pada


penggunaan cisaprid oleh karena potensi komplikasi kardiovaskular.
Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada pasien
dengan gastritis fungsional masih terbatas. Dalam sebuah studi di
Jepang baru-baru ini menunjukkan perbaikan gejala yang signifikan
pada pasien gastritis fungsional yang mendapatkan agonis 5-HT1
dibandingkan plasebo. Di sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan
serotonin dan norepinerfrin tidak menunjukkan hasil yang lebih baik
dibanding plasebo. Gangguan psikologis, gangguan tidur, dan
sensitivitas reseptor serotonin sentral mungkin merupakan faktor
penting dalam respon terhadap terapi antidepresan pada pasien
gastritis fungsional (Rona, 2010).

4. Patofisiologi Gastritis
Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam
HCL) dan pepsi, erosi yang terkait berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat
mensekresi mukus cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL.
Seseorang

mungkin mengalami gastritis karena 2 faktor yaitu

hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barrier mukosa lambung. Pada

12

gastritis akut terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan


faktor defensive yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa
lambung. Faktor agresif tersebut HCL, pepsin, asam empedu, infeksi,
virus, bakteri dan bahan korosif (asam dan basa kuat). Sedangkan faktor
defensive adalah mukosa lambung dan mikro sirkulasi (Potter, 2008).
Dalam keadaan normal faktor defensive dapat mengatasi faktor
agresif sehingga tidak menimbulkan kelainan patologis pada lambung.
Tukak lambung/tukak peptik merupakan keadaan dimana kontinuitas
mukosa lambung terputus dan meluas sampai bawah epitel.

Patofisiologi Gastritis Akut dan Kronik


a. Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa
lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1) Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi
lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa
HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga
menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil dari penyawaan tersebut
akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat

13

maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi


gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
2) Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika
mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari
kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan
terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa
lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi
ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan
terjadi

perdarahan

yang

akan

menyebabkan

nyeri

dan

hypovolemik.
b. Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang
sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan
terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi
atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin
dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga
menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga
bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser (Suratum, 2010).
5. Penyebab Gastritis
a. Penyebab Gastritis akut
Dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, sebagian besar karena
gastritis erosif menyertai timbulnya keadaan klinis yang berat.

14

Keadaan yang sering menimbulkan gastritis erosif misalnya trauma


yang luas operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati yang
berat, sengatan luka bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia.
Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita
gastritis akut erosif ini. Gastritis akut jenis ini sering disebut Gastritis
stress (Warianto, 2011).
Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering
dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar
obat anti inflamasi non steroid (Rahmi, 2011).
Makan terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu
atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit ini. Penyabab
lain dari gastritis akut adalah mencakup alkohol, aspirin, refluks
empedu atau terapi radiasi (Brunner & Suddarth, 2007).
Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi),
kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim
infeksi Helicobacter Pylory lebih sering dianggap sebagai penyebab
gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epital yang
gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi non steroid
(NSAID) misalnya Indometarin, Ibuprofen, Nafroksen, Sulfonamida,
Steroid dan Etanol juga diketahui mengganggu sawar nukosa
lambung (Yanti, 2008).
b. Penyebab Gastritis kronik

15

Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronis yakni aspek


imunologi dan aspek mikrobiologis (Putri, 2010).
Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan gastritis
kronik menjadi jelas dengan ditemukannya auto antibodi terhadap
faktor intrinsik lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal
(Parietal Cell Antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa.
Antibody terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan
gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi. Pasiengastritis kronik
atropik predominasi korpus, dapat menyebar ke atrium dan
hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosa histologis
karena secara endoskopik amat sukar menentukannya kecuali sudah
amat lanjut. Hipergastrinemia yang terjadi terus menerus dan hebat
dapat memicu timbulnya karsinoid gastritis, tipe ini sulit dijumpai
(Suratum, 2010).
Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan bakteri pada
gastritis, biopsi harus dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat
antimikroba selama 4 (empat) minggu terakhir. Bakteri yang paling
penting sebagai penyebab gastritis adalah Helicobacter Pylory.
Gastritis yang ada hubungannya dengan Helicobacter Pylory lebih
sering dijumpai dan biasanya merupakan gastritis tipe ini. Atropi
mukosa lambung dapat terjadi pada banyak kasus setelah bertahuntahun mendapat infeksi Helicobacter Pylory. Atropi terbatas pada
atrium, pada korpus atau mengenai keduanya dalam stadium ini

16

pemeriksaan serologi terhadap Helicobacter Pylory lebih sering


memberi hasil negative (Mustakim, 2009).
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi
yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik
dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain
mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap
patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien,
empedu dan lisolesitin (Aprianto, 2009).
Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Gastritis Tipe A dan
gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai gastritis auto imun
diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi
dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun
seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory
mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat duodenum).
Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory (H. Pylory).
faktor lain seperti diet minum pedas atau panas, penggunaan obatobatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus ke dalam lambung
(Brunner & Suddarth, 2007).
6. Manifestasi Klinis Gastritis
a. Gastritis akut

17

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual,


kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul.

Ditemukan

pula

perdarahan

saluran

cerna

berupa

hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda


anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih
dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia
tertentu (Mansjoer, 2007).
Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan
Hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan
anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien
adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan
pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien
biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan
kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari. Keluhannya bervariasi,
mulai dari yang sangat ringan sampai asimtomatik sampai sangat
berat yang dapat membawa kematian (Baugman, 2011).
b. Gastritis kronis
Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala
defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia,
sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit atau mual dan
muntah (Ester, 2012).

18

Kebanyakan tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil


mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik
tidak dijumpai kelainan (Mansjoer, 2007).
7. Penatalaksanaan Gastritis
a. Gastritis akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet
lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk
mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2
Inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan
sebagai sifo protektor berupa sukralfat dan prostaglandin (Mansjoer,
2007).
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap
pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang
mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan
pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4.
Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap
dianjurkan (Dermawan, 2010).
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit
dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti
inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan
Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa (Eridha, 2009).

19

Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk


menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas, karena tidak ada
bukti klinis yang dapat menunjukkan manfaat tindakan tersebut untuk
menghenti-kan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian
antasida, antagenis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera
berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera
normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa.
Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya
dilakukan hanya atas dasar abolut (Erna, 2010).
Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala, dilanjutkan diet
tidak mengiritasi. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena.
Bila terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada
hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan
dengan alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi
(Mustakim, 2009).
b. Gastritis kronis
Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan

20

menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral)
(Dermawan, 2010).
Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis altrofik atau fundal,
karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A
merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan oleh adanya
auto antibodi terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor
intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chief
Cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya
kadar gastrin (Baugman, 2011).
Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena
umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A. Penyebab utama
gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory. Faktor
etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang
berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan terjadinya ulkus
peptikum dan karsinoma (Suyono, 2008).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit
yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan
antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian
lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia
defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka

21

penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi


pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai (Yuliarti, 2009).
Gastritis

kronis

diatasi

dengan

memodifikasi

diet

dan

meningkatkan istirahat mengurangi dan memulai farmakoterapi.


Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti
Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut(Pepto bismol). Pasien
dengan Gastritis Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin
B.12 (Suyono, 2008).
8. Pencegahan Gastritis
Walaupun kita tidak bisa selalu menghilangkan Helicobacter pylori, tetapi
timbulnya gastritis dapat dicegah dengan hal-hal berikut :
a. Menurut sejumlah penelitian, makan dalam jumlah kecil tapi sering
serta memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung,
seperti nasi, jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam
lambung. Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung,
misalkan makanan yang pedas, asam, dogoreng, dan berlemak.
b. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi
alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung, bahkan
menyebabkan

lapisan

dalam

lambung

terkelupas

sehingga

menyebabkan peradangan dan perdarahan di lambung.


c. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung.
Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis

22

maupun ulser. Merokok juga akan meningkatkan asam lambung,


melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan risiko kanker lambung.
d. Ganti obat penghilang rasa sakit, jika memungkinkan jangan
menggunakan obat pengialng rasa sakit dari golongan NSAIDs,
seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen dan obat-obat tersebut dapat
mengiritasi lambung.
e. Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit maag.
f. Memelihara tubuh. Problem saluran pencernaan seperti rasa terbakar
di lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang
yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas). Oleh karena itu,
memelihara berat badan agar tetap ideal dapat mencegah terjadinya
sakit maag.
g. Memperbanyak olahraga. Olahraga aerobik dapat meningkatkan detak
jantung yang dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga
mendorong isi perut dilepaskan dengan lebih cepat. Disarankan
aerobik dilakuakn setidaknya selam 30 menit setiap harinya.
h. Manajemen stres. Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan
stroke. Kejadian ini akan menekan respons imun dan akan
mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain itu, kejadian ini juga akan
meningkatkan produksi asam lambung dan menekan pencernaan.
Tingkat stres seseorang berbeda-beda untuk setiap orang. Untuk
menurunkan tingkat stress anda disarankan banyak mengkonsumsi
makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta

23

selalu menenangkan pikiran. Anda dapat menenangkan pikiran dengan


melakukan meditasi atau yoga untuk menurunkan tekanan darah,
kelelahan dan rasa letih (Eridha, 2009).
B. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan
1. Pengertian.
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah
atau jenis makanan dengan maksud tertentu (Anonym, 2009).
Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai
suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat.
Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah
suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis bahan makanan
dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi,
mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari
merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan
makan setiap harinya (Erna, 2010).
Pola makan yang baik selalu mengacu kepada gizi yang seimbang
yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan seimbang.
Tidak diragukan, terdapat enam unsur gizi yang harus dipenuhi yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, lemak
dan protein merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan
vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran
metabolisme tubuh. Kebutuhan zat gizi tubuh hanya dapat terpenuhi
dengan pola makan yang bervariasi dan beragam, sebab tidak ada satupun
bahan makanan yang mengandung makro dan mikronutrien yang lengakap

24

maka semakin beragam, semakin bervariasi dan semakin lengkap jenis


makanan yang kita peroleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi
untuk mewujudkan kesehatan yang optimal (Purtiantini, 2012).
Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada
waktu tertentu. (Baliwati, 2006). Sedangkan menurut Santosa dan Anne,
(2006) mengatakan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang
memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan oleh setiap orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok
masyarakat tertentu (Rona, 2010).
Pendapat pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum
bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan dan frekwensi
makan.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
a. Budaya
Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi.
Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang di
inginkannya. Sebagai contoh nasi untuk orang-orang asia dan orientalis,
pasta untuk orang-orang Italia, carry untuk orang India merupakan
makanan

pokok,

selain

makanan-makanan

lain

yang

mulai

ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang


pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian selatan
lebih banyak menyukai goreng-gorengan.
b. Agama/kepercayaan

25

Agama/ kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang


dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Ortodoks
mengharamkan daging babi, agama Roma Khatolik melarang makan
daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang
pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.
c. Status sosial ekonomi
Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut
dipengaruhi oleh status social dan ekonomi. Sebagai contoh, orang
kelas menengah kebawah atau orang miskin di desa tidak sanggup
membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal.
Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan
yang mahal harganya. Kelompok social juga berpengaruh terhadap
kebiasaan makan, misalnya kerang dan seafood disukai oleh beberapa
kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih
menyukai hamburger dan pizza.
d. Personal preference
Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap
kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan
makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah
tidak suka ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka
makan kerang, begitu juga dengan anak perempuannya. Perasaan suka
dan tidak suka seseorang terhadap makan tergantung asosiasinya
terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek
dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering
dihidanghkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya,

26

akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak
bibinya.
e. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan
karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu
makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan
seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan
puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat
pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa
kenyang dilakukan oleh system sraf pusat, yaitu hipotalamus.
f. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.
Sariawan atau gigi yang sakit sering kali membuat individu memilih
makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan,
memilih menahan lapar daripada makan. Pola makan yang dianjurkan
adalah pola yang sumbangan energinya 60-70% berasal dari karbohidrat
, 15-20% dari protein dan 20-30% dari lemak, disamping cukup akan
vitamin, mineral dan serat. Pola makan tersebut terbagi dalam 3 periode
yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Peranan sarapan tidak
boleh diabaikan, karena makanan menentukan kerja tubuh dari pagi
hingga siang hari.
3. Tujuan Makan
a. Memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan
b. Mengganti sel tubuh yang rusak
c. Mengatur metabolisme tubuh
d. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Uripi,
2006).
4. Tujuan Makanan Yang Kita Makan
a. Untuk menyediakan berbagai nutrisi bagi tubuh.

27

Ada enam kelas utama nutrisi penting yang ditemukan dalam makanan
yaitu:
1) Karbohidrat
2) Lemak
3) Protein
4) Vitamin
5) Mineral
6) Air
5. Jumlah/Porsi Makanan Yang Dikonsumsi
WHO, secara sederhana menggambarkan kebutuhan pangan yang
dikonsumsi sebagai sebuah piramida makanan. Bagian terbawah piramida
makanan tersusun atas bahan-bahan pangan sumber karbohidrat (roti, nasi,
seral, pasta, jagung dan lain-lain), yang dianjurkan untuk dikonsumsi
sebanyak 6-11 porsi sehari. Bagian tengah piramida terdiri atas 2-4 porsi
buah-buahan, 3-5 porsi sayur- sayuran, 2-3 porsi daging, unggas, ikan,
telur, dan kacang-kacangan. Sedangkan bagian atas piramida hanya terdiri
atas sedikit lemak, minyak dan pemanis gula (Prita, 2010).
Sebagai pedoman secara umum setiap hari dianjurkan makan tiga
kali sehari yang terdiri dari 1 piring nasi atau penukarnya, 1 potong ikan
atau penukarnya, 1 potong tempe atau penukarnya, 1 mangkok sayuran dan
buah-buahan. Kita harus menyeimbangkan jumlah kalori yang masuk
dengan jumlah energy yang dikeluarkan. Porsi merupakan suatu ukuran
maupun takaran makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Dalam
mengkonsumsi makanan haruslah seimbang dengan kebutuhan remaja atau
dewasa yang disesuaikan dengan umur dan porsi ini disesuaikan dengan
piramide makanan yaitu karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan protein
15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari energi yang

28

dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan berat badan. Jumlah (porsi)


standar yaitu:
a. Makanan pokok
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie, jumlah atau porsi
makanan pokok terdiri dari nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie
untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.
b. Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lau hewani,
jumlah atau porsinya: daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram,
tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong).
c. Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari dari tumbuhtumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan
sayuran antara lain: sayur 100 gram.
d. Buah
Buah merupakan sumber vitamin terutama karoten, vitamin B1, vitamin
B6, vitamin C, dan sumber mineral, jumlah atau porsi buah ukuran
buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.
e. Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan
pagi, makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan
selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).
f. Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolisme tubuh, tiap
jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya
untuk air putih dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter
perhari), atau susu 1 gelas (200 gram). Jumlah (porsi) makanan tersebut
di atas adalah sesuai dengan anjuran makanan menurut Achmad (2006).
Menurut Anonym (2009) bahwa porsi yang tepat pada saat makan
memainkan peranan besar untuk menurunkan dan mempertahankan berat

29

badan. Menghidangkan porsi untuk semua kelompok makanan yang


menentukan jumlah jenis tertentu nakanan yang harus dikonsumsi saat
makan. Porsi yang tepat dan baik makan yang baik adalah:
a. Karbohidrat
Setengah cangkir beras, kentang tumbuk atau pasta adalah setara
dengan satu porsi sekitar ukuran satu sendok es cream. Sebuah kentang
kecil dipanggang, wafel atau sepotong roti juga satu porsi. Satu porsi
roti jagung atau roll adalah seukuran sebatang sabun.
b. Sayuran dan buah-buahan
Satu porsi sayuran setara dengan secangkir sayuran yang dimasak atau
cangkir jus sayuran. Satu porsi buah setara dengan setengah cangkir
berry, apel sedang, atau setengah jeruk atau mangga. Sayuran dan buah
harus seukuran kepalan tangan.
c. Daging, susu dan kacang
Satu porsi daging sama dengan tiga ons, sekitar satu dada ayam atau
pon daging ukuran telapak tangan atau setumpuk kartu. Tiga ons ikan
adalah ukuran buku cek. Satu porsi susu sama dengan - 1 ons keju
atau satu cangkir susu atau yoguart. Satu cangkir kacang dimasak sama
dengan ukuran kepalan atau bola tenis.
d. Satu porsi makanan ringan sama dengan tiga atau empat crackers,
segenggam keripik atau pretzel, satu sendok es criem atau satu ons
coklat. Satu porsi mentega adalah seukuran perangko tetapi setebal jari.
Satu porsi salad dressing sama dengan dua sendok makan seukuran bola
ping-pong.
6. Jenis makanan yang dikonsumsi
a. Makanan Utama

30

Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa


makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan
pokok, seperti nasi, lauk pauk, sayur, buah, dan minum.Makanan pokok
adalah makanan yang dianggap memegang peranan penting dalam
susunan hidangan. Pada umumnya makanan berfungsi sebagai sumber
energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang.

b. Makanan Selingan
Makanan selingan adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun
yang dijual di depan rumah atau di toko atau di supermarket. Makanan
selingan menurut bentuknya terdiri dari :
1) Makanan selingan bentuk kering seperti kripik pisang, kripik
singkong, kacang telor, pop corn dan sebagainya.
2) Makanan selingan berbentuk basah seperti lemper, semar, mendem,
tahu isi, pastel, pisang goreng dan sebagainya.
3) Makanan selingan berbentuk kuah seperti bakso, mie ayam, empekempek, mie ketupat dan sebagainya.
7. Fungsi makanan
Setiap makhluk hidup akan membutuhkan makanan untuk dapat tetap
bertahan hidup. Mengapa manusia memerlukan makanan? karena makanan
diperlukan tubuh manusia untuk pertumbuhan dan melakukan kegiatan
sehingga tubuh tetap sehat. Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi
tanpa makanan yang sehat. Makanan yang sehat adalah makanan yang
mengandung semua zat gizi. Zat gizi tesebut di butuhkan tubuh untuk
memperoleh energi. Selain itu, zat gizi digunakan untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan sel-sel tubuh serta memelihara kesehatan. Zat zat

31

makanan yang diperlukan tubuh diantaranya karbohidrat, protein, lemak,


vitamin, mineral dan, air.
Berikut ini merupakan fungsi umum dari makanan yang kita makan setiap
hari:
a. Untuk memberikan tenaga atau energi pada tubuh makhluk hidup
sehingga dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.
b. Sumber pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit
c. Sumber pembangun tubuh baik untuk pertumbuhan maupun perbaikan
tubuh.
d. Sebagai sumber bahan pengganti sel-sel tua yang usang dimakan usia.
e. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan, misalnya
keseimbangan air, keseimbangan asam-basah dan keseimbangan
mineral didalam cairan tubuh.
8. Frekwensi Makan
Menu sehari (frekuensi makan) adalah susunan hidangan yang
disajikan dalam sehari beberapa kali waktu makan. Frekuensi makan adalah
jumlah waktu makan dalam sehari meliputi makanan lengkap (full meat)
dan makan selingan (snack). Makanan lengkap biasanya diberikan tiga kali
sehari (makan pagi, makan siang dan makan malam), sedangkan makanan
selingan biasa diberikan antara makan pagi dan makan siang, antara makan
siang dan makan malam atau setelah makan malam. Frekuensi makan di
suatu institusi berkisar anatara tiga hingga enam kali sehari tergantung dari
biaya tenaga kerja yang tersedian.
Frekwensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik
kwalitatif maupun kwantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh
melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai ke usus halus. Lama
makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Umumnya

32

lambung kosong antara 3-4 jam maka jadwal makan inipun menyesuaikan
dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Frekuensi yang telah distandarkan oleh Depkes di mana anjuran
makan satu hari rata-rata remaja/dewasa secara umum orang Indonesia
dengan energi 2550 kkl dan protein 60 bagi laki-laki dan bagi perempuan
1900 dan proteinnya 50. (Depkes RI, 2009). Orang yang memiliki pola
makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut
harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa
nyeri . Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap
waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya
kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga
tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung
terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam
lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat
mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar
epigastrium. Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung
sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada
lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke
kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar.
9. Jadwal makan
Jadwal makanan sama dengan manusia pada umumnya, yaitu pagi
(jam 07.00-08.00), selingan (jam 10.00) siang (jam 13.00-14.00), selingan

33

(jam 17.00) sore/malam (jam 19.00). Jadwal adalah teratur makan pagi,
selingan pagi, makan siang, selingan siang dan makan malam, makan ini
sama dengan manusia pada umumnya, yaitu pagi, siang dan sore. Disini
hanya ditekankan untuk mengkonsumsi makanan yang tidak menyebabkan
pengeluaran asam lambung secara berlebih. Jadi jadwal makan harus
teratur, lebih baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur
daripada makan dalam porsi banyak tapi tidak teratur (Almatsier, 2010).
Direktorat Gizi Masyarakat Republik Indonesia mengeluarkan
Pedoman Umum Gizi seimbang sebagai berikut:
a. Makan aneka ragam makanan
b. Makan makanan untuk memenuhi kecukupan energy
c. Makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energy
d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
10.

energy
Gunakan garam beryodium
Makan makanan sumber zat besi
Berikan ASI pada bayi
Biasakan makan pagi
Minum air bersih, aman yang cukup jumlahnya
Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
Hindari minum minuman beralkohol
Makan makanan yang aman bagi kesehatan
Beri label pada makanan yang dikemas.
Cara Pengolahan Makanan
Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapat diolah

dengan cara sebagai berikut :


a. Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan degan cara merebus
suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai
mencapai titik didih 1000 C.
b. Memasang (braising) adalah cara memasak makanan dengan
menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah
dengan teknik ini adalah daging.

34

c. Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam uap


air.
d. Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi
setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.
Agar zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan tidak banyak rusak
atau hilang, maka makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut:
a. Memasak lebih dekat dengan waktu makan.
b. Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (pressure cooker).
c. Memasak bahan makanan dalam keadaan utuh lebih baik daripada
memasak potongan terutama sayuran yang umumnya mengandung
vitamin B dan C yang mudah larut dalam air.
d. Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotongpotong terlebih dahulu.
e. Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu
11.

lama karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak yang hilang.
Membentuk Pola Makan yang Baik
Pola makan yang baik merupakan hasil dari sebuah rangkaian

proses upaya untuk membentuk pola makan yang baik hendaknya


dilaksanakan secara dini. Lingkungan sangat besar peranannya dalam
membentuk pola makan seseorang. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
dalam membentuk pola makan yang baik yaitu :
a. Menyediakan makanan yang bervariasi.
b. Makan makanan sumber tepung-tepungan, lauk pauk, sayuran dan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
12.

buah.
Kurangi makanan belemak.
Batasi makanan bergula.
Kurangi makanan yang banyak mengandung garam.
Makan teratur.
Memberikan pengetahuan gizi.
Menciptakan suasana yang menggembirakan saat makan.
Menananmkan norma-norma yang berkaitan dengan makanan.
Menanamkan adat sopan santun saat makan.
Hubungan pola makan dengan kejadian Gastritis

35

Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur


sehingga lambung menjadi sensitive bila asam lambung meningkat. Pola
makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan
gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah
kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan
makanan sebagai upaya unuk memperbaiki kondisi pencernaan. Terjadinya
gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yaitu
frekuensi makan, jenis makan, dan jumlah makanan. Pola makan yang
baik mencegah terjadinya gastritis. Pada kasus gastritis, frekuensi makan
yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan tidak banyak.
Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung.
Konsumsi jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis,
pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi
seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi, 2008).

BAB III
KERANGKA KONSEP

36

A. Kerangka konsep
Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang Hubungan
Pola

Makan

Dengan

Kejadian

Gastritis

Di

Puskesmas

Tikala

Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016 dan berdasarkan konsep-konsep


teoritis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dikembangkan kerangka
konsep sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Pola Makan
Gaya hidup
Pengetahuan

Kejadian Gastritis

Perilaku
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
B. Hipotesis
Gambar 3.1
Ada Hubungan Pola Makan Dengan
Gastritis Di Puskesmas
Kerangka Kejadian
Konsep
Tikala Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016
C. Defenisi Operasional
Variabel

Defenisi
operasional

Kriteria Objektif

Kejadian
Gastritis

Suatu
peradangan
atau perdarahan pada
mukosa
lambung
yang
disebabkan
oleh faktor iritasi,
infeksi,
dan
ketidakteraturan
dalam pola makan
misalnya
makan
terlalu banyak,cepat,
telat makan,makan

Terjadi Gastritis jika Ordinal


terdiagnosa
oleh
dokter
Tidak
terjadi
Gastritis
jika
terdiagnosa
oleh
dokter

37

Skala

Alat
ukur
Kuesione
r

Pola Makan

makanan
yang
terlalu
banyak
bumbu dan pedas
Menggambarkan
frekuensi
makan,
jenis
makanan,
waktu makan, dan
jumlah
makanan
responden.

Baik : jika skor Ordinal


jawaban 15
Kurang: jika skor
jawaban < 15

Kuesione
r

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan cross sectional

yaitu

untuk mengetahui Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Di


Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara Tahun 2016.
B. Lokasi Dan Waktu
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja
Utara Tahun 2016.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai pada bulan April tahun 2016.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi

38

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti


(Hidayat, 2007). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah subjek yang diambil dari populasi
yang memenuhi kriteria insklusi yang diambil dengan metode purposive
sampling.
a. Kriteria Inklusi :
1) Pasien yang bersedia menjadi responden.
2) Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tikala
b. Kriteria Eksklusi :
1) Pasien yang buta huruf.
2) Pasien dalam keadaan tidak sadar .
D. Teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel dengan menggunakan total
sampling yaitu memilih sampel dengan memilih seluruh populasi yang ada.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang dipakai pada penelitian ini berbentuk kuesioner. Kuesioner
penelitian ini terdiri dari 10 pertanyaan tentang pola makan dan 5 pertanyaan
untuk kejadian gastritis yang menggunakan skala Guttman dengan jawaban
Ya atau Tidak. Untuk jawaban Ya diberi nilai 2, bila jawaban Tidak
diberi nilai 1.
Sebelumnya peneliti membuat inform concent (persetujuan) terlebih dulu
kepada responden bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah
responden setuju baru peneliti membagikan kuisioner tersebut yang berisi
daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di di wilayah kerja Puskesmas
Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi tempat penelitian dan populasi target

39

2. Mengadukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian dari


institusi ke Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara.
3. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai subjek
penelitian tanpa diberi nama tetapi diberi kode khusus.
G. Pengolahan Data
Kuesioner yang telah terkumpul diperiksa ulang untuk mengetahui
kelengkapan isi datanya setelah data lengkap atau dikelompokkan dan
ditabulasi berdasarkan sub variabel yang diteliti kemudian dilakukan
penilaian masing-masing sub variabel sebagai berikut :
1. Editing
Meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang telah diisi dalam hal ini
meliputi kelengkapan dan kesalahan dalam pengisian pertanyaan yang
telah diberikan pada responden.
2. Koding
Dilakukan dengan cara meneliti kembali setiap data yang ada kemudian
memberi kode pada jawaban yang telah tersedia di lembar pertanyaan
sesuai dengan jawaban responden.
3. Skoring
Dilakukan dengan memberikan nilai sesuai dengan skor yang telah
ditentukan.
4. Tabulasi
Tabulasi data merupakan lanjutan dan pengkodean pada proses pengolahan
data dalam bentuk distribusi frekuensi.
H. Analisa data
1. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dan
persentase dari tiap variabel independen dengan dependen, dengan
menggunakan rumus persentase:

40

P =

F
X
N

100%

Dimana :
P : Presentase yang dicari
F : Jumlah pengamatan
N : Jumlah sampel
2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel
bebas secara sendiri-sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan
uji statistik Chi-Square dan tingkat kemaknaan ()=0,05. Dikatakan ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen jika nilai
p < = 0,05. Adapun uji statistic yang digunakan adalah baik analisis
univariat maupun bivariat akan dilakukan dengan menggunakan bantuan
computer yaitu program SPSS versi 21.

Dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat yaitu :


x

( f 0f h )2
Fh

Keterangan :
x2
= Chi Kuadrat (hubungan variabel dependen dan variabel
independen)
F0
= Frekuensi yang di observasi (nilai observasi)
Fh
= Frekuensi yang diharapkan dihitung (nilai sampel)

= Jumlah
I. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu system yang harus dipatuhi oleh peneliti
saat melakukan penelitian yang melibatkan manusia sebagai responden

41

meliputi kebebasan dan ancaman, kebebasan dari ekploitasi, keuntungan dari


penelitian tersebut dan resiko yang didapatkan (Polit & Beck, 2012).
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan meminta izin institusi
STIKES Tana Toraja dan Puskesmas Tikala.
Setelah mendapat persetujaun, peneliti melakukan penelitian dengan
berpegang pada beberapa prinsip etik yaitu self determination, anonymity atau
confidentiality, protection from discomfort, beneficence and justince (polit &
Beck, 2012).
1. Prinsip Self Determination artinya peneliti menghargai otonomi individu
untuk membuat keputusan terhadap dirinya sendiri. Prisip ini berdasarkan
pada prisip etik respect for autonomy. Prisip ini diaplikasikan peneliti
melalui informed consent
2. Prinsip anonymity atau confidentiality prisip ini dipalikasikan dalam
kegiatan penelitian ini dengan cara tidak mencantumkan nama responden.
3. Prinsip protection from discomfort yaitu peneliti melinfungi hak responden
untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan selama kegiatan
penelitian.
4. Prinsip beneficence yaitu pada prinsip ini peneliti berusaha untuk selalu
melakukan penelitian yang memberikan manfaat.
5. Prinsip justince yaitu berdasarkan prinsip ini peneliti menerapkan keadilan
dan tidak melakukan diskriminasi.

42

DAFTAR PUSTAKA

Aprianto. 2009. Faktor Risiko Gastritis pada pasien di Rumah Sakit Umum
Daerah Lubuan Baji dan Rumah Sakit Pelamonia Tinkat II Kota Makassar
Tahun 2009. Makassar.
Anonym. 2009. Pola makan Sehat. http://gayahidupsehat.org/pola-makan-sehat/.

Baughman, D. 2011 : Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC.


Dedi .S. 2012 : Hubungan antara pola makan dengan penyakit gastritis pada
mahasiswa indekos Di STIKES Payung Negeri dikelurahan Labuh Baru
Kecamatan Payung Sekaki . Pekanbaru
Dermawan, D & Rahyuningsih, T. 2010. Keperawatan medikal bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta: Goysen publishing.
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan.
2014. Jakarta :
DepartemenKesehatanRI.
(2014).Rencana.pembangunan.kesehatan.menuju.indonesia.
sehat.2015.Jakarta.

43

Eridha, N. 2009. Gambaran pengetahuan dan perilaku pencegahan gastritis pada


mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara Medan
Erna. 2010 : Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
SMKN 06 Padang.
Harna. 2009 : Pola Makan Sehat. www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair
bab1.pdf. Diakses pada tanggal 29 maret 2016
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2014 [On
Line]. Dari : http://www.depkes.go.id/ [30 Maret 2016].
Maulidiyah U. 2011. Hubungan Antara Stres dan Kebiasaan Makan dengan
Terjadinya
Kekambuhan
Penyakit
Gastritis.
Dari
http://adln.lib.unair.ac.id/.Jakarta
Mustakim. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta
Nazir, ABD ; dkk. 2011. Buku Ajar Metodologi Kesehatan. Yogyakarta
Oktavia, P. 2011 ; Hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan
gastritis pada pasien di rumah sakit Wismarini Pringsewu: Lampung
Okviani, W. 2011 . Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-.Diakses
tanggal 30 Maret 2016
Potter, Patricia A. 2008. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
dan Praktek: EGC. Jakarta
Purtiantini. 2012 : Hubungan pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010
dengan kejadian penyakit Gastritis di FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Putri

RSM, Agustin H, Wulansari.2010 : Hubungan Pola Makan


dengan Timbulnya Gastritis pada Pasien di Universitas Muhammadiyah
Malang Medical Center.

Rahmi, K. 2011 ; Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Gastritis pada


pasien yang berobat jalan di Puskesmas Gulai Bancah. Bukit Tinggi
Rona, dkk.2010. Hubungan Pola Makan dengan Timbulnya Gastritis pada Pasien
di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center ( UMC )Malang
Sitorus, R. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. CV.Yrama Widya, Bandung
Smelter,S.C.2008. Keperawatan medikal bedah. Jakarta:EGC
Sukarmin. 2012; Keperawatan pada sistem pencernaan.
Yogyakarta

44

Pustaka Pelajar.

Sulastri. 2012; Gambaran Pola Makan penderita Gastritis di wilayah kerja


Puskesmas Kampar Kiri Hulu.Kampar Riau
Suratum, 2010 : Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Trans Info Medika, Jakarta
Suyono, S. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Yanti, R. 2008. Pengaruh Kebiasaan Merokok, Konsumsi Non Steroid Anti
Unflamatory Drugs (NSAID) dan Kopi terhadap Kejadian Gastritis di
Puskesmas Mulyorejo Surabaya.
Yuliarti. 2009. : Maag : Kenali, Hindari dan Obati. Andi. Yogyakarta
Zilmawati R.(2009) : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gastritis
pada Mahasiswa Tingkat IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Baiturrahmah Padang [Skripsi]. Padang.
Warianto, Chaidar. (2011). Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.
Santoso,S.(2008).Kesehatan dan gizi.Jakarta:RinekaCipta.
Mila, K. (2011) ; faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis
pada pasien di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu : Semarang.

45

18. Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. Profil


Kesehatan Kota Bukittinggi 2009.
Bukittinggi : Dinas Kesehatan Kota
Bukittinggi; 2010.
19. Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. Profil
Kesehatan Kota Bukittinggi 2010.
Bukittinggi : Dinas Kesehatan Kota
Bukittinggi; 2011.
20. Laporan Tahunan Puskesmas Gulai
Bancah 2008-2011.

Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola Makan.
Jogjakarta : Laksana.
Okviani. 2011. Frekuensi Makan. http://blogspot.com/2012/05/pengertian-frekuensimakan.html.
Rehan. 2009. Penyakit Maag. http://techniquestips.com/makanan-sehat/.
1 Putri, Rona Sari Mahaji, Agustin, Hanum & Wulansari. 2010. Hubungan Pola

Makan

dengan

Timbulnya

Gastritis

pada

Pasien

di

Universitas

Muhammadiyah Malang Medical Center (UMC). http://ejournal.umm.ac.id,


2

[diakses pada 23 Oktober 2012]


Anonim. KTI Komunitas Diare. 2009. http://ebookperawat.blogspot.com.

[diakses pada 10 Maret 2012]


Mutiasari. 2003. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Gastritis pada Santri Pondok Pesantren DDI Mangkoso Kabupaten Barru.

(Skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin


Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2012. Laporan Data Angka Kesakitan 2011.

Makassar: Dinas Kesehatan Kota Makassar


Sebayang, Erindha Nonita. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan
Gastritis pada Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. 2011. Tersedia http://repository.usu.ac.id, [diakses pada 23 Februari

2012]
Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya

46

Safitri, Dyah Ayu. 2011. Hubungan Antara Pola Makan dengan Kejadian
Gastritis

pada

Siswi-Siswi

SMA

Negeri

Bayat

Klaten.

http://perpus.stikesmukla.ac.id, [diakses pada 23 Oktober 2012]


Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media


Surya, A, Marisa dkk. 2009. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dan Minum Kopi dengan
Kejadian Gastritis Di Dusun Turi, Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

http://ejournal.umm.ac.id, [diakses pada 23 Oktober 2012]


10 Price, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
11 Suparyanto. Etiologi dan Penanganan

Gastritis.

2012.

http://dr-

suparyanto.blogspot.com, [diakses pada 23 Oktober 2012]


12 Sriati, A. 2008. Tinjauan tentang Stres. Jatinagor: FIK Universitas Padjajaran
13 Gustin, Rahmi Kurnia. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan di Puskesmas Gulai
Bancah Kota Bukit Tinggi. http://repository.unand.ac.id, [diakses pada 23
Oktober 2012]

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pola Makan
1. Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan

47

makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari
suatu kelompok masyarakat tertentu (Harna,2009).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).
2. Pola Makan terdiri dari :
a. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung.
Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam
secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagian zat gizi sebelum tiba
makan siang. Lebih baik lagi jika makanan ringan sekitar pukul 10.00. Menu
sarapan yang baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup
air untuk mempermudah pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi. Pilihlah
menu yang praktis dan mudah di siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena
penting dan mempersiapkan energi dalam beraktivitas dalam sehari.
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan
serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan
rasa bosan. Sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan seha
memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu yang tersusun oleh
kombinasi bahan makanan yang memperhitung dengan tepat akan memberikan
hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan
makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
c. Tujuan Makan
Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi
yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur
metabolism ubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit.
d. Fungsi Makanan
Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain :
1) Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping
memperbaiki bagian tubuh yang rusak.
2) Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan
bekerja.
3) Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman yang
berarti mempunyai dampak posiif terhadap kesehatan. Dengan demikian,
kecukupan akan makanan mempunyai arti biologis dan psikologis.
e. Cara pengolahan makanan
Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapa diolah dengan cara sebagai
berikut :

48

1) Merebus (Boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu


cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panic sampai mencapai titik didih
(100C).
2) Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan
sediki cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah
daging.
3) Bumbu-bumbuan (Simmering), hamper sama dengan mengukus tapi setelah
dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-zat gizi yang
terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang, makanan sebaiknya
diolah dengan cara sebagai berikut :
a) Memasak lebih dekat dengan waktu makan.
b) Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (Pressure cooker).
c) Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotong-potong
terlebih dahulu.
d) Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama
karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak hilang.
f. Jumlah (porsi) Makanan
Jumlah atau porsi merupakan suau ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain :
1) Makanan pokok
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau porsi makan
pokok antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant unuk ukuran
besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.
2) Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau
porsi makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50
gram (dua potong), tahu 50 gram (dua potong).
3) Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah
atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100
gram.
4) Buah
Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang fungsinya
sebagai pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100 gram, ukuran
potongan 75 gram.
5) Makanan selingan
Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan pagi,
makan siang maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan tidak
terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau banyak).
6) Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap jenis
minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air putih
dalam sehari lima kali atau lebih per gelas (2 liter perhari), sedangkan susu 1 gelas
(200 gram).
3. Pantangan Makanan bagi penderita sakit Gastritis

49

a. Hindari makanan yang banyak mengandung gas. Seperti lemak, sawi, kol,
nangka, pisang ambon, kedondong, buah yang kering san minuman bersoda.
b. Hindari makanan yang merangsang keluarnya asam lambung. Seperti kopi,
minuman beralkohol 5-20%, anggur putih dan buah stratus.
c. Hindari makanan yang sulit dicerna yang membuat lambung lambat kosong
misalnya : makanan berlemak, kue tart, keju.
d. Hindari makanan yang merusak dinding lambung. Seperti cuka, pedas, merica
dan bumbu yang merangsang.
e. Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah. Seperti
alkohol, coklat, makanan tinggi lemak dan gorengan.
f. Hindari beberapa sumber karbohidrat. Seperti beras ketan, mie, bihun, jagung,
singkong, tales, serta dodol.
4. Pola Makan Sehat
a. Makanlah sesuai waktu
b. Biasakan membawa bekal makan dari rumah. Selain menghemat uang jajan,
membawa makan siang dari rumah akan menghemat waktumu dengan tidak perlu
mengantri di outlet makanan.
c. Pilih makanan yang dipanggang atau rebus, bukan digoreng. Di bandingkan
makanan yang dipanggang atau rebus, makanan yang digoreng mempunya 50%
kalori atau lemak lebih banyak.
d. Kurangi fastfood. Makansekali-kali boleh, tetapi jaga porsinya dan hindari
fastfood berukuran besar. Kalori dalam fastfood berukuran besar akan ditumpuk
menjadi lemak dan mengakibatkan naiknya berat badan. Kebanyakan fastfood
juga kaya akan lemak jenuh, gula, garam, dan kurang nutrisi penting vitamin dan
mineral.
e. Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur.
Selain kaya serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik
untuk kesehatan. Supaya tidak bosan, variasikan dengan yogurt buah, jus, atau
salad.
f. Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti, pasta),
juga konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak), lemak
(ikan, kacang, salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
g. Hindari soft drink. Minuman ini tidak mengandung vitamin, mineral, protein
aau serat. Daripada minum soft drink dengan hanya mendapakan asupan
karbohidrat, lebih baik minum susu dengan kandungan nutrisi yang lebih
baragam, terutama nutrisi kalsium yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan
tulang.
B.
Teori
Gastritis
1.
Definisi
Gastritis
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini
dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung samapai terlepasnya epitel
mukosa superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran
pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada
lambung
(Sukarmin,
2012).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2008), gastritis adalah proses inflamasi pada

50

lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme


protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara
hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut
Surantum (2010), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag atau sakit
ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor
iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan,
makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan
pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
2. Klasifikasi Gastritis
Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Gastritis
Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat disembuhkan
atau sembuh sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan
local. Endotoksin, bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen
penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga terlibat. Beberapa
makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau mustard dapat menyebabkan gejala
yang mengarah pada gastritis.
b.
Gastritis
Kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai dengan
kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan
predisposisi timbulnya tukak lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung
khususnya tinggi pada anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya
bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia, dan distress
epigastrik yang tidak nyata.
3. Penyebab Gastritis
a.
Pola
Makan
Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan
yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
b.
Frekuensi
Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari. Secara alamiah
makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut
sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis
makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal
makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit
gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda
pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga

51

timbul
rasa
nyeri
.
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu
dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan
lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat
makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa
nyeri
di
sekitar
epigastrium.
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan
berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat
berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan
mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas
terbakar.
c.
Jenis
Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan
diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus,
2009).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu
makannya.Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali
dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan
tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih
mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau
mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena
lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan
lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi lambung dan
asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa
panas
di
ulu
hati
dan
dapat
mengiritasi
(Smelter,
2008).
d.

Porsi
Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam
jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008).
Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh
dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar
dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan
dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan
atau luka pada lambung.

52

e. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang
lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan
yang
lebih
asam
dan
dapat
mengiritasi
lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum
kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang
memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung
biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
f.
Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku The Miracle of Enzyme
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan
lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut
gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat
membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang
mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika
beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki
rasa
sepat
dan
mudah
teroksidasi.
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap
protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih
kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan
proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi
tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi
pada
membran
mukosa
usus.
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah
berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan
sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan
orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung.
g.
Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang
rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun.
Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Yanti,
2008).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam

53

lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan


cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung
meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok
juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung)
dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya
peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif
lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa),
memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena
infeksi H. pylori.Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan
meningkatkan
risiko
kekambuhan
tukak
peptic.
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan
bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung
(Dermawan, 2010).
h.
Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi
yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan
merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan
ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan
spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut (Potter, 2008).
i.

Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol.
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung
dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak,
alkohol
dapat
mengiritasi
mukosa
lambung
dan
duodenum.
j.
Pemakaian
obat
antiinflamasi
nonsteroid.
Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamat,
aspilets dalam jumlah besar dapat memicu kenaikan produksi asam lambung yang
berlebihan sehingga mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion
hidrogen ke epitel lambung. Selain itu obat ini juga dapat mengakibatkan
kerusakan langsung pada epitel mukosa karena dapat bersifat iritatif dan sifatnya
yang asam dapat menambah derajat keasaman pada lambung (Sukarmin, 2012).
k.
Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih

54

cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada


orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih
berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik,
terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
4.
Manifestasi
Klinik
Gejala
penyakit
gastritis
yang
biasa
terjadi
adalah
:
a.
Mual
dan
muntah
b. Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsurunsur yang dapat merangsang lambung ( alkohol, salisilat, makanan tercemar
toksin
stafilokokus
)
c.
Pucat
d.
Lemah
e.
Keringat
dingin
f.
Nadi
cepat
g.
Nafsu
makan
menurun
secara
drastis
h.
Suhu
badan
meningkat
i.
Sering
bersendawa
terutama
dalam
keadaan
lapar
j.
Rasa
seperti
terbakar
di
dalam
perut
k.
Diare
l.
Perasaan
kenyang
atau
begah
m.
Kelelahan
yang
teramat
sangat
dan
tidak
wajar
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah:
a.
Adanya
darah
pada
muntahan
anda
b.
Ditemukannya
darah
pada
feses
atau
tinja
c.
Feses/tinja
yang
berwarna
hitam
5.

Pencegahan
Gastritis
Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya lakukan pencegahan
gastritis
dibawah
ini:
a. Mengatur pola makan yang normal dengan memilih makanan yang
seimbang
dengan
kebutuhan
dan
jadwal
makan
yang
teratur.
b. Batasi atau hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi
alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung bahkan menyebabkan
terkelupas
sehingga
terjadi
peradangan-pendarahan
di
lambung.
c. Makanan sebaiknya lunak, mudah di cerna, makan dengan porsi kecil tapi
sering dan sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam.
d. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Karena
orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulcer. Merokok juga
akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan
resiko
kanker
lambung.
e.
Bila harus mengkonsumsi obat karena suatu penyakit, sebaiknya
menggunakan obat sesuai dosis yang benar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.

55

f.
Hindari stress dan tekanan emosi yang berlebihan karena dapat
mempengaruhi kerja lambung
6.
Penatalaksanaan
Gastritis
Menurut Suyono (2008), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah
dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan
sering.Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa
antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga
ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan
resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan
obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat
dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH
lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap
dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan
klinis yang berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid
pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin
Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila
keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada
sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan
endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.
Gastrektomisebaiknya
dilakukan
hanya
atas
dasar
abolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel
kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan
mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan
menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai.
Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi
Helicobacter Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis
kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila
terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka
penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan
vitamin
B12
dan
terapi
yang
sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Apabila penyebabnya adalah
Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antasida, obat Pompa Proton Inhibitor
(PPI), yang bekerja mengurangi jumlah asam lambung dan antibiotik seperti
Amoxicillin dan Klaritromisin untuk membunuh bakteri. Infeksi ini dapat
menyebabkan kanker ata ulkus di usus (Dermawan, 2010).

56

Anda mungkin juga menyukai