Makalah kasus konferensi ini telah dikoreksi, disetujui, dan diterima oleh
Pembimbing Praktik Klinik Program Studi Fisioterapi di RSUPN Cipto
Mangunkusumo
Untuk melengkapi tugas Praktik Klinik I Tahun 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Konfrensi
Kasus yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Frozen Shoulder
Dextra akibat mastektomi di RSUPN Cipto Mangunkudumo Jakarta”. Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat dalam menjalani Praktik
Lapangan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, arahan, serta
dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan Makalah Konfrensi Kasus ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Program Studi Fisioterapi Program Pendidikan Vokasi UI
2. Para dosen Fisioterapi Program Pendidikan Vokasi UI
3. Para pembimbing Poli Dewasa Fisioterapi Muskuloskeletal di RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta
4. Pasien dan keluarga
5. Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
kelancaran penulisan Makalah Konfrensi Kasus ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
konfrensi kasus ini, baik dari segi materi maupun dari segi penulisan. Oleh sebab
itu, penulis mohon maaf atas kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
penyusunan Makalah Konfrensi Kasus ini, dan kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa yang akan dating.
Semoga Makalah Konfrensi Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada
umumnya dan rekan fisioterapi pada khususnya.
Jakarta, April 2019
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
V. IDENTIFIKASI PROBLEMATIK FISIOTERAPI BERDASARKAN
PRIORITAS ............................................................................................................ 32
VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) ...................................... 33
VII. Evaluasi Hasil Terapi ................................................................................... 35
UNDERLYING PROCESS KHUSUS ............................................................... 36
UNDERLYING ICF .......................................................................................... 37
BAB IV .............................................................................................................. 40
PENUTUP ......................................................................................................... 40
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 40
4.2 Saran .................................................................................................................. 40
v
BAB I
PENDAHULUAN
2
terbentuk jaringan yang memicu terjadinya perlengketan pada daerah sendi
bahu. Kondisi ini yang menyebabkan terganggunya pergerakan bahu, dimana
bahu memiliki pelindung berupa jaringan-jaringan yang saling berhubungan.
Frozen Shoulder memiliki tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari
nyeri ringan sampai berat dan tingkatan keterbatasan seberapa besar terhadap
gerakan sendi glenohumeral.Prevalensi dari kasus Frozen Shoulder diperkirakan
2-5% dari populasi general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan.
Studi mengatakan 40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih 2-
3 tahun dan 15% dari kasus tersebut memiliki disabilitas jarnga panjang.
Pada kasus ini, fisioterapi berperan sangat penting, guna mengurangi
keluhan serta membantu penanganan sebagai tenaga medis. Peraturan Perdana
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES) No. 80 Tahun 2013
mendefinisikan bahwa Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang
ditunjukan pada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara,
dan memulihkan gerak dan/atau fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
electroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi.
Adapun kasus yang diangkat dalam makalah ini adalah Frozen Shoulder
Dextra akibat mastektomi pada pasien Poli FT Dewasa RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta dengan intervensi TENS dan terapi latihan yang
ditunjukan untuk mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, serta
menambah Lingkup Gerak Sendi (LGS).
3
penatalaksanaan Fisioterapi padakasus Frozen Shoulder Dextra akibat
mastektomi di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta Tahun 2019.
1. Pembatasan Masalah
Pada penulisan makalah Penatalaksanaan pada kasus Frozen
ShoulderDextra, maka pemulis membatasi masalah yang akan dibahas
dalam laporan kasus ini berupa nyeri, spasme, keterbatasan lingkup
gerak sendi, gangguan postur dan gangguan gerak fungsional.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Frozen Shoulder
Dextra akibat mastektomi.
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini dibagi menjadi dua, yakni:
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari kondisi serta problematika yang
terdapat pada pasien Frozen Shoulder dalam rangka pemenuhan tugas
persyaratan kelulusan dalam praktik klinik sebelum pindah ke
peminatan lain.
2. Tujuan Khusus
Menjelaskan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Frozen
Shoulder dextra di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
4
Menambah pengetahuan serta pemahaman penulis mengenai
kasus Frozen Shoulder dan menerapkan intervensi fisioterapi yang baik
dan benar pada kasus tersebut.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang sesuai
kepada masyarakat sehingga masyarakat mampu mengenal dan
mengetahui gambaran umum tentang Frozen Shoulder dan jenis terapi
latihan apa saja yang dapat dilakukan dalam intervensi fisioterapi.
3. Bagi Fisioterapi
Menambah pengetahuan mengenai kasus Frozen Shoulder dan
mampu mengembangka intervensi fisioterapi di rumah, klinik ataupun
rumah sakit.
5
1.6 Sistematika Penulisan
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Frozen shoulder adalah salah satu penyakit umum yang disebabkan
karena morbiditas yang signifikan. Frozen shoulder yaitu salah satu penyakit
musculoskeletal yang umum terjadi yang bisa menyebabkan nyeri jangka
panjang bahkan sampai mengalami kecacatan fisik. Frozen shoulder juga
disebut capsulitis adhesif yang ditandai dengan pembatasan dari gerak bahu
secara aktif maupun pasif. Frozen shoulder terjadi karena adanya peradangan,
nyeri, perlengketan, adanya atrofi, dan pemendekan kapsul sendi.
Pada umumnya, frozen shoulder terjadi pada usia 40 hingga 60 tahun.
Frozen shoulder dialami dengan nyeri kronis dan ketidaknyamanan dalam
pergerakan sendi yang dapat menimbulkan kecacatan dan mengganggu
aktivitas normal yang awal mulanya tidak diketahui penyebabnya. Frozen
shoulder atau capsulitis adhesif yaitu proses patologis tubuh yang membentuk
jaringan parut berlebihan, bisa menyebabkan kekakuan bahu yang
menyebabkan aktivitas kehidupan sehari-hari dan disfungsi.
2.2 Anatomi
Bahu merupakan persendian yang terjadi antara caput humeri dengan
cavitas glenoidalis, struktur anatomi ini memiliki Range of Motion (ROM) yang
luas sehingga memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket
joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu
sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan
7
lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun
struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan
ketidak stabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.
a. Sendi Glenohumeral
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah. Permukaan sendi
meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh
adanya labrum glenoidale.
Dibentuk oleh caput humerus dengan cavitas glenoidalisscapulae,
yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,
8
sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga
memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi
terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus
coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk
mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral
dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas
glenoidalis dan collum anatomicum humeri.
9
Gambar 3 Ligamen pada shoulder bagian dalam
b. Sternoclaviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura
clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris,
tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantara kedua facies articularisnya ada
suatu discus articularis sehingga dapat lebih menyesuaikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula articularis luas,
sehingga kemungkinan gerakannya luas.
c. Acriomioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial
dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata yang dilapisi
oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis.
Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies
articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare
yang berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang
10
ada di sebelah caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak
sebagai rongga sendi.
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya frozen shoulder dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Primer/idiopatik frozen shoulder
Idiopatik yaitu belum diketahui penyebab pastinya.Frozen shoulder
idiopatik ini sering dikaitkan dengan penyakit penyerta seperti diabetes
melitus, bisa disebabkan juga karena penyakit yang sistematik seperti
penyakit tiroid (ketidakseimbangan pada hormon tiroid).
2. Sekunder frozen shoulder
Frozen shoulder sekunder yaitu akibat trauma atau cedera pada bahu atau
imobilisasi misalnya perobekan pada tendon rotator cuff, fraktur, dan
dislokasi walaupun sudah cedera yang terjadi hingga beberapa tahun
sebelumnya.
2.4 Etiologi
Frozen shoulder merupakan diagnosis untuk segala keluhan nyeri
dalam keterbatasan gerak sendi bahu. Keluhan sendi biasanya disebabkan
karena trauma atau imobilisasi yang bisa mengakibatkan kekakuan sendi dan
keterbatasan sendi pada bahu. Penyebab utama dari frozen shoulder belum
diketahui pastinya atau biasa disebut idopatik. Selain idiopatik, frozen shoulder
juga bisa disebabkan karena penyakit penyerta yaitu diabetes melitus,
11
kelumpuhan, pasca operasi, dan infark miokardia dari dalam sendi
glenohumeral.
2.5 Patofisiologi
Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan
sendi bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada
pasien yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah,
dimana tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada
posisi tergantung. Penyakit ini dapat terjadi pada orang-orang yang dalam masa
pemulihan setelah operasi, seperti stroke atau mastektomi. Lengan yang
immobilisasi akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan
bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan
protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan
menyebabkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan
intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis dan bisep juga perlekatan kapsul
sendi.
Penyebab frozen shoulder melibatkan proses inflamasi. Kapsul yang
berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak
terjadi nyeri.
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah
fibrosis yang padat dari ligamen dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan prolifrasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan
synovial pada sendi bahu juga berkaitan terhadap terjadinya frozen shoulder.
12
2.6 Manifestasi klinis
2.7 Prognosis
Prognosis setiap orang berbeda, tergantung tingkat keparahan yang
dapat mengganggu aktivitasnya. Frozen shoulder merupakan kondisi yang
belum jelas penyebab utamanya, tetapi ada faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi menjadi mengganggu aktivitas fisiknya. Hal-hal yang mempengaruhi
13
adanya frozen shoulder yaitu akibat trauma, fraktur, dislokasi, dan bisa
menyebabkan gangguan fungsional seperti sulit untuk memakai baju, menyisir
rambut, dan melakukan aktivitas berat seperti sulit untuk menggendong tas.
2. Terapi latihan
a) Free active exercise
14
Pelaksanaannya posisi pasien berdiri atau duduk, terapis
disamping pasien, terapis meminta pasien untuk menggerakkan lengan
secara aktif ke arah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan
endorotasi.Pengulangan sebanyak 8-10 kali.
15
aba-aba, “Pertahankan disini!” untuk latihan hold relax, dan “tetap
dorong tangan saya!” pada latihan contract relax).
d) Stretching Exercise
Stretching Exercise atau latihan peregangan mencakup latihan
mobilisasi bahu dengan penguluran otot yang lembut dalam lingkup
gerak yang dapat ditoleransi. Pasien harus memulai latihan dengan
rentang latihan durasi pendek (1-5 detik), lingkup gerak yang relatif
harus bebas dari rasa sakit. Latihan pendulum merupakan salah satu
latihan peregangan yang dilakukan dengan gerakan bahu fleksi,
abduksi dan memutar.
16
e) Strengthening Exercise
Latihan penguatan dapat dilakukan dengan kontraksi isometrik
karena latihan ini tidak memerlukan gerakan sendi dan dapat dilakukan
tanpa adanya peningkatan rasa sakit di bahu. Latihan retraksi skapula
dengan lembut akan meregangkan otot-otot dada dan berfungsi
sebagai penguatan dasar untuk otot skapula. Rotasi eksternal bahu
isometrik juga dapat digunakan untuk fleksi atau abduksi. Latihan
penguatan tidak boleh dilakukan terlalu berat karena dapat
memperparah sinovitis kapsular dan menimbulkan rasa sakit.
17
Anamnesis umum pada kasus Frozen Shoulder meliputi :
1.4.1 Data identitas pasien
Terdiri dari identitas lengkap pada pasien yang bertujuan
untuk menghindari kesalahan pada intervensi yang diberikan,
identitas bisa dilihat dari pekerjaan atau hobi pasien yang dapat
mengembalikan kemampuan fungsionalnya. Selain itu juga bisa
melihat dari segi pendidikan pasien agar dapat memberi edukasi
yang sesuai.
a) Pengumpulan data identitas pasien
(1) Nama jelas
(2) Tempat & tanggal lahir
(3) Alamat
(4) Pendidikan terakhir
(5) Pekerjaan
(6) Hobi
(7) Diagnosis medik
Anamnesis terapis khusus meliputi :
a. Keluhan Utama (KU)
Keluhan utama yaitu mengacu pada keluhan
yang dirasakan pasien sehingga dapat menentukan
pemberian intervensi yang diberikan oleh fisioterapis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Berisi tentang penjelasan mengenai riwayat
penyakit yang dirasakan pasien yang berhubungan
dengan keluhan utama. RPS terdiri dari keluhan pertama
yang dirasakan oleh pasien, sejak kapan timbulnya
keluhan yang dirasakan hingga tindakan sekarang,
pengobatan yang pernah diberikan sebelum ke
fisioterapi, lokasi penyakit atau keluhan yaqng
18
menyertai, keterbatasan fungsional yang dialami oleh
pasien sejak sakit dam aktivitas yang tidak bisa
dilakukan sejak sakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berisi tentang penjelasan penyakit yang pernah
dirasakan sebelum penyakit yang dialami sekarang,
berguna untuk mengetahui adanya keterkaitan dengan
penyakit yang dialami sekarang.
2 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Cara datang
Fisioterapis menilai bagaimana cara datang
pasien, apakah menggunakan alat bantu seperti
wheelchair, crutches, walker, ataupun mandiri.
2) Kesadaran
a) Compos mentis adalah kesadaran penuh, sadar
sepenuhnya, pasien dapat menjawab pertanyaan
fisioterapis dengan baik.
b) Apatis adalah kesadaran yang setengah sadar, keadaan
di mana pasien merasa seperti mengantuk tetapi dapat
dibangunkan secara mudah dengan reaksi penglihatan,
pendengaran, dan perabaan masih normal.
c) Sommolen adalah kesadaran menurun, respon dari
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun masih
bisa disembuhkan dengan pemberian rangsangan ke
kulitnya.
d) Delirium adalah kesadaran menurun, peningkatan
aktivitas psikomotor yang abnormal, mudah gelisah,
19
cepat memberontak, berteriak, berhalusinasi, dan
kadang suka berkhayal.
e) Sopor adalah sudah tidqak dapat mengenali
lingkungannya, dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat tapi keadaran jadi menurun.
f) Soporkoma adalah leadaan yang tertidur lelap, dengan
reflek motoris terjadi bila dirangsang nyeri.
g) Koma adalah keadaan tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan yang diberikan.
3) Kooperatif atau tidak kooperatif
Kooperatif yaitu pasien mampu menanggapi
pertanyaan ataupun perintah dari fisioterapis dengan
jelas.
4) Nadi
Pengukuran denyut nadi merupakan hal dasar
untuk melakukan latihan fisik dengan benar dan terukur
atau mengetahui kerja jantung.
5) Frekuensi Napas
Frekuensi napas adalah jumlah seseorang dalam
bernapas per menit.
6) Status gizi
Status gizi pasien dapat dilihat dari pengukuran
berat badan dan tinggi badan pasien yang akan
menghasilkan IMT (Indeks Massa Tubuh) yang normal
atau kekurangan.
7) Suhu
Suhu pasien diperiksa dengan cara palpasi. Suhu
dinyatakan febris atau suhu normal dan afebris berartis
suhu yang tidak normal atau panas.
20
b. Pemeriksaan khusus
1) Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan cara melihat kondisi yang terdapat pada pasien
secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi dua, inspeksi
statis dan dinamis.Inspeksi statis adalah inspeksi yang
dilakukan saat pasien dalam keadaan diam atau tidak
bergerak, sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi
yang dilakukan saat pasien sedang bergerak.
Inspeksi stastis diantaranya :
a) Posture dan allignment
b) Deformitas
c) Kontur tubuh
d) Kontur jaringan lunak
e) Kesimetrisan tubuh
f) Warna dan tekstur kulit
g) Luka atau tanda cedera
h) Tanda radang
i) Ekspresi
Sedangkan inspeksi dinamis terdiri dari:
a) Pola gerak saat ambulasi dan transfer
b) Pola gaitpasien dari mulai datang sampai pulang
2) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan melakukan
perabaan atau penekanan pada bagian tubuh pasien
dengan menggunakan jari atau tangan.Pemeriksaan ini
dlakukan untuk mengetahui apakah ada oedema, baal,
21
spasme, tightness, hipotonus atau hipertonus, dan hal-hal
lain yang tidak bisa ditemukan dengan hanya
melihat.Palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil
inspeksi untuk menemukan kondisi-kondisi yang tidak
terlihat.
3) Movement
a) ROM
ROM (range of motion) atau lingkup gerak sendi
merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan
dan mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi.
Saat sendi bergerak dengan ROM penuh, semua struktur
dalam regio sendi, mulai dari ligamen, otot, tulang, dan
fasia ikut terlibat di dalamnya.Pengukuran ROM
dilakukan dengan goniometer dalam posisi anatomi
kecuali rotasi yang terjadi pada bidang gerak transversal.
b) MMT
MMT (Manual Muscle Testing) adalah suatu
bentuk pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering
digunakan.Hal ini karena penatalaksanaan, interpretasi
hasil serta validitas dan reliabilitasnya telah
teruji.Namun, tes ini tidak bisa mengukur kekuatan otot
secara individual melainkan secara kelompok otot.
4) Tes khusus
Tes khusus diperlukan untuk menegakkanan dan
melengkapi diagnose fisioterapi guna menyusun rencana
program yang tepat untuk diberikan pada pasien. Oleh
22
karena itu, test khusus yang diberikan, disesuaikan dengan
diagnose dan keluhan yang dirasakan pasien.
Tes khusus untuk pasien Frozen Shoulder
diantaranya adalah Drop arm test, Yergason test,
Supraspinatus test, dan Hawkins Kennedy Impingement
test.
a) Drop arm test
Drop arm test dilakukan dengan cara pasien
diminta mengankat bahunyasetinggi 90° dan terapis
memfiksai pergelangan tangan pasien, minta pasien
untuk menurunkan bahunya secara perlahan. Hasil
pemeriksaan negatif, karena pasien tidak merasakan
nyeri dan mampu melakukan tes secara sempurna.
b) Yergason test
Yergason Test dilakukan dengan prosedur yaitu
pasien diminta menekuk siku kirinya dan terapis
memberikan tahanan ke arah abduksi dan
ekstensi.Hasil tes negatif karena pasien tidak
merasakan nyeri pada bahu kirinya.
c) Supraspinatus test
Tes dilakukan dengan cara pasien diminta
mengabdusikan lengan kirinya pada posisi lurus
secara penuh dan lengan sedikit ke arah horizontal
adduksi sekitar 30°, lalu pasien melakukan internal
rotasi dengan posisi thumb berada di bawah. Minta
pasien untuk melalukan abduksi dan terapis melawan
ke arah berlawanan dengan arah gerakan pasien. Hasil
tes dinyatakan positif karena pasien merasa nyeri saat
23
melakukan test dan tidak mampu melakuka test
secara sempurna.
d) Hawkins Kennedy Impingement test
Tes dilakukan dengan cara pasien diminta flexi
shoulder 90° dan terapis melakukan gerakan internal
rotasi pada shoulder kiri pasien. Hasil positif pasien
merasakn nyeri dan tidak mampu melakukan
melakukan test secara sempurna.
24
b. Functional limitation yaitu keterbatasan akibat dari impairment
yang belum mempengaruhi aktivitas fisiknya.
c. Participation retriction yaitu keterbatasan dalam melakukan
interaksi dengan orang sekitar dan lingkungan atau melakukan
pekerjaan karena keterbatasan fungsional.
11) Tujuan
a. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek dibuat berdasarkan prioritas identifikasi
problematika fisioterapi dengan tujuan yang dicapai oleh pasien
setelah diberikan intervensi fisioterapi.
b. Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang dibuat berdasarkan prioritas masalah,
bukan masalah utama tetapi untuk mengembalikan aktivitas
fungsional pasien tanpa menimbulkan keluhan kembali sesuai
fungsu yang masih ada dan harus realistis.
12) Teknologi Fisioterapi
Teknologi fisioterapi berisi tentang semua terapi yang akan
diberikan kepada pasien sesuai dengan identifikasi problematika
fisioterapi. Adapun metoda yang digunakan yaitu jenis intervensi,
metoda intervensi, dosis, dan keterangan.
13) Uraian Tindakan Fisioterapi
Berisi tentang uraian tindakan yang akan dilakukan oleh
fisioterapi dan menjelaskan posisi pasien, posisi terapis, dan
tatalaksana.
14) Evaluasi
a. Evaluasi hasil terapi
25
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dalam pelaksanaan terapi yang diberikan, evaluasi
dilakukan sebelum, sesaat, dan sesudah dilakukan terapi.
S : bersifat subyektif, keluhan apa saja yang berkurang setelah
dilakukan terapi.
O : bersifat obyektif, menggambarkan hasil dari pemeriksaan
terapis.
A : hasil assesment diagnosa fisioterapi sesuai dengan hasil dari
pemeriksaan.
P : program perencanaan treatment dan teknologi Fisioterapi yang
diterapkan kepada pasien.
b. Jadwal evaluasi ke dokter
Beri informasi kapan pasien harus ke dokter kembali
setelah menuntaskan terapi.
UNDERLYING UMUM
26
Ca Mamae
Masketomi
Immobilisasi
Frozen Shoulder
Fisioterapi
Exercise Modalitas
TENS
27
BAB III
FORMULIR FISIOTERAPI
28
RPS : Pada tahun 2016, OS mengidap kanker payudara kanan dengan
hasil pemeriksaan adanya karsinoma mamma duktal invasif grade 2. Pada tahun
yang sama, OS menjalani operasi pengangkatan payudara kanan (mastektomi)
di RSCM. Setelah melakukan operasi, OS takut untuk menggerakan lengan
kanannya karena takut menimbulkan nyeri sehingga OS lebih aktif
menggerakan lengan kiri untuk membantu kegiatan fungsionalnya. Pada bulan
Februari 2019, OS masih melakukan kontrol ke dokter onkologi dan ditanya
oleh dokter apakah ada keluhan. OS menyampaikan ke dokter bahwa OS
memiliki keluhan adanya nyeri dan keterbatasan gerak pada bahu kanannya dan
terasa seperti ada yang mengganjal. Nyeri muncul ketika OS sedang memasak
dan menggendong cucu. Rasa nyeri VAS 5. Ketika ada rasa nyeri, OS
mengoleskan bagian nyeri denganhot cream. Keterbatasan gerak yang OS
rasakan adalah saat OS sulit untuk mengangkat lengan ke atas dan mengambil
barang yang berada di atas, menarik resleting dan mengancing belakang baju,
dan saat melaksanakan gerakan sholat sedekap OS sulit menempelkan samping
siku dalam kanan ke samping pinggang kanan. OS sudah menjalankan terapi
sebanyak 1 kali pada tanggal 2 April 2019 dan merasa nyeri berkurang dan lebih
nyaman melakukan aktivitas sehari-hari seperti memakai baju dan memasak.
RPD :
- Hipertensi terkontrol sejak 2016
- Hiperkolestrolemia sejak 2009
- Asam urat terkontrol sejak 2009
RPK :
Hipertensi dari ibu OS
Rpsikososial :
- OS adalah pensiunanPNS dan berkegiatan sehari-hari di rumah
29
- OS tinggal bersama suaminya di rumah
- OS menggunakan toilet duduk
- OS merupakan pasien BPJS
Dinamis
30
Pola jalan normal dengan posisi kedua shoulder cenderung
protraksi
- Palpasi
Nyeri gerak VAS 5 otot penggerak shoulder dextra
Nyeri tekan VAS 4 otot pectoralis dextra dan upper trapezius dextra
Spasme otot pectoralis dextra dan upper trapezius dextra
- Move
a. ROM : AROM flexi, endorotasi dan eksorotasi shoulder dextra
terbatas
SENDI BIDANG NILAI ROM
GERAK ROM AROM
NORMAL
Shoulder Sagital 45◦- 0◦-180◦ 45◦- 0◦-75◦
dextra Frontal 150◦-0◦-45◦ 150◦-0◦-45◦
Transversal 40◦-0◦-35◦ 35◦-0◦-25◦
Shoulder Sagital 45◦- 0◦-180◦ 45◦- 0◦-180◦
sinistra Frontal 150◦-0◦-45◦ 150◦-0◦-45◦
Transversal 40◦-0◦-35◦ 40◦-0◦-35◦
- Test khusus
Drop arm test (positif/negatif)
Yergason test (positif/negatif)
Supraspinatus test (positif/negatif)
31
Hawkins Kennedy Impingement test (positif/negatif)
2. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Impairment:
Nyeri gerak flexi, endorotasi, eksorotasi shoulder dextra
Nyeri tekan otot pectoralis dan upper trapezius dextra
Spasme otot pectoralis dan upper trapezius dextra
32
Keterbatasan AROM flexi, endorotasi, eksorotasi shoulder dextra
Functional limitation:
- OS kesulitan untuk meraih barang yang berada di atas
- OS kesulitan untuk menarik resleting dan mengancing belakang
baju
- OS kesulitan untuk melakukan gerakan sholat sedekap dengan
sempurna
Participation restriction:
- OS tidak bisa melakukan hobi memasaknya dengan maksimal
- OS tidak bisa menggendong cucu
33
2. Metode Pemberian Fisioterapi
NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN
1. Modalitas TENS F= 2 kali/minggu Mengurangi nyeri
I= 10 mA
T= 20 menit
2. Exercise Active-assisted 3 x 10 repetisi Meningkatkan AROM
stretching
exercise
34
d) Tanyakan sensasi yang dirasakan oleh pasien
e) Jika waktu selesai, lepaskan pad dari tubuh pasien
f) Evaluasi hasil terapi
b. Stretching
1) Persiapan pasien
a) Memastikan pasien dalam keadaan rileks dan nyaman
2) Prosedur
a) Terapis mencontohkan gerakan yang akan dilakukan pasien
b) Menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan yang telah
dicontohkan dan meminta pasien untuk menghitung 1-10 kali
c) Terapis mengoreksi posisi dan gerakan pasien agar tidak ada
kompensasi gerakan
d) Mengulang gerakan 3 x 10 repetisi
35
O:
Tensi : 120/84 mmHg
Nadi : 64 kali/menit
RR : 10 kali/menit
Head in midline, shoulder simetris, celah hand to body asimetri lebih
lebar di dextra, forward head, kedua shoulder cenderung protraksi
Nyeri gerak VAS 5 flexi, endorotasi, eksorotasi shoulder dextra, Nyeri
tekan VAS 4 otot pectoralis dextra dan upper trapezius dextra, Spasme
otot pectoralis dextra dan upper trapezius dextra, AROM flexi,
endorotasi, eksorotasi shoulder dextra terbatas.
P:
TENS (F= 2x/minggu, I= 10 mA, T= 20 menit)
Active-assisted exercise pada shoulder3 x 10 repetisi
Ny. N
36
Ca Mamae
Mastektomi
Immobilisasi
Frozen
Shoulder
Fisioterapi
37
UNDERLYING ICF
Post Mastektomi Dextra
38
Barrier :
Facilitation :
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pasien yang bernama Ny. N dengan kasus frozen shoulder dextra akibat operasi
mastektomi terdapat keterbatasan ROM pada gerak shoulder dextra hingga pasien
sulit untuk beribadah, tidak bisa mengangkat beban yang terlalu berat, sulit untuk
mengambil barang yang berada di tempat tinggi dan sulit untuk melakukan hobinya
dengan sempurna. Setelah dilakukan tindakan fisioterapi berupa modalitas TENS
dan latihan seperti active assisted dan stretching exercise di Poli Fisioterapi
Dewasa lantai4 Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
untuk mengurangi nyeri pada shoulder dextra, selain itu juga untuk meningkatkan
ROM pada shoulder dextra yang dilakukan selama tiga kali evaluasi yang dimulai
pada tanggal 4 April 2019, 16 April 2019, dan tanggal 18 April 2019. Pada tiga kali
evaluasi terjadi peningkatan ROM pada shoulder dextra pasien yang awal mulanya
sulit untuk melakukan gerakan fleksi, abduksi, dan endorotasi pada shoulder dextra,
pasien sudah bisa melakukan ibadah tanpa hambatan, pasien bisa berjalan tanpa ada
gerakan tambahan protaksi pada shoulder dan pasien juga sudah mulai bisa
menggunakan tangan kanannya untuk mengangkat barang walau yang ringan tanpa
ada rasa nyeri.
4.2 Saran
1. Untuk Pasien
Pasien disarankan untuk menjalankan fisioterapi dan home program
secara rutin agar tujuan dari program latihan tercapai dengan maksimal dan
pasien juga disarankan memiliki motivasi untuk sembuh tanpa ada
keraguan.
40
2. Untuk Keluarga Pasien
Keluarga pasien diharapkan membantu dalam proses penyembuhan
pasien dengan cara mengarahkan dan mengawasi saat pasien melakukan
latihan dirumah. Keluarga pasien juga diharapkan mampu memberikan
motivasi kepada pasien agar lebih giat, rutin, dan semangat dalam
menjalankan fisioterapi dan home program.
3. Untuk Fisioterapis
Fisioterapis berperan penting dalam proses penyembuhan, diantaranya
memotivasi dan mengarahkan agar pasien melakukan latihan dengan baik
dan benar sehingga tujuan latihan dapat tercapai secara maksimal.
41