Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS PATOLOGIS SISTEM


MUSCULOSKELETAL: FRAKTUR

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II


Dosen Pembimbing : Ns.Roma Sitio,M.Kep

DISUSUN OLEH :
Kelompok 2

1. Cut Fadhlina Rizki Zabrina (P07120120045)


2. Febi Wulan Dari (P07120120048)
3. Ruaida (P07120120066)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PRODI D-III KEPERAWATAN
BANDA ACEH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang
telah menganugrahkan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Kebutuhan Aktivitas Patologis Sistem
Musculoskeletal: Fraktur shalawat beriring salam tak lupa kami sanjung sajikan kehadirat
Nabi Muhammad SAW. Yang telah di utus ke dunia untuk menjadi teladan dan membawa
perubahan menuju cahaya illahi.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapat berbagai pengarahan bimbingan
dan bantuan dari pembimbing, maka untuk itu kami menyampaikan ucapan terimakasih
kepada ibu Ns.Roma Sitio,M.Kep sebagai pembimbing.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini namun kami
menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi penulisannya oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan sebagai kesempurnaan makalah
ini dimasa akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Banda Aceh, 20 September 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A.Latar Belakang................................................................................................................1
B.Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C.Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
KONSEP TEORI....................................................................................................................3
A. Pengertian Fraktur.......................................................................................................3
B. Etiologi...........................................................................................................................4
C. Patofisiologi....................................................................................................................4
D. Klasifikasi Fraktur..........................................................................................................5
E. Manifestasi......................................................................................................................7
F. Tanda dan gejala.............................................................................................................7
G. Komplikasi yang dapat timbul dari fraktur:...................................................................8
H. Penatalaksanaan.............................................................................................................8
BAB III.....................................................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................................11
A. Pengkajian....................................................................................................................11
B.Diagnosa keperawatan...................................................................................................14
C. Intervensi......................................................................................................................15
BAB 1V....................................................................................................................................26
PENUTUP............................................................................................................................26
A. Kesimpulan................................................................................................................26
B. Saran..........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit muskuloskeletal merupakan salah satu penyakit dan cedera yang banyak
ditemukan di hampir seluruh dunia,bahkan WHO sudah menetapkan bahwa dalam 10
tahun terakhir sebagai “The Bone and Joint Decade”(Ramadhani et al., 2019). Cedera
adalah kondisi seseorang yang mempunyai gangguan fisik seperti hilangnya sebagian atau
kurang berfungsinya anggota badan sebagai akibat dari trauma yang pernah dialami
(Kemenkes RI, 2018).

Trauma merupakan suatu cedera atau rudapaksa yang dapat mencederai fisik maupun
psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa luka (vulnus),perdarahan,
memar (kontusio),regangan atau robekan parsial (sprain),putus atau robekan (avulsi atau
rupture),gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf.

Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fracture) dan dislokasi.Fracture


merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,baik yang bersifat total maupun
sebagian.Fracture disebabkan oleh trauma dan bisa terjadi akibat adanya tekanan yang
berlebihan dibandingkan dengan kemampuan tulang dalam menahan tekanan (Anjaswati
Buana, 2019).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, di Indonesia fracture terjadi
diakibatkan oleh cidera seperti terjatuh,kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
tajam/tumpul.Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa
terjatuh yang mengalami fracture sebanyak 1.775 orang (3,8%).Kasus kecelakaan lalu
lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami fracture sebanyak 1.770 orang
(8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul sebanyak 236 orang (1,7%) (Kemenkes
RI, 2018).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan Kebutuhan aktivitas system
musculoketal fraktur

C.Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas Gangguan
Kebutuhan Aktivitas Patologis Sistem Musculoskeletal: Fraktur
2. Tujuan Khusus
 Menjelaskan gambaran tentang konsep penyakit Fraktur
 Menjelaskan tentang pengkajian keperawatan pada klien dengan Fraktur
 Menjelaskan tentang pembuatan diagnosa berdasarkan pengkajian
 Menjelaskan tentang pembuatan rencana keperawatan berdasarkan teori
keperawatan.

2
BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun
sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur adalah patah tulang
yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi
fraktur tersebut (Suriya & Zurianti, 2019).
Menurut Masjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat
dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga.
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat disebabkan oleh
trauma maupun penyakit atau patologis.

3
Etiologi
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi:
1. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
b. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
c. Rakhitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.

