Anda di halaman 1dari 14

Refleks Patologis

1. Reflek Hoffman Tromer --> Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores,
positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya
2. Reflek Jaw --> Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous
trigeminus, denganmengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif
bila mulut terkatup
3. Reflek regresi --> Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral
4. Reflek Glabella --> Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila
membuat kedua mata klien tertutup
5. Reflek Snout --> Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur
saliva
6. Reflek sucking --> Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari
tersebut
7. Reflek Grasp --> Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya
8. Reflek Palmomental --> Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot
dagu kontraksi
9. Reflek rosolimo --> Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi
10. Reflek Mendel Bechterew --> Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah
depan,positif bila jari kaki ventrofleksi
Refleks Fisiologis
1. Reflek kornea --> Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif
bila mengedip (N IV & VII )
2. Reflek faring --> Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi
muntahan ( N IX & X )
3. Reflek Abdominal --> Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil
negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat
reaksi otot.
4. Reflek Kremaster --> Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila
skrotum sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
5. Reflek Anal --> Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 34-5 )
6. Reflek Bulbo Cavernosus --> Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan
kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )
7. Reflek Bisep ( C 5-6 )
8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )
9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )
10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )
11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)
12. Reflek Moro --> Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
13. Reflek Babinski --> Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki
mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa

abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )


14. Sucking reflek --> Reflek menghisap pada bayi
15. Grasping reflek --> Reflek memegang pada bayi
16. Rooting reflek --> Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
http://adisamerahputih.blogspot.com/2010/07/refleks-patologis-dan-fisiologispada.html

REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS (PEMERIKSAAN


NEUROLOGIS)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar BelakangRefleks adalah respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Ada dua
jenis refleks, yaitu refleks sederhana atau refleks dasar, yaitu refleks built-in yang tidak perlu
dipelajari, misalnya mengedipkan mata jika ada benda asing yang masuk; dan refleks didapat
atau refleks terkondisi, yang terjadi ketika belajar dan berlatih, misalnya seorang pianis yang
menekan tuts tertentu sewaktu melihat suatu di kertas partitur. Jalur jalur saraf saraf yang
berperan dalam pelaksanaan aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks.
Refleks sangat penting untuk pemeriksaan keadaan fisis secara umum, fungsi nervus, dan
koordinasi tubuh. Dari refleks atau respon yang diberikan oleh anggota tubuh ketika sesuatu
mengenainya dapat diketahui normal tidaknya fungsi dalam tubuh. Oleh karena itu, pelaksanaan
praktikum ini sangat penting agar diketahui bagaimana cara memeriksa refleks fisiologis yang
ada pada manusia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA


Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari
yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak,
berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh
efektor. [5]
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan,
tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi
kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin,
atau batuk. [5]
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf
penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor
untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks.
Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam
otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum
tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya
refleks pada lutut. [5]
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri dari

alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di
ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara
neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron
aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus
kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis
atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat
sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.[1]
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial
aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan
sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps
(Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory
Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat
eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di
efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya
berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot
polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup
besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu
ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf
pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron
lain yang juga bersinaps p
ada neuron eferen tersebut. [1]
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps anatara
neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex
yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu
interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara
2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex
polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal,
oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain. [1]
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi.
Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya
berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle).
Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui seraserat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang
merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti. [1]
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam gelendonggelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat saraf
aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut.
Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi seratserat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch
reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan
pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.[2]
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot
ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia

(tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah
palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptorreseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini,
sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas.
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex
patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan ototgelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot
itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara
masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
[2]
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot ekstensor
yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut
cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi
pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai
tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.[2]
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua
komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan
refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari
spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot
diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat
menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang
berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks
regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya)
untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu
yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan
oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa
hal itu menyebabkan tingkat kontraksi otot
tetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak sebaliknya.[3]
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah osilasi
atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar
seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering
ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik,
kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya.
[3]
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan
terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang
lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan
intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya
yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata. [4]
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip
dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau cahaya
terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik
secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks
mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi
mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik). [4]
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika

mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen
refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki
respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi
refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk
dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes
mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama
dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk
merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan bawah.[4]

BAB III
A. ALAT YANG DIBUTUHKAN
Palu perkusi
Lampu Senter
Kapas
Jarum
B. CARA KERJA
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah
kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot
dinding perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola
mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah
dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara
cepat.
c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi pupil
holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.
d. Refleks Periost Radialis
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan.
Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku
dan supinasi tangan.
e. Refleks Periost Ulnaris
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan
supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa pronasi tangan.
f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
1) Knee Pess Reflex (KPR)

Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung bebas
atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo
patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo Achilles,
sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang
akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot
triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang
coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik
steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut
menjauhi stimulus.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak)
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan
letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan
yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.

Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan pada kulit atau respon
apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu :
- Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota
gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba
untuk mempertahankan posisinya.
- Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan
letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
- Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan
yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Ada pun arti penting refleks yaitu :
- Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum
- Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang yang ototnya sering
lemas.
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik halus), pemeriksaan

sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan pemeriksaan nervus (fungsi nervus
I XII).
Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis
normal jika terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada
manusia. Refleks fisiologis
Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak
lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon
yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil,
tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.
Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu
dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea
orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa
kedipan mata secara cepat.
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya
senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan
kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil
kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian
melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut
refleks pupil.
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan
dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii.
Jalannya impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n.
radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu
akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada
siku dan supinasi tangan.
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari
processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu
masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon
ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa
kontraksi otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang
termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess
Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.
Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa
ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai
difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles
diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada
tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika
tendo otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.
Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk
memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke
dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan
pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata.
Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus
accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal.
Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat

orang diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat,
sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk
dengan tepat.
Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala
(GCS) :
Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X 5 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 X 6.
Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 5 X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau
dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar
(contoh mnghindri tusukan)

Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus


Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap
sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi :
Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.
2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :
Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau,
alkohol,dll)
b. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):
dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang
c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):
Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.
d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):
sama seperti N.III
e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan
refleks kedip):
menggerakan rahang ke semua sisi, psien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan
pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan
dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas
f. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :
sama sperti N.III
g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan
tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam
h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :
test Webber dan Rinne
i. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):
membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)
j. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :
menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap ah!
k. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)

palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan
sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus,
suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):
pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi
bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.
3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Rombergs test
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
5. Refleks
a. Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari
lateral ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
b. Refleks tendon / periosteum
Refleks Biceps (BPR):
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi

lengan setengah diketuk pada sendi siku.


Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Refleks Triceps (TPR)
Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku
Refleks Periosto radialis
Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit
pronasi
Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena kontraksi m.brachiradialis
Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara
pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
Refleks Patela (KPR)
Cara : ketukan pada tendon patella
Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
Refleks Achilles (APR)
Cara : ketukan pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius
Refleks Klonus lutut
Cara : pegang dan dorong os patella ke arah distal
Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung
Refleks Klonus kaki
Cara : dorsofleksikan kki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung
c. Refleks patologis
Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior
Respon : seperti babinsky
Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky

Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian
ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu

Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari,
baik punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun
orang lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Refleks kulit perut berupa kontraksi otot dinding perut.
2. Refleks cahaya berupa kontriksi pupil homolateral dan kontralateral.
3. Refleks periost radialis berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
4. Refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan.
5. Knee pess reflex, respon berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps.
6. Achilles pess refleks, respon berupa plantar rfleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius.
7. Refleks biseps berupa fleksi lengan pada siku dan kntraksi otot biseps.
8. Refleks trisep berupa ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.
B. SARAN
1. Sebaiknya perlengakapan lab diperbanyak sehingga praktikan dapat melakukan praktikum ini
sendiri dengan bimbingan asisten.
2. Melibatkan langsung mahasiswa dalam proses praktikum agar mahasiswa dapat lebih paham.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.EGC
2. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC

3. Guyton & Hall.2006.Text Book of Medical Phisiology.Elsevisier Saunders


4. http://en.wikipedia.org/wiki/Reflex
http://ninarusmayanti.blogspot.com/2010/03/refleks-fisiologis-dan-patologis.html

Anda mungkin juga menyukai