Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.J DENGAN


DIAGNOSA MEDIS GASTRITIS

A. Konsep Dasar Gastritis


1. Definisi

Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di


klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses
inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut
(Hirlan, 2016). Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa
yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan.

Gejala gastritis atau maag antara lain: tidak nyaman sampai nyeri pada
saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, nyari ulu hati,
lambung merasa penuh, kembung, bersendawa, cepat kenyang, perut
keroncongan dan sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung.
Gejala ini bisa menjadi akut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila gejala
itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus dan gstritis ini dapat
ditangani sejak awal yaitu: mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil,
berhenti mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta
minuman beralkohol dan jika memang diperlukan dapat minum
antasida sekitar setengah jam sebelum makan atau sewaktu makan
(Misnadiarly, 2017).
2. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Gaster (Lambung)


(Sumber : Thibodeau, 2010)
Lambung atau gaster merupakan saluran makanan yang paling dapat
mengembang lebih besar terutama pada epigastrium.
Bagian gaster atau ventrikulum ini terdiri atas :

1. Osteum kardiak adalah bagian akhir esofagus yang masuk ke dalam


lambung.
2. Fundus fentrikuli adalah bagian yang menonjol ke atas terletak disebelah
kiri osteum kardiak biasanya terisi gas.
3. Korpus ventrikuli adalah badan lambung setinggi osteum kardiak lekukan
pada bagian bawah kurvatura minor.
4. Kurvatura minor terletak disebelah kanan lambung dari osteum kardiak
sampai pylorus.

5. Kurvatura mayor terletak disebelah kiri osteum kardiak melalui fundus


ventrikuli menuju kekanana sampai pilorus inferior.

6. Antrium pilorus adalah bagian lambung berbentuk seperti tabung


mempunyai otot tebal yang membentuk sfingter pylorus.
Fungsi gaster antara lain :

1. Tempat berkumpulnya makanan, menghancurkan dan menghaluskan


makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2. Mempersiapkan makanan untuk dicerna oleh usus dengan semua makan
dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida.
3. Mengubah protein menjadi pepton oleh pepsin.

4. Membekukan susu dan kasein yang dikeluarkan oleh renin.


3. Etiologi

Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti beberapa jenis


bakteri, obat, alkohol, stress (Hirlan, 2016). Infeksi bakteri, sebagian besar
populasi didunia terinfeksi oleh bakteri H.Pylori yang hidup dibagian dalam
lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut atau akibat makan makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H.Pylori sering terjadi
pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan.

Infeksi H.Pylori sering diketahui sebagai penyebab utama terjadinya


peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka
waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian
mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah
satu perubahan itu adalah atrophicgastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak.
Penelitian menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah
dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh racun tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian
besar orang yang terkena infeksi H.Pylori kronis tidak mempunyai kanker
dan tidak mempunyai gejala gastritis. Hal ini mengindikasikan bahwa ada
penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini
sedangkan yang lain tidak (Hirlan, 2016).
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus, obat analgesik
anti inflamasi nonsteroi (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen
dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi
prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian
obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah
lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus
atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic
ulcer (Hirlan, 2016).
Penggunaan alkohol secara berlebihan dapat mengiritasikan dan
mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung
lebih rentan terhadap asam lambung walapun pada kondisi normal (Hirlan,
2016).
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan
pada lambung (Hirlan, 2016).
4. Klasifikasi
a. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung akibat terpapar
pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung. Gastritis
akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak
dan sembuh sempurna (Suratun, 2010). Inflamasi akut mukosa
lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Penyebab terberat dari gastritis akut adalah makanan yang bersifat
asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi
ganggren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus
(Brunner, 2017). Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi
klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif
atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada
penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung

dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya


kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2016).
1) Gastritis Akut Erosif

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan


mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.
Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik,
sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai
penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak
diketahui. Perjalanan penyakit ini biasanya ringan, walaupun
demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis,
yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis
akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya
tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan
keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut
erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung
(Suyono, 2016). Penderita gastritis erosif yang disebabkan oleh
bahan toksik atau korosif dengan etiologi yang dilakukan pada
bahan kimia dan bahan korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3,
Alkali, NaOH, KOH dan pemeriksaan klinis dapat ditemukan
antara lain mulut, lidah nampak edema, dyspagia dan nyeri
epigastrium, juga ditemukan tanda yaitu mual, muntah,
hipersalivasi, hiperhidrosis dan diare sampai dehidrasi.
Penatalaksanaan secara umum perhatikan tanda-tanda vital,
respirasi, turgor dan produksi urine serta tentukan jenis racun
untuk mencari anekdote (Misnadiarly, 2015).

2). Gastritis Akut Hemoragik

Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik.


Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang
menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan
(aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin
cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan
berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah.
Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah
Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma
berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat
lainnya (Suyono, 2006). Erosi stress merupakan lesi hemoragik
majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan
stress. Berbeda dengan ulserasi menahun yang biasa pada traktus
gastrointestinalis atas, jarang menembus profunda kedalam
mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun.
Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu
dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang
menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas, yang bisa
menyebabkan keparahan dan mengancam nyawa.
b. Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung


yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus
peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara
keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada
orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan.
Awalnya sudah mempunyai penyakit gastritis dan tidak
disembuhkan, maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah
untuk disembuhkan. Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang
pada lamina propria dan daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-
sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma.

Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai


peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung.
Derajat ringan pada gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis,
yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus
yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang
lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar
(gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal.
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari
dua tipe, yaitu: tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya
antibody terhadap sel parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan
atrofi mukosa lambung (penipisan lapisan lambung), 95% pasien
dengan anemia pernisiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropik
kronik. Biasanya kondisi ini merupakan tendensi terjadinya Ca
Lambung pada fundus atau korpus dan tipe B merupakan gastritis
yang terjadi akibat helicobacter pylory terdapat inflamasi yang difusi
pada lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering
menyebabkan perdarahan dan erosi (Suratun, 2010). Klasifikasi
histologi yang sering digunakan pada gastritis kronik yaitu:
1) Gastritis kronik superficial
Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis
pada permukaan mukosa lambung.Pada pemeriksaan hispatologis
terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi
perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma
dilamina propia juga ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina
profia. Gastritis kronik superfisialis ini merupakan permulaan
terjadinya gastritis kronik.
Seseorang diketahui menderita gastritis superficial setelah
diketahui melalui PA antara lain: hiperemia, eksudasi, edema,
penebalan mukosa, sel-sel limfosit, eosinofil dan sel plasma.
Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien mengalami mual,
muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan berkurang. Pasien
gastritis superficial disarankan untuk istirahat total,
mengkonsumsi makanan lunak dan simptomatis (Misnadiarly,
2014).
2) Gastritis kronik atrofik

Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang


menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel
kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai
kelanjutan gastritis kronik superfisialis. Seseorang menderita
atropi gastritis setelah menjalani PA dan diketahui, antara lain:
mukosa tipis, muskularis atropi, kelanjar-kelenjar menurun dan
adanya selsel limfosit. Pemeriksaan klinis, penderita mengalami
epigastrik diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh, nafsu
makan menurun, mual, muntah, anemia peniciosa, defisiensi Fe
dan pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total,
mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe
dan liver ekstrak (Misnadiarly, 2016).
5. Phatofisiologi

Obat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak


mukosa lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam
melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa
lambung rusak maka terjadi difusi HCl ke mukosa dan HCl akan merusak
mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamine dari sel
mast. Histamine akan menyebabkan peningkatan pemeabilitas kapiler
sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel ke ekstrasel dan
menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada
lambung. Lambung dapat melakukan regenerasi mukosa oleh karena itu
gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya.

Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa
lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan
menurun atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap
diusus halus. Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam
pertumbuhan dan maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung
menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan (Suratun, 2016).

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul
perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak
menimbulkan gejala yang khas. Menifestasi gastritis akut dan kronik hampir
sama seperti; anoreksia,rasa penuh, nyeri pada epigastrium, mual dan muntah,
sendawa, hematemesis (Suratun, 2010).
Tanda dan gejala gastritis adalah :
a. Gastritis akut

1. Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada


mukosa lambung.
2. Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang
sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa
lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang
mengakibatkan mual hingga muntah.
3. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan seperti penurunan konsentrasi hemoglobin, lemas,
pengisian kapiler > 3 detik, nadi teraba lemah, turgor kulit
menurun.
4. Fr nadi meningkat, TD meningkat/menurun, nafsu makan
berubah, sulit tidur, membran mukosa kering, BB turun.
b. Gastritis kronis

Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai


keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,
nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan

.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak
menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan
lambung karena gastritis.
b. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.
c. Endeskopi dalam saluran cerna
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar X. Tes ini dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop)
melalui mulut dan masuk kedalam esofagus, lambung dan bagian atas usus
kecil. Tenggorakan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop
dimasukan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini.
Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter
akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut.
Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Tes ini
memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu
sampai efek dari anestesi menghilang kurang dari 1 atau 2 jam. Hampir
tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
d. Rontgen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan
lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu
sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan
terlihat lebih jelas ketika dirontgen.

e. Analisis lambung

Tes ini megetahui sekresi asam dan merupakan tehnik penting untuk
menegakan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukan kedalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa
untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO (basal acid output) tanpa
perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom
Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam
jumlah besar selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis

Pemberian obat-obat H2 blocking, antasida atau obat-obat ulkus


lambung lainnya (Inayah, 2004). Pada saat ini indikasi yang telah
disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi
kuman H. Pylori yang ada hubungannnya dengan tukak peptik.
Antibiotik yang dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin,
metronodazole dan tetrasiklin (Hirlan, 2016).
Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa
dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesik,
sedatif, antasida dan cairan intravena. Endeskopi fiberoptik mungkin
diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk
mengangkat jaringan perforasi. (Smeltzer dkk, 2015).
b. Penalaksanaan Keperawatan

Penyakit gastritis dapat ditangani sejak awal, yaitu


mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti
mengkonsumsi makanan pedas dan asam, berhenti merokok dan
minuman berakohol, mengkonsumsi antasida sebelum makan
(Misnadiarly, 2014).

Penilaian nyeri menggunakan skala angka atau numeric rating


scale ialah sebuah penilaian nyeri dengan menggunkana skala angka 0
sampai 10. Numeric Rating Scale atau yang lebih sering disingkat
NRS sangat mudah digunakan dan juga sangat efektif dalam
mendeteksi penyebab nyeri akut.

 skala nyeri 1 - 3 (nyeri ringan) nyeri masih dapat ditahan dan


tidak mengganggu pola aktivitas sipenderita.
 skala nyeri 4 - 6 (nyeri sedang) nyeri sedikit kuat sehingga dapat
mengganggu pola aktivitas penderita
 skala nyeri 7 - 10 (nyeri berat) nyeri yang sangat kuat sehingga
memerlukan therapy medis dan tidak dapat melakukan pola
aktivitas mandiri.

9. Pengkajian Fokus Keperawatan


Asuhan keperawatan gastritis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan
keperawatan, implementasi dan evaluasi. Adapun langkah pertama yaitu
pengkajian keperatawan, sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses
keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data
tentang status kesehatan seseorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan (Potter dan Perry, 2017).
a. Identitas klien dan keluarga

Meliputi nama, umur, TTL, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,


dsb.
b. Keluhan utama

Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan atas.

c. Riwayat kesehatan dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu, meliputi : penyakit yang
berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan
riwayat pemakaian obat.
d. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi nyeri di
ulu hati dan perut sebelah kanan, perjalanan penyakitnya, awal dari
gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara
mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat gastritis dalam keluarga.
f. Riwayat psikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi
masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien
menerima keadaannya. Pada pengkajian psikososial akan didapatkan
peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi,
intervensi keperawatan dan pengobatan.
g. Pengkajian fisik

a) Pemeriksaan fisik umum

i. Keadaan umum

Kelemahan dan tampak kesakitan pada pemeriksaan


fisik terdapat nyeri tekan di kuadran kiri atas.
Untuk pengkajian nyeri itu sendiri dapat dilakukan
dengan menggunakan metode P,Q,R,S,T yaitu :
 Provokes/Pilliates: nyeri akan terasa jika telat
makan atau ada penyebab lain.
 Quality: nyeri seperti diiris, tajam, ditekan,
ditusuk-tusuk, rasa terbakar, kram atau diremas -
remas? (biarkan sipenderita menggunakan kata-
katanya sendiri).
 Radiates: nyeri tidak menyebar, nyeri dikuadran
kiri atas.
 Severity : skala nyeri 0-10 (nyeri ringan-berat)

 Time : nyeri hilang timbul

ii. Tingkat kesadaran

Compos mentis.
iii. Tanda-tanda vital

TD : TD menurun (N: 90-110/60-70mmHg)

Frekuensi nadi meningkat, kuat sampai lemah (N: 60-


100x/menit)
Suhu bisa meningkat/menurun (N:36,5-37,2C)
Pernapasan: meningkat/menurun (16-24 x/m)
b) Sistem penglihatan

Posisi mata simetris kiri dan kanan, kelopak mata tidak ada
ptosis maupun exopthalamus, pergerakan bola mata simetris
kiri dan kanan, kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva
ananemis/anemis, sklera anikterik, pupil isokor, reflek cahaya
biasanya tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik dan tidak
ada tanda-tanda peradangan.
c) Sistem pendengaran

Tidak ada lesi dan tidak ada pembengkakan pada daun telinga,
kondisi telinga tengah utuh, tidak ada cairan dari telinga, tidak
ada perasaan penuh ditelinga, tidak ada tinnitus, fungsi
pendengaran baik, tidak ada gangguan keseimbangan dan tidak
ada pemakaian alat bantu pendengaran.
d) Sistem pernapasan
Inspeksi :
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada penggunaan
otot bantu pernapasan, tidak ada deviasi pada trakea, bentuk
dada normo chest, tidak ada retraksi dinding dada, frekuensi
pernapasan meningkat > 24 x/m, irama pernapasan tidak
teratur/teratur, ada atau tidak ada batuk, ada atau tidak ada
sputum, tidak ada sianosis.
Palpasi :

Ekspansi dada simetris kiri dan kanan, taktil fremitus semakin


kebawah semakin redup dan simetris kiri dan kanan.
Perkusi :

Paru – paru kanan IC 1-4 sonor, mulai IC 5 dullness


Paru – paru kiri IC 1-2 sonor, mulai IC 3 dullness
Auskultasi :
Bunyi napas vesikuler, area auskultasi lapang paru : kanan IC
1-4 dan kiri IC 1-2
e) Sistem kardiovaskuler
Sirkulasi peripher
Inspeksi :

Frekuensi nadi meningkat, irama teratur atau tidak teratur,


kekuatan melemah ataupun kuat, tekanan darah menurun,
tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit teraba
dingin pada ujung jari, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening/ tidak, warna kulit merata dengan warna kulit
lainnya, terdapat edema pada tungkai kaki pasien, CRT
kembali > 3 detik.
Sirkulasi jantung
Inspeksi :
Ictus cordis terlihat
Palpasi :
Ictus cordis teraba halus
Auskultasi :
BJ I bersih tanpa bunyi tambahan, BJ II bersih tanpa
bunyi tambahan, tidak ada BJ III, irama teratur/ tidak
teratur dan tidak ada nyeri dada.
f) Sistem hematologi

Pasien terlihat pucat, bisa ada perdarahan/ tidak ada


perdarahan.
g) Sistem syaraf pusat

Pasien mengeluh sakit kepala, compos mentis sampai, tidak


ada tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sistem
persyarafan.
h) Sistem pencernaan
Inspeksi :
Perdarahan pada gusi bisa ada atau tidak ada, tidak ada
penggunaan gigi palsu, terdapat stomatitis, terdapat mual dan
muntah, konstipasi dapat terjadi, membran mukosa kering.
Palpasi :

Terdapat nyeri ulu hati dan kuadran kanan atas, tidak ada
pembesaran pada hepar.

Perkusi :

Dullness pada hepar, hipertimpani pada lambung.


Auskultasi :
Bising usus hiperaktif > 20 x/m.

i) Sistem endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bau napas


keton, tidak ada luka ganggren.
j) Sistem urogenital

Tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit


pinggang, oliguria.
k) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, warna kulit merata dengan warna kulit


lainnya, tidak ada luka pada kulit, tidak ada gatal-gatal, tidak
ada kelainan pigmen.
l) Sistem muskuloskeletal

Tidak ada fraktur, tonus otot menurun, kekuatan otot menurun,


nyeri ekstremitas.
10. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan, yaitu :
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia dan
neoplasma) ditandai dengan;
Data mayor :

- Pasien mengeluh nyeri

- Tampak meringis

- Gelisah

- Frekuensi nadi meningkat

- Sulit tidur Data minor


:
- Tekanan darah meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah

2. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi,


kekurangan intake cairan ditandai dengan;

Data mayor :

- Frekuensi nadi meningkat

- Nadi teraba lemah

- Tekanan darah menurun

- Tekanan nadi menyempit

- Turgor kulit menurun

- Membran mukosa kering

- Volume urin menurun

- Hematokrit meningkat Data minor :


- Pasien mengeluh haus

- Lemas

- Status mental berubah

- Suhu tubuh meningkat

- Konsentrasi urin meningkat

- BB turun tiba – tiba


3. Nausea b/d distensi lambung, iritasi gastrointestinal, kehamilan ditandai
dengan;

Data mayor :

- Mual

- Sensasi muntah Data minor :


- Keengganan terhadap makanan

- Rasa asam didalam mulut.


4. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan;
Data mayor :

- BB menurun minimal 10% dibawah rentang ideal Data minor :

- Pasien mengeluh cepat kenyang setelah makan

- Pasien mengeluh nyeri/kram abdomen

- Pasien mengeluh nafsu makan menurun

- Bising usus hiperaktif

- Membran mukosa pucat

- Sariawan

- Serum albumin turun

- Diare

- Rambut rontok berlebihan


5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan oksigen, kelemahan ditandai dengan;
Data mayor :

- Pasien mengeluh lelah

- Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat Data minor :
- Pasien mengeluh sesak saat/setelah aktivitas

- Pasien mengeluh tidak nyaman setelah beraktivitas

- Pasien mengeluh lemah

- Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat


- Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas

- Gambaran EKG menunjukkan iskemia

- Sianosis

11. Intervensi Keperawatan


Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesi Defenisi Dan Indikator Diagnostik. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Gustin, Rahmi Kurnia, (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis.
Jakarta : EGC

Sarutun (2018). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta : EGC

John, K. 2006. Jantung Kuat Bernapas Lega. Indonesia Publishing House.

Bandung.

Uripi, V. 2016. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluraan Pencernaan.
Puspa Swara. Jakarta.

Depkes. (2012). Distribusi Penyakit sistem Cerna Pasien Rawat Inap Menurut Golongan
Sakit Indonesia Tahun 2006.

Potter & Perry, (2005).Buku Saku Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

, (2013).Buku Saku Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Sarutun (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal.


Jakarta : EGC

Smeltzer, S., Bare, P. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah. Edisi 8 jilid
2.Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Irawati, U. 2012. Studi Terapi Pemberian Obat Pada Pasien Gastritis Di Puskesmas
Dulalowo Tahun 2012.

Yanti, M. 2010. Hubungan Rentang Stres Dan Kebiasaan Pemakaian Obat Anti Inflamasi
Non Steroid Dengan Kejadian Gastritis Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.
Djamil Padang Tahun 2010. Penelitian Keperawatan Medikal Bedah. Universitas
Andalas. (http://www.penelitian- yantimega.pdf). Diakses 17 Juli 2014.

Anda mungkin juga menyukai