Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


LOW BACK PAIN AKIBAT SPONDHYLOSIS LUMBAL 3-5
DI RSUD KOTA MAKASSAR

DISUSUN OLEH:
OKTAVIANI
PO714241181064

PRODI D.IV JURUSAN FISIOTERAPI


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus praktek preklinik atas nama Oktaviani dengan Nim:


PO.71.4.241.18.1.064 di Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik RSUD KOTA
MAKASSAR mulai tanggal 15 Maret - 27 Maret 2021 dengan judul kasus
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Low Back Pain Akibat
Spondhylosis Lumbal 3-5 Di RSUD KOTA MAKASSAR”. Telah disetujui
oleh pembimbing lahan untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan praktek preklinik di Poliklinik Fisioterapi/Rehabilitasi Medik
RSUD KOTA MAKASSAR.

Makassar, Maret 2021

Mengetahui,

Clinical Educator, Preceptor,

Muhammad Hatta, S.St. Ft. Andi Halimah, S.St.Ft., M. Adm. Kes.

NIP. 197204201998031011 NIP. 19661005199132004


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah- Nya, kami dapat menyelesaikan
Laporan Kasus yang berjudul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
KASUS LOW BACK PAIN AKIBAT SPONDHYLOSIS LUMBAL 3-5 DI
RSUD KOTA MAKASSAR” yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan ”Praktik Preklinik ”.

Saya berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
penyusun berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan laporan kasus
yang telah dibuat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
sempurna tanpa saran yang membangun.

Makassar, Maret 2021

Penyusun
iii

DAFTAR ISI
Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN ............................................................ i

KATA PENGANTAR........................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Anatomi Fisiologi........................................................ 3
B. Tinjauan Kasus............................................................................ 7
1. Definisi.................................................................................. 7
2. Etiologi.................................................................................. 8
3. Tanda dan Gejala................................................................... 8
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi....................... 8
C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi.................................................... 9
BAB III HASIL KEGIATAN (PENGAMATAN)
A. Identitas Pasien............................................................................ 11
B. History Taking............................................................................. 11
C. Temuan Pemeriksaan.................................................................. 11
D. Program Intervensi Fisioterapi.................................................... 12
E. Evaluasi Fisioterapi..................................................................... 13

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan
sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung
semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah tetap menjadi beban kesehatan
masyarakat yang utama diseluruh dunia industri, dari data epidemiologi
menunjukan nyeri punggung bawah masuk pada urutan yang ke 19 dengan
presentase 27% dan prevalensi dirasakan seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin
2012). Menurut World Health Organization (WHO), 2-5% dari karyawan di
negara industri tiap tahun mengalami nyeri punggung bawah, dan 15% dari
absenteisme di industri baja serta industri perdagangan disebabkan karena nyeri
punggung bawah (Sakinah et al 2010). Spondilosis lumbalis dapat diartikan
perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi
diskus intervertebralis yang diikuti perubahan tulang dan jaringan lunak, atau
dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak
di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan
inferior vertebra centralis (korpus) (Mahadewa dan Maliawan, 2009).
Sphondylosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang
asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari
40 tahun mengalami spondilosis lumbalis, meningkat dari 3% pada individu
berusia 20-29 tahun. Di dunia spondilosis lumbal dapat mulai berkembang pada
usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan
dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit vertebralis,
yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-
64 tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita
berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis (Mahadewa dan Maliawan,
2009).
Adanya nyeri yang disebabkan oleh spondilosis lumbal dapat
menyebabkan gangguan impairment berupa nyeri pada punggung bawah,
2

terbatasnya lingkup gerak sendi lumbal, adanya kelemahan otot perut dan
punggung. Fungtional limitation berupa kesulitan melakukan gerakan
membungkuk, berjalan dalam waktu yang lama dan duduk dalam waktu yang
lama karena adanya nyeri yang dirasakan. Disability dalam aktifitas sehari-hari
seperti tidak lagi dapat mengikuti kegiatan-kegiatan social masyarakat di
lingkungannya. Fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk
mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment, fungtional limitation dan
disability tersebut sehingga pasien dapat beraktifitas kembali. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka modalitas fisioterapi yang penulis gunakan adalah
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), Short Wave Diathermy
(SWD), NMT, Exercise, HCP.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Lumbal

a. Struktur Vertebra Lumbal


Tulang vertebra lumbal tersusun 5 vertebra yang bersendi satu sama lain yang
berperan penting dalam menjalankan fungsinya untuk menyangga tubuh dan alat
gerak tubuh. Susunan tulang vertebra secara umum terdiri dari corpus, arcus, dan
foramen vertebra.
Keterangan gambar 2.1
1. Vertebra cervicalis I – VII
2. Vertebra thoracalis I – XII
3. Vertebra lumbalis I – V
4. Osc. Sacrum
5. Oss. Coccygae
6. Atlas
7. Axis
8. Vertebra prominens
9. Foramen intervertebralis
10. Promotorium

Keterangan gambar 2.2 (a)

1. Processus spinosus

2. Processus tranversus

3. Processus articularis superior

4. Incisura vertebralis superior


4

5. Corpus vertebra

6. Incisura vertebralis inferior

Keterangan gambar 2.2. (b).

1. Processus spinosus

2. Processus articularis inferior

3. Processus articularis superior

4. Processus tranversus

5. Incisura vertebralis superior

6. Foramen vertebrae

Bagian bagian os. Vertebra

1) Korpus

Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang


mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek
dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior
berbentuk konkaf pada lumbal 4-5 (Kapandji, 1990).

2) Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke
arah lateral yang disebut procesus spinosus (Susilowati, dkk, 1993).
3) Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila
dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran
yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis
(Susilowati, dkk, 1993).
5

b. Diskus intervertebralis
Bagian dalam disebut nukleus pulposus merupakan bahan gelatinosa dengan
sifat daya pengikat air yang kuat karena mengandung 88% air, (2) bagian tepi
disebut annulus fibrosus yang terdiri dari atas serabut-serabut kolagen yang
tersusun konsentrasi dan fibrikartilago yang berbeda dalam keterangan oleh
nukleus pulposus (Platzer, 1992)
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus bagian
dalam disebut nucleus pulposus, sedangkan bagian tepi disebut anulus fibrosus.
Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antara korpus yang berdekatan sebagai
shock breaker pada berbagai tekanan dalam menumpu berat badan (Kapandji,
1990).
c. Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi
aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari : (1) ligament
longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan anterior
korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi, (2) ligament
longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior dikcus
dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol gerakan
fleksi, (3) ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior, (4) ligament tranfersum
melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
Sedangkan yang berfungsi untuk stabilisasi aktif adalah adalah otot-otot
yang berfungsi untuk penggerak lumbal yang terletak di sebelah anterior, lateral
maupun posterior. Otot-otot disebelah anterior dan lateral, antara lain : m. rektus
abdominis, m. obliqus internus, m. psoas mayor, dan m. quadratus lumborum.
Otot-otot di sebelah posterior Antara lain: m. longisimus thorakalis, m.
iliocostalis.
Keteragan gambar 2.3:
1. M. serratus anterior
2. M. serratus posterior
3. M. oblique ekstemus
6

4. MM. Intercostal eksternus


5. MM. Intercostal internus
6. M. oblique ekstemus
7. M. oblique internus
8. M. piramidalis
9. M. rectus abdominis

Keterangan gambar 2.4


1. M.deltoid
2. M. teres major
3. M. infra spinatUs
4. M. rhomboid major
5. M. latissimus dorsi
6. M. oblique eksternus
7. M. thoracolumbar fascia
8. M. trapezius

Keterangan gambar 2.5:

1. M. oblique internus abdominis

2. M. intertransversarii lateralis lumborum

3. M. oblique eksternus abdominis

4. Mm. Multifidi

5. M. transversus abdominis

6. M. quadratus lumborum, fascia

d. Biomekanik vertebra lumbal


7

Gerakan yang terjadi pada vertebra lumbal yaitu :


1) Gerakan fleksi
Pengukuran lingkup gerak sendi dilakukan dengan menggunakan mid line.
Data yang diambil dalam pengukuran ini adalah lingkup gerak sendi pada
vertebra. Dalam pengukuran ini dilakukan dengan cara posisi pasien berdiri,
kemudian terapis meletakkan mid line dengan patokan Vc7 dan Vs1 untuk
gerakan fleksi-ekstensi. Pasien diminta melakukan gerakan fleksi-ekstensi dan
diukur berapa selisih dari pengukuran dalam posisi normal. Pada orang normal
selisih antara posisi normal dengan posisi fleksi atau ekstensi rata-rata sekitar 10
cm atau 4 inci
2) Gerakan lateral fleksi
Dengan otot penggerak m. obliqus internus abdominis, m. rektus
abdominis (Hislop and Jaqueline, 1993). Untuk gerakan lateral fleksi, pengukuran
dilakukan dengan meletakkan mid line pada jari tengah, kemudian ukur jarak
normal (saat berdiri tegak) dari jari tengah sampai lantai. Setelah itu pasien
diminta untuk melakukan gerak lateral fleksi kanan dan kiri, ukur jaraknya dari
jari tengah sampai lantai, apakah ada perbedaan yang mencolok antara kanan dan
kiri. Apabila ada perbedaan yang mencolok antara kanan dan kiri berati ada
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada salah satu sisi.
Pemeriksaan lingkup gerak sendi fungsional dengan tes Schober’s .
Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur midline dengan tujuan untuk mengetahui
apakah ada keterbatasan gerak lumbal dan evaluasi perkembangan terapi sesuai
kondisi penyakit. Posisi pasien adalah berdiri. Cara pengukurannya yaitu tandai
spina iliaka posterior superior. Dengan menggunakan midline, tandai 5 cm di
bawah spina iliaka dan 10 cm di atas spina iliaka. Pasien menekuk pinggang ke
depan, lalu ukur jarak kedua titik tersebut (pengukuran dimulai dari 15 cm).
Pasien dikatakan normal bila jarak kedua titik lebih dari 20 cm, sedangkan pasien
dikatakan tidak normal bila jarak kedua titik kurang dari 20 cm (Mosses, 2007).

B. Tinjauan Kasus
a. Definisi
8

Sphondylosis lumbal adalah suatu kondisi pada tulang belakang dimana


discus intervertebralis mengalami degenerasi yang diikuti perubahan pada tulang
vertebra lumbal, sendi facet, dan jaringan lunak disekitarnya. Nyeri pada
sphondylosis lumbal dapat disebabkan oleh canal stenosis yang terjadi akibat
terbentuknya osteofit. Pasien dengan sphondylosis lumbal juga dapat
mengakibatkan kaku sendi, nyeri pada tungkai, dan rasa nyeri saat berdiri atau
berjalan. Prevalensi terjadinya sphondylosis lumbal menurut data RS dr. Soetomo
Instalasi Rehabilitasi Medik tanggal 1 Januari 2017 - 25 Januari 2018 adalah
0,24% dari total 25.984 pasien dan 60% dari seluruh pasien dengan diagnosa
sphondylosis lumbal adalah wanita.
b. Etiologi
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa spondilosis terjadi karena adanya
proses degeneratif. Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko
spondilosis lumbal adalah: Kebiasaan postur yang buruk, stress mekanik akibat
gerakan mengangkat, membawa atau memindahkan barang, dan herediter.
c. Tanda dan Gejala
Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan dengan ketidakstabilan
lumbal, sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya dan serangan nyeri
yang berulang – ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis
berhubungan erat dengan aktivitas yang dijalani oleh penderita, dimana aktivitas
yang dijalani terlalu lama dengan rentang perjalanan yang panjang. Pasien
biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki tubuh yang sehat. Nyeri sering
timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan keterbatasan
gerak pada regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada area ini. Pemeriksaan
neurologis dapat memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps diskus yang lama
(misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap sangat lanjut, gejala dan tanda –
tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar unilateral dapat timbul (Appley,
2013).
d. Proses patologi

Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan
9

ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan
hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau
spur atau taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat
mengalami subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga
ditimbulkan oleh osteofit (Mansjoer dkk, 2005). Perubahan patologi yang terjadi
pada diskus intervertebralis antara lain: (a) annulus fibrosus menjadi kasar,
collagen fiber cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi, (b)
nucleus pulposus kehilangan cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini
terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa
menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala (Yulianza, 2013). Sedangkan pada
corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang
disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan
penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada
corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush fracture. Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari
spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini
menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan
pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada
akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi


1. Short Wive Diathermy
Short Wave Diathermy atau Diatermi Gelombang Pendek adalah salah satu
modalitas pemanasan dalam (deep heating) karena mampu menembus jaringan
dengan kedalaman sampai 4 – 5 cm, dimana  keadaan ini tidak dapat dicapai oleh
alat pemanasan lainnya seperti : Micro Wave Diathermy (MWD) maupun
infrared. SWD cukup efektif untuk terapi jaringan yang terletak lebih dalam / sulit
10

dijangkau oleh MWD maupun infrared. Transfer energi SWD melalui mekanisme
konversi, yaitu dari energi elektromagnetik menjadi energi termal.
2. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) adalah sebuah prosedur
untuk meredakan nyeri yang melibatkan penggunaan arus listrik tegangan rendah.
Mesin TENS berukuran kecil dan tenaganya dari baterai yang disambungkan
dengan lempeng kecil yang disebut elektroda. Karena penelitian mengenai
efektivitas  TENS masih kurang, para ahli dan peneliti belum dapat menentukan
apakah TENS merupakan prosedur yang efektif untuk mengurangi rasa nyeri.
Walaupun begitu, TENS  dapat dipertimbangkan sebagai salah satu jenis
penanganan nyeri pada banyak orang karena risikonya rendah.
11

BAB III
HASIL KEGIATAN (PENGAMATAN)

A. Identitas Pasien
Nama : Tn A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jl. Lanraki

B. History Taking
Keluhan Utama : Nyeri pinggang bawah menjalar ketungkai, spasme M.
Erector spine dan M. Piriformis, nyeri ketika duduk dan
berdiri lama, jongkok ke berdiri nyeri.
Letak Keluhan : Lumbal, M. Erector spine, dan M. Piriformis
Lama Keluhan : Pasien mengalami keluhan selama 1 minggu
Sifat Keluhan : Nyeri terlokalisir

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengatakan bahwa pasien pernah mengalami sakit yang sama, tetapi
setelah 1 tahun baru kambuh kembali dan dirasakan sekitar 1 minggu yang lalu
pada saat membantu pekerja yang sedang bekerja dirumahnya.

C. Temuan Pemeriksaan
Palpasi dilakukan agar dapat memudahkan fisioterapi memeriksa keadaan
pasien dengan cara memegang, menekan atau meraba pada bagian tubuh yang
12

akan diperiksa untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri tekan. Karena pasien
mengeluh nyeri jika bagian yang bermasalah di provokasi.
Inspeksi atau Observasi
Statis :

Terlihat adanya asimetris pada bahu lebih tinggi sebelah kanan

Dinamis :
a. Pasien mengalami nyeri pada saat duduk dan berdiri lama
b. Pasien mengalami nyeri pada saat jongkok ke berdiri

Tes Orientasi :

a. Fleksi lumbal nyeri (+)


b. Ekstensi lumbal sangat nyeri (++)
c. Lateral fleksi nyeri (+)
d. Patrick (-)
e. SLR (-)

D. Program Intervensi Fisioterapi


1. TENS
Dengan menggunakan intervensi TENS selama 10 menit dapat mengurangi
nyeri pada area lumbal, M. erector spine, dan M. Piriformis.
Persiapan alat :Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik. Pastikan
spons dalam keadaan basah serta pastikan alat tersambung
dengan arus listrik.
Persiapan pasien :Posisi pasien prone lying. Daerah yang akan diterapi bebas
dari pakaian dan perhiasan ataupun benda logam serta perlu
dilakukan tes sensibilitas pada daerah yang akan di terapi.
2. Active Resisted Excercise
Active exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot itu
sendiri. Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan tahanan dari luar
terhadap gerakan yang dilakukan oleh pasien
13

3. Short Wive Diathermy (SWD)


Terapi SWD digunakan sebagai modalitas fisioterapi untuk memperoleh
pengaruh panas dalam jaringan lokal, merileksasi otot, mengurangi nyeri dan
meningkatkan metabolisme sel-sel.
Efek terapi ini tentunya bergantung pada diagnosis penyakit seseorang dan terapi
yang diberikan sesuai dengan dosis tertentu.

Indikasi Terapi SWD:

Indikasi SWD baik continuos SWD maupun pulsed SWD adalah kondisi-
kondisi subakut dan kronik pada gangguan neuromuskuloskeletal (seperti
sprain/strain, osteoarthritis, cervical syndrome, dan lain-lain).

Kontraindikasi:

Kontraindikasi dari continuos SWD adalah pemasangan besi pada tulang,


tumor atau kanker, pacemaker pada jantung, tuberkulosis pada sendi, RA pada
sendi, kondisi menstruasi dan kehamilan, regio mata (kontak lens) dan testis.
Kontraindikasi dari pulsed SWD adalah tumor atau kanker, pacemaker pada
jantung, regio mata dan testis, kondisi menstruasi dan kehamilan. Pada gangguan
akut neuromuskuloskeletal merupakan kontraindikasi dari continuos SWD tetapi
bagi pulsed SWD bisa diberikan dengan pulsasi yang rendah.

4. NeuroMuscular Taping (NMT) merupakan salah satu metode terapi


biomekanikal yang inovatif dengan stimulasi kompresi dan dekompresi untuk
menghasilkan efek yang positif pada sistem muskuloskeletal, neurologi, vascular,
dan limfatik
5. HCP, bertujuan untuk mengedukasi pasien berupa pola gerakan, dan
bentuk latihan yang dapat dilakukan sendiri dirumah tanpa bantuan fisioterapi.
Hal ini bertujuan agar pasien dapat mandiri melakukan latihan yang diberikan
oleh fisioterapis agar cepat sembuh.

E. Evaluasi Fisioterapi
14

Setelah diberikan beberapa latihan penguatan otot dan modalitas seperti


TENS dan SWD pasien mengatakan bahwa nyeri pada daerah lumbal, M. Erector
Spine dan M. Piriformis sudah berkurang dari sebelum diberikan terapi.
Fisioterapis memberikan saran berupa latihan penguatan M. Erector Spine
dan M. Piriformis, latihan ini bisa dilakukan dirumah agar melatih kekuatan otot
tersebut.
15

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang.


Spondylosis ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada
diskus intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak
antar vertebra sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan
kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan iritasi persendian
posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya
osteoartritis dan tertekan radiks oleh kantong durameter yang
mengakibatkan iskemik dan radang (Harsono dan Soeharso, 2005).
Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus
vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang
pada wanita. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam
waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia
menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia
40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan
perkembangan spondylosis lumbar.
Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis
atau spur tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau
degenerasi. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan
L5 – S1. Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami
spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan
ligamen (terutama ligamen flavum) (Regan, 2010).
16

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unair.ac.id/78915/1/FV%20FST%2008%2018%20Zsa%20w%20-
%20ABSTRAK.pdf
http://eprints.ums.ac.id/32658/3/3.BAB%20II%20KTI.pdf
http://eprints.ums.ac.id/45425/36/NASKAH%20PUBLIKASI2.pdf
https://www.rspantiwaluyo.com/berita-154-short-wave-diathermy.html
https://www.sehatq.com/tindakan-medis/transcutaneous-electrical-nerve-
stimulation-tens
http://eprints.ums.ac.id/46475/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai