Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA


SINDROM NEFRITIK AKUT (SNA)”

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Rina Mariyana, S.Kep,M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4 (KEPERAWATAN 5A)

1. SINTA WULANDARI (1814201037)


2. NADYA AHSA NINISA (1814201038)

SEMESTER VA PROGRAM STUDI S1 ILMU


KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II tentang “Asuhan Keperawatan pada
Sindrom Nefritik Akut”

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Lubuk Sikaping, 22 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i


Daftar Isi .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi.............................................................................................4
B. Klasifikasi........................................................................................5
C. Etiologi.............................................................................................6
D. Manifestasi Klinis............................................................................7
E. Patologi….………………………………………………………....8
F. Komplikasi…………………...……………………………………10
G. Pemeriksaan Penunjang…………………….……………………..11
H. Penatalaksanaan…………………………………………………...13

BAB III ASKEP


A. Pengkajian Keperawatan………………………………………….17
B. Data Fokus………………………………………………………...21
C. Diagnosa…………………………………………………………..21
D. Rencana Keperawatan…………………………………………….22
E. Implementasi Dan Evaluasi……………………………………….28

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................35
B. Saran ..............................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sindrom nefrotik dapat terjadi pada usia berapapun tetapi paling


umum antara usia 1-1/2 dan 8 tahun. Penyakit ini lebih banyak
mempengaruhi anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Beberapa
istilh lain yang sering digunakan untuk  sindrom nefrotik  antara lain 
nefrotik syndrom,  sindroma nefrotik, dan lain sebagainya. Seorang
anak dengan sindroma nefrotik memiliki tanda-tanda ini antara lain
tingginya kadar  protein  dalam urin, rendahnya tingkat  protein  dalam
darah, pembengkakan akibat penumpukan garam dan air.

Perlu menjadi catatan bahwa nefrotik syndrom bukanlah penyakit


yang berdiri sendiri, tetapi dapat menjadi tanda pertama dari penyakit yang
merusak unit penyaringan darah kecil (glomeruli) di ginjal dimana urin
dibuat. Nefrotik sindrom merupakan penyakit yang berhubungan
dengan ginjal, dimana kita ketahui bahwa orgna kecil yang disebut ginjal
berperan dalam membersihkan darah dengan menyaring kelebihan air dan
garam dan produk-produk limbah dari makanan. Ginjal yang sehat
menjaga protein dalam darah, yang membantu darah menyerap air dari
jaringan. Tapi ginjal dengan filter yang rusak mungkin membiarkan
kebocoran protein ke urin. Akibatnya, tidak cukup protein yang tersisa di
dalam darah untuk menyerap air. Air yang kemudian bergerak dari darah
ke jaringan tubuh inilah yang akhirnya menyebabkan pembengkakan.
Pembengkakan yang terjadi pada sindrom Nefrotik terjadi di sekitar mata,
perut,dan kaki. Sangat umum terjadi pada penderita nefrotiksindrom buang

1
air kecil lebih sering dari padda biasanya. Hal ini merupakam kelainan
fisiologis yang wajar pada penderita sindrom nefrotik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
2. Apa klasifikasi dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
3. Apa etiologi dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
4. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit Sindrom Nefritik
Akut?
8. Apa saja penatalaksanaan dari penyakit Sindrom Nefritik Akut?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari penyakit Sindrom Nefritik
Akut?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
a. Mahasiswa mampu memahami konsep teoritis penyakit Sindrom
Nefritik Akut.
b. Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada
pasien Sindrom Nefritik Akut.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa definisi dari penyakit Sindrom
Nefritik Akut.
b. Mahasiswa mampu memahami apa klasifikasi dari penyakit
Sindrom Nefritik Akut.

2
c. Mahasiswa mampu memahami apa etiologi dari penyakit Sindrom
Nefritik Akut.
d. Mahasiswa mampu memahami apa saja manifestasi klinis dari
penyakit Sindrom Nefritik Akut.
e. Mahasiswa mampu memahami bagaimana patofisiologi dari
penyakit Sindrom Nefritik Akut.
f. Mahasiswa mampu memahami apa saja komplikasi dari penyakit
Sindrom Nefritik Akut.
g. Mahasiswa mampu memahami apa saja pemeriksaan penunjang
dari penyakit Sindrom Nefritik Akut.
h. Mahasiswa mampu memahami apa saja penatalaksanaan dari
penyakit Sindrom Nefritik Akut.
i. Mahasiswa mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan pada
pasein Sindrom Nefritik Akut.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Sindrom Nefritik Akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala
yang timbul secara mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria,
silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan atau tanpa disertai
hipertensi, edema, gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal ginjal
akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh
reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomeruli.
Penyakit ini paling sering diakibatkan oleh glomerulonefritis akut pasca
streptokokus, oleh karena itu istilah sindrom nefritis akut sering disamakan
dengan glomerulonefritis akut.

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan


peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang me
ngakibatkankehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,
2004 : 550). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh injuriglomerular yang terjadi pada anak dengan

4
karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan RitaYuliani, 2001: 217).

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik


tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan
kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik
diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang
biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)

B. KLASIFIKASI
1. Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik :
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-
yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

2. Sindrom Nefrotik menurut terjadinya :


a. Sindrom Nefrotik Kongenital

5
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe
Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak
lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari
berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama
berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam
minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala
klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung
kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari
normal. Prognosis jelek dan meninggal Karen ainfeksi sekunder atau
kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan
kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein
cairan amnion yang  biasanya meninggi.
b. Sindrom Nefrotik yang didapat :

 Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

C. ETIOLOGI
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir
ini dianggap sebagai suatu penyakit  autoimun. Jadi  merupakan suatu
reaksi antigen-antibodi. umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindroma nefrotik primer
Disebut juga Sindroma nefrorik Idiopatik,yang diduga ada hubungan
dengan genetik, imunoligik dan alergi. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
kelainan minimal, nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif
dang lomerulosklerosis fokal segmental. 
2. Sindroma nefrotik sekunder 

6
Penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluarginjal). Penyebab SN
sekunder adalah sangat banyak, diantaranya ialah:
a. Infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV),HIV,
infeksistreptococcal, serta endokardtitis.
b. Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (kanker).
c. Obat-obatan seperti penicillamine, captopril, heroin.
d. Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis
(Diabetes),dll.
e. Obesitas dan penyakit-penyakit metabolik serta penyakit-
penyakitmultisistem lainnya.
3. Sindrom Nefritik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resistenterhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah di coba pencangklokan ginjal pada neonatus tetapi tidak
berhasil. Prognosis buruk biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan
pertama kehidupannya.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar
mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen
terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi
pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan
cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal
yang menyebabkan asites.

1. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin


berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa
minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena

7
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-
angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti
diuretik (ADH).
2. Pucat.
3. Hematuri.
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
6. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).
7. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada
anak-anak.
8. Hipoalbuminemia < 30 gr/l.
9. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
10. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis
vena dan arteri.
11. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa
hari/minggu.
12. Mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
13. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler
yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang
mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah.
14. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air.

E. PATOLOGI
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
8
cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan


kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan
peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron
yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan
air akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari


peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma.

Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi


lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).

Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan


disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217).

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama ada
lah  proteinuria  sedang kan yang  lain  di anggap sebagai  manifestasi 
sekunder. Kelainan ini di sebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait
dengan hilannya muatan negative gliko protei ndalam dinding kapiler.
Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin
dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus
terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.(Husein A Latas, 2002:
383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari


yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia,
9
pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah
2,5 gr/dl. Mekanisme edema belum di ketahui secara fisiologi tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial,
hal ini disebab kan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran
cairan.

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume
darah arteri menurun di bandingkan dengan volume sirkulasi efektif,
sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
sistem rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh
darah dan juga akan mengakibatkan rengsangan pada reseptor volume
atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal  dan  merangsang pelepasan
hormone anti  diuretic yang meningkatkan reabsorbsi
air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan 
volume  plasma  tetapi  karena  onkotik  plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.

Stimulasi rennin angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic


hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik
kadar kolesterol, trigiliserid dan lipoprotein serum meningkat yang di
sebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjainya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein  lipase  plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. 

F. KOMPLIKASI

10
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1
gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi
untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena
renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya
penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di
dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan).
9. Kerusakan kulit.
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites).
11. Hipovolemia (kekurangan cairan).
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan
arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Urine

11
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna
urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,
hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020
menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis,
pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan,
menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih
besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis
tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin
meningkat (nilai normal negatif).
b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit
menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida
meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada
kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan
albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam
amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun
: kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria,


proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

c. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat


ditemukan streptokokkus pada 10-15% kasus Pencitraan. 
d. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan
foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat
ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti
paru, dan efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa
12
waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada
kelainan.
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan
memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan
ginjal untuk menegakkan diagnosis.
3. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,
serum electrophoresis).

H. PENATALKSANAAN
Penatalaksanaan dari penyakit Limfoma ini terdiri dari
farmakologi, terapi diet, dan terapi komplementer yang akan dibahas
sebagai berikut :

1. Farmakologi

Ada beberapa obat yang dapat diberikan kepada penderita sindrom


nefrotik, antara lain :

a. Obat kortikosteroid
Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal
atau mengobati penyakit peradangan penyebab sindrom
nefrotik, seperti lupus atau amioloidosis. Contoh obat ini
adalah methylprednisolone.
b. Obat antihipertensi
Obat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi
yang bisa meningkat saat terjadi kerusakan ginjal. Selain itu,
obat darah tinggi dapat mengurangi jumlah protein yang
terbuang melalui urine. Contoh obat ini adalah obat ACE
inhibitor, seperti enalapril atau catropril.
c. Obat diuretik
Fungsi obat diuretik adalah untuk membuang cairan yang
berlebihan dari dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi gejala
edema. Contoh obat ini adalah furosemide.

13
d. Obat pengencer darah
Fungsi obat ini adalah untuk menurunkan risiko penggumpalan
darah yang merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik.
Contoh obat ini adalah heparin.
e. Obat penisilin
Penisilin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk
mencegah infeksi yang merupakan komplikasi dari sindrom
nefrotik.

2. Non farmakologi
a. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua
kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,
karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
b. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake
dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan
untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam
perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian
kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi
sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan
kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema
kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat,
mereka harus diswab dengan air hangat.
14
e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya
dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun
infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan
yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan
pencegahan dekubitus.

3. Terapi diet

Beberapa diet yang bisa diterapkan untuk mencegah sekaligus


menghindari komplikasi akibat sindrom nefrotik adalah:

a. Diet Protein

Gangguan ginjal akibat sindrom nefrotik menyebabkan


kehilangan banyak protein dalam tubuh. Risiko ini bisa dicegah
dengan mengonsumsi makanan kaya protein sesuai kondisi
ginjal. Tanyakan pada dokter dan ahli diet untuk mengetahui
kebutuhan protein yang sesuai.

b. Diet Sodium

Diet rendah sodium disarankan untuk pengidap sindrom


nefrotik. Pasalnya, terlalu banyak natrium yang dikonsumsi
dapat meningkatkan penimbunan cairan dan garam lebih lanjut.
Hal ini berpotensi sebabkan pembengkakan ginjal dan
hipertensi pada pengidap sindrom nefrotik.

c. Diet Lemak

15
Gangguan ginjal memengaruhi kadar lemak dalam aliran
darah. Maka itu, pengidap sindrom nefrotik perlu mengurangi
asupan lemak untuk mencegah penyakit kardiovaskular.
Makanan rendah lemak yang bisa dikonsumsi antara lain
daging, ikan, atau kerang.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1 Data Pasien
Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Agama
Status perkawinan
Pekerjaan
Suku
Golongan darah
Tanggal masuk RS
Tanggal pengkajian

Sumber informasi

2 Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut


membesar (adanya acites).
3 Riwayat penyakit sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
a. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c. Kaji adanya anoreksia pada klien

17
d. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4 Riwayat penyakit dahulu
Perawat perlu mengkaji:
a. Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
b. Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
c. Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
5 Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang
memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
6 Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a. Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
b. Pola eliminasi: diare, oliguria.
c. Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
d. Pola istirahat tidur: susah tidur
e. Pola mekanisme koping :  cemas, maladaptive
f. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
7 Pengkajian fisik
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus 
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Hipotensi/ hipertensi (termasuk hipertensi malignan, hipertensi
akibatkehamilan/ eklampsia)
2) Disritmia jantung 
3) Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia) 
4) Nadi kuat( hipervolemia)
5) Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki,
sakrum)
6) Pucat, kecenderungan perdarahan
18
c. Eleminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan
frekuensi, polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/
oliguria (fase akhir) Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi
(inflamasi,/ obstruksi, infeksi). Abdomen kembung, diare, atau
konstipasi
Tanda: Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan Oliguria( biasanya 12-21 hari) poliuria(2-6 L/hari)
d. Makananan/ Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan
(dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembabanEdema (umum, bagian
bawah)
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur, Kram otot/ kejang:
sindrom” kaki gelisah”
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidak mempuan berkonsenterasi, hilang memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/ asam/ basa) Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah
g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman
(pernafasan Kussmaul) nafas amonia.Batuk produktif dengan
sputum kental merah muda (edema paru).
h. Keamanan
Gejala : Adanya reaksi transfuse
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), Pretekie, area kulit ekimosis,
Pruritus, kulit kering
19
8 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
1) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Kesadaran: biasanya compos mentis
3) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan sistem tubuh
1) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan
terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume
3) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
4) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

B. DATA FOKUS
DS:

20
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga

DO:
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang
meliputi :TTV, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.

C. DIAGNOSA
1. Keletihan berhungan dengan kondisi fisiologis
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
4. Deficit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis, stress,
keengganan untuk makan
5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas

D. RENCANA KEPERAWATAN

21
NO SDKI SLKI SIKI

1. Keletihan b/d Setelah dilakukan Edukasi aktivitas/


kondisi fisiologis tindakan keperawatan istirahat
d/d kelelahan selama 3x24 jam di
Observasi:
harapkan lelah pada
pasien berkurang 1. Identifikasi
dengan: kesiapan dan
kemampuan
KH
menerima
Tingkat keletihan informasi

1. Kemampuan Terapeutik:
melakukan
1. Sediakan materi
aktivitas rutin 1-
dan media
3 (menurun
pengaturan
menjadi sedang)
aktivitas dan
2. Lesu 1-3
istirahat
(meningkat
2. Jadwalkan
menjadi sedang)
Pemberian
3. Sakit kepala 1-3
pendidikan
(meningkat
kesehatan sesuai
menjadi sedang)
kesepakatan
4. Frekuensi napas
1-3 (meningkat Edukasi:
menjadi sedang)
1. Jelaskan
5. Pola napas 1-3
pentingnya
(memburuk
melakukan
menjadi sedang)
aktivitas fisik/
olahraga secara
rutin
2. Anjurkan

22
menyusun jadwal
aktivitas dan
istirahat
3. Ajarkan cara
mengidentifikasi
kebutuhan istirahat

2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy


aktivitas b/d tindakan keperawatan
Observasi:
kelemahan d/d selama 3x24 jam di
mengeluh lemah harapkan pasien dapat 1. Identifikasi
melakukan aktivitas gangguan fungsi
kembali seperti biasa tubuh yang
dengan: mengakibatkan
kelelahan
KH
2. Monitor kelelahan
Toleransi aktivitas fisik dan emosional
3. Monitor pola dan
1. Kemudahan
jam tidur
dalam
melakukan Terapeutik
aktivitas sehari-
1. Lakukan latihan
hari 1-3
rentang gerak pasif
(menurun
atau aktif
menjadi sedang)
2. Fasilitasi duduk di
2. Frekuensi nadi
sisi tempat tidur,
1-3 (menurun
jika tidak dapat
menjadi sedang)
berpindah atau
3. Keluhan lelah 1-
berjalan
3 (meningkat
menjadi sedang) Edukasi
4. Perasaan lemah
1. Anjurkan tirah
1-3 (meningkat
23
menjadi sedang) baring
5. Warna kulit 1-3 2. Anjurkan
(memburuk melakukan
menjadi sedang) aktivitas secara
6. Frekuensi napas bertahap
1-3 (memburuk 3. Anjurkan strategi
menjadi sedang) koping untuk
mengurangi
kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkat kan
asupan makanan

3. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi


ketidakadekuatan tindakan keperawaan
Obsevasi:
pertahanan tubuh selama 3x24 jam di
sekunder harapkan pertahanan 1. Monitor tanda dan
tubuh pasien kembali gejala infeksi lokal
membaik dengan: dan sistemik

KH Terapeutik:

Tingkat infeksi 1. Batasi jumlah


pengunjung
1. Demam 1-3
2. Berikan perawatan
(meningkat
kulit paa area
menjadi sedang)
edema
2. Nyeri 1-3
3. Cuci tangan
(meningkat
sebelum dan
menjadi sedang)
sesudah kontak
3. Bengkak 1-3
24
(meningkat dengan pasien dan
menjadi sedag) lingkungan pasien
4. Periode malaise
Edukasi:
1-3 (meningkat
menjadi sedang) 1. Jelaskan tanda dan
5. Kultur uruin 1-3 gejala infeksi
(mrmburuk 2. Ajarkan etika batuk
menjadi sedang) 3. Anjurkan
6. Kultur sputum meningkatkan
1-3 (memburuk asupan nutrisi
menjadi sedang) 4. Anjurkan
menigkatkan
asupan cairan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
Pemberian
imuniasai

4. Deficit nutrisi b/d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


faktor psikologis tindakan keperawaan
Observasi:
d/d nafsu makan selama 3x24 jam di
menurun harapkan nutrisi pada 1. Identifikasi status
pasien dapat terpenuhi nutrisi
dengan: 2. Identifikasi
kebutuhan kalori
KH
dan jenis nutrient
Status nutiri 3. Monitor asupan
makanan
1. Nyeri abdomen
4. Monitor berat
1-3 (menigkat
badan
menjadi sedang)
5. Monitor hasil
2. Diare 1-3

25
(meningkat pemeriksaan
menjadi sedang) laboratorium
3. Frekuensi
Terapeutik:
makan 1-3
(memburuk 1. Lakukan oral
menjadi sedang) hygiene sebelum
4. Nafsu makan 1- makan, jika perlu
3 (memburuk 2. Fasilitasi
menjadi sedang) melakukan
pedoman diet
3. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein

Edukasi:

1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
di programkan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
Pemberian meditasi
sebelum makan
jika perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang di
butuhkan, jika

26
perlu

5. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


napas tidak tindakan keperawaan
Observasi:
efektif b/d spasme selama 3x24 jam di
jalan napas d/d harapkan pernapasan 1. Monitor pola napas
dispnea pasien kembali normal 2. Monitor sputum
dengan:
Terapeutik:
KH
1. Posisikan semi
Bersihan jalan napas fowler atau fowler
2. Berikan minum
1. Batuk efektif 1-
hangat
3 (menurun
3. Berikan oksigen,
menjadi sedang)
jika perlu
2. Produksi
sputum 1-3 Edukasi:
(meningkat
1. Anjurkan asupan
menjadi sedang)
cairan 2000 ml/hari
3. Dispnea 1-3
2. Ajarkan teknik
(meningkat
batuk efektif
menjadi sedang)
4. Gelisah 1-3 Kolaborasi:
(meningkat
1. Kolaborasi
menjadi sedang)
pemberian
5. Frekuensi napas
bronkodilator,
1-3 (memburuk
ekspektoran,
menjadi sedang)
mukolitik, jika
6. Pola napas 1-3
perlu
(memburuk
menjadi sedang)

27
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

N Hari/Tangga Implementasi Evaluasi TTD


O l

1. Senin/ 26 Edukasi aktivitas/ S: Perawa


oktober 2020 istirahat t1
1. Tenaga pasien
Observasi: sudah kembali
seperti biasa
1. Mengidentifikasi
2. Lelah pasien
kesiapan dan
sudah
kemampuan
berkurang
menerima informasi
O:
Terapeutik:
1. Pasien sudah
1. Menyediakan
bisa melakukan
materi dan media
aktivitaas
pengaturan aktivitas
secara rutin
dan istirahat
2. Pasien tampak
2. Menjadwalkan
tidak lesu lagi
Pemberian
3. Kebutuhan
pendidikan
istirahat pasien
kesehatan sesuai
sudah
kesepakatan
terpenuhi
Edukasi: secara normal

1. Menjelaskan A:
pentingnya
Masalah teratasi
melakukan aktivitas
sebagian
fisik/ olahraga
secara rutin P:
2. Menganjurkan
Intervensi di lanjutkan
menyusun jadwal
28
aktivitas dan
istirahat
3. Mengajarkan cara
mengidentifikasi
kebutuhan istirahat

2. Selasa/ 27 Manajemen energy S: Perawa


oktober 2020 t2
Observasi: 1. Lelah pada
pasien sudah
1. Mengidentifikasi
berkurang
gangguan fungsi
2. Perasaan lemah
tubuh yang
pasien tidak
mengakibatkan
ada lagi
kelelahan
2. Memonitor O:
kelelahan fisik dan
1. Frekuensi
emosional
jantung sudah
3. Memonitor pola dan
kembali normal
jam tidur
A:
Terapeutik
Masalah sudah teratasi
1. Melakukan latihan
sebagian
rentang gerak pasif
atau aktif P:
2. Memfasilitasi
Intervensi dilanjutkan
duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak
dapat berpindah
atau berjalan

Edukasi

1. Menganjurkan tirah

29
baring
2. Menganjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Menganjurkan
strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi

1. Mengkolaborasi kan
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkat kan
asupan makanan

3. Rabu/ 28 Pencegahan infeksi S: - Perawa


oktober 2020 t3
Obsevasi: O: -

1. Memonitor tanda A:
dan gejala infeksi
Masalah teratasi
lokal dan sistemik
sebagian
Terapeutik:
P:
1. Membatasi jumlah
Intervensi di lanjutkan
pengunjung
2. Memberikan
perawatan kulit paa
area edema
3. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak

30
dengan pasien dan
lingkungan pasien

Edukasi:

1. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Mengajarkan etika
batuk
3. Menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Menganjurkan
menigkatkan asupan
cairan

Kolaborasi:

1. Mengkolaborasi kan
Pemberian
imuniasai

4. Kamis/ 29 Manajemen nutrisi S: Perawa


oktober 2020 t4
Observasi: 1. Nyeri abdomen
sudah
1. Mengidentifikasi
berkurang
status nutrisi
2. nafsu makan
2. Mengidentifikasi
sudah membaik
kebutuhan kalori
dan jenis nutrient O:
3. Memonitor asupan
1. pasien tampak
makanan
tidak pucat lagi
4. Memonitor berat
2. eliminasi
badan
pasien sudah

31
5. Memonitor hasil kembali normal
pemeriksaan
A:
laboratorium
Masalah teratasi
Terapeutik:
sebagian
1. Melakukan oral
P:
hygiene sebelum
makan, jika perlu Intervensi di lanjutkan
2. Memfasilitasi
melakukan
pedoman diet
3. Memberikan
makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein

Edukasi:

1. Menganjurkan
posisi duduk, jika
mampu
2. Mengajarkan diet
yang di programkan

Kolaborasi:

1. Mengkolaborasi kan
Pemberian meditasi
sebelum makan jika
perlu
2. Mengkolaborasi kan
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
32
jenis nutrient yang
di butuhkan, jika
perlu

5. Jumat/ 30 Manajemen jalan napas S: Perawa


oktober 2020 t5
Observasi: 1. Dispnea pada
pasien sudah
1. Memonitor pola
berkurang
napas
2. Memonitor sputum O:

Terapeutik: 1. batuk pasien


sudah efektif
1. Memposisikan semi
2. pengeluaran
fowler atau fowler
sputum sudah
2. Memberikan minum
normal
hangat
3. pasien tidak
3. Memberikan
gelisah lagi
oksigen, jika perlu
4. frekuensi napas
Edukasi: pasien sudah
kembali normal
1. Menganjurkan
5. pola napas
asupan cairan 2000
pasien sudah
ml/hari
kembali normal
2. Mengajarkan teknik
batuk efektif A:

Kolaborasi: Masalah teratasi


sebagian
1. Mengkolaborasi kan
pemberian P:
bronkodilator,
Intervensi di lanjutkan
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

33
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sindrom Nefritik Akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala
yang timbul secara mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria,
silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan atau tanpa disertai
hipertensi, edema, gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal ginjal
34
akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh
reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomeruli.
Penyakit ini paling sering diakibatkan oleh glomerulonefritis akut pasca
streptokokus, oleh karena itu istilah sindrom nefritis akut sering disamakan
dengan glomerulonefritis akut.

Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik


tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan
kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik
diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang
biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)

B. SARAN

Setelah membaca makalah ini di harapkan agar pembaca dapat


memahami tentang penyakit Sindrom Nefritik Akut, pembaca dapat
menginterpretasikan dengan baik dalam melakukan tindakan keperawatan
dalam praktik, khususnya pada pasien yang mengalami penyakit Sindrom
Nefritik Akut.

35
DAFTAR PUSTAKA

XMuttaqin A, Sari Kumala, 2012, Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Nugroho T, 2011, Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit


Dalam, Nuha Medika,Yogyakarta.

Ponnusamy, K. (2014). Sindrom Nefrotik. Igarss 2014, (X), 1–5

36
37

Anda mungkin juga menyukai