Oleh : Kelompok 3
2020
i
DAFTAR ISI
Daftar isi………………………………………………………………………………………1
Skenario……………………………………………………………………………………….2
BAB I Kata Sulit………………………………………………………………………………3
BAB II Rumusan Masalah…………………………………………………………………….4
BAB III Brainstorming………………………………………………………………………..5
BAB IV Peta Masalah…………………………………………………………………………7
BAB V Tujuan Pembelajarn…………………………………………………………………..8
BAB VI Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………….9
BAB VII Peta Konsep………………………………………………………………………..23
BAB VIII SOAP…………………………………………………………………………….. 24
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..25
1
SKENARIO 2
Mada, perempuan 18 tahun, sore itu dibawa keluarganya ke UGD karena wajahnya semakin sembab
disertai rasa letih. Tak hanya wajahnya, tangan dan kakinya juga tampak bengkak serta badannya terasa
berat untuk beraktifitas. Saat ditanya perihal kencingnya, Mada mengaku bila 2 minggu ini kencingnya
sangat sedikit, bahkan pernah dalam sehari tidak kencing sama sekali, berbarengan dengan rasa lesu
dan letih.
Sebelumnya Mada sangat gemar nongkrong di kafe pada malam hari bersama teman-temannya, dan
tidak terlalu suka mengkonsumsi air tawar.
2
BAB I
KATA SULIT
1. Posisi tripod : Posisi pasien di atas tempat tidur yang bertopang dan bertumpu pada kedua
tangan dengan posisi kaki ditekuk ke arah dalam sehingga membantu untuk menurunkan sesak
napas. Posisi tripod dapat memungkinkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal
meningkat sehingga oksigen yang diperoleh lebih banyak karena pengaruh gaya grafitasi bumi.
3
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien berupa wajah, tangan,
kaki yang bengkak ?
2. Mengapa wajah, tangan, dan kaki px bengkak dan letih ?
3. Mengapa px dapat mengalami kencing sedikit bahkan tidak sama sekali ?
4. Apakah ada hubungan nongkrong dengan tidak suka minum air tawar dg keluhan ?
5. Mengapa terdapat distensi pada vena jugularis px ?
6. Mengapa pada pemeriksaan awal didapatkan TD & RR yg tinggi pada pasien ?
7. Mengapa pasien ditemukan tanda-tanda anemis ?
8. Mengapa pada perut px ditemukan cembung dan shifting dullness ?
9. Bagaimana mekanisme terjadinya pitting edema pada pasien ?
10. Apakah kemungkinan penyakit yang diderita px?
11. Apa penangan yang diberikan pada px setelah dilakukan penanganan awal di triage ?
4
BAB III
BRAINSTORMING
1. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan pasien berupa wajah, tangan,
kaki yang bengkak ?
Secara jenis kelamin tidak ada perbedaan pada laki-laki dan perempuan.
Secara usia, lebih rentan terkena pada orang tua karena proses degeneratif.
2. Mengapa wajah, tangan, dan kaki px bengkak dan letih ?
Pasien diduga memiliki gangguan pada ginjal, sehingga terdapat perubahan permeabiltias
glomerulus yang mengakibatkan protein plasma hilang hipoalbuminemia cairan ke
interstisial. kalau terjadi di wajah bermanifestasi menjadi sembab, kalau di rongga abdomen
menjadi asites yang bisa menekan gaster sehingga menyebabkan anoreksia penurunan
nutrisi pasien tampak lemas.
Ganguan fungsi ginjal menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal peningkatan
volume darah edema pada wajah dan ekstremitas.
Kekurangan protein cairan tubuh tidak ada yg menahan di dalam pembuluh darah
sehingga bocor distensi vena jugularis, asites, pitting edema.
Wajah sembab terjadi karena jaringan ikat retro-orbital sangat longgar edema terjadi
karena cairan interstisial tidak bisa kembali dan sering di daerah wajah.
Perpindahan cairan intraselular & intravaskular ke interstisial penumpukan cairan di
interstisial, pada px usia mudah kemungkinan karena ada ganguan osmolaritas.
Dehidrasi penurunan GFR gangguan nefron ginjal permeabilitas terganggu
(gangguan osmolaritas) protein tidak direabsorbsi, produksi urin sedikit pasien jarang
miksi.
3. Mengapa px dapat mengalami kencing sedikit bahkan tidak sama sekali ?
Karena adanya gangguan pada ginjal kencing sedikit. Protein ke interstisial sehingga
cairan di pembuluh darah sedikit GFR menurun jumlah air kencing menurun.
GFR menurun retensi natrium dan air volume cairan tubuh naik tetapi tidak
dikeluarkan melalui kencing.
4. Apakah ada hubungan nongkrong dengan tidak suka minum air tawar dg keluhan ?
Karena kebiasaan nongkrong dan jarang minum air tawar serta begadang menggangu irama
sirkadian terjadi peningkatan hormon kortisol vasokontriksi berpengaruh ke ginjal,
darah yang masuk ke ginjal sedikit GFR menurun kerusakan nefron produksi urin
berkurang.
5
5. Mengapa terdapat distensi pada vena jugularis px ?
Hipertensi cardiac output menurun darah dari vena terhalang masuk ke jantung dilatasi
vena jugularis.
6. Mengapa pada pemeriksaan awal didapatkan TD & RR yg tinggi pada pasien ?
Karena pasien tidak suka minum air dehidrasi penurunan kerja ginjal peningkatan
angiotensin vasokontriksi hipertensi.
Penurunan tekanan onkotik plasma air pindah ke interstisial volume pembuluh darah
turun akstivasi renin kompensasi jantung untuk meningkatkan tekanan darah.
Aktivasi renin angiotensin 1 angiotensin 2 vasokontriksi.
GFR turun sekresi ertitropoetin (hormone utk stimulasi sumsum tulang utk produksi
eritrosit) turun secara tidak langsung produksi Hb turun terjadi gangguan perfusi
jaringan tubuh berusaha mengambil oksigen dr luar sehingga RR naik dan letih lesu.
Sesak karena asidosis metabolic karena penurunan ph darah, karena urin tidak mampu
diekskresi karena terdapat gangguan ginjal.
7. Mengapa pasien ditemukan tanda-tanda anemis ?
Perut yang membesar menyebabkan rongga abdomen mendesak ke lambung lambung
mengeluarkan persepsi kenyang anoreksia kekurangan nutrisi tanda anemis.
Eritropetin menurun penurunan eritrosit tanda anemis.
8. Mengapa pada perut px ditemukan cembung dan shifting dullness ?
Karena terjadi asites, dimana cairan dari intrasel dan intravaskular menuju ke interstisial.
9. Bagaimana mekanisme terjadinya pitting edema pada pasien ?
Kerusakan nefron terganggunya permeabilitas protein masuk ke urin dan tidak di
reabsorbsi protein keluar lewat urin cairan bocor di seluruh bagian tubuh, pitting edema
di tibia edema ditekan menjadi cekung.
10. Apakah kemungkinan penyakit yang diderita px?
DDx : Gagal ginjal akut tipe pre renal, sindrom nefrotik
Wdx : CKD
11. Apa penangan yang diberikan pada px setelah dilakukan penanganan awal di triage ?
Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation (ABC)
Tekanan darah meningkat ACE inhibitor
Edema diuretic
Pemeriksaan lanjutan : pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, USG ginjal
6
BAB IV
PETA MASALAH
Mada, perempuan
18 tahun
Patofisiologi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
7
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
8
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
9
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat (siklosporin/tacrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
10
25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih
tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah
masing-masing 0,3%.
11
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi CKD
12
Reabsorpsi NaCl yang berkurang pada tungkai menaik mengganggu mekanisme konsentrasi.
Pasokan volume dan NaCl yang besar dari bagian-bagian nefron proksimal mendorong reabsorpsi
Na + di distal dan membantu sekresi K + dan H + di nefron distal dan di saluran pengumpul.
Akibatnya, konsentrasi elektrolit plasma dapat tetap normal meskipun GFR sangat berkurang
(insufisiensi ginjal terkompensasi). Gangguan terjadi hanya sekali GFR turun menjadi kurang dari
seperempat dari tingkat normal. Namun, kompensasi ini dilakukan dengan biaya kisaran peraturan,
ginjal yang rusak tidak dapat meningkatkan ekskresi air, Na +, K +, H +, fosfat, dll. (Misalnya, jika
asupan oral ditingkatkan).
Mungkin gangguan pada air ginjal dan ekskresi elektrolit yang bertanggung jawab, setidaknya
sebagian, untuk perkembangan sebagian besar gejala gagal ginjal kronis. Volume berlebih dan
konsentrasi elektrolit yang berubah menyebabkan edema, hipertensi, osteomalasia, asidosis,
pruritus, dan artritis, baik secara langsung atau melalui aktivasi hormon. Juga, kelainan sel rangsang
(polineuropati, kebingungan, koma, kejang, edema serebral), fungsi gastrointestinal (mual, tukak
lambung, diare), dan sel darah (hemolisis, fungsi leukosit abnormal, pembekuan darah abnormal)
disebabkan oleh ini.
Iskemia ginjal merupakan penyebab penting hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal.
Penurunan tekanan perfusi ginjal juga menyebabkan hipertensi pada hewan percobaan. Hal ini
terjadi terlepas dari lokasi penurunan aliran darah ginjal, baik secara intraren dalam perjalanan
penyakit ginjal (misalnya glomerulonefritis. Pielonefritis), di arteri ginjal (stenosis arteri renalis),
atau di aorta di atas asal arteri ginjal (koarktasio aorta).
Penurunan perfusi ginjal menyebabkan hipertensi melalui stimulasi mekanisme renin-
angiotensin, di mana renin dilepaskan dalam alat juxtaglomerular, misalnya, oleh iskemia ginjal, dan
memisahkan angiotensin I dari angiotensinogen, protein plasma yang berasal dari hati. Angiotensin
I kemudian diubah menjadi angiotensin II melalui mediasi enzim pengubah yang ada di banyak
jaringan. Angiotensin II memiliki aksi vasokonstriktor kuat yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Pada saat yang sama angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH, yang
menyebabkan retensi NaCl dan air melalui aktivasi saluran Na + dan saluran air.
Penyebab uremia dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:
a. Prerenal, gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerus akibat penurunan
aliran darah ke ginjal sperti pada syok dan dehidrasi. Selain itu, peningkatan katabolisme protein
seperti pada pendarahan GI disertai pencernaahn hemoglobin dan penyeraoannya sebagi protein
dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia,
luka bakar, dan demam.
b. Renal, uremia akibat gagal ginjal yang menyebabkan gangguan eksresi urea seperti pada gagal
ginjal kronis.
c. Pascarenal, terjadi akibat obstruksi di saluran kemih bagian bawah ureter, buli-buli atau uretra
yang menghambat sekresi urin. Sehingga terjadi aliran backflow pada urin.
13
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis CKD
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih
infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal {renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Erythematosus Sistemik (LES), dan lain
sebagainya.
b. Sindrom Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).
14
Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a). Sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. b). Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. c). Kelainan biokimiawi darah
meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,
hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d).
Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cosf, isostenuria.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi: a) . Foto polos abdomen, bisa
tampak batu radio-opak. b) . Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c). Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan
sesuai dengan indikasi. d). Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e).
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan
dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil {contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.
15
aterosklerotik seperti penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular perifer. Ada juga riwayat
penyalahgunaan tembakau dan hiperlipidemia.
d. Obstructive uropathy
Lebih sering terjadi pada pria dan orang tua. Seringkali karena pembesaran prostat atau kanker.
Gejala khas termasuk frekuensi kencing, ragu-ragu, ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih sepenuhnya, dan penurunan aliran urin. Infeksi saluran kemih bisa terjadi.
Pemeriksaan rektal bisa menunjukkan adanya pembesaran prostat atau nodul.
e. Nephrotic syndrome
Seringkali berhubungan dengan onset hipertensi yang lebih mendadak, atau akselerasi hipertensi
esensial dan perkembangan edema periorbital dan perifer.
f. Glomerulonephritis
Sering dikaitkan dengan timbulnya hipertensi secara tiba-tiba atau percepatan hipertensi esensial.
Pasien dengan gangguan autoimun mungkin mengalami ruam kulit atau artritis;
glomerulonefritis pasca infeksi memiliki riwayat infeksi faring atau kulit baru-baru ini; diare
berdarah berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
g. Gagal ginjal akut
h. Batu ginjal
16
10. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana CKD
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
(comorbid condition), memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskular pencegahan dan terapi terhadap komplikasi terapi pengganti
ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
17
terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi
dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal.
Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion
unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein
pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion
anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan
demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik.
Masalah penting lain adalah, asupan protein berlebih (protein overload) akan
mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas
pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan
fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu
untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
18
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Ensim Konverting Angiotensin
(Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya
sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
Adapun terapi untuk mencegah memburuknya gagal ginjal dan meringankan keluhan :
a. Terapi Konservatil
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya gagal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Price & Sylvia, 2006).
Peranan terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positil nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
Kebutuhan cairan bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 liter per hari.
Kebutuhan elektrolit dan mineral. Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat
individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi Simtomatik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodlum bicarbonat) harus segera diberikan intavena bila pH < 7,35 atau
serum bikarbonat < 20 mEq/l.
Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cel / (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Keluhan gastrointestinal anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinalyang lain adalah ulserasi
mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simptomatik.
Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
Kelainan neuromuscular. Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
19
Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Kelainan sistem kardiovaskular tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita.
Terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15mT/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
20
e. Jangan merokok
f. Jangan mengkonsumsi obat tanpa resep dokter secara regular
21
14. Mahasiswa mampu menjelaskan Integrasi keislaman
Q.S Al Baqarah ayat 195
Artinya:
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik."
Orang-orang yang tidak menjaga kesehatan termasuk dalam golongan orang yang menjatuhkan diri
dalam kebinasaan. Sebab, tidak merawat apa yang telah diberikan oleh Allah.
22
BAB VII
PETA KONSEP
23
BAB VIII
SOAP
S = Subjective
Nama Pasien : Mada
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 18 tahun
Keluhan Utama : Wajahnya semakin sembab disertai rasa letih
Riwayat Penyakit Sekarang : Wajahnya semakin sembab disertai rasa letih. Tak hanya wajahnya,
tangan dan kakinya juga tampak bengkak serta badannya terasa berat untuk beraktifitas
Riwayat Sosial : Mada sangat gemar nongkrong di kafe pada malam hari bersama
teman-temannya, dan tidak terlalu suka mengkonsumsi air tawar
Riwayat Penyakit Dahulu : 2 minggu ini kencingnya sangat sedikit, bahkan pernah dalam
sehari tidak kencing sama sekali, berbarengan dengan rasa letih
Riwayat Penyakit Keluarga : -
O = Objective
Pemeriksaan awal di Triage didapatkan :
KU : Duduk posisi tripod, tampak letih
GCS : 456
TD : 180/110
N : 80 x/m
RR : 24 x/m
Suhu : 36°C
Kepala : Anemis (+), icteric (-), mukosa lidah lembab
Leher : Tampak distensi Vena Jugularis
Thorax : Cor dbn, Pulmo dbn
Abdomen : Cembung, supel, BU (+), shifting dullness (+)
Extremitas : Pitting edema (+)
A1 = Initial Assessment
Differential Diagnosis (DD) : Gagal Ginjal Akut (GGA), Sindrom Nefrotik
P1 = Planning Diagnostic
Pemeriksaan Penunjang :
1. Urinalisis
2. Darah lengkap
24
3. USG
4. MRI
A2 = Assessmet
Diagnosis : Gagal Ginjal Kronis (GGK) (Level SKDI 3A)
P2 = Plan
Medikamentosa :
- ACEI (captopril 3 x 12,5 mg) Antihipertensi
- Diuretik (furosemid 1 x 40 mg) Diuretik
- Suntikan hormon eritropoietin (50 sampai 100 unit / kg subkutan atau infus 3 kali seminggu)
yang terkadang ditambah suplemen besi (zat besi 3-8 mg / kg / hari) Mengatasi anemia pada
GGK
Non Medikamentosa :
- Istirahat (tirah baring)
- Asupan cairan dan elektrolit yang seimbang
- Menjalankan diet khusus (diet tinggi kalori, rendah protein, rendah fosfat, dan rendah garam)
- Berolahraga secara teratur
- Tidak mengonsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang dapat menyebabkan gangguan
pada ginjal
25
DAFTAR PUSTAKA
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
BMJ. Chronic kidney disease. Available from: http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/84/diagnosis/step-by-step.html
Brunne[ L.S, & Suddarth, D.S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikat Bedah, vot 1. Jakarta : EGC.
Coutinho, Itágores Hoffman. Early Diagnosis of Chronic Kidney Disease. JOJ Urology & Nephron
3(1). (2017)
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh Andry Hartono.
Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2017. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (Infodatin).
Price & Sylvia, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses penvakit. Jakarta ; EGC.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013.
Silbernagl, S. & Lang,F . 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme. Stuttgart, New York
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
26