GASTRITIS
DI RUANG ASTER
RSD dr.SOEBANDI
Disusun Oleh :
1. Definisi
Gastritis adalah radang pada lambung yang sering terjadi akibat kecerobohan dalam
aturan makan, seperti makan terlalu banyak atau makan dengan cepat, makan makanan
yang merusak perut karena mengandung bumbu yang berlebihan, dan makan makanan
yang tercemar (ENA, 2000;31) .
Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan
lain (Charlene J, Reeves, 2001;138).
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik
difus dan lokal dan ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis superfisial akut dan
gastritis atropi kronik (Brunner Suddarth, 2002; 1062).
Gastritis adalah proses infalamsi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis
merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya
sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan hispatologi (Hirlan, 2006 ;337).
2. Klasifikasi
Gastritis dapat dibagi menjadi dua (Brunner & Suddart ,2002:1062) yaitu :
1. Gastritis Akut
Inflamasi yang lama yang disebabkan oleh ulkus benigna, atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis Kronik dibagi
menjadi 2 yaitu :
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau
obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid,
penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-
faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat
menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut
bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai
faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya
Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi
produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting
baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-
sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi
asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai
komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek
toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari
mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki
pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat
merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan
difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan.
Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan
regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan
sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat
terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan
peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan
keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan
(gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh
jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi
bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).
Pathway Gastritis
Nyeri epigastrium
Me menurun sensori
untuk makan Refluk isi duodenum
ke lambung
Anoreksia
Nyeri akut
Ketidakseimbangan nutrisi
Muntah
kurang dari kebutuhan
tubuh
Kekurangan volume
cairan
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada gastritis akut dan gastritis kronik (Brunner & Suddart,2002:1062)
yaitu :
1. Gastritis akut :
a. Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium
b. Nausea
c. Kembung
d. Vomiting
e. Anoreksia
f. Rasa asam dimulut
g. Kolik
h. Diare
i. Pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena
j. Anemia pasca pendarahan.
2. Gastritis kronik :
a. Nyeri ulu hati
b. Anoreksia
c. Nausea
d. Bersendawa
e. Vomiting
f. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada pasien gastritis (Inayah, 2004 ; 60) terdiri dari :
Tes ini dapat melihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas
yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel dengan kamera mini di ujungnya (endoskop)
melalui mulut dan masuk kedalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil
untuk melihat dinding lambung. Hal ini dilakukan untuk melihat adanya peradangan.
Tapi tenggorokan sebelumnya diamati dan dirasakan (anestesi)
Tes ini dilakukan dengan cara mengambil sampel (biopsy) pada mukosa
lambung, dan sampel ini kemudian dibawa ke labotarium, untuk menentukan apakah
terjadi gastritis atau tidak.
3. Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody H.Pylori dalam darah. Jika
hasil tes positif (+), menunjukkan pasien pernah kontak pada suatu waktu dalam
hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.Tes darah
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung.
4. Pemeriksaan Barium
5. Radiologi
Radiologi, misalnya Rontgen, tes ini akan melihat adanya tanda – tanda gastritis
atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan barium
terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlebih jelas ketika di Rontgen.
6. Pemeriksaan Feces
Tes ini memeriksa apakah ada H.Pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif
dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya
darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
7. Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.Pylori atau
tidak.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis
akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan
sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis
reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai
sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan
resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang
dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun
hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis
yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang
terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si
pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya
atas dasar abolut (Suyono, 2001).
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar
disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai
permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A
(altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter
Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat
yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi
(yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia
pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005
: 522).
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien
dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B 12 (Chandrasoma, 2005 :
522).
8. Komplikasi
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan peptic ulcers dan
pendarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemasis dan melena, serta
dapat berakhir sebagai syok hemoragik. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus
pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Inayah, 2004 ; 65).
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik / ruangan
penyakit dalam pada umumnya. Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 – 6
tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita (Long,2006).
b. Keluhan Utama
Nyeri di perut (lambung) disertai mual dan pusing (Long,2006).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berupa mual dan muntah. Mual dan muntah dikendalikan oleh pusat muntah pada
dasar ventrikel otak keempat. Pusat muntah dibagian dorsal lateral dari formasio
retikularis medula oblongata, yaitu pada tingkat nukleus motorik dorsal lateral dari
syaraf vagus. Pusat ini terletak dekat dengan pusat salivasi, vasomotor dan pernafasan.
Alat keseimbangan dapat terserang akibat proses – proses sentral atau perifer. Peranan
dari pusat muntah adalah mengkoordinir semua komponen komplek yang terlibat
dalam proses muntah (Long,2006).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Masalah masa lalu pada sistem Gastrointestinal. Pernahkan pasien dirawat
dirumah sakit? Untuk melanjutkan pengkajian keperawatan riwayat pasien, perawata
mencatat status kesehatan umum pasien serta gangguan dan perbedaan gastrointestinal
sebelumnya. Obat – obatan, dapatkan informasi lengkap tentang obat yang diresepkan
dan yang dijual bebas, baik saat ini dan yang digunakan sebelumnya. Tanyakan
tentang penggunaan Aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat
memperberat gastritis (Long,2006).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga tentang penyakit Gastrointestinal yang dapat
mempengaruhi masalah kesehatan saat ini dan masa lalu pasien (Long,2006).
f. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
Bentuk simetris tidak terdapat kotoran atau ketombe, pergerakan tidak kaku dapat
digerakkan ke kiri dan ke kanan, tidak terdapat luka pada kulit kepala dan kulit kepala
cukup bersih.
2. Rambut
Rambut klien pendek lurus, warna hitam dan rambut klien terlihat bersih.
3. Mata
Bentuk mata simetris, fungsi penglihatan baik, konjungtiva tidak anemis, pupil dan
reflex cahaya baik, klien tidak memakai alat bantu penglihatan.
4. Hidung ( Penciuman )
Bentuk dan posisi hidung simetris, fungsi penciuman baik, tidak terdapat secret atau
benda asing yang menempel, tidak terdapat epitaksis dan rhinorrhoe dan tidak ada
peradangan.
5. Telinga ( Pendengaran )
Bentuk dan posisi simetris, ketajaman pendengaran baik, tidak terdapat serumen dan
cairan pada lubang telinga, tidak terdapat perdarahan dan klien tidak menggunakan
alat bantu pendengaran.
6. Mulut dan gigi
Bentuk bibir simetris, warna bibir tampak kehitaman, mukosa bibir tampak kering,
fungsi pengecapan baik, tidak terdapat perdarahan dan peradangan, mulut cukup
bersih dank lien tidak menggunakan gigi palsu.
7. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, tidak terdapat
peradangan dan leher dapat digerakkan secara anatomis.
8. Thorax (fungsi pernapasan )
Bentuk simetris, tidak terdengar bunyi wheezing dan tidak ada penurunan ekspansi
paru kiri dan kanan.
9. Abdomen
Bentuk simetris, abdomen terlihat bersih tidak terdapat luka. Abdomen klien kembung
saat diperkusi, nyeri tekan di ulu hati saat di palpasi, saat auskultrasi bising usus 16
kali/menit (Normal : 8-12 kali/menit).
10. Reproduksi
Jenis kelamin klien adalah laki-laki, mempunyai seorang istri dan dua orang anak.
11. Ekstremitas
Ekstremitas atas : dapat digerakkan dengan baik dan ekstremitas atas dekstra
terpasang infus.
Ekstremitas bawah : keduanya dapat digerakkan dengan baik tapi keadaan klien
yang lemah terpaksa klien istirahat total di tempat tidur.
12. Integumen
Warna kulit klien sawo matang, tidak terdapat lesi dan memar (Long,2006).
2. Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Priyanto, 2009, Endoskopi Gastointestinal, Salemba Medika : Jakarta
2. Alspach, Grif JoAnn, 2006, Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th
Ed,Saunder Elseiver: USA
3. Brunner dan Suddart, 2000, Keperawatan Medical Bedah, EGC : Jakarta