Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 4 BLOK UROGENITALIA

Oleh: Kelompok 3

Nama Tutor : dr. Iwal Reza Ahdi, Sp.PD

Ketua : Retno Dewi A tmiyanti (18910048)

Sekretaris 1 : Ibrahim Fadhil Senjaya (18910028)

Anggota : ‘Amaliah ‘Isyatun M (18910019)

Muhammad Kemal J (18910005)

Husna Nur Ridha (18910010)

Fikri Holly Jihadi Al H (18910017)

Intan Nadiyah R (18910029)

Putri Indah P (18910035)

Ardellya Elfidaa Salsabila (19910042)

Tiara Annisa (18910044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020

1
DAFTAR ISI

Daftar isi………………………………………….................…………………………....…..2
Skenario…………………………………………….................……………………………...3
BAB I Kata Sulit………………………………….................………………………………..4
BAB II Rumusan Masalah…………………………….................…………………...……...5
BAB III Brainstorming……………………………….................……………………………6
BAB IV Peta Masalah……………………………………................………………………..8
BAB V Tujuan Pembelajaran…………………………..................…………………...…….9
BAB VI Tinjauan Pustaka……………………………................…………………………..10
BAB VII Peta Konsep……………………………...............……………………………….21
BAB VIII SOAP………………………………….................………………………………22
Daftar Pustaka……………….................................................………………………….…24

2
SKENARIO
AKU GAK MAU PIPIS

An. Atan, anak laki-laki berusia 3,5 tahun datang dibawa oleh ibunya ke puskesmas dengan
keluhan tidak mau pipis. Anak tersebut mengatakan sakit di ujung kemaluan jika pipis. Nyeri
dirasakan berulang bila pipis sejak 2 hari yang lalu. An. Atan juga mengeluh panas badan dan nyeri
pada kulit kemaluannya sejak 1 hari yang lalu.

Dari anamnesa didapatkan informasi jika sejak 2 bulan terakhir ketika pasien kencing, didapatkan
keluhan berupa ujung penis pasien terlihat menggembung, pancaran air seni mengecil dan terdapat
benjolan lunak di ujung penis. Selama ini keluhan tersebut tidak diikuti rasa nyeri dan nyaman.

Dari pemeriksaan fisik umum anak terlihat normal dan tidak didapatkan tanda-tanda gangguan
pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik genitalia didapatkan kulit preputium berwarna kemerahan,
mulut preputium diameter sangat sempit dan sedikit bengkak, bagian glans penis dan meatus
urethra eksterna (MUE) tidak bisa dinilai karena tertutup preputium.

Dokter puskesmas kemudian menyarankan untuk dilakukan sirkumsisi pada An. Atan.

3
BAB I

KATA SULIT

1. Preputium :
Lekukan kulit yang melindungi glans penis. Inilah bagian yang diambil ketika
sirkumsisi. Disebut dengan kulup di corona radiate sampai glans ada saraf dan suatu
kelnjar untuk menjaga glans agar tetap lembap. Normalnya bias diretraktilkan pada usia 3
tahun pada bayi lengket itu normal.
2. Sirkumsisi :
Prosedur bedah untuk membuang kulit preputium yang melindungi penis, jika
dibuang akan membuang meatus uretra eksterna. Disebut juga sunat/khitan. Untuk
mencegah penumpukan smegma (kombinasi sel sel kulit dengan bakteri, umum di
genetelia pria memudahkan untuk timbul infeksi)
3. Meatus urethra eksterna :
Bagian dari urethra anterior yang dibungkus oleh corpus spongiosum, lubang
urethra yang ada di ujung glans penis dan untuk mengeluarkan urin

4
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada hubungan dari jenis kelamin dan usia dangan keluhan yang dialami px?
2. Mengapa pasien mengeluh tidak mau pipis dan merasa sakit diujung kemaluan jika buang
air kecil?
3. Mengapa pasien mengeluh panas badan dan mengeluh nyeri pada kulit kemaluan sejak 1
hari yang lalu?
4. Mengapa px sejak 2 bulan terakhir mengeluhkan ujung penis yang menggembung,
pancaran air seni yang mengecil, ada benjolan lunak di ujung penis?
5. Mengapa keluhan px 2 bulan terakhir tidak diikuti nyeri dan demam?
6. Mengapa pada pemeriksaan fisik terdapat kulit preputium yang berwarna kemerahan?
7. Apa kemungkinan diagnosis dari px?
8. Mengapa dokter menyarankan untuk sirkumsisi?
9. Apa tatalaksana yang dilakukan dokter sebelum melakukan sirkumsisi?

5
BAB III

BRAINSTORMING

1. Apakah ada hubungan dari jenis kelamin dan usia dangan keluhan yang dialami px?
- Kondisi ini dialami laki-laki. Untuk usia preputium tidak bias retraktil itu alami pada
umur dibawah 3 tahun tetapi jika diatas 3 tahun perlu diperiksakan ke dokter karena
patologis.
- Lebih sering pada anak tetapi tidak menutup kemungkinan untuk laki-laki yang tidak
sirkumsisi 8% kasus terjadi.

2. Mengapa pasien mengeluh tidak mau pipis dan merasa sakit diujung kemaluan jika buang
air kecil?
- Belum sirkumsisi jadi masih ada kulup (kalua tidak dibersihkan menjadi sumer
pertumbuhan bakteri). Jadi kemungkinan sudah ada infeksi dan merasa sakit jika
- Karena adanya penyempitan pada ujung preputium
- Sensitife terhadap rasa sakit jadi lebih baik tidak miksi
- Hingga usia 3-4 tahun penis berkembang, spegma mengumpul dalam preputium lama
kelamaan akan jika tidak berkembang baik preputium akan tetap melekat pada glans
penis

3. Mengapa pasien mengeluh panas badan dan mengeluh nyeri pada kulit kemaluan sejak 1
hari yang lalu?
- Adanya spegma deskuamasi glans penis  bakteri  infeksi  pelepasan mediator
inflamasi
- Inflamasi  karena baru terkena demam. Sebenarnya tidak menimbulkan panas namun
karena ada pegma tadi bias menimbulkan inflamasi yang akut
-
4. Mengapa px sejak 2 bulan terakhir mengeluhkan ujung penis yang menggembung,
pancaran air seni yang mengecil, ada benjolan lunak di ujung penis?
- Ujung penis yang menggembung  glans tertutup preputium dan ada penyempitan
sehingga urin tidak dapat dikeluarkan secara maksimal (menumpuk diantara glans dan
preputium)
- Pancaran air seni  penyempitan di bagian uretra dan glans penis
- Benjolan lunak  kumpulan dari spegma (kumpulan sel/debris preputium dan ada
bakteri yang menjadi satu yang teksturnya lengket dengan warn aputih keabuan dan
jika menumpuk menjaddi benjolan)

6
5. Mengapa keluhan px 2 bulan terakhir tidak diikuti nyeri dan demam?
- Karena adanya kumpulan spegma dan jika ada bakteri aka nada inflamassi akut jadi 2
bulan terakhir masih belum ada infeksi sehingga belum ada demam

6. Mengapa pada pemeriksaan fisik terdapat kulit preputium yang berwarna kemerahan?
- Merupakan tanda infeksi terjaddi karena spegma yang ada bakteri  inflamasi 
melepaskan mediator inflamasi  menjadi kemerahan
- Hygiene kurang ada beberapa infeksi yang mengenai bias di preputium/infeksi pada
glans penis. Jika preputium yang kemerahan dan bengkak berate ada infeksi pada
preputium

7. Apa kemungkinan diagnosis dari px?


- Px ini mengalami fimosis. karena kemerahan pada preputium dan glans penis menjadi
balanoprostitis yaitu inflamasi pada glans penis dan preputium

8. Mengapa dokter menyarankan untuk sirkumsisi?


- Karena ada infeksi dan ada pengembungan pada penis emnjadi indikasi untuk
sirkumsisi Karen auntuk menghindari komplikasi seperti infeksi saluran kencing
- Karena menimbulkan keluhan gangguan miksi

9. Apa tatalaksana yang dilakukan dokter sebelum melakukan sirkumsisi?


- Jika ada infeksi balantis dan prostitis maka diberi antibiotic terlebih dahulu
- Terapi tambahan : diberi salep steroid dexamethasone 0,1% sebelum sirkumsisi 2-8
minggu agar preputium bias retraksi sehingga bisa di sirkumsisi

7
BAB IV

PETA MASALAH

8
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi Penis

2. Mahasiswa mampu menjelaskan Definisi dan klasifikasi Fimosis

3. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Fimosis

4. Mahasiswa mampu menjelaskan Epidemiologi Fimosis

5. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor resiko Fimosis

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Fimosis

7. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis Fimosis

8. Mahasiswa mampu menjelaskan Kriteria diagnosis Fimosis

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosis banding Fimosis

10. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan penunjang fimosis

11. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana Fimosis

12. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi Fimosis

13. Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis Fimosis

14. Mahasiswa mampu menjelaskan Pencegahan Fimosis

15. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi Keislaman

9
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi Penis

2. Mahasiswa mampu menjelaskan Definisi dan klasifikasi Fimosis

Fimosis Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (Preupitium) melekat pada
bagian kepala (Grans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga
bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing. (Andi Maryam)

Fimosisi adalah salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin pria, yang
dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (Preupitium) melekat pada
bagian kepala (Grans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga
bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya
infeksi pada penis (balantis). Jika keadaan ini di biarkan dimana muara saluran kencing di
ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunnat, tindakan ini dilakukan
dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya terbuka. (Patologis, Dr.Sutisna
Himawan,1996)

Klasifikasi fimosis

10
1. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan
kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya
usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel
dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit
preputium terpisah dari glans penis.

2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)


timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang
buruk , peradangan kronik glans penis dan kulit preputium ( balanoposthitis kronik atau balanitis
xerotica obliterans (BXO) ), atau penarikan berlebihan kulit preputium ( forceful retration ) pada
fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat ( fibrosis) dekat bagian
kulit preputium yang membuka.

3. Fimosis sikatrik merupakan suatu jenis fimosis yang sering ditemukan pada
masyarakat yang melakukan khitan pada bayi baru lahir. Fimosis jenis ini merupakan komplikasi
dari sirkumsisi dengan metode Guillotine atau Gomco, dimana bekas luka berlebih dari prosedur
sirkumsisi ini menjadi jaringan parut di depan glans penis, yang menyebabkan meatus preputium
yang stenosis dan memiliki jaringan parut

(Normal and Abnormal Prepuce, Mohamed A. Baky Fahmy)

Phimosis, apapun penyebabnya, diklasifikasikan berdasarkan seberapa luas bagian dari


glans penis yang bisa terlihat, Atilla et al juga mengklasifikasikan fimosis tergantung pada seberapa
mudah kah preputium dapat di retraksi dan penampakan dari preputium.

• Grade 0: Full retraction, prepuce is not tight behind glans, or easy retraction limited only
by congenital adhesions to the glans.

• Grade I: Fully retractable prepuce with stenotic ring in the shaft.

• Grade II: Partial retractability with partial exposure of the glans.

• Grade III: Partial retractability with exposure of the meatus only.

• Grade IV: No retractability

Meuli et al. mengklasifikasikan fimosis sesuai derajat keparahan :

Grade I: preputium dapat diretraksi penuh dengan cincin stenotik pada shaft

Grade II: retraksi parsial dengan glans tampak sebagian

Grade III: retraksi parsial dan hanya terlihat meatus

11
Grade IV: tidak dapat diretraksi

3. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Fimosis

Etiologi Fisiologis :

a. Adhesi alami antara preputium dan glans penis


b. Preputial tip yang sempit
c. Frenulum breve (frenulum pendek secara kongenital dengan berbagai derajat, sehingga
membatasi gerakan preputium terhadap glans)
d. Sulitnya retraksi yang mungkin berhubungan dengan kelainan kongenital
seperti macroposthia, limfedema penis, microphallus, buried penis, atau webbed penis

Etiologi Patologis
a. Hygiene yang buruk
b. Balanitis berulang (infeksi glans penis)
c. Posthitis (inflammation preputium), atau keduanya
d. Balanitisxerosisobliterans (BXO)
e. Penggunaan kateterisasi berulang
f. Infeksi

4. Mahasiswa mampu menjelaskan Epidemiologi Fimosis

Data epidemiologi fimosis menunjukkan bahwa hampir semua bayi laki-laki lahir dengan
fimosis fisiologis tanpa perbedaan nyata terhadap ras tertentu. Insiden fimosis fisiologis akan
berkurang seiring pertambahan usia. Insiden fimosis patologis jauh lebih kecil dibanding fimosis
fisiologis.

Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang sulkus
glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak lakilaki dan kejadian ini meningkat
menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7
tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Di antara laki-laki yang tidak disirkumsisi,
insiden fimosis antara 8% hingga 23%. Apabila tidak ditangani, fimosis sering menyebabkan
komplikasi berupa infeksi saluran kemih, parafimosis, dan balanitis berulang. Balanoposthitis
adalah peradangan yang sering terjadi pada 4-11% lakilaki yang tidak disirkumsisi.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor resiko Fimosis

12
Diabetes mellitus dapat menjadi faktor risiko fimosis karena kandungan glukosa yang
tinggi pada urin dapat mempermudah perkembangbiakan bakteri patogenik. Katerisasi berulang
dapat menyebabkan fimosis juga

a. Usia. Seiring bertambahnya usia, laki-laki lebih rentan terkena fimosis karena secara
perlahan kulit preputium akan kehilangan elastisitasnya dan puncaknya terjadi pada usia
sekitar 3-4 tahun.
b. Tingkat higienitas yang kurang pada daerah sekitar penis
c. Penis yang belum dikhitan
d. Infeksi berulang seperti balanitis, postitis dan balanopostitis.
e. Diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi fimosis karena adanya kadar glukosa
yang tinggi di urin bisa menginduksi bakteri untuk proliferasi

6. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Fimosis

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang
dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan
memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris
yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-
lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi.

Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi / berkemih.
Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada didalamnya.

Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan
sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah proksimal. Pada usia 3 tahun, 90%
preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis,
sehingga ujung preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi
miksi.

13
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air kemih yang
tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau
sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
Ujung penis yang tampak menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung
preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik ke arah
proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat
miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis, sehingga ujung penis tampak
menggelembung.

Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung
penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium
penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi
oleh bakteri yang ada di dalamnya.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis Fimosis

Fimosis menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine
mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan

retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium
(postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis
(balanopostitis). Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di
ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus
prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium


mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di
ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis
patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak terdapat
hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan
merupakan kasus gawat darurat

a. Bayi atau anak sukar berkemih

Hal ini terjadi karena lubang kencing / MUE (Meatus Urethra Eksterna) pasien menjadi sangat
kecil karena tertutup preputium yang menyempit, menggelembung dan penuh debris / smegma.
Bayi atau anak juga akan mengeluh nyeri saat berkemih sehingga enggan untuk berkemih.

b. Kulit preputium menggelembung seperti balon (Balooning Phenomenon)

14
Balooning terjadi karena proses miksi yang sangat susah, sehingga urin akan menumpuk di ruang
antara preputium dan glans penis.

c. Kulit penis (preputium) tidak bisa ditarik kearah pangkal

Ini merupakan ciri utama dari fimosis. Dapat karena penumpukan debris / smegma, atau preputium
masih menempel pada glans penis (faktor usia,dll)

d. Penis mengejang pada saat buang air kecil

e. Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak lancar

f. Timbul infeksi

Penumpukan urin, smegma di dalam preputium akan mengundang bakteri anaerob,


sehingga timbul infeksi. Fimosis kadang disertai dengan balanitis.ang bakteri anaerob, sehingga
timbul infeksi. Fimosis kadang disertai dengan balanitis.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan Kriteria diagnosis Fimosis

Diagnosis dari fimosis biasanya hanya memerlukan pemeriksaan klinis saja tanpa
memerlukan pemeriksaan laboratorium atau imaging. Biasanya kedua tes tersebut hanya diperlukan
jika keluhan pasien disertai ISK atau infeksi kulit. Tenaga kesehatan yang menangani pasien ini
harus bisa membedakan fimosis fisiologis dan patologis. Penilaian seberapa parahnya fimosis ini
perlu diukur. Mencari tahu apa etiologi dari fimosis yang dialami pasien sebaiknya dilakukan jika
mungkin.

Menurut Drake (2013), penegakan diagnosis dari fimosis dapat diperoleh berdasarkan
anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik:

Hasil anamnesa (subjective) didapatkan keluhan berupa:

1. Susah miksi atau buang air kecil

2. Nyeri saat buang air kecil

3. Pancaran urin mengecil atau melemah

4. Dibutuhkan mengejan saat buang air kecil

5. Ada benjolan lunak yang dirasakan pasien di ujung penis

Hasil Pemeriksaan fisik (objective) berupa:

1. Preputium tidak dapat diretraksi ke proksimal hingga ke korona glans

15
2. Menggelembungnya ujung preputium saat berkemih (pasien dapat diperiksa saat berkemih)

3. Saat inspeksi dapat ditemukan eritema dan edema pada preputium

4. Terdapat timbunan smegma pada sakus preputium (benjolan lunak)

5. Pada inspeksi juga dapat dijumpai fibrotik atau skar pada sekeliling preputium

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosis banding Fimosis

o Preputium yang menempel merupakan fungsi fisiologis yang normal dan bisa tidak
menempel lagi secara tiba-tba

o Balanopostitis akut merupakan infeksi piogenik dan purulen yang menyerang pada
preputium dan merupakan bentuk paling parah dari postitis. Kondisi ini dapat menyebabkan
eritema dan edema pada preputium. Disuria sering ditemukan pada kondisi ini, dan pendarahan
mungkin terjadi. Kondisi ini biasanya mereda dengan pemberian antibiotik dan tidak membutuhkan
tindakan lainnya kecuali jika kondisi ini rekuren.

o Megapreputium kongenital merupakan kondisi yang langka dimana, ketika diperiksa,


bagian luar dari kulit preputium langsung menyatu dengan dinding abdomen pada bagian dorsal
dan skrotum pada bagian ventral yang disertai dengan tidak adanya kulit batang penis. Miksi dalam
kondisi ini akan selalu abnormal karena ditemukannya preputium yang penuh akan urin. Sirkumsisi
biasa pada kondisi ini perlu bedah lanjutan karena komplikasi yang disebabkan oleh hilangnya kulit
preputium bagian luar

o Batu preputium, yang merupakan gejala yang normal, dan perkumpulan dari smegma
dalam bentuk apapun, bukanlah gejala dari fimosis. Pengambilan dan pembersihan dari kumpulan
smegma tersebut dapat meredakan gejala dan menunjukan preputium yang sebenarnya normal.

9. Mahasiswa mampu menjelaskan Diagnosis Banding Fimosis

Diagnosis banding dari parafimosis antara lain parafimosis, balanitis, dan angioedema (PB
IDI, 2017).

FIMOSIS BALANTITIS BALANOPOSTITIS ANGIOEDEMA


- Preputium terlalu - Inflamasi pada - Inflamasi pada - Pembengkakan
ketat sehingga glans penis preputium dan dermis dalam,
tidak bisa diretraksi - Kausa: higiene glans penis pada subkutan, atau sub
- Bisa fisiologis dan yang buruk, laki-laki yang mukosa karena
patologis membersihkan belum sirkumsisi kebocoran vaskular

16
- Kausa: higiene secara berlebihan, - Kausa: infeksi - Kausa: idiopatik,
yang buruk, penggunaan obat multi bakerial atau herediter, urtikaria
balanitis atau yang dijual bebas, fungal, dermatitis - Edema jaringan
balanopostitis yang dan fimosis kontak, higiene tanpa margin yang
berulang - Eritema dan edema buruk, dan fimosis jelas
- Pancaran urin dari glans atau - Eritema dan lesi
mengecil, preputium makular lembab
preputium pada glans atau
menggembung saat preputium
berkemih, eritema
dan edema pada
preputium dan
glans penis,
timbunan smegma

10. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan penunjang fimosis

Pada fimosis tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi khusus.


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan terkait infeksi saluran kemih dan infeksi kulit.

11. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana Fimosis

Ketika seorang anak dibawa dengan riwayat ketidakmampuan retraksi preputium, penting
untuk mengkonfirmasi apakah itu phimosis fisiologis atau patologis. Manajemen phimosis
tergantung pada usia anak, jenis phimosis, derajat keparahan phimosis, penyebab dan kondisi
morbiditas yang terkait.

Ketika dipastikan bahwa phimosis pada anak tidak patologis, sangat penting untuk meyakinkan
orang tua bahwa kondisi tersebut normal pada anak dengan usia tertentu. Mereka harus diajarkan
bagaimana menjaga preputium dan mukosa preputium terjaga kebersihan dan higienitasnya.
Pencucian biasa dengan air hangat dan retraksi lembut selama anak mandi dan buang air kecil akan
membuat preputium lama-kelamaan akan dapat diretraksi.

Terapi konservatif

Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa
sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi,
seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus

17
segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk
memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit
prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, perlengketan dibebaskan dan dilakukan
frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin
untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan.

Kontraindikasi operasi adalah infeksi lokal akut dan anomali kongenital dari penis. Sebagai
pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30
hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat
dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun. Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual
jaringan yang edematous diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang
melewati glans penis. Jika manuver ini gagal , perlu dilakukan insisi dorsal cincin konstriksi.
Tergantung pada temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera dilakukan atau ditunda pada waktu
yang lain.

Follow-up

Operasi apapun yang dilakukan pada preputium memerlukan follow-up 4-6 minggu setelah
operasi.

Rekomendasi

1. Pada phimosis primer, terapi konservatif dengan salf atau krim kortikosteroid

merupakan terapi lini pertama dengan angka keberhasilan > 90%

2. Pada phimosis primer, balanoposthitis berulang dan infeksi saluran kemih berulang pada
pasien dengan kelainan anatomi merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan.

3. Phimosis sekunder merupakan indikasi mutlak untuk sirkumsisi

4. Paraphimosis merupakan keadaan darurat dan terapi tidak boleh ditunda. Jika reposisi
manual gagal, dorsal incisi dari cincin penjerat diperlukan.

5. Sirkumsisi rutin pada neonatus untuk pencegahan kanker penis tidak diindikasikan

Sebelum dilakukan sirkumsisi/ sunat penis tersebut akan dilakukan Peregangan / Stretching
terlebih dahulu yaitu proses pelebaran pada kulit kulup atau pemisahan kulit prepusium dan glens
yang masih melekat.. Permasalahannya adalah bagaimana melakukan proses peregangan tanpa
melukai kemaluan atau glens (Joel, 2010). Beberapa orang yang menyatakan bahwa ada cara cara
untuk melakukan peregangan tanpa melukai kulit, akan tetapi hampir pasti dipastikan Akibat dari
peregangan tersebut terjadi luka diglens penis dan prepusiumnya, luka tersebut dinamakan luka
fimosis. setelah dilakukan peregangan atau setelah terjadi luka fimosis beberapa saat setelah efek

18
anestesi habis, klien akan mengeluh sakit dari biasanya dan terjadi luka yang serius pada glens
penisnya yaitu luka tampak kemerahan dan perdarahan pada glens (Joel, 2010). Tindakan yang
sudah diantisipasi dalam mengatasi fimosis adalah diberikan obat analgetik dan antibiotic saja
tetapi tidak berikan obat topical pada luka bekas fimosis hanya ditetesi betadin. Hal ini
memperpanjang waktu proses penyembuhan luka fimosis tersebut.

12. Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi Fimosis

Komplikasi yang mungkin timbul akibat fimosis adalah parafimosis, balanitis berulang,
balanoposthitis, inflamasi kronik, infeksi menular seksual, risiko keganasan pada penis (karsinoma
sel skuamosa).

Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan sirkumsisi seperti infeksi, perdarahan,
hematoma, limfedema, nyeri, dan gangguan kosmetik.

13. Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis Fimosis

Prognosis fimosis tergantung pada penatalaksanaan yang diberikan. Komplikasi yang dapat
terjadi, baik pada fimosis fisiologis maupun patologis, adalah risiko terjadinya parafimosis.

Prognosis fimosis ditentukan oleh kualitas sirkumsisi. Pada sirkumsisi yang baik,
kemungkinan rekurensi fimosis hampir tidak ada. Jika terdapat banyak sisa jaringan, maka
mungkin membutuhkan sirkumsisi ulang untuk alasan medis maupun kosmetik. Fimosis sekunder
umumnya terjadi pada sirkumsisi yang menggunakan Gomco clamp atau metode Plastibell.

Ad vitam : Bonam

Ad sanam : Bonam

Ad fungsionam : Bonam

Dalam penanganan yang perlu diperhatikan adalah fimosis yang menimbulkan miksi,
menggelembungnya ujung preputium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi
posthitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis, balanoposthitis,
atau posthitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi.

(Basuki, 2011)

14. Mahasiswa mampu menjelaskan Pencegahan Fimosis

19
Menjaga kebersihan penis sangatlah penting untuk mengurangi smegma yang berisiko akan
menempel di penis

Sirkumsisi pada usia yang tepat merupakan tatalaksana terbaik jika penis tidak memiliki
kelainan seperti hipospadia, epispadia, kordae, megaloureter, atau webbed penis

15. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi Keislaman

Keutamaan Sirkumsisi terdapat pada beberapa hadits:

◦ “Fitrah (manusia) ada lima; khitan, mencukur bulu kemaluan, kumis, memotong kuku dan
mencabut ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891, Muslim no. 257)

◦ Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,”


: Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan
Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani). Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah wajib.

◦ Disebutkan dalam hadist yang diriwayatkkan Imam Bukhari; Qutaibah bercerita kepada
kami, Mughirah bin Abdurrahman Al-Qurasy bercerita kepada kami, dari Abu Zanad, dari Al-
A’raj, dari Abu Hurairah, ia menuturkan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ibrahim
khitan dalam usia 80 tahun dengan menggunakan qudum (kapak).”

Dari beberapa hadits di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa berkhitan bagi laki-laki adalah
penting, salah satunya adalah untuk terhindar dari penyakit kelamin khususnya pada skenario ini
yaitu fimosis

20
BAB VII

PETA KONSEP

21
BAB VIII

SOAP

S = Subjective
Nama Pasien : An. Atan
Jenis Kelamin : laki-laki
Usia : 3,5 tahun
Keluhan utama : tidak mau pipis karena nyeri di ujung kemaluan jika miksi
Riwayat penyakit sekarang:
 Nyeri berulang jika miksi sejak 2 hari yang lalu
 Demam sejak 1 hari yang lalu
Riwayat penyakit dahulu: Sejak 2 bulan terakhir letika pasien miksi ujung penis terlihat
mneggembung, pancaran air seni mengecil dan terdapat benjolan lunak di
ujung penis tanpa rasa nyeri dan demam
Riwayat penyakit lain : -
Riwayat penyakit keluarga: -
Riwayat sosial :-
O = Objective
Pemeriksaan tanda vital:
 KU: normal tidak didapat tanda-tanda gangguan pertumbuhan
 Genitalia : kulit preputium kemerahan, mulut preputium diameter sangat sempit dan sedikit
bengkak, bagian glans penis dan meatus urethra eksterna (MUE) tidak bisa dinilai karena
tertutup preputium
A1 = Initial Assessment
Differential Diagnosis (DD):
1. Fimosis
2. Balanitis
3. Balanopostitis
4. Angioedema
P1 = Planning Diagnostic
Pemeriksaan Penunjang: -
A2 = Assessmet
Diagnosis Kerja: Fimosis (SKDI 4)
P2 = Plan
Tatalaksana Etiologis : Sirkumsisi

22
Tatalaksana Simtomatis farmakologis:
Kortikosteroid (sebelum sirkumsisi) : Hidrocortisone 2,5% dua kali sehari
Antibiotik : Amoksisilin sirup 100 mg 3 kali sehari selama 7 hari
Analgetik : Paracetamol sirup 160 mg/5 ml 2 kali sehari selama 7 hari

Tatalaksana suportif : operasi apapun yang dilakukan pada preputium memerlukan follow-up 4-6
minggu setelah operasi.

KIE:
Menjelaskan bahwa:
1. Obat amoxicillin dan paracetamol diminum setelah makan
2. Menjaga kebersihan daerah pantat (jangan menggunakan diapers setiap hari)
3. Menjaga kebersihan penis (sebaiknya setelah buang air kecil penis dibersihkan dengan air
hangat menggunakan kassa)

23
DAFTAR PUSTAKA

Drake T, Rustom J, Davies M. Phimosis in Childhood. BMJ. 2013.

Fahmy, M. (2017). Phimosis and Paraphimosis. Congenital Anomalies of the Penis, 245–
250

Fahmy, M. A. (2020). Normal and abnormal prepuce. Cham, Switzerland: Springer.

Medscape. Phimosis, Adult Circumcision, and Buried Penis.


https://emedicine.medscape.com/article/442617

Mchoney M, Lakhoo K. Phimosis, Meatal Stenosis, and Paraphimosis dalam Pediatric


Surgery: A Comprehensive Text for Africa. Ed Ameh EA, Bickler SW, Lakhoo K, Nwomeh BC,
Poenaru D. Global HEALTH. South Africa. 2011. 560-564p.

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

Ozdemir T, Sayan A, Candan B, Orhan G, Koyluglu. Secondary phimosis after


circumcision. Turk J Urol. 2019(45)135-138.

Purnomo, Basuki B, dkk. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Purnomo, Basuki B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ketiga. Malang : Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya. 2011 : 14, 236-237

Shahid SK. Phimosis in children. ISRN Urol. 2012;2012:707329. Published 2012 Mar 5.
doi:10.5402/2012/707329

Sigumonrong, Yacobda, dkk. 2016. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Urologi Anak


(Pediatric Urology) di Indonesia. Surabaya: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Tekgul S, Dogan HS, Hoebeke P, et al. EAU Guidelines of Pediatric Urology. 2016.
European Association of Urology. https://uroweb.org/wp-content/uploads/EAU-Guidelines-
Paediatric-Urology-2016.pdf

Yacobda S, Daryanto B, Santosa A. 2016. Panduan Penatalaksanaan (Guidelines) Urologi


Anak (Pediatric Urology) di Indonesia. Jakarta : Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai