Oleh:
KELOMPOK 2
1. CHANDRA IRAWAN
2. EVA YULISTINA
3. FAULINA HARTATI
4. MASREUR
5. SUKMAWATI
2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kelolaan asuhan keperawatan kasus kelompok ini.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan.................................................................................... 4
D. Sistematika Penulisan............................................................................... 5
A. Definisi Fraktur........................................................................................ 6
B. Etiologi..................................................................................................... 7
D. Manifestasi Klinis..................................................................................... 9
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................ 9
F. Koplikasi................................................................................................... 10
G. Penatalaksanaan........................................................................................ 11
A. Pengkajian................................................................................................ 25
B. Analisa Data.............................................................................................. 45
C. Rencana Tindakan.................................................................................... 48
iii
D. Implementasi............................................................................................ 50
E. Evaluasi..................................................................................................... 57
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian................................................................................................ 61
B. Diagnosa................................................................................................... 61
C. Rencana Tindakan.................................................................................... 63
D. Implementasi............................................................................................ 63
E. Evaluasi..................................................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 64
B. Saran......................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini membawa dampak positif dan negatif
bagi kehidupan. Salah satu dampak negatifnya ialah sering terjadi berbagai
kecelakaan. Kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja
merupakan contoh kejadian yang dapat menyebabkan fraktur. Pasien yang
mengalami fraktur diperlukan penanganan yang kompeten yaitu tidak
hanya mengandalkan pengetahuan atau teknologi saja melainkan harus
ditangani oleh kombinasi pengetahuan dan juga teknologi.(Anugerah,
Purwandari, and Hakam 2017)
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retak jaringan
yang disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis trauma.
Sehingga mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu
ancaman potensial pada integritas. Rusaknya integritas tulang
menyebabkan nyeri, trauma, kaku sendi, dan gangguan muskuloskeletal
(Nanda International, 2015). Salah satu penyebab fraktur adalah ruda
peksa pada suatu jaringan yang menyebabkan kontinuitas jaringan menjadi
terputus (Komar, Munawaroh, and Isro’in 2020)
Kejadian fraktur di dunia meningkat setiap tahunnya, terbukti oleh
badan kesehatan dunia (WHO) tercatat 13 juta orang mengalami
kecelakaan pada tahun 2012. Dengan 2,7% terjadi fraktur. Pada tahun
2013 dengan presentase 4,2%. Pada tahun 2014 kejadian fraktur
meningkat menjadi 21 juta sehingga menjadi 7,5%.). Sedangkan pada
tahun 2016 terdapat 8 juta orang meninggal akibat mengalami fraktur
femur. Menurut (DepKes RI), bahwa hampir delapan juta orang
mengalami fraktur yang berbeda. Pada tahun 2011 fraktur dengan
prevalensi yang paling tinggi adalah fraktur ekstremitas bawah 46,2%.
Kasus fraktur pada ekstremitas bawah dengan jumlah 45.987 yang
diakibatkan oleh kecelakaan(Komar, Munawaroh, and Isro’in 2020).
1
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 orang menderita fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi di Asia
Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia,
yang di dalamnya termasuk Indonesia. Berdasarkan data riset kesehatan
dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI
(2013) (Kemenkes RI,2013) Kasus fraktur di Indonesia yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu
lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%) dari 14.127
trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(1,7%). Sedangkan data yang didapatkan dari RS Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso menunjukan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien fraktur
di bulan Januari 2018 - Desember 2018 sejumlah 399 pasien dan bulan
Januari 2019 – Oktober 2019 pasien fraktur ekstermitas bawah sudah
menunjukan angka kejadian hingga 390 kasus.(Oktaviani.J 2018).
Sementara Menurut Riskesdas (2018) dari sekian banyak
kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstermitas bawah akibat
kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya
yaitu sekitar 67, 9%.
Fraktur disebabkan oleh trauma tunggal yang diberikan dengan
kekuatan yang berlebihan dan secara tiba tiba seperti benturan, plintiran,
dan penarikan. Selain itu trauma tunggal juga menyebabkan jaringan lunak
menjadi rusak (Zairi dkk, 2012). Untuk mengembalikan gerakan,
pencegahan disabilitas dan pengurangan nyeri karena adanya rusaknya
kontinuitas jaringan maka dilakukan penanganan pada daerah fraktur. Ada
tiga cara dalam melakukan penanganan fraktur yaitu reduksi, imobilisasi,
dan rehabilitasi.(Komar, Munawaroh, and Isro’in 2020)
Imobilisasi merupakan salah satu upaya dalam menangani fraktur
dengan menahan kontinuitas yang terjadi patahan atau retakan.
2
Pembedahan merupakan hal yang terakhir jika pada penangan sebelumnya
belum bisa mengembalikan posisi tulang dengan membuka pada bagian
yang ditangani.(Komar, Munawaroh, and Isro’in 2020)
Penatalaksanaan utama yang sering dilaksanakan pada kasus
fraktur untuk memulihkan fungsi normal adalah tindakan pemasangan
Open Reduction Internal fixatie (ORIF). ORIF adalah sebuah prosedur
bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk
mengatur tulang kembali pada posisi anatominya.Fiksasi internal mengacu
pada fiksasi Plate and Screw untuk memfasilitasi penyembuhan.(Wantoro,
Muniroh, and Kusuma 2020)
Permasalahan yang timbul dari tindakan ORIF berkaitan dengan
nyeri, gangguan perfusi jaringan, gangguan mobilitas fisik, dan gangguan
konsep diri.Penatalaksanaan fraktur tersebut dapat mengakibatkan masalah
atau komplikasi seperti baal, nyeri, kekakuan otot, bengkak atau edema,
keterbatasan lingkup gerak, penurunan kekuatan otot, penurunan aktivitas
fungsional serta pucat pada anggota gerak yang di operasi.Masalah
tersebut dapat dicegah dengan ambulasi dini pasca pembedahan (Wantoro,
Muniroh, and Kusuma 2020)
Berdasarkan uraian data di atas, maka kelompok tertarik untuk
melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Ny. R dengan Pre
dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Ny. R
dengan Pre dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima
Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser?
3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada Ny. R
dengan Pre dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang
Panglima Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. R dengan Pre dan
post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada Ny. R dengan Pre dan
post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
3. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada Ny. R dengan Pre
dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima
Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. R dengan Pre dan
post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. R dengan Pre dan post
ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
6. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada Ny. R dengan
Pre dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima
Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dalam ilmu Keperawatan mengenai peran
perawat dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Pre dan post ORIF dengan riwayat post OREF di ruang
Panglima Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
4
2. Manfaat Prakitis
a. Bagi Rumah Sakit
Menjadi informasi tambahan terutama bagi perawat dalam
meningkatkan mutu asuhan keperawatan klien dengan Pre dan post
ORIF dengan riwayat post OREF di ruang Panglima Sentik
RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
b. Institusi Pendidikan
Menjadi referensi tambahan bagi mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan
klien dengan Pre dan post ORIF dengan riwayat post OREF di
ruang Panglima Sentik RSUD.Panglima Sebaya Tana Paser
E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
sistematika penulisan.
Bab II : Berisi tinjauan pustaka yang terdiri dari konsep dasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur
5
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer 2000). Fraktur adalah
rupturnya kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai
subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan
tekanan yang berlebihan (Ningsih 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya (Ningsih 2012). Fraktur tulang adalah patah pada tulang.
Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara
lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur compound (Corwin 2009).
Fraktur dibedakan menjadi menurut (Sjamsuhidajat and Jong 2010)
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh
fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat
telah tembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia
luar. Karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat,
yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm,
kerusakan jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana,
komunikatif ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang,
kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf
dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm.
B. Etiologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
6
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
7
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. faktor
yang mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya
tekanan dan daya tahan tulang seperti kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathway
Fraktur tertutup
8
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana
saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot.
9
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Brunner and Suddarth 2005) dibagi menjadi
2 yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat
besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan
fraktur pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
dan katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam
aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit
membentuk emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini
disebabkan oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus
otot terlalu ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi
kompartemen karena perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan
koagulopati intravaskular.
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
10
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan
tidak terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan
distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga
dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan
mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti
dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium
dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang
namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator
terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari
pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik disekitar alat.
G. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin 2012) penatalaksanaan fraktur yaitu :
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
tongkat apada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau macam-macam bidai dari plastik atau metal.
11
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
ekterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan
ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang
yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan
fiksasi internal. Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan dengan memasukkan paku, skrup atau pen kedalam
tempat fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara
bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur
pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat
menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (aklirik
gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
3. Fisiologi Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang.
Ada lima stadium penyembuhan tulang menurut (Black, J.M 1995), yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
12
Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi
oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
( anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
13
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya
lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
14
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
15
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi,
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan,
dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau
tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan
nafas, distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas,
muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan
dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban
kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil
dan responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam. Gambaran umum perlu
16
menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan
penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai
kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak
ada sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung dan tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
17
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada
defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada
kesulitan BAB.
18
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi, cedera otot, cedera medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, keengganan memulai pergerakan, terapi restriktif
(imobilisasi).
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular
dan penurunan kekuatan otot.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasive dan kerusakan kulit.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan,
trauma, imobilisasi.
3. Perencanaan Keperawatan
a. SDKI : Nyeri Akut (D. 0077) b/d agen pencedera fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi.
SLKI : Tingkat nyeri menurun ( L. 08066)
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Frekuensi nadi menurun
5) Tekanan darah menurun
SIKI : Manajemen nyeri ( I. 08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
19
Terapeutik
4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (hypnosis,
terapi pijat, terapi music, aromaterapi
5) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (suhu, pencahayaan,
kebisingan)
6) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7) Jelaskan strategi meredakan nyeri
8) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
9) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
10) Kolaborasi pemberian analgetik
b. SDKI : Risiko Infeksi ( D.0142) b/d efek prosedur invasive, tidak
adekuatnya pertahanan primer, perubahan sirkulasi dan kerusakan
kulit.
SLKI : Tingkat infeksi menurun (L . 14137)
Kriteria hasil :
1) Demam menurun
2) Bengkak menurun
3) Kemerahan menurun
4) Nyeri menurun
5) Kadar sel darah putih membaik
SIKI : Pencegahan infeksi ( I. 14539)
Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptik
20
Edukasi
5) Ajarkan tanda dan gejala infeksi
6) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
8) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
9) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic, jika perlu
c. SDKI : Gangguan Mobilitas Fisik ( D. 0054 ) b/d nyeri, gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai
pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi).
SLKI : Mobilitas fisik meningkat ( L. 05042)
KH :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) Nyeri menurun
3) Kecemasan menurun
4) Gerakan terbatas menurun
SIKI : Dukungan mobilisasi ( I. 05173)
Observasi
1) Identifikasi adanya keluhan nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
4) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu( pagar tempat tidur
)
5) Libatkan keluargauntuk membantu pasien
Edukasi
6) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
7) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
8) Ajarkan mobilisasi sederhana ( duduk ditempat tidur, duduk disisi
tempat tidur)
21
d. SDKI : Ansietas ( D. 0080) b/d Krisis situasional,ancaman terhadap
kematian, kurang informasi, kurang pengetahuan
SLKI : Tingkat ansietas menurun ( L. 09093)
KH :
1) Khawatir terhadap kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisag menurun
3) Perilaku tegang menurun
4) Frekuensi nadi, tekanan darah dan pernafasan menurun
SIKI : Reduksi ansietas ( I. 09314)
Observasi
1) Monitor tanda-tanda ansietas verbal dan norverbal
Terapeutik
2) Ciptakan suasana tenang dan nyaman
3) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
4) Pahami situasi yang membuat ansietas
5) Dengarkan dengan penuh perhatian
Edukasi
6) Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang dihadapi
7) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pemgobatan dan
prognosis
8) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
9) Latih teknik relaksasi
10) Kolaborasi
11) Kolaborasi pemberian abat anti ansietas, jika perlu
e. SDKI : Gangguan Pola Tidur (D.0055) b/d halangan lingkungan,
trauma, imobilisasi.
Kategori : Fisiologis
Sub Kategori : Aktivitas& istirahat
SLKI : Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur membaik (L.05045)
22
Kriteria hasil :
1) Kemampuan beraktivitas meningkat
2) Keluhan sulit tidur dan terjaga menurun
3) Keluhan tidak puas tidur menurun
SIKI : Dukungan Tidur ( I.05174)
Observasi
1) Identifikasi pola aktivitas dan istirahat
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik/psikologis)
3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur ( kopi,
teh alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air
sebelum tidur)
4) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
5) Modifikasi lingkungan (Pencahayaan, kebisingan, suhu , matras
dan tempat tidur)
6) Batasi waktu tidur siang jika perlu
7) Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
8) Terapkan jadwal tidur rutin
9) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan ( pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
10) Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
11) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
12) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
13) Anjurkan menghindari makan/minum waktu tidur
14) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya
Kolaborasi
15) Kolaborasi dengan dokter terkait penggunaan obat tidur
23
f. SDKI : Defisit Perawatn Diri (D.0109) b/d kelemahan neuromuscular
dan penurunan kekuatan otot.
Kategori : Perilaku
Sub Kategori : Kebersihan Diri
SLKI :
Tujuan : Perawatan Diri Meningkat (L.11103)
Kriteria hasil :
1) Kemampuan mandi meningkat
2) Kemampuan megenakan pakaian meningkat
3) Kemampuan makan meningkat
4) Kemampuan ke toilet (bab/bak) meningkat
5) Verbalisasi dan minat melakukan perawatan diri meningkat
SIKI : Dukungan Perawatan Diri ( I. 11348)
Observasi
1) Monitor tingkat kemandirian
2) identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
berhias dan makan
Terapeutik
3) Sediakan lingkungan yang terapeutik ( suasana hangat, rileks,
privasi)
4) Siapkan keperluan pribadi (parfum, sikat gigi dan sabun mandi)
5) Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
6) fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
7) Edukasi
8) Anjurkan melakukan perawatan mandiri secara konsisten sesuai
kemampuan
Kolaborasi
9) libatkan keluarga dalam perawatan diri pasien
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ Tgl Lahir : 06-01-1989
Golongan Darah :A
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jln. A.Yani RT.08 Kuaro
Tanggal Masuk RS : 09 Maret 2021
Jam Masuk : 09.15 WITA
No. Register : 31 62 XX
Tanggal Pengkajian : 09 Maret 2021
Penanggungjawab biaya : BPJS
Diagnosa Medik : Post Op OREF
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. J
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dgn Pasien : Suami
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jln. A.Yani RT.08 Kuaro
25
3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Pre Operasi : Cemas
Post Operasi : Nyeri pada luka operasi di kaki kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 21 Januari 2021, klien mengalami kecelakaan lalu
lintas jatuh dari sepeda motor dan mengalami patah tulang tertutup
pada 1/3 bagian distal tibia dan fibula kaki kanan, klien dilakukan
operasi pemasangan OREF di RSUD Panglima Sebaya dan dirawat
selama 7 (tujuh) hari sebelum diperbolehkan rawat jalan, setelah 2
kali kontrol klien direncanakan akan dilakukan pemasangan ORIF
yang dijadwalkan pada tanggal 10 Maret 2021 sehingga pada
tanggal 09 Januari 2021 klien kontrol lagi ke Instalasi rawat jalan
untuk kemudian di rujuk internal ke IGD untuk dirawat inap
terlebih dahulu dan masuk ke ruang Panglima Sentik, pada tanggal
10 Maret 2021 pukul 09.30 WITA klien masuk ruang IBS untuk
dilakukan operasi pelepasan OREF dan dipasang ORIF, pada pukul
10.30 WITA setelah operasi klien Kembali masuk ke ruang
Panglima Sentik untuk selanjutnya menjalani rawat inap.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat dirawat
Klien pernah dirawat selama 7 (tujuh) hari sewaktu post
operasi pemasangan OREF pada tanggal 21 Januari 2021 s.d 27
Januari 2021 di Ruang Panglima Sentik RSUD Panglima
Sebaya.
2) Riwayat penyakit kronik dan menular :
Klien tidak memiliki Riwayat penyakit kronik, namun sewaktu
akan dilakukan operasi pemasangan OREF pada tanggal 21
Januari 2021, didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium
bahwa klien positif terinfeksi HIV.
26
3) Riwayat alergi :
Ny. R tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan dan lain-
lainnya.
4) Riwayat Operasi :
Klien memiliki riwayat operasi pemasangan OREF pada
tanggal 21 Januari 2021
5) Riwayat penggunaan obat
KLien sudah bulan ke-2 menjalani pngobatan rutin HIV
Efavirenz 600 mg 1 x 1
Lamivudin 150 mg 1 x 1
Tenoviar 300 mg 1 x 1
Isoniazid 300 mg 1 x 1
B6 25 mg 1 x 1
Asam mafenamat 2 x 1
Cotrimoksazole 960 1 x 1
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan ada Riwayat penyakit tekanan darah tinggi pada
ibunya
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal : Ny R
f. Kenyamanan/ Nyeri
Post Op
Nyeri : Ya Tidak
P : Nyeri bertambah jika kaki kanan digerakkan, bila timbul
nyeri hanya mengurut – urut paha kanan, tidur tidak
terganggu.
Q : Nyeri terasa nyut-nyutan
R : Nyeri terlokalisir pada area luka saja
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
Masalah Keperawatan :
Nyeri akut
28
g. Status Fungsional/ Aktivitas dan Barthel Indeks
1
0
3
0
2
0
10
Keterangan Tingkat Ketergantungan : Ketergantungan sedang
29
c. Tanda-tanda vital
Pre Op
1. Tekanan darah : 110/70 mmHg (MAP : 83,33 mmHg)
2. Nadi : 92 x/menit
3. Respirasi : 20 x/menit
4. Suhu Tubuh (T) : 36,4°C
Post Op
1. Tekanan darah : 100/70 mmHg (MAP : 80 mmHg)
2. Nadi : 84 x/menit
3. Respirasi : 18 x/menit
4. Suhu Tubuh (T) : 36,1°C
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
30
11) Tracheostomy : Ya Tidak
Ket. : Tidak ada penggunaan tracheostomy
Masalah Keperawatan :
Tidak Ada
31
6. Sistem persyarafan (B3)
a. Fungsi Orientasi, Memory dan Kognisi
1) Memory : Panjang Pendek
2) Perhatian : Dapat mengulang Tidak dapat mengulang
3) Bahasa : Baik Tidak
Ket. : Ny. R mampu berbahasa Indonesia dengan baik
4) Orientasi : Orang Tempat Waktu
b. GCS : E4V5M6
32
N11 : Normal Tidak
Ket. :
N12 : Normal Tidak
Ket. :
g. Pengkajian fungsi sensorik :
Nyeri tusuk Suhu Sentuhan
Lainnya : Ny. R mampu membedakan rangsangan yang diberikan
pada bagian tubuh tertentu.
h. Pengkajian fungsi motorik :
Ny. R dapat melakukan pergerakan sesuai dengan perintah, kecuali
pada kaki kanan yang terpasang ORIF
i. Pupil : Anisokor Isokor
j. Sclera : Anikterus Ikterus
k. Konjuctiva : Ananemis Anemis
l. Istirahat/ Tidur : ± 7 s.d 8 jam/ hari Ggn. tidur : Tidak ada
33
i. Intake cairan
Masalah Keperawatan :
Tidak ada
34
n. Ginjal : Tidak teraba pembesaran ginjal
Nyeri ketuk : Ya Tidak
o. Acites : Ya Tidak Shifting Dullness : Ada Tidak
p. Diet : Padat Lunak Cair
q. Status nutrisi
r. Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan BB yang tidak diinginkan dalam 6 bulan
terakhir?
a.Tidak ada penurunan BB 0
b.Tidak yakin.. tidak tahu/ terasa baju lebih longgar 1
c.jika ya, berapa penurunan BB tersebut: 2
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15 kg 4
Apakah asupan makan berkurang karena tidak nafsu makan
a. ya 1
b. tidak 0
Total skor 0
9. Sistem pengelihatan
a. Mata
Sklera : Putih
Konjungtiva : Merah muda
Palpebra : Tidak ada edema
Kornea : Jernih
Reflek cahaya : +
TIO : tidak diperiksa
Pupil : Isokor
Visus : 6/6 OS 6/6 OD
b. Keluhan nyeri : Ya Tidak
c. Luka operasi : Ada Tidak Ket. : Tidak ada
d. Pemeriksaan penunjang lain : Tidak ada
35
10. Sistem Pendengaran
a. Telinga
Daun/pina telinga : Simetris kiri dan kanan
Kanalis telinga : Bersih, tidak ada skret
Ketajaman pendengaran : klien dapat mendengar detik jam tangan
pada telinga kiri dan kanan
Tes Weber : tidak diperiksa
Tes Rinne : tidak diperiksa
Tes swabach : tidak diperiksa
b. Tes Audiometri : Tidak dilakukan pemeriksaan karena
keterbatasan alat.
c. Keluhan nyeri : Ya Tidak
d. Luka operasi : Ada Tidak Ket. : Tidak ada.
e. Alat bantu dengar : Tidak ada penggunaan alat bantu dengar.
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan.
5 5
2 5
c. Kelainan ekstremitas : Ya Tidak Ket. : Tidak ada
d. Kelainan tulang belakang : Ya Tidak Ket. : Tidak ada
e. Fraktur : Ya Tidak Ket. : 1/3 distal
tibia dan fibula kaki kanan
f. Traksi : Ya Tidak Ket. : Tidak ada
g. Keluhan nyeri : Ya Tidak
P : Nyeri dirasakan saat kaki kanan digerakkan, bila timbul
nyeri hanya mengurut – urut paha kanan, tidur tidak terganggu.
Q : Nyeri terasa nyut-nyutan
R : Nyeri terlokalisir pada area luka saja
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
h. Sirkulasi perifer : < 2 detik
i. Kompartmen syndrome : Ya Tidak
36
12. Sistem integument
a. Kulit : Ikterik Sianosis Kemerahan Hiperpigmentasi
b. Turgor : Baik Kurang Jelek
c. Luka operasi : Ada Tidak
Tanggal operasi : 10 April 2021
Jenis operasi : Post. Op. ORIF
Luas luka : panjang ± 20 cm
Tipe eksudat/cairan luka : tidak ada
Gua : Ada Tidak
Tepi luka : Terlihat
Jaringan granulasi :
Edema sekitar luka : Ada Tidak
Tanda infeksi : Ada Tidak
Lokasi :
37
e. Penilaian resiko decubitus
4
3
1
2
3
15
f. Warna kulit : Kuning langsat
g. Edema ekstremitas : Ada Tidak
h. Pitting edema
Ekstremitas atas : tidak ada
Ekstremitas bawah : RL +1
38
10) Infeksi : Ya Tidak
11) Riwayat luka sebelumnya : Ya Tidak
12) Riwayat amputasi sebelumnya : Ya Tidak
13) ABI : Tidak dilakukan pemeriksaan karena
keterbatasan alat.
14) Lain-lain :-
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan.
Ya 25
2 Diagnosa Sekunder : Apakah pasien memiliki lebih dari satu penyakit Ya 15
Tidak 0
3 Alat bantu jalan : Bedrest/ dibantu perawat 0
Kruk/Tongkat/Walker 15
Ya 20
5 Gaya Berjalan/ Cara Berpindah; Normal/Bedrest/Immobile (Tidak dapat 0
bergerak sendiri) Lemah ( Tidak bertenaga) Gangguan/ Tidak Normal 10
(pincang/Diseret)
20
6 Status Mental : Lansia menyadari kondisi dirinya 0
39
Kesimpulan : Kategori pasien risiko jatuh tinggi
Post Op
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Cobaan Tuhan Hukuman
Lainnya :
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam Gelisah Tegang Marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi
Kooperatif Tidak kooperatif Curiga
d. Gangguan konsep diri
Ny. R dan keluarga menerima kondisi sakitnya saat ini.
40
17. Personal Hygiene dan Kebiasaan
a. Mandi : 2x/hari (Seka Tisssue basah)
b. Keramas mandi : 1x/hari
c. Memotong kuku : 1x/minggu
d. Ganti pakaian : 2x/hari
e. Sikat gigi : 2x/hari
41
20. Terapi yang Diberikan
Kelompok II
42
DATA FOKUS
Pre Op
DS :
1. Ny. R mengatakan, “Saya khawatir menghadapi operasi kedua ini.”
2. Ny. R mengatakan “Saya kefikiran terus sejak kemarin”
3. Ny. R mengatakan “Saya semalam kurang nyenyak tidur kepikiran operasi
nanti”
4. Ny. R mengatakan “ Saya suka mendengarkan lagu-lagu melly Goeslow”
DO :
5. Ny. R tampak tegang
6. Ny. R tampak gelisah
7. Vital Sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg (MAP : 83,33 mmHg)
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu Tubuh (T) : 36,4°C
Pos OP
DS :
1. Ny. R mengatakan, “Kaki kanan saya nyeri di daerah operasi.”
2. Ny. R mengatakan, “Skala nyerinya 4.”
3. Ny. R mengatakan “nyerinya nyut-nyutan”
4. Ny. R mengatakan “nyerinya hilang timbul”
DO :
5. Vital Sign
Tekanan darah : 100/70 mmHg (MAP : 80 mmHg)
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu Tubuh (T) : 36,1°C
6. Ny. R tampak sesekali meringis
7. Ny. R tampak sering mengurut kaki kanannya
8. Pengkajian luka
Ny. R terpasang ORIF
Panjang luka hating ± 20 cm dengan 10 jahitan luar
Terpasang drain di luka operasi
Luka balutan kering
Kemerahan di sekitar luka tidak ada
Tidak ada pus / nanah
Oedem derajat 1 pada kaki kanan bagian bawah
43
9. Skala penilaian risiko jatuh 55 (risiko tinggi)
10. Hasil pemeriksaan laboratorium
(09/03/2021)
Leukosit 4.32 103/μl
Eritrosit 4.64 106/μl
Hemoglobin 12.4 g/dL
Hematokrit 37.0 %
44
B. Analisa Data
DO :
5. Vital sign
TD : 110/70 mmHg
(MAP : 83,33 mmHg)
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
T : 36,4°C
6. Ny. R tampak tegang
7. Ny. R tampak gelisah
8.
45
DO :
5. Vital Sign
TD : 100/70 mmHg
(MAP : 80 mmHg)
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu Tubuh (T) : 36,1°C
6. Ny. R tampak sesekali
meringis
7. Ny. R tampak sering
mengurut kaki kanannya
DO :
2. Ny. R terpasang ORIF
3. Panjang luka hating ± 20 cm
dengan 10 jahitan luar
4. Terpasang drain di luka
operasi
5. Luka balutan kering
6. Kemerahan di sekitar luka
tidak ada
7. Tidak ada pus / nanah
8. Oedem derajat 1 pada kaki
kanan bagian bawah
9. Hasil pemeriksaan
laboratorium
(09/03/2021)
Leukosit 4.32 103/μl
Eritrosit 4.64 106/μl
Hemoglobin 12.4 g/dL
Hematokrit 37.0 %
46
No. Hari/Tanggal Data Etiologi Masalah
Keperawatan
4. Rabu, DS : Kondisi pasca Risiko Jatuh
10/03/2021 1. Ny. R mengatakan, “Kaki operasi
kanan saya nyeri di daerah
operasi.”
DO :
2. Skala penilaian risiko jatuh
55 (risiko tinggi)
47
C. Rencana Tindakan Keperawatan
48
Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Kriteria Hasil (SIKI)
Keperawatan
(SLKI)
3. Risiko infeksi Tujuan : Pencegahan infeksi (SIKI-1.14539)
terkait efek Setelah dilakukan Observasi
prosedur asuhan keperawatan 3.1 Monitor tanda dan gejala infeksi local
invasive (ORIF) minimal selama 3 x dan sistemik
8 jam, diharapkan Terapeutik
tingkat infeksi 3.2 Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun, dengan kontak dengan pasien dan lingkungan
kriteria hasil: pasien
(SLKI-L.14137) Edukasi
1. Nyeri menurun 3.3 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Bengkak 3.4 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
menurun benar
3. Kemerahan 3.5 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
menurun dan nutrisi
Kolaboratif
3.6 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
D. Implementasi
49
Nama : Ny. R Usia : 32 Tahun
Hari/
No. Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tindakan Paraf
Waktu
1. Selasa,
D/P 09/03/2021
11.00 Wita Memperkenalkan diri, Ny. R dan keluarga memberikan Kelompok
membina hubungan saling respon positif, mampu II
percaya dan menjelaskan menerima perawat dan paham
tujuan asuhan keperawatan. dengan penjelasan yang
diberikan.
11.15 Wita Melakukan pengkajian dan
pemeriksaan fisik pada Ny. Ny R dan keluarga bersedia Kelompok
R untuk dilakukan pengkajian dan II
merasa senang.
12.00 Wita 1.1 Memperhatikan respon 1.1 Ny. R masih tampak gelisah Eva,
non verbal kecemasan dan tegang Masreur
Ny. R
1.2 Ny. R mengatakan setuju Eva,
1.2 Mendiskusikan kesiapan dioperasi agar cepat sembuh Masreur
klien untuk dioperasi tetapi masih cemas
Kembali menghadapi operasinya
50
Hari/
No. Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tindakan Paraf
Waktu
Selasa 1.6 Menyarankan keluarga 1.1 Kakak Ny. R berjanji akan Sukma
09/03/2021 klien untuk menemani mengikuti anjuran
13.30 Wita klien dan bercerita hal-
hal yang menyenangkan
1.7 Menyarankan Ny. R 1.7 Ny. R meminta suaminya Sukma
untuk mendengarkan yang akan datang gantian
lagu-lagu kesukaannya menjaganya membawa
dengan headset untuk headset
mengurangi
kecemasannya
15.15 Wita 1.6 Menyarankan Ny. R 1.6 Ny. R tampak mendengarkan Faulin
untuk mendengarkan musik dari HP nya dengan Chandra
lagu-lagu kesukaannya. menggunakan headset
17.00 Wita 1.1 Menanyakan kecemasan 1.1 Ny. R mengatakan rasa Faulin
Ny. R terhadap rencana cemasnya berkurang, gelisah Chandra
operasimya besok dan dan tegang Ny R tampak
memperhatikan respon berkurang
non verbal TD : 120/80 mmHg
(MAP : 93,33 mmHg)
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
T : 36,3°C
51
Waktu
2. Rabu,
D/P 10/03/2021 2.1 , 2.2, 2.3 3.1 , 2.2, 2.3 Eva,
11.30 Wita Menanyakan karakteristik Ny. R mengatakan nyeri Faulin
nyeri post operasi kepada skala 4 pada lokasi operasi,
Ny R dan mengamati rasanya nyut-nyut dan hilang
respon non verbal timbul
Klien tampak meringis,
gelisah dan sesekali
2.4 Menanyakan hal yang mengurut kaki kanannya Eva,
membuat nyeri terasa 2.4 Ny. R mengatakan nyeri Faulin
semakin bertambah bertambah jika kaki kanan
digerakkan
52
Rabu,
10/03/2021
4.5 , 4.6 4.5 , 4.6
14.00 Wita Memastikan rem dan Rem dan handrall tempat Eva,
hand rall tempat tidur Ny tidur Ny R terpasang Faulin
R terpasang
Chandra
18.00 Wita 4.5 , 4.6 4.5 , 4.6 Masreur
Memastikan rem dan Rem dan handrall tempat
hand rall tempat tidur Ny tidur Ny R terpasang
R terpasang
Chandra
4.7 Memastikan bel 4.7 Bel pemanggil dapat Masreur
pemanggil petugas dijangkau Ny R
mudah dijangkau Ny R
53
18.00 Wita 4.8 Menyarankan Ny R dan 4.8 Ny R dan Keluarga berjanji Chandra
keluarga untuk akan memanggil petugas Masreur
memanggil petugas jika jika memerlukan bantuan
memerlukan bantuan
18.45 Wita 3.1 Memeriksa oedem pada 3.1 Pitting oedem derajat 1, Chandra
kaki kanan bawah akibat drain tertampung darah ± 10 Masreur
efek operasi CC
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
T : 36,4°C
54
13.15 Wita 3.3 Mencuci tangan sesudah Eva
memberikan Tindakan
55
4 Jumat
D/P 12/03/2021
11.30 Wita 2.1 Menjelaskan pentingnya 2.1 Klien berjanji akan melatih Sukma,
melatih Gerakan kaki Gerakan kaki kanannya Chandra
kanan sesuai toleransi di Eva
rumah
2.2 , 3.2 2.2 , 3.2 Sukma,
Menjelaskan pentingnya Klien berjanji akan rutin Chandra
kontrol dan minum obat kontrol dan minum obat Eva
sesuai anjuran sesuai anjuran
56
No. Register : 3162XX Ruang : Panglima Sentik
57
3 Rabu Dx 4 S =-
10/03/2021 Risiko jatuh O = Tidak ada kejadian jatuh dari
18.00 Wita terkait kondisi tempat tidur
pasca operasi Tidak ada jatuh saat duduk
A = Masalah risiko jatuh tidak terjadi
P = Pertahankan Intervensi
4.3 Identifikasi risko jatuh
setidaknya setiap shift
4.5 Pastikan roda tempat tidur
selalu terkunci
4.6 Pasang handrall tempat tidur
4.7 Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
4.8 Anjurkan memanggil perawat
jika memerlukan bantuan
4 Kamis Dx 2
11/03/2021 Nyeri Akut b.d S = Ny R mengatakan nyeri berkurang,
18.40 Wita agen pencidera skalanya 1-2
fisik (prosedur O = Ny R tidak tampak meringis dan
operasi) gelisah
A = Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
P = Lanjutkan intervensi
2.2 Identifikasi skala nyeri
2.3 Identifikasi respon nyeri non
verbal
2.5Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri seperti tehnik
nafas dalam dan terapi musik
2.7 Kolaborasi pemberian analgetic,
jika perlu
58
11/03/2021 Risiko infeksi berkurang, skalanya 1-2
18.45 Wita terkait efek O = Kondisi bengkak berkurang,
prosedur invasif. tidak ada pitting edema, Drain
terisi ± 4 CC, kemerahan
menurun
A = Masalah risiko infeksi tidak
terjadi
P = Pertahankan Intervensi
3.1 Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
3.2 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
3.4 Ajarkan cara mencuci tangan
6 19.00 Wita dengan benar
Dx 4
Risiko jatuh terkait S = -
kondisi pasca O = Tidak ada kejadian jatuh dari
operasi tempat tidur
Tidak ada jatuh saat duduk
A = Masalah risiko jatuh tidak terjadi
P = Pertahankan Intervensi
4.3 Identifikasi risiko jatuh
setidaknya setiap shift
4.5 Pastikan roda tempat tidur
selalu terkunci
4.6 Pasang handrall tempat tidur
4.7 Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
4.8Anjurkan memanggil perawat
jika memerlukan bantuan
59
10.00 Wita agen pencidera O = Ny R tidak tampak meringis dan
fisik (prosedur gelisah
operasi) Advice dokter besok boleh
pulang, Ny R disarankan untuk
Latihan mengayunkan kaki
dengan duduk di tepi tempat tidur
sesuai toleransi.
A = Masalah nyeri akut teratasi
P = Pertahankan intervensi
Edukasi
2.1 Jelaskan pentingnya melatih
Gerakan kaki kanan sesuai
toleransi di rumah
2.2 Jelaskan pentingnya kontrol
sesuai anjuran
BAB IV
PEMBAHASAN
60
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada Ny. R
dengan Pre dan Post ORIF di Ruang Panglima Sentik RSUD. Panglima Sebaya
Tana Paser. Dalam bab ini, kelompok akan membahas meliputi segi pengkajian,
diagnosa, rencana tindakan keperawatan, implementasi, dan evaluasi menganai
kasus yang diangkat.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang kelompok lakukan di dalam
proses perawatan. Pengkajian ini meliputi pengkajian pola fungsional
menurut gordon, pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan
pengumpulan informasi atau data-data yang diperoleh dari wawancara dengan
klien, keluarga klien, melakukan observasi, pemeriksaan penunjang dan
catatan keperawatan.
Sebelum dilakukan pemasangan ORIF klien dirawat terlebih dahulu
sehari sebelumnya dimana kebanyakannya permasalahan psikologis ansietas
ditemukan. Setelah dilakukan operasi, pengkajian dilanjutkan terkait dengan
efek paska operasi pada klien.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman
atau respon individu pada masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan
atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien
mencapai kesehatan yang optimal (SDKI, 2016).
Berdasarkan hal tersebut kelompok dalam kasus asuhan keperawatan pada
pasien pre dan post ORIF menegakkan sebanyak empat diagnosa dan ada tiga
diagnosa yang tidak kelompok tegakkan sesuai dengan landasan teori pada
bab II.
61
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (pre op)
b. Nyeri berhubungan dengan agen pencidera fisik (prosedur operasi)
c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (pemasangan
ORIF dan drain)
d. Risiko jatuh terkait kondisi paska operasi
2. Diagnosa yang tidak muncul
62
C. Rencana Tindakan
Berdasarkan rumusan diagnosa yang telah disusun, kelompok
menyusun rencana tindakan dengan mengambil luaran sesuai dengan SLKI
dan intervensi berdasarkan SIKI yang menyesuaikan dengan kondisi dan
keluhan yang ditemukan.
D. Implementasi
Setelah rencana Tindakan /intervensi disusun, kelompok
melaksanakan implementasi sesuai dengan pembagian shift. Selama
melakukan implementasi tidak ditemukan adanya masalah dan kendala
karena Ny R dan keluarganya yang kooperatif selama proses implementasi
dilakukan.
E. Evaluasi
Evaluasi proses dilakukan setiap setelah diberikan tindakan dan
evaluasi hasil dilakukan di akhir shift untuk mengukur keberhasilan evaluasi
sesuai dengan standar luaran yang telah disusun sebelumnya, untuk masalah
ansietas teratasi pada hari pertama sebelum operasi dilakukan, masalah nyeri
akut teratasi setelah hari ke-3 perawatan post op dan klien diperbolehkan
pulang pada hari ke-4 setelah dirawat, masalah risiko infeksi dan risiko jatuh
tidak terjadi selama Ny R dirawat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
63
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny R di ruang
Panglima Sentik RSUD Panglima Sebaya Tana Paser dapat disimpulkan
bahwa:
1. Riwayat penyakit Ny R adalah post pemasangan OREF sekitar 2 bulan
yang lalu akibat kecelakaan lalu lintas dan mengalami fraktur pada tibia
dan fibula kaki kanan pada daerah distal, rencananya Ny R pada tanggal
10 Maret 2021 akan dilakukan operasi pemasangan ORIF.
2. Berdasarkan hasil pengkajian dapat dirumuskan diagnosa keperawatan
antara lain : pada pre op ditemukan masalah keperawatan ansietas, pada
post op ditemukan masalah keperawatan nyeri akut, risiko infeksi dan
risiko jatuh.
3. Setelah di rumuskan diagnosa keperawatan selanjutnya disusun rencana
Tindakan berdasarkan standar luaran SLKI dan SIKI.
4. Selanjutnya implementasi keperawatan dilakukan selama 8 jam setiap
hari sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
sebelumnya.
5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada Ny R setelah diberikan
asuhan keperawatan, ansietas teratasi teratasi pada pre op, untuk nyeri
akut teratasi setelah 3 hari perawatan dan untuk risiko infeksi serta
risiko jatuh tidak terjadi selama masa perawatan.
B. Saran
1. Pelayanan Kesehatan
Bagi pelayanan kesehatan diharapkan dapat menjadi referensi dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan pre dan post op ORIF
2. Profesi keperawatan
Perawat diharapkan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan pre dan post ORIF mulai dari perumusan diagnosa
64
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, hingga
melakukan evaluasi keperawatan.
3. Akademik
Selain sebagai bagian dari pemenuhan tugas praktik profesi Ners,
diharapkan juga dapat menambah referensi kelolaan kasus bagi mahasiswa
atau kelompok lain.
DAFTAR PUSTAKA
65
Reduction Internal Fixation ) Pada Pasien Fraktur Di RSD Dr . H . Koesnadi
Bondowoso Pain in Patients ORIF Fracture in RSD Dr. H. Koesnadi
Bondowoso.” e-Jurnal Pustaka Kesehatan 5(2): 247–52.
Black, J.M, et al. 1995. Medikal Nursing : A Nursing Process Approach. 4th ed.
W.B. Saunder Company.
Brunner, and Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah. 12th ed. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media.
Doengoes, Marlyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan : Padoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Komar, Muchsinul, Siti Munawaroh, and Laily Isro’in. 2020. “Upaya Penurunan
Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur.” Health Sciences Journal
4(1): 112–23.
Mansjoer, Ariif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Medika
Aesculapius FKUI.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Ningsih, Lukman Nurna. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan System Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Oktaviani.J. 2018. “Hubungan Kualitas Dan Kuantitas Tidur Dengan Intensitas
Nyeri Pasien Post Orif Fraktur Ekstemitas Bawah Di Rs Ortopedi Prof. Dr. r.
Soeharso Surakarta Disusun.” Sereal Untuk 51(1): 51.
Sjamsuhidajat, and De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC.
Wantoro, Giat, Muflihatul Muniroh, and Henni Kusuma. 2020. “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Ambulasi Dini Post ORIF Pada Pasien Fraktur
Femur Study Retrospektif.” Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi 9(2): 283.
66