Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN NYERI AKUT PADA PASIEN GASTRITIS

A. Konsep Gastritis
1. Pengertian
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer dkk, 2011),
sedangkan menurut (Wijaya dan Yessie, 2013) Gastritis adalah peradangan
lokal atau menyebar pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme
protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis adalah
suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat akut, dengan
kerusakan “Erosive” karena hanya pada bagian mukosa (Inaya, 2014).
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat
akut, kronik difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di
perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Ardiansyah,
2015).
2. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) etiologi dari gastritis sebagai berikut :
a. Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indimetasin,
Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, Salisilat,
dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung.
b. Minuman beralkohol: seperti whisky, vodka, dan gin.
c. Infeksi bakteri: seperti H.phlori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci,
Staphylococci, Proteus species, Clostridium spesies, E.coli, Tuberculosis,
dan secondary syphilis.
d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
e. Infeksi jamur: seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis.
f. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar sepsis, trauma, pembedahan,
gagal pernapasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks
usus-lambung.
g. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.

1
h. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi
dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang
menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung.
Menurut Rendy dan Margareth (2012) penyebab dari gastritis di bagi
menjadi dua yaitu:
a. Pemakaian sering obat-obatan NSAID seperti aspirin yang tanpa pelindung
selaput enteric
b. Peminum alcohol
c. Perokok berat
d. Stres fisik (luka bakar)
e. Keracunan makanan (entrotoksin)
f. Gatritis kronik
g. Penderita dengan ulkus peptikum
h. Hubungan dengan karsinoma lambung
3. Patofisiologi
Lambung adalah sebuah kantong otot yang kosong, terletak dibagian kiri
atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa memiliki panjang
berkisar antara 10 inci dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau
minuman sebanyak 1 galon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan
melipat mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan dan
mengembang, lipatan-lipatan tersebut secara bertahap membuka. Ketika terjadi
proses gastritis perjalanannya adalah sebagai berikut ini lambung yang terkena
paparan baik oleh bakteri, obat-obatan anti nyeri yang berlebihan, infeksi bakteri
atau virus, maka hal tersebut akan merusak epitel epitel sawar pada lambung.
Ketika asam berdifusi ke mukosa, dengan keadaan epitel sawar yang dihancurkan
tadi akan terjadi penghancuran sel ukosa. Dengan sel mukosa yang hancur ini
mengakibatkan fungsi dari mukosa tidak berfungsi yang akhirnya asam tidak bisa
di control sehingga terjadi peningkatan asam hidroklorida di lambung dan ketika
mengenal di dinding lambung akan menimbulkan nyeri lambung (perih) karena
dinding lambung yang inflamasi tersebut, masalah keperawatan yang muncul
adalah nyeri akut. Dalam penghancuran sel mukosa tadi oleh asam maka
mengakibatkan peningkatan histamine sehingga meningkatkan permeabilitas

2
terhadap protein meningkat kemudian plasma bocor ke intestinum terjadi edema
dan akhirnya plasma bocor ke dalam lambung sehingga terjadi perdarahan (Sarif,
2014).
4. Pathway

Gambar 2.1 Pathway Gastritis


Sumber : Corwin, 2011)
3
5. Klasifikasi
Menurut Sharif (2014), Gastritis dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangan pendek dengan
konsumsi agen kimia atau makanan mengganggu dan merusak mucosa gastrik.
b. Gastritis kronis
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. gastritis tipe A mampu
menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar
lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik
mempengaruhi produksi antibody. Anemia Pernisiosa berkembang dengan
proses ini. Sedangkan gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan
infeksi bakteri helocobakter pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding
lambung.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Sujamsuhhidajat dan Jong (2011), manifestasi gastritis terbagi
menjadi 2 yaitu:
1. Manifestasi Gastritis Akut
1) Nyeri pada epigastrium
2) Mual dan muntah
3) Perdarahan terselubung maupun nyata
4) Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia dan udem,
mungkin juga ditemukan perdarahan aktif.
2. Manifestasi Gastritis Kronik
1) Komplikasi gastritis atrofik seperti tukak lambung
2) Defisiensi zat besi
3) Anemia pernisiosa
4) Karsinoma lambung
Sedangkan menurut Wijaya dan Yessie (2013), manifestasi gastritis yaitu :
1. Manifestasi Klinis Akut
1) Keluhan dapat bervariasi, kadang tidak ada keluhan tertentu sebelumnya
dan sebagian besar hanya mengeluh nyeri epigastrium yang tidak hebat

4
2) Kadang disertai dengan nausea dan vomitus
3) Anoreksia
4) Gejala yang berat: Nyeri epigastrium hebat, Pendarahan, Vomitus,
Hematemisis
2. Manifestasi Klinis Kronik
1) Perasaan penuh pada abdomen
2) Anoreksia
3) Distress epigastrik yang tidak nyata
4) Nyeri ulu hati, nyeri ulkus peptik
5) Keluhan-keluhan anemia

7. Komplikasi
Jika diibaratkan tidak terawat gastritis akan dapat mengakibatkan Peptic
Ulcers dan mengakibatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel dinding
lambung. Kebanyakan kanker lambung adalah Adenocarcinomas, yang bermula
pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Kanker jenis lain yang terkait dengan
infeksi akibat H.Pyloris adalah MALT (mukosa associated lympoihoid tissue),
Lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan system
kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila
ditemukan pada tahap awal (Sharif, 2014). Sedangkan menurut Wijaya dan Yessie
(2013), Komplikasi gastritis adalah Perdarahan saluran cerna, Ulkus, Perforasi
(jarang terjadi).
Mansjoer dkk (2011) menyebutkan komplikasi gastritis yaitu :
1. Komplikasi gastritis akut
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik. Khusus untuk perdarahan
SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran kelinis yang
diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya
adalah infeksi Helicobacteri pylori, sebab 100% pada tukak duodenum dan
60-90% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin.

5
2. Komplikasi gastritis kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, dan anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B12.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Andriansyah (2012) pemeriksaan klinis pada pasien gastritis
dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui adanya
anemia.
2. Pemeriksaan serum vitamin B12, yang bertujuan untuk mengetahui adanya
defisiensi B12.
3. Analis feses, yang bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
4. Analis gaster, yang bertujuan untuk mengetahui kandungan HCI lambung.
5. Achlorhidria(kurang/tidakadanya produksi asam lambung) menunjukkan
adanya gastritis atropi.
6. Uji serum antibody, yang bertujuan untuk mengetahui adanya antibody sel
pariental dan faktor intrinsik lambung.
7. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urine biasanya dilakukan bilaa ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
8. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung
(Adriansyah, 2012).
9. Penatalaksanaan
Menurut Bruner dan Suddarth (2010), mengatakan Penatalaksanaan
gastritis yaitu :
1. Gastritis Akut
1) Menginstruksikan pasien untuk menghindari alcohol makanan sampai
gelaja berkurang.
2) Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjur
kan.
3) Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parental.
4) Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau
alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisiran agen
penyebab. Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif,

6
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik mungkin
diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangren atau jaringan perforasi.
2. Gastritis Kronis
1) Diatasi dengan memodifikasi diet pasien.
2) Meningkatkan istirahat.
3) Mengurangi stres.
4) Memulai farmakoterapi

B. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya
(Carpenito, 2009).
Sesuatu hal yang tidak menyenangkan yang dapat berasal dari pengalaman
sensoris dan emosi yang terkait dengan sebenarnya atau potensi kerusakan
jaringan, atau dijelaskan dalam istilah kerusakan dan terjadi secara tiba-tiba atau
lambat dengan intensitas dari ringan sampai parah (Herdman dan Kamitsuru,
2014).
Caffery sebagaimana dikutip oleh Potter & Perry (2010), menyatakan
nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja kketika seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri. Nyeri
merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh.

2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Judha (2012) pada kehidupan nyeri dapat bersifat lama dan ada
yang singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya inilah maka nyeri di bagi
menjadi dua, yatiu nyeri kronis dan nyeri akut beda diantara keduanya adalah :
a. Nyeri akut ; di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri jaringan. Nyeri
jenis ini biasanya awitannya datang tiba-tiba, sebagai contoh setelah trauma
pembedahan dan mungkin menyertai atau distres emosional. Nyeri akut
mengindikasi bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi. Nyeri akut biasanya

