Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN FRAKTUR DI PSTW KASIH


SAYANG IBU BATUSANGKAR

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK


SEMESTER V T.A. 2023/2024

OLEH:

NAMA : BOSAMA BANGGARA AQUBACH


NIM : P032114401092

CLINICAL TEACHER CLINICAL INSTRUCTUR

PRODI D-III KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES RIAU
T. A. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-nya dan karunia-
Nya penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan laporan ini. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul "Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan lansia dengan
Fraktur di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar", ini dapat selesai tepat waktu.

Makalah ini berisikan informasi tentang pengertian demensia dan konsep asuhan keperawatan
pada lansia dengan demensia.Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan
yang terbaik. Namun semua itu pasti masih ada kekurangan di dalam penyusunan laporan ini, kami
sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun guna penyempurnaan dalam
penyusunan laporan ini dimasa yang akan datang.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.

Batusangkar, 6 November 2023

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................1
1.2 TUJUAN................................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................................................2
2.1 Konsep Penyakit....................................................................................................................2
2.1.1 Definisi fraktur................................................................................................................2
2.1.2 Etiologi...........................................................................................................................2
2.1.3 Tanda dan gejala.............................................................................................................2
2.1.4 Patofisiologi....................................................................................................................3
2.1.5 Patoflowdiagram.............................................................................................................3
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................3
2.1.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................4
2.1.8 Komplikasi......................................................................................................................4
2.1 Konsep Keperawatan Gerontik.........................................................................................5
2.2.1 Definisi...........................................................................................................................5
2.2.2 Karakteristik Keperawatan Gerontik..............................................................................5
2.2.3 Lingkup Keperawatan Gerontik.....................................................................................5
2.2.4 Pengembangan Profesional Keperawatan Gerontik.......................................................6
2.2.5 Aspek Etis Dan Legal Dalam Praktek Keperawatan Gerontik.......................................6
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan Fraktur..................................6
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................................................6
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN....................................................................................8
2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN.................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fraktur merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah penyakit Jantung Koroner
dan Tuberculosis. Fraktur merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap integritas
seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat
menimbulkan respon berupa nyeri (Kusumayanti, 2015).
Badan kesehatan duniaWorld Health of Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan bahwa
Insiden Fraktur semakin meningkat mencatat terjadi fraktur kurang lebih 15juta orang dengan an
gka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun 2018 terdapat kurang lebih 20juta orang dengan angka p
revalensi 4,2% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,
8% akibat kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk, 2018). Data yang ada di Indonesia kasus fraktur
paling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus sebanyak 17% fraktur tibia
dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor atau kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayor
itas adalah pria 73,8% (Desiartama & Aryana, 2018).
Penyebab utama fraktur adalah peristiwa trauma tunggal seperti benturan, pemukulan,terjatu
h, posisi tidak teratur atau miring, dislokasi, penarikan, kelemahan abnormal pada tulang(fraktur
patologik) (Noorisa, 2016).
Dampak lain yang timbul pada fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh y
ang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri. Nyeri terjadi akibat luka ya
ng mempengaruhi jaringan sehat. Nyeri mempengaruhi homeostatis tubuh yang akan menimbulk
an stress, ketidaknyamanan akibat nyeri harus diatasi apabila tidak diatasi dapat menimbulkan ef
ek yang membahayakan proses penyembuhan dan dapat menyebabkan kematian (Septiani, 2015).
Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari seperti gangguan
istirahat tidur, intoleransi aktivitas, personal hygine, gangguan pemenuhan nutrisi (Potter & Perr
y, 2015).

1.2 TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Melaksanakan Asuhan keperawatan pada klien fraktur femur dengan masalah nye
ri di PSTW Batu Sangkar.
2. TUJUAN KHUSUS
1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada klien fraktur femur dengan masalah n
yeri di PSTW Batu Sangkar.
2. Menetapkan diagnosa asuhan keperawatan pada klien fraktur femur dengan masalah ny
eri di PSTW Batu Sangkar.
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien fraktur femur dengan masalah nyeri
di PSTW Batu Sangkar.
4. Melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur dengan masalah ny
eri di PSTW Batu Sangkar.
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien fraktur dengan masalah nyeri di
PSTW Batu Sangkar.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi fraktur

Menurut smelter 2002 dalam arif muttaqin (2012) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (sjamsuhidayat,2005 dalam Arif Muttaqin,2012)

Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa,fraktur adalah terputusnya


kontuinitas tulang,retak/patahnya tulangyang utuh,yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.

Fraktur pada lansia terkait dengan jatuh dan penyakit yang telah ada,seperti
metastasis kanker,osteoporosis,dan penyakit skeletal lainnya. Tempat fraktur paling
sering adalah kaput femur,dengan insiden wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Fraktur
tulang mereka lebih rapuh. Tulang lansia juga sembuh lebih lambat, yang meningkatkan
risiko komplikasi akibat imobilitas.

2.1.2 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung,gaya mengamuk, gerakan punter
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem, letih karena otot tidal dapat mengabsorbsi
energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang Fraktur sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan,atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotorPada
orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause (Reeves, 2001 dalam Arif Muttaqin2012).

2.1.3 Tanda dan gejala


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasiSpasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat di gunakan dan cenderung
bergerak sedara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normalEkstremitas tak dapat berfungsi dengan bai
karena fungsi normal otot bergantung ada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenemya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya detik tulang di namakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti frakturTanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera. (Arif Muttaqin,2012).

2
2.1.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya. Faktor- faktor yang mempengaruhi fraktur:
a. Faktor Ekstrinsik : Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
b. Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2.1.5 Patoflowdiagram

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto rontgen (X-ray),untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, atau CT/MRIscan,untuk memperlihatkan fraktur secara
lebih jelas dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram,dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap,Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahanSelain itupeningkatan lekosit mungkin terjadi sebagai respons terhadap
peradangan.
5. Kretinin Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi,Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera organ hati.
3
2.1.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manualTraksi,
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasiBeratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadiReduksi terbuka dengan pendekatan
pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, platpaku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
2. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi
atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi
penyatuanImmobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau
inernalFiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan
teknik gips atau fiksator ekstemalFiksasi internal dapat dilakukan implan logam
yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi frakturPada fraktur
femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu,
intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15
minggu.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak yaitu:
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memantau status neurologi
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Latihan isometrik dan setting otot
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g. Kembali keaktivitas secara bertahap

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur:


1. Imobilisasi fragmen tulang
2. Kontak frgmen tulang minimal.
3. Asupan darah yang memadai
4. Nutrisi yang baik
5. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
6. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin Dsteroid anabolik.
7. Potensial listrik pada patahan tulang (Nurarif, 2013)

2.1.8 Komplikasi
a. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang
menimbulkan deformitas atau hilang nya fungsi
b. Sindrom kompartemen dapat terjadiSindrom kompartemen ditandai oleh
kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh
pembengkakan dan edema di daerah fraktur.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang

4
2.1 Konsep Keperawatan Gerontik
2.2.1 Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam dan luar tubuh.
Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa
(Wiwik Widiyawati, 2019).
Maka dari itu lansia membutuhkan perawatan khusus lansia yaitu keperawatan gerontik
untuk meningkatkan kesehatan, dan membantu pemenuhan kesejahteraan pada lansia.
Keperawatan Gerontik atau Keperawatan Gerontology adalah keperawatan lanjut usia dalam
menjalankan peran dan tanggung jawabnya terhadap tatanan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, teknologi dan seni dalam merawat dan
meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.
Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada
ilmu dan kiat teknik keperawatan yang bersifat komprehensif terdiri dari bio- psikososial-
spritual dan kultural yang holistik, di tujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit
pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Wiwik Widiyawati, 2019) Oleh
karena itu perlunya peningkatan ilmu untuk keperawstan gerontik, serta membantu pemenuhan
dan kesenjangan lansia di indonesia, baik biopsikososial- spiritual.

2.2.2 Karakteristik Keperawatan Gerontik


1. Semua yang mempengaruhi pada status kesehatan merupakan bagian dari perhatian
Keperawatan Gerontik, termasuk masalahmasalah sosial dan perilaku akibat
perubahan kondisi fisiologis pasien
2. Praktek didasarkan pada “proses keperawatan” yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
3. Asuahan keperawatanya meliputi :
a. Dukungan kenyamanan
b. Promosi dan pemeliharaan kesehatan
c. Pencegahan, deteksi dan treatmen kondisi saklit
d. Pemulihan fungsi
e. Bantuan pada sakaratul maut
4. Perawat medikal bedah tidak hanya fokus pada masalah komponen fisiologis, tapi
juga psikologis, sosial, budaya dan spiritual

2.2.3 Lingkup Keperawatan Gerontik


1. Konsep sehat dan sakit
2. Aspek etik dan hukum dalam praktik Keperawatan Gerontik
3. Berfikir kritis dan penerapan proses keperawatan
4. Rentang usia dan pengaruhnya terhadap sehat dan sakit, tahap perkembangan, penyakit
kronis, perawatan pada usia lanjut, penyakit terminal dan sakaratul maut.
5. Kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhi status kesehatan, seperti
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan asam-basa, infeksi, shock, nyeri, kanker, dan
perioperatif
6. Kondisi perubahan/gangguan sistem tubuh tertentu, seperti kardiovaskuler, hematopietik,
pernafasan, pencernaan, perkemihan, endokrin, persyarafan, muskuloskeletal, reproduksi,
persepsi sensori, integumen, pertahanan tubuh
7. Isu-isu dan trend dalam keperawatan Gerontik

2.2.4 Pengembangan Profesional Keperawatan Gerontik


1. Pendidikan berkelanjutan
2. Organisasi profesi
3. Riset keperawatan

5
Praktek keperawatan medikal bedah terdiri dari 2 yaitu :
a. Independent berupa kegiatan yang telah dianalisa dari data tentang aspek aspek
kesehatan pasien yang bisa diintervensi oleh keperawatan melalui proses keperawatan.
b. Interdependent merupakan kegiatan yang saling ketergantungan (kolaboratif)
Kolaboratif adalah proses di mana 2 orang atau lebih bekerja sama (webster)
Ciri-ciri kolaborasi :
1) Kolaborasi bekerja sama dalam perencanaan dan memutuskan apa yang harus
dilakukan
2) Kolaborasi mempunyai kemandirian yang esensial, kerjasama dalam bidang yang
spesifik
3) Komunikasi formal, terbatas
4) Ada fleksibilitas, kebebasan tukar peran dan tanggung jawab
5) Ada kebersamaan dalam peerencanaan dan tindakan serta tanggung jawab

2.2.5 Aspek Etis Dan Legal Dalam Praktek Keperawatan Gerontik


Kode etik keperawatan merupakan pembimbing dalam melakukan tindakan keperawatan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam Etika Virtue (kebaikan) (Setyowati, 2017) :
1. Fidelity : kesetiaan untuk komitmen terhadap diri dan orang lain, bisa menjaga
kerahasiaan
2. Veracity : kejujuran
3. Integrity : holistik
4. Compassion : caring dan empati
5. Discernment : bijaksana
6. Trustworthiness : dipercaya
7. Respecfulness : menghargai

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan Fraktur


2.2.1 Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, noregister, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klienApakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c) Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari

3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk


menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
6
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkenaSelain itudengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget's yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itupenyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) dengan penyakit tulang merupakan salah faktor predisposisi terjadinya
seperti diabetesosteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari- harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital:
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, anxietas,
atau hipotensi
b) Tachikardi (respon stres, hipovolemi)
c) Penurunan tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
2. Kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
3. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
4.Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
5. Kebas/ kesemutan (parastesis)
6. Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
7. Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
8. Agitasi, berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
9. Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
10. Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
11. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)

(Maryam, dkk, 2008)

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium:
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering Rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luasPada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.

2) Radiologi:
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasiCT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks

7
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


NO Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
(D.0077) keperawatan maka nyeri akut
Observasi:
berhubungan teratasi dengan kriteria hasil:
dengan agen kemampuan menuntaskan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik aktifitas meningkat, keluhan durasi. frekuensi, kualitas,
nyeri menurun (dari 7 ke 3) intensitas nyeri
ditandai dengan pasien tidak
meringis, ketegangan otot 2. Identifikasi skala nyeri
menurun, tekanan sistole dalam 3. Identifikasi respons nyeri non
batas normal (100-130) mmhg, verbal
tekanan diastole dalam batas
normal (70-90) mmhg, frekuensi 4. Identifikasi faktor yang
nadi normal (60-100) kali per memperat dan memperingan nveri
menit, pernapasan normal (16- 5. Identifikasi pengetahuan dan
20) kali per menit keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1.Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
2.Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
4.Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicunyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian analgetik
jika perlu
2. Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
Mobilitas fisik tindakan keperawatan 3x24 jam
Observasi:
berhubungan
diharapkan mobilitas fisik
dengan gangguan
8
muskuloskeletal meningkat,Kriteria Hasil:
1. Pergerakan ekstremitas 1. Identifikasi adanyanyeri atau
meningkat keluhan fisik lainnya
2. Kekuatan otot meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3. Nyeri menurun
3. Monitor frekuensi jantung dan
3. Kaku sendi menurun
tekanan darah sebelu memulai
4. Gerakan terbatas menurun mobilisasi

5. Kelemahan fisik menurun 4. Monitor kondisi umum selama


melakukan mobilisas
Terapeutik:
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur)
3. ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
perfusi jaringan keperawatan 3*24 jam
Observasi
perifer diharapkan perkusi perifer
meningkat dengan Kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer
Hasil:
2. Identifikasi faktor risiko
1. Warna kulit pucat menurun gangguan sirkulasi
2. Edema perifer menurun 3. Monitorpanas, kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada ekstremitas
3. Kelemahan otot menurun
Terapeutik
4. Pengisian kapiler membaik
1. Hindari pemasangan infus
ataupengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darahpada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangantomiquet pada area
yang cedera membaik
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan hidrasi

9
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin

10
DAFTAR PUSTAKA
Paulus, F, I. (2022). Tinjauan Pustaka Konsep Penyakit, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/8807/5/Chapter%202.pdf. Diakses Pada 30 Oktober 2023.
PPNI (2016). Stadar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

11

Anda mungkin juga menyukai