SKENARIO 2
OLEH : KELOMPOK 11
DOSEN TUTOR :
dr. Widya Nursantari, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARMASIN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat karunia-Nya sehingga
penyusunan makalah skenario 1 yang berjudul “ KOK TAMBAH GEMUK?” dapat selesai
tepat pada waktunya. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan
makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2 iii
SKENARIO 1 1
I. IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH 1
II. DAFTAR MASALAH 1
III. ANALISIS MASALAH 2
IV. PROBLEM TREE 5
V. SASARAN BELAJAR 6
VI. BELAJAR MANDIRI 6
VII. SINTESIS BELAJAR 6
KESIMPULAN 15
DAFTAR PUSTAKA 16
ii
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK 11
iii
SKENARIO 2
Seorang anak laki-laki, 7 tahun, dibawa ayahnya ke poli anak sebuah rumah sakit
dengan keluhan gemukan dalam artian bengkak di wajah, kaki, dan alat kelamin sejak 5 hari
sebelum periksa. Awalnya bengkak di kelopak mata dan meluas ke seluruh wajah, tungkai, dan
alat kelamin. Bengkak semakin bertambah setiap harinya. Selama bengkak pasien tampak
pucat, lemah, letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan. Pasien juga mengeluhkan kencing pasien
berwarna kemerahan namun tidak ada nyeri saat kencing. Tidak ada riwayat jatuh atau
terbentur di sekitar area perut dan kemaluan. Sebelumnya, ayah pasien mengatakan ada
demam, batuk tidak berdahak, dan sakit menelan sekitar 2 minggu yang lalu.
1
10. apa edukasi yang diberikan kepada pasien?
11. pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?
12. Mengapa pasien terlihat lemah letih lesu dan kehilangan nafsu makan?
13. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien?
1. Karena di kelopak mata, lapisannya lebih tipis jadi lebih mungkin terjadi bengkak.
Bengkak, proses ekstravasasi, dgn gaya hidrostatik dan osmotik ekstra dan
intravaskuler, yang dipengaruhi gaya ini, kalo protein di plasma rendah, edema akan
terjadi. hidrostatik intravaskuler, HR,TD dll. ada dua area yang sering terjadi edema
terlebih mengikuti grav dan resistansinya rendah. bakal terjadi edema duluan. ada di
periorbital, skrotum, ekstremitas inferior. di mata selain lebih tipis, jaringan lebih
longgar dibanding tempat lain, kalo kerusakan jadi lebih mudah cairannya ke
interstisial.
2. Riwayat, penegakan diagnosis, db, dk, terapi farmakologis dan non farmakologis,
mencegah komplikasi, edukasi ke pasiennya. Mencari apakah sebelumnya ada infeksi
atau penyakit lain. ditanyakan onset dll untuk mengetahui apakah ini pengaruh infeksi
yang sudah terjadi. ada fase laten saat infeksi. di tenggorokan 1-2 minggu, kulit 1-3
minggu. di fase laten ini ada kemungkinan berpindah keoragan lain.
Infeksi tenggorokan, biasanya ada 2 karena bakteri dan virus. biasanya disebabkan oleh
coccus gram positif, berpengaruh ke jantung dan ginjal. jadi berpengaruh di skenario.
karena awalnya di ISPA, itu lanjutnya ke ginjal. biasanya ada di Glomerulonefritis
pasca coccal.
3. Kemungkinan terjadi karena infeksi, dan penyakit ginjal. karena di ginjal tempat
memfilter darah, apabila tidak seimbang akan terjadi penumpukan yang terjadi
pembengkakan. Masalah di pembengkakan dikerucutkan di jp (hidrostatik), hepar
(tekanan onkotik) ginjal (karena albumin/protein terlalu banyak sehingga protein
onkotiknya sedikit, tdk ada menahan jadi edem, atau direabsorbsi meningkat) .
4. Karena bisa berhubungan langsung dengan keluhan perkemihan pasien, apabila ada
riwayat jatuh pasien sulit berkemih, ada darah di urin. salah satu hal yang penting
ditanyakan kalau pasien ada perubahan warna di urin. apabila ada dd ruptur ginjal,
uterus, dan kandung kemih. menyingkirkan diagnosis pembesaran testis dan skrotum
yang menyebabkan trauma bantalan di area genital.
2
5. Urin berwarna merah banyak, bisa karena makanan, bisa karena buah bit, jadi bikin urin
merah. efek samping obat-obatan, antikoagulan, antimalaria. ada infeksi di ginjal atau
saluran kemih, apabila diginjal ada infeksi, glomerulusnya terganggu, kalo podosit
terganggu, nanti filtrasinya terganggu jadi ada eritrosit dan protein yang lolos. bisa juga
apabila ada urin perih karena mengenai daerah trauma.
Pada dasarnya urin jernih, kuning muda. DI skenario karena ada hal [patologis. Pasien
dua minggu lalu mengalami gejala prodromal dengan ISpa. infeksi mengeluarkan
toksin dan antigen, tubuh akan memberikan respon imun, yang akan lepas id pembuluh
darah. terus nempel di ginjal akan terjadi respon peradangan, dinding glomerulus akan
terjadi peningkatan permeabilitas. release protein dari glomerulus ke bowman.
6. Darah yang keluar di urin bukan dari kandung kemih tapi dari ginjal, di glomerulus.
bisa juga karena pendarahannya bersifat mikroskopik. Ada penyakit sistemik,
glomerulonefritis.
7. ada hubungannya, anak-anak lebih rentan, merupakan usia aktif bermain, dan tidak bisa
membedakan kotor dan bersih. kalau jenis kelamin kurang berpengaruh tetapi kalau
anak laki-laki sering bermain diluar.
8. Sama seperti nomor 5.
9. Mengarah ke gnaps, akan ada edema yang berkelanjutan, karena ada kompleks imun
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus. hipertensi menyebabkan ensefalopati.
hematuria yang berkelanjutan.
10. Diagnosisnya apa, prognosis seperti apa, tindakan selanjutnya apakah diberi obat,
dirujuk atau bagaimana. kemudian dijelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
apakah harus kontrol, apabila iya berapa hari selanjutnya.
11. Tes darah, apakah ada penurunan Hb, yang menyebabkan anemia. Bisa dilihat
leukositosis (demam lemah, apakah ada peningkatan dari kreatinin dan laju.. darah. tes
urin, hb, leukosit dan protein. Pencitraan. Asto, anti streptolisin titer.
12. KArena gejala prodromal infeksi, dan tidak terfiltrasi eritrositnya di glomerulus.
permeabilitas kapiler glomerulus, pada pasien yang td rendah bisa menurunkan laju
filtrasi glomerulus, orang yang TD rendah punya keluhan lemah, letih, lesu.
13. Keadaan umum, kesadaran, GCS, TTV (biasanya ada hipertensi, edema, hematuria),
head to toe dari kepala sampai ektremitas), status lokalis, edemanya dilakukan piting.,
menilai seberapa berat edema nya.
Data tambahan :
3
1. Pemeriksaan fisik :
● Keadaan umum : Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
● TTV : TD : 120/100, Frekuensi nadi : 110x/menit, Frekuensi nafas : 28x/menit,
Suhu : 37,2
● BB : 27 kg, TB : 120 cm
● Head to toe
Kepala leher : palpebra edema, konjungtiva anemis, wajah edema
Thorax : DBN
Abdomen : DBN
Genitalia externa : edema +
Extremitas : Extremitas inferior sinistra dan dextra pretibial pitting edema (+),
pucat.
2. Penunjang :
a. Hb : 9
b. Urinalisis : Leukosit 500, protein 150 mg/dl, darah samar 250,
c. Asto : +
Diagnosis Kerja : Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (Gnaps) 3A
DD : Gagal ginjal akut, neuropathy, Glomerulonefritis kronis, Sindrom nefritik, sindrom
nefrotik
Laki-laki 7 tahun + + +
4
Demam, batuk tidak - + -
berdahak, sakit menelan
HB 9, leukosit 500IU/dl, + + -
protein 150ml/dl, darah
samar 250
ASTO + - + -
Jumlah 7 11 4
5
V. SASARAN BELAJAR
Berkaitan dengan diagnosis kerja glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus, yaitu:
1. Menjelaskan definisi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
2. Menjelaskan etiologi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
3. Menjelaskan klasifikasi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
4. Menjelaskan faktor risiko glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
5. Menjelaskan epidemiologi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
6. Menjelaskan patofisiologi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
7. Menjelaskan manifestasi klinis glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
8. Menjelaskan diagnosis glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
9. Menjelaskan tatalaksana farmakologi glomerulonefritis akut pasca-
Streptococcus
10. Menjelaskan tatalaksana non farmakologi glomerulonefritis akut pasca-
Streptococcus
11. Menjelaskan komplikasi glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
12. Menjelaskan prognosis glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
13. Menjelaskan pencegahan glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus
3. Epidemiologi
GNAPS paling sering terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar. Persentase pada anak
laki-laki lebih besar dibandingkan pada anak perempuan meskipun perbedaannya tidak
terlalu signfikan, dimana ♂ : ♀ = 1, 34 : 1. 470.000 kasus GNAPS pertahun berkembang
di seluruh dunia, 97% terjadi di negara berkembang atau sekitar 456.000 kasus GNAPS
per tahun terjadi di Negara berkembang, dengan insidensi tiap tahun 9,5-28,5 per
100.000 individu. 2-3 dekade terakhir, angka kejadian GNAPS telah berkurang di
Amerika Serikat serta di negara lain, seperti Jepang, Eropa Tengah, dan Inggris.
