Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)
Gastritis adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung
yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau
bahan iritan. ( J. Reves, 1999 )
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus
dan lokal yang disebabkan oleh makanan, obat obatan, zat kimia, stres, dan bakteri.
B. KLASIFIKASI
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Gastritis Akut
Gastritis (inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan oleh
kesembronoan diit, misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang
terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol,
aspirin, fefluks empedu dan terapi radiasi. Gastritis dapat juga menjadi tanda pertama
infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat
aatu alkali, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.
2. Gastritis Kronis
Inflamasi yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak
maupun ganas, oleh bakteri H. Pylori . gastritis kronis mungkin diklasifikassikan sebagai
Tipe A atau Tipe B. Tipe A ini terjadi pada fundus atau korpus lambung. Tipe B (H.
Pylori)mengenai antrum dan pylorus. Mungkin berkaitan dengan bacteria H. Pylori.
Faktor diit seperti minuman panas, bumbu penyedap,penggunaan obat, alcohol,
merokok atau refluks isi usus kedalam lambung.

C. PATOFISIOLOGI
Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang masuk kedalam
lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya sehingga lambung
kehilangan barrier (pelindung). Selanjutnya terjadi peningkatan difusi balik ion
hidrogen. Gangguan difusi pada mukosa dan penngkatan sekresi asam

lambung yang meningkat / banyak. Asam lambung dan enzim-enzim


pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi
peradangan. Inilah yang disebut gastritis. Respon mukosa lambung terhadap
kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu
gangguan-gangguan
tersebut
seringkali
menghilang
dengan
sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi
perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif).
Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya
perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung
dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau abuabu kehijauan (gastitis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa.
Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis
kronis dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi
setelah tindakan gastroyeyunostomi.

D. ETIOLOGI
1. Infeksi

bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang
hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada
masa kanak kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer
dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada
lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis,
sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan
rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat
mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau
dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat
bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori
kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini

mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan
terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
2. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat obat tersebut hanya
sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
3. Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap
asam lambung walaupun pada kondisi normal.
4. Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan
dan gastritis.
5. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
6. Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi
faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12).
Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi
serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
7. Crohns disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis
pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan
peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala
dari Crohns disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih
menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
8. Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi
dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.

9. Penyakit

bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemaklemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal,
sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah
empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
dan gastritis.
10. Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya
seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.

E. KOMPLIKASI
a. Gastritis Akute
Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan kematian.
Ulkus pada lambung: Karena erosi pada area yang mengelilingi membrane mukosa
lambung. biasanya terjadi akibat keseringan menggunakan obat-obat anti-inflamasi
nonsteroid, penggunaan alcohol, dan perokok berat,juga oleh H. Pylori. Pendarahan
pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan
memerlukan perawatan segeraPerforasi lambung.
b. Gastritis Kronis
Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung dan akan terjadi
anemia pernisiosa.
Gangguan penyerapan zat besi.
Penyempitan daearah fillorus.
Kanker lambung; biasanya terjadi pada individu usia 40 tahun keatas dan juga pad
individu yang lebih muda. Diit yang mengiritasi biasanya adalah factor utamanya.
(makanan yang diasap dan sedikit mengkonsumsi buah dan sayur), penyakit ini timbul
akibat gastritis yang sudah kronis, anemia pernisiosa, ulkus gastrikum.

F. PEMERIKSAAN MEDIS
Bila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan
pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan
tersebut meliputi :
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri
pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi
akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan

pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh


bakteri H. pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada
lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinarX. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas
usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum
endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika
ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil
sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke
laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit.
Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak
nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tandatanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan
cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi
saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu
etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun
secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikuT:
a. Gastritis Akut
Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang; ubah menjadi diet
yang tidak mengiritasi
Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan hemoragie yang terjadi
pada saluran gastrointestinal bagian atas.
Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam
dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor H2,
inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).

Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau
cuka yang di encerkan.
Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
b. Gastritis Kronis
Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam
bismuth (pepto bismol).

TERAPI UNTUK GASTRITIS


Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin
memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang jarang,
pembedahan untuk mengobatinya.
Terapi terhadap asam lambung
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan
menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian
besar tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau menetralkan
asam lambung seperti :
1. Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung
dengan cepat.
2. Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit
tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin,
nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
3. Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung
adalah dengan cara menutup pompa asam dalam sel-sel lambung penghasil asam.
Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari pompapompa ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H.
pylori.
4. Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringanjaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu
sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan
ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga
menghambat aktivitas H. pylori.
Terapi terhadap H. pylori

Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering
digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang
ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual,
menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk
membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan
tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat.
Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10
hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali
setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah
dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H.
pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan
atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

H. PENCEGAHAN
Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran
untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :
a. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
b. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
c. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat
lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam
lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah,
terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang
dapat membantu untuk berhenti merokok.
d. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan
dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
e. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit.
Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan

pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat
yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
f. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat
peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung acetaminophen.
g. Ikuti rekomendasi dokter.

KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GASTRITIS
A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/ istirahat.
Gejala: Kelemahan/ kelelahan.
Tanda: Takhikardi, takipnoe, ( hiperventilasi ).
ulasi.
Gejala: Hipotensi, Takhikardi, Disritmia.
Tanda: Kelemahan nadi / perifer, Pengisian kapiler lambat,Warna kulit pucat, sianosis,
Kelembaban kulit, berkeringat.
3. Integritas Ego.
Gejala: Faktor stress akut / psikologi, perasaan tidak berdaya.
Tanda: Tanda ansietas, misalnya ; pucat, gelisah, berkeringat, perhatian
menyempit.
4. Eliminasi.
Gejala: Perubahan pola defekasi /karakteristik feces.
Tanda: Nyeri tekan abdomen, Distensi abdomen, peningkatan bunyi usus,karakteristik feses ;
diare dan konstipasi.
5. Makanan /Cairan.
Gejala: Anorexia,mual, dan muntah, cegukan, tidak toleran terhadap makanan.
Tanda: Muntah, membran mukosa kering, turgor kulit menurun.
6. Neorosensori.
Gejala: Pusing, sakit kepala, terasa berdengung.
Tanda: Status mental, tingkat kesadaran terganggu, cenderung mengantuk, disorientasi,
bingung.
7. Nyeri /Kenyamanan.

Gejala: Nyeri digambarkan tajam, dangkal, rasa terbakar, perih


Tanda: Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah banyak makan & hilang setelah
minum obat antasida. Nyeri epigastrium kiri menyebar ketengah dan menjalar tembus
kepinggang 1-2 jam setelah makan ( ulkus peptik ). Nyeri epigastrium kanan 4 jam
setelah makan dan hilang setelah diberi antasida ( ulkus doudenum). Faktor pencetus,
makanan, rokok, alkohol penggunaan obat tertentu. Stress psikologis.
8. Keamanan.
Gejala: Alergi terhadap obat.
Tanda: Peningkatan suhu.

AGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL


1. Perubahan kenyamanan; Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa gaster.
Tujuan jangka pendek : Pasien mengatakan rasa nyeri berkurang.
Tujuan jangka panjang : Tidak terjadi iritasi berlanjut.
Intervensi:
a. Puasakan pasien pada 6 jam pertama.
b. Berikan makanan lunak sedikit demi sedikit dan beri minum yang hangat.
c. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
d. Observasi keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitasnya, ( skala 0-10 ),
serta perubahan karakteristik nyeri.
Rasionalisasi.
a. Mengurangi inflamasi pada mukosa lambung.
b. Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah
periode puasa.
c. Dapat menyebabkan distres pada bermacam-macam individu / dispepsia.
d. Perubahan
karakteristik
nyeri
terjadinya komplikasi.

dapat

menunjukan

penyebaran

penyakit

2. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anorexia.


Tujuan jangka pendek : Pemasukan nutrisi yang adekuat.
Tujuan jangka panjang : Mempertahankan BB tetap seimbang.
Intervensi:
a. Buat program kebutuhan nutrisi harian & standar BB minimum.

b. Berikan perawatan mulut sebelum & sesudah makan.


c. Monitor aktivitas fisik dan catat tingkat aktivitas tersebut.
d. Hindari makanan yang menimbulkan gas.
e. Sediakan makanan dengan ventilasi yang baik, lingkungan yang menyenangkan,
dengan situasi yang tidak terburu-buru.
Rasionalisasi.
a. Sebagai acuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien.
b. Memberikan rasa nyaman pada mulut dan dapat mengurangi rasa mual.
c. Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan berat badan juga untuk
mengontrol tingkat pembakaran kalori.
d. Dapat mempengaruhi nafsu makan / pencernaan dan membatasi masukan
nutrisi.
e. Lingkungan yang mennyenangkan dapat menurunkan stress dan lebih kondusif
untuk
makan.
3. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan jangka pendek : Pasien dapat mendiskusikan permasalahan yang
dihadapinya.
Tujuan jangka panjang : Pasien dapat memecahkan masalah dengan menggunakan
sumber yang efektif.
Intervensi
a. Observasi respon fisiologis, mis : takipnoe, palpitasi, pusing.
b. Catat petunjuk perilaku, mis : gelisah, midah tersinggung.
c. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan respon umpan balik.
d. Berikan lingkungan yang tenang untuk beristirahat.
e. Berikan tekhnik relaksasi, mis: latihan nafas dalamdan bimbingan imaginasi.
f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan melakukan koping positif.
Rasionalisasi

a. Dapat menjadi indikasi derajat ansietas yang dialami pasien.


b. Indikator derajat ansietas.
c. Membuat hubungan therafiutik, membantu pasien untuk menerima perasaan dan
menurunkan ansietas yang tidak perlu tentang ketidak tahuan.
d. Memindahkan pasien dari stresor luar dan meningkatkan relaksasi, juga dapat
meningkatkan ketrampilan koping.
e. Cara relaksasi dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.
f. Perilaku yang berhasil dapat menguatkan pasien dalam menerima ansietas,
meningkatkan rasa pasien terhadap kontrol diri dan memberikan
keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah ; Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth, EGC, Jakarta.
Crowin, Elizabeth J. 2002. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arief. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius; Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC.

asuhan keperawatan typoid


TYPHOID
A.

Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi
dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas typhoid 10 14 hari
Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh


kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
1. SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
F. Penatalaksanaan
1.

Perawatan
Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
1. Diet

Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.

1. Pengobatan
2. Klorampenikol
3. Tiampenikol
4. Kotrimoxazol
5. Amoxilin dan ampicillin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID


A. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
4. Riwayat Psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
5. Pola Fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme :
6. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus
halus.
Pola istirahat dan tidur
7. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan
sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
8. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran dan keadaan umum pasien


Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar tidak sadar (composmentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.

Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki


TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai
kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya
penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul


1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi.

C. Intervensi
Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.

Tujuan : Suhu tubuh normal


Intervensi :

Observasi suhu tubuh klien


Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha,
temporal bila terjadi panas
Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.

Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat


seperti katun
Rasional : menjaga kebersihan badan

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik


Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :

Kaji pola nutrisi klien


Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu
makan.
Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari
pemberian makan yang tidak disukai.

Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut


Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.

Timbang berat badan tiap hari


Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.

Anjurkan klien makan sedikit tapi sering


Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet


Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang
tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya


Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.

Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien


Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit typhoid.

Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien
setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.

Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat


Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

ASUHAN KEPERAWATAN TBC


ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TBC)

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
Tuberkulosis (TB) Paru

adalah

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer, 2009:


hal 472).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium
Tuberkulosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termaksuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Brunner, 2002:
hal 349).
Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin, 2009:
hal 918).
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal


193).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya
ditularkan

melalui

inhalasi

percikan

ludah

(droplet),

orang

ke

orang,

dan

mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414).


Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai paru,

tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins, 2007: hal
544).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru,
disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).
2. Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2233), klasifikasi tuberculosis Paru, yaitu :
a.
1)
2)
b.

Pembagian secara patologis:


Tuberculosis primer (childhood tuberculosis).
Tuberculosis post-primer ( adult tuberculosis)
Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif ,

non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)


c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4
cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3) Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan
moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
a. Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif.
b. Kategori I: Terpajan tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi disini riwayat
c.

kontak positif, tes tuberculin negatif.


Kategori II: Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin positif,

radiologis dan sputum negatif.


d. Kategori III: Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak di pakai adalah berdasarkan kelainan
klinis, dan mikro biologis:
a. Tuberculosis paru.
b. Bekas tuberculosis paru.
c. Tuberkulosis tersangka .
Tuberculosis tersangka terbagi menjadi tuberculosis tersangka yang diobati, disini
sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. dan tuberculosis paru tersangka

yang tidak diobati, disini sputum BTA negatiaf, dan tanda-tanda lain juga
meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termaksuk TB
paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klsifikasi ini perlu dicantumkan: status biakan
bakteriologi, mikriskopik sputum BTA, (langsung), biakan sputum BTA, status
radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru, dan status kemoterapi,
riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkuosis.
WHO berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:
a. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan bentuk TB berat.
b. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positif.
c. Kategori III ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan yang tidak luas
dan kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I
d. Kategori IV ditujikan kepada : TB kronik.

3. Anatomi dan Fisiologi


Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru

(Sumber : Sylvia, Patofsiologi : Konsep klinis Proses-proses penyakit. EGC)

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan udara ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Jadi di dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang di tarik dari
udara masuk ke dalam darah CO 2 dikeluarkan dari darah secara osmosis .
seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui traktus respiratorus (jalan pernapasan)
dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk
ke sarambi kiri jantung

(atrium sinistra) ke aorta ke seluruh tubuh (jaringan-

jaringan dan sel-sel), disini terjadi oksidasi (pembakaran) . sebagian ampas


(sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran
darah vena masuk ke jantung

(serambi kanan / atrium dextra)

ke bilik kanan

(ventrikel dextra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paruparu.

Akhirnya

dikeluarkan

menembus

lapisan

epitel

dari

alveoli.

Proses

pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari
metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang
menuju paru-paru (sampai alveoli) pada laring terdapat epiglotis yang berguna
untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea,
sedangkan sewaktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk mencoba
mengeluarkan makanan tersebut dari laring.
Selain itu dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring
debu-debu, kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut
memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga terjadi
bersin, kadang terjadi batuk. akibatnya benda asing/kotoran

tersebut bisa

dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dari kejadian tersebut diatas udara yang
a.

masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih


Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung

(septum nasi). didalamnya

terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung.

Bagian luar hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah tiga buah yaitu: konka
nasalis inferior, konka nasalis media dan konka nasalis superior.
Diantara konka ini terdapat tiga buah lekukan meatus yaitu meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior
( lekukan bagian bawah). Meatus-meatus ini

lah yang dilewati oleh udara

pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,


lubang ini disebut kona. dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas,
ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang di sebut sinus
paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada
rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis
pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju konka
nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman sel tersebut terutama
terdapat di bagian atas. pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau
b.

reseptor dari saraf penciuman (nerfus olfaktorius).


Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain:
ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, ke
belakang lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir jaringa ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya
terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat

epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.


c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di bagian depan faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu
dapat di tutup oleh sebuah empeng tenggorok yang di sebut epiglotis yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.

d.

Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda

( huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang

berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar. panjang trakea
9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringn ikat yang dilapisi oleh otot
polos.
sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang meisahkan trakea menjadi bronkus
e.

kanan dan kiri disebut karina.


Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke
bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebih besar
dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin, mempunyai 3 cabang
bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12
cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil
disebut bronkiolus ( bronkioli). Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi, dan pada

f.

ujung bronkiolus terdapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.


Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah bagian tubuh yang sebagian besar teridiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaanya lebih kurang 90 m 2. Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, O 2 masuk ke dalam darah dan CO 2 dikeluarkan
dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi menjadi dua: Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus, lobus
puimo dektra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobules. paru-paru kiri, terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segemen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah
segmen pada segmen inferior. Tiap tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan belahan yang bernama lobules.

Diantara lobules yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobules
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobules bronkiolus bercabang-cabang banyak
sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.
Latak paru- paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru paru dibungkus oleh
selaput yang disebut pleuara. Pleura dibagi menajadi: Pleura visceral yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru-paru dan, pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keuda pleura ini terdapat rongga (cavum)
yang disebut cavum pleura. Pada keadaan normal kavum plura ini vakum (hampa
udara) sehingga paru-paru dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat), yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
g.

gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Pembuluh darah paru
Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya 1/3 dari
tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan
yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang
langsung mengalir ke paru-paru dan aorta

melalui arteri bronkialis. Darah ini

adalah darah yang kaya oksigen dibandingkan dengan darah pulmonal yang
relative kekurangan oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium
kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung oksigen dari
ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabang nya menyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli
halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringn kapiler
itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya
dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu
sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar
melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung oksigen),
sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan
ada yang mencapai vena cava inferior maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung


a)

udara di dalamnya, kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua yaitu :


Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada bebrapa

b)

hal: kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang.


Kapasitas vital yaitu, jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara
sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal
3 liter udara pada waktu kita bernapas bisasa. Udara yang masuk ke dalam paruparu 2.600 cm3 (2,5 liter). Jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa
16-18 kali/ menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah,
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan

sebaliknya.
h. Proses terjadinya pernapasan
Terdiri dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti
melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus
menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan.
Reflex bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak dalam sumsum
penyambung (medulla oblongata).

Oleh karena seseorang

dapat menahan,

memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex bernapas


juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirasi terjadi bila
mukulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut
datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarakan
antara sternum

(tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga

dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga
tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan

ini terjadi karena adanya perbedaaan tekanan antara rongga pleura

dan paru-paru.

Pernapasan dada, pada waktu orang bernapas, rangka dada terbesar bergerak,
pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang
lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang
rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat
kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria. (Syaifuddin,
2006: hal 192).
4. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 4 mikron x 0,3
0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau
tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA),
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.

Kuman tuberculosis juga tahan dalam

keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob.


Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 10 menit atau
pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 95 % selama 15- 30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es,
hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi, namun tidak
tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa
untuk mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali
partukaran udara.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).

5. Patofisiologi
Menurut Sudoyo,

dkk (2009 : hal 2232), proses perjalanan penyakit

tuberculosis Paru, yaitu :


a. Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari - hari sampai berbulan bulan. Bila partikel infeksi
ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman
akan

dihadapi

pertama

kali

oleh

neutrofi,

kemudian

baru

oleh

makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia bersama sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringn paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
akan

terjadilah

efusi

pleura.

Kuman

dapat

juga

masuk

melalui

saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional


kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang.

Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke

seluaruh bagian paru menjadi TB milier.


Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal

+ limfadenitis regional =

kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks
1)
2)

primer ini selanjutnya menjadi :


Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi
di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pnemunia yang luasnya > 5 mm dan 10 %

3)

diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.


Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini menyebar ke
sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya, kuman dapat juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga

menyebar ke usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara hematogen
ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberculosis primer.
b. Tuberculosis pasca primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul bertahun tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis
pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru
(bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi
1)
2)

TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya dan imunitas

pasie, sarang dini ini dapat menjadi :


Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras, menimbulakan
perkapuran.

Sarang

menghancurkan

dini

jaringan

yang

meluas

ikat sekitarnya

sebagai

granuloma

dan bagian

berkembang

tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukan
keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lamalama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah
karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk perkijuan
lain

yang

jarang

adalah

cryptic

dissesminaate

TB

yang

terjadi

pada

immunodifisiensi dan usia lanjut.


Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak kavitas dapat
1) meluas kembali dan menimbulakan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini
masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan teradi TB Milier. Dapat juga
masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke
usus

jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang

disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau


2)

empiema bila rupture ke pleura .


Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas
lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan

kemudian menjadi mycetoma .


3)
Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil. kadang-kadang berkahir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam sarang yakini :
1) Sarang yang sudah sembuh, sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2) Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
3)

sempurna.
Sarang yang berada diantara aktif dan sembuh , sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, sebaiknya di berikan
pengobatan yang sempurna juga.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru,
yaitu :
a.

Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadangkadang dapat mencapai 40-41

C. serangan demam pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Begitulah seterusnya hilang

timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
b.

pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.


Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah batuk berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan
(non

Produktif)

peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

kemudian

setelah

timbul

peradangan

menjadi

produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
c.

terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah

d.

meliputi setengah bagian paru-paru.


nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura

e.

sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.


Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a.
b.

Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.


Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

c.

Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

d.

Tes Mantoux / Tuberkulin


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

e.

Tehnik Polymerase Chain Reaction


Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

f.

Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)


Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis.

g.

MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.

h.

Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral


Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

1)

Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah

2)

Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )

3)

Adanya kavitas, tunggal atau ganda

4)

Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru

5)

Adanya klasifikasi

6)

Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

7)
a.

Bayangan millier
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas
atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis
endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak


sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat
seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah
penebalan

pleura

(pleuritis),

massa

cairan

dibagian

bawah

paru

(efusi

pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura (pnemothorax)


Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik,
b.

klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.


Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan).
Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan

c.

densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai prosesproses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat

d.

dibuat transversal, segital dan koronal.


Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru
mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

e.

limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1

f.

ml sputum.
Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini
dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U
( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil

negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5


T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu
sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
3)

antibody normal masih menonjol.


Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran
antibody selular paling menonjol.

8. Penatalaksanaan Medik
a. Pengobatan
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada
1)
2)

klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :


Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.
Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang

3)
4)

pengobatan kategori 1 nya gagal).


Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif
Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap
intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif.

a)
1)
2)
3)
4)

b)
1)
2)

Obat diminum sekaligus 1 jam sebelum sarapan pagi.


Dosis pemberian obat kategori 1:
Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
INH (H)
: 300 mg 1 tablet.
Rimfapisin (R)
: 450 mg - 1 kaplet
Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg
Ethambutol (E) : 750 mg 3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di
sebut kombipak II
Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
INH (H)
: 600 mg 2 tablet @ 300 mg
Rimfapisin (R) : 450 mg 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali
regimen ini disebut kombipak III.
Ta

b.

Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang.

Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.


1) Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a) semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.
b) Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c)
2)
1.
2.
3.

9.

Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
Indikasi relative pembedahan adalah:
Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
Sisa kavitas yang menetap.

Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a.

Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab
lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju

ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.


b. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan
selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga
pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi
c.

dan exudat pleura yang kaya akan protein.


Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga
pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium

d.

tuberculosis (pleuritis tuberculosis).


Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang

kemudian

menyebabkan

laryngitis

tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran
pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan
tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi
f.

seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.
Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru,
sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada

g.

parenkim yang terinfeksi.


Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan
gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh
jaringan tubuh.

10.

Prognosis.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama 6 bulan secara rutin. (Sylvia,
1995 : hal 759)

11.

Pencegahan
Tindakan

pencegahan

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

infeksi

mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :


a.

Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan

b.
c.

membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).


Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi, sirkulasi

d.

udara, dan penyinaran matahari di rumah.


Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor

e.

(polusi).
Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

B.

1.
a.
1)
2)
3)
b.
1)

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang

pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi,implementasi, evaluasi dan perencanaan pulang.


Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:
Pola pemeliharaan kesehatan
Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
Kebiasaan merokok atau minum alcohol
Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang.
Pola nutrisi metabolic
Nafsu atau selera makan menurun

2)
3)
4)
c.
1)
2)
d.
1)
2)
e.
1)
2)
3)
f.

g.
1)
2)
h.
1)
2)
i.
j.
1)
2)
3)
k.
2.

Mual
Penurunan berat badan
Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
Pola eliminasi
Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru
Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan umum/ anggota gerak
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
Pola tidur dan istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari
Mimpi buruk
Berkeringat pada malam hari
Pola persepsi kognitif
Nyeri dada meningkat karena batuk
Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
Perasaan tidak berdaya
Pola peran hubungan dengan sesama
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.
Pola reproduksi seksualitas
Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan
Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress
Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
Ansietas
Perasaan tidak berdaya
Pola sistem kepercayaan
Kegiatan beribadah terganggu
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau
masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi :
pertama adanyanya masalah actual berdasarkan respon klien terhadap masalah
atau penyakit. Kedua faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya
masalah. Ketiga kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah.
Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus

a.

tuberculosis paru adalah:


Ketidakefektifan bersihan jalan napas

b.

secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan

berhubungan dengan secret kental, atau

jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk


menghindari pemajanan pathogen.

c.

Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan


permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan

d.

secret kental, tebal.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,

e.

sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.


Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.

3.

Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan
keperawatan atau intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah maslah keperawatan klien. Tahap
perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan
tujuan , penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan.(Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya
adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut :

a.

(Doenges , 1999 : hal 244).


Ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan secret kental, atau

secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan
: Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji pungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi
2)

menunjukan akumulasi secret.


Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan

3)

oleh kerusakan paru-paru.


Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu

ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret


Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5) Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru
4)

meminimalkan upaya pernapasan

dan

6)

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator,

kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
b.
Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan
: dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2) Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi
kemkungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
3) Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu secara
berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa bereaksi pada
proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
4) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering pada
inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi

/ ronchi .

lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk produktif tidak diketahui.


Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi perkembangan
PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian , TB mengalami
5)

6)

peningkatan an infeksi jamaur lainnya.


Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/ inflamasi.
Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah
terjadinya sepsis.
Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang pada
tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien keperawatan

7)

atau orang lain.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen
mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk organsime

c.

tertentu ( sistem perusak).


Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.

Tujuan
: bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat
dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
1)
Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil
bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis
luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai distress
2)

penapasan.
Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan

kulit, selaput mukosa dan warna kuku .


Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
3) Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps atau
penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru
4)

dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.


Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode penurunan

pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.


5) Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
d.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,

sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.


Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan
2)

3)

intervensi yang tepat.


Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi

kebutuhan/

kekuatan

khusus.

Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.


Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

4)

Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein
karbohidrat.
Rasional:
Memaksimalakan

masukan

nutrisi

tanpa

kelemahan

yang

5)

perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.


Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat

6)

untuk kebutuhan metabolic


Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga

dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.


Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.
e.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
7)

dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan


tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
prognosis kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
2) Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
3)

tahap individu.
Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru
( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,

dan pencegahan).
beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
5)
Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit
4)

TB

Paru

( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,


dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi,
6)

4.

dan pencegahan).
Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang
terdapat pada pasien.
Implementasi Keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan di susun dan dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan,
pemuliahan

yang

mencakup

kesehatan

dan

peningkatan

kesehatan,

memanifestasi

koping.

pecegahan

penyakit,

Perencanaan

tindakan

keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan
untuk beradapatasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap
pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih tinakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan
keperwatan di catat dalam format yang telah ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis
Paru yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap
penularan karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang
lain melalui udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri
berkurang / hilang, mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan prubaha
perilau dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama
dengan klien, keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan
yang diberikan dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).

5.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan
dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan

mencakup

dua

bagian

yaitu

evaluasi

proses

(formatting) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan
secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan . sedangkan evaluasi
hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan

tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai


sasaran yang telah ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan
diagnosa

yang

muncul

adalah

mempertahankan

jalan

napas,

mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, bebas dari distress pernapasan,


nyeri berkurang

/ hilang , bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat badan

menjadi ideal, melakukan perubahan perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan
kesehatan dan menurunkan resiko pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru.
(Nursalam, 2001 : hal 71)

6.

Perencanaan Pulang
Perencanaan

pulang

atau

discharger

planning

pada

pasien

dengan

tuberculosis paru adalah:


a.

Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan

b.

instruksi dokter.
Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup

c.
d.
e.
f.
g.

dan tidak disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan


Istirahat yang cukup.
Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.
Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.
Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.
Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor

(polusi).
h. Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan.
Nabati : Kacang-kacangan, tahu, tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan
i.

sayuran
Makanan yang harus dihindari adalah alcohol

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit

neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
(Arif Muttaqin, 2008)
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Faktor Risiko
Hipertensi.
Obesitas.
Hiperkolesterol.
Peningkatan hematokrit.
Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
DM.
Merokok.
Alkoholisme.
Penyalahgunaan obat : kokain.

C.

Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a.
Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).

Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
c.

aliran darah serebral.


Arteritis( radang pada arteri )

2.

Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30

detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :


a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus
kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau
kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark

a.
b.
c.
d.

otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.


Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga

e.

darah arteri langsung masuk vena.


Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi

4.
a.
b.
c.
5.
a.
b.

pembuluh darah.
Hypoksia Umum
Hipertensi yang parah.
Cardiac Pulmonary Arrest
Cardiac output turun akibat aritmia
Hipoksia setempat
Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering

dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat
pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan
otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang
subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah otak.
E. Klasifikasi
1. Patologi serangan stroke.
a. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,

disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua,
yaitu ;
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak.
2) Perdarahan Sub Araknoid
Tabel

Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal +/+++
Hemiparese
++
+/Gangguan saraf otak
+
+++
Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid

2.4

b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik


Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan beberapa
jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk dan
berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
F.
1.
2.
3.
4.
5.

Tanda dan gejala


Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
Gangguan persepsi.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.

G.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Komplikasi
Hipoksia serebral
Penurunan aliran darah serebral
Embolisme serebral
Pneumonia aspirasi
ISK, Inkontinensia
Kontraktur
Tromboplebitis
Abrasi kornea
Dekubitus
Encephalitis
CHF
Disritmia, hidrosepalus, vasospasme

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi
vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
8.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.


Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrollit

I.

Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi
dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
J. Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada
tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
K. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
2.

di leher.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan

oleh pasien TIA.


3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
L.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pencegahan Stroke
Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
Olahraga secara teratur.

M.
1.
2.
3.

Penanganan dan perawatan stroke di rumah


Berobat secara teratur ke dokter.
Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter.
Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah

4.

atau lumpuh.
Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.

5.
6.
7.
8.

Bantu kebutuhan klien.


Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
Periksa tekanan darah secara teratur.
Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
2.

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita

gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas
ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan,
c.

aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.


Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat

4.

stroke dari generasi terdahulu.


Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status

dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa
yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena
adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,

berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan
dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam
menelan.
e. Dada
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi

: Bentuk simetris
: Tidak adanya massa dan benjolan.
: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau

gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi
: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi
: Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi
: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase,

1)
2)
3)
4)
5)
6)

mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh

B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan


1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
Tujuan :

Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal
dengan kriteria hasil :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

klien tidak gelisah


tidak ada keluhan nyeri kepala
mual dan kejang
GCS 4, 5, 6
pupil isokor
refleks cahaya (+)
TTV normal.
Intervensi :

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila bergerak atau
berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat
melindungi diri diri dari valsava.
5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial.
7) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel, antibiotika.
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan
edema serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan
kriteria hasil :
1)
2)
3)
4)

bunyi nafas terdengar bersih


ronkhi tidak terdengar
trakeal tube bebas sumbatan
menunjukan batuk efektif

5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas


6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di
lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan


neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi,
dengan kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian

tubuh yang terkena atau kompensasi.


Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya
kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama ..x24jam

Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan

1)
2)
3)
4)

penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka


Intervensi :
Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah

posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5.

Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan


dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL,
seperti makan, mandi dll.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan
perawatan diri.
Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien
mampu

melakukan

aktivitas

perawatna

diri

sesuai

dengan

tingkat

kemampuan,

mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu.


Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 4 untuk melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu.
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi
3)

dan harga diri klien.


Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk
usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan
menganjurkan klie untuk terus mencoba.

4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan
dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk
orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal

1)
2)
3)
4)
5)

( konstipasi) tidak terjadi lagi.


Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari,
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces.
Berikan latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces

7. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
5) Kaji kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk menentukan piata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih.
6) Modifikasi pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
7) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.

Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai