Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA AKTVITAS DAN

LATIHAN PADA PASIEN UNION FEMUR SINISTRA DI RUANG TERATAI


RUMAH SAKIT dr. SOEDIRMAN KEBUMEN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh


Program Pendidikan Profesi Ners
Universitas Respati Yogyakarta

Disusun Oleh :

1. Person (19160140)
2. Stefany Putri Sahureka (19160035)
3. Nyoman Suarjani (19160126)
4. Yudha Try Wirawan (19160134)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan HidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Tn. S dengan Kebutuhan Dasar Aktivitas dan Latihan”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang sudah bekerja
sama dalam menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa tugas ini
masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaannya tugas ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat memberikan manfaat dan
wawasan lebih bagi pembaca.

Kebumen, 16 September 2019

Kelompok Teratai

ii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................................................... 4
1. Definisi ............................................................................................................................ 4
2. Etiologi ............................................................................................................................ 4
3. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 5
4. Patofisiologi .................................................................................................................... 6
5. Pathway ........................................................................................................................... 8
6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 9
7. Komplikasi ...................................................................................................................... 9
8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan .................................................................... 10
9. Basic Promoting Physiology Of Health ........................................................................ 13
a. Pengertian .................................................................................................................. 13
b. Fisiologi/Pengaturan.................................................................................................. 13
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi ............................................................................ 14
d. Nilai-nilai normal dan cara perhitungannya .............................................................. 16
e. Jenis gangguan .......................................................................................................... 18
10. Pengkajian Keperawatan ........................................................................................... 19
11. Diagnosa Keperawatan (Herdman, dkk. 2018) ......................................................... 23
12. Rencana Keperawatan ............................................................................................... 23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................................. 25
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 26
BAB V PENUTUP ................................................................................................................. 32
1. Kesimpulan ................................................................................................................... 32
2. Saran ............................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 34
LAMPIRAN ASKEP ............................................................................................................... 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Trauma atau cedera yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh, aktivitas

yang berlebihan atau mengalami trauma yang banyak banyak terjadi di era

globalisasi.Cedera yang sering terjadi adalah fraktur atau patah tulang. Fraktur

merupakan rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan cedera

jaringan lunak, kerusakan otot, reptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka

organ-organ tubuh. Fraktur terjadi jika tulang mendapat stress atau beban yang lebih

besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut.

World Health Organization (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang

meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami

kecacatan fisik. Di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu

karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Di Indonesia sendiri

tercatat Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang

(3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas. Fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5

%) dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul (Depkes 2009).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2007

didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 56% diantaranya

mengalami kecacatan fisik, 24%mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan

dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi. Menurut Riyadina, (2005) yang

melakukan penelitian tentang insiden kecelakan lalu lintas di Jakarta pada pengendara

motor menyatakan pada bulan Oktober 2005 terdapat 425 orang mengalami insiden

kecelakaan dan 132 orang diantaranya mengalami fraktur (Riyadina, 2005).

1
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian

tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di

rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta

berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga

dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan

tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik.

Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi

persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion termasuk

dalam basic promotion pfysiology of health merupakan latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot

dan tonus otot (Potter & Perry, 2010). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke

aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada

klien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin

atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.

2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep dasar Fraktur dan asuhan keperawatan pasien dengan

kebutuhan dasar Aktifitas dan Latihan.

b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Fraktur

2) Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi terkait dari Fraktur

3) Untuk mengetahuu dan memahami etiologi dari Fraktur

4) Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Fraktur

2
5) Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari Fraktur

6) Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Fraktur

7) Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari Fraktur

8) Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dari Fraktur

9) Untuk mengetahui Basic Promoting Of Health Aktivitas dan Latihan

10) Untuk mengetahui dan memahami dokumentasi keperawatan dari Fraktur

11) Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan dari pasien dengan

Fraktur dan kebutuhan dasar Aktivitas dan Latihan.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang lunak atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur

adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan

dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar

(Prince, A dan L.Wilson, 2015). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan

tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, sedangkan menurut Linda Jual C

dalam buku Nursing Care Plans and Dokumenation menyebutkan bahwa fraktur

adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan dari luar yang datang

lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Rosyidi, Kholid. 2013. Hal: 35).

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan suatu

patahan pada kontinuitas struktur tulang lunak atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh trauma dan rudapaksa.

2. Etiologi

Menurut Wijaya Saferi & Putri Mariza, (2013), penyebab fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung

Menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian

sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari

tempat terjadinya kekerasan, yang patah biasanya adalah bagian yang paling

lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

4
c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa

pemuntiran, penekukan, penekanan dan penarikan.

Menurut (Brunner & Suddart, 2014), fraktur dapat disebabkan oleh pukulan

langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot

ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan

oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi fraktur menurut (Brunner & Suddart, 2014) adalah nyeri, hilangnya

fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna.

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.

Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak

secara tidak alamiah (gerak luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas

(terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

dengan estremitas normal.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas ada dibawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5- 5 cm (1 sampai 2 inci).

d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

5
e. Pembekan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan

pendarahan yang mengikuti fraktur.

4. Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,

patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun

tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume

darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma

akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan

didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat

menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaim itu dapat mengenai tulang dan

dapat terjadi neurovaskuler neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga

mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan

lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksu terkontaminasi dengan udara luar dan

kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. (Sylvia,

2006).

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya

pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon dini

terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontriksi

progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera, respon terhadap

berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai

usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen

meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah

diastolic dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan

6
perfusi organ. Hormone-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam

sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamine, bradikinin beta-endorpin dan

sejumlah besar prostanoid dan stokinin sitokinin lain. Substansi ini berdampak besar

pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. pada syok perdarahan yang

masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous

return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik.

Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra structural pertama dari

hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitokondrial. Lisosom

pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini

jalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan

kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.

(Purwadinata, 2000). Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan

darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol

pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total

dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun

jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddart,

2014).

7
5. Pathway
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen Nyeri


tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Laserasi kulit Spasme otot Tek. Ssm tlg > tinggi dr
kapiler
Deformitas Kerusakan Putus vena/arteri Peningkatan
Gagal fungsi integritas tekanan kapiler Reaksi stress klien
kulit Perdarahan
Pelepasan
Gangguan mobilitas fisik Kehilangan Melepaskan katekolamin
histamin
volume cairan
Protein plasma
Memobilisasi asam lemak
hilang
Shock
hipovolemik Edema

Penekanan pembuluh darah

Penurunan perfusi jaringan

Gangguan
perfusi jaringan

8
6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Doengoes, 2000) pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :

a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.

b. Skan tulang, tomogram, scan CTZ / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokontraksi) atau meurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).

Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.

e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.

f. Profil Koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple,

atau cedera hati.

7. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L.Wilson, 2006) :

a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.

b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

d. Compartement syndrome adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang

berlebihan di dalam satu ruangan yang dusebabkan perdarahan massif pada suatu

tempat.

9
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenisasi. Ini biasanya terjadi pada

fraktur.

f. Fat embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. faktor

resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40

tahun, usia 70 sampai 80 fraktur 80 fraktur tahun.

g. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada individu

yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan

lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi

paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.

h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

i. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptic atau nekrosis

iskemia.

j. Refleks symphatthetik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf

simpatik abnormal syndrome ini belum banyak dimengerti.

8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Prinsip penanganan meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi

serta kekuatan normal dengan rehabilitas (Brunner dan Suddarth, 2002). Reduksi

fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup,

traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk untuk mereduksi fraktur

bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan

fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

10
manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk

mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan

spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka,

dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam

bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batanganlogam yang dapat digunakan

untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan

tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah

mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi

pembalutan , gips, bidai, traksi, kontin, pin , dan tekhnik gips. Sedangkan implant

logam digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang , dapat dilakukan

dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometric, dan

memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga

diri (Brunner & Suddarth, 2005).

Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan

kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalanya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk

mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah

fraktur.

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).

11
Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai

berikut :

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan

kesadaran, baru periksa patah tulang.

b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah

komplikasi.

c. Pemantauan neurocirculatory untuk yang dilakukan setiap jam secara

dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:

1. Merabah lokasi apakah masih hangat.

2. Observasi warna.

3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali

kapiler.

4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi

pada lokasi cidera.

5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi

nyeri.

6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan.

d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.

e. Mempertahankan kekuatan kulit.

f. Meningkatkan gizi , makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein

150-300 gr/hari.

g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan

untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada

tempatnya sampai sembuh.

12
9. Basic Promoting Physiology Of Health

a. Pengertian

Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik

maupun non fisik, merupakan suatu aktivitas (Haswita & Sulistyowati, 2017).

Latihan adalah aktivitas fisik yang digunakan untuk aktivitas tubuh, meningkatkan

kesehatan, dan menjaga kebugaran. Terkadang latihan juga merupakan tindakan

terapeutik. Program latihan seseorang tergantung pada toleransi aktivitas orang

tersebut atau jenis dan jumlah latihan yang dapat dilakukan seseorang (Potter &

Perry, 2013).

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka yang

memerlukan suatu pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi

salah satu faktor independen dalam suatu penyakit kronis yang bisa menyebabkan

kematian secara global (WHO, 2008 dalam Haswita & Sulistyowati, 2017).

Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah

dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya (Haswita & Sulistyowati, 2017).

b. Fisiologi/Pengaturan

Aktivitas dalam pergerakan memerlukan energi. Energi untuk sel-sel tubuh

manusia adalah dalam bentuk Adenosin Trifosfat (ATP) yang diperoleh dari

katabolisme glukosa dalam sel-sel tubuh. Glukosa akan dipecah menjadi gerak

dan hal ini terutama ditentukan oleh suplai oksigen. Ketika oksigen terpenuhi

maka glukosa akan melalui katabolisme aerob di sitoplasma dan mitokondria sel

13
melalui 4 proses, yaitu: glikolisis, dekarboksilasi oksidatif. Siklus krebs dan

transpor elektron dengan hasil akhir ATP, karbondioksida, dan uap air. Jika

oksigen tidak terpenuhi, maka katabolisme energi akan dilakukan secara

anaerobik dengan produk akhir ATP, asam laktat dan NADH. Namun produksi

ATP dari metabolisme anaerobik jauh lebih sedikit dibanding metabolisme

aerobik, yaitu 36 ATP berbanding 12 ATP karena oksigen sangat penting bagi

konservasi energi tubuh, maka aktivitas dan latihan pada manusia terkait dengan

kerja sistem kardiovaskular, respirasi, hematologi untuk penyediaan oksigen dan

pembuangan karbon dioksida dan uap air (Ganong, 2006).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Sejumlah faktor mewmpengaruhi kesejajaran tubuh individu, mobilisasi dan

tingkat aktivitas sehari –hari, faktor ini mencakup:

1) Tumbuh kembang

Usia dan perkembangan sistem muskuloskeletal dan saraf seseorang

mempengaruhi postur tubuh dan refleks.\

2) Kesehatan fisik

Mobilitas dan toleransi aktivitas dipengaruhi oleh setiap gangguan yang

mengganggu kemampuan sistem syaraf, sistem muskuloskeletal, sistem

kardiovaskular, sistem pernafasan.

3) Kesehatan jiwa

Gangguan mental seperti depresi atau stres menahun dapat mempengaruhi

keinginan seseorang untuk bergerak. Seseorang yang mengalami depresi tidak

memiliki antusiasme untuk melakukan aktivitas apapun dan bahkan dapat

kekurangan energi untuk melakukan praktek hygene sehari-hari. Sebaliknya

14
sebaliknya orang yang bekerja dan percaya diri biasanya berdiri dengan tegak.

Stres menahun dapat menghilangkan cadangan energi tubuh sampai ke titik

letih sehingga menghambat keinginan untuk melakukan aktivitas.

4) Nutrisi

Kurang nutrisi dan nutrisi berlebih dapat mempengaruhi kesejajaran tubuh dan

mobilitas tubuh. Orang dengan gizi buruk dapat mengalami kelemahan otor

dan keletihan. Deffisiensi vitamin D mennyebabkan deformitas tulang selama

pertumbuhan. Asupan kalsium yang tidak memadai meningkatkan resiko

osteoporosis. Kegemukan dapat mengganggu pergerakan dan memberi

dampak besar pada pasien dan keseimbangan.

5) Nilai dan sikap pribadi

Dalam keluarga yang melakukan latihan teratur dalam keseharian mereka atau

meluangkkan waktu bersama-sama melakukan suatu aktivitas, anak-anak

belajar untuk menghargai aktivitas fisik. Disisi lain keluarga yang hidupnya

tidak banyak bergerak berpartisipasi dalam olahraga, seringkali diterapkan

pada anak-anak mereka. Nilai penampilan fisik juga mempengaruhi partisipasi

beberapa orang dalam latihan teratur.

6) Faktor eksternal

Banyak faktor eksternal mempengaruhi mobilitas seseorang. Suhu yang sangat

tinggi dan kelembapan yang tinggi menghambat aktivitas, sementara suhu dan

kelembapan yang nyaman mendukung aktivitas. Ketersediaan fasilitas juga

mempengaruhi aktivitas , misalnya tidak memiliki uang dapat mempengaruhi

aktivitas seseorang untuk bergabung di klub latihan (Kozier, 2016).

15
d. Nilai-nilai normal dan cara perhitungannya

1) Kemampuan ambulasi dan ADL

Aspek Kriteria
Makan/minum 0 : tidak mampu
1 : butuh bantuan
2 : mandiri
Mandi 0 : tergantung orang lain
1 : mandiri dalam perawatan muka, rambut,
gigi dan bercukur
Berpakaian/berdandan 0 : tergantung orang lain
1 : sebagian dibantu
2 : mandiri
BAK 0 : inkontinensia/pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 : kadang inkontinensia (sekali seminggu)
2 : kontinensia teratur (lebiih dari 7 hari)
BAB 0 : inkontinensia (tidak teratur)
1 : kadang inkontinensia (sekali seminggu)
2 : kontinensia teratur
Penggunaan toilet 0 : tergantung bantuan orang lain
1 : membutuhkan bantuan tetapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 : mandiri
Berpindah 0 : tidak mampu
1 : butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 : bantuan kecil (1 orang)
3 : Mandiri
Berjalan/mobilisasi 0 : imobile (tidak mampu)
1 : menggunakan kursi roda
2 : berjalan dengan bantuan satu orang
3 : mandiri (meskipun menggunakan alat)
Naik turun tangga 0 : tidak mampu

16
1 : membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 : Mandiri

Interpretasi Hasil Nilai


Ketergantungan total 0-4
Ketergantungan berat 5-8
Ketergantungan sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20

2) Rentang gerak (ROM) (Potter & Perry, 2013)

Bagian Tipe Gerakan Rentang


Tubuh (Derajat)
Leher, Fleksi : Menggerakkan dagu menempel ke 45
spina, dada
servikal Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi 45
tegak
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang 10
sejauh mungkin
Bahu Fleksi : menaikkan lengan dari posisi ke 180
samping tubuh ke depan ke posisi diatas kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di 180
samping tubuh
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping 180
diatas kepala dengan telapak tangan jauh dari
kepala
Siku Fleksi : menekuk siku ssehingga lengan berada 150
bergerak ke depan sendi bahu dan tangan
sejajar bahu
Ekstensi : meluruskan siku dengan 150
menurunkan tangan

17
Pergelangan Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah
Abduksi : menekuk pergelangan tangan miring Sampai 30
(mediasi) ke ibu jari
Abduksi : menekuk pergelangan tangan miring 30-50
(mediasi) ke arah lima jari
Jari-jari Fleksi : membuat genggaman 90
tangan Ekstensi : meluruskan jari-jari tangan 90
Abduksi : merenggangkan jari-jari tangan yang 30
satu dengan yang lain
Kaki Inversi : memutar telapak kaki ke samping
dalam (medial)
Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar
(lateral)

e. Jenis gangguan

Menurut Hidayat (2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari

penyebab gangguan yang terjadi. Tiga faktor yang menyebabkan gangguan

aktivitas antara lain:

1) Kerusakan otot

Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam

yang merusak kontuniutas otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan

lainnya.

2) Gangguan pada skelet

Penyakit yang mengganggu bentuk ukuran maupun fungsi dari sistem rangka

diantaranya adalah fraktur, radang sendi, dan kekakuan sendi.

3) Gangguan pada sistem persyarafan

18
Syaraf berperan dalam menyampaikan impuls dari otot. Impuls merupakan

perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jika syaraf terganggu

maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari organ target, dengan

tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan mobilisasi.

10. Pengkajian Keperawatan

Menurut Lewis (2014)

a. Pengkajian primer berfokus pada status pengkajian jantung, respirasi dan

syaraf. Jika kondisi pasien stabil, maka riwayat perawatan terdahulu diambil

diperoleh dengan: (1) mendeskripsikan penyakit saat ini dengan

memperhatikan gejala awal, terutama gejala onset dan durasi dari serangan

stroke, sifat stroke ( berselang/ intermitten atau berlanjut ) dan berubah-ubah;

(2) riwayat gejala serupa yang pernah dialami; (3) pengobatan sebelemunya;

(4) riwayat faktor risiko dan penyakit lainnya seperti hipertensi ; dan (5)

riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke dan penyakit kardiovaskuler.

Informasi ini dapat diperolehmelalui wawancara kepada pasien, anggota

keluarga, orang lain yang berhubungan dengan pasien atau orang yang

merawat pasien.

b. Pengkajian sekunder termasuk didalamnya adalah pemeriksaan neurologis

pasien. Pemeriksaan yang dimaskud adalah (1) tingkat kesadaran pasien,

termasuk pengkajian menggunakan skala stroke National Institute of Health

(NIH) ; (2) kognitif pasien ; (3) kemampuan motorik; (4) fungsi syaraf kranial;

(5) sensasi ; (6) persepsi rangsangan ; (7) fungsi otak kecil/ cerebelum; dan (8)

refleks tendon.

c. Data subjektif

19
1) Informasi penting tentang riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan terdahulu : hipertensi; stroke sebelumnya; TIA,

anurisme, penyakit jantung ( seperti infark miokard akut), disritmia,

gagal jantung, penyakit katup jantung, infeksi endokarditis,

hiperlipidemia, polisitemia, diabetes, penyakit sendi; cedera kepala

terdahulu, riwayat keluarga hipertensi, diabetes, stroke, atau penyakit

arteri koroner

b) Pengobatan : kontrasepsi oral; penggunaan dan kepatuhan terhadap

terapiantihipertensi dan antikoagulan; penggunaan obat-obatan

terlarang dan penggunaan narkoba.

2) Pola fungsional kesehatan

a) Persepsi kesehatan – managemen kesehatan : riwayat keluarga

yang positif mengalami stroke, konsumsi alkohol berlebih,

merokok, dan penggunaan narkoba

b) Nutrisi – metabolik: anoreksia, mual, muntah, disfagia, gangguan

indera perasa dan peraba serta penciuman

c) Eliminasi : perubahan pola BAB dan BAK

d) Aktivitas dan latihan : hilangnnya koordinasi gerakan dan sensasi;

syncope; kelemahan pda salah satu sisi; kelemahan pada seluruh

tubuh atau general; mudah lelah

e) Persepsi kognitif : mati rasa, kesemutan pada salah satu sisi tubuh;

hilang ingatan; gangguan berbicara, bahsa, kemampuan

menyelesaiakan masalah; nyeri; sakit kepala; kemungkinan

terjadinya perdarahan tiba-tiba dan berat; gangguan penglihatan;

penolakan terhadap penyakit

20
d. Data objektif

1) Umum

Emosi labil, letargi atau lemas, apatis atau agresif, demam

2) Pernafasan

Hilangnya refleks batuk,pernafasan tidak beraturan atau teratur, takipnea,

suara ronchi (aspirasi), sumbatan jalan napas ( lidah jauh), apnea/ henti

nafas, batuk saat sedang makan atau batuk yang tertunda.

3) Kardiovaskular

Hipertensi, takikardi, suara bruit pada karotis

4) Pencernaan /Gastrointestinal

Hilangnya refleks muntah, inkontinensia alvi, penurunan atau hilangnya

suara usus, konstipasi.

5) Perkemihan

Frekuensi , kebelet/urgensi, inkontinensia

6) Neurologic

Gangguan motorik kontralateral ( berlawanan arah), seperti kelemahan,

paresis, paralisis, anastesi; pupil tidak setara, genggaman tangan; akinesia

(kemampuan menggerakan otot-otot), afasia ( ekspresif, reseptif, global),

disartria (cadel), agnosias, apraxia (tidak mampu menggerakan), daya

penglihatan berkurang, gangguan persepsi atau spasial, penurunan tingkat

kesadaran ( ngantuk hingga coma) dan adanya tanda balbinski, penurunan

diikuti peningkatan refleks tenson, amnesia, ataxia, perubahan kepribadian,

kekakuan nuchal, dan kejang-kejang

7) Kemungkinan temuan pemeriksaan diagnostik/ Possible Diagnostic

Findings

21
Positif temuan CT, CTA, MRI, MRA, atau pencitraan neuro lainnya yang

menunjukkan ukuran, lokasi, dan jenis lesi; positif dopler ultrasonografi

dan angiografi yang mengindikasikan stenosis.

Menurut Hidayat (2014), pengkajian yang penting dalam gangguan aktivitas sebagai

berikut:

a. Biodata pasien

b. Riwayat kesehatan termasuk pola istirahat tidur, pola aktivitas latihan. Pola

aktivitas latihan dapat dinilai dengan tabel berikut:

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan dan minum

Mandi

Eliminasi (BAK dan BAB)

Berpakaian

Mobilisasi di tempat tidur

Pindah

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Alat bantu

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang lain dan alat

4 : Tergantung total

c. Riwayat penyakit sekarang

1) Waktu terjadinya sakit

22
2) Bagaimana sakit itu terjadi dan kapan mulai sakit

3) Upaya yang telah dilakukan: selama sakit berobat kemana dan obat yang

dikonsumsi apa saja

d. Riwayat kesehatan terdahulu

1) Penyakit yang pernah dialami

2) Alergi

3) Kebiasaan obat-obatan: lama dan masanya

e. Pemeriksaan fisik (Head to toe)

11. Diagnosa Keperawatan (Herdman, dkk. 2018)

1) Hambatan mobilitas ditempat tidur b.d kekuatan otot tidak memadai di tandai

dengan hambatan kemampuan bergerak untuk reposisi dirinya sendiri di tempat

tidur, hambatan kemampuan untuk miring ke kanan dan kiri.

2) Intoleransi aktivitas b.d imobilitas ditandai dengan kelemahan umum

3) Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, eliminasi

12. Rencana Keperawatan

No. NOC (Mcorhead, 2013) NIC (Delavne & Ladner, 2014)


Dx
1 a. Posisi tubuh : Berinisiatif sendiri a. Perawatan tirah baring
b. Koordinasi pergerakan, dengan b. Terapi latihan: pergerakan sendi
kriteria hasil: 1) Posisikan sesuai body
1) Kontraksi kekuatan otot aligment yang tepat
2) Kontrol gerakan 2) Tempatkan matras/kasur
3) Keseimbangan gerakan terapeutik dengan cara yang
4) Gerakan ke arah yang tepat
diinginkan 3) Balikkan (pasien) sesuai

23
dengan kondisi
4) Balikkan pasien yang tidak
dapat mobilisasi paling tidak
setiap 2 jam, sesuai dengan
jadwal yang spesifik
5) Ajarkan latihan ditempat tidur,
dengan cara yang tepat
6) Aplikasikan aktivitas sehari-
hari.
2 Toleransi terhadap aktivitas, dengan Terapi aktivitas
kriteria hasil: 1) Bantu klien untuk
1) Kemudahan dalam mengekplorasi tujuan personal
melakukan aktivitas hidup dari aktivitas-aktivitas yang
harian biasa dilakukan
2) Pertimbangkkan kemampuan
klien dalam berpartisipasi
melalui aktivitas spesifik
3) Berkolaborasi dengan ahli
terapi fisik okupasi dan terapi
rekreasional
3 Defisit perawatan diri: Berpakain, a. Berpakaian
mandi, makan. b. Bantuan perawatan diri: eliminasi
c. Bantuan perawatan diri:
pemberian makan

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:

Pasien atas nama Tn. S, usia 50 tahun dirawat di bangsal Teratau RSUD Dr. Soedirman

Kebumen dengan keluhan mengalami patah tulang 5 tahun yang lalu akibat terjatuh. Setelah

itu dilakukan pemasangan pen dalam 2 tahun yang lalu, tetapi terjadi infeksi sehingga harus

dilepas dan di pasang pen luar. Selama terpasang pen, pasien mengatakan terhambat dalam

melakukan aktivitas. Pasien diantar istrinya karena sudah waktunya untuk melepas pen. Dari

hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 167/95 mmHg, Nadi: 65 x/mnt, Respirasi : Frekuensi

: 21 x/mnt dan Suhu : 36,7 oC. Pasien mengatakan masih mampu menggerakan bagian

bawah yaitu kaki kanan saja sedangkan pada kaki kiri bisa menggerakan hanya saja tidak

bisa mengangkat kaki kiri sendiri, dengan kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra yaitu 3.

Pasien direncakan akan melakukan operasi pelepasan OREF.

Asuhan Keperawatan : Terlampir

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak

disekitar (Prince, A dan L.Wilson, 2015). Penatalaksanaan medis yang biasa dilakukan pada

pasien fraktur adalah pemasangan alat fiksasi interna maupun eksterna. Alat fiksasi internal

biasanya dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam yang dapat

digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan

tulang solid terjadi. fiksasi interna dan fiksasi eksterna (Brunner & Suddarth, 2005). Hal ini

mengakibatkan seseorang yang mengalami fraktur dengan penggunaan alat fiksasi interna

maupun eksterna dapat mengalami gangguan pada pola aktivitas dan latihan. Hal tersebut

sesuai dengan pasien yang diangkat oleh kelompok dengan diagnosa medis fraktur femur

sinistra, terpasang OREF (open reduction external fixation). Pasien mengalami hambatan

dalam melakukan aktivitas dan latihan karena terpasangnya fiksasi eksternal akibat fraktur

yang dialami pasien. Aktivitas merupakan segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-

kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik (Haswita & Sulistyowati, 2017).

1. Pengkajian

Menurut Lewis (2014), pengkajian aktivitas dan latihan biasanya ditandai dengan

hilangnnya koordinasi gerakan dan sensasi; syncope; kelemahan pda salah satu sisi;

kelemahan pada seluruh tubuh atau general; mudah lelah. Hal tersebut sesuai dengan

hasil pengkajian pada pasien kelompok, dimana pasien mengalami kelemahan pada

ekstermitas bawah sinistra, dengan nilai kekuatan otot yaitu 3.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Herdman, dkk. 2018), diagnosa keperawatan yang dapat muncul dengan

gangguan aktivitas dan latihan yaitu:

26
1) Hambatan mobilitas ditempat tidur b.d kekuatan otot tidak memadai di tandai

dengan hambatan kemampuan bergerak untuk reposisi dirinya sendiri di tempat

tidur, hambatan kemampuan untuk miring ke kanan dan kiri.

2) Intoleransi aktivitas b.d imobilitas ditandai dengan kelemahan umum

3) Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, eliminasi

Berdasarkan kasus, kelompok mengangkat diagnosa keperawatan: (NANDA, 2018-

2020)

a. Hambatan mobilitas fisik (00085) b.d penurunan kekuatan otot ditandai dengan

gangguan sikap berjalan.

b. Nyeri akut (00132) b.d agen cedera fisik ditandai dengan keluhan tentang

intensitas menggunakan standar skala nyeri.

c. Risiko jatuh (00155) b.d penurunan kekuatan ekstermitas bawah

Kelompok tidak mengangkat diagnosa intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri.

Berdasarkan NANDA (2018-2020), intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi

psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas

kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan yang berhubungan

dengan ketidakseimbangan antara suplasi dan kebutuhan oksigen dan ditandai dengan

perubahan fisiologis (tekanan darah, frekuensi jantu, respirasi), sedangkan pasien

kelompok tidak mengalami perubahan fisiologis dan ketidakseimbangan suplasi

oksigen. Gangguan aktivitas yang dialami pasien adalah akibat dari penurunan

kekuatan otot yang dialami pasien karena fraktur dan terpasang fiksasi eksternal.

3. Rencana Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan yang dapat dilakukan

adalah:

27
No. NOC (Mcorhead, 2013) NIC (Delavne & Ladner, 2014)
Dx
1 c. Posisi tubuh : Berinisiatif sendiri c. Perawatan tirah baring
d. Koordinasi pergerakan, dengan kriteria d. Terapi latihan: pergerakan sendi
hasil: 7) Posisikan sesuai body aligment yang tepat
5) Kontraksi kekuatan otot 8) Tempatkan matras/kasur terapeutik dengan cara yang tepat
6) Kontrol gerakan 9) Balikkan (pasien) sesuai dengan kondisi
7) Keseimbangan gerakan 10) Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak setiap 2 jam,
8) Gerakan ke arah yang diinginkan sesuai dengan jadwal yang spesifik
11) Ajarkan latihan ditempat tidur, dengan cara yang tepat
12) Aplikasikan aktivitas sehari-hari.
2 Toleransi terhadap aktivitas, dengan kriteria Terapi aktivitas
hasil: 4) Bantu klien untuk mengekplorasi tujuan personal dari aktivitas-
2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas yang biasa dilakukan
aktivitas hidup harian 5) Pertimbangkkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui
aktivitas spesifik
6) Berkolaborasi dengan ahli terapi fisik okupasi dan terapi rekreasional
3 Defisit perawatan diri: Berpakain, mandi, d. Berpakaian
makan. e. Bantuan perawatan diri: eliminasi
f. Bantuan perawatan diri: pemberian makan

28
Berdasarkan kasus dengan diagnosa keperawatan yang diangkat, rencana keperawatan yang dilakukan adalah:

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan

1 Hambatan NOC : Toleransi terhadap aktivitas (0005) NIC : Terapi Latihan: Mobilitas sendi (0224)
mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 1. Tentukan batasan pergerakan sendi
(00085) b.d 24 jam, diharapkan toleransi terhadap aktivitas 2. Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat
penurunan meningkat dari level 3 (cukup terganggu) ke level 4 dan tujuan melakukan latihan sendi
kekuatan otot (sedikit terganggu) dengan kriteria hasil : 3. Dukung latihan ROM aktif
ditandai dengan 1. Kekuatan tubuh bagian bawah 4. Lakukan latihan ROM pasif atau ROM
gangguan sikap 2. Kemudahan dalam melakukan Aktivitas dengan bantuan
berjalan.

2 Nyeri akut (00132) NOC : Tingkat Nyeri (2102) NIC : Manajemen Nyeri (1400)
b.d agen cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi
fisik ditandai 24 jam, diharapkan tingkat nyeri (2102) pasien lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan keluhan meningkat dari level 4 (ringan) ke 5 (tidak ada) atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
tentang intensitas dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (teknik nafas
menggunakan 1. Nyeri yang dilaporkan (ringan ke tidak ada) dalam)
standar skala nyeri. 2. Ekspresi wajah nyeri (ringan ke tidak ada)

29
3 Risiko jatuh NOC : Kejadian jatuh (1912) NIC : Pencegahan Jatuh (6490)
(00155) b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien yang
penurunan 24 jam, diharapkan kejadian jatuh (1912) pasien mungkin meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan tertentu.
kekuatan dipertahankan dilevel 5 (tidak ada) dengan kriteria 2. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan),keseimbangan dan
ekstermitas bawah hasil : tingkat kelelahan dengan ambulasi.
1. Jatuh saat berdiri (tidak ada) 3. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi
2. Jatuh saat berjalan (tidak ada) pasien.
3. Jatuh saat duduk (tidak ada) 4. Berikan penanda untuk memberikan peringatan pada staff
4. Jatuh dari tempat tidur (tidak ada) bahwa pasien berisiko jatuh
5. Jatuh saat ke kamar mandi (tidak ada) 5. Berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk
meminimalkan efek samping pengobatan yang berkontribusi
pada kejadian jatuh

30
4. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, hasil evaluasi hari kedua

adalah semua tujuan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan tercapai.

a. Hambatan mobilitas fisik, tujuan tercapai. Pasien dapat melakukan ROM aktif dan

mengalami peningkatan kekuatan otot ekstermitas bawah sinistra.

b. Nyeri akut, tujuan belum tercapai. Pasien mengatakan kakinya masih nyeri karena

bekas operasi, ada di skala 2. Intervensi dilanjutkan dirumah yaitu pemberian

analgesik.

c. Resiko jatuh, tujuan tercapai. Pasien tidak pernah terjatuh selama dirawat di bangsal.

31
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang lunak atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur

adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan

dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar

(Prince, A dan L.Wilson, 2015). Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan” (Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan

yang terjadi baik fisik maupun non fisik, merupakan suatu aktivitas (Haswita &

Sulistyowati, 2017). Latihan adalah aktivitas fisik yang digunakan untuk aktivitas

tubuh, meningkatkan kesehatan, dan menjaga kebugaran. Tanda dan gejala yang biasa

muncul pada pasien fraktur adalah Nyeri terus-menerus, Deformitas terlihat maupun

teraba, ada pembengkakan dan ada perubahan warna lokal pada kulit.

Pada Tn.S 50 Tahun, dengan kebutuhan dasar Aktivitas dan Latihan didapatkan 3

diagnosa dengan urutan prioritas:

1. Hambatan mobilitas fisik (00085) b.d penurunan kekuatan otot ditandai dengan

gangguan sikap berjalan.

2. Nyeri akut (00132) b.d agen cedera fisik ditandai dengan keluhan tentang

intensitas menggunakan standar skala nnyeri.

3. Risiko jatuh (00155) b.d penurunan kekuatan ekstermitas bawah

2. Saran

a. Bagi perawat

Diharapkan bagi perawat agar meningkatkan keterampilan dalam memberikan

praktik asukan keperawatan, serta pengetahuannya khususnya tentang kebutuhan

32
Aktifitas dan Latihan pada pasien Fraktur sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan yang maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun

keluarganya.

b. Bagi mahasiswa

Diharapkan bagi mahasiswa dengan adanya makalah ini dapat membantu

dalam pembuatan asuhan keperawatan dan bisa menambah referensi yang ada.

33
DAFTAR PUSTAKA

Perry & Potter. (2010). Buku Ajaran Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. (2014). Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta. EGC.

Herdiman. dkk. (2018-2010). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.


Jakarta.EGC

Delavne & Ladner, D. (2014). Nursing Intervension Classification : Edisi Bahasa Indonesia.
USA: Elsevier.

Mcorhead, dkk. (2013). Nursing Outcome Clasification : Edisi Bahasa Indonesia. USA:
Elsevier.

Wijaya Saferi, A., & Putri Mariza, Y. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah.
Bengkulu: Nurmed.

Prince & Wilson. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A, Perry, Anne Griffin, Stockert, Patricia A. & Hall, Amy M. (2013).
Fundamental of nursing 8th edition. St. Louis, Missouri: ELSEVIER.

Lewis, Sharon L et al. (2014).Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of


Clinical Problem 9th Edition. St. Louis, Missouri: ELSEVIER.

Haswita & Sulistyawati. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: TIM

34
LAMPIRAN ASKEP

35

Anda mungkin juga menyukai