Patofisiologi
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh trauma, stress,
gangguan fisik, gangguan metabolic, dan proses patologis. Kerusakan pembuluh darah
pada fraktur mengakibatkan perdarahan sehingga volume darah menurun dan terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma yang terjadi mengeksudasi plasma dan
berpoliferasi menjadi edema lokal sehingga terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, sumsum, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuk hematoma di rongga medula tulang, Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis
ini menstimulasi terjadinya respons inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,

4
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya. (D. K. Indonesia 2014)

5
Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) :
a. fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah, sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak.
b. fraktur tertutup adalah Jenis patah tulang yang tidak membuat tulang menonjol
melalui kulit. Fraktur Lembut: Contoh paling umumnya adalah cedera pada tulang
kaki dan terjadi karena aktivitas yang berulang seperti lari dan berjalan

2. Berdasarkan komplet atau ketidakkompletan fraktur


a. Fraktur komplet, jika garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks rulang,
b. Fraktur inkomplet, jika garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya. dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur transversal: Fraktur yang arah garis patahnya melintang pada tulang
dan terjadi akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan terjadi akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral dan
disebabkan oleh trauma rotasi.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur kominutif: Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental: Garis patah lebih dari satu, tetapi tidak berhubungan. Jika ada
dua garis patah, disebut fraktur bifokal.

6
c. Fraktur multipel: Garis patah lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur femur dan fraktur tulang belakang.
5. Berdasarkan bergeser atau tidak bergeser.
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplet, tetapi kedua fragmen
tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen fraktur yang juga disebut
lokasi fragmen

7
Manifestasi
Fraktur sering kali disertai dengan cedera jaringan lunak yang melibatkan otot,
arteri, saraf, atau kulit. Derajat ke terlibatan jaringan lunak bergantung pada jumlah
energi atau kekuatan yang diberikan ke area.
Manifestasi Patofisiologi
Deformitas Posisi abnormal tulang akibat fraktur dan
menarik otot pada tulang yang mengalami
fraktur
Pembengkakan Edema dari lokalisasi cairan serosa dan
perdarahan
Nyeri/nyeri tekan Spasme otot, trauma jaringan langsung,
tekanan saraf, gerakan tulang yang
mengalami fraktur
Ball Kerusakan saraf atau penjeratan saraf
Melindungi Nyeri
Krepitus Menurut tulang atau masuknya udara paa
fraktur terbuka.
Syok hipovolemik Perdarahan atau cedera terkait
Spasme otot Kontraksi otot di dekat fraktur
Ekimosis Ekstravasasi darah ke dalam jaringan
subkutan

Tanda dan gejala


1. Deformitas, yaitu fragmen tulang berpindah dari tempatnya.
2. Bengkak, yaitu edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah terjadi
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Ekimosis.
4. Spasme otot, yaitu spasme involunter dekat
5. Nyeri tekan. fraktur.
6. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi akibat kerusakan saraf/perdarahan).
7. Pergerakan abnormal.
8. Hilangnya darah.
9. Krepitasi.

8
Komplikasi yang dapat timbul dari fraktur:
Komplikasi yang dapat timbul dari fraktur:
1. Komplikasi awal, yaitu kerusakan arteri, sindrom kompartemen, fat embolism
syndrome, infeksi, syok. dan nekrosis avaskular.
2. Komplikasi dalam waktu lama.
a. Delayed union (kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung).
b. Nonunion (kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan).
c. Malunion (penyembuhan tulang yang dengan peningkatan kekuatan dan
perubahan bentuk [deformitas]). Malunion diperbaiki deng pembedahan dan
reimobilisasi yang baik

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut Rosyidi (2013) penatalaksaan fraktur yaitu :
3. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan: pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau
debridement, hecting situasi dan pemberian antibiotik.
4. Seluruh fraktur
a. Rekognisi/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diganosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi fraktur/manipulasi/reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimum. Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ektremitas
dipertahankan dalam posisi yang diiinginkan, sementara gips, bidai dan alat lain
di pasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang.

9
Traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar X digunakan
17 untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketiga
tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar X. Ketika kalus telah
kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Metode tertentu yang dipilih tergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Reduksi fraktur segera mungkin dilakukan untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan.
c. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi :
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan tehnik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse (atropi
otot) dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-
hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

10
B. Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Suriya & Zurianti (2019) yaitu :

a. Pemeriksaan foto radiologi: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis


fraktur.

b. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun


(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.

c. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vascular.

d. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.


e. Scan tulang : memperlihatkan tingkat keparahan fraktur juga dapat untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Umur
Umur yang berkaitan dengan fraktur dapat terjadi pada semua usia, tapi pada
anak-anak penyembuhannya lebih cepat dibandingkan dengan usia dewasa yang
berusia 35-65 tahun lebih. Karena pada usia anak osteoblast yang sedang sangat aktif
membangun jaringan tulang baru yang padat dan kokoh. Osteoblast adalah sel-sel
utama yang berperan dalam (sel pembentuk tulang).

b. Jenis Pekerjaan
Faktor pekerjaan adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri
termasuk postur tubuh,beban kerja,durasi kerja dan gerakan berulang. pekerjaan yang
aktifitasnya berpotensi terjadinya cedra atau trauma pada tulang, misalnya Buruh,
Petani, dan pengendara kendaraan bermotor lebih beresiko terjadinya fraktur.

c. Keluhan pasien
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga akan
kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri
klien digunakan
10. Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri
11. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
12. Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
13. Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
14. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari

12
13
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.

e. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan 22 dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik

f. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari.

g. Pengkajian fisik :
Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan umum
a. Kesadaran penderita
b. Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara
nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
c. Pantau keseimbangan cairan
d. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada pembedahan
mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi, dan gelisah)
e. Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul
selama minggu kedua) dan tanda vital
f. Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis.

14
g. Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan
tingkat kesadaran
h. Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan
frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru, dan jantung sebelumnya
i. Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

2. Pemeriksaan generalis (Head to Toe, yang berhubungan dengan kasus trauma,


misal pada kepala lihat pupil, discharge, brill hematom, pada dada lihat adanya
pneumotoraks, tamponande cordis, pada pelvis, spine dan ekstremitas adakah
kelainan)

3. Pemeriksaan luka (look, feel, move, special test)


a. Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien, kemudian
warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak,
otot,kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna
kemerahan atau kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan
pembengkakan atau adakah bagian yang tidak normal.
b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit, apakah teraba
denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi daerah jaringan
lunak supaya mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot, adakah penebalan
jaringan senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi, perhatikan bentuk
tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.
c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktif/pasif, apa
pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sandi,
apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range of motion)
danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.

15
B. Diagnosa keperawatan
adapun diagnosis keperawatan yang sering dijumpai pada pasien fraktur femur adalah

1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan
cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas.

2)Perfusi perifer tidak efektif


3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pergeseran fragmen tulaang, nyeri
ketidaknyamanan, traksi/gips/fiksasi external
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan traksi atau gips pada ekstremitas
5) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur
inpansif dan traksi skeletal

16
Intervensi
No Diagnosa Hasil yang dicapai Intervensi (NIC)
. keperawatan (NOC)

1. Nyeri akut Level nyeri: 1.


berhubungan
 Menyatakan nyeri
dengan spasme
mereda
otot, gerakan
 Menunjukkan
fragmen
sikap yang relaks
tulang, edema,
 Mampu
dan cedera
berpartisipasi
pada jaringan
dalam aktivitas,
lunak, stress,
dan tidur serta
ansietas.
istirahat dengan
baik.

2.

3.

17
4.

5.

6.

18
7.

2 Perfusi perifer 1. Tekanan systole dan 1. Monitor tandatanda vital


tidak efektif diastole dalam rentang 2. Monitor status hidrasi
yang diharapkan 3. Monitor status pernafasan
2. Tidak ada ortostatik 4. Monitor hb pasien
hiprtensi 5. Kolaborasi pemberian transfusi
darah bila diperlukan

3 Gangguan Fungsi Skeletal: 1. Identifikasi kemampuan pasien


mobilitas fisik beraktivitas
1. Mempertahankan
berhubungan 2. Monitor kondisi umum selama

19
dengan posisi fungsi. melakukan mobilisasi
pergeseran 2. Meningkatkan 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
fragmen kekuatan dan fungsi alat bantu ( mis. Pagar tempat tidur )
tulaang, nyeri bagian tubuh yang 4. Fasilitasi melakukan pergerakan jika
ketidaknyaman terkena dan perlu
an, kompensatori. 5. Libatkan keluarga dalam
traksi/gips/fiks merencanakan dan memelihara
Mobilitas:
asi external program latihan fisik
1. Mencapai kembali dan 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
mempertahankan mobilisasi
mobilitas pada tingkat 7. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
setinggi mungkin. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
2. Menunjukkan teknik harus dilakukan
yang memungkinkan
pengembalian aktivitas,
terutama aktivitas
kehidupan sehari-hari.

4 Defisit 1. Pasien tampak bersih 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas


perawatan diri dan segar perawatan diri sesuai usia
berhubungan 2. Pasien mampu 2. Monitor tingkat kemandirian
dengan traksi melakukan perawatan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
atau gips pada diri secara mandiri kebersihan diri, berpakaian, dan
ekstremitas atau dengan bantuan. berhias.
4. Sediakan lingkungan yang
teraupetik (mis. Privasi pasien)
5. Dampingi dalam melakukan

20
perawatan diri sampai mandiri.
6. Bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
7. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
8. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan

5 Risiko infeksi 1. Pasien bebas dari 1. Inspeksi kulit dan membrane


berhubungan tanda gejala infeksi mukosa terhadap kemerahan, panas
dengan 2. Menunjukkan 2. Inspeksi kondisi luka
kerusakan kemampuan untuk 3. Dorong masukan nutrisi yang cukup
kulit, trauma mencegah timbulnya 4. Dorong masukan cairan
jaringan, infeksi 5. Dorong istirahat
prosedur 3. Menunjukan perilaku 6. Instruksikan pasien untuk minum
inpansif dan hidup sehat antibiotik sesuai resep
traksi skeletal

21
BAB 1V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang Fraknur beragam dalam
hal keparahan berdasarkan lokan dan jenis fraktur Meskipun fraktur terjadi pada semua
kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami trauma yang terus-
menerus dan pada pasien.
adapun diagnosis keperawatan yang sering dijumpai pada pasien fraktur femur
adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan
cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas.
2. Perfusi perifer tidak efektif
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pergeseran fragmen tulaang, nyeri
ketidaknyamanan, traksi/gips/fiksasi external
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan traksi atau gips pada ekstremitas
5. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur
inpansif dan traksi skeletal

B. Saran
1. Bagi klien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan tentang tindakan untuk mengatasi fraktur dengan cara
memberikan health education (HE) pada klien dan juga keluarganya sehingga dapat
meminimalisir terjadinya fraktur femur
2. Bagi perawat /mahasiswa
Makalah ini bisa menjadi motivasi dalam melakukan asuhan keperawatan dan
peningkatan pelayanan pada klien fraktur femur dengan cara pemberian penyuluhan
kepada klien dan di harapkan keluarga klien Dapat menerapkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Crilly, R., Hillier, L., Mason, M., Gutmanis, I., & Cox, L. (2010). Prevention of hip fracture
in long-term care: relevance of community-derived data. Journal of the Amerivan
Geriatrics Society, 58(4), 738-745.
Djitowiyono S. Dan Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.
Yogyakarta : Mulia Medika
Egol, K., & Strauss, E. (2009). Perioperative considerations in geriatric patients with hip
fracture: What is the evi dence? Journal of Orthopaedic Trauma, 23(6), 386-394
Eid, T., & Bucknall, T. (2008). Documenting and im plementing evidence-based post-
operative pain mana gement in older patient with hip fractures. Journal of
Orthopaedic Nursing, 12(2), 90-98.
Handoll, H., Cameron, I., Mak, J., & Finnegan, T. (2009). Multidisciplinary rehabilitation for
older people with hip fractures. Cochrane Database of Systematic Reviews,
Indonesia, Dosen Keperawatan Medikal Bedah(2014). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC.
Jakarta: EGC,
Kholid Rosyidi. (2013). Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.
Morrison, R., Flagnan, S., Fischberg, D., Cintron, A., & Siu, A. (2009). A novel
interdisciplinary analgesic program reduces pain and improves function in older
adults after orthopedic surgery. Journal of the American Geriatrics Society, 57(1), 1-
10.
Nur arif, Amin Huda (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogkarta: Mediaction.
Suriya, M., & Zurianti. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem
Muskuloskletal. Sumbar: Pustaka Galeri Mandiri.

23

Anda mungkin juga menyukai