Anda di halaman 1dari 31

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GASTRITIS

NORLIYANI

NIM 11409718057

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

TAHUN 2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastritis merupakan suatu proses peradangan pada lapisan
mukosa dan sub-mukosa lambung. Ditandai dengan nyeri pada daerah
perut dan kadang disertai dengan mual dan muntah, yang dapat berujung
pada perdarahan saluran cerna yang berupa ulkus peptikum bahkan dapat
menyebabkan perforasi pada lambung apabila tidak segera dilakukan
tindakan keperawatan (Syam, 2014).

Menurut World Health Organisation (WHO) yang dikutip oleh


Kurnia (2010) angka kejadian gastritis di dunia sekitar 1,8-2,1 juta
dari jumlah penduduk setiap tahun. Gastritis biasanya dianggap sebagai
suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah
penyakit yang dapat menyusahkan kita. Sementara itu angka kejadian
penyakit gastritis di Indonesia adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis
pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Berdasarkan profil
kesehatan Indonesia tahun 2013, gastritis merupakan salah satu penyakit
di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
sakit di Indonesia dengan jumlah penderita penyakit gastritis 30.154
kasus (4,9%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
(2012), pada pasien rawat inap yang menderita penyakit gastritis di
Rumah Sakit Umum Pemerintah ada 172 kasus.
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses
autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika
mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak
terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi
saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan
menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan
terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung (Dermawan
dan Rahayuningsih, 2010). Gastritis akut merupakan penyakit yang
biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa
3

lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah


menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin
merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat
pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya
anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen,
naproksen), sulfonamida, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas,
dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung (Price &
Wilson, 2002).
Kemudian masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri
karena adanya mukosa lambung yang teriritasi, kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, ansietas, kurang pengetahuan tentang penyakit,
oleh karena itu perlu dilakukan tindakan asuhan keperawatan (Doenges,
2014).
Tindakan keperawatan seperti mengkaji pasien dengan gastritis
akut atau kronis, haruslah dengan hati-hati pada faktor risiko.
Pertimbangkan diet, pola makan, serta penggunaan resep dan obat-
obatan bebas, juga gaya hidup, termasuk konsumsi alkohol dan merokok.
Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, fokuslah pada pengajaran
tentang penyebab gastritis dan makanan yang mungkin memperburuk
penyakit. Bantu untuk mengkaiji faktor-faktor yang dapat memicu
peningkatan manfestasi, seperti stres atau kelelahan, meminum obat-
obatan tertentu saat perut kosong, konsumsi makanan dan minuman,
konsumsi alkohol, serta merokok (Black, 2014).
Alumunium hidroksida dengan magnesium karbonat adalah
antasida terbaik untuk gastritis. Reseptor H2 antagonis, penghambat
pompa proton, dan obat antisekresi juga dapat menurunkan intensitas
nyeri yang dirasakan. Jika terjadi mual dan muntah parah, maka batasi
asupan per oral pasien sampai masalah keperawatan menurun. Tirah
baring diperlukan jika nyeri belum juga mereda. Ketika nyeri dan mual
yang berhubungan dengan gastritis telah mereda, pasien dapat
diinstruksikan untuk mengonsumsi diet seimbang dan menghindari
makanan dan minuman yang menyebabkan iritasi pada mukosa lambung
(Black, 2014).
4

B. Rumusan Masalah
Untuk melakukan kajian lebih lanjut dengan malakukan asuhan
keperawatan gastritis dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gastritis?
C. Tujuan Peneliti
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengkaji klien dengan Gastritis.
b) Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gastritis.
c) Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis.
d) Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis.
e) Mengevaluasi klien dengan Gastritis.
f) Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Gastritis.
D. Manfaat Peneliti
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan yang sangat berharga bagi penulis dan
merupakan salah satu syarat dalam rangka penyelesaian pendidikan
Diploma III Keperawatan.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Akademi
Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan
khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan
Gastritis.
b) Bagi Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan dan tambahan bagi
pelayanan di Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan
keperawatan klien dengan gastritis dengan baik.
c) Bagi Perawat
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan gastritis.
d) Bagi Peneliti
5

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan
keperawatan pada klien dengan gastritis.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Gastritis merupakan suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa
dan sub-mukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Syam,
2014). Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus,
6

atau local ( Price, 2006).


Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung klinis yang
ditemukan berupa dispepsia atau indigesti berdasarkan pemeriksaan
endoskopi ditemukan eritema mukosa, sedangkan hasil foto
memperlihatkan iregularitas mukosa (Brunner & Suddarth, 2015).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Lambung terletak di daerah epigastrik dan sebagian di sebelah
kiri hipokondrik dan umbilikal. Bagian atas disebut fundus dan bagian
bawah disebut antrum pilorik. Berhubungan dengan esophagus melalui
7

spinkter kardia dan duodenum melalui spinkter pilorik (Evelyn, 2002).

Gambar 1.1 : Anatomi Lambung (Sobotta, 2006).

Struktur lambung menurut (Evelyn, 2002):

a. Lapisan peritoneal yang merupakan lapisan serosa.


b. Lapisan otot.
1) Lapisan longitudinal yag bersambung dengan esophagus.
2) Lapisan sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorik membentuk
spinkter.
3) Lapisan obliq yang terdapat pada bagian fundus dan berjalan mulai
dari orifisium cardiac, membelok ke bawah melalui kurvatura minor.
c. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan areolar yg banyak
mengandung pembuluh darah dan limfe.
d. Lapisan mukosa berbentuk rugae (kerutan), dilapisi epitelium silindris
yg mensekresi mukus.
Terdapat sel sekresi dalam mukosa lambung:
8

1) Sel-sel parietal, mensekresi asam hidroklorik (HCl).


2) Faktor-faktor instrinsik; sel-sel chief yang mensekresi enzim
pencernaan seperti : pepsinogen.
3) Sel-sel gastrin pada kelenjar pilorik, mensekresi hormon gastrin.
4) Pepsinogen disekresikan sebagai prekusor tidak aktif, yang
diaktifkan oleh HCl menjadi pepsin (enzim pemecah protein).
5) Mensekresi lipase dan amilase (pemecah lemak dan zat tepung atau
KH).
6) Gastrin, hormon yang mengatur lingkungan asam.
Menurut (Evelyn, 2002) Lambung dan saluran pencernaan yang
dapat mekar paling banyak terletak di epigastrik dan sebagian di sebelah
kiri hepokondria umbilikalis, lambung terdiri fundus bagian utama dan
atrum pilorik. Lambung berhubungan dengan esofogus melalui
arifisium/kardia duodenum melalui arifisium pilorik. Lambung
terletakdibawah diafragma, di depan pankreas dan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus.
Lambung menerima persediaan darah yang melimpah dari arteria
gastrika dan arteria irenalis persarafan diambil dari vagus dan plaxus
seliaka sisterna simpatis. Fungsi lambung menurut Price (2006), yaitu :
a) Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk
jangka pendek.
b) Semua makanan di cairkan dan di campur dengan asam hidro khlorida
dengan cara ini disiapkan untuk dicerna oleh usus.
c) Protein dicerna menjadi pepton.
d) Susu dibekukan dan kasein di keluarkan.
e) Pencernaan lemak dimulai di dalam lambung.
f) Faktor anti anemia di bentuk
g) Khina yaitu isi lambung yang cair, di salurkan melalui duodenum.
3. Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang
berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna
makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin,
renin, dan lipase.Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi
9

pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi,


yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan
gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, akan mensekresi
mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat
bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari
asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan
makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum,
pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu
kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus
(Price, 2006).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam
lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki
motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan
cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus
kemudian dikosongkan ke duodenum.Sel-sel lambung setiap hari
mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung
berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen.HCl membunuh
sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein,
menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta
merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat
untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal
mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian
cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan
lambung (Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan
hormon.Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom,
yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja
antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga
fase yang menyebabkan sekresi asam lambung.Pertama, fase sefalik,
sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung,
akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika
10

makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam


lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih
berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam
lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam
lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan
makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena
kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga
produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
4. Etiologi
Menurut Misnadiarly (2009), penyebab gastritis yaitu obat- obatan
seperti aspirin, alkohol, trauma pada lambung, kelainan pembuluh darah
pada lambung, luka akibat operasi/bedah lambung, autoimun pada
anemia pernisiosa, adanya tumor pada lambung. Selain itu faktor kejiwaan
atau stressjuga berperan terhadap timbulnya serangan ulang penyakit
tersebut, kemudian juga gastropati reaktif dan infeksi khususnya pada
helicobacter pylori.
5. Patofisiologi
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti
acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa
barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah
perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf
colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan
menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan
terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung (Dermawan dan
Rahayuningsih, 2010). Gastritis akut merupakan penyakit yang biasanya
bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap
berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan
terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus
yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab
gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel
yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid
11

(NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, dan


digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui
mengganggu sawar mukosa lambung (Price & Wilson, 2006). Kemudian
masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri
karena adanya mukosa lambung yang teriritasi, kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, ansietas, kurang pengetahuan tentang penyakit,
oleh karena itu perlu dilakukan tindakan asuhan keperawatan (Doenges,
2014).

Infeksi virus, infeksi


jamur, makanan dan
minuman yang bersifat
instan, iskemia dan
trauma lambung
langsung

pathway

Predisposisi OAINS STRES FISIK


infeksi bakteri
Helicobacter (Indometasin, Ibuprofen, Trauma langsung, pembedahan,
pylori Asam Salisilat) transplantasi organ, tuberkulosis, luka
bakar, sepsis.

Stres Psikologis
Penurunan Minuman
imunitas Beralkohol
Sekresi H+meningkat

Sintesis prostaglandin Sekresi pepsinogen


menurun
meningkat
12

Perlindungan Perfusi
mukosa menurun darah lokal Garam empedu
menurun
Fungsi barier
Peradangan mukosa Agregasi bahan kimia
terganggu
lambung meningkat

Kurang
pengetahuan Gastritis Perdarahan Hematemesis

Mual, muntah, Respons saraf lokal Respon psikologis


dan anoreksia dari iritasi mukosa

Intake nutrisi
Nyeri
tidak adekuat Kecemasan

Risiko ketidakseimbangan Gangguan


nutrisi kurang dari kebutuhan Pola Tidur

Gambar 2.1 : Patofisiologi Gastritis ( Mutaqqin, 2013).

6. Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari gastritis menurut (Brunner &Suddarth, 2005)
yaitu rasa terbakar di lambung dan akan menjadi semakin parah ketika
sedang makan, disusul dengan nyeri ulu hati, mual dan sering muntah,
tekanan darah menurun, pusing, keringat dingin, nadi cepat, kadang
berat badan menurun , disertai dengan nasfu makan menurun secara
drastis, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin. Selain itu
perut akan terasa nyeri, pedih (kembung dan sesak) di bagian atas perut
(ulu hati), merasa lambung sangat penuh ketika sehabis makan, sering
sendawa bila keadaan lapar, sulit untuk tidur karena gangguan rasa sakit
pada daerah perut.
7. Klasifikasi
13

Menurut Mansjoer (2003), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:


a. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, merupakan respon mukosa
lambung terhadap berbagai iritan lokal.Endotoksin bakteri (setelah
makan makanan yang terkontaminasi) alkohol, kafein dan aspirin
merupakan agen-agen penyebab yang sering. Obat-obatan lain, seperti
NSAID (indometasin, ibuprofen, naproksen, sulfanamide, steroid dan
digitalis) juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka,
lada, atau mustard, alkohol, aspirin, steroid, dan asam empedu yang
juga disebabkan oleh diet yang tidak benar, makan yang terlalu banyak
dan terlalu cepat atau makan makanan yang pedas dan terlalu banyak
bumbu.
b. Gastritis kronis
1) Gastritis kronik berhubungan dengan helicobacter pylori, apalagi jika
ditemukan ulkus pada pemeriksaan penunjang yang juga
menimbulkan atropi beberapa sel fungsional tunika mukosa.
2) Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan
perjalanan klinis yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan
infeksi .Dengan ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai
dengan kehilangan sel pametal dan chief cell. Akibatnya produksi
asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik menurun. Dinding lambung
menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Bentuk
gastritits ini sering dihubungkan dengan anemia pernisiosa, tukak
lambung dan kanker.
8. Komplikasi
Komplikasi gastritis menurut Mansjoer (2003), adalah :
a. Komplikasi gastritis akut
1) Perdarahan saluran cerna bagian atasberupa hematemesis dan
melena dapat berakhir sebagai syok hemoragik.
2) Tukak peptik.
b. Komplikasi gastritis kronis
1) Perdarahan saluran cerna bagian atas
14

2) Ulkus
3) Perforasi
4) Anemia Karena gangguan absorbsi vitamin B12
9. Pencegahan
Tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit gastritis
haruslah dengan hati-hati pada faktor risiko. Pertimbangkan diet, pola
makan, serta penggunaan resep dan obat-obatan bebas, juga gaya hidup,
termasuk konsumsi alkohol dan merokok. Untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan, hindari makanan yang mengandung asam tinggi dan makanan
yang mungkin memperburuk penyakit. Bantu untuk mengkaiji faktor-faktor
yang dapat memicu peningkatan manfestasi, seperti stres atau kelelahan,
meminum obat-obatan tertentu saat perut kosong, konsumsi makanan dan
minuman, konsumsi alkohol, serta merokok (Black, 2014).
10. Masalah Keperawatan
a. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
b. Gangguan Nutrisi
c. Cemas
d. Gangguan Pola Tidur
11. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2003), faktor utama penatalaksanaan gastritis
adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan porsi
kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam
lambung, berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton,
antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai sitoprotektor, berupa
sukralfat dan prostaglandin. Sedangkan penatalaksanaan untuk gastritis
kronis adalah kemungkinan diberikan pengobatan empiris berupa antasid,
antagonis H2, inhibitor pompa proton dan obat-obat prokinetik. Jika
endoskopi dapat dilakukan terapi eradikasi kecuali jika hasil CLO, kultur
dan P ketiganya negatif atau hasil serologi negative. Terapi eradikasi juga
diberikan pada seleksi khusus pasien ang menderita penyakit- penyakit
seperti : ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT lymphoma, pasca reseksi
kanker lambung. Untuk penatalaksanaan diet menurut Nettina (2001),
yaitu makan makanan dengan kandungan serat yang tinggi, makanan
15

secara teratur dan terjadwal, hindari konsumsi kafein yang berlebihan,


cola, alkohol dan hindari merokok, akan meningkatkan tingkat
kesembuhan dan menurunkan kekambuhan.
12. Pemeriksaan Penunjang
a. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk
perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan /
derajatulkus jaringan /cedera.
b. Foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diagnosa penyebab /
sisi lesi.
c. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh :peningkatan asam
hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus duo
denal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi
berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger – Ellison.
d. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilakukan bila endoskopi tidak
dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi
kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
e. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah
diduga gastritis (Doengoes, 2001).

B. Asuhan Kepetawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Setiadi,2012).
16

Data tersebut berasal dan pasien (data primer), dan keluarga (data
sekunder) dan data dan catatan yang ada (data tersier). Pengkajian
dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,
observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang
diperlukan pada klien Gastritis adalah sebagai berikut :
a. Data dasar
Adapun data dasar yag dikumpulkan meliputi :
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit utama
Biasanya klien mengeluh nyeri uluh hati dan perasaan tidak mau
makan, mual dan muntah serta mengalami kelemahan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Kapan mulai ada keluhan, sudah berapa lama, bagaimana
kejadiannya dan apa aja upaya untuk mengatasi penyakitnya.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji tentang peyakit apa yang pernah diderita oleh klien, apakah
klien memang mempunyai rwayat penyakit maag sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Lakukan pengkajian tentang riwayat penyakit keturuanan yang
berhubungan dengan penyakit gastritis, dan riwayat penyakit
keturunan lain yang ada dalam keluarga. Untuk penyakit gastritis
bukanlah termasuk penyakit keturunan.
b. Riwayat bio-psikososial dan spiritual
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk
mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara
klien menerima keadaannya.
Pola kebiasaan sehari-hari meliputi cairan, nutrisi, eliminasi,
personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan latihan serta kebiasaan
yang mempengaruhi kesehatan.
c. Pemeriksaan fisik
17

Pemeriksaan yang dilakukan mualai dari ujung rambut sampai


ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik yaitu palpasi, inspeksi,
auskultasi dan perkusi.
Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien dengan
gastritis adalah :
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan

Tanda : takikardia, takipnea /


hiperventilas(respons terhadap aktivitas).

2) Sirkulasi
Gejala :
a. Hipotensi (termasuk postural)
b. takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)-
kelemahan / nadi perifer lemah
c. pengisian kapiler lambar / perlahan
(vasokonstriksi)
d. Warna kulit: pucat, sianosis (tergantung pada
jumlah kehilangan darah) kelemahan kulit /
membran mukosa = berkeringat (menunjukkan
status syok, nyeri akut, respons psikologik).
3)Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan,
hubungan kerja), perasaan tak berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah,


pucat,berkeringat,perhatian menyempit,
gemetar, suara gemetar.

4)Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit
sebelumnya karena perdarahan
gastrointeritis (GI) atau
18

masalah yang berhubungan dengan


GI, misal : luka peptik / gaster,
gastritis, bedah gaster,
iradiasi area gaster. Perubahan pola
defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi bunyi usus :
sering hiperaktif selama perdarahan,
hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik
feses : diare, darah warnagelap, kecoklatan
atau kadang-kadang merah cerah,
berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi
dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida). Haluaran urine : menurun, pekat.

5) Makanan /
Cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang


memanjang didugao bstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal). Masalah
menelan : cegukan Nyeri ulu hati, sendawa bau
asam, mual / muntah.

Tanda : muntah warna kopi gelap atau merah cerah,


dengan atau tanpa bekuan darah. Membran
mukosa kering, penurunan produksi mukosa,
turgor kulit buruk (perdarahan kronis).

6)Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena
sinar, kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat
terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
19

disorientasi / bingung, sampai koma


(tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
7)Nyeri /
Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal,
rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat
disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan /
distres samar-samar setelah makan
banyak dan hilang dengan makan (gastritis
akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah /
atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida
(ulkus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai /
atau menyebar ke punggung terjadi kurang
lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong
dan hilang dengan makanan atau antasida
(ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises
esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus :
makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-
obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik,
ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang
sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
8)Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat / sensitif
Tanda :peningkatan suhu Spider angioma, eritema
palmar (menunjukkan sirosis / hipertensi
portal).
9)Penyuluhan /
Pembelajaran
Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas
yang mengandung ASA, alkohol,
20

steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI.


Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal :
anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan
(misal : trauma kepala), flu usus, atau episode
muntah berat. Masalah kesehatan yang lama
misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan
makan (Doengoes, 2014).

d. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut priyanto (2006), pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan
untuk pasien gastritis adalah :
1) Pemeriksaan darah
2) Pemeriksaan endoskopi.
3) Pemeriksaan hispatologi biopsy segmen lambung.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes (2014), diagnosa keperawatan pada klien dengan
gastritis adalah :
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung
yang teriritasi.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
c. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
ancaman kematian.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan
berhubungan dengan informasi yang kurang.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut ( Nasrul, 2012)

a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan mukosa lambung


yang teriritasi. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
gangguan rasa nyaman : nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Rasa nyeri berkurang, keadaan klien tampak rileks,
21

skala nyeri : 0- 3, TTV dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-
80 x/mnt, RR : 16-20 x/mnt, S : 36-37 °C), Tidak ada perilaku distraksi.
Intervensi :
1) Catat lokasi, lama, intensitas nyeri, rasionalnya identifikasi
karakteristik nyeri dan factor yang berhubungan untuk memilih
intervensi.
2) Kompres hangat pada daerah nyeri, rasionalnya untuk
meningkatkan relaksasi otot.
3) Observasi tanda-tanda vital, rasionalnya indikator keadekuatan
volume sirkulasi.
4) Berikan posisi yang nyaman, rasionalnya menurunkan rasa nyeri.
5) Ajarkan teknik manajemen nyeri, rasionalnya menurunkan stimulasi
yang berlebihan yang dapat mengurangi rasa nyeri.
6) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, rasionalnya menghilangkan
nyeri sedang sampai berat.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria Hasil : Nafsu makan bertambah, mual dan muntah berkurang,
makan habis 1 porsi, berat badan bertambah secara bertahap.
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab klien tidak nafsu makan, rasionalnya
menentukan intervensi selanjutnya.
2) Berikan makanan yang hangat dalam porsi sedikit tapi sering,
rasionalnya dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan
terlalu cepat.
3) Hindari pemberian makanan yang dapat merangsang peningkatan
asam lambung, rasionalnya mengurangi pemberian asam lambung
yang dapat menyebabkan mual dan muntah.
4) Hilangkan bau-bau yang menusuk dari lingkungan, rasionalnya
menurunkan stimulasi gejala mual dan muntah.
22

5) Tanyakan pada klien tentang makanan yang disukai atau tidak


disukai.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic dan
antibiotic, rasionalnya menghilangkan mual.
7) Kolaborasi dengan dokter ahli gizi, rasionalnya menentukan diit
makanan yang tepat.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya rasa nyeri. Tujuan :


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jm diharapkan
Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Kriteria Hasil : Melaporkan peningkatan rasa sehat dan merasa dapat
istirahat, tidur tidak mengalami gangguan/ terbangun dini.
Intervensi :
1) Observasi dan diskusikan kemungkinan penyebab gangguan tidur,
rasionalnya mengekspresikan apa yang sedang dipikirkan.
2) Berikan lingkungan yang nyaman bagi pasien untuk meningkatkan
tidur dan istirahat, rasionalnya lingkungan yang nyaman
mempengaruhi kualitas tidur pasien.
3) Bandingkan pola tidur pasien saat ini dengan kebiasaan tidur
sebelum dirawat, rasionalnya sebagai acuan tindakan asuhan
keperawatan yang tepat bagi pasien.
4) Tingkatkan relaksasi pada waktu tidur : pilih tindakan yang disetujui
pasien misalnya memberikan musik yang lembut, rasionalnya
dengan relaksasi dapat menuntun pasien untuk terlelap.

d. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan status


kesehatan, ancaman kematian. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan ansietas berkurang atau teratasi.
Kriteria Hasil : Klien tampak rileks, TTV dalam batas normal, tidak ada
perilaku gelisah.
Intervensi :
1) Awasi respons fisiologi misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit
23

kepala, sensasi kesemutan, rasionalnya dapat menjadi indikatif


derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan
dengan kondisi fisik / status syok. 
2) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik,
rasionalnya membuat hubungan terapeutik.
3) Berikan informasi akurat, rasionalnya melibatkan pasien dalam
rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang
ketidaktahuan.
4) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat, rasionalnya
memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi,
dapat meningkatkan ketrampilan koping.
5) Dorong orang terekat tinggal dengan pasien, rasionalnya
membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan
menjadi seorang diri.

e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan


berhubungan dengan informasi yang kurang. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x 24 jam
diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria Hasil : Menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan
pola hidup untuk mempertahankan berat badan normal, menyatakan
tanggung jawab untuk belajar sendiri, mencari sumber untuk
membantu membuat identifikasi perubahan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit dan
penatalaksanaan, rasionalnya untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dari klien.
2) Instruksikan pasien untuk tidak makan-makanan yang mengandung
asam, rasionalnya makanan yang mengandung asam dapat
meningkatkan asam lambung.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit dan
penatalaksanaan, rasionalnya membatu sebagai pengigat dan
penguat belajar.
24

4) Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam proses


pembelajaran, rasionalnya untuk mengetahui kemampuan klien
dalam mengingat.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Tindakan yang diberikan tergantung pada situasi dan kodisi
klien saat ini (Debora, 2011). Menurut Doengoes (2014), implementasi
adalah tindakan pemberian keperawatan yang dilaksanakan untuk
membantu mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang
telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat
dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif,
teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang
diberikan kepada pasien.Dalam melakukan tindakan keperawatan
menggunakan 3 tahap pendekatan, yaitu independen, dependen,
interdependen.Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah
dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah
tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan
kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial,
ahli gizi, dan dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang
berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
Keterampilan yang hams dipunyai perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor. Dalam melakukan
tindakan khususnya pada klien dengan gastritis yang harus diperhatikan
adalah pola nutrisi, skala nyeri klien, serta melakukan pendidikan
kesehatan pada klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses
25

atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan


keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditentukan (Nursalam, 2011). Pada bagian ini ditentukan apakah
perencanaan sudah tercapai atau belum, dan dapat juga timbul masalah
baru dan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang/hilang, kecemasan pasien berkurang, resiko infeksi tidak
terjadi, kebutuhan nutrisi seimbang dan tercukupi.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau
tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi
individu yang berwenang. (Perry & Potter, 2015)
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Studi Kasus


Penelitian Studi Kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu
masalah keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data
yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian
studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari
berupa peristiwa, aktivitas atau individu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi pasien (Nursalam, 2017).
Studi Kasus yang dilakukan pada penelitian ini yaitu asuhan
keperawatan terhadap pasien Gastritis dengan pendekatan proses
keperawatan meliputi mengeksplorasi, mengklasifikasi data, menafsirkan dan
memutuskan diagnosa keperawatan kemudian memecahkan masalah yang
dihadapi dengan pendekatan proses keperawatan.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penulisan ini adalah pasien yang sedang mengalami
penyakit gastritis.

C. Fokus Studi
Studi kasus ini berfokus pada masalah keperawatan yang timbul pada
pasien yang mengalami penyakit gastritis.

D. Batasan Istilah (Definisi Operasional)


Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami penyakit gastritis
adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang komprehensif meliputi bio, psiko,
sosio, dan spiritual yang diberikan langsung kepada pasien. Gastritis adalah
27

suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh


ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain
seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi.Kebanyakannya
faktor tersebutlah yang dapat menimbulkan masalah keperawatan pada
pasien.

E. Instrumen Studi Kasus


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi format
pengkajian keperawatan, lembar observasi, medical record, buku catatan,
alat perekam suara dan kamera. Format pengkajian keperawatan keluarga
berisi tentang identitas klien dan anggota keluarga, riwayat dan tahap
perkembangan keluarga, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga,
stress dan koping keluarga, pemeriksaan kesehatan dan harapan keluarga.
Lembar observasi untuk memperkuat data tentang keadaan klien. Buku
catatan berguna untuk mendokumentasikan hal penting. Alat rekam bisa
terdiri dari kamera, video, atau perekam suara untuk mempermudah peneliti
melakukan pengumpulan data, misalnya ketika wawancara, peneliti bisa
mendapatkan narasi detail apabila wawancara direkam. Kamera digunakan
untuk mendokumentasikan kegiatan selama penelitian.

F. Pengumpulan Data
1. Observasi dan Pemeriksaan fisik
Dalam studi kasus ini, observasi dan pemeriksaan fisik
menggunakan pendekatan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Asukultasi)
pada sistem tubuh klien.

2. Wawancara
Pada studi kasus ini sumber data diperoleh dari hasil wawancara
yang berisi tentang identitas kepala keluarga, identitas anggota keluarga,
riwayat keluarga inti, tahap perkembangan keluarga, keluarga utama klien,
riwayat penyakit sekarang, dahulu, riwayat penyakit keluarga dan lain-lain.
28

G. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Lokasi merupakan tempat yang akan digunakan penulis untuk
pengambilan laporan kasus dilaksanakan.

2. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan studi kasus ini merupakan waktu yang digunakan
penulis untuk melakukan pengambilan kasus diambil.

H. Penyajian Data
Data disajikan secara narasi dan dapat disertai dengan cuplikan
ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data pendukungnya
sesuai dengan format asuhan keperawatan. Tabel untuk pengkajian, analisa
data, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

I. Etika Studi Kasus


Menurut Hidayat (2008), dalam melaksanakan penelitian ini penulis
menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Informed Consent ( surat persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
29

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan terjadi,


manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.

2. Anonymity ( tanpa nama)


Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan. Untuk menjaga kerahasiaan pada
lembar yang telah diisi oleh responden, penulis tidak mencantumkan
nama secara lengkap, responden cukup mencantumkan nama inisial saja.

3. Confidentiality ( kerahasiaan )
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikampulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset. Peneliti menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari
responden akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti.
30

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba medika.

Black, M. Joyce. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk


Hasil yang Diharapkan Edisi 8. Singapura : Elsevier.

Data Rekam Medik RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh

Dermawan, Deden. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Goysen


Publishing.

Dinas Kesehatan Provinsi Jatim.(2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2012. Diakses 01 Desember 2015 pukul 13:05 WIB.
http://dinkes.jatimprov.go.id/index.php?r=site/file_list&id_file=10&id_berita=8

Doenges, Marilynn. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed. 3. Jakarta: EGC.

Evelyn, Pearce. (2002). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : EGC.

Ganong. W. F. (2008). Buku Ajar Fisisologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa
data. Jakarta: Salemba Medika.

Kurnia, Rahmi. (2011). Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis
Pada Pasien yang Berobat Jalan di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Tinggi
Tahun 2011. Diakses 01 Desember 2015 Pukul 12:47 WIB.
repository.unand.ac.id/17045/1/17-JURNAL_PENELITIAN.pdf
31

Mansjoer, Arief, dkk. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media


Aesculapius.

Mubarak dan Chayatin. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses dan


Aplikasi. Jakarta: Salemba medika.

Nasir, dkk. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Konsep Pembuatankarya Tulis


dan Thesis Untuk Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter, dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 1 dan 2 :
Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : Graha Ilmu.

Price, dan Wilson.(2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Sandra, M. Nettina. (2002). The Lippincott : Manual Of Nursing Practice. New York :
Philadelphia.

Santoso, Djoko, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya :
Airlangga University Press.

Sangadji, dan Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis dalam


Penelitian. Yogyakarta : CV Andi Offset.

Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Syam, Ari, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 6. Jakarta :
Interna Publishing.

Wijaya, Andra. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).


Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai