KELOMPOK 9
B. Morfologi
C. Kultur
Identifikasi spesies mikosis kutaneus atau dermatofik memerlukan pembiakan.
Spesimen diinokulasikan ke dalam Inhibitory Mould Agar (IMA) atau Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) yang mengandung sikloheksimid dan kloramfenikol untuk
menekan pertumbuhan kapang dan bakteri, diinkubasi selama 1-3 minggu dalam suhu
ruangan, dan diperiksa lebih lanjut dalam biakan kaca objek jika perlu. Spesies
diidentifikasi atas dasar morfologi koloni (laju pertumbuhan, tekstur permukaan, dan
pigmentasi apapun), morfologi mikroskopik (makrokonidia, mikrokonidia), dan dalam
beberapa kasus, kebutuhan nutrisi. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk
menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur
(Jawetz, 2017).
D. Karakteristik pertumbuhan
a. Trichophyton
Pertumbuhan Trichophyton sp. yaitu pertambahan ukuran atau panjang hifa
(miselium) yang dihasilkan dari pertunasan hifa. Pertunasan hifa tersebut akan
membentuk percabangan yang bagian terminalnya akan membentuk konidia.
Reproduksi aseksual yang dimiliki Trichophyton sp. ini meliputi pembentukan
konidia melalui pertunasan, fragmentasi (pemotongan) hifa dan pembentukan
konidiospora (Hujjatusnaini, 2012). Pertumbuhan Trichophyton sp. sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, nutrisi, pH, kelembaban, dan zat
metabolit seperti toksin dan antibiotik. Sel jamur yang patogenik dapat tumbuh
optimal jika berada pada rentang suhu 25º – 32ºC. Trichophyton sp. dapat hidup dan
berkembang pada bagian epidermis dengan enzim keratinase, protease dan katalase
yang dimilikinya. Selain itu, jamur pathogen ini juga memproduksi enzim hidrolitik,
yaitu fosfatase, superoksid dismutase, asam lemak jenuh dan lipase (Lagowski,
2019).
b. Microsporum
Microsporum sp. merupakan kelompok kapang yang diketahui sebagai
dermatofita penyebab dermatofitosis (ringworm). Umumnya ditemukan pada iklim
lembab dan hangat (Utami, 2018).
c. Epidermophyton
Jamur Epidermophyton floccosum menyebabkan tenia pedis dan tenia kruris.
Jamur ini bersifat antropofilik (hanya menginfeksi manusia), sehingga air dan tanah
hanya faktor pendukung (predisposisi) pertumbuhan jamur (Jawetz, 2013).
E. Struktur antigen
Dermatofita atau jamur mikosis kutaneus ini memiliki dua kelas utama antigen
berupa glikopeptida dan keratinase, di mana bagian protein dari glikopeptida menstimulasi
CMI, dan bagian polisakarida dari glikopeptida menstimulasi imunitas humoral. Antibodi
menghambat stimulasi aktivitas proteolitik yang disebabkan oleh keratinase, yang dapat
memberikan respons DTH yang kuat.
Infeksi mikosis kutaneus atau dermatofita secara umum memiliki gambaran lesi
melingkar dngan permukaan tinggi. Menurut Lapeere, et al. (2012) Gambaran klinis
infeksi mikosis kutaneus dikelompokkan berdasarkan lokasi. Penyakit yang ditimbulkan
antara lain:
a. Tinea Pedis
Tinea pedis biasa disebut kaki atlet. Manifestasi klinis yang dijumpai adalah
rasa gatal, adanya vesikel kecil berisi air, dan kulit antar jari kaki mengalami
maserasi dan mengelupas. Tinea pedis memiliki beberapa tipe gambaran klinis yaitu,
tipe interdigital, mocasin, bolus, dan ulceratif.
Gambar 5. Urut dari kiri-kanan: Gray patch, Black dots, dan Kerion
c. Onchomycosis
Onchomycosis menyebabkan kuku menjadi warna kuning, rapuh, menebal
dan mudah hancur.
Gambar 6. Onchomycosis
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan KOH pada atap melepuh (vesikel atau bula)
yang telah dipanaskan menghasilkan tingkat temuan positif tertinggi. hifa panjang
yang sempit dan bercabang.
H. Terapi
1. Terapi Medikamentosa
1.1 Tinea Pedis:
a. Terapi topical
- Allylamine - Benzylamine
- Imidazole - Tolnaftate
- Cilopirox - Undecenoic Acid
b. Terapi sistemik
Dewasa
- Terbinafine, 250 mg/hari (6-12 minggu)
- Itraconazole, 200mg 2x sehari (1 minggu)
- Fluconazole, 150mg/hari (3-4 minggu)
Anak-anak
- Terbinafine, 3-6mg/kg/hari (2 minggu)
- Itraconazole, 5mg/kg/day (2 minggu)
1.2 Tinea Capitis
a. Terapi topical (hanya sebagai pembantu)
- Selenium Sulfide 1% atau 2,5 %
- Zinc Pyrithione 1% atau 2%
- Povidone Iodine 2,5%
- Ketoconazole 2%
b. Terapi sistemik
Dewasa
- Griseofulvin, 20-25 mg/kg/hari (6-8 minggu)
- Terbinafine, 250 mg/hari (2-8 minggu)
- Itraconazole, 5mg/kg/hari (2-4 minggu)
- Fluconazole, 6mg/kg/hari (3 minggu)
Anak-anak
- Terbinafine, 3-6mg/kg/khari (2-8 minggu)
1.3 Onchomycosis
a. Terapi topikal
- Ciclopirox
- Amorolfine
- Terapi sistemik
Dewasa:
- Terbinafine, 250 mg/hari (6-12 minggu)
- Itraconazole, 200mg/hari (2-3 minggu)
- Fluconazole, 150-300mg/minggu (3-12 bulan)
Anak-anak
- Terbinafine, 3-6mg/hari (6-12 minggu)
- Itraconazole, 5mg/kg/hari (2-3 minggu)
- Fluconazole, 6mg/kg/minggu (3-6 bulan)
2. Terapi Non Medikamentosa
a. Edukasi kepada pasien mengenai penyakit pasien.
b. Edukasi hygiene perorangan, keluarga dan lingkungan serta pola hidup bersih dan
sehat seperti rajin mengganti baju terutama bila beraktifitas yang menimbulkan
keringat banyak, tidak bertukar handuk atau pakaian, mengganti sprei tempat
tidur, melakukan penjemuran pakaian di tempat yang cukup terkena cahaya
matahari.
c. Edukasi kepada pasien tentang lama pengobatan dan bagaimana cara pengunaan
obat.
I. Pencegahan
1. Memberikan edukasi mengenai penyakit
2. Menjaga hygienitas dan sanitasi lingkungan serta,
3. Menghindari faktor predisposisi terjadinya penyakit, seperti: menggunakan pakaian
dan handuk secara bergantian, mengindari kontak langsung dengan orang yang
mengalami infeksi jamur
DAFTAR PUSTAKA
Hujjatusnaini, N. (2012). Uji Potensi Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia Alcata)
L.) terhadap Penghambatan Pertumbuhan Trichophyton sp. STAIN Palangka Raya.
Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A. (2013). Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical
Microbiology 26th ed. New York: McGraw Hill Medical.
Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A. (2017). Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical
Microbiology 27th ed. Jakarta: EGC.
Lagowski, Dominik., Gnat, Sebastian., Nowakiewicz, Aneta., et al. (2019). In search of the
source of dermatophytosis: Epidemiological analysis of Trichophyton
verrucosum infection in llamas and the breeder (case report).
Lapeere H, Boone B, Schepper SD, Verhaeghe E, Gele MV, Ongenae K, et al. (2012).
Hypomelanoses and hypermelanoses. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine,
8th ed, vol 1. New York: Mc Graw Hill
Utami, Sofi Wulan. (2018). Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Serai (Cymbopogoncitratus)
Terhadap Pertumbuhan Microsporum sp. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang.