Anda di halaman 1dari 27

Bed Site Teaching

ERUPSI OBAT
ALERGIK
Pembimbing : dr. Daulat Sinambela. Sp.KK,
FINSDV
DEFINISI
Nama lain: Cutaneous adverse drug eruptions, cutaneus
drug hypersensitivity

Merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap obat dengan


manifestasi pada kulit yang dapat disertai maupun tidak
keterlibatan mukosa.
IMUNIPATOGENESIS
Patomekasinme yang mendasari EOA, bersadarkan klasifikasi Coombs and Gell:
Tipe I :
- dimediasi IgE reaksi anafilaksis, Tipe III :
urtikaria, angioedema, - Reaksi imun kompleks akibat penggunaan
- timbul sangat cepat, obat sistemik dosis tinggi dan terapi
- dapat persisten hingga beberapa jangka panjang
minggu setelah obat dihentikan - berupa vasculitis dan penyakit autoimun
Tipe II : diinduksi obat
- Mekanisme sitotoksik, dimediasi Tipe IV :
antigen, IgG, dan komplemen terhadap - Tipe lambat, diperantarai limfosit T
sel precursor hematologi - Berupa erupsi ringan – berat dan dapat
melibatkan organ tubuh lain.
EOA RINGAN
Urtikaria + Angioedema
Urtikaria :
- Edema setempat pada kulit dengan ukuran
yang bervariasi berupa ruam merah
- Predileksi seluruh tubuh
- Keluhan : gatal dan panas pada tempat lesi,
bertahan < 24 jam, kemudian hilang
perlahan.

Angioedema: bengkak pada jaringan dermis dan


subkutan
- Lokasi : umumnya daerah bibir, kelopak
mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki.
- Sering unilateral, non pruritic, berlangsung 1-
2 jam, dapat bertahan 2 – 5 hari

Etiologi: Penisilin, B-Laktam, asam


ERUPSI EKSANTEMATOSA
(Erupsi maculopapular, Morbiliformis)

- Bentuk EOA paling sering.


- Onset 2-3 minggu setelah konsumsi obat.
- lesi eritematosa seringkali dengan papula
kecil, dimulai dari batang tubuh kemudian
menyebar ke perifer secara simetris dan
generalisata, ± pruritus
- Hilang dengan cara deskuamasi, dan
meninggalkan bekas hiperpigmentasi.
- Etiologi: ampisilin, NSAID, sulfonamid,
fenitoin, serta karbamazepin
ERUPSI PURPURIK  drug-induced vasculitis
Etiologi:
propiltiourasil, hidralazin, faktor perangsang koloni
granulosit, faktor perangsang koloni makrofag
granulosit, allopurinol, cefaclor, minocycline,
penicillamine, fenitoin, isotretinoin, dan agen anti
TNF, termasuk etanercept, dan infliximab

Gejala:
- Onset 7 – 21 hari post inisiasi terapi, jika
rechallenge timbul < 3 hari.
- Berupa teraba purpura, terutama pada ektremitas
bawah
- Urtikaria yang menetap dilokasi sama > 1 hari.
- Dapat berupa bula hemoragik, ulkus, nodul,
- Juga dapat mempengaruhi hati, ginjal, usus, dan
SSP, serta berpotensi mengancam jiwa.
EKSANTEMA FIKSTUM
(fixed drug eruption/FDE)

- Onset 30 menit hingga 8-16 jam post


konsumsi obat.
- Berupa macula atau plak eritema-keunguan.
- Kadang disertai vesikel/bula pada bagian
tengah lesi.
- Predileksi tersering di daerah bibir, tangan
dan genitalia dan perianal
- Meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang
lama hilang, bahkan sering menetap
- Ciri khas FDE berulang pada predileksi yang
sama post pajanan obat penyebab.

Etiologi: Tetrasiklin, Naproxen dan Metamizol


ERITEMA NODUSUM
- Panniculitis septum nodular akut
- Ditandai dengan timbulnya nodul yang tiba-
tiba, padat, nyeri pada palpasi
- Lokasi terutama permukaan ekstensor kaki.
- Dapat disebabkan berbagai penyebab, infeksi,
obat, idiopatik, keganasan, kehamilan
- Etiologi : Antibiotics- penicillins, sulfonamides

Pemeriksaan fisik:
Fase Prodromal
- 3 – 6 hari
- Demam, atralgia, dan nyeri perut, serta ±
infeksi nasofaring,
ERITEMA NODUSUM
Pemeriksaan fisik:
Fase Tahap Erupsi:
- Menetap dalam 1 – 2 hari
- Gejala prodromal menetap atau meningkat
- Nodul pada permukaan ekstensor kaki dan lutut, dan kadang
paha dan lengan bawah, bilateral, kira-kira simetris,
- Nodul : kecil (d 10 – 40 mm), sekitar 3 – 6, kadang lebih,
palpasi hangat, batas tegas, mobile, dan nyeri.
- Nodul berkonfluen  plak
- Nyeri diperburuk oleh ortostatisme  pasien mencari posisi
berbaring dengan kaki terangkat secara spontan.
- Edema pergelangan kaki ±.
Fase Regresif :
- Evolusi bersifat spontan, dipercepat dengan istirahat atau
pengobatan simtomatik.
- Revolusi nodul dalam 10 hari, “contusioform” dari biru 
kekuningan  hilangnya total tanpa gejala sisa.
ERYTHEMA
MULTIFORME
- Manifetasi pada kulit, mukosa, ataupun
keduanya.
- Etiologi: Herpes Simpleks (sering), drug
induced (jarang)
- Obat: Sulfonamide, co-trimoxazole
phenytoin, carbamazepine, dan NSAID
(diklofenat, ibuprofen, aspirin)

- EM tipe minor: lesi target kulit tipikal dan


adanya ulserasi pada satu lokasi atau tanpa
keterlibatan mukosa oral.
- EM tipe mayor: lesi target kulit tipikal dan
+ ulsersi pada beberapa lokasi di mukosa
oral.
- EM oral : lesi pada bibir dan mukosa
intraoral khas EM, tanpa lesi target di kulit
ERUPSI LIKENOID  lichen planus diinduksi obat
- Khas : lesi membentuk plak bersisik atau eksentema
keunguan, yang mereda dengan pigmentasi pasca
pengentian obat.
- Umumnya tidak ada keterlibatan selaput lendir dan
kuku.
- Onset beberapa bulan – tahun dan resolusi dalam 2 – 4
bulan hingga bertahun-tahun setelah obat dihentikan.

- Etiologi: penicillamine, hidroklorotiazid, furosemid,


NSAID, aspirin, antihipertensi (B-blocker, CCB,
ACEI/captropril), terazosin, quinidine, PPI, pravastatin,
fenotiazin, antikonvulsan, obat antituberkulosis,
ketoconazole , sildenafil, imatinib, dan antimalaria.
EOA BERAT
PUSTULAR EKSANTEMA GENERALISATA
AKUT (PEGA)
- Onset 1-3 minggu setelah konsumsi obat.
- Diawali demam, mual, dan malaise.
- Berupa pustul milier berjumlah banyak di
atas dasar eritematosa.
- Predileksi utama di wajah dan lipatan
tubuh.
ERITRODERMA (dermatitis eksfoliativa)
- Lesi eritema difus disertai skuama lebih dari
90% area tubuh.
- Dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
lain selain EOA, misalnya perluasan penyakit
kulit (Psoriasis, DA, dsb), penyakit sistemik
termasuk keganasan (penyakit Hodgkin) atau
idiopatik.
- Pada eritroderma sering terjadi
ketidakseimbangan elektrolit, gangguan
termoregulasi, serta kehilangan albumin 
indikasi dirawat.
- Etiologi: Asetaminofen dan Minosiklin
SINDROM STEVENS-JOHNSON (SSJ)
NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK (TEN)
Etiologi: penisilin, vankomisin, antikonvulsan,
NSAID, allopurinol,
Gejala:
- Sering didahului demam dan gejala influenza
- Predileksi: wajah (sering mukosa mulut dan
konjungtiva) dan badan, menyebar cepat dalam 4
hari
- Lesi kulit : eritema, vesikel/bula, papul, erosi,
eksoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura atau
lesi target, dan epidermolisis.
- Mungkin alami fotofobia, kesulitan menelan,
erosi rektum, nyeri buang air kecil, dan batuk
- > 30% kulit yang terkena  TEN
Drug Reaction with Eosinophilia & Systemic
Symptoms (DRESS) / Drug-induced
-
hypersensitivity syndrome (DIHS)
Bentuk EOA tipe berat yang dapat mengancam jiwa, karena
keterlibatan multiorgan
- Ciri khas: - Lesi maculopapular
• Ruam berkembang lambat (> 3 minggu) setelah paparan; (sering).
• Gejala berlangsung lama (> 2 minggu) setelah penghentian - Lesi pustular atau
obat penyebab epidermolisis (kadang).
• Demam (>38°C) - Wajah edema dan
• Keterlibatan multiorgan distribusi lesi tersebar
• Eosinofilia (>1.500 eosinofilia absolut); atau > 700/l atau di simetris hampir di
atas 10% jika jumlah leukosit < 4000/l) seluruh tubuh,
• Aktivasi limfosit (limfositosis, limfositosis atipikal, - Telapak tangan dan kaki
limfadenopati) (jarang).
• Seringnya reaktivasi HHV-6, HHV-7, EBV, dan CMV
Drug Reaction Eith Eosinophilia & Systemic Symptoms
(DRESS) / Drug-induced hypersensitivity syndrome
(DIHS)
Etiologi :
- Antikonvulsan: fenobarbital, lamotrigin, dan fenitoin
- Sulfonamida kerja lama: sulfametoksazol, sulfadiazin, dan
sulfasalazin
- Allopurinol
- Nevirapine
- Abacavir
- Dapson
- Minosiklin
hypersensitivity syndrome reaction/HSR),
- Perubahan eritematosa pada kulit, disertai
lepuh, pustulasi, atau tanda-tanda sistemik
terkait.
- Disertai demam, malaise, dan inflamasi
organ internal.
- Paparan pertama obat, onset 1 – 6 minggu
post paparan

Reaksi sindrom hipersensitivitas, ditandai dengan


demam, erupsi pustular, dan hepatitis, pada pria berusia
23 tahun setelah 18 hari pengobatan dengan minocycline
DIAGNOSA
(Anamnesa)

1. Riwayat menggunakan obat 2. Riwayat timbulnya kelainan kulit:


a. secara sistemik: - Jarak waktu pemberian obat,
- Jumlah dan jenis obat, - Apakah timbul segera, beberapa saat atau
- Dosis, jam atau hari.
- Cara pemberian, - Jenis kelainan kulit yang terjadi: pruritus,
- Lama pemberian, eritema, skuama, urtikaria, lepuh, erosi,
b. kontak obat pada kulit yang terbuka ekskoriasi ulkus maupun nodus.
(erosi, ekskoriasi, ulkus).
3. Keluhan sistemik.

4. Riwayat atopi diri dan keluarga


(allergen/obat),
DIAGNOSA
(Pemeriksaan Fisik)

Ditemukan kelainan kulit umumnya generalisata


atau universal, dapat setempat misalnya eksantema
fikstum.
DIAGNOSA BANDING
1. Eritroderma  perluasan penyakit seboroik dan psoriasis, atau akibat
keganasan.
2. Eritema nodosum (EN) EN akibat kusta, demam rheuma dan keganasan.
3. Eritema  morbili.
4. Purpura  ITP, DHF.
5. FDE  eritema multiforme bulosum
6. PEGA  psoriasis pustular
7. SSJ  pemfigus vulgaris
8. NET  kombustio
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan setelah tidak ada erupsi kulit (minimal 6 minggu
setelah lesi kulit hilang) dan memenuhi syarat uji kulit:
1. Uji tempel
2. Uji tusuk
3. Uji provokasi obat
TATALAKSANA
TOPIKAL SISTEMIK
₋ Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi - Atasi keadaan umum terutama kondisi vital.
(ikuti prinsip dermatoterapi). ₋ Pada yang berat: kortikosteroid sistemik
₋ Pada purpura dan eritema nodosum tidak (prednison 1-2 mg/kgBB/hari).
perlu. ₋ Pada eritroderma: kortikosteroid dapat diberikan
setara prednison 1-2 mg/kgBB/hari.
₋ Pada PEGA: 40-60 mg/hari.
₋ Bila berat: rawat inap
₋ Anthistamin: merupakan lini pertama pada
urtikaria dan pruritus, atau EOA yang disertai
rasa gatal. Dapat digunakan antihistamin sedatif
atau nonsedatif.
REFERENSI
1. Blume, E. J. (2020, October 14). Drug Eruptions. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1049474-overview
2. Budianti, W. K. (2016). Erupsi Obat Alergik. In S. S. Menaldi, K. Bramono, & W. Indriatmi, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin (pp. 190-196). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. De, A., Das, S., Sarda, A., Pal, D., & Biswas, P. (2018). Acute Generalised Exanthematous
Pustulosis: An Update. Indian Journal of Dermatology, 22-29.
4. Ferry, A., & Dewi, T. (2019). Studi Kasus Herpes associated erythema multiforme, drug-induced
erythema multiforme atau oral erythema multiforme ? Majalah Kedokteran Gigi Klinik.
5. Hafsi, W., & Badri, T. (2021, December 3). Erythema Nodosum. Retrieved from National Library
od Medicine: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470369/
6. Kang, S., Amagai, M., Bruckner, A. L., Enk, A. H., Margolis, D. J., McMichael, A. J., & Orringer,
J. S. (2019). Fitzpatricks's Dermatology (9th ed.). New York: McGraw-Hill Education.
7. Mukherjee, S., Babu, N., Makathy, L., & Anitha, N. (2020). "Drug Induced Erythema
Multiforme" - A Review. European Journal of Molecular & Clinical Medicine, 757-763.
8. PERDOSKI. (2021). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan
Venereologi Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan kelamin Indonesia.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai