DISUSUN OLEH:
OKTAVIANI
PO714241181064
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah- Nya, kami dapat menyelesaikan
Laporan Kasus yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
KASUS LOW BACK PAIN AKIBAT SPONDHYLOSIS LUMBAL 3-5 DI
RSUD KOTA MAKASSAR” yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan ”Praktik Preklinik ”.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan
sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung
semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah tetap menjadi beban kesehatan
masyarakat yang utama diseluruh dunia industri, dari data epidemiologi
menunjukan nyeri punggung bawah masuk pada urutan yang ke 19 dengan
presentase 27% dan prevalensi dirasakan seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin
2012). Menurut World Health Organization (WHO), 2-5% dari karyawan di
negara industri tiap tahun mengalami nyeri punggung bawah, dan 15% dari
absenteisme di industri baja serta industri perdagangan disebabkan karena nyeri
punggung bawah (Sakinah et al 2010). Spondilosis lumbalis dapat diartikan
perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi
diskus intervertebralis yang diikuti perubahan tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak
di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan
inferior vertebra centralis (korpus) (Mahadewa dan Maliawan, 2009).
Sphondylosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang
asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari
40 tahun mengalami spondilosis lumbalis, meningkat dari 3% pada individu
berusia 20-29 tahun. Di dunia spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada
usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan
dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit vertebralis,
yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-
64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita
berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis (Mahadewa dan Maliawan,
2009).
Adanya nyeri yang disebabkan oleh spondilosis lumbal dapat
menyebabkan gangguan impairment berupa nyeri pada punggung bawah,
2
terbatasnya lingkup gerak sendi lumbal, adanya kelemahan otot perut dan
punggung. Fungtional limitation berupa kesulitan melakukan gerakan
membungkuk, berjalan dalam waktu yang lama dan duduk dalam waktu yang
lama karena adanya nyeri yang dirasakan. Disability dalam aktifitas sehari-hari
seperti tidak lagi dapat mengikuti kegiatan-kegiatan social masyarakat di
lingkungannya. Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk
mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment, fungtional limitation dan
disability tersebut sehingga pasien dapat beraktifitas kembali. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka modalitas fisioterapi yang penulis gunakan adalah
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), Short Wave Diathermy
(SWD), NMT, Exercise, HCP.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Lumbal
1. Processus spinosus
2. Processus tranversus
5. Corpus vertebra
1. Processus spinosus
4. Processus tranversus
6. Foramen vertebrae
1) Korpus
2) Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke
arah lateral yang disebut procesus spinosus (Susilowati, dkk, 1993).
3) Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila
dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran
yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis
(Susilowati, dkk, 1993).
5
b. Diskus intervertebralis
Bagian dalam disebut nukleus pulposus merupakan bahan gelatinosa dengan
sifat daya pengikat air yang kuat karena mengandung 88% air, (2) bagian tepi
disebut annulus fibrosus yang terdiri dari atas serabut-serabut kolagen yang
tersusun konsentrasi dan fibrikartilago yang berbeda dalam keterangan oleh
nukleus pulposus (Platzer, 1992)
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus bagian
dalam disebut nucleus pulposus, sedangkan bagian tepi disebut anulus fibrosus.
Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antara korpus yang berdekatan sebagai
shock breaker pada berbagai tekanan dalam menumpu berat badan (Kapandji,
1990).
c. Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi
aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari : (1) ligament
longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan anterior
korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi, (2) ligament
longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior dikcus
dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan
fleksi, (3) ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior, (4) ligament tranfersum
melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
Sedangkan yang berfungsi untuk stabilisasi aktif adalah adalah otot-otot
yang berfungsi untuk penggerak lumbal yang terletak di sebelah anterior, lateral
maupun posterior. Otot-otot disebelah anterior dan lateral, antara lain : m. rektus
abdominis, m. obliqus internus, m. psoas mayor, dan m. quadratus lumborum.
Otot-otot di sebelah posterior Antara lain: m. longisimus thorakalis, m.
iliocostalis.
Keteragan gambar 2.3:
1. M. serratus anterior
2. M. serratus posterior
3. M. oblique ekstemus
6
4. Mm. Multifidi
5. M. transversus abdominis
B. Tinjauan Kasus
a. Definisi
8
Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan
9
ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau
spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat
mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga
ditimbulkan oleh osteofit (Mansjoer dkk, 2005). Perubahan patologi yang terjadi
pada diskus intervertebralis antara lain: (a) annulus fibrosus menjadi kasar,
collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi, (b)
nucleus pulposus kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini
terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa
menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala (Yulianza, 2013). Sedangkan pada
corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan
penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada
corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari
spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini
menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan
pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada
akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
dijangkau oleh MWD maupun infrared. Transfer energi SWD melalui mekanisme
konversi, yaitu dari energi elektromagnetik menjadi energi termal.
2. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) adalah sebuah prosedur
untuk meredakan nyeri yang melibatkan penggunaan arus listrik tegangan rendah.
Mesin TENS berukuran kecil dan tenaganya dari baterai yang disambungkan
dengan lempeng kecil yang disebut elektroda. Karena penelitian mengenai
efektivitas TENS masih kurang, para ahli dan peneliti belum dapat menentukan
apakah TENS merupakan prosedur yang efektif untuk mengurangi rasa nyeri.
Walaupun begitu, TENS dapat dipertimbangkan sebagai salah satu jenis
penanganan nyeri pada banyak orang karena risikonya rendah.
11
BAB III
HASIL KEGIATAN (PENGAMATAN)
A. Identitas Pasien
Nama : Tn A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jl. Lanraki
B. History Taking
Keluhan Utama : Nyeri pinggang bawah menjalar ketungkai, spasme M.
Erector spine dan M. Piriformis, nyeri ketika duduk dan
berdiri lama, jongkok ke berdiri nyeri.
Letak Keluhan : Lumbal, M. Erector spine, dan M. Piriformis
Lama Keluhan : Pasien mengalami keluhan selama 1 minggu
Sifat Keluhan : Nyeri terlokalisir
C. Temuan Pemeriksaan
Palpasi dilakukan agar dapat memudahkan fisioterapi memeriksa keadaan
pasien dengan cara memegang, menekan atau meraba pada bagian tubuh yang
12
akan diperiksa untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri tekan. Karena pasien
mengeluh nyeri jika bagian yang bermasalah di provokasi.
Inspeksi atau Observasi
Statis :
Dinamis :
a. Pasien mengalami nyeri pada saat duduk dan berdiri lama
b. Pasien mengalami nyeri pada saat jongkok ke berdiri
Tes Orientasi :
Indikasi SWD baik continuos SWD maupun pulsed SWD adalah kondisi-
kondisi subakut dan kronik pada gangguan neuromuskuloskeletal (seperti
sprain/strain, osteoarthritis, cervical syndrome, dan lain-lain).
Kontraindikasi:
E. Evaluasi Fisioterapi
14
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.unair.ac.id/78915/1/FV%20FST%2008%2018%20Zsa%20w%20-
%20ABSTRAK.pdf
http://eprints.ums.ac.id/32658/3/3.BAB%20II%20KTI.pdf
http://eprints.ums.ac.id/45425/36/NASKAH%20PUBLIKASI2.pdf
https://www.rspantiwaluyo.com/berita-154-short-wave-diathermy.html
https://www.sehatq.com/tindakan-medis/transcutaneous-electrical-nerve-
stimulation-tens
http://eprints.ums.ac.id/46475/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf