OLEH
Kelompok 6
AHMAD ZAIFUL
NURLIAN
STELAMARIS GIMBO
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Definisi…................................................................................................ 2
B. Etiologi.................................................................................................... 2
D. Manifestasi klinis.................................................................................... 3
E. Patofisiologi............................................................................................ 4
H. Pathway................................................................................................... 7
A Pengkajian .................................................................................................18
B. DiagnosaKeperawatan .............................................................................25
C. Intervensi ..................................................................................................26
D. Implementasi ............................................................................................29
E. Evaluasi ....................................................................................................32
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif,hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Angka kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-
7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1.Sindrom nefrotik merupakan penyebab
kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun
1995-2000.Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga
mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang
Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini.
Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital,glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainankongenital (umumnya
herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan ini hanyaakan
dibicarakan SN idiopatik.
1.1 Tujuan
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
B. Etiologi
Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan
lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA
didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian
atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12,
4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa
laten selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25
lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. GNA juga dapat disebabkan oleh
sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous
1. Infeksi; Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis
lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi
streptococcus haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan
GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus.
(Pardede dkk, 2005)
2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya
HLA-D dan HLADR.
3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen
dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang
akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan
faktor responsif untuk merusak glomerulus
C. Manifestasi Klinis
Sindrom nefritik akut memiliki distribusi usia dengan puncaknya pada
usia 7 tahun. Anak terlihat sehat sampai pada saat terjadi onset mendadak
penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang atau kecoklatan. Edema
wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi, dan mungkin didapatkan
nyeri abdomen atau pangkal paha Bersama dengan nyeri tekan pinggang.
Tekanan darah biasanya meningkat (Meadow dan Newell, 2005).
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang
pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan
jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post
streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah
dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai. Berkurangnya
volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah,
tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam,
nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :
1. Onset akut (kurang dari 7 hari)
2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross
hematuria 30% ditemukan pada anak-anak.
3. Oliguria
4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema
bisa ditemukan sedang sampai berat.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik : mual dan muntah, purpura pada
Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
1. Pengelihatan kabur
2. Batuk berdahak
3. Penurunan kesadaran
4. Malaise
5. Sesak napas
D. Patofisiologi
Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi
streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-
penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder, seperti
glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus
eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan
granulomatosis Wegener.
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran
klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis
memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme
dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah
adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan
antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi
aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya.
Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon
inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular.
Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau
kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan
air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan
ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema
dan bendungan sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus,
biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan
selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema
yang terjadi tergantung pada beberapa factor yaitu luasnya kerusakan
glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hypoalbuminemia (Rena
dan Suwitra, 2010).
Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus
sehingga menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada
ginjal. Glomerulonefritis dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit)
dan infeksi virus akut (infeksi saluran nafas atas, gondongan, virus varisela
zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B). (Smeltzer, 2011).
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM)
antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi
komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan
mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria dan Proteinuria
Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang
mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama
albumin. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang
normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low
Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus serta adanya sekresi yang meningkat dari
makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon
untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung
mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah
besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak
memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel darah merah dapat masuk ke
ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan
barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan atau
didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah
merah ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan
bermanifestasi sebagai silinder sel darah merah pada urin.
Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan
darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder
diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang
mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat
mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain
termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Penyebab
kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark
dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk
kedalam ruang urinari
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal
(LFG) juga menurun.
Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam
akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema,
hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala
sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia,
hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG
sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat
jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu,
LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2
yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya
terjadi hipervolemia dan hipertensi.
4. Edema Anasarka
Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh
tubuh, baik di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi
garam dan air. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi
hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan
retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan memperbaiki
volume inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. (menurut
Prodjosudjadi, 2006 dalam Yuktina Sarma 2017)
Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah
terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut
ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik
atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus,
dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan
mekanisme mana yang lebih berperan.
E. Pathway
↓LFG Kerusakan
membrann kapiler
Retensi urin
Oliguri Proteinuria &
& garam
hematuria
edema Gangguan
hipertensi eliminasi urin Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
A. Pengkajian
Penting dilakukan pengkajian terhadap klien secara holistik (Biologis,
Psikologis, Sosial, dan Spiritual) untuk mendapatkan data yang lengkap dan
sistematis. Adapun metode yang dapat dipakai dalam proses pengkajian
yaitu :
1. Pengkajian Umum
a. Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat kesehatan sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun
c. Riwayat kesehatan lalu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
e. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan
f. Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus SNA
g. Riwayat imunisasi
Tidak ada hubungan
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan
lahir.
1) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin
beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan
ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.
2) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
3) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
4) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes
bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.
2. Konsep Keperawatan Menurut Gordon
Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi:
a. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan keluarga melanjutkan perawatan anak atau
pasien di rumah.
b. Pola nutrisi – Metabolik
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam
keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur
dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk),
< 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik)
c. Pola Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Diare, napsu
makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,
malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Tidak ada masalah dalam pola aktivitas dan latihan pada SNA
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
riwayat penyakit yang di derita oleh anak
f. Pola Tidur dan Istirahat
Tidak ada masalah dalam pola tidur dan istirahat
g. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort oleh Keluarga pasien.
h. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
rumah.
k. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat
kesadaran biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan
adanya perubahan.
B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas yang merupakan respons edema pilmonerdan efusi fleura.
B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume.
B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital,
seklera tidak ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan
tingkat paranya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune
warnanya kola.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan.
Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
B. Diagnosa Keperawatn
1. Gangguan Eliminasi Urin
2. Kelebihan Volume Cairan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Kerusakan integritas kulit
C. Intervensi Keperawatan
A. Kesimpulan
Sindrom Nefritis Akut (SNA) / Glomerulonefritis Akut (GNA) adalah
suatu sindrom yang ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema, dan
berbagai derajat insufisiensi ginjal. SNA disebabkan oleh faktor infeksi
(paling sering diakibatkan oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus),
penyakit multisistemik (vaskulitis, SLE, Henoch-Schonlein Purpura),
penyakit ginjal lain dan Nefropati IgA. Penyakit ini timbul setelah adanya
infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan
infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini
dapat dikurangi.
Gejala : edema di wajah terutama kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih
dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat, berkurangnya volume air kemih
dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa
meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan
malaise.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Setiap institusi pendidikan di harapkan dapat menjadikan makalah ini
sebagai masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar mengajar
ataupun perkuliahan
2. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar dan
konsep keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai panduan belajar.
Namun Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan masih
jauh dari kesempuranaan sehingga tentunya tak akan luput dari kesalahan
dan kehilafan. Oleh karena itu, kami menghargai dan bahkan
mengharapkan segala bentuk masukan dan kritik dari rekan-rekan ataupun
pihak lain untuk lebih membangun dan menyegarkan wawasan kami
sehingga lebih bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medow, Sir Roy, Simon J Newwel. 2005. Lecture Notes: Pediatrika edisi 7.
Jakarta: Erlangga.
Moorhead, Sue dkk. (Eds). 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th
edision. Singapore: Elsevier.