7
berkurang sejalan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang
dari 6 (enam) bulan penyebab nyeri yang paling sering adalah tindakan
diagnosa dan pengobatan. Dalam bebarapa kejadian jarang menjadi kronis.
b. Nyeri kronik, secara luas dipercaya menggambarkan penayakitnya. Nyeri ini
konstan dan dan intermiten yang menetap sepanyang suatu periode waktu.
Nyeri kronik sulit untuk menentukan awitannya. Nyeri ini dapat menjadi lebih
berat yang di pengaruhi leh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronis
dapat berlangsung lebih lama (lebih dari enam bulan) dibandingkan dengan
nyeri akut dan resisten terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering
menyebabkan masalah yang berat bagi pasien.
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Yang termasuk dalam kategori kronis adalah nyeri terminal, syndrome nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi
kedalam beberapa kategori, diantaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar
(Hidayat, 2010).
Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuan Memperingatkan adanya cedera atau Tidak Ada
masalah
Awitan Mendadak Terus menerus dan intermitten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan Sampai Berat
Durasi Singkat (beberapa detik, menit sampai Durasi lama (6 bulan atau
6 bulan) lebih)
Respon autonom 1. Konsisten dengan respon simpatis Tidak ada respons autonom
2. Frekuensi Jantung meningkat
3. Volume sekuncup meningkat
4. Dilatasi pupil
5. Tegangan oto meningkat
6. Penurunan motilitas gastrointestinal
7. Mulut kering
Komponen Ansietas 1. Depresi
psikologis 2. Mudah marah, menarik,
isolasi
Respon lainnya - 1. Tidur terganggu
2. Libido menurun
3. Nafsu Makan Menurun
Sumber : Zakiyah (2015).

8
3. Batasan Karakteristik

Batasan karakteristik nyeri menurut Herdman dan Kamitsuru (2014) antara

lain :

a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya (misal : neonatal infant pain scale, pain
assessment checklist for senior with limited ability to communicate)
b. Diaforesis
c. Dilatasi pupil
d. Ekspresi wajah nyeri (misa : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
e. Fokus menyempit (misal : persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan
orang dan lingkungan)
f. Fokus pada diri sendiri
g. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (misal : skala
wong baker FACES, skala analog visual, brief pain inventory)
h. Keluhan karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri
(misal : Mcgill Pain Questionaire, Brief Pain Inventory)
i. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misal : anggota keluarga
pemberi asuhan)
j. Mengekspresikan perilaku (misal : gelisah, merengek, menagis, waspada)
k. Perilaku distraksi
l. Perubahan pada parameter fisiologis (misal : tekanan darah, frekuensi
pernafasan, saturasi oksigen)
m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n. Perubahan selera makan
o. Putus asa
p. Sikap melindungi area nyeri

4. Faktor-faktor yang berhubungan

9
Menurut Kozier (2010) Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat
memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres,
dan lain-lain.
a. Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan
thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari
respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus,
berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard,
kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis
menghasilkan suatu aksi. Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:
a) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).
1) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
2) Peningkatan heart rate.
3) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
4) Peningkatan nilai gula darah.
5) Diaphoresis.
6) Peningkatan kekuatan otot.
7) Dilatasi pupil.
8) Penurunan motilitas GI.
b) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1) Muka pucat.
2) Otot mengeras.
3) Penurunan HR dan BP.
4) Nafas cepat dan irregular.
5) Nausea dan vomitus.
6) Kelelahan dan keletihan.
b. Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain:
merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri
yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis,

10
mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit,
meraung.
c. Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian
terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.

d. Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.


Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan
sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat
membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji:
perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola
interaksi pada orang lain.
e. Persepsi Klien Tentang Nyeri.
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses
penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
f. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk
menurunkan nyeri yang ia alami.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry &
Potter (2011), antara lain :
1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak dan lansia. Perbedaan dan perkembangan yang ditemukan diantara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia berreaksi
terhadap nyeri.
2) Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon
terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan
suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah
menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi

11
toleransi terhadap nyeridi pengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis
kelamin.
3) Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang di terima oleh
kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan Vicar (Cit Perry & Potter, 2009),
menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis
seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran
fisiologis opiat endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4) Makna nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga
dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Misalnya seorang wanita yang melahirkan akan mempersepsikan
nyeri, akibat cedera karna pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri
yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna nyeri.
5) Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien dapat
stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang
perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat,
khususnya terhadap nyeri terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama
waktu pengalihan.
6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
persaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan
ansietas. Priece dalam Perry & Potter, (2009), melaporkan suatu bukti bahwa
stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik dapat memproses reaksi

12
emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses reksi
emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memburuk atau menghilangkan nyeri.
7) Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri
terasa lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur yang baik
maka nyeri berkurang.
8) Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak terlalu berarti bahwa individu akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lamasering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah
sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya. Akibatnya klien
akan lebih siap untuk melakukan tindakan –tindakan yang perlu dilakukan
untuk menghilangkan nyeri.
9) Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa
kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.
10) Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang bermakna bagi pasien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau
teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan,
sebaliknya tersedianya seseorang yang memberi dukungan sangatlah berguna
akan membuat seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran orang tua sangat
penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri.
5. Mekanisme Nyeri
Proses nyeri mulai stimulasi nociseptor oleh stimulus noxiuos sampai
terjadinya pegnalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan
kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses yaitu : transduksi, transmisi,

13
modulasi, dan persepsi. Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulus
nociseptor oleh stimulus noxiuos dimana disini stimulus noxious akan dirubah
menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor.
Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan pada neuron menuju
susunan syaraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi
adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medula
spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron
susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas medula
spinalis menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal
balik antara talamus dan pusat – pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi
respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan
nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri
bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses modulasi sinyal yang
mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling
diketahui adaah pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses terkahir adalah
persepsi, dimana pesan nyeri direlai menuju otak dan menghasilkan pengalaman
yang tidak menyenangkan (Sudoyo, 2009).

6. Pengukuran Nyeri

Penilaian nyeri dapat menggunakan skala numeric verbal dimana Skala


numerik (NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal
ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi
klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang
dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. Skala penilaian numerik lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi.
Adapun keterangan penilaian sebagai berikut :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri Ringan
4-6 : Nyeri Sedang

14
7-10 : Nyeri Berat

Gambar 1 Skala Nyeri Numeri Verbal

C. Asuhan Keperawatan Nyeri Akut


Adapun asuhan keperawatan diuraikan mulai dari Pengkajian, Diagnosa
keperawatan dan Rencana dan Implementasi keperawatan pada pasien dengan
gastritis yaitu :
1. Pengkajian
Nyeri merupakan Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat berlangsung kurang dari 3 bulan
(SDKI, 2018). Menurut Purwanto (2016) Pengkajian merupakan pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga diketahui
kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan pernyataan masalah
keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam pengkajian perlu
dikaji pada pasien sebagai berikut :
1. Biodata
Pada biodata, bisa diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin tempat
tinggal pekerjaan, pendidikan, dan status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan
gejala pada pasien. Kaji apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat
makan, mual, atau muntah?
Riwayat nyeri : keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas,
dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
 P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi

15
kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan tahanan terhadap nyeri adalah alkohol, obat-obatan, hipnotis,
gesekan atau gasukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang dapat menurunkan tahanan terhadap
nyeri adalah kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tak kunjung
hilang, sakit, dan lain-lain.
 Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka potong kecil atau
laserasi, dan lain-lain. Sensasi tumpul, seperti ngilu, linu, dan lain-lain.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui ; nyeri kepala :
ada yang membentur.
 R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk menunjukkan
semua daerah yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan
baik dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk
melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri Hal ini sulit dilakukan
apabila nyeri bersifat difusi (nyeri menyebar kesegala arah), meliputi
beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
 S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau
intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan
nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah
ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis
ini juga sulit untuk dipastikan.
 T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan
rangsangan nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa lama nyeri
yang dirasakan? Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang
sama setiap hari? Seberapa sering nyeri kembali kambuh?

16
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji apakah gejala terjadi pada waktu-waktu tertentu saja, seperti sebelum
atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau
setelah mencerna obat tertentu atau alkohol?
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji riwayat keluarga yang mengonsumsi alkohol, mengidap gastritis,
kelebihan diet, atau diet sembarangan. Riwayat diet, ditambah jenis diet yang
baru dimakan selama 72 jam, juga akan membantu dalam melakukan
diagnosis.
5. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran: pada awalnya CM (compos mentis), yaitu perasaan tidak
berdaya.
2) Respirasi: tidak mengalami gangguan.
3) Kardiovaskuler: hipotensi, takikardia, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat (vasokontriksi), warna kulit pucat, sianosis, dan
kulit/ membrane mukosa berkeringat (status shock, nyeri akut).
4) Persarafan: sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu,
disorientasi/bingungdan nyeri epigastrium.
5) Pencernaan: anoreksia, mual, muntah oleh karena luka duodenal, nyeri
pada ulu hati, tidak toleran terhadap makanan (cokelat dan makanan
pedas), dan membrane mukosa kering.
6. Faktor Pencetus
1) Makanan, rokok, alcohol, obat-obatan, dan stressor (faktor- faktor
pencetus stress).
2) Kondisi psikologis.
3) Muskuloskletal (ditunjukkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan).
4) Integritas ego yaitu faktor stress akut, kronis, dan perasaan tidak berdaya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada gastritis adalah timbul ketakutan akan komplikasi
penyakit yang akan dialaminya

17
8. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien, tanda-tanda yang perlu dicatat adalah
kesadaran klien.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normal sefalik, simetris, tidak ada penonjolan
dan tidak ada sakit kepala
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan dan refleks
menelan ada
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak ada
perubahan fungsi dan bentuk simetris, tidak ada lesi dan edema
d) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis.
e) Telinga
Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pemasangan cuping hidung
g) Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
3) Pemeriksaan Thorak
a. Paru : simetris, tidak ada nyeri tekan, perkusi terdengan sonor
b. Jantung : simetris, tidak ada nyeri tekan , perkusi terdengar redup,
asukultasi menunjukkan bunyi S1-S2 tunggal
4) Abdomen : Simetris, tidak ada acites, tidak ada nyeri tekan, bising
usus normal, asukutasi terdengar timpani

18
5) Ekstermitas
Pergerakan yang dialami, atau ada kelainan pada jari atau gerakan tangan,
Perhatikan adanya pembengkakan yang abnormal dan deformitas.
9. Pola aktivitas
Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. Semua bentuk aktivitas klien
menjadi berkurang dan klien memerlukan bantuan orang lain.
2. Diagnosa keperawatan
Data fokus yang perlu dikaji pada pasien nyeri akut apendiktomi, menurut
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), pada pasien dengan nyeri akut dalam
kategori psikologis dengan subkategori nyeri dan kenyamanan, perawat perlu
mengkaji data mayor dan minor yaitu :
1. Tanda dan gejala mayor
Subyektif : mengeluh nyeri
Obyektif :
a. Tampak meringis,
b. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri),
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
2. Tanda dan gejala minor
Objektif :
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Proses berpikir terganggu
d. Menarik diri
e. Berfokus pada diri sendiri
f. Diaforesis
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan
pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan (problem/p) yang
berkenaan pada individu yang sakit berhubungan dengan etiologi (E) yang
berasal dari pengkajian fungsi perawatan (Muhlisin, 2014). Diagnosa
keperawatan menurut Muttaqin dan Sari (2011), yang dapat ditegakkan yaitu :

19
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak adekuatan nutrisi sekunder akibat nyeri.
3. Rencana dan Implementasi keperawatan
Perencanaan keperawatan berdasarkan SDKI (2018) adalah sebagai
berikut :
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Pemberian Analgesik
berhubungan keperawatan selama 2 x Observasi
dengan agen 24 jam diharapkan nyeri a. Identifikasi riwayat alergi obat
pencedera fisik menurun dengan kriteria b. Monitor TTV sebelum dan
: prosedur hasil : sesudah pemberian analgetik
operasi, 1. Tingkat Nyeri Terapeutik
ditandai a. Keluhan nyeri Dokumentasikan respons terhadap
dengan pasien menurun efek analgetik dan efek yang tidak
mengeluh b. Tampak meringis diinginkan
nyeri, bersikap menurun Edukasi
protektif (mis. c. Sikap protektif Jelaskan efek terapi dan efek
waspada, menurun samping obat
menghindari d. Gelisah menurun Kolaborasi
nyeri), gelisah, e. Kesulitan tidur Kolaborasi pemberian dosis dan
frekuensi nadi menurun jenis analgetik sesuai terapi
meningkat, f. Frekuensi nadi
sulit tidur, membaik 2. Manajemen Nyeri
tekanan darah g. Tekanan darah Observasi
meningkat membaik a. Identifikasi lokasi,
pola napas h. Pola napas karakteristik, durasi, frekuensi,
berubah., membaik kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non
verbal
c. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur

20
Perencanaan keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC dalam
Herdman Dan Kamitsuru (2018) adalah sebagai berikut :
1) Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Klien tampak tenang
Intervensi dan implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Menurut Brunner Dan Suddart (2009 ) Hubungan yang baik membuat
klien dan keluarga kooperatif. Menurut Doengoes (2001) pendekatan
terapeutik pada klien dan keluarga akan meningkatkan hubungan petugas
dan pasien lebih kooperatif dan dapat menerapkan penatalaksanaan dengan
lebih optimal. Menurut Purwanto (2016) pendekatan yang baik dapat
mempengaruhi persepsi pasien menjadi lebih positif dan dapat
meningkatkan hubungan terapeutik dengan lebih optimal
b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
Menurut Brunner Dan Suddart (2009) tingkat intensitas nyeri dan
frekuensi menunjukkan skala nyeri. Menurut Doengoes (2001) untuk
mengetahui skaala nyeri pasien dan sebagai dasar dalam pemberian
intervensi selanjutnya
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Menurut Brunner Dan Suddart (2009) Memberikan penjelasan akan
menambah pengetahuan klien tentang nyeri. Menurut Doengoes (2001)
Meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi kecemasan yang
dirasakan klien. Menurut Purwanto (2016) Penjelasan dapat menambah
pengetahuan keluarga tentang kondisi klien.

21
d. Observasi tanda-tanda vital
Menurut Brunner Dan Suddart (2009) Untuk mengetahui perkembangan
klien. Menurut Purwanto (2016) untuk mengetahui keadaan umum klien
dan perkembangan terapi yang telah diberikan. Menurut Doengoes (2001)
Hipotensi posteral atau masalah umum menyertai tirah baring yang lemah
dan dapat memerlukan intervensi khusus
e. Ajarkan teknik relaksasi dan berikan kompres
Menurut Brunner dan Suddart (2009) relaksasi memberikan efek
menenangkan dan menurunkan stress dan ketegangan, sehingga
mengurangi respon nyeri yang dirasakan klien. Menurut Smeltzer dan
Bare (2011) Teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi
pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan
siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot. Menurut Prasetyo (2010) Kompres
dingin bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol
nyeri. Terapi kompres dingin yang diberikan akan mempengaruhi impuls
yang dibawa oleh serabut taktil A-Beta untuk lebih mendominasi sehingga
“gerbang” akan menutup dan impuls nyeri akan terhalangi. Nyeri yang
dirasakan akan berkurang atau hilang untuk sementara waktu.
f. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
Menurut Doengoes (2001) merupakan tindakan dependen perawat, dimana
analgesik berfungsi untuk memblok simulasi nyeri. Menurut Brunner Dan
Suddart (2009) Untuk meningkatkan rasa nyaman dan menghindari
paparan mikrobakteri. Menurut Purwanto (2016) untuk menurunkan atau
meng-hilangkan rasa nyeri atau dan spasme otot
4. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi,
terpenuhinya pergerakan/mobilitas fisk, terhindar dari risiko cedera risiko infeksi
pascaoperasi dan ansietas berkurang.

22
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pola Kesehatan Fungsional


1. Identitas Pasien

Nama : Ny S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Ngijingan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Status : Janda
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tgl. MRS : 09-12-2020
Jam : 10.00 WIB
Tgl. Pengkajian : 09-12-2020
Jam : 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Gastritis

2. Pola Persepsi Kesehatan Fungsional


a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada ulu hati, klien mengatakan kurang mengerti
tentang penyakit yang di deritanya
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan cenat-cenut di daerah ulu hati dan nyeri
hilang timbul sudah 2 hari. perut terasa kembung, dan pada saat makan
terasa sakit kalau tidak makan juga lebih sakit
P : Nyeri Ulu Hati
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada nyeri pada abdomen kuadran kiri atas
S: Skala nyeri 7
T : Nyeri hilang timbul

23
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama
tetapi tidak sampai dilakukan rawat inap dan pasien tidak mempunyai
riwayat penyakit menular penyakit menular dan keturunan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit
diabetes militus dan hipertensi, dan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit menular.
e. Tanda-tanda Vita
Tekanan Darah : 130/80
Nadi : 84 z/mnt
RR 20 x/mnt
Suhu : 36 0C

B. Pengkajian Sistem
1. Breating
Inspeksi : Hidung terlihat simetris, tidak ada secret atau cairan dan tidak
ada polip, fungsi penciuman baik, serta dapat membedakan bau minyak
angin dan parfum.
Palpasi : Bentuk dada simetris, palpasi dada tidak ada massa,
Auskultasi : suara nafas vesikuler dan tidak terdapat suara tambahan
Perkusi : redup.
Klien mengatakan tidak ada keluahan pada pernafasan
2. Blood
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan ictus cordis teraba jelas tiga jari dibawah
putting susu.
Perkusi : redup.
Auskultasi : normal S1 dan S2 tunggal regular.
Klien mengatakan tidak ada keluahan pada jantung.
3. Brain
Glasgow Coma Scale (GCS) 15 (E : 4, V : 5, M : 6), Klien nampak
meringis, kepala dan wajah simetris, gerakan wajah normal, sklera putih,
pupil sama besarnya kiri dan kanan, kornea bening, bola mata simetris,

24
kelopak mata dapat membuka dan menutup secara spontan, fungsi
pendengaran normal, fungsi penciuman normal, fungsi pengecapan
normal, fungsi penglihatan normal
4. Bladder
frekuensi minum klien 4-5x/hari, urine warna kuning bening dengan bau
khas amoniak. Klien mengatakan tidak ada gangguan pada pola eliminasi
urine.
5. Bowel
tidak terdapat peradangan pada mulut, nyeri pada abdomen kuadran kiri
atas, BAB 1 kali/hari dengan konsistensi lunak, klien mengatakan kurang
nafsu makan, klien mengatakan mual dan muntah.
6. Bone
Pergerakan sendi klien terbatas dengan kekuatan otot kiri dan kanan 5/5,
tonus ototnya baik. Ekstremitas atas tidak ada nyeri otot, tidak ada nyeri
persedian, tidak ada fraktur dan tidak menggunakan alat bantu.
Ekstremitas bawah tidak ada nyeri otot dan persendian, tidak ada fraktur
dan tidak menggunakan alat bantu. Klien mengatakan kesulitan untuk
bergerak karena merasakan nyeri pada abdomen, klien mengatakan nyeri
abdomen saat bergerak. Warna kulit merata sawo matang dan merata,
klien nampak pucat, tidak ada ikterik, tidak ada kemerahan dan pigmentasi
pada kulit, akral hangat, turgor kulit cukup kembali dalam waktu ≤ 3detik
dan tidak ada jaringan parut, laserasi, ulserasi, ekimosis dan lepuh, kulit
bersih.
7. Psikososial
a. Sosial/interaksi
Klien mengatakan mendapat dukunagan penuh dari keluarga, klien
kooperatif saat berinteraksi kepada perawat dan keluarga. Tidak ada
konflik yang terjadi baik berupa konflik peran, nilai dan lainnya.
b. Psikologis
Klien mengatakan tidak paham tentang penyakit penyakitnya saat
ini, klien terilhat bingung dan gelisah serta selalu bertanya tentang
kondisinya. Klien mengatakan tidak mengerti cara pengobatan yang

25
diberikan untuk penyembuhan penyakitnya dan klien mengatakan
berharap bias cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya.
c. Spiritual
Tidak ada masalah dalam beribadah. Klien aktif dalam beribadah
menjalankan kewajibannya.
C. Terapi
1. Antasida 3x500 mg
2. Paracetamol 3x500 mg
3. B6 3x50 mg
4. B1 3x50 mg

D. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds: Erosi asam lambung Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri
pada ulu hati
Do : Inflamasi
1. Klien tampak gelisah
2. Nyeri
P : Nyeri Ulu Hati Vasokonstriksi
Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada nyeri Nyeri
pada abdomen kuadran
kiri atas
S: Skala nyeri 7
T : Nyeri hilang timbul
3. Wajah tampak
menyeringai
4. Klien tampak
memegangi ulu hati dan
tampak menghindar
ketika akan disentuh
5. TD : 130/80 mmHg
6. N : 84 x/mnt
7. RR : 20 x/mnt
8. S : 36 0C

26
Ds : Gastritis Defisit Pengetahuan
− Klien mengatakan
tidak paham tentang
penyakit penyakitnya Perubahan status
saat ini kesehatan
− Klien mengatakan
tidak mengerti cara
pengobatan yang
diberikan untuk
penyembuhan Kurang informasi
penyakitnya
− Klien mengatakan
berharap bisa cepat Defisit Pengetahuan
sembuh dan bisa
beraktivitas seperti
biasanya

E. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi pada lambung
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
tentang penyakit

27
F. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
D.077. Nyeri akut Setelah diberikan 1. Pemberian analgetik
berhubungan asuhan Observasi
dengan agen keperawatan a. Identifikasi riwayat alergi obat
pencedera fisik selama 2 x 24 jam b. Monitor tanda-tanda vital sebelum
: prosedur diharapkan nyeri dan sesudah pemberian analgetik
operasi, ditandai menurun dengan Terapeutik
dengan pasien kriteria hasil : Dokumentasikan respons terhadap efek
mengeluh nyeri, analgetik dan efek yang tidak diinginkan
bersikap protektif Tingkat Nyeri Edukasi
(mis. waspada, a. Keluhan nyeri Jelaskan efek terapi dan efek samping
menghindari menurun obat
nyeri), gelisah, b. Tampak Kolaborasi
meringis Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
(SDKI, 2018) menurun analgetik sesuai terapi
c. Sikap
protektif 2. Manajemen Nyeri
menurun Observasi
d. Gelisah a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
e. Kesulitan nyeri
tidur menurun b. Identifikasi skala nyeri Identifikasi
f. Frekuensi nadi respons nyeri non verbal
membaik c. Identifikasi faktor yang memperberat
g. Tekanan dan memperingan nyeri
darah
membaik 3. Terapeutik
h. Pola napas a. Berikan teknik nonfarmakologis
membaik untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
(SLKI, 2018) memperberat rasa nyeri (misalnya,
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
Kolabrasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

28
G. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tgl 9 Desember Tgl 10 Desember Tgl 11 Desember
Keperawatan 2020 2020 2020
Nyeri akut Jam 08.00 Jam 08.00 Jam 08.00
1. Mengobservasi 1. Mengobservasi 1. Mengobservasi
Skala nyeri Skala nyeri Skala nyeri
(numeric (numeric (numeric
verbal) pasien : verbal) verbal)
skala nyeri 7 pasien : skala pasien : skala
2. Mengatur nyeri 6 nyeri 3
posisi yang 2. Mengobservasi 2. Mengobservasi
nyaman untuk karakteristik karakteristik
pasien : posisi nyeri pasien : nyeri pasien :
supinasi nyeri seperti nyeri
3. Melakukan ditusuk-tusuk berkurang
kompres 3. Melakukan 3. Melakukan
dingin pada kompres dingin kompres dingin
pasien selama pada pasien pada pasien
15 menit : selama 15 selama 15
pasien bersedia menit : pasien menit : pasien
dan mau bersedia dan bersedia dan
dilakukan mau dilakukan mau dilakukan
kompres kompres dingin kompres dingin
dingin 4. Mencatat 4. Mencatat
4. Mencatat keluhan nyeri keluhan nyeri
keluhan nyeri pasien : : nyeri pasien : : nyeri
pasien : nyeri seperti ditusuk- sudah tidak
seperti tusuk terasa
ditusuk-tusuk 5. Memberikan 5. Memberikan
5. Memberikan terapi obat terapi obat
terapi obat Antasida 3x500 Antasida
Antasida 500 mg 3x500 mg
mg Paracetamol Paracetamol
Paracetamol 3x500 mg 3x500 mg
500 mg B6 3x50 mg B6 3x50 mg
B6 3x50 mg B1 3x50 mg B1 3x50 mg
B1 3x50 mg

H. Evaluasi
Diagnosa Tgl 09 Desember Tgl 10 Desember Tgl 11 Desember
Keperawatan 2020 2020 2020
Nyeri akut. S: pasien S: pasien S: pasien mengeluh
mengeluh nyeri mengeluh nyeri nyeri hilang
di ulu hati yang di ulu hati timbul di ulu hati
masih hilang hilang timbul tapi sudah jarang

29
timbul dan cenut- dan cenut-cenut terasa
cenut O: O:
O: 1. Kesadaran : 1. Kesadaran :
1. Kesadaran : composmentis composmentis
composmentis 2. /Wajah tampak 2. /Wajah sudah
2. Wajah tampak menyeringai tidak
menyeringai 3. Skala nyeri 5 menyeringai
3. pasien : skala 4. Pasien dapat 3. Skala nyeri 3
nyeri 7 menyebutkan 4. Pasien dapat
4. Pasien dapat nyeri menyebutkan
menyebutkan karakteristik nyeri
nyeri nyeri yang karakteristik
karakteristik dirasakan nyeri yang
nyeri yang A: Masalah teratasi dirasakan
dirasakan sebagian A: Masalah teratasi
A: Masalah teratasi P: Intervensi P: intervensi
sebagian dilanjutkan nomer dihentikan
P: Intervensi 1,2,3,5 1. Berikan HE
dilanjutkan nomer penatalaksanaan
1,2,3,5 nyeri seperti
menggunakan
teknik relaksasi
kompres dingin,
serta anjurkan
keluarga dan
pasien untuk
pasien dapat
istirahat dan
menjaga dietnya

30
DAFTAR PUSTAKA

Corwin. E.J, (2011), Patofisiologi, Alih Bahasa Brahm U, Pandit Jakarta : EGC.

Judha, M., Sudarti, Fauziah, A. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan. Nuha Medika: Yogyakarta

Kozier B, Erb G. (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses


dan Praktik. Jakarta: EGC

Majid Abdul, Mohammad Judha, (2011). Keperawatan Perioperatif,


Yogyakarta : Gosyen Publising.

Muttaqin Arif, Kumala Sari, (2011), Asuhan Keperawatan Perioperatif;


Konsep, Proses dan Aplikasi, Jakarta : Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Potter. Patricia A., Perry, Anne G. (2011). Fundamental Keperawatan: Konsep


Proses dan Praktik. (Ed. 4). Jakarta: EGC

Price. A, S Dkk, (2022). Patofisiologi, Jakarta : EGC

Quin. (2013). Penilaian Dan Penatalaksanaan Nyeri. Tersedia di


http://www.medicaljorunal.ac.id diakses tanggal 28 April 2020

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, (2012), Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, Jakarta : EGC.

Sudoyo. (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FKUI IPD

Tamsuri. A. (2012). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

31

Anda mungkin juga menyukai