Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN

’’ Fraktur Femer Dextra’’

Dosen Pengajar: KIKI DENIATI, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh:

PUTRI AMINATTUL SHYOFI

1A KEPERAWATAN

19.156.01.11.026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA

Jl. Cut Mutia No. 88A, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa
Barat 17113

Website: www.stikesmedistra-indonesia.ac.id, Email: stikesmi@yahoo.co.id,


Tlp.: 021-82431375

Tahun Ajaran 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Makalah Konsep Dasar Keperawatan 2 : kasus penyakit”. Penulis
juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu kami dalam proses pembuatan makalah ini, sehingga
dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Konsep
Dasar Keperawatan 2, dimana Yth. Ibu Kiki Deniati, S.Kep., Ners., M.Kep.
selaku Dosen Mata Kuliah Konsep Dasar Keperawatan 2 ini sendiri.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kemajuan ilmu pada umumnya dan kemajuan bidang pada khusunya. Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
meminta kritik dan saran kepada pembaca untuk perbaikan pembuatan laporan

Bekasi, 20 Juli 2020


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ….......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ….........................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar belakang masalah.....................................................................1


1.2 Tujuan masalah …............................................................................2
1.3 Rumusan Masalah.............................................................................2
BAB II KONSEP TEORI......................................................................................3

2.1 Pengertian fraktur femer dextra........................................................3


2.2 Etiologi …........................................................................................3
2.3 Patofisiologi….................................................................................4
2.4 ManifestasiKlinis….........................................................................5
2.5 Komplikasi.......................................................................................5
2.6 Penatalaksanaan Medis…................................................................6
2.7 Penatalaksanaan KeperawatanPenunjangMedis…..........................6
2.8 Manajemen Diet…...........................................................................7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................8

3.1 Pengkajian…...................................................................................8
3.2 DiagnosaKeperawatan...................................................................22
3.3 IntervensiKeperawatan..................................................................23
3.4 Implementasi.................................................................................25
3.5 Evaluasi.........................................................................................29
BAB IV PENUTUP............................................................................................35

4.1 Simpulan …...................................................................................35


4.2 Saran….........................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi discontinuitas tulang,


penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degeneratife juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang
untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ
tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi
ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan
tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya
fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur.
( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan
Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang
disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma
tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas,
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda
tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes
2009) Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur korban fraktur akibat
dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh
dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun
2012 (periode januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk
bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada
bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa
nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan,
ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan
dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan
fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari
kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui
mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of
motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian
secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot
(Potter & Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas
biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada
klien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal
mungkin atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal
seoptimal mungkin.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan fraktur Femur
Dekstra.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari fraktur femer dextra?
2. Apa etiologi dari fraktur femer dextra?
3. Bagaimana patofisiologi fraktur femer dextra?
4. Apa menifekasi klinis fraktur femer dextra?
5. Apa komplikasi fraktur femer dextra?
6. Apa penatalaksanaan medis fraktur femer dextra?
7. Apa penatalaksanaan keperawatan pununjang medis fraktur femer
dextra?
8. Bagaimana asuhan keperawatan fraktur femer dextra?
9.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer & Bare, 2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang


umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya disebabkan oleh
trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002)
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008 )
Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan, dimana fraktur
dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang. Fraktur femur atau
patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

2.2 Klasifikasi .

Klasifikasi Fraktur femur dibagi sebagai berikut:      

a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I
a) Luka kurang dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan
d) Kontaminasi ringan
2. Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c) Fraktur komuniti sedang

3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
a) Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
b) Fraktur incomplete adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.

2.3 Etiologi

Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu :

a) Trauma lansung : kecelakaan lalu lintas


b) Trauma tidak lansung : jatuh dengan ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang
c) Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis)
d) Secara spontan di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
e) Serta kelainan bawaan sejak lahir, dimana tulang seseorang sangat rapuh
sehingga mudah patah.
2.4 Pathofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka


periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak.
Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat
tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini
menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus.
Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui
pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada
permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan
fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan
jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus
fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel
jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang
rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga
tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau
osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.

2.5 Manifestasi Klinis

a) Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang


berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi
seperti :Rotasi pemendekan tulang.Penekanan tulang
b) BengkakEdema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c) Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d) Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e) Tenderness
f) Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
h) Pergerakan abnormal
i) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j) Krepitasi. (Black,1993:191).

2.6 Komplikasi

a) Komplikasi segera (immediate) : Komplikasi yang terjadi segera setelah


fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf,
injuri atau perlukaan kulit.
b) Early Complication : Dapat terjadi seperti osteomelitis, emboli, nekrosis,
dan syndrome compartemen.
c) Late Complication : Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang
terganggu (malunion)

2.7 Pemeriksaan diagnostic

Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan


yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b) Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d) Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
e) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan
sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang
bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.

2.8 Penatalaksanaan
a) Pengobatan
Pengobatan yang terkait dengan fraktur; mengurangi nyeri, mencegah
perdarhan dan edema, mengurangi spasme otot, meluruskan tulang yang
patah, meningkatkan kesembuhan tulang,imobilisasi fraktur, dan mencegah
komplikasi.
b) Reduksi ; reposisi pada tulang. Reduksi tertutup dilakukan dengan cara
manipulasi eksternal untuk meluruskan tulang yang patah ke sedia kala.
Open reduktion and Internal Fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan,
adanya fiksasi internal yang membantu mempertahankan kelurusan tulang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus pemicunya
Tn. D umur 20 tahun datang ke RS. Mitra keluarga pada pukul 16.50 WIB, ia
datang dengan keluhan Tn.D mengatakan kecelakaan berapa bulan yang lalu
setelah itu Tn.D dilakukan tindakan operasi di rumah sakit mitra keluarga Tn.D
mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pem pada area fraktur ,dan
mengalami Sulut bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur , tidak bisa
beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur tersebut , klien belum bisa
menampakkan telapak kaki kanannnya , kesulitan berpindah dari berdiri ke
duduk , takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang
setelah dilakukan pemeriksaan, mendapatkan hasil :
S : 38,0 c
TD : 130/100mmHg
R : 18x/menit
N : 90x/menit
Asuhan keperawatan pada Tn. “D” dengan fraktur femer dextra
3.1 PENGKAJIAN :
A. Biodata
Nama : Tn. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Patebon, Kendal
Pekerjaan :-

B. Data Penanggung Jawab


Nama : Tn. J
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Patebon, Kendal
Hubungan dengan pasien : Ayah kandung pasien

C. Keluhan utama:
Sulit bergerak karena fraktur
D. Riwayat penyakit sekarang
1. Riwayat penyakit sekarang :
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya jatuh pada
tanggal 18 Agustus 2017 karena dirinya terserempet mobil dan kaki
pasien tertimpa motor. Setelah itu pasien dilarikan ke rumah sakit (UGD)
dan langsung digips dan setelah dilakukan rontgen, dokter mengatakan
pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra.
Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area
frakturnya tanggal 19 Agustus 2017, dan jenis operasinya tertutup (close-
surgery). Di rumah sakit, pasien mendapat perawatan luka post-op.
Pasien rawat inap selama tiga hari dan pulang tanggal 22 Agustus, pasien
mengatakan setelah pulang dari rawat inap di rumah sakit tanggal 30
Agustus 2017, pasien sangat sulit bergerak, pasien hanya bisa tiduran dan
duduk karena balutan luka jahitan bekas operasi pada femur kanannya
belum dibuka. Pada tanggal 6 September 2017 setelah balutan luka
jahitannya dibuka, pasien lebih bisa bergerak namun tetap sulit, karena
kakinya belum bisa menapak dan harus menggunakan alat bantu krug.
Pasien mengatakan dia hanya bergerak menggunakan krug di saat
mendesak saja, seperti BAB dan mandi. Pasien juga mengeluh nyeri saat
kakinya ditekuk atau diregangkan.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga
tidak pernah menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain-lain. Pasien
tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetic, menular atau
alergi.

1. Pola Nutrisi dan Metabolik


a. Pengkajian nutrisi ABCD
A (Antropometri) : TB: 170 cm BB: 60 kg, BB Ideal: 70kg, IMT:
20,7
B (Biokimia) :-
C (Clinical) : Turgor kulit elastis, konjungtiva tidak anemis,
rambut sehat dan kuat, mukosa lembab.
D (Diit) : Diet TKTP, frekuensi tiga kali sehari, tiap
makan habis satu porsi, tidak ada sensasi mual dan muntah, nafsu
makan baik.

SESUDAH
KETERANGAN SEBELUM SAKIT
SAKIT

Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari

Jenis Nasi, lauk, sayur, Nasi, lauk, sayur,


buah, teh manis, dan buah, teh manis,
air putih dan air putih

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Pola minum 10 gelas/hari, the, air 10 gelas/hari, the,


putih, susu air putih, susu

Berat badan 60kg 60kg

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Keadaan sakit saat ini tidak mempengaruhi pola makan dan minum
pasien
c. Pasien menyukai makanan yang agak asin dan pedas, tidak ada
pantangan makanan dan tidak memiliki alergi.
d. Pasien tidak mengkonsumsi vitamin atau obat penambah nafsu
makan, tidak merasakan mual dan muntah maupun anoreksia, dan
tidak ada penurunan berat badan yang berarti.
e. Pola minum pasien seperti biasa, pasien minum ±10 gelas per hari
(air, susu, teh)
f. Pasien tidak terpasang infus

2. Pola Eliminasi
a. Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1x/hari pagi 1x/hari pagi

Konsistensi Lunak berbentuk Lunak berbentuk

Bau Khas Khas

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Pasien BAB sekali dalam sehari biasanya pada saat pagi, konsistensi
lunak berbentuk dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan,
pasien agak susah dalam BAB karena kesulitan menekuk kakinya saat
BAB.
b. Eliminasi Urin

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 6-8x/hari 6-8x/hari

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah ± 250 cc sekali ± 250 cc sekali


(BAK) (BAK)

Bau Amoniak Amoniak

Warna Kuning Pucat Kuning Pucat

Perasaan setelah Puas Puas


BAK

Total produksi urine ± 1.500-2.000 cc/hari ± 1.500-2.000


cc/hari

Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK jika sudah
terasa sangat mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan
susah, namun warna, bau dan jumlahnya normal (warna kuning pucat,
bau khas amoniak, jumlah ±1000-2000 cc/hari). Pasien tidak
mengalami nyeri saat BAK maupun kesulitan posisi saat BAK.

3. Pola Aktivitas dan Kemandirian

Aktivitas Dibantu Mandiri Keterangan

Mandi √ - Selama seminggu setelah


rawat inap dari RS, mandi
masih disibin oleh keluarga.
Saat pengkajian, pasien
sudah dapat mandi sendiri
di kamar mandi dengan alat
bantu krug.

Pasien dapat berpakaian


Berpakaian - √
sendiri

Pasien pergi ke toilet


Pergi ke toilet √ - dengan dibantu alat krug
atau dipapah oleh keluarga

Pasien berjalan
Berpindah/
√ - menggunakan alat bantu
berjalan
jalan krug

Pasien BAB dan BAK


Mengontrol BAB
√ - mandiri dengan alat bantu
dan BAK
jalan krug

Pasien dapat mandiri dalam


Makan minum - √
makan minum

Tingkat
E
ketergantungan

Keterangan Penilaian :
A : Mandiri untuk 6 fungsi E : Mandiri untuk 2 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi F : Mandiri untuk 1 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi

a. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur


b. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya
karena fraktur tersebut
c. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
d. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
e. Klien tampak lambat saat bergerak
f. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi

4. Pola Istirahat Tidur

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah jam tidur siang - -

Jumlah jam tidur 6-7jam 6-7jam


malam

Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

Perasaan waktu Lega Lega


bangun

Saat dikaji, klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit, klien tidak
memiliki masalah berarti saat tidur. Klien tidak mengalami perubahan
pola tidur. Namun saat dirawat di rumah sakit, klien mengatakan sering
terganggu tidurnya karena nyeri post-op yang dirasakan. Saat dikaji, klien
tiap harinya tidur selama 6-7 jam, klien tidak terbiasa tidur siang. Klien
tidak mengalami gangguan tidur dan klien merasa nyaman saat bangun.

5. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif


a. Klien tidak mengalami keluhan yang berarti yang berkenaan dengan
kemampuan sensasi, baik penglihatan, pendengaran, penghidu,
pengecap, dan sensasi perabaan.
b. Klien tidak memakai alat bantu seperti kacamata atau alat bantu
dengar.
c. Klien dapat mengingat, berbicara, dan memahami pesan yang diterima
dengan baik, dan dapat mengambil keputusan yang bersifat sederhana.
d. Klien mengeluh nyeri dengan persepsi sebagai berikut :
P (Paliatif) : Ketika digerakkan (ditekuk/diregangkan)
Q (Quality) : Ditusuk-tusuk
R (Regio) : Femur kanan
S (Skala/Severity): 3 (ringan)
T (Time) : Hilang-timbul

6. Persepsi Diri dan Konsep Diri


a. Klien merasa sakit yang dideritanya sebagai sebuah ujian dalam
hidupnya dan klien berharap setelah menjalani perawatan klien dapat
segera pulih dan menjalani aktivitas seperti biasanya.
b. Perasaan klien saat dikaji yaitu pasien merasa kurang nyaman dengan
kondisinya, karena klien tidak dapat bergerak secara bebas dan nyeri
yang dirasakannya.
c. Konsep diri klien :
1) Klien merasa kondisi sakitnya saat ini membuat dirinya kurang
percaya diri, dan malu untuk menampakkan diri didepan umum.
2) Klien tidak memiliki masalah dengan identitas dirinya sebelum dan
sesudah kondisi sakitnya.
3) Selama kondisi sakitnya, klien tidak mengalami perubahan peran.
4) Harapan klien saat dikaji yaitu klien ingin segera kakinya bisa
normal kembali dan dapat berjalan seperti sedia kala.
5) Saat dikaji, klien mengaku merasa tidak nyaman dan malu dengan
kondisinya karena menggunakan alat bantu jalan. Klien tidak
percaya diri untuk menunjukkan dirinya keluar rumahnya.

7. Pola Hubungan dengan Orang Lain


a. Klien mampu berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu
mengekspresikan dan mampu mengerti orang lain
b. Klien paling dekat dengan orang tuanya dan orang tuanya adalah
orang yang paling berpengaruh bagi klien.
c. Bila memiliki masalah, klien selalu meminta bantuan kepada ibu atau
ayahnya.
d. Klien tidak memiliki kesulitan hubungan dalam keluarga.

8. Pola Reproduksi dan Seksual


Klien belum menikah, klien sudah disunat, klien mengerti tentang kondisi
dan fungsi seksualnya.

9. Pola Mekanisme Koping


a. Dalam mengambil keputusan, klien selalu meminta pendapat kepada
orang tuanya atau dengan cara musyawarah dalam keluarga.
b. Bila menghadapi suatu masalah, klien selalu bercerita dengan orang
tuanya atau dengan teman terdekatnya.
c. Upaya klien dalam mengatasi masalahnya yaitu klien berusaha untuk
mencapai kesembuhannya dengan melakukan checking secara rutin
dan tidak menentang apa yang diinstruksikan dokter atau perawat.

10. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan


a. Menurut klien, sumber kekuatan baginya adalah Allah Swt. Dan
keluarganya.
b. Selama kondisi sakitnya, klien melaksanakan ibadah dengan cara
duduk karena keterbatasan geraknya.
c. Tidak ada keyakinan / kebudayaan yang dianut pasien yang
berhubungan dengan kesehatan.
d. Klien yakin dengan pengobatan yang dijalaninya dan tidak ada
pertentangan dengan nilai/kebudayaan yang dianut

A. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan/keadaan umum : Tampak lemah / compos mentis

2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 130/100 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit (teratur dan kuat)
c. Pernapasan : 18 x/menit (teratur dan kuat)
d. Suhu : 38 ⁰C

3. Pengukuran antropometri : TB : 170 cm BB : 60 kg BB ideal : 70kg


IMT : 20,7
4. Kepala : Bentuk bulat simetris, tidak ada luka
a. Rambut : Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata : Mampu melihat jelas pada jarak normal
(6m), ukuran pupil kecil dan keduanya bereaksi terhadap cahaya
(kanan dan kiri), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak
memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada sekret pada mata.
c. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada
sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping
hidung, dan tidak menggunakan oksigen
d. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak
yang normal, tidak ada nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada
pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna
merah muda, bersih, gigi utuh, agak kuning, dan bersih, gusi tidak
bengkak, tidak ada bau mulut, bibir lembab dan berwarna merah
kehitaman
f. Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan
pada leher, tidak ada alat yang terpasang, tidak ada nyeri waktu
menelan, tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis tidak menonjol,
tidak ada obstruksi jalan nafas
g. Ekspresi wajah: Tidak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, tetapi saat
kakinya ditekuk/diregangkan, ekspresi wajah pasien tampak
meringis/mengernyit menahan nyeri.

5. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan


sama kanan-kiri, tidak ada luka, dan tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada
luka, tidak ada jejas, nafas teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
taktil fremitus kanan dan kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan, suara
vesikuler
b. Jantung
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada
memar
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan, ictus cordis teraba di SIC ke-5, midclavicula sinistra
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding
jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 &
S2 normal, tidak ada bunyi jantung tambahan.
c. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 10x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
tidak teraba massa
4) Perkusi : Terdengar bunyi timpani
6. Genital : Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda
infeksi, tidak terpasang kateter dan tidak ada hemoroid

7. Ekstremitas
a. Inspeksi Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : Cepat (< 2 detik)
c. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua
ekstremitas

Kanan (Tangan) Kiri (Tangan)


5 5

Kanan (Kaki) Kiri (Kaki)


2 5

1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot klien berada pada skala
5, gerakan normal penuh, menentang gravitasi, dengan penahanan
penuh, dibuktikan dengan klien mampu menggenggam dengan erat
dan mengangkat kedua tangannya keatas.
2) Kekuatan otot pada kaki kanan pasien berada pada skala 2, gerakan
otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan, terbukti dengan
klien tidak mampu menggerakkan kaki kanannya secara mandiri
dan harus disokong dengan alat bantu jalan (krug). Klien
mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya

8. Kulit : Kulit bersih, warna sawo matang, lembab,


turgor elastis, tidak ada edema. Terdapat luka bekas jahitan sepanjang ±20
cm di femur kanan superior, luka sudah mulai kering, tidak ada tanda
infeksi, balutan luka sudah dibuka.

B. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra ap-lat menunjukkan tampak fraktur
kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra dengan aposisi dan aligment
kurang baik, tak tampak lusensi soft tisue, tampak soft tisue swelling
2. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi

I. DATA FOKUS
NamaPasien : Tn. D
No.Rm :-

DS : DO :

1. Pasien mengatakan dirinya 1. pasien menderita fraktur


dilakukan operasi pemasangan kominutif pada 1/3 distal os.
pen pada area frakturnya Femur dextra
2. Klien mengatakan sulit bergerak
2. Klien tampak kesulitan saat
karena keadaan kakinya yang
bergerak atau berpindah
fraktur
3. Klien tampak lambat saat
3. Klien mengatakan tidak bisa
bergerak
beraktivitas normal seperti
4. Klien tampak kesulitan
biasanya karena fraktur tersebut
mmbolak-balik posisi
4. Klien mengatakan belum bisa
menapakkan telapak kaki 5. Tanda-tanda Vital
kanannya Tekanan darah : 130/100 mmHg
5. Klien mengatakan kesulitan Nadi : 90x/menit
berpindah dari berdiri ke duduk Suhu : 38,0C
Respirasi : 18x/menit
6. Klien mengatakan takut jatuh
6. Klien tampak tidak nyaman
karena jalannya yang tidak
dengan keadaannya
seimbang
7. Klien tidak seimbang saat
7. Pasien mengatakan makin lama berjalan dan tampak kesulitan
makin nyeri terutama pada saat
bergera.

3.2 ANALISA DATA


Nama Pasien : Tn. D
No.RM ; -

TGL/JAM Data Fokus Masalah Etiologi

20-09-2017 DS: Hambatan Gangguan


16.50 WIB a. Klien mengatakan Mobilitas Fisik muskuloskeletal
sulit bergerak
karena fraktur pada
femur kanannya
b. Klien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas normal
seperti biasanya
karena fraktur
tersebut
c. Klien mengatakan
belum bisa
menapakkan
telapak kaki
kanannya
d. Klien mengatakan
kesulitan berpindah
dari berdiri ke
duduk
DO:
a. pasien menderita
fraktur kominutif
pada 1/3 distal os.
Femur dextra
b. Klien tampak
kesulitan saat
bergerak atau
berpindah
c. Klien tampak
lambat saat
bergerak
d. Klien tampak
kesulitan
membolak-balik
posisi
20-09-2017 DS: Klien mengatakan Resiko Jatuh Penggunaan alat
16.50 WIB takut jatuh karena bantu (krug)
jalannya yang tidak
seimbang
DO: Klien tidak
seimbang saat berjalan
dan tampak kesulitan

3.2 PERENCANAAN KEPERAWATAN


A. Prioritas Diagnosa
Diagnosa
Prioritas Rasional
Keperawatan

Masalah tersebut yang


paling mengganggu
klien dan menghambat
Hambatan mobilitas penyembuhan klien,
fisik berhubungan jika tidak teratasi maka
dengan gangguan klien akan terganggu
Prioritas Sedang
muskuloskeletal pergerakan dan
ditandai dengan klien aktivitasnya, masalah
kesulitan bergerak tersebut jika tidak
teratasi maka masalah
lain juga tidak bisa
teratasi

Resiko jatuh akan


Resiko jatuh teratasi dengan
berhubungan dengan sendirinya jika masalah
Prioritas Rendah
penggunaan alat bantu dengan prioritas sedang
(krug) (hambatan mobilitas
fisik) teratasi

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan & Par


Dx. Kep. Intervensi Rasional
Kriteria Hasil af

Hambatan Setelah Kaji kemampuan Sebagai data dasar


mobilitas dilakukan pasien dalam untuk melakukan
fisik tindakan mobilisasi intervensi
berhubunga keperawatan selanjutnya
n dengan selama 3 x 1
pertemuan,
diharapkan Bantu klien untuk Memudahkan
hambatan menggunakan pasien dalam
mobilitas fisik tongkat saat mobilisasi
klien dapat berjalan dan
teratasi, cegah terhadap
dengan kriteria cedera
hasil :
a. Klien Ajarkan pasien Menambah
mampu tentang teknik pengetahuan pasien
gangguan meningkat ambulasi dan pasien dapat
muskuloske dalam kooperatif
letal aktivitas
ditandai fisik Ajarkan pasien Agar menambah
dengan b. Klien bagaimana pengetahuan pasien
klien mampu merubah posisi dan pasien dapat
kesulitan berjalan dan berikan kooperatif
bergerak dengan bantuan jika
langkah diperlukan
yang
efektif
dengan alat
bantu
c. Klien
mampu
bergerak
dengan
mudah
Resiko Setelah Identifikasi Mengetahui
jatuh dilakukan perilaku dan seberapa besar
berhubunga tindakan faktor yang resiko pasien akan
keperawatan mempengaruhi mengalami jatuh
selama 3 x 1 risiko jatuh
pertemuan, Menghindari atau
diharapkan Identifikasi meminimalisir
klien tidak karakteristik faktor lingkungan
beresiko jatuh, lingkungan yang yang dapat
dengan kriteria dapat meningkatkan
hasil : meningkatkan potensi pasien jatuh
a. Perilaku potensi untuk
penecgaha jatuh Menurunkan resiko
n jatuh: jatuh klien
tindakan Sarankan
individu perubahan dalam
n dengan
atau gaya berjalan Menambah
penggunaan
pemberi pasien pengetahuan
alat bantu
asuhan anggota keluarga
(krug)
untuk Didik anggota pasien dan anggota
meminimal keluarga tentang keluarga pasien
kan faktor faktor risiko yang dapat kooperatif
resiko yang berkontribusi
dapat terhadap jatuh
memicu dan bagaimana
jatuh di mereka dapat
lingkungan menurunkan
individu resiko tersebut
b. Tidak ada
kejadian
jatuh

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


No.
Dx. Tgl./Jam Tindakan Respon Pasien Paraf
Kep.

S: Pasien mengatakan
otot kaki kanannya
belum kuat untuk
menopang berat
badan, berjalan masih
kesulitan, masih
kesulitan berpindah
27-09-17
Mengkaji kemampuan dari duduk ke berdiri
1 16.00
pasien dalam mobilisasi maupun sebaliknya
WIB
O: Pasien tampak
masih kesulitan dalam
bergerak dan berjalan,
pasien membutuhkan
tenaga lebih untuk
menggerakkan kaki
kanannya

2 27-09-17 Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan


16.10 perilaku dan faktor sering hampir jatuh
WIB yang mempengaruhi saat dirinya latihan
risiko jatuh berjalan, dan pasien
menggunakan dinding
sebagai pegangannya
selain dari alat bantu
jalannya
O: Saat latihan, pasien
tampak tidak
seimbang saat berdiri
dan berpotensi untuk
jatuh

S: Pasien mengatakan
sering hampir jatuh
saat dirinya berjalan
menggunakan alat

Mengidentifikasi bantu karena lantai


27-09-17 karakteristik rumah yang agak
2 16.20 lingkungan yang dapat licin, terkhusus di
WIB meningkatkan potensi kamar mandi
untuk jatuh O: Lantai rumah
pasien tampak licin
dan berpotensi untuk
meningkatkan resiko
jatuh pasien

S: Pasien mengatakan
paham dan
mengetahui setelah
28-09-17 diajarkan materi
1 16.30 Mengajarkan pasien tersebut

WIB tentang teknik ambulasi O: Pasien dapat


mendemonstrasikan
apa yang telah
diajarkan

1 28-09-17 Mengajarkan pasien S: Pasien mangatakan


16.45 bagaimana merubah paham dan tahu
WIB posisi dan berikan terhadap apa yang
bantuan jika diperlukan disampaikan
O: Pasien dapat
mengikuti apa yang
diajarkan

S: Pasien mengatakan
dirinya dirumah sudah
mencoba
menggunakan tongkat

28-09-17 Membantu klien untuk pembantu (krug)

1 17.00 menggunakan tongkat untuk berjalan

WIB saat berjalan dan cegah O: Pasien dapat

terhadap cedera menggunakan alat


bantu jalan, tetapi
belum mengetahui
cara menggunakannya
dengan benar

S: Pasien mengatakan
akan mengikuti apa
yang telah disarankan
29-09-17 Menyarankan O: Gaya berjalan
2 16.30 perubahan dalam gaya pasien masih tampak
WIB berjalan pasien sama seperti
sebelumnya, belum
ada perubahan

1 29-09-17 Membantu klien untuk S: Pasien mengatakan


16.35 menggunakan tongkat sudah bisa berjalan
saat berjalan dan cegah menggunakan alat
terhadap cedera bantu dengan mudah
dan tidak sesulit
kemarin
O: Pasien tampak
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
langkah yang sudah
tidak tertatih-tatih,
namun belum efektif

S: Anggota keluarga

Mendidik anggota mengetahui dan

keluarga tentang faktor paham terhadap apa

29-09-17 risiko yang yang disampaikan

2 16.45 berkontribusi terhadap O: Ekspresi muka

WIB jatuh dan bagaimana anggota keluarga

mereka dapat pasien tampak paham


menurunkan resiko dan tidak

tersebut menunjukkan
kebingungan

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan & Catatan


Tgl./Jam Paraf
Keperawatan Kriteria Hasil Perkembangan

Hambatan Setelah 27-09-17 S: Pasien mengatakan


mobilitas fisik dilakukan 16.30 masih kesulitan untuk
berhubungan tindakan WIB bergerak dan berjalan,
dengan keperawatan masih sulit berpindah
gangguan selama 3 x 1 posisi
muskuloskelet pertemuan O: Pasien tampak masih
al ditandai jam, kesulitan untuk
dengan klien diharapkan bergerak, menggunakan
kesulitan hambatan tenaga lebih untuk
mobilitas fisik menggerakkan kaki
bergerak klien dapat kanannya
teratasi, A: Masalah hambatan
dengan kriteria mobilitas fisik belum
hasil : teratasi
a. Klien P: Lanjutkan intervensi:
mampu a. Ajarkan pasien
meningkat tentang teknik
dalam ambulasi
aktivitas b. Ajarkan pasien
fisik bagaimana
b. Klien merubah posisi
mampu dan berikan
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah c. Bantu klien
yang untuk
efektif menggunakan
dengan alat tongkat saat
bantu berjalan dan
c. Klien cegah terhadap
mampu cedera
bergerak 28-09-17 S: Pasien mengatakan
dengan 17.15 sudah mulai paham
mudah WIB teknik ambulasi yang
diajarkan dan mulai
bisa berpindah posisi
dengan mudah, namun
masih kesulitan untuk
berjalan
O: Pasien tampak lebih
kooperatif dengan apa
yang diajarkan, yaitu
teknik ambulasi dan
merubah posisi. Pasien
juga sudah mulai bisa
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
benar, namun jalannya
masih tertatih-tatih.
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera

29-09-17 S: Pasien mengatakan


17.00 sudah latihan berjalan
WIB keliling ruangan
didalam rumah dan
berjalannya sudah tidak
sesulit kemarin
O: Pasien tampak
berjalan dan bergerak
dengan lebih mudah,
sudah tidak terlalu
menggunakan
tenaganya untuk
menggerakkan kaki
kanannya, namun
belum bisa berjalan
dengan langkah yang
efektif
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera

Resiko jatuh Setelah 27-09-17 S: Pasien mengatakan


berhubungan dilakukan 16.30 sering hampir jatuh saat
dengan tindakan WIB latihan karena lantai
penggunaan keperawatan rumahnya yang licin,
alat bantu selama 3 x 1 terkhusus lantai kamar
(krug) pertemuan, mandi
diharapkan O: Pasien tampak tidak
klien tidak seimbang saat berjalan
beresiko jatuh, dan berpotensi untuk
dengan kriteria jatuh jika tidak
hasil : menggunakan alat
c. Perilaku bantu saat berjalan
penecgaha A: Masalah resiko jatuh
n jatuh: belum teratasi
tindakan P: Lanjutkan intervensi:
individu a. Sarankan
atau perubahan
pemberi dalam gaya
asuhan berjalan pasien
untuk b. Didik anggota
meminimal keluarga tentang
kan faktor faktor risiko
resiko yang yang
dapat berkontribusi
memicu terhadap jatuh
jatuh di dan bagaimana
lingkungan mereka dapat
individu menurunkan
d. Tidak ada resiko tersebut
kejadian
28-09-17 S: Pasien mengatakan
jatuh
17.15 selama sakit ini belum
WIB pernah terjatuh tapi
sering mengalami
resiko jatuh (hampir
jatuh), pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan dan saat
di kamar mandi
O: Pasien masih belum
seimbang gaya
berjalannya, dan
tampak akan jatuh,
namun pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan
A: Masalah resiko jatuh
sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
a. Sarankan
perubahan
dalam gaya
berjalan pasien
b. Didik anggota
keluarga tentang
faktor risiko
yang
berkontribusi
terhadap jatuh
dan bagaimana
mereka dapat
menurunkan
resiko tersebut

29-09-17 S: Pasien mengatakan


17.00 sudah mengetahui dan
WIB paham perilaku/faktor
dan kondisi lingkungan
yang dapat
meningkatkan potensi
untuk jatuh, sudah tidak
pernah merasa hampir
jatuh, dan keluarga
pasien sudah kooperatif
untuk meminimalisir
faktor resiko jatuh
pasien
O: Pasien dan keluarga
pasien sudah tampak
kooperatif, dan gaya
berjalan pasien sudah
seimbang, pasien sudah
sepenuhnya berhati-hati
dalam berjalan demi
keselamatannya
A: Masalah resiko jatuh
teratasi
P: Hentikan intervensi

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer & Bare, 2002).

Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan, dimana fraktur


dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang. Fraktur femur atau
patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu :

1.      Trauma lansung : kecelakaan lalu lintas


2.     Trauma tidak lansung : jatuh dengan ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang
3.     Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis)
4.     Secara spontan di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
5.     Serta kelainan bawaan sejak lahir, dimana tulang seseorang sangat rapuh
sehingga mudah patah.

4.2 Saran
Berdasarkan Hasil pembuatan makalah ini penyusun menyarankan
terutama kepada pembaca untuk selalu berhati-hati dan menjaga diri segala
hal yang menyebabkan trauma yang dapat mengakibatkan terjadinya
fraktrur.

Anda mungkin juga menyukai