Glomerulonefritis pasca streptokokus epidemik terjadi terutama di negara berkembang
di daerah seperti Afrika, Hindia Barat, dan Timur Tengah. Perubahan epidemiologi
sewaktu-waktu dapat terjadi, parameter perubahan epidemiologi dapat berkaitan
dengan status gizi masyarakat, penggunaan antibiotik profilaksis yang lebih bebas, dan
kemungkinan, perubahan potensi nefritogenik streptokokus.
4. Klasifikasi
Glomerulonefris dibedakan menjadi 3 :
1) Difus
2) Fokal, Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3) Lokal, Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai
kapiler.
Kasifikasi menurut sumber yang lain :
7
1) kongenital (herediter), yang Terdiri dari Sindrom alport dan Sindrom Nefrotik
Kongenital
2) Glomerulonefris Primer, yang terdiri dari Glomerulonefris membranoproliferasif,
Glomerulonefris membranosa, Nefropa IgA (penyakit berger)
3) Glomerulonefris sekunder, Golerulonefris sekunder yang banyak ditemukan dalam
klinik yaitu glomerulonefris pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang
anak pada masa awal usia sekolah
Berdasarkan derajat penyakitnya :
1) Glomerulonefris akut, Glomerulonefris akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak.Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek angen dan
anbodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah
infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephris pascastreptococcus )
tetapi dapat mbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 )
2) Glomerulonefris kronik, Glomerulonefris kronik adalah peradangan yang lama dari sel-
sel glomerulus.Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefris akut yang dak
membaik atau mbul secara spontan. Glomerulonefris kronik sering mbul beberapa
tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik
5. Faktor Resiko
1. Faktor host
a. Jenis kelamin Rasio laki-laki dibanding wanita yaitu: 2:1. Hal ini mungkin
disebabkan karena anak laki-laki lebih sering berada di luar rumah sehingga rentan
terpapar dengan kuman penyebab infeksi
b. Sosial ekonomi
Latar belakang sosial ekonomi rendah dapat menjadi faktor resiko terjadinya GNAPS.
c. Faktor resiko lainnya yaitu:
kondisi tempat tinggal yang padat, kebersihan yang buruk, malnutrisi, anemia, infestasi
parasit semuanyatelah terlibat sebagai faktor predisposisi untuk APSGN
2. Kelompok usia yang paling sering terpapar dengan kuman penyebab GNAPS ialah
anak usia sekolah. Hal ini karena pada usia sekolah anak sudah mulai sering berada di
luar rumah dan lebih aktif
8
3. Faktor risiko genetik Alel HLA DRW4, HLADPA1 dan HLADPB lebih banyak
terjadi pada penderita APSGN dibandingkan populasi normal
4. Penyakit sporadis adalah umum tetapi wabah epidemi cenderung terjadi pada
populasi tertutup dan di negara-negara kurang berkembang
5. Radang tenggorokan lebih sering terjadi pada musim dingin, awal musim semi, dan
musim hujan. Sedangkan piodermia lebih sering terjadi pada akhir musim panas dan
musim gugur.
6. Patofisiologi
Pada dasarnya, infeksi nefritogenik adalah saat antigen patogen tertentu melawan
sistem kekebalan, yang merespons dengan menghasilkan antibodi dan membentuk
kompleks imun. Kompleks ini dapat terbentuk di sirkulasi dan kemudian disimpan di
glomerulus selama filtrasi, atau dapat juga terbentuk di glomerulus in situ. Secara
umum, deposit kompleks imun ditemukan di ruang subepitel. Kompleks tersebut
mengaktifkan komplemen (terutama jalur alternatif) dan menyebabkan rekrutmen sel
inflamasi (seperti makrofag) ke glomerulus, sehingga menimbulkan kerusakan yang
dimediasi oleh imun.
Salah satu mekanisme yang mendasari proses ini adalah mimikri molekuler, di mana
organisme penginfeksi menghadirkan antigen yang, secara kebetulan, secara struktural
mirip dengan komponen normal penghalang filtrasi glomerulus, seperti laminin atau
kolagen. Akibatnya, respons imun terhadap organisme secara tidak sengaja juga
diarahkan ke glomerulus.
Mekanisme potensial lainnya untuk pembentukan kompleks imun adalah organisme
penginfeksi menghasilkan antigen spesifik nefritogenik yang berikatan dengan dinding
kapiler glomerulus dan mengaktifkan respons imun. Pada GNAPS, dua protein yang
diproduksi oleh streptokokus mendapat perhatian khusus: reseptor plasmin
streptokokus terkait nefritis (NAPlr) dan proteinase eksotoksin B kationik streptokokus
(SpeB).
9
7. Manifestasi Klinis
1. Hipertensi
Hipertensi yang mendadak tinggi selama 3-5 hari terdapat pada 60- 80% anak dan
seringkali cukup parah sehingga membutuhkan pengobatan antihipertensi (Pardede and
Suryani, 2016).. Penyebab utama hipertensi pada anak, sekitar 75 – 80%, adalah
penyakit parenkim ginjal dan renovaskular
2. Edema
Biasa dimulai pada kelopak mata dan wajah lalu disusul ekstremitas bawah dan atas
kemudian edema terjadi secara generalisata seperti timbulnya ascites, hidrokel,
pericardial, dan efusi pleura.
3. Hematuria
Hematuria dapat berupa hematuria mikroskopis maupun maupun makroskopis. Pada
hematuria makroskopis urin akan nampak berwarna coklat tua, urin berwarna gelap dan
sering disebut sebagai urin yang berwarna menyerupai “cola”. Jika GNAPS sudah
sangat parah maka dapat terjadi Frank hematuria
8. Diagnosis
10
Anamnesis:
● Perubahan warna urin mendadak (seperti coca cola, teh) atau jumlah urin
berkurang
● Bengkak pada tungkai atau wajah sembab
● Demam, malaise, nafsu makan menurun
● Nyeri kepala
● Perubahan berat badan
● Keluhan pernafasan
● Riwayat infeksi tenggorokan atau infeksi kulit sebelumnya
● Umumnya 1-2 minggu setelah infeksi tenggorokan, atau 3-5 minggu setelah
● infeksi kulit
Pemeriksaan Fisik:
● Tanda tanda vital : Tekanan darah, takikardia, takipnea
● Limfadenopati servikal: residua infeksi
● Pemeriksaan kardiopulmoner: cardiomegali
● Pemeriksaan abdomen: ascites, hepatosplenomegali
● Edema : periorbital, skrotum
● Pemeriksaan kulitt: ruam
● Keterlibatan sendi (HSP,SLE)
Pemeriksaan Penunjang:
● Pemeriksaan ASTO
● Pemeriksaan urinalisis
● pemeriksaan darah
● pemeriksaan imunologis
● pemeriksaan bakteriologis
● pencitraan
● biopsi ginjal
● pemeriksaan histopatologi
9. Tatalaksana Farmakologi
1. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan.
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. (IDAI, 2012). Terapi
antibiotik oral selama 10 hari dengan penisilin
11
2. Simptomatik
a. Hipertensi
Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-
2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. (IDAI, 2012).
b. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat
dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat
kalium (IDAI, 2012).
c. Gangguan ginjal progresif
Tatalaksana farmakologis dengan pemberian Metilprednisolone 500 mg hingga 1gram
selama 3-5 hari.
11. Komplikasi
1. Enselofati Hipertensi
Kondisi tekanan darah tinggi menyebabkan gangguan fungsi otak
2. Gangguan ginjal
Laju filtrasi glomerulus yang semakin menurun, kreatinin dan ureum meningkat akan
menyebabkan gangguan ginjal
3. Edema Paru
Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah memungkinkan garam dan air lebih
mudah melewati dinding pembuluh darah dan terakumulasi di jaringan, akumulasi
garam dan air menyebabkan overload cairan dalam sistem sirkulasi. Jika oveload tidak
dapat diatasi, cairan dapat bocor ke dalam paru paru sehingga menyebabkan edema
paru
12. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah penyebaran bakteri streptococcus grup A adalah dengan
rajin mencuci tangan, terutama setelah batuk atau bersin, dan sebelum menyiapkan
makanan atau makan. Selain itu, untuk mencegah infeksi strep grup A, disarankan
untuk menutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tisu, membuang tisu
bekas ke tempat sampah, batuk atau bersin ke lengan atas atau siku jika tidak ada tisu,
mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimal 20 detik, dan menggunakan
pembersih tangan berbahan dasar alkohol jika tidak ada sabun dan air.
Untuk pencegahan primer hingga tersier penyakit ginjal kronis (PGK) termasuk
GNAPS
Pencegahan Primer:
• Menjaga berat badan ideal dan aktif secara fisik.
• Mengonsumsi makanan sehat rendah garam, rendah lemak jenuh, dan kaya
serat.
• Memperhatikan tekanan darah dan gula darah, serta menjaga keduanya dalam
kisaran normal.
13
• Hindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
• Mencegah infeksi saluran kemih dengan menjaga kebersihan diri dan minum
cukup air.
Pencegahan Sekunder:
• Mengelola penyakit yang berkontribusi pada PGK, seperti diabetes, hipertensi,
dan penyakit jantung.
• Menghindari penggunaan obat-obatan nephrotoxic (yang dapat merusak ginjal).
• Memantau fungsi ginjal secara teratur jika memiliki faktor risiko PGK.
Pencegahan Tersier:
• Mengurangi pembengkakan dengan membatasi asupan garam dan air, serta
menggunakan diuretik jika diperlukan.
• Mengelola tekanan darah tinggi melalui pengobatan tekanan darah.
• Merencanakan diet khusus dan perawatan ginjal jika fungsi ginjal semakin
menurun.
13. Prognosis
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain
umur saat serangan,derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola derajat
berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik,
tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil
mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa
oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang
baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi
kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan
progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.
Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %. Melihat GNAPS masih sering
dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan
kerusakan ginjal. Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 Minggu bila
tidak ada komplikasi,sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease (IDAI,
2012)
14
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan berdasarkan dari skenario tutorial dengan judul “Kok Tambah Gemukok
ambah emuk?” yang telah kami bahas beberapa hari yang lalu bahwa pasien telah kami
diagnosis menderita GNAPS (glomerulonefritis akut pasca-Streptococcus). Adapun GNAPS
merupakan salah satu dari penyakit infeksi saluran yang menyerang ginjal. Penyakit ini dapat
berawal dari ISPA (infeksi saluran napas akut) dan pioderma. Penyakit ini seringkali
menyerang pada kelompok usia anak-anak, jenis kelamin laki-laki, dan orang yang sanitasi
lingkungan tempat tinggalnya kurang baik. Penyakit ini akan menyebabkan penderitanya
mengalami keluhan nyeri pinggang dan urine berwarna kemerahan akibat tercampur darah.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mencegah penyakit ini dengan cara jaga sanitasi diri
dengan baik, vaksin Streptococcus group A, dan hindari faktor pencetusnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Konsesnsus Glomeluronefritis Akut Pasca
Streptokokus. Makassar; 15 Okt 2011.
2. Ramadan MM. et al. ‘European Journal of Molecular & Clinical Medicine Acute Post
Streptococcal Glomerulonephritis in Pediatrics: An Updated Overview’. Journal of
Molecular & Clinical Medicine. 2021; 8(3), pp. 4489–4497.
3. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada anak. Sari Pediatri.
2016; 5(2): 58-63.
4. Febriani S, Jaenudin E. Glomeluronefritis Pada Anak. Continuing Medical Education.
Sep 2022; 582-596 (ISSN : 2721-2882)
5. Afrizal A.R., Amala F.N., Saroh S.A. Penegakan Diagnosis Dan Tatalaksnaa
Glomeluronefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS). Publikasi Ilmiah UMS. 2021:
654-662
16