Anda di halaman 1dari 10

Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL

Tutorial Blok : 3.12 Waktu : Senin, 14 September 2020 (pk 13.30-


15.30)

Modul :1 Media : Google Meet

Judul Skenario : “Lepra”

Nama tutor : dr. MMA Dewi Lestari, M. Biomed

Nama Anggota:

1. Patrick Kurniawan Latumahina (41170104)


2. Nathania Dhestia Putri (41170132)
3. I Gusti Ngurah Bagus Sulaksana Putra (41170142)
4. Mary Rose Angelina B. (41170145)
5. Diana Teresa (41170147)
6. Ginti Lintang S. (41170160)
7. Daniel Eka Raenata (41170170)
8. Mega Silvia Immaanuela C. B. (41170175)
9. Nindya Stephanie Christina (41170185)
10. F Julian Sciffa Mulya (41170201)

Ketua : Patrick Kurniawan Latumahina (41170104)

Sekretaris : Mary Rose A. (41170145)

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
Hasil Diskusi 1:

UNFAMILAR TERMS : -

Pertanyaan :

1. Bagaimana etiopatogenesis dan proses transmisi dari lepra, apakah terdapat


perbedaan diantara etiologi yang ada?
2. Apa saja jenis lepra dana apa saja ciri-cirinya?
3. Bagaimana deteksi dini dan stigma tentang penyakit lepra?
4. Bagaimana mekanisme terjadinya reaksi ENL dan reaksi reverse?
5. Apa saja factor risiko dan komplikasi dari penyakit lepra?
6. Apa saja gejala klinis dan pemeriksaan terhadap penyakit lepra?
7. Bagaimana insidensi penyakit lepra di Indonesia serta bagaimana penanganannya?
8. Bagaimana cara membedakan gejala klinis?

*Pertanyaan no 1,4,5,6, dan 8 digabung

Jawaban :

1. Transmisi
 Melalui kontak dengan kulit orang yang terinfeksi dan juga bisa melalui ASI. Bisa
juga melalui inhalasi (droplet), ingesti, pencernaan, dan melalui gigitan serangga
(sebagai vector).
 Pada orang yang tinggal di daerah endemic, walaupun tidak melakukan kontak
dengan orang terinfeksi,tetapi tetap terdapat DNA bakteri pada pemeriksaan.

Etiologi Lepra

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
 Nama lainnya adalah Morbus Hansen dan disebabkan oleh M. Leprae (bakteri
tahan asam), Tampak pada pengecatan dengan ZN
 Merupakan bakteri intraseluler obligat (aerob), suhu optimal 27°C-33°C
 Bakteri menyerang kulit melalui luka yang tidak intak, peripheral nerves
 Bakteri berfusi didalam makrofag sehingga dapat tumbuh di dalam makrofag

Patofisiologi Lepra

 Umumnya masyarakat memiliki kekebalan tubuh terhadap lepra, dan pada


beberapa besar kasus juga dapat sembuh sendiri.
 Terdapat tuberkuloid leprae (IL-2 dan IFN gamma dan mengaktivasi cell mediated
response, gejala lebih ringan) dan lepromatosa lepra (TH2 mengaktivasi sel B
sehingga terbentuk antibody dan menyebabkan aktivasi low cell mediated
response)
 Lepromatosa lepra (PB) : menyerang system saraf yang simetris dan gejala lebih
parah. Bercak sedikit, unilateral, konsistensi kering, kasar, dan adanya kehilangan
sensasi rasa. Terdapat kerontokan bulu (alis dan bulu mata)
 Tuberkuloid lepra : menyerang system saraf dan bersifat asimetris, gejala lebih
ringan. Bercak banyak, kecil, dan multilateral. Tidak terdapat kerontokan rambut
dan tetap keluar keringat.
 Terdapat klasifikasi lain dari lepra, yaitu borderline tuberkuloid dan borderline
lepromatosa, dan midborderline. Klasifikasi ini masih bisa berubah dan
dipengaruhi oleh system imun tubuh.
 Bakteri dikenali oleh TLR. Didalam bakteri terdapat manlam dan aralam yang
merupakan factor virulensi utama (agonis TLR 1 dan 2 yang berfungsi untuk
menstimulasi makrofag).

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
 Tuberkuloid lepra : bekerja pada daerah tubuh yang lebih dingin (kulit dan
saluran tubuh bagian atas)
 Reaksi lepra : sering terjadi saat dan setelah pengobatan. Dibagi menjadi tipe 1
(reversal lepra) dan tipe 2 (ENL). Bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Ada
juga tipe 3 (Fenomena Lucio). Faktor risiko terjadi reaksi lepra bisa dipengaruhi
oleh usia (sel T pada orang dewasa lebih rendah), terjadi reaksi silang antara
antigen M. Lepra dan antigen non M. Lepra .
 Reaksi tipe 1 lebih sering terjadi pada tuberkuloid (hipersensitivitas tipe IV)
sedangkan tipe 2 lebih sering pada lepromatosa (inflamasi) dengan gejala
demam akut yang tinggi, edem perifer, dan proteinuria. Pada reaksi tipe 3
terdapat nodul eritem yang luas.
 Reaksi tipe 1 terjadi segera setelah pengobatan, ada demam ringan, lesi
aktif(kemerahan, hangat), dan bisa muncul lesi baru. Bisa terjadi peradangan dan
nyeri saraf, dapat terjadi lagoftalmus dan tidak ada peradangan pada organ lain.
Sedangkan reaksi tipe 2 tidak langsung terjadi, ada demam ringan sampai berat,
terdapat nodul kemerahan yang lunak dan nyeri bila disentuh atau ditekan.
Dapat terjadi peradangan pada iris, testis, dan organ lain.
 Lesi tuberkuloid biasanya didominasi sel T CD4 dan lesi lepromatosa didominasi
oleh limfosit T CD8

Faktor risiko
 Paparan langsung oleh orang yang terinfeksi
 Paparan oleh armadillo (AS)
 Usia tua lebih beresiko terinfeksi
 Pada orang yang imunosuppresi

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
 Orang yang tinggal di daerah endemic (dapat dipengaruhi oleh pola makan, pola
tidur, dan air yang terkontaminasi)

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis tergantung jenis lepra (tipe 1 : reversal atau tipe 2 : ENL), masa inkubasi
pada tuberkuloid lepra 5 tahun, sedangkan lepromatosa lepra bisa sampai 20 tahun.
a) Umum
Malaise, demam
b) Pada kulit
Awalnya terdapat luka berwarna merah muda yang bisa disertai rasa sakit atau terasa
seperti terbakar. Terdapat macula hipopigmentasi dengan batas tegas, tepi kemerahan
dengan permukaan rata atau sedikit menonjol di bagian tepi dan disertai sedikit
erimatosa, mati rasa (anestesi), kesemutan. Dapat juga terbentuk papul dan nodul. Bisa
terdapat plak bersisik.
c) Saraf perifer
Menyerang pada N. ulnaris, radialis. Pada stadium lanjut bisa menyebabkan paralisis
ekstremitas. Bisa juga menyebabkan penurunan atau hilangnya sensasi terhadap
rangsangan nyeri dan sentuhan ringan, juga rangsang suhu.
d) Mata
Sensibilitas mata turun, kornea kering, kebutaan, lafgotalmus
e) Mukosa hidung
Menyebabkan hidung tersumbat dan epistaksis. Bisa terjadi perforasi di septum dan di
sekitar lubang hidung

Komplikasi : terbentuk ulkus atau fisura, penurunan aktivitas kelenjar keringat. Bisa
terjadi lagoftalmus dan uveitis

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
Terapi
 Tata laksana Tuberkuloid Lepra / Pausibasiler (PB) : Dapsone & Rifampicin
selama 6 - 9 bulan
1. Obat harian (hari 2-28) : Dapsone 100 mg
2. Obat bulanan (hari 1): Rifampicin 600 mg atau 300 mg 2x1
 Tata laksana Lepromatosa lepra / Multibasiler (MB) : Dapsone, Rifampicin, dan
Clofazimine selama 12-18 bulan
1. Obat harian : Dapsone 100 mg dan Clofazimin 50 mg
2. Obat bulanan : Rifampicin 600 mg, Dapsone 100 mg & Clofazimin 100 mg
3x1
3. Simptomatik : Steroid (dosis awal 40 mg, dilanjut 2 minggu 30 mg, lalu
minggu 4-6 jadi 20 mg, dst)
 Efek samping Dapson : nyeri kepala, anemia hemolitik
 Efek samping Rifampicin : gangguan gastrointestinal
 Efek samping Clofazimine : perubahan warna kulit (Cokelat kekuningan)
 Terapi simptomatik juga diberikan (Prednison), biasanya diberikan pada
lepromatosa lepra
 Update terapi : terapi PB yang hanya dengan 2 obat tidak terlalu efektif, lebih
efektif dengan 3 obat

Pemeriksaan

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
 Pemeriksaan histopatologis (gold standard) dengan biopsy kulit dan pengecatan
dengan ZN (BTA)
 Cardinal sign :
 Kelainan kulit bercak hipopigmentasi disertai mati rasa (gangguan fungsi
sensoris)
 Kelemahan atau paralisis (gangguan fungsi motoris)
 Kulit kering dan tidak dapat mengeluarkan keringat
 Stage of involvement : saraf menebal yang bisa disertai nyeri tekan dan nyeri
spontan (belum ada gangguan fungsi saraf sensoris)
 Stage of remake : Ditegakkan bila terjadi paralisis. Kerusakan saraf permanen
dapat dicegah dengan pengobatan adekuat
 Stage of Destruction : Terjadi kerusakan saraf total dan sudah tidak dapat
dicegah dengan pengobatan

2. Deteksi dini & stigma (No.3)


 Deteksi dini : adanya riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi, Cardinal sign,
melakukan pemeriksaan PCR
 Deteksi antigen LIT 1 untuk infeksi kusta bahkan sebelum gejala klinis muncul
 Stigma : stigma masih buruk terutama pada daerah terpencil dan padfa
masyarakat pedesaan
 Rapid Village Survey : meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat,
melakukan survey seluruh desa
 3 pilar : memperkuat pemerintahan, kemitraan, sumber daya, lalu memfasilitasi
evidence based. Memperkuat system informasi dan kesehatan. Pilar kedua
adalah stop lepra dan komplikasinya, yaitu dengan promosi kesehatan dan
melakukan penelusuran terhadap kluster keluarga sehingga mencegah

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
persebaran, serta memfasilitasi petugas medis di perifer. Pilar 3 adalah stop
diskriminasi, yaitu dengan memperbaiki stigma dan memberdayakan pasien yang
sudah sembuh dari lepra dan juga memfasilitasi akses social.

3. Insidensi Lepra di Indonesia dan penangannya (No. 7)


 Insidensi di Indonesia sudah menurun, akan tetapi terjadi peningkatan mulai
tahun 2001 sampai sekarang. Jumlah penderita lepra yang diserta disabilitas juga
memiliki jumlah yang cukup signifikan.
 Terjadi peningkatan jumlah penderita kusta pediatric (5%), sehingga tahun 2019
pemerintah membuat target untuk menurunkan jumlah penderita lepra
pediatric di provinsi
 Insidensi terjadinya lepra secara umum < 1 : 10.000
 Terdapat program dimana dilakukan monitoring di masyarakat desa dan juga
murid serta guru di sekolah yang disertai dengan edukasi
 Program LEC : meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian
penyakit kusta (koordinasi pemerintah pusat dengan kabupaten)
 Di Indonesia, banyak orang di usia produktif yang terinfeksi. Lalu juga persebaran
penyakit pada laki-laki dan perempuan cenderung seimbang
 Pengaruh stigma masyarakat terhadap perilaku pasien : Pasien merasa rendah
diri karena buruknya stigma masyarakat dan karena adanya penolakan oleh
masyarakat. Pasien juga merasa bersalah dan cenderung bersembunyi dan tidak
mau bersosialisasi (membatasi diri). Keluarga pasien juga merasa terbeban.
Pasien dan keluarga cenderung tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak
terkena penyakit kusta. Stigma disebabkan oleh rendahnya pengetahuan
masyarakat terhadap penyakit dan masyarakat masih menganggap bahwa
penyakit kusta tidak bisa disembuhkan (penyakit kutukan).

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL
 Diperlukan pemberian edukasi dan informasi kepada masyarakat tentang
penyakit kusta sehingga dapat memperbaiki stigma penyakit kusta di
masyarakat.

LO :

1. UKK kulit lain oleh virus, bakteri, jamur, parasit, dan gigitan serangga. Jelaskan ciri-
cirinya dan perbedaan dari setiap infeksi.
2. Bagaimana cara membedakan lepra PB dan MB (pathogenesis, terapi), jelaskan wujud
UKK lepra dan penyebab dari UKK pada lepra secara umum.
3. Perbedaan terapi lepra pada anak dan dewasa, dan cari serta jelaskan gambar dari obat
yang tersedia.
4. Jelaskan reaksi lepra (diagnosis, tata laksana awal, dan rujukan).

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020


Kelompok Tutorial G

NOTULENSI TUTORIAL

Fakultas Kedokteran UKDW | 2020

Anda mungkin juga menyukai