Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada


struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari
1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada
minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak
ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa
bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang
banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa
jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi.
Secara garis besar PJB dibagi 2 kelompok, yaitu PJB sianotik dan PJB
asianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral
akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagai contoh Tetralogi Fallot (TOF), Coarctio
Aortae. Termasuk dalam kelompok PJB asianotik adalah PJB dengan kebocoran
sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di antaranya adalah Defek Septum
Ventrikel (DSV), Defek Septum Atrium (DSA), atau tetap terbukanya pembuluh
darah seperti pada Duktus Arteriosus Persisten (DAP). Diagnosis PJB ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dasar serta lanjutan.
Salah satu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis PJB ialah
melalui pemeriksaan radiologi. Pada awalnya frekuensi yang dipakai berbentuk
sinar-x (x-ray) seperti pada pemeriksaan foto polos ataupun CT scan, namun
kemajuan teknologi modern memakai pemindaian (scanning) gelombang sangat
tinggi (ultrasonic) seperti ultrasonography (USG), MRI (magnetic resonance
imaging) serta echocardiography. Selain melalui pemeriksaan radiologi, PJB juga
dapat ditentukan oleh beberapa pemeriksaan penunjang lain seperti EKG dan
kateterisasi jantung.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan. Organ ini
terletak di rongga toraks sekitar garis tengah antara sternum di sebelah anterior
dan vertebra di posterior. Jantung memiliki dasar lebar di atas dan meruncing
membentuk titik di ujungnya, apeks, di bagian bawah. Jantung terletak menyudut
di bawah sternum sedemikian sehingga dasarnya terutama terletak di kanan dan
apeks di kiri sternum.1

Gambar 2.1 Anatomi Jantung.1


Jantung terdiri atas jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru,
dan jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer. Setiap bagian
jantung yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut,
yang terdiri atas satu atrium dan satu ventrikel. Setiap atrium adalah suatu pompa
pendahulu yang lemah bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan darah masuk
ke dalam ventrikel. Ventrikel lalu menyediakan tenaga pemompa utama yang
mendorong darah (1) ke sirkulasi pulmonal melalui ventrikel kanan atau (2) ke
sirkulasi perifer melalui ventrikel kiri.2 Pembuluh yang mengembalikan darah dari

2
jaringan ke atrium adalah vena, dan yang membawa darah dari ventrikel ke
jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi
berotot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.2
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
dua vena besar, vena kava, satu mengembalikan darah dari level di atas jantung
dan yang lain dari level di bawah jantung. Darah yang masuk ke atrium kanan
telah kembali dari jaringan tubuh, di mana O2 telah diambil dan CO2 ditambahkan
ke dalamnya. Darah ini mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan,
yang memompanya keluar menuju arteri pulmonalis, yang segera membentuk dua
cabang, satu berjalan ke masing-masing dari kedua paru.1
Di dalam paru, darah kehilangan CO2 ekstra dan menyerap pasokan segar O2
sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis yang datang dari
kedua paru. Darah kaya O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir
ke dalam ventrikel kiri, rongga pemompa yang mendorong darah ke seluruh
sistem tubuh. Jadi, sisi kiri jantung menerima darah dari sirkulasi paru dan
memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Satu arteri besar yang membawa darah
menjauhi ventrikel kiri adalah aorta.1
Sirkulasi paru adalah sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah,
sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem bertekanan tinggi dan beresistensi
tinggi. Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam jumlah setara,
namun sisi kiri melakukan kerja lebih besar karena memompa darah pada tekanan
yang lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih panjang dengan resistensi lebih
tinggi. Karena itu, otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi
kanan, menyebabkan sisi kiri menjadi pompa yang lebih kuat.2
Terdapat dua katup jantung, yaitu katup atrioventrikular kanan dan kiri,
Katup atrioventrikular kanan disebut katup trikuspid. Demikian juga, katup
atrioventrikular kiri, yang disebut katup bikuspid atau katup mitral. Dua katup
lainnya, yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak di pertemuan di mana
arteri-arteri besar meninggalkan ventrikel. Katup-katup ini dikenal sebagai katup
semilunar. Katup-katup ini dipaksa membuka ketika tekanan ventrikel kanan dan
kiri masing-masing melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis, sewaktu
kontraksi pengosongan ventrikel. Penutupan terjadi ketika ventrikel melemas dan

3
tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Ketika
ventrikel melemas terbentuk gradient tekanan ke arah belakang dan semburan
balik darah mengisi daun katup yang berbentuk seperti kantung dan mendorong
daun-daun tersebut dalam posisi tertutup membentuk kelim tahan bocor.1,2
B. Sirkulasi Fetus
Tali pusat berisi satu vena dan dua arteri. Vena menyalurkan oksigen dan
makanan dari plasenta ke janin. Sebaliknya kedua arteri menjadi pembuluh darah
balik yang menyalurkan darah kearah plasenta untuk dibersihkan dari sisa
metabolisme.
Setelah melewati dinding abdomen, vena umbilikalis menuju hepar,
membagi jadi dua yaitu sinus porta ke kanan yang memasok darah ke hati dan
duktus venosus yang berdiameter lebih besar akan bergabung dengan vena cava
inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan memiliki
kadar oksigen yang sama seperti arteri, meski bercampur sedikit darah dari vena
cava. Darah ini kemudian akan mengalir melalui foramen ovale pada septum
masuk ke atrium kiri dan selanjutnya ventrikel kiri akan menuju aorta dan seluruh
tubuh. Adanya krista dividens sebagai pembatas vena cava memungkinkan
sebagian besar darah bersih dari ductus venosus langsung akan mengalir kearah
foramen ovale. Sebaliknya sebagian kecil akan mengalir ke arah ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru, tetapi sebagian besar
dari jantung kanan dialirkan ke aorta melalui arteri pulmonalis lewat ductus
arteriosus karena paru belum berkembang. Darah tersebut akan bergabung pada
aorta descenden, bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh
tubuh. Darah balik akan melalui arteri hipogastrika, keluar melalui dinding
abdomen sebagai arteri umbilikalis.
Setelah bayi lahir, arteri vena umbilikalis, ductus venosus, dan ductus
arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir, akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana
terjadi pengembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan
tekanan oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonalis, ductus arteriosus akan
menutup dalam 3 hari dan total pada minggu kedua.3,4,5,6

4
Gambar 2.2. Sirkulasi kardiovaskular fetal.4
C. Penyakit Jantung Bawaan
1. Definisi
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital
merupakan abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa
kelahiran. Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.5,6
2. Etiologi & Epidemiologi
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 8 dari 1000 kelahiran hidup.
spektrum lesi bervariasi dari yang asimtomatik hingga kelainan yang fatal.
Kendati sebagian besar kasus PJB bersifat multifactorial, beberapa lesi
berhubungan dengan kelainan kromosom, defek gen tunggal, teratogen, atau
kelainan metabolic maternal.6
3. Klasifikasi PJB
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok
besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan
melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB
sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis. Tapi

5
bagi kelainan jantung kongenital yang lebih komplek bentuknya, klasifikasi
segmental mungkin lebih tepat suatu pendekatan diagnosis berdasarkan anatomi
dan morfologi bagian-bagian jantung secara rinci dan runut.
Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki
kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik biasanya
memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan bervariasi. Baik
keduanya hampir 90% memerlukan intervensi bedah jantung terbuka untuk
pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat
bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri seiring dengan
pertambahan usia anak.5,6

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Atrial Septal Defect (ASD)


Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan dimana
adanya lubang yang menghubungkan atrium kiri dan kanan yang bisa menetap
sampai dewasa.6

Gambar 3.1. Tipe Defek Septum Atrium berdasarkan lokasinya. (sumber:


http://166.78.238.210/wp-content/uploads/2013/04/atrial-septal-defect-1-
locations.jpg)

Atrial Septal Defect terdiri dari 3 jenis, yaitu;

a. Defek pada bagian fossa ovalis yang disebut sebagai tipe ostium
secundum, defek ini melibatkan daerah fossa ovalis dan yang paling sering
ditemukan (kira-kira hampir 70% dari kasus ASD).
b. Defek pada AV septum yang disebut sebagai tipe ostium primum, dimana
terletak pada bagian inferior fossa ovalis, terdapat sebanyak 20% dari
kasus ASD.
c. Defek pada sinus venosus, terdapat sebanyak 6% dari kasus ASD, defek
ini terletak di dekat vena kava superior (bisa juga dekat dengan vena kava
inferior, tapi jarang terjadi).11

7
Darah mengalir dari pirau kiri ke kanan, ASD jarang berhubungan dengan
terjadinya gagal jantung atau hipertensi pulmonal pada anak-anak dan lansia.
Jarang juga ASD dengan defek yang besar menyebabkan gagal jantung pada anak
bayi. Konsekuensi hemodinamik ASD dengan defek yang besar biasanya muncul
pada pasien dewasa pada dekade ketiga atau keempat, dimana gejalanya mirip
dengan gagal jantung karena ventrikel kanan mempunyai beban yang berlebihan,
aritmia atrium karena peregangan atrium yang kronik dan juga hipertensi
pulmonal. Kebanyakan dari anak-anak yang menderita ASD bersifat
asimptomatik, tetapi hampir semuanya mengeluhkan bahwa mereka merasa
gampang lelah. Gejala klinis berupa gampang lelah dan sesak diketahui pada usia
akhir remaja dan awal dua puluhan dan sepertiga-nya akan bersifat simptomatik
sampai dewasa.
Pada anak yang lebih tua, dada kiri anterior terlihat sedikit menonjol dan
aktivitas ventrikel kanan meningkat, dan tak teraba thrill. Suara jantung pertama
mengeras dapat didengar sedikit dibawah garis sternum kiri, suara jantung kedua
sangat khas yaitu terpisah lebar dan tidak mengikuti variasi pernafasan. Bila
terjadi hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras
dan pemisahan kedua komponen tidak lagi lebar. Terdengar bising sistolik ejeksi
yang halus disela iga II parasternal kiri. Bising mid-diastolik mungkin terdengar
di sela iga IV parasternal, sifatnya mengenderang dan mengingkat apabila
inspirasi. Bising ini terjadi akibat aliran melewati katup trikuspid yang berlebihan,
pada defek yang besar dengan rasio aliran pirau interatrial lebih dari dua. Bising
pansistolik regurgitasi mitral dapat terdengar di daerah apeks pada ASD tipe
ostium primum dengan celah pada katup mitral atau pada ASD tipe ostium
sekundum yang disertai prolaps katup mitral.7,8
Pada elektrokardiogram umumnya terlihat deviasi sumbu QRS ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, dan Right Bundle Branch Block (RBBB). Pemanjangan
interval PR dan deviasi sumbu QRS ke kiri mengarah pada kemungkinan defek
septum atrium primum. Bila sumbu gelombang P negatif, maka perlu dipikirkan
kemungkinan defek sinus venosus. Ekokardiografi dua dimensi dapat
memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial. Prolaps katup mitral dan
regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang besar.8

8
Rontgen dada biasanya menunjukkan temuan non spesifik, seperti
pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, pembuluh darah paru, atrium kiri, dan
segmen proksimal SVC. ASD dapat memberikan gambaran foto thorax normal
dalam tahap awal ketika ASD kecil. Dapat juga memberikan gambaran tanda-
tanda peningkatan aliran paru (peningkatan aliran paru atau vaskularisasi shunt),
pembuluh darah paru membesar, vaskularisasi upper zone prominen, tanda-tanda
akhir dari hipertensi arteri paru, pembesaran ruang jantung; atrium kanan,
ventrikel kanan dengan catatan atrium kiri normal dalam ukuran dan arkus aorta
kecil normal.8,11

Gambar 3.2. Gambaran Thoraks PA pada ASD: sedikit peningkatan pada


arteri pulmonalis marking dengan ukuran jantung yang normal. Segmen arteri
pulmonal utama adalah convex.9
Temuan pada CT scan, khususnya ultra-fast CT scan memberi hasil yang
spesifik. Temuan meliputi pemisahan yang jelas dari septa atrium.

9
Gambar 3.3. CT Scan & USG pada ASD (Sumber:
https://openi.nlm.nih.gov/imgs/512/211/2912273/PMC2912273_1532-429X-
12-44-1.png)

MRI, terutama MRI cine, memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik
dalam menggambarkan defek septum. Namun, portabilitas yang lebih besar dan
penggunaan lebih luas echocardiography mengakibatkan peran yang sangat
terbatas untuk MRI pada pasien dengan ASD.10,12

10
Gambar 3.4. Hasil MRI kardiovaskular pada perikarditis konstriktif dan defek
septum atrium. A dan B: Four-chamber and short-axis T1-weighted (darah kotor)
pengambilan saat inspirasi, perikarditis konstriktif setelah operasi bypass koroner,
menunjukkan perikardium menebal (7 mm), pembesaran dari kedua atrium dan
ventrikel kanan tubular (RV). Asterisk menunjukkan sternum kawat artefak. C dan
D: Four-chamber dari cine-MRI (darah bersih) dan 4-chamber pemetaan
kecepatan gambar (panah putih), masing-masing, dari besar defek septum atrium
(2 2,5 cm) (panah hitam) dengan shunt kiri ke kanan terlihat pada gambar
kecepatan (panah putih) dan diperbesar ruang sisi kanan dengan rasio dihitung
dari paru ke aliran sistemik 3.7 (Sumber:
http://www.cmaj.ca/content/175/8/911/F4.large.jpg)

11
Gambar 3.5. MRI pada Defek Ostium Skundum, large defect di region fossa
ovalis (tanda panah).12

Gambar 3.6. MRI pada Defek Ostium Primum, defect pada inferior septum
interatrial (tanda panah). RA=Right Atrium, RV=Right Ventricle, LA=Left Atrium,
LV=Left Ventricle.12

12
Gambar 3.7. MRI axial steady-state free precession (SSFP), defek sinus venosus
(tanda panah) antara vena cava superior (SVC) dan atrium kiri (LA). Juga tampak
anomali vena pulmonalis lobus superior (curved arrow) yang membuka ke dalam
SVC.12

B. Ventricular Septal Defect (VSD)


VSD diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi atau fisiologisnya. Bila
berdasarkan klasifikasinya, VSD terjadi pada bagian membranous dan muscular
pada septum ventrikel. VSD membranous dapat dibagi menjadi VSD defek
suprakristal, perimembranous, dan malalignment. VSD muscular dapat terjadi di
region inlet atau outlet atau dalam bagian trabekular septum. VSD secara
fisiologinya dibagi berdasarkan ukuran defek dan resistensi vaskuler relatif dalam
sirkulasi sistemik dan pulmonal. Gradien bertekanan tinggi muncul melewati VSD
restriktif kecil, dengan tekanan arteri pulmoner normal atau sedikit meningkat dan
pirau kiri ke kanan yang dominan. VSD nonrestriktif besar mengakibatkan
tekanan ventrikel kanan dan ventrikel kiri memiliki tekanan yang sama dengan
hipertensi pulmonal (disebabkan tidak adanya obstruksi jalur keluar ventrikel
kanan) dan pirau dua arah. VSD yang terkecil (maladie de Roger)
dikarakteristikkan dengan pirau yang tidak signifikan secara hemodinamik,
murmur yang keras, dan risiko menengah-tinggi terhadap kejadian endokarditis.8

13
Gambar 3.8. A: Gambaran septum ventrikel yang terdiri dari 4 komponen
bagian; (I) inlet, (T) trabecular septum, (O) outlet dan septum membranosa. B:
Posisi defek anatomis; (a) outlet defect, (b) conus muskulus papillaris, (c) defek
perimembranosa, (d) marginal muscular defect, (e) central muscular defect, (f)
inlet defect, (g) apical muscular defect.8

Pada bayi, pirau kiri ke kanan hanya terjadi jika resistensi vaskuler
pulmonal jauh lebih rendah daripada resistensi vaskular sistemik dan murmur bisa
terdengar pada usia satu bulan. Dengan defek nonrestriktif yang besar, resistensi
vaskuler pulmonal tidak terlalu rendah yang jika tidak ditutup sebelum usia 2
tahun, dapat terjadi hipertensi pulmonal irreversibel. Kelebihan cairan karena
VSD restriktif yang besar dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada usia
enam bulan pertama. Sebanyak 40% VSD dapat menutup sendiri sebelum usia 3
tahun.8
Jika terbentuk gradien tekanan yang cukup, tekanan sistolik ventrikel
kanan bisa melebihi tekanan sistolik ventrikel kiri dan justru pirau kanan ke kiri
yang terjadi. Dewasa muda dengan VSD yang tidak terkoreksi dan tekanan arteri
pulmonalis yang normal biasanya asimptomatik. Temuan pemeriksaan fisik
tergantung ukuran VSD. Pasien dengan VSD tanpa komplikasi biasanya asianotik
dan apeks teraba lateral serta hiperdinamik. Murmur holosistolik berhubungan

14
dengan thrill sistolik dan terdengar paling jelas di SIC 4-5 di batas jantung kiri
dengan penjalaran ke parasternal kanan.8,10

Gambar 3.9. Foto thorax PA pada pasien VSD.14

Gambar 3.10. Foto thorax PA pada pasien VSD.14

15
Gambar 3.11. Four-chamber SSFP menunjukkan shunt kiri ke kanan (curved
arrow) melewati VSD membranosa.12

Gambar 3.12. CT scan VSD defek perimembranous dengan ekstensi inlet.12

16
Gambar 3.13. Echocardiography, A: inlet defect yang cukup besar, defek di
bagian posterior pada segmen katup AV. B: midmuscular septal defect dengan
ukuran kecil.8

Gambar 3.14. MRI dengan tampilan 4 ruang jantung pada VSD mid-muscular.12

17
Gambar 3.15. Echocardiography color flow imaging, tampak gambaran defek
ventrikel yang cukup besar.10

C. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


Ductus arteriosus adalah struktur anatomik normal yang menghubungkan
sirkulasi sistematis dan pulmonal. Hubungan tersebut normalnya menutup segera
setelah lahir. Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara
aorta dan arteri pulmonalis, apabila resistensi vaskular paru terus menurun maka
pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin meningkat.6,11
Pada kebanyakan kasus, penyebab PDA bersifat multifaktorial karena
kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor ini
menyebabkan cacat pada proses pembentukan jaringan elastik pada dinding
duktus arteriosus.6
Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung
bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen, dan perbandingan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik.10
Patofisiologi
Karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke kanan.
Darah dari aorta akan mengalir melalui duktus ini ke dalam arteri pulmonalis (L-R
shunt). Luasnya pirau tersebut tergantung dari ukuran PDA dan rasio dari
resistensi pembuluh darah plmonal dan sistemik. Jika ukuran PDA kecil, tekanan
antara arteri pulmonal, ventrikel dan atrium kanan normal. Pada PDA yang cukup

18
besar, volume darah dalam arteri pulmonalis menjadi lebih besar. Jumlah darah di
atrium kiri bertambah dan menyebabkan dilatasi, serta terjadi hipertrofi ventrikel
kiri seperti pada VSD. Darah yang dipompa ke dalam aorta biasa saja, tetapi
setelah melampaui duktus arteriosus, jumlah darah ini berkurang karena sebagian
darah mengalir ke arteri pulmonalis sehingga arteri pulmonalis dan cabang-
cabangnya menjadi lebar, sedangkan aorta descendens menjadi lebih kecil.
Pembuluh darah paru melebar, hilus melebar, dan pada fluoroskopi sering tampak
hillar dance.
Jadi yang mengambil peranan dalam PDA adalah arteri dan vena
pulmonalis, atrium dan ventrikel kiri, dan aorta. Selama sirkulasi pulmonal
berjalan normal, ventrikel kanan tidak mengalami perubahan apapun. Tetapi bila
PDA besar, maka ventrikel kanan akan mengalami dilatasi. Bila kemudian terjadi
penyempitan pembuluh darah paru perifer, maka akan terjadi hipertensi pulmonal,
akibatnya selain dilatasi, ventrikel kanan juga mengalami hipertrofi. Peninggian
tekanan di arteri pulmonalis dapat berakibat pembalikan arus shunt dari kanan ke
kiri dari arteri pulmonalis ke aorta dengan tanda-tanda Eisenmenger.8,11

Gambar 3.16. Perbandingan jantung normal dengan jantung ASD.8


Manifestasi Klinis:
- PDA Kecil.
Biasanya asimtomatik, tekanan darah dan nadi dalam batas normal. Jantung
tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di ICS II kiri sternum. Terdapat
continuous mumur khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
- PDA Sedang

19
Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien
mengalami kesulitan makan (menyusu), sering menderita infeksi saluran
nafas, namun biasanya berat badan masih dalam batas normal. Frekuensi nafas
sedikit lebih cepat dibanding dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan
tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Terdapat getaran bising di daerah sela iga I-
II parasternal kiri dan bising kontinu di sela iga II-III garis parasternal kiri
yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan bising mid-
diastolik dini.
- PDA Besar
Gejala tampak berat sejak minggu pertama kehidupan. Pasien sulit makan dan
minum sehingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak
dispneu atau takipneu dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan
tidak teraba getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising
kontinu atau hanya bising sistolik. Bising mid-diastolik terdengar di apeks
karena aliran darah berlebihan melalui katup mitral. Bunyi jantung II tunggal
dan keras. Gagal jantung mungkin terjadi dan biasanya didahului infeksi
saluran nafas bagian bawah.
- PDA Besar dengan Hipertensi Pulmonal
Pasien PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal karena komplikasi penyakit vaskular paru. Komplikasi ini dapat
terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada
tahun ke-2 atau ke-2. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga
akhirnya irreversibel, dan pada tahap tersebut, operasi koreksi tidak dapat
dilakukan.8,11

20
Gambar 3.17. Shunt pada PDA.11
Gambaran Radiologi
1. CXR
Gambaran foto toraks PDA tergantung besar kecilnya PDA yang terjadi.
- Bila PDA kecil sekali, gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal

Gambar 3.18. Foto Thorak pada pasien dengan PDA kecil.8


- Bila PDA cukup besar, maka gambaran radiologinya dapat berupa;

Aorta descedens dan arkus tampak normal atau membesar sedikit dan
nampak menonjol pada proyeksi PA
Arteri pulmonalis tampak menonjol lebar di samping aorta
Pembuluh darah paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah
yang bertambah. Pembesaran atrium kiri

21
Pembesaran ventrikel kanan dan kiri. Pada orang dewasa, gambaran
radiologi ini tampak jelas, tetapi pada anak-anak tidak khas karena
biasanya jantung anak-anak masilh berbentuk bulat. Pelebaran pembuluh
darah paru untuk sebagian radiografi PA tidak nampak karena tertutup oleh
jantung, terutama di bagian sentral.

Gambar 3.19. Gambaran radiologi pada pasien dengan PDA cukup besar.
Tampak adanya penonjolan aorta, pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel
kiri.14

- Bila keadaan telah lanjut dan timbul tanda hipertensi pulmonal, gambaran
radiologinya;

Pembuluh darah paru bagian sentral melebar.


Hilus melebar. Pembuluh darah paru perifer berkurang.
Ventrikel kanan semakin besar karena adanya hipertrofi dan dilatasi.
Arteri pulmonalis menonjol.
Aorta descendens lebar dengan arkus yang menonjol.
Atrium kiri nampak normal kembali. Pembesaran dari arkus aorta di
samping pembesaran a. pulmonalis adalah khas dan dapat dipakai
untuk membedakan PDA dari ASD atau VSD.

22
Gambar 3.20. Gambaran PDA dengan hipertensi pulmonal. Tampak gambaran
khas hipertensi pulmonal, yaitu pulmonary tree (Hilus melebar, pembuluh darah
paru perifer berkurang) (Sumber:
http://www.phaonlineuniv.org/files/PHAJournal/ArticleAttachments/aph00412012
40005.png)

23
Gambar 3.21. Kardiomegali dengan dilatasi Arteri Pulmonal. Terlihat pleothora
pulmonal bilateral/dilatasi pembuluh darah paru/pulmonary tree.14

2. CT Scan
CT scan digunakan untuk melihat gambaran kelainan anatomi secara non-
invasive.

Gambar 3.22. PDA yang besar pada perempuan usia 24 tahun dengan
Eisenmenger syndrome.14

24
Gambar 3.23. Aneurisma arteriosus pada PDA.8
3. MRI

Gambar 3.24. Axial electrocardiograph-gated, spin-echo magnetic. Gambaran di


atas menunjukkan PDA yang besar (panah) di antara aorta dan arteri pulmonal.
AAo = ascending aorta; DAo = descending aorta.8

25
Gambar 3.25. Coronal breath-hold magnetic resonance angiogram. Gambaran di
atas menunjukkan posisi PDA (panah putih) mengisi aortopulmonary window.
Ao= aorta; LA= left atrium; RPA= right pulmonary artery.8

Gambar 3.26 USG Doppler, gambaran turbulensi aliran darah.10


D. Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogi Fallot adalah lesi jantung sianotik paling sering. Tanpa intervensi
bedah, kebanyakan penderita TOF meninggal pada usia anak-anak. Penderita TOF
tanpa sianotik dengan pulmonal stenosis ringan-sedang dan pirau kanan ke kiri
kadang dijumpai dan disebut pink TOF. TOF ditandai dengan adanya VSD
subaorta besar, overriding aorta sehingga dikaitkan dengan ventrikel kanan dan

26
kiri, obstruksi alur keluar ventrikel kanan, biasanya infundibular dengan pulmonal
stenosis, dan hipertrofi ventrikel kanan, namun yang berperan dalam patofisiologi
hanya tanda VSD nonrestriktif dan pulmonal stenosis. Derajat keparahan
pulmonal stenosis menentukan tekanan sistolik ventrikel kanan dan derajat pirau
kanan ke kiri. Gejala TOF pada bayi antara lain; susah menyusu, perkembangan
lambat, mengalami episode kulit menjadi biru pucat ketika menangis dan
menyusu karena spasme infundibular, sesak ketika beraktivitas, memberat seiring
bertambahnya usia, penderita lebih nyaman ketika posisi berjongkok, serta
intoleransi latihan fisik dan sianosis karena latihan fisik yang disebabkan oleh
vasodilatasi sistemik dan pirau kanan ke kiri yang meningkat. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan; Bayi berukuran lebih kecil bila dibandingkan usianya, sianosis
pada bibir dan kuku saat lahir serta jari tabuh (clubbing) muncul setelah 36 bulan,
thrill sistolik di anterior batas jantung kiri, murmur sistolik akibat pulmonal
stenosis di daerah katup pulmonal dan batas jantung kiri serta murmur
menghilang ketika episode sianosis, murmur kontinyu dapat terdengar hingga
punggung pada penderita dengan keadaan atresia pulmonal karena kolateral
aortopulmoner, Klik ejeksi aorta dapat terdengar, ventrikel kanan teraba kuat
angkat, dapat ditemukan scoliosis, dan hemoptisis

Gambar 3.27. Anatomi pada Tetralogi Fallot.8

27
Gambar 3.28. Foto thorax PA pada pasien TOF gambaran coeur en sabot atau
boot shaped heart.7

Gambar 3.29. Foto thorax PA pada pasien TOF.8

28
Gambar 3.30. CT scan sagital oblique view pada pasien TOF.14

Gambar 3.31. CT scan sagital oblique view pada pasien TOF.14

29
Gambar 3.32. MRI angiografi dengan kontras pada pasien TOF. Arteri
pulmonalis tidak terlalu terlihat pada atresia pulmoner. Panah hitam menunjukkan
arteri kolateral aortopulmoner utama dan arteri kolateral tambahan dari arteri
phrenica dextra ditunjukkan dengan panah putih serta dari arteri intercostalis
ditunjukkan dengan panah lengkung.15

Gambar 3.33. MRI angiografi dengan kontras menunjukkan dilatasi arteri


intercostalis sisi kanan yang mensuplai aliran darah kolateral menuju paru kanan
pada atresia pulmoner.15

30
Gambar 3.34. MRI angiografi dengan kontras menunjukkan VSD (tanda panah)
dengan overriding aorta pada TOF.15

Gambar 3.35. Tampilan 4 ruang jantung dengan MRI. Tampak VSD dengan
overriding aorta. Aliran VSD dari kanan ke kiri menunjukkan reaksi Eisenmenger.
Tanda panah putih menunjukkan VSD dan panah transparan menunjukkan aliran
VSD.15
E. Coarctation of Aorta (COA)
Koartasio aorta adalah suatu penyakit jantung bawaan berupa penyempitan
pada arkus aorta distal atau pangkal aorta desendens torakalis, baik diatas duktus
arteriosus (pre-ductal), di depan duktus arteriosus (juxta ductal) atau dibawah
duktus arteriosus (post ductal).

31
Resiko koartasio aorta meningkat pada beberapa keadaan genetik dan
adanya kelainan jantung yang menyebabkan aliran darah melalui katup aorta
berkurang.6,8
Sesudah lahir, pada koartosio jukstaduktal tersendiri, darah aorta asendens
akan mengalir melalui segmen sempit untuk mencapai aorta desendens, yang akan
menghasilkan hipertensi dan hipertrofi ventrkel kiri. Penyepitan duktus arteriosus
secara cepat menyebabkan obstruksi aorta berat. Ketika duktus mengalami
penyempitan, volume afterload ventrikel kiri secara cepat meningkat,
menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Hal ini menimbulkan
peningkatan tekanan atrium kiri yang akan membuka foramen ovale,
menyebabkan left-to-right shunt dan dilatasi atrium serta ventrikel kanan.
Sebaliknya, pada koartasio justadukal yang lebih berat atau bila ada
hipoplasia arkus transversum, darah ventrikel kanan terejeksi melalui duktus
arteriosus untuk memasuki aorta desenden seperti pada masa janin. Perfusi tubuh
bagian bawah kemudian tergantung pada curah ventrikel kanan. Pada keadaan ini
shunt dari kanan ke kiri duktus akan bermanifestasi sebagai sianosis diferensial
dengan ekstremitas atas berwarna kemerahan (pink) dan ekstremitas bawah
kebiruan (sianosis). Tekanan darah akan naik pada pembuluh darah yang keluar di
bagian proksimal koartasio, sedangkan tekanan darah serta tekanan nadi di bagian
bawah konstrisi menjadi lebih rendah. Bayi-bayi demikian dapat menderita
hipertensi pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal yang tinggi. Tanda-tanda
gagal jantung nyata. Hipertensi bukan hanya dikarenakan obstruksi mekanik,
tetapi juga melibatkan mekanisme ginjal.
Gejalanya mungkin baru timbul pada masa remaja, tetapi bisa juga muncul
pada saat bayi, tergantung kepada beratnya tahanan terhadap aliran darah.
Gejalanya berupa pusing, pingsan, kram tungkai pada saat melakukan aktivitas,
tekanan darah tinggi yang terlokalisir (hanya pada tubuh bagian atas), kaki atau
tungkai teraba dingin, kekurangan tenaga, sakit kepala berdenyut, perdarahan
hidung, dan nyeri tungkai selama melakukan aktivitas. Setelah duktus ateriosus
menutup, beberapa bayi mengalami gagal jantung. Terjadi gangguan pernafasan

32
yang berat, bayi tampak sangat pucat dan pemeriksaan darah menunjukkan
peningkatan asam di dalam darah (asidosis metabolik).8,9
Pemeriksaan Fisik :
Umumnya tidak ada keluhan, biasanya ditemukan secara kebetulan
a. Pada arteri radialis teraba lebih kuat, sedangkan arteri femoralis teraba
lebih lemah
b. Bising koartasio pada punggung yang merupakan bising obtruksi. Jika
lumen aorta sangat menyempit terdengar bising kontinu pada aorta.6,8
Tes Diagnostik:
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Rontgen Thoraks

Gambar 3.36 Foto thoraks PA pada pasien koartasio aorta.14


Gambaran radiologik yang ditemukan pada pasien koartasio aorta
termasuklah (hipertrofi ventrikel kiri) dan kardiomegali dinilai dari peningkatan
Cardiothoracic Ratio yang lebih dari 0.5. Ditemukan juga dilatasi arteri
subklavika kiri. Dapat terlihat gambaran penyempitan di aspek inferior tulang iga
akibat dilatasi arteri interkosta (inferior rib notching: Roesler sign).

b. CT Scan

33
Gambar 3.37. Axial (C+ arterial phase) Coarctation of the Aorta.14

Gambar 3.38. Coronal (C+ arterial phase) Coarctation of the Aorta.14

34
Gambar 3.39. Angiography, Coarctation Aortae.8

Pada CT angiografi, untuk memberikan gambaran secara jelas aliran


pembuluh darah di dalam tubuh. Hal tersebut bertujuan untuk mendeteksi lokasi
serta derajat keparahan COA, berdasarkan pengaruhnya terhadap pembuluh darah
lain di dalam tubuh serta ada tidaknya defek jantung lainnya, guna menentukan
jenis terapi yang sesuai.
c. MRI Thoraks

Gambar 3.40. MRI angiografi pada COA.14

35
Gambaran Cine-SSFP pada MRI, terdapat penyempitan segmen pendek
aorta di area juxtaductal, konsisten dengan tipe koarktasio aorta dewasa.
Hubungan paling umum dari koarktasio aorta tipe dewasa adalah katup aorta
bikuspid. MRI Jantung menguntungkan untuk pencitraan koarktasio aorta karena
dapat langsung menunjukkan hubungan katup bicuspic aorta, setiap disfungsi
katup yang menyertainya, dan efek sekunder pada ventrikel misalnya hipertrofi
konsentrik kiri.

36
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan anatomis dan fungsional


yang terjadi sejak individu lahir. Sesuai arah aliran pirau, penyakit jantung bawaan
dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu PJB tipe nonsianotik (L to R shunt) dan PJB tipe
sianotik (R to L shunt).
Setiap penyakit jantung bawaan memiliki tanda dan gejala khas yang
berbeda-beda, oleh karena itu penegakkan diagnosis harus tepat, melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, didukung oleh pemeriksaan
radiologi (foto polos thorax, echocardiography, CT scan, dan MRI), serta
kateterisasi jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwod L. Fisiologi Manusia; Dari Sel Ke Sistem. Ed.6. Jakarta: EGC;


2012

37
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11: Jakarta;
EGC
3. Wiknjosastro H, Sarwono P. Ilmu Kandungan. Ed.3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012
4. American Heart Association. Fetal Circulation. Update: Aug 31, 2017.
Available at:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/Sy
mptomsDiagnosisofCongenitalHeartDefects/Fetal-
Circulation_UCM_315674_Article.jsp#.We2_rTJx200 [diakses: 22
Oktober 2017]
5. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatologi. Ed.1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson; Ilmu
Kesehatan Anak. Dalam Bahasa Indonesia. Ed.6. Jakarta: IDAI; 2013
7. Gunderman RB. Essential Radiology; Clinical Presentation,
Pathophysiology, Imaging. Ed.3th. Indiana: Thieme; 2014
8. Ramaswamy P. Pediatrics; Cardiac Disease and Critical Care Medicine.
Update Dec 10, 2015. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/892980-overview [diakses: 22
Oktober 2017)
9. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Ed.2. Radiodiagnostik FKUI. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2008
10. Swensson RE, Valdes LMC, Sahn DJ, Sherman F, dkk. Real Time Doppler
Color Flow Mapping for Detection of Patent Ductur Arteriosus.
California: J-AmCollCardiol; 1986; 8:1105-12.
11. Soetikno RD. Gambaran Foto Toraks Pada Congenital Heart Disease.
Bandung: repository-UNPAD; 2012
12. Rajiah P, Kanne JP. Cardiac MRI; Part 1, Cardiovascular Shunt. AJR;
2011; 197: 4.
13. Tiberui R. Ventricular Septal Defect. Available at:
http://www.heartupdate.com/congenital/ventricular-septal-defect_326/
[diakses; 22 Oktober 2017]
14. Knipe H, Gailllard F. Article; Congenital Heart Disease. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/cyanotic-congenital-heart-disease [diakses;
22 Oktober 2017]

38
15. Puderbach M, Eichhoern J, Fink C, Kauczor HU. Untreated Tetralogy og
Fallop With Pulmonary Atresia in a 55-Year-Old Women; Finding From
Magnetic Resonace Imaging. Aricle. AHA; 2004; 110: e461-62

39

Anda mungkin juga menyukai