PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Kardiovaskuler/Jantung merupakan salah satu penyakit tidak
menular dengan angka mortalitas yang cukup tinggi dan meluas di seluruh
dunia, dan hal ini semakin meningkat setiap tahunnya. Penyakit jantung adalah
penyakit serius yang perlu perhatian dari berbagai kalangan. Lebih dari 17 juta
kematian global disebabkan oleh penyakit jantung (30% dari semua kematian)
setiap tahun, 80% angka kematian akibat penyakit jantung terjadi di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan angka ini diperkirakan akan
terus meningkat menjadi 23,6 juta angka kematian sampai tahun 2030 (Wong,
2014).
Timbulnya penyakit jantung merupakan puncak dari gaya hidup yang
merugikan kesehatan. Salah satu penyakit kardiovaskuler yang terus menerus
menempati urutan pertama adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK). Pada tahun
2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di
negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan
bahwa di seluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama
tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang
dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama
dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali
lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447
orang, sedangkan berdasarkan dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan
sekitar 2.650.340 orang. Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko
mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik,
hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait
(Depkes, 2013).
Penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh tingginya kadar kolesterol,
aktivitas yang sedikit, gaya hidup yang serba instan (makanan junk food), dan
kurangnya berolahraga. Gaya hidup yang demikian akan menyebabkan
penumpukan karbohidrat dan kolesterol di dalam tubuh yang menjadi faktor
resiko terjadinya penyakit jantung koroner (AHA, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Jantung Koroner?
2. Apa klasifikasi Jantung Koroner?
3. Apa etiologi Jantung Koroner?
4. Bagaimana patofisiologi dari Jantung Koroner?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Jantung Koroner?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Jantung Koroner?
7. Bagaimana komplikasi dari Jantung Koroner?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Jantung Koroner?
9. Bagaimana pathways Jantung Koroner?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Jantung Koroner?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Jantung Koroner?
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Jantung Koroner?
3. Untuk mengetahui apa etiologi Jantung Koroner?
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Jantung Koroner?
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Jantung Koroner?
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Jantung
Koroner?
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Jantung Koroner?
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Jantung Koroner?
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways Jantung Koroner?
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Jantung Koroner?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner.
penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol
irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian (Risa
Hermawati, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit di mana zat lilin yang
disebut plak menumpuk di dalam arteri koroner atau dikenal dengan
aterosklerosis yang membuat aliran darah yang kaya oksigen ke jantung
mengalami penurunan (National Institute of Health, 2015).
Menurut American Heart Assosiation, Penyakit Jantung Koroner
merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana
terdapat penebalan dalam dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plak
yang mengganggu aliran darah ke otot jantung yang akibatnya dapat
mengganggu fungsi jantung (AHA, 2012).
B. Klasifikasi
1. Asimtomatik (Silent Myocardial Ischemia)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Asimtomatik (Silent
Myocardial Ischemia) penderita Silent Myocardial Ischemia tidak pernah
mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik saat istirahat maupun
beraktivitas. Ketika menjalani EKG akan menunjukan depresi segmen
ST, pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.
2. Angina Pektoris Stabil (STEMI)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Angina Pektoris Stabil
terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas berlangsung selama 1 – 5
menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada bersifat kronik (>2 bulan).
Nyeri terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat
atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, aksila, dagu,
punggung, dan jarang menjalar pada lengan kanan. Pada pemeriksaan
EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST.
3. Angina prinzmental
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung, pada
kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur.
4. Angina Pektoris tidak Stabil (NSTEMI)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Angina Pektoris tidak Stabil
secara keseluruhan sama dengan penderita angina stabil. Tapi nyeri lebih
bersifat progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi
saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan deviasi
segmen ST.
5. Infark Miokard Akut (IMA)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Infark Miokard Akut Sering
didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti
tertekan, teremas, tercekik,berat, tajam dan terasa panas, berlangsung >30
menit bahkan sampai berjam – jam. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien
tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering menurun dan
elektrokardiografi menunjukan elevasi segmen ST (H. Hendriantika,
2014).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung koroner pada prinsipnya
disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu :
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koroneria yang paling sering ditemukan. Arterosklerosis disebabkan oleh
beberapan faktor, yaitu : tekanan darah tinggi, kolesterol, merokok,
diabetes, obesitas, dan kurangnya aktivitas. Aterosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga
secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokardium (Brown, 2006).
2. Trombosis
Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lama
kelamaan berakibat robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya,
gumpalan darah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk
mencegah perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka. Berkumpulnya
gumpalan darah di bagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan
keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan
sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan
serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah
otak menyebabkan stroke (Kusrahayu, 2004).
D. Patofisiologi
Penyakit Jantung Koroner sering terjadi pada orang yang memiliki satu
atau lebih faktor resiko seperti: obesitas, merokok, hipertensi, dll. Faktor-faktor
ini menyebabkan interaksi fibrin dan patelet sehingga menimbulkan cidera
endotel pembuluh darah koroner. Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan
akumulasi lipid yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan plak
menimbulkan lesi komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada
pembuluh darah dan apabila rupture dapat terjadi thrombus. Thrombus yang
menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah berkurang, sehingga
suplai O2 yang diangkut darah kejaringan miokardium berkurang yang
berakibatpenumpukan asam laktat. Asam laktat yang meningkat menyebabkan
nyeri dan perubahan PH endokardium yang menyebabkan perubahan elektro
fisiologi endokardium, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan sistem
konduksi jantung sehingga jantung mengalami disritmia.Iskemik yang
berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan otot jantung yang
ireversibel dan kematian otot jantung (infark). Miokardium yang mengalami
kerusakan otot jantung atau nekrosis tidak lagi dapat memenuhi fungsi
kontraksi dan menyebabkan keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang
infark mengalami perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung
yang mengalami infark tampak memar dan siarotik karena darah di daerah sel
tersebut berhenti.
Dalam jangka waktu 2-4 jam timbul oedem sel-sel dan terjadi respon
peradangan yang disertai infiltrasi leukosit. Infark miokardium akan
menyebabkan fungsi ventrikel terganggu karena otot kehilangan daya
kontraksi. sedang otot yang iskemik disekitarnya juga mengalami gangguan
dalam daya kontraksi secara fungsional infark miokardium akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada daya kontraksi, gerakan dinding
abnormal, penurunan stroke volume, pengurangan ejeksi peningkatan volume
akhir sistolik dan penurunan volume akhir diastolik vertrikel. Keadaan tersebut
diatas menyebabkan kegagalan jantung dalam memompa darah (jatuh dalam
dekompensasi kordis) dan efek jantung ke belakang adalah terjadinya
akumulasi cairan yang menyebabkan terjadinya oedem paru-paru dengan
manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan terjadinya penurunan COP
sehingga suplay darah dan oksigen sistemik tidak adekuat sehingga
menyebabkan kelelahan. Bila terjadi peningkatan kebutuhan jaringan aliran
yang tadinya mencukupi menjadi berkurang (Corwin, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit jantung koroner adalah : (Hermawati, 2014)
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
Sakit dada kiri (angina) dan nyeri terasa berasal dari dalam. Nyeri
dada yang dirasakan pasien juga bermacam-macam seperti ditusuk-tusuk,
terbakar, tertimpa benda berat, disayat, panas. Nyeri dada dirasakan di
dada kiri disertai penjalaran ke lengan kiri, nyeri di ulu hati, dada kanan,
nyeri dada yang menembus hingga punggung, bahkan ke rahang dan
leher.
2. Sesak nafas (Dispnea).
3. Keanehan pada irama denyut jantung.
4. Pusing.
5. Rasa lelah berkepanjangan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan
penunjang diantaranya :
a. EKG, memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
b. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya
kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler
(Kulick, 2014).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan
banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill
detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau,
jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan
maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman. (Kulick, 2014).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas
memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama
serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui 13
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung,
prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke
dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari
tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai
tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik,
2012).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram) Computerized
tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner adalah
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras
disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT
scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang
mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan,
maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012).
g. Magnetic resonance angiography (MRA) Prosedur ini menggunakan
teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna
kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau
penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan
kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).
G. Komplikasi
Adapun komplikasi PJK adalah: (Karikaturijo, 2010)
1. Disfungsi ventricular.
2. Aritmia pasca STEMI.
3. Gangguan hemodinamik.
4. Infark miokard.
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel.
6. Syok kardiogenik.
7. Gagal jantung kongestif.
8. Perikarditis Kematian mendadak.
H. Penatalaksanaan
1. Farmokologi
a. Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin)
diberikan secara intravena dengan pengenceran dan diberikan
secara pelan-pelan. Dosisnya awal 2,0 – 2,5 mg dapat diulangi jika
perlu.
b. Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan
menurunkan venous return akan menurunkan preload yang berarti
menurunkan oksigen demam. Di samping itu nitrat juga
mempunyai efek dilatasi pada arteri koroner sehingga akan
meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan dengan
sediaan spray atau sublingual, kemudian dilanjutkan dengan peroral
atau intravena.
c. Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan
diberikan sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena
terbukti menurunkan angka kematian.
d. Trombolitik terapi, prinsip pengelolaan penderita infark miokard
akut adalah melakukan perbaikan aliran darah koroner secepat
mungkin (Revaskularisasi / Reperfusi). Hal ini didasari oleh proses
patogenesanya, dimana terjadi penyumbatan / trombosis dari arteri
koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan (pada umumnya) dengan
obat-obat trombolitik seperti streptokinase, r-TPA (recombinant
tissue plasminogen ativactor complex), Urokinase, ASPAC (
anisolated plasminogen streptokinase activator), atau Scu-PA
(single-chain urokinase-type plasminogen activator). Pemberian
trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam
pertama dari serangan infark. Dan terapi ini masih masih
bermanfaat jika diberikan 12 jam dari onset serangan infark.
e. Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung
sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di
samping itu betaclocker juga mempunyai efek anti aritmia
(Suharto, 2004).
2. Non-farmakologi
a. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok
b. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi,
olahraga bermanfaat karena :
a) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
b) Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang
berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL
kolesterol
c) Menurunkan tekanan darah
d) Meningkatkan kesegaran jasmani
c. Diet. Syarat diet :
1) Protein 0,8g/kg BB ideal/hari.
2) Lemak 25-30% dari kebutuhan energi. 7 % lemak jenuh dan 10-
15% lemak tidak jenuh.
3) Kolesterol rendah <200 mg/dl.
4) Vitamin dan mineral yang cukup. Hindari penggunaan suplemen
kalium, kalsium, dan magnesium jika tidak diperlukan.
5) Garam rendah, 3-5 g/hari.
6) Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
7) Serat cukup (Depkes, 2013).
I. Pathways
Defisiensi
Menyumbat Pembuluh Darah
Pengetahuan
Arteri Koroner Nyeri/Kram Otot Aritmia
Fatigue/Kelelahan
Kegagalan Pompa Jantung Kekuatan Kontraksi Berkurang
Ansietas
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan
dengan skala nyeri 0 - 10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri paling tinggi.
Pengakajian nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan
PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas,
intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran, onset.
3) Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien
antara lain apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes
millitus, infark miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri
sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST.
Untuk membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya
secara lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK
umumnya mewarisi juga faktor - faktor risiko lainnya, seperti
abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan asam laktat iskemia
miokard.
2) Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan penurunan kekuatan
kontraksi ventrikel.
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
curah jantung.
4) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen.
5) Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
pengetahuan tentang penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rasional
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Tujuan : nyeri pasien 1. Evaluasi laporan nyeri 1. Nyeri jantung
berhubungan berkurang/hilang pada rahang, leher, dapat menyebar.
dengan setelah dilakukan bahu, tangan 2. Membantu pasien
penumpukan tindakan perawatan (khususnya sisi kiri). untuk menilai
asam laktat selama 1x24 jam 2. Ambil gambaran nyeri.
iskemia Kriteria Hasil : lengkap nyeri pada 3. Peningkatan TD,
miokard. a. Pasien tidak pasien terhadap HR, RR
mengeluh nyeri lokasi, intensitas (0- menandakan nyeri
dada. 10), lamanya, kualitas yang sangat
b. Pasien tampak (dangkal/menyebar) dirasakan pasien.
tenang dan dapat dan penyebaran. 4. Membantu dalam
beristirahat. 3. Bantu pasien penuruanan
c. Tanda-tanda vital melakukan teknik persepsi/respon
dalam batas relaksasi, misalnya : nyeri. Membrikan
normal. (TD : nafas dalam, perilaku kontrol situasi,
80/120 mmHg, RR distraksi, visualisasi, meningkatkan
: 16-24x/menit, bimbingan imajinasi. perilaku positif.
Nadi 60- 4. Monitoring tanda- 5. Menurunkan
100x/menit, T : tanda vital. konsumsi oksigen.
36,5 – 37,50C). 5. Anjurkan pasien 6. Menurunkan
bedrest total selama rangsang eksternal.
nyeri dada timbul. 7. Menurunkan
6. Berikan lingkungan frekuensi dan
yang tenang aktivitas beratnya serangan
dan tindakan yang dengan
nyaman. menghasilkan
7. Berikan oksigen vasodilatasi
sesuai indikasi. panjang/continue.
8. Berikan antiangina
sesuai indikasi,
contoh Nitro-Dur,
Transderm-Nitro.
2. Penurunan Tujuan : curah 1. Monitor tanda-tanda 1. Penurunan curah
Curah Jantung jantung meningkat vital dan kaji jantung dapat
berhubungan setelah dilakukan keadekuatan curah menunjukkan
dengan tindakan perawatan jantung. ketidakteraturan/m
penurunan 1x24 jam. 2. Monitor jumlah dan enurunnya nadi.
kekuatan Kriteria Hasil : irama jantung. 2. Biasanya terjadi
kontraksi a. Adanya 3. Catat adanya tanda takikardia
ventrikel. peningkatan curah dan gejala penurunan (meskipun pada
jantung yang curah jantung. saat istirahat)
adekuat ditandai 4. Demontrasikan/doron untuk
dengan normalnya g penggunaan mengkompensasi
tanda-tanda vital. perilaku pengaturan penurunan
(TD : 80/120 stres, misal relaksasi kontraksi ventrikel.
mmHg, RR : 16- nafas dalam. 3. Meningkatkan
24x/menit, Nadi 5. Evaluasi adanya nyeri sediaan oksigen
60-100x/menit, T : dada. untuk kebutuhan
36,5 – 37,50C). 6. Berikan oksigen miokard untuk
b. Tidak adanya sesuai indikasi. melawan efek
aritmia. hipoksia.
c. Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan .
3. Gangguan Tujuan : sirkulasi 1. Kaji pucat, sianosis, 1. Vasokontriksi
perfusi jaringan perifer normal setelah kulit dingin/lembab sistemik
perifer dilakukan tindakan dan catat kekuatan diakibatkan oleh
berhubungan perawatan 1x24 jam. nadi perifer. penurunan curah
dengan Kriteria Hasil : 2. Menurunkan jantung mungkin
penurunan curah a. Denyut nadi ekstremitas di bawah dibuktikan oleh
jantung. perifer teraba kuat jantung. penurunan perfusi
dan reguler (60- 3. Dorong nutrisi dan kulit.
100x menit). vitamin yang tepat. 2. Ekstremitas bawah
b. Warna kulit tidak Pantau tanda-tanda yang tergantung
pucat/sianosis. kecukupan perfusi memperlancar
c. Kulit terasa hangat. jaringan. suplai darah darah
4. Pantau data arteri.
laboratorium (ex. 3. Keseimbangan diet
GDA, BUN, yang baik meliputi
kreatinin, elektrolit). protein dan hidrasi
adekuat, perlu
untuk
penyembuhan.
Untuk mengetahui
tanda-tanda dini
dari gangguan
perfusi.
4. Indikator perfusi
fungsi organ.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner.
penyempitan atau penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Kondisi lebih parah
kemampuan jantung memompa darah akan hilang, sehingga sistem kontrol
irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa menyebabkan kematian.
Penyakit jantung koroner disebabkan karena adanya arthereosklerosis dan
trombosis pada pembuluh darah koroner, yang dalam jangka panjang dapat
menyebabkan infark miokard dan gagal jantung.
B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penanganan masalah
keperawatan khususnya jantung koroner harus dibekali dengan pengetahuan
yang luas dan tindakan yang di lakukan harus rasional sesuai gejala penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). 2012. Adult Basic Life Support: guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Dari :
http://circ.ahajournals..org/content/122/18_suppl_3/ S685. Diakses pada 21
November 2016 : 19.15
Brown CT. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam Hartanto H., Susi N.,
Wulansari P., Mahanani DA, (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit volume1 edisi ke-6. EGC : Jakarta.
Depkes. 2010. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Dari
:http://www.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3Ddownload/pusdatin/infoda
tin/infodatin-jantung.pdf. Diakses pada : 27 November 2016 : 15.00.
Hermawati, Risa dan Dewi. 2014. Berkat Herbal Penyakit Jantung Koroner Kandas.
Fmedia : Jakarta Selatan.
Hermawati, Risa dan Dewi. 2014. Penyakit Jantung Koroner. Kandas Media
(Imprint Agromedia Pustaka) : Jakarta Selatan.
Karikaturijo. 2010. Penyakit Jantung Koroner. Universitas Pembangunan Nasional
Veteran : Jakarta.
Mayo Clinic. 2012. Disease and Condition Coronary Artery Disease Tests and
Diagnosis. Dari : http://www.mayoclinic.org/disease-conditions/coronary-
artery-disease/news/CON-20032038. Diakses pada 2o November : 20.00.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
Suharto, I. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Pencegahan dan
Penyembuhan Jantung Koroner : Panduan Bagi Masyarakat edisi kedua.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.