Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STASE MUSKULOSKELETAL

KASUS BURSITIS

Disusun oleh :
Muhammad Sayyid Azam
2010306005

PROFESI FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH

YOGYAKARTA

2021
HALAMAN PENGESAHAN
KASUS BURSITIS

MAKALAH

Disusun oleh :

Muhammad Sayyid Azam

2010306005

Makalah Ini Dibuat Guna Menyelesaikan Tugas Stase Muskuloskeletal

Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan

di Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta

Tanggal : Februari 2021

Mengetahui,

Preceptor/Clinical Educator

Rana Prima, Amd.Ft


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah yang berjudul “Fisioterapi Pada
Bursitis” ini ditulis guna melengkapi tugas pada Program Studi Profesi Fisioterapi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan


sehingga makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat selesai
dengan tepat waktu,

2. Bapak/Ibu pembimbing lahan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

3. Bapak/Ibu pembimbing kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

4. Teman-teman sejawat Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah


Yogyakarta.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah presentasi
ini, namun penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya pada penyusun.

Palembang, 04 Januari 2021


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Makalah ..........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bursitis.......................................................................4
B. Anatomi dan Fisiologi Bursitis....................................................4
C. Etiologi Bursitis...........................................................................4
D. Patologi Bursitis..........................................................................5
E. Tanda dan Gejala Bursitis............................................................5
F. Intervensi Fisioterapi Bursitis......................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................25
B. Saran ..........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kasus

a. Pengertian

Nyeri pada bahu memiliki banyak kategori dan peradangan merupakan salah satu dari
4 besar kategori permasalahan pada bahu. Peradangan atau bursitis adalah radang pada
bursa (kantung kecil) yang terisi oleh cairan sinovial yang berlebih dan biasanya disertai
nyeri dan bengkak diantara rotator cuff dan tulang bagian bahu yang dikenal dengan
nama acromion. Peradangan ini biasa disebut dengan Subacromialis
Bursitis. (Muharram, 2019).
Permasalahan yang terjadi pada pasien Subacromialis Bursitis adalah nyeri yang
hebat, oedem daerah sekitar sendi bahu dan penurunan ROM sehingga menyebabkan
penurunan kemampuan aktivitas fungsional pasien. Fisioterapi merupakan salah satu
tenaga kesehatan yang memiliki peran penting dalam pengurangan nyeri, pengurangan
oedem dan peningkatan ROM sehingga tercapainya kemampuan aktivitas fungsional
pasien dengan dievaluasi menggunakan Shoulder Pain and Disability
Index (SPADI) (Murtagh, 2015).

B. Etiologi Kasus

Nyeri daerah bahu merupakan hal yang relatif lazim dan terkadang menjadi masalah
yang kompleks di masyarakat umum. Selain banyaknya aktivitas masyarakat sekarang
ini, usia juga merupakan faktor penting pada pertambahan nyeri bahu (Murtagh, 2015).

C. Patologi Kasus

Dalam keadaan normal bursa berfungsi untuk mengurangi gesekan. Namun, saat
terjadinya perubahan patologi yang merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal
berupa inflamasi dan terjadinya peningkatan cairan sinovial pada bursa subacromialis.
Trauma lokal, degenerasi tendon ataupun deposit klasifikasi mengakibatkan radang lokal
dengan pembengkakan dan akumulasi cairan. Subacromialis bursitis kadang-kadang
dapat disebabkan oleh deposit kristal. (Sadeek, 2013).
D. Tanda dan Gejala Kasus

Pasien sering melaporkan nyeri sakit di bahu atau nyeri disebut sepanjang lengan atas
luar. Rasa sakit memburuk ketika lengan diangkat diatas kepala dan pada malam hari.
Gejala lain mungkin termasuk kelemahan dan mengurangi rentang gerak. Timbulnya
gejala sering bertahap. Pertama disfungsi /gejala yang muncul adalah nyeri. Ketika
lemah, rotator cuff tidak bisa lagi menangani beban yang perlu diangkat (abduksi) dan
meregangkan lengan. Meraih gelas dalam lemari, menggapai untuk menyalakan lampu,
menggunakan sabukpengaman, mengemudi dengan lengan yang sakit, dll (Thigpen, dkk
2016).
BAB II

PROSES FISIOTERAPI

A. Assesment

1. Pengukuran Nyeri Dengan Shoulder Pain And Disability Index (SPADI)

Shoulder pain and disability index (SPADI) adalah suatu daftar

pertanyaan yang dapat diisi sendiri oleh pasien dan terdiri dari dua dimensi,

dimensi pertama dilakukan untuk pengukuran nyeri dan dimensi kedua untuk

pengukuran aktivitas fungsional. Dimensi nyeri terdiri dari lima pertanyaan

mengenai sensitifitas dari suatu nyeri yang dirasakan individu. Kemudian

dimensi pengukuran aktivitas fungsional digambarkan dengan delapan

pertanyaan yang dirancang untuk mengukur derajat atau tingkat kesukaran

perorangan dalam melakukan berbagain aktivitas hidup sehari-hari yang

menggunakan ekstremitas atas. Pasien membutuhkan waktu 5 hingga 10 menit

untuk satu melengkapi dan menyelesaikan SPADI. Dan SPADI adalah salah

satu alat ukur yang spesifik dan dapat dipercaya untuk pengukuran fungsional

pada regio bahu. (Breckenridge , 2011)

Pada pengukuran dmensi nyeri terdapat 5 pertanyaan yang menyangkut

beberapa aktivitas yang memprofokasi seperti, nilai nyeri paling hebat yang

dirasakan, nyeri ketika berbaring ke sisi yang bermasalah, nyeri yang timbul

ketika mencapai benda pada tempat yang lebih tinggi, menyentuh punggung

dari leher, dan mendorong objek dengan lengan yang bermasalah. Penurunan

nyeri digambarkan dengan menurunnya nilai pengukuran SPADI.

(Breckenridge. 2011)

2. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan bahu dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh untuk

setiap cacat, bekas luka, edema, atau penurunan curah otot (atrofi).

Berikutnya, seluruh sendi bahu dan semua kelompok otot yang berada palpasi

untuk mengetahui konsistensi otot. Kedua aktif dan pasif ruang gerak

ditentukan dengan memutar lengan pasien pada semua arah, dan dilakukan

pencatatan pada setiap penurunan rentang gerak dan sakit. Rasa sakit mungkin

lebih intens dengan gerakan-gerakan tertentu atau ketika diberikan tekanan.

Hal ini dapat menghilang dengan gerakan lain. Mungkin ada kisi-kisi,

mengklik atau krepitasi di bahu. Pengujian kekuatan otot dan pengujian

neurologis harus dilakukan. Manuver khusus selama pemeriksaan fisik (seperti

Neer impingement, Hawkins- Kennedy impingement, drop-arm, apprehension,

and relocation tests) dapat membantu. Pemeriksaan menyeluruh meliputi

evaluasi tulang belakang leher bersama dengan kedua lengan dan bahu

3. Pemeriksaan Penunjang

Anteroposterior view, axillary view, supraspinatus view adalah

komponen penting dari evaluasi untuk menyingkirkan endapan kalsium pada

sendi, dan tulang atau penyakit pada persendian. Jika gejala tidak membaik

setelah 3-6 minggu dilakukan terapi konservatif, modalitas pencitraan canggih

lainnya bisa membantu, terutama dalam mendiagnosis diduga robekan pada

rotator cuff. MRI mendeteksi dengan spektrum yang luas pada penyakit

rotator cuff, termasuk degenerasi dari robekan parsial hingga komplit, selain

itu juga dapat menunjukkan jika ada kelainan pada jaringan lunak, dan terbukti

sangat berguna dalam pelacakan pasca operasi penyembuhan. Ultrasonografi

terbukti berguna dalam mendiagnosis robekan rotator cuff dan mengevaluasi

penyakit cuff lainnya. Meluasnya penggunaan arthrography telah menurun


dengan munculnya MRI. Tapi itu tetap berguna pada pasien bagi siapa yang

memiliki kontraindikasi untuk MRI (misalnya, orangorang dengan alat pacu

jantung, cerebral aneurysm clip, atau stent jantung baru-baru ini).

Arthrography melibatkan injeksi media kontras ke dalam sendi glenohumeral

diikuti oleh sinarx polos. Kebocoran diamati dari bahan kontras ke dalam

subacromial atau ruang subdeltoid menunjukkan robekan dengan ketebalan

penuh pada rotator cuff

B. Diagnosis

1. Impairment (Body Structure& Body Function)

Ciri khas nyeri dari SIS adalah nyeri dari perubahan pergerakan bahu yang

dirasakan antara 600-1200 atau painful arc. Biasanya kondisi ini juga ditandai

dengan nyeri dimalam hari ketika tidur pada posisi tertekannya pada bahu

yang bermasalah

2. Functional Limitation
Keterbatasan dalam meraih gelas dalam lemari, menggapai untuk menyalakan
lampu, menggunakan sabukpengaman, mengemudi dengan lengan yang sakit.
3. Participation Restriction
Pasien mengalami keterbatasan untuk berolahraga serta dengan keluarganya..

C. Rencana

1. Tujuan Jangka Pendek :

Mengurangi serta menghilangkan dari impairment

2. Tujuan Jangka Panjang :

Melanjutkan dari tujuan jangka pendek, dan memberikan program re-learning

dan memunculkan persepsi.

D. Intervensi

1. Aplikasi Mobilization With Movement


Di dalam mengaplikasi teknik manual terapi MWM, informasi adanya

kontraindikasi harus selalu diperhatikan. Walaupun dalam ketentuan

penerapannya harus dilakukan tanpa rasa sakit, praktisi harus mengutamakan

cara aman untuk menggunakan prosedur yang dikembangkan oleh Brian

Mulligan serta sesuai dengan ketentuan yang harus diketahui dan ditaati

sebagai dasar aplikasi dari teknik MWM. (Mulligan, 2004) Konsep Mulligan

mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Selama melakukan proses anamnesa praktisi akan mengidentifikasi satu

atau lebih tanda yang dapat menjadi perbandingan ketika diuraikan dengan

metode Maitland. Mungkin akan nampak tanda-tanda; berkurangnya mobilitas

sendi, nyeri saat bergerak, atau nyeri ketika aktivitas fungsional yang spesifik

(yaitu. nyeri samping siku ketika gerakan ekstensi, tegangan syaraf yang

kurang baik)..

2. Suatu pergerakan aksesori pasif sendi diterapkan mengikuti prinsip

Kaltenborn (yaitu; tegak lurus atau paralel terhadap bidang persendian).

Aksesori gerak ini harus terjadi secara alami tanpa timbul rasa sakit.

3. Praktisi harus secara terus-menerus memonitor reaksi pasien untuk

memastikan tidak adanya reaksi atas rasa sakit yang muncul.

Pemanfaatan pengetahuan tentang arthrology persendian, suatu

pemahaman yang baik mengenai ketegangan jaringan dan pemikiran

alasan klinis, praktisi perlu menganalisa berbagai kombinasi dari gerak

glide tegaklurus atau paralel untuk mendapatkan teknik yang tepat

berdasarkan bidang dan aksesori pergerakannya.

4. Saat melakukan pergerakan aksesori luncur, pasien diminta untuk

membandingkan tanda yang muncul. Perbandingan tanda yang muncul


harus sedini mungkin diimprovisasi (yaitu; lingkup gerak yang terus

ditingkatkan) dan menghindari timbulnya keluhan nyeri yang berasal dari

patologi terkait.

5. Kegagalan untuk mengimprovisasi menandakan bahwa praktisi belum

menemukan aplikasi teknik terapi yang tepat, nilai atau arah pengerahan,

segmen tulang belakang atau teknik tersebut tidak di indikasikan.

6. Aktivitas atau gerakan yang sebelumnya menyakitkan atau terbatas

dilakukan berulang oleh pasien ketika praktisi telah siap untuk

mengaplikasikan teknik gerak glide aksesori yang sesuai. Keuntungan lebih

lanjut diharapkan dapat terjadi dengan pengulangan selama suatu sesi terapi

yang secara khas menyertakan tiga hingga empat sesi dengan satu sesi sepuluh

pengulangan.

7. Keuntungan lebih lanjut mungkin direalisir melalui aplikasi dengan

pengerahan gerak pasif pada akhir lingkup gerak. Diharapkan bahwa

pengarahan gerak ini dapat mengurangi nyeri. Secara anatomis dan

neurophysiological memiliki keuntungan-keuntungan pada gerak fisiologis

articular pada akhir gerak tanpa sakit sebagai penghalang.

2. Pelatihan Caudal Traction

Caudal traction (CT) merupakan salah satu komponen arthrokinematic dari


sendi glenohumeral. Traksi adalah gerak satu permukaan sendi tegak lurus
terhadap permukaan sendi pasangannya kearah menjauh, sedangkan caudal
berarti kearah bawah atau translasi atau glide sendi kearah inferior. Pada saat
CT
maka akan terjadi penguluran pada otot-otot rotator cuff yang mengalami
ketegangan atau pemendekan, dan juga terjadi pelepasan abnormal crosslink
pada
capsul sendi bagian anterosuperior yang mengalami tight atau contracture,
didalam sendi terjadi perubahan viskositas cairan glenohumeral melalui proses
difusi cairan pada intra dan ekstra capsul. Pergerakan sendi kearah caudal
mempunyai efek antara lain untuk memelihara elastisitas, memberikan
stimulus
pada permukaan sendi, meningkatkan sirkulasi darah, melepaskan perlekatan
capsuloligament sendi glenohumeral. (Hengeveld et al, 2014).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nyeri pada bahu memiliki banyak kategori dan peradangan merupakan salah
satu dari 4 besar kategori permasalahan pada bahu. Peradangan atau bursitis
adalah radang pada bursa (kantung kecil) yang terisi oleh cairan sinovial yang
berlebih dan biasanya disertai nyeri dan bengkak diantara rotator cuff dan
tulang bagian bahu yang dikenal dengan nama acromion. Peradangan ini
biasa disebut dengan Subacromialis Bursitis. (Muharram, 2019).

B. Saran

Suatu keberhasilan terapi juga ditentukan oleh sikap dari pasien itu sendiri,

jadi perlu ada kerjasama dengan baik antara terapis, pasien serta keluarga pasien.

Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan akan diberikan saran sebagai

berikut :

1. Bagi Pasien

Bagi penderita diharapkan kerja sama yang baik dengan terapis selama proses

terapi berlangsung. Pasien diharapkan tetap selalu rutin menjalani program-

program terapi yang telah diberikan dan ditentukan serta tetap menjalani home

program seperti yang telah diedukasikan oleh fisioterapis.

2. Bagi Keluarga

Kepada keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi kepada pasien untuk

membantu dalam proses latihan dengan kerjasama yang baik antara terapis,

pasien dan keluarga pasien diharapkan akan dapat tercapai keberhasilan terapi.

3. Bagi Fisioterapis
Fisioterapis hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien diawali

dengan pemeriksaan dengan mencatat permasalahan pasien, melakukan

evaluasi dan memberikan edukasi pada pasien sehingga memperoleh hasil

yang optimal.

4. Bagi Masyarakat

Hendaknya masyarakat tetap memperhatikan kesehatannya demi

meningkatkan derajat kehidupan serta segera melakukan pengobatan

pencegahan jika terjadi gejala seperti yang penderita alami.


DAFTAR PUSTAKA

Mantiri, A. Kambey, G. Sekeon, S. Rotator Cuff Syndrome. Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado,

Thigpen CA, Shaffer MA, Gaunt BW, Leggin BG, Williams GR, Wilcox RB 3rd. The

American Society of Shoulder and Elbow Therapists' consensus statement on rehabilitation

following arthroscopic rotator cuff repair. J Shoulder Elbow Surg. 2016 Apr. 25 (4):521

-35.

Murtagh. 2013. General Practice 5th ed. Australia: McGraw-Hill Education.

Breckenridge. Treatment Shoulder Impigment. Shoulder Rotator Cuff (12):600-21 Sedeek,

S.M., Al Dawoudy, A.M., Ibrahim, M.Y. 2013. Subacromial impingement syndrome: review article.

Trauma & Orthopaedics. 2(4): 39.

Mawaddah, 2018. Perbandingan antara kombinasi latihan stabilisasi bahu dan traksi

humerus ke inferior dengan kombinasi latihan fungsional bahu dan traksi humerus ke

inferior dalam menurunkan disabilitas bahu dan lengan pada subacromial impingement

syndrome mahasiswa akademi fisioterapi widya husada semarang. Semarang

Anda mungkin juga menyukai