Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH THORACIC OUTLE SYNDROME

OLEH

ANNISATUN MUTIAH

MEILYANA

SUCI NURUL FADHILAH

VIOLY JOAN LAMARANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah- Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus. Saya
berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya
kritik,saran dan usulan demi perbaikan laporan kasus yang telah dibuat dimasa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu sempurna tanpa saran yang membangun.

Makassar, 06 Juli 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Thoracic outlet syndrome adalah sekelompok gangguan yang terjadi ketika

pembuluh darah atau saraf di outlet toraks - ruang antara tulang selangka (klavikula)

dan tulang rusuk pertama menjadi terkompresi. Hal ini dapat menyebabkan nyeri di

bahu dan leher dan mati rasa di jari.

Thoracic outlet syndrome adalah suatu kondisi dimana gejala yang dihasilkan

dari kompresi saraf atau pembuluh darah, atau keduanya, karena sebuah lorong yang

tidak memadai melalui daerah (outlet toraks) antara pangkal leher dan ketiak.

Stopkontak torakalis dikelilingi oleh otot, tulang, dan jaringan lainnya. Setiap kondisi

yang menyebabkan pembesaran atau pergerakan jaringan atau dekat outlet toraks dapat

menyebabkan sindrom outlet dada. Kondisi ini termasuk pembesaran otot (seperti dari

angkat besi), luka, sebuah tulang rusuk ekstra dari leher pada saat kelahiran (rusuk leher

rahim), berat badan, dan tumor di bagian atas paru-paru (jarang). Seringkali tidak ada

penyebab spesifik ditemukan. Penyebab umum dari sindrom outlet toraks termasuk

trauma fisik dari sebuah kecelakaan mobil dan cedera berulang dari pada pekerjaan-the-

atau kegiatan olahraga yang terkait. Bahkan cedera yang terjadi lama bisa menimbulkan

sindrom outlet toraks pada saat ini. Kadang-kadang, dokter tidak dapat menentukan

penyebab sindrom outlet toraks. Secara umum, penyebab sindrom outlet toraks adalah

kompresi saraf dan pembuluh darah di outlet dada, tepat di bawah tulang selangka

Anda. Penyebab kompresi itu sendiri, bagaimanapun, dapat bervariasi dan dapat

termasuk: Kelainan Anatomi, Cacat bawaan yang hadir pada saat lahir (kongenital),

Gangguan postur, Trauma, aktivitas berulang, tekanan pada sendi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anatomi

 Area di atas rib cage di antara leher dan dada

 Komponen:

m. scaleni, costa I, os clavicula, plexus brachialis, dan arteri subclavia

 Celah-celah yang dilalui oleh plexus brachialis:

a. inter-scalene triangle

b. costo-clavicular space

c. sub or retro-pectoralis minor space

Plexus Brachialis (C5-T1)


Motor Suply Areas

B. Tinjauan kasus Thoracic Outlet Syndrome

1. Definisi

 Thoracic Outlet Compression Syndrome (TOCS) adalah suatu gangguan yang


disebabkan oleh penekanan dari pembuluh darah dan saraf di area shoulder
girdle, cervical, dan thoracal. Patologi ini merupakan nama jenis untuk suatu
keseluruhan keluhan yang disebabkan oleh tekanan atau pengedangan pada
plexus brachialis. Keluhan bisa bertambah, bila klien selama beberapa waktu
mengangkat tangan (pekerjaan di atas kepala), atau justru bila ada tarikan pada
lengan (mengangkat beban yang berat). Klien juga merasakan banyak keluhan di
area lengan terutama pada malam hari.

2. Etiologi

 Entrapment plexus brachialis atau kompresi arteri subclavia dalam scalenus


triangle

 Tubrukan pada cervikal-canal axilaris atau costo-clavicular space krn membawa


tas berat/postur yg buruk

 Fibrositis pada cervical dan shoulder (pectoralis major and minor, the posterior
cervical triangle)

 Spondilosis cervical-iritasi atau kompresi dari spinal nerves C3-C8 yang


menyebabkan tekanan dan spasme pada m.scaleni anterior

 Bertambahnya taji tulang pada cervical (bisa disebut extra first rib)

 Trauma seperti whiplash injury atau cedera lain yg mengarah pada scar tissue
formation pada scalenes yang menyebabkan kompresi

 Trauma bahu

 Fraktur yang lama pada clavicula sehingga membatasi aliran darah


 Distorsi postural yang disebabkan oleh pectoralis mayor and minor, SCM,
scalenes, trapezius, levator scapulae (kyphosis)Kehilangan kurva normal leher
karena m.longus coli memendek.

 Latihan berlebihan menyebabkan pemendekan otot bahu dan leher

 Napas dangkal krn hipertrofi otot scaleni

 perubahan postural karena hamil

 Anterior scalene tightness

 Pectoralis minor tightness

3. Patofisiologi

Klasifikasi

Tipe I

Struktur yang mengalami kompresi adalah pada daerah m.scaleni dimana dibagi atas
dua bagian. Bagian depan yang tertekan yaitu vena subclavia yang merupakan
pembuluh darah yang membawa darah kotor dari jari-jari sampai lengan ke jantung.
Sehingga jika terjadi jebakan maka akan timbul warna kehitam-hitaman, terasa berat,
timbul nyeri dan oedema. Struktur lainnya yang mengalami gangguan yaitu n.phrenicus
dimana apabila terkompresi maka orang tersebut akan sering cegukan.

Bagian belakang yang tertekan adalah arteri subclavia, dimana gejala yang muncul
yaitu timbulnya nyeri yang menggigit dan tidak adanya oedema. Struktur yang lain
yaitu plexus brachialis yang dapat menimbulkan rasa nyeri, kesemutan dan rasa
terbakar, jika absout maka akan menimbulkan kelemahan. Tetapi, jika partial maka
yang dominan adalah nyeri yang berkepanjangan dan paraesthesia.

Tipe II

Struktur yang mengalami kompresi yaitu pada costoclavicular joint terkhusus os.costa
I. Adapun komponen yang mengalami tekanan yaitu vena subclavia, arteri subclavia,
pleksus brachialis dan pembuluh limfe. Adapun gejala yang muncul hampir sama
dengan gejala yang terdapat pada tipe I, kecuali untuk pembuluh limfe akan terjadi
pembengkakan di axilla dan mamae akan lebih besar dengan warna agak kehitaman
sehingga gerakan pada shoulder terhambat.

Tipe III

Struktur yang mengalami kompresi yaitu pada coraco-thoraco-pectoral (pectoralis


minor) dan yang mengalami penekanan yaitu arteri subclavia, vena subclavia dan plexus
brachialis. Gejala khas yang muncul dari tipe ini yaitu terjadinya droup pada lengan atau
bahu yang disertai dengan posisi protraksi akibat m. pectoralis minor hipertoni yang
menyebabkan ruang antar costa lebih sempit.Pada tipe ini tidak ditandai dengan adanya
pembengkakan pada axilla.

Faktor-faktor penyebab di atas mempengaruhi kinesiologi pada struktur di


cervicothoraco dan shoulder girdle, misalnya m.scalenus yang hipertrofi, bisa
mengangkat costa I ke atas, fleksi dan rotasi kepala. Hal ini dapat menyebabkan
penekanan pada arteri subclavia. Contoh lain dengan adanya sikap gelang bahu
tergantung atau protraksi dan atau retraksi akibat post trauma clavicula, akan
menyebabkan gerakan clavicula terhadap sternum atau acromion terbatas atau timbul
kebalikan dari gerakan yang normal, dimana akan terjadi gerakan ke belakang dan ke
bawah.

4. Gambaran Klinis

Penekanan pada vena disertai dengan gejala:

 Tangan menjadi biru, tebal dan oedema

 Terasa nyeri, lelah, rasa berat, sulit mengangkat benda berat.

Penekanan pada arteri disertai dengan gejala:

 Kulit menjadi pucat dan sianosis

 Nyeri akan mengakibatkan kelemahan pada saat pembebanan

 Sulit mengangkat lengan (elevasi shoulder)

 Kesemutan biasa terjadi dan hilang setelah merubah posisi

Jika terjadi jebakan pada plexus brachialis akan menimbulkan gejala:

 Kesemutan atau paraesthesia akan terjadi beberapa menit setelah istirahat dan
perlahan hilang

 Kekuatan otot menurun

 Tidak terjadi oedema dan pucat.


C. Tinjauan Intervensi

 Infrared

Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang dari
cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Apabila Infrared
terkena tubuh,maka tubuh menjadi hangat, dan dapat merangsang dan mengembangkan
pembuluh darah.

Efek-efek fisiologis yang dihasilkan oleh IR secara umum antara lain:

1. Meningkatkan proses metabolisme

Seperti telah dikemukakan oleh hukum Vant’t Hoff bahwa suatu reaksi kimia
dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat
pemanasan sehingga proses metabolisme menjadi lebih baik.

2. Vasodilatasi pembuluh darah

Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah menjadi


meningkat, sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan
ditingkatkan, dengan demikian kadar sel darah putih dan antibodi didalam
jaringan tersebut akan meningkat. Dengan demikian pemeliharaan jaringan
menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga
semakin baik.

3. Mempengaruhi jaringan otot

Adanya kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya rileksasi juga akan


meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi.

4. Dapat menyebabkan destruksi jaringan

Ini bisa terjadi apabila penyinaran yang diberikan menimbulkan kenaikan


temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga diluar toleransi pasien.

5. Menaikkan temperatur tubuh

Penyinaran yang luas yang berlangsung dalam waktu cukup lama dapat
mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh.

6. Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Pengaruh rangsangan panas yang di bawa ujung-ujung saraf sensoris dapat


mengaktifkan kerja kelenjar keringat di daerah jaringan yang diberikan
penyinaran atau pemanasan. Pengeluaran keringat ini kalau berlebihan bisa
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit tubuh.

Efek terapeutik

Efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IR antara lain (1) mengurangi atau
menghilangkan nyeri, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan suplai darah dan, (4)
menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme.

Kontra indikasi

Beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian IR adalah (1) jaringan
yang mengalami insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit dan, (3) adanya
kecenderungan terjadi perdarahan.

 Latihan
1. Scalene stretch
Duduk atau berdiri dan menggenggam kedua tangan di belakang punggung.
Turunkan bahu kiri dan miringkan kepala kearah kanan sampai merasakan
regangan. Tahan posisi ini selama 8-10 detik dan kemudian kembali ke posisi
awal. Turunkan bahu kanan dan miringkan kepala ke arah kiri kemuadian tahan
selama 8-10 detik. Ulangi 5-8 kali di setiap sisi.

2. Pectoralis stretch
Berediri di pintu terbuka dengan kedua tangan sedikit di atas kepala dan taruh
kedua lengan pada kedua sisi pintu. Perlahan-lahan jatuhkan badan ke depan
sampai terasa peregangan pada otot dada dan bagian depan bahu. Tahan 8-10
detik, ulangi 5-8 kali.

3. Scapular squeeze
Sambil duduk atau berdiri dengan lengan berada di samping tubuh, tekan tulang
scapula bersama-sama ke arah tengah (ke vertebra) dan tahan selama 8-10 detik
ulangi 5-8 kali.

4. Arm slide on wall


Duduk atau berdiri dengan punggung ke dinding, siku dan pergelangan tangan
berada di dinding. Perlahan-lahan angkat kedua tangan keatas setinggi yang
anda bisa sambil menjaga siku dan tangan tetap berada di dinding. Ulangi 5-8
kali
.
5. Thoracic extension
Duduk di kursi dan menggenggam kedua tangan di belakang kepala. Secara
perlahan lakukan gerakan menengadah dan melihat langit-langit. Ulangi 8-10
kali.
BAB III
PROSES ASESMEN FISIOTERAPI

A. Anamnesis
1. Identitas Umum Pasien

Nama : Tasniem Haris


Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pekerja seni / Pelukis
Alamat : Jl. Bawakaraeng
Hobi : Melukis
2. History Taking
Keluhan Utama : Nyeri pada bahu menjalar hingga ke lengan bawah
Lokasi Keluhan : Bahu Kanan
Riwayat Penyakit : Hipertensi
RPP : Pasien mengalami nyeri pada bahu kanan sejak 3
bulan yang lalu (tgl anamnesis: 20 April 2020) nyeri
menjalar kebagian depan dada lama kelamaan nyeri
menjalar ke lengan hingga ke jari-jari. Saat beraktivitas
mudah terasa keram dan kesemutan dan lengan gampang
terasa lemah. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat operasi
tidak ada.
B. Inspeksi/Observasi
1. Inspeksi Statis

o Bahu tidak simetris


o Leher cenderung lateral fleksi kiri

2.Inspeksi Dinamis
Kesulitan mengangkat tangan
C. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
→ Shoulder
Nama gerakan Aktif Pasif TIMT
Fleksi Nyeri, ROM Nyeri sedang, Nyeri, tidak

terbatas elastis endfeel mampu melawan

tahanan
Ekstensi Nyeri, ROM Nyeri, elastis Nyeri, tidak

terbatas endfeel mampu melawan

tahanan
Abduksi Nyeri, ROM Nyeri, elastis Nyeri, Resisten

terbatas endfeel minimal


Adduksi Nyeri ringan. Tidak nyeri. Tidak ada nyeri.

ROM terbatas Elastis endfeel Mampu melawan

tahanan.
Endorotasi Nyeri ringan, Nyeri ringan. Tidak ada nyeri.

ROM terbatas elastis endfeel Mampu melawan

tahanan
Eksorotasi Nyeri ringan, Nyeri ringan. Tidak ada nyeri.

ROM terbatas elastis endfeel Mampu melawan

tahanan

D. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi Pengukuran Fisioterapi

1. Intensitas Nyeri
Keterangan :

Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit, merasa normal).

Skala 2-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu).
Skala 6-8 : nyeri sedang (mengganggu aktifitas fisik).

Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri).

Hasil : Nyeri diam 4,2 (pada bahu hingga jari-jari) nyeri tekan 6,7 (pada otot-

otot bahu) nyeri gerak 5,6 (pada gerakan bahu).

2. MMT

Grade Keterangan
O Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, di tandai dengan

terasanya tahanan minimal pada akhir ROM pada

waktu sendi di gerakan fleksi atau ekstensi


2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan

adanya pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM

dan di ikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang

sisa ROM
3 Kenaikan tonus otot lebih nyata sebagian besar ROM,

tapi sendi masih mudah di gerakan


4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM,

gerakan pasif sulit di lakukan


5 Sendi yang terkena kaku atau rigit dalam gerakan fleksi

atau ekstensi
Hasil :

→ Otot levator scapul :3

→ Otot scalene :3

→ Otot Deltoid :4

→ Otot Pectoralis Major :4


→ Otot Bicep :4

→ Otot Trisep :4

3. Pengukuran ROM

Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat

bantu Goniometer. Dalam literatur telah ditetapkan kriterioa normal RON untuk

masing-masing persendian, meskipun demikian ROM normal pada masing-

masing individu berbeda, disesuaikan dengan usia dan ukuran badan seseorang.

Prosedur pengukuran ROM dengan goniometer:

a. Posisi anatomis (tubuh tegak, lengan lurus disamping tubuh, lengan

bawah dan tanga menghadap ke depan).

b. Sendi yang diukur bebas dari pakaian.

c. Beri penjelasan & contoh gerakan yang akan dilakukan.

d. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan subtitusi dan

ketegangan.

e. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.

f. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi pada bagian

tulang sebelah lateral sendi

g. Letakkan lengan goniometer yang ststis paralel dengan axis

longitudinal segmen tubuh yang bergerak.

h. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi.

Hasil pengukuran ROM menggunakan goniometer :

→ Shoulder

Bidang gerak Nama Gerakan ROM pasien ROM normal


Sagital Fleksi-Ekstensi S = 100°-0°-50° S = 180°-0°-60°
Frontal Abduksi-Adduksi F = 120°-0°-20° F = 180°-0°-45°

Transversal Endo-ekso rotasi R = 60°-0°-80° R = 70°-0°-90°

Pemeriksaan Fisioterapi

1. Palpasi Otot

→ Otot levator secapul : spasme dan nyeri tekan

→ Otot scalene : spasme dan nyeri tekan

→ Otot Deltoid : nyeri tekan

→ Otot Pectoralis Major : nyeri tekan

→ Otot Bicep : normal

→ Otot Trisep : normal

2. Tes Neurologi

→ Upper Limb Tension Test (ULTT 2a) : Median Nerve terenggang

→ Upper Limb Tension Test (ULTT 2b) : Radial Nerve Terenggang

3. Tes Spesifik

→ East test (tes tangan ke atas) : ketika pasien mengangkat tangan lalu

membuka atau menutup tangan pasien (3 menit) (terasa sakit semakin

berat atau mati rasa pada lengan)

→ Adson test : otot terasa melemah dan seperti mencengkram

→ Manuver custoclavicular : tidak di temukan denyut nadi.

→ Allen test : pulsa radial tidak terdeteksi


→ Hyperabduction test : pulsa radialis melambat

→ Cervical thoracic rotation test : gerakan terbatas karena clavikula mencapai

posisi akhir terlalu cepat

→ Clavicle test : terbatasnya gerakan di acromiclavikula membuat clavikula

bergerak terlalu cepat ke arah dasar dan mencapai posisi arah terlalu cepat

selama elevasi

→ Scalene muscle test : terjadi kompresi pada posterior

→ Provokasi test : tanda-tanda neurologis yang sebelum dialami menghilang

(mati rasa, nyeri, kesemutan).

4. Pemeriksaan Penunjang

X-ray : adanya ischemia pada lengan kanan

E. Diagnosa Fisioterapi

Berdasarkan pemeriksan dan kajian fisioterapi yang dilakuakan dapat ditarik

kesimpuan untuk diagnose fisioterapi yaitu “Hypomobile with radicular pain et

causa Thoracic Outlet Syndrome”.

F. Problematik Fisioterapi

1. Anatomical Impairment

→ Nyeri menjalar hingga ke jari-jari

→ Nyeri gerak saat fleksi-ekstensi, endo-ekso rotasi, abduksi-adduksi

shoulder
→ Keterbatasa geraka saat fleksi-ekstensi, endo-ekso rotasi, abduksi-

adduksi shoulder

→ Spasme M. Levator scapula dan M.scalene

2. Activity Limitation

→ Kesulitan menggerakan tangan sebelah kanan

3. Participation Retriction

→ Kurang maksimal dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Seperti :

membawa barang yang berat dan menggendong anak.


BAB IV
STRATEGI INTERVENSI FISIOTERAPI
A. Tujuan Intervensi Fisioterapi
1. Tujuan Jangka Pendek (berhubungan dengan impairment)
a. Mengurangi Nyeri
b. Meningkatkan ROM shoulder
c. Mengurangi spasme otot
d. Meningkatkan ADL
2. Tujuan Jangka Panjang (berhubungan dengan activity limitation dan
participatio restriction
→ Melanjutkan tujuan jangka pendek dan mengembalikan serta
memaksimalkan kemampuan fungsional.
B. Program Intervensi Fisioterapi
No Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi

.
1. Impairment
Nyeri menjalar hingga ke jari-jari Melancarkan MWD

sirkulasi darah

dan menurunkan

rasa nyeri
Nyeri gerak saat fleksi-ekstensi, Menurunkan rasa Ultra Sound

endo-ekso rotasi, abduksi-adduksi nyeri

shoulder

Keterbatasa geraka saat fleksi- Meningkatkan LGS Active ROM

ekstensi, endo-ekso rotasi, abduksi-

adduksi shoulder

Spasme M. Levator scapula dan Mengurangi spasme Transverse

M.scalene otot Friction

2. Activity Limitation
Kesulitan menggerakan tangan Memeliharan Active ROM

sebelah mobilitas persendian exercise

3. Participatio Retriction

Kurang maksimal dalam Memperbaiki otot Stretching

melakukan kegiatan sehari-hari yang

tightness/spasme

agar dapat

melakuakn aktivitas

secara maksimal

B. Prosedur PelaksanaanIntervensi (jelaskan posisi pasien, posisi fisioterapis, dosis,


teknik pelaksanaan, tujuan)
a. MWD

Teknik pelaksanaan : Pasien tidur tengkurap kemudian terapis

mempersiapkan alat. Kemudian terapis

megaplikasikan alat pada bgian bahu pasien.

Frekuensi : 2 kali seminggu

Intensitas : 70 Hz

Time : 10 Menit

b. Ultrasound

Teknik pelaksanaan : Pasien tidur tengkurap, kemudian terapis

mempersiapkan alat. Kemudian terapis mengaplikasikan transduser dan

gel pada permukaan kulit pasien.

Frekuensi : 2 kali seminggu


Intensitas : 25mA

Time : 10 Menit

c. Streching

Teknik pelaksanaan : Pasien dengan posisi senyaman mungkin kemudian

terapis melakukan peregangan pada otot-otot yang mengalami spasme

Dosis : 30 kali repitisi selama 3-5 kali

d. Transver Friction

Teknik pelaksanaan : Pasien dengan posisi senyaman mungkin kemudian

terapis dengan menggunakan ujung jari/ibu jari mengeruskan melingkar

seperti spiral pada bagian otot yang mengalami ketegangan.

Dosis : 30 kali repitisi selama 3-5 kali

e. Active ROM Exercise

Teknik pelaksanaan : Pasien dengan posisi senyaman mungkin kemudian

melakukan gerakan shoulder secara mandiri.

Dosis : 8 kali repitis selama 3-5 kali


BAB V
EVALUASI FISIOTERAPI

Indikator Sebelum Sesudah Keterangan


VAS : VAS : Nyeri

berkurang
Nyeri diam :4,2 Nyeri diam :3.9

Intensitas Nyeri nyeri tekan: 6,7 nyeri tekan: 6

nyeri gerak: 5,6 nyeri gerak: 5.2

Mulai ada ROM


ROM Terbatas
peningkatan meningkat
● Levator scapula ● Levator scapula Belum ada
dan scalene : 3 dan scalene : 3 peningkatan

● Deltoid Bicep ● Deltoid Bicep


MMT
Tricep dan Tricep dan
pectoralis major : 4 pectoralis major : 4
DAFTAR PUSTAKA

Harold, C.U.Jr., Kourlis, H.Jr. 2007. Thoracic outlet syndrome: a 50-year experience at
Baylor University Medical Center. Proc. (Bay1 Univ Med Cent), 20(2):125-35. [Cited
2009 March 11]. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1849872.
Mackinson S.E, Novak, C.B. 2002. Thoracic outlet syndrome. Current problems. Surgery,
39(11):1070-145. [Cited 2009 March 10]. Available from URL:
http//www.currprobsurg.com/article/S0011-3840(02)50023-X/pdf.
Rosenbaum, D. 2008. Thoracic outlet syndrome. [Cited 2009 march 12]. Available from
URL: http//emedicine.medscape.com/article/96412
Shinghs, M.K., Patel, J. 2007. Thoracic outlet syndrome. 2006.[Cited 2009 March 12].
Available from URL: http//emedicine.medscape.com/article/1143532
Sucher, B.M., Thoracic outlet syndrome. 2006.[Cited 2009 March 12]. Available from URL:
http//emedicine.medscape.com/article/316715

Anda mungkin juga menyukai