Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PAD PASIEN


DENGAN DIAGNOSA PNEUMONIA DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Erlina Hidayati Suhardiyoso

2720162950

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Resume asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan diagnosa


pneumonia di instalasi gawat darurat RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Laporan ini
disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Gawat
Darurat semester V, pada :

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Praktikan

(Erlina Hidayati S)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

(.....................................) (.....................................)
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi atau penyakit pada parenkim paru,
pneumonia disebabkan oleh satu atau lbih agens berikut: virus, bakteri
(mikoplasma), fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (Betz & Sowden,
2009). Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah akut (INSBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan
aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian keci disebabkan
oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al, 2011). Dari
beberapa pengertian tersebut danpat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur maupun benda-benda asing.

B. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), dan sebagian kecil oleh penyebab
lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan
masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran
pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab bronkopneumonia tersebut
dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan
penyulit yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering
sebagai penyebab bronkopneumonia adalah virus dan bakteri yaitu
Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,Virus
Influenza.awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah
(droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas
bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena
penyebaran melalui alirah darah (Misnadiarly, 2008).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2008), manifestasi klinis secara umum dapat
dibagi menjadi:
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit
kepala, iritabel,gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan
gastroinstential.
2. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak, sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa penigkatan frekuensi nafas, suara nafas
melemah, ronchi, wheezing.
4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri
abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.

D. Patofisiologi
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di
alveolar dan respons tubuh terhdap patogen tersebut. Banyak cara
mikroorganisme memasuki saluran pernapasan bawah. Salah satunya
adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat terjadi pada kaum
geriaatri saat tidue atau pada pasien dengan penurunan kesadaran. Melalui
droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk. Pneumonia sangat jarang
tersebar secara hematogen.
Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur
trakeobronkial yang bercabang-cabang mencegah mikroorgaisme dengan
mudah memasuki saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah
refleks batuk dan refleks tersedak yang mencegah aspiraasi. Flora normal
juga mencegah adhesi mikroorganisme di orofasing.
Saat mikroorganisme akhirnya berhasul measuk ke alveolus, tubuh
masih memiliki makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat
kemampun makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah dari
kemampuan mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan
menginisiasi respons inflamasi host. Pada saat inilah manifestasi klinis
pneumonia akan muncul. Respons inflamasi tubuh akan memicu pelepasan
mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF (Tumor Necrosis
Factor) yang akan menghasilkan demam. Neutrofil akan berimigrasi ke
paru-paru dan menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkan
sekresi purulen. Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan
kebocoran kapiler alveolar loka. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat
kebocoran ini dan menyebabkan hemoptitis. Kebocoran kapiler ini
menyebabkan penampakan infiltrat pada hasil radiografi dan rales pada
auskutasi serta hipoxemia akibat terisinya alveolar.
Pada keadaan tertentu bakteri petogen dapat mengganggu
vasokontriktisi hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi
cairan hal ini akan menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini
memberat dan menyebabkan perubahan mekanisme paru dan volume paru
dan shunting aliran darah sehingga berujung kematian (Nurarif & Kusuma,
2013).

E. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Morgan (2009), pemeriksaan penunjang bagi pasien
penderita pneumoni adalah sebagai berikut:
1. Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empisema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
2. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah): tidak normal mungkin
terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang
ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
4. JDL (jumlah darah lengkap): leukositosis biasanya ada, meski sel
darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun
memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
6. LED: meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia
8. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin: mungkin meningkat\ Aspirasi perkutan \ biopsi jaringan
paru terbuka:menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik (CMV)

F. Komplikasi
Pneumonia biasanya dapat diobati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
resiko) (Susilaningrum, 2013):
1. Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi
empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin
dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
2. Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik,
namun meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah
untuk membuangnya.
3. Bakteremia: bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari
paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius
karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui peredaran darah
ke organ-organ lain.
4. Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita
yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh pneumonia atau
komplikasinya.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Riyadi & Sukarmin (2009), meliputi:
1. Terapi
a. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari,
ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/Kg BB/hari atau
diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan
penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk
menghindari resistensi antibiotik.
b. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan
cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan
Nacl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10
mEq/500 ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolisme
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik
pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafas
e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid
daan ventolin.
f. Selain bertujuan mempermudah pengeluaran dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada
berbagai terapi yang melibatkan perubahan komposisi, volume, atau
tekanan gas yang diinspirasi. Terapi ini terutama mencangkup
peningkatan konsentrasi oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi
oksigen), peningkatan uap air yang terkandung di dalam gas inspirasi
(terapi humidifikasi), penambah partikel udara dengan zat lain yang
bermanfaat (terapi aerosol), dan pemakaian berbagai alat untuk
mengendalikan atau membantu pernafasan (ventilasi buatan, tekanan
jalan nafas positif) (Wong, 2008).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan sekret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
d. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien
sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar.
Kaji pula tingkat mobilisasi pasien. Posisikan pasien posisi semi
fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan ventilasi.
Segera berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi
dokter.
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret di jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alvolar kapiler
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah
C. Nursing Care Plan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1 x 8
jam jalan nafas menjadi bersih
Kriteria hasil:
a. Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing
b. Sekret di jalan nafas bersih
c. Cuping hidung tidak ada
d. Tidak ada sianosis
Intervensi:
a. Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate,
penggunaan otot bantu nafas, warna kulit
b. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas
c. Posisikan kepala lebih tinggi
d. Lakukan postural drainage
e. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi
dada
f. Jaga humidifasi oksigen yang masuk
g. Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 8
jam diharapkan pola nafas efektif
Dengan kriteria:
a. Menunjukkan suara yang bersih
b. TTV dalam batas normal
c. Menunjukkan jalan nafas yang paten
Intervensi
a. Posisikan pasien kedalam semiflowler untuk memaksimalkan
ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c. Ajarkan tenik nafas dalam
d. Asuskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
e. Pertahankan jalan nafas yang paten
f. Monitor respirasi dan status O2
g. Monitor pola nafas abnormal
3. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alvolar kapiler
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1 x 8
jam pertukaran gas dalam alveoli adekuat.
Kriteria:
a. Akral hangat
b. Tidak ada tanda sianosis
c. Tidak ada hipoksia jaringan
d. Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
c. Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit
d. Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis
e. Awasi tingkat kesadaran klien
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1 x 8
jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
Dengan kriteria hasil:
a. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
b. Mampu berpindah: dengan atau tanpa alat bantu
c. Status sirkulasi baik
d. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
b. Monitor aktivitas pasien
c. Anjurkan keluarga untuk selalu didekat pasien
d. Ajarkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan terlebih
dahulu
e. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, dan sosial.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 1 x 8
jam diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Dengan kriteria hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecap dan menelan
Intervensi
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe
c. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
d. Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam menentukan diet klien
e. Monitor adanya penurunan BB
f. Monitor mual muntah
DAFTAR PUSTAKA

Betz dan Sowden. 2009. Buku saku keperawatan pediatri edisi 5. Jakarta: EGC

Bradley, j et. Al. 2011. The management of community-acquired pneumonia in


infants and children older than 3 month of age: Clinica practice guidelines
by the pediatric infectious diseases society and the infectious diseases of
America.

Mansjoer, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernafasan.


Jakarta: EGC

Misnadiarly. 2008.Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni pada Anak Orang


Dewasa, Usia Lanjut Edisi 1, Jakarta, Pustaka Obor Populer.

Morgan, S. K. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Buku Kedokteran.


EGC

Nurarif, A dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


diagnosa Medis & NANDA NIC NOC jilid 2. Yogyakarta: Medi Action

Riyadi, S. & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Susilaningrum, R. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta: Salemba


Medika

Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Vol.1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai