Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

SYNDROME NEFROTIK

DI SUSUN OLEH :
M.IQBAL BASUKI (14.401.17.054)
NIKE ALISTINA (14.401.17.064)
NUR I’TIKAVIA (14.401.17.065)
NUR INAYAH (14.401.17.066)
QISY AYU ANDINI (14.401.17.071)
SHIFWATUL JAYYIDAH LUTHFI (14.401.17.078)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan anak Dengan Syndrome nefrotik”

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan.Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan
demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini.

Krikilan, 10 September 2019

i
Daftar isi
Halaman judul

Kata pengantar

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Tujuan .......................................................................................................... 2

C. Manfaat ........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi ......................................................................................................... 3

B. Etiologi ......................................................................................................... 4

C. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 5

E. Patofisiologi ................................................................................................. 6

F. Komplikasi ................................................................................................... 9

H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 10

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian .................................................................................................. 11

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................... 14

C. Nursing Care Plan ...................................................................................... 16

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 23

A. KESIMPULAN .......................................................................................... 23

B. SARAN ...................................................................................................... 23

ii
BAB I

PNDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit dengan gejala edema, proteuniria, hipoalbunemia, dan
hiperkoleteramia. Kadang- kadang terdapat hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal
Menurut kapustakaan sindrom nefrotik paling banyak terdapat umur 3
sampai 4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2. Tetapi atas
dasar penelitian di RSCM Jakarta (I.G.N. Wila Wirya 1970-1979
dikemukakan pada tahun 1992 dalam desetasi gelar DR) pada umumnya
mengenai anak umur6-7 tahun (puncaknya umur 7 tahun ) dan perbandingan
antara wanita dan pria 1:1,6 .Penyakit sindrom nefrotik dijumpai pada anak
mulai umur kurang dari 1tahun (3 bulan) sampai umur 14 tahun.
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk SN di Indonesia (negara
tropis) dan negara maju . di negara maju umumnya sindrom nefrotik jenis
kelainan minimal (KM); pada SN ini kelainan terletak pada tubukus dan
golmerulus tidak mengalami ganggguan fungsi. Di Indonesia (RSCM)
umumnya jenis SN bukan kelainan minimal (BKM) yang menuntut dugaan
peneliti di sebabkab karena berbagai infeksi yang pernah diderita oleh
pasien atau gangguan gizi pada waktu lampau. Kekurangan gizi
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah
mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari SN BKM
tersebut

1
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan anak Dengan
Syndrome nefrotik
2. TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis Syndrome nefrotik
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak Syndrome
nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
intervensi

C. MANFAAT

1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan


kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan anak Syndrome
nefrotik
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca Syndrome nefrotik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Nefrotik sindrom merupakan keadaan klinis dan biokimia yang
melibatkan peningkatan permeabilitas glomeruli. dapat terjadi
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal. tanda khas pada penyakit
ini adalah edema, proteinuria, hipoalbuminea dan hiperlipidemia.
(Suharyanto T. , 2013)
Sindrom nefrotik merupakan gejala manifestasi klinis dari
glomerulonefritis (GN) yang di tandai dengan adanya gejala edema,
proteinuria > 3,5 g/hari, hipoalbumin < 3,5 g/dl, lipidemia dan
hiperkolesteromia (Nurarif, 2015)
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh
proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Kadang- kadang disertai hematuri, hipertensi dan
menurunnya ecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas,
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Sindrom nefrotik paling
banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan
pasien wanita dan pria 1:2 (Nurarif, 2015)
Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan bahwa sindrom
nefrotik adalah keadaan klinis yang berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal. tanda khas pada penyakit ini adalah edema,
proteinuria, hipoalbuminea dan hiperlipidemia.

3
B. ETIOLOGI

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-


akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan
suatu reaksi antigen-antibodi. Menurut buku (Ngastiyah, 2014) ada
3 etiologi yaitu:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal
pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,
purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis
vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,
garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan
minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif
dan glomerulosklerosis fokal segmental.

4
C. MANIFESTASI KLINIK
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.
2, manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya
ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas
(sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain
seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya
terjadi.

(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)

(Sumber: pakarobatherbal.com)

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 tipe yaitu

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change


nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak
usia sekolah.Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi
ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.

5
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis,
infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian
dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.

E. PATOFISIOLOGI
Ada tiga jenis proteinuria yaitu seperti glomerular, tubular dan
overflow. Kehilangan protein yang terjadi pada SN juga termasuk ke
dalam proteinuria glomerular. Proteinuria pada penyakit glomerular
disebabkan oleh meningkatmya filtrasi makrom/olekul melewati
dinding kapiler glomerulus. (Setiati, 2014, hal. 2081-2085)
Glomerulus ginjal terdiri dari vascular bed yang komplek yang
berfungsi sebagai ultrafiltrasi selektif terhadap protein plasma.
Dalam kondisi patologis, podosit (lapisan barier terluar dari sistem
filtrasi glomerulus mengalami berbagai perubahan bentuk struktural
seperti fb effacement, pseudocyst formation, hipertrofi, terlepas dari
membran basal glomerulus ( detachment) dan apoptosis. Foot
process effacement merupakan karateristik perubahan yang paling
dominan dijumpai pada SN. Foot process effacement dapat
revelsibel atau irevelsibel apabila injuri sel podosit terjadi
berkelanjutan. Sindrom nefrotik terutama disebabkan oleh injuri sel
podosit dengan manifestasi proteinuria masif. (Setiati, 2014)
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan

6
terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic
plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam
intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah
ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH)
dan sekresi aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan
air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema
(Wati, 2012)
Dan juga terjadi edema pembentukan edema pada sindrom nefrotik
merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua
proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit
glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang
lebih dari satu. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata
terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering
disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar
albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat
menimbulkan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.
Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM.
Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas
dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini

7
Virus bakteri protozoa Perubahaninflamasi
permeabilitas
1. membrane glomerulus

Kerusakan glomerulus

2.
Protein & albumin Kegagalan dalam
lolos dalam3.
filtrasi proses filtrasi

Protein dalam Protein dalam darah menurun


urine meningkat
4.
hipoalbuminemi
proteinuria
5. a

Ekstravaksi cairan Syndrome nefrotik

Volume intravaskuler menurun


Penumpukan cairan
di ruang intestinum
ADH meningkat

Odema
Reabsorbsi air meningkat

Paru-paru asites Kelebihan


volume cairan

Efusi pleura Tekanan abdomen


meningkat

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Menekan
diafragma pola nafas tidak efektif

Otot pernafasan
Nafas tidak adekuat
tidak optimal

8
F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain:


1. Infeksi sekunder
Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
2. Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3. Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X.
Trombus lebih sering terjadi di sistem vena apalagi bila disertai
pengobatan kortikosteroid
4. Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau
kegagalan ginjal
(Nelson, 2009)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan urin
Pemeriksaan sampel urin menunjukan adanya proteinuria
(adanya protein di dalam urin).
2) Darah
a. Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin kurang dari 30
gram/liter
b. Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah yang meningkat),
khususnya peningkatan low density lipoprotein (LDL), yang
secara umum terjadi bersamaan dengan peningkatan VLDL.
Pemeriksaan elektro (Nelson, 2009)lit, ureum dan juga
kreatinin, yang juga berguna untuk mengetahui fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya
belum diketahui, secara jelas yaitu :
a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak)

9
b. Pemeriksaan penanda Auto-immuno (ANA, ASOT, C3,
cryoglobulins, serum electrophosis). (Suharyanto & Majid,
2013)

H. PENATALAKSANAAN

1) Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang


menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang
interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring
selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2) Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900
sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2
gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang,
pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul
akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram
protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
3) Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam
perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian
kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi
sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan
kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4) Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema
kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat,
mereka harus diswab dengan air hangat.
5) Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya

10
dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
6) Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun
infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
7) Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan
yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan
pencegahan dekubitus.
8) Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering
kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan
ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan
tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi,
eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini
harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi
akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang
memaksa perawatan di rumah sakit

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Sindroma nefrotik yang paling bbanyak terjadi pada anak umur
2-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2
(Nurarif, 2015)
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun

2) Riwayat penyakit dahulu.


Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK,
terpapar bahan kimia.

11
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak
dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati
pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran..
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien biasanya composmentis
terlihat adanya edema (Kusuma, 2015)
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah pasien normal (Kusuma, 2015)
3) Body system
a) Sistem pernafasan
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b) Sistem kardiovaskuler
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons
sekunder dari peningkatan beban volume.
c) Sistem persyarafan
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan
tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia
sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.

12
e) Sistem pengindraan
Biasanya terdapat edema palpebra bilateral, konjungtiva
pucat,
(Partini Pudjiastuti T, 2009)
f) Sistem perkemihan
Penurunan jumlah urine, urine tampak seperti berbusa
akibat penumpukan tekanan permukaan akibat
proteinuria dan hematuria (P.Kowalak, 2012)
g) Sistem muskuloskletal
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara
umum (Wati, 2012)
h) Sistem endokrin
Pada pasien nefrotik sindroma tidak di dapatkan
kelainan (Karen, 2011)
i) Sistem integumen
Pada sistem integumen terjadi edema periorbital,ascites.
(Karen, 2011)
j) Sistem reproduksi
Biasanya terjadi pembengkakan labia dan skrotum
(Wati, 2012)
k) Sistem imun
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, atau defesiensi seng (Karen, 2011)

13
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan
Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakeristik
1) Subjektif
a) Ansietas
b) Gelisah
2) Objektif
a) Anasarka
b) Edema
c) Oliguria
d) Perubahan berat jenis urin

Faktor yang berhubungan gangguan mekanisme pengukuran

a) Gangguan mekanisme pengaturan


b) Asupan cairan yang berlebihan
c) Asupan natrium yang berlebihan
d) Ketidak cukupan protein sekunder akibat penurunan
asupan atau peningkatan kehilangan
e) Difusi ginjal, gagal jantung, retensi natrium, imobilitas,
dan aktifitas lainnya
Kondisi klinis terkait
Sindrom nefrotik
. (Wilkison, 2016)
b. Pola nafas tidak efektif
Definisi : inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak member
ventilasiadekuat
Batasan karakteristik :
a) Perubahan ekskursi dada
b) Melakukan posisi tiga titik

14
c) Bradipnea
d) Penurunan tekan ekspirasi, inspirasi, dan kapasitas vital
e) Pernafasan cuping hidung
f) Ortopnea
g) Fase ekspitasi memanjang
h) Takipnea
i) Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas

Faktor yang berhubungan :

a) Ansietas
b) Posisi tubuh
c) Deformitas dinding dada
d) Penurunan energi dan kelelahan
e) Hiperfentilasi
f) Kerusakan persepsi atau kognitif
g) Kelelahan otot-otot pernafasan
(Wilkison, 2016)
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (PPNI, 2016)
1. Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas agar
tetap paten.
2. Penyebab
a) Spasme jalan napas
b) Hiperpireksia jalan napas
c) Disfungsi neuromuskular
d) Benda asing dalam jaln napas
e) Sekresi yang tertahan
f) Adanya jalan napas buatan
g) Proses infeksi
h) Efek agen farmakologi

15
3. Batasan karakteristik
- Subyektif
Dispnea
ortopnea
- Obyektif
Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun’
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah

C. NURSING CARE PLAN


1) Intervensi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil :
a) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan
cairan dan diet
b) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang di
programkan
c) Mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk
pasien
d) Tidak mengalami pendek nafas
e) Hematokrit dalam batas normal

Aktifitas Keperawatan

a) Tentukan lokasi dan derajat edema parifer, sakral, dan


periorbital pada skala 1+ sampai 4+
b) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskuler yang
diinfeksikan dengan peningkatan tanda gawat napas,
pningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi
jantung tidak normal, atau suara nafas tidak normal
c) Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadap
gangguan sirkulasi dan integritas kulit

16
d) Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid,diuretik,dan litium)
pada edema
e) Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstermitas
f) Manajement cairan (NIC):
1) Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kecenderungannya
2) Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
3) Pantau hasil laboratorium yang relavan terhadap retensi
cairan (misalnya, peningkatan berat jenis urine,
peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolalitas urine)
4) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan (misalnya,
crakle, peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler
paru,edema,distensi vena leher,dan asites),sesuai dengan
keperluan.

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga

a) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema,


pembatasan diet, dan penggunaan, dosis, dan efek samping
obat yang diprogramkan.
b) Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk puasa,
sesuai dengan kebutuhan.

Aktivitas kolaboratif

a) Lakukan dialisis, jika diindikasikan


b) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer
mengenai penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
c) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet
dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan
natrium

17
d) Manajement cairan (NIC):
Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan
volume cairan menetap atau memburuk berikan dierutik, jika
perlu

Aktifitas lain

a) Ubah posisi setiap


b) Tinggikan ekstermitas untuk meningkatkan aliran balik vena
c) Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien
d) Manajement cairan (NIC) : distribusikan asupan cairan
selama 24 jam, jika perlu (Wilkison, 2016)

2) Pola nafas tidak efektif


Kriteria hasil
Pasien akan :
a) Menunjukkan pernafasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
b) Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas
normal
c) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d) Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
e) Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
f) Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu
ketidakefektifan pola napas, dan tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya. (Wilkison, 2016)

Aktifitas keperawatan

Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini


berfokus pada pengkajian penyebab ketidakefektifan
pernapasan, pemantauan status pernapasan, penyuluhan
mengenai penatalaksanaan mandiri trhadap alergi, membimbing
pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan
respons dirinya, membantu pasien menjalani pengobatan

18
pernapasan, dan menenangkn pasien selama periode dispnea dan
napas pendek.

a) Pantau adanya pucat dan sionisis


b) Pantau efek obat pada status pernafasan
c) Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
d) Kaji kebutuhan insersi jalan napas
e) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada
pasien yang terpasang ventilator
Penyuluhan untuk pasien/keluarga :

a) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik


relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan.
b) Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah,
meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan
gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber-sumber
komunitas
c) Diskusikan cara menghindari alergen,sebagai contoh :
1) Memeriksa rumah untuk adanya jamur didinding rumah
2) Tidak menggunakan karpet di lantai
3) Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC
d) Ajarkan tekhnik batuk efektif
e) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak
boleh merokok di dalam ruangan
f) Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka
harus memberitahu perawat pada saat terjadi
ketidakefektifan pola pernapasan

19
Aktivitas Kolaboratif

a) Konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk


memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis
b) Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola
pernapasan, nilain GDA, sputum, dan sebagainya, jika
perlu atau sesuai protokol
c) Berikan obat (misalnya,bronkodilator) sesuai dengan
program atau protokol
d) Berikan terapi nebuliser ultrasonik dan udara atau
oksigen yang dilembabkan sesuai program atau protokol
institusi
e) Memberikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola
pernapasan. Uraikan jadwal

Aktifitas Lain :

a) Hubungakan dan dokumentasikan semua data hasil


pengkajian (misalnya, sensori, suara napas, pola
pernapasan, nilai GDA, sputum, dan efek obat pada
pasien)
b) Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif,
jika perlu
c) Tenangkan pasien selama periode gawat napas
d) Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan,
bimbing pasien menggunakan teknik pernapasan bibir
mencucu dan pernapasan terkontrol
(Wilkison, 2016)

20
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
1. Tujuan : Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang
dibuktikan oleh pencegahan aspirasi, status pernapasan, dan
kepatenan jalan napas.
2. Kriteria hasil
a. Batuk efektif
b. Mengeluarkan sekret secara efektif
c. Mempuntai jalan napas yang paten
d. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang
jernih
e. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam
3. Aktivitas keperawatan
a. Kaji dan dokumentasi hal-hal berikut
b. Keefektifan obat yang diprogamkan
c. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
d. Hasil oksigenasi
e. Kecenderungan pada gas darah arteri
4. Penyuluhan untuk keluarga
a. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung,
(misalnya, oksigen, mesin, pengisapan, spirometer,
inhaler, dan interment positive pressure breathing)
b. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang
karangan merokok didalam ruang perawatn, beri
penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.
5. Aktivitas kolaboratif
a. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
b. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan yang
ditujukan untuk perkusi atau peralatan pendukung
c. Berikan udara/oksigen yang telah dilembapkan sesuai
kebijakan intitusi

21
6. Aktivitas lain
a. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran
sekret
b. Anjurkan penggunaan spirometer intensif
c. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur,
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kntrol
diri.
(Wilkison, 2016, hal. 37)

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang berkaitan dengan berbagai


penyakit ginjal. tanda khas pada penyakit ini adalah edema, proteinuria,
hipoalbuminea dan hiperlipidemia. Klasifikasi dari Sindrom Nefrotik
yakni Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic
syndrome), Sindrom Nefrotik Sekunder, Sindrom Nefrotik Kongenital.
Mnifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di
sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan
tangan), asites. Komplikasinya antara lain Infeksi sekunder, Trombosis
vaskule. Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau
kegagalan ginjal

B. SARAN
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas
materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca
dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih
luas tentang materi ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Karen, D. (2011). Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi 6. Singapura: Saunder


Selsevier.
Nelson. (2009). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC : Penerbit Buku Kedokteran.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis nanda
NIC NOC. jogjakarta: MEDIACTION.
P.Kowalak, J. (2012). buku ajar patofisiologi. jakarta: EGC.
Partini Pudjiastuti T, D. G. (2009, Juni). Sindrom Nefrotik Sekunder pada anak
dengan limfoma hodcin. Sari Pediatri Vol.6 No. 1, 37-42.
PPNI, T. p. (2016). standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta: dewan
penguris pusat.
Setiati, S. (2014). Ilmu penyakit dalam. jakarta pusat: internapublishing.
Suharyanto, & Majid. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien gangguan sistem
perkemihan. jakarta: cv trans info media.
Wati, E. K. (2012). Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Nefrologi.
Surakarta: Bursa Ilmu.
Wilkison, J. (2016).diagnosis keperawatan edisi 10 jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai