Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN STUDI KASUS PROFESI FISIOTERAPI MANAJEMEN

FISIOTERAPI GANGGUAN FUNGSI EKSTREMITAS INFERIOR


DUPLEX E.C FRAKTUR CAPUT FEMORIS DEXTRA 1
TAHUN YANG LALU AND PASIEN INACTIVITY

OLEH
KELOMPOK 1

1. NURYANTI RAHMA : R024191025


2. SYAFITRI NAVISYA NOVIANTI : R024191009
3. NURFATRI RAMADANI A.M. RAMLI : R024191048
4. INDRAWATI : R024191033
5. BENSU ARI GAYOTA : R024191001
6. FANNY ANDALINI JUNJUNG DEMITRA : R024191017

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physio Sakti dengan judul Manajemen
Fisioterapi Gangguan Fungsi Ekstremitas Inferior Duplex e.c Fraktur Caput Femoris
Dextra 1 Tahun yang Lalu dan Pasien Inactivity
pada tanggal 06 September 2019.

Mengetahui,

Instruktur Klinis Klinik Physio Sakti, Edukator Klinis Bagian Terapi Latihan,

Dr. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd. M.Kes Irianto, S.Ft, Physio, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan anugerah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus

ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi, laporan kasus berjudul “ Manajemen

fisioterapi gangguan fungsi ekstremitas inferior duplex e.c fraktur caput femoris dextra dan

pasien inactivity”.

Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarga

dan sahabat-sahabatnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih

banyak kekurangan dan keterbatasan, namun berkat do’a, bimbingan, arahan dan motivasi

dari berbagai pihak, kami mampu menyelesaikan satu tahapan menyelesaikan studi. Harapan

kami semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat diterima dan diberi kritikan serta

masukan yang dapat semakin memperbaiki laporan kasus ini.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kami dan semua pihak

yang telah membantu dalam menyusun laporan kasus ini, besar harapan dan do’a kami agar

kiranya laporan kasus ini dapat diterima.

Makassar, 5 September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................................. ii


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Anatomi Dan Fisiologi ........................................................................................ 4
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS ............................. 27
2.1 Kerangka Teori ................................................................................................. 27
2.2 Definisi .............................................................................................................. 28
2.3 Etiologi .............................................................................................................. 28
2.4 Epidemiologi ..................................................................................................... 29
2.5 Patomekanisme ................................................................................................. 30
2.6 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 32
2.7 Pemeriksaan & Penegakan Diagnosis ............................................................... 32
2.8 Diagnosis Banding ............................................................................................ 33
2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi .............................................................................. 33
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI .......................................................................... 36
3.1 Proses Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi ............................................. 36
LAMPIRAN..................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit muskuloskeletal merupakan penyakit yang terjadi pada otot,

tendon, persendian, atau tulang, antara lain nyeri pada tulang punggung serta

fraktur. Fraktur itu dapat diakibatkan oleh penyakit degeneratif misalnya pada

osteoporosis, keadaan patologis, dan yang disebabkan berbagai jenis

kecelakaan (traumatic fracture) seperti kecelakaan domestik atau kecelakaan

rumah tangga, kecelakaan kerja, kecelakaan olahraga, kecelakaan lalu lintas,

dan sebagainya. Fraktur merupakan kontinuitas tulang atau kesatuan struktur

tulang terputus yang dapat merupakan retak, remah, atau bagian korteks

pecah. Tipe fraktur berdasar atas hubungan tulang dengan jaringan di

sekitarnya dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka

adalah fraktur yang merusak jaringan kulit sehingga terdapat hubungan

fragmen tulang dengan dunia luar, sedangkan fraktur tertutup merupakan

fraktur tanpa hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Fraktur yang

disebabkan oleh peristiwa trauma (traumatic fracture) dapat terjadi pada

kecelakaan. (Ramadhani dkk, 2019).

Arthritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa

kondisi nyeri sendi dan tulang. Osteoarthritis adalah bentuk paling umum dari

artritis dimana jaringan ikat antara tulang secara bertahap menjauh mengarah

ke tulang dan mengakibatkan gesekan dan terasa sakit pada tulang di sendi

1
2

dan juga dapat menyebabkan sendi berpindah dari posisi alaminya. Sendi

yang paling sering terkena adalah tulang tangan, lutut dan pinggul. Prevalensi

osteoarthritis meningkat sekitar 12% dari 65 orang yang terkena dampak oleh

kondisi tersebut. Obesitas juga menjadi faktor risiko untuk terkena kondisi

tersebut. Dalam beberapa kasus osteoarthritis yang parah, dibutuhkan operasi

(artroplasti) rekonstruksi atau mengganti sendi yang sakit, dan diharapkan

dapatmembantu mengembalikan gerakan dan fungsi sendi (Monayo & Akuba,

2019).

Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit yang berkembang dengan

perlahan tetapi merupakan penyakit aktif degenerasi kartilago artikular yang

berhubungan dengan simptom-simptom seperti nyeri sendi, kekakuan, dan

keterbatasan pergerakkan menambahkan gejala. khas dari penyakit

osteoartritis berupa nyeri pada persendian. Nyeri sendi adalah suatu

peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warna

kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini

pasien akan sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang.

Nyeri pada persendian akan berdampak pada keterbatasan mobilitas pasien

tetapi dikhawatirkan akan terjadi hal yang paling ditakuti apabila nyeri tidak

tertangani dengan baik yaitu menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan dan

gangguan aktivitas hidup sehari-hari (Monayo & Akuba, 2019).

Hip Joint atau sendi pinggul merupakan salah satu komponen atau

penunjang terjadinya proses berjalan dikenal juga dengan sebutan Ball-and-

Socket Joint. Sendi yang dibentuk oleh Acettabulum yang merupakan bagian

dari tulang pelvic dan ujung teratas dari tulang femur yaitu caput of femur atau
3

kepala femur. Sendi ini akan menimbulkan gerakan menekuk paha saat

terjadinya proses berjalan. Besarnya peranan dan aktifitas sendi yang sangat

besar mengakibatkan beberapa gangguan timbul pada sendi hip yang bersifat

degeneratif maupun tidak, seperti Ostheoatritis, Reumatoid Atrithis, post-

traumatic hip dan avascular necrosis, yang akan menimbulkan nyeri dan

ketidakstabilan sendi yang berkepanjangan dan mengakibatkan terganggunya

aktifitas seseorang. Tindakan operasi pergantian sendi akan menjadi pilihan

untuk kasus-kasus kronik.

Hip Replacement adalah penggantian sendi pinggul dengan prosthesis

(merupakan salah satu yang paling umum). Fungsi utama sendi pinggul adalah

mendukung berat tubuh ketika saat berdiri atau saat berjalan. Panggul

artroplasti dapat dilakukan ketika kerusakan yang terjadi pada sendi tidak

dapat dipulihkan,kerusakan ini sering menyebabkan rasa sakit, disfungsi dan

mengurangi kualitas hidup (Utami, 2017) .

Total Hip Replacement (THR) merupakan tindakan operasi penggantian

sendi hip, setelah terjadinya kerusakan kronis pada acettabulum dan caput

femur. Sedangkan, Drop Foot e.c. Total Hip Replacement merupakan

kelemahan otot-otot kaki akibat trauma atau cedera pada saraf peroneus

selama atau pasca dilakukanya operasi penggantian sendi panggul. Modalitas

fisioterapi yang digunakan yaitu Electrical Stimulasi dan terapi latihan berupa

passive exercise, active resisted excercise dan kontraksi isometrik.

Tindakan operasi THR kerap menimbulkan beberapa komplikasi.

Komplikasi yang serius seperti infeksi sendi terjadi 2% dari jumlah pasien.

Beberapa jenis kompikasi pasca THR adalah Blood Loss Requiring


4

Transfusion, Deep Vein Thrombosis (DVT), Pulmonary Embolism, Excessive

joint bleeding, Hematoma, Joint Infection, Joint Dislocation, dan Sciatic

Nerve Injury (Utami, 2017).

1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sendi panggul adalah persendian yang dibentuk oleh caput femoris dengan

acetabulum dari os coxae. Panggul adalah sambungan bola dan soket klasik.

Memenuhi empat karakteristik sendi sinovial atau diarthrodial: ia memiliki

rongga sendi; permukaan sendi ditutupi dengan kartilago artikular; ia memiliki

membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial, dan; dikelilingi oleh

kapsul ligamen (Byrne et al., 2010).

Berdasarkan gerakan, sendi panggul termasuk persendian multiaxial

sehingga memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan rotasi.

Sendi panggul memiliki banyak gambaran anatomis yang cocok untuk

stabilitas dan penyangga berat badan selama berdiri, berjalan, dan berlari.

Sendi panggul relatif sering mengalami kelainan dan trauma, khususnya pada

usia muda dan usia lanjut.

Dislokasi sendi panggul terutama terjadi pada pria usia 16-40 tahun akibat

kecelakaan sepeda motor. Sebanyak 95% dari pasien yang mengalami

dislokasi sendi panggul juga mengalami cedera pada area tubuh yang lain,

misalnya, fraktur acetabulum, fraktur ekstremitas inferior (23%), fraktur

ekstremitas superior (21%), cedera kepala (24%), cedera thoraks (21%) dan

cedera abdomen (15%) sehingga diperlukan evaluasi secara menyeluruh untuk

kemungkinan cedera di area lain.


5

Sendi panggul pada usia lanjut rentan mengalami penyakit degenerasi

sendi. Peningkatan terjadinya osteoporosis berkaitan dengan resiko cedera

yang juga merupakan predisposisi usia lanjut mengalami fraktur sendi panggul

(Al-Muqsith, 2017).

1.2.1 Sendi Panggul

1.2.1.1 Caput Ossis Femoris

Caput ossis femoris terletak tepat di inferior dari 1/3 tengah

ligamentum inguinale. Pertengahan dari dua caput ossis

femoris pada dewasa rata-rata adalah 17,5 cm dari masing-

masing caput ossis femoris. Caput ossis femoris berbentuk 2/3

dari sebuah bola. Terdapat suatu cekungan yang prominen

terletak sedikit posterior dari pertengahan caput ossis femoris

yang disebut fovea capitis. Seluruh permukaan dari caput ossis

femoris ditutupi oleh cartilago articularis, kecuali daerah fovea

capitis.

Gambar 1. Sendi Panggul (Drake et al., 2012)


6

Cartilago yang paling tebal terletak pada daerah di atas dan

sedikit anterior dari fovea capitis. Ligamentum teres femoris

(ligamentum capitis femoris) merupakan selubung berbentuk

silinder dari jaringan ikat yang dilapisi membrana synovial

yang berjalan di antara ligamentum transversum acetabuli dan

fovea capitis (Gambar 2). Meskipun ligamentum tersebut

teregang selama fleksi dan adduksi, ligamentum tersebut hanya

memiliki sejumlah kontribusi kecil terhadap stabilitas sendi.

Menariknya, ligamentum tersebut terutama berfungsi sebagai

pelindung saluran, atau selubung, untuk tempat berjalannya

arteria acetabularis (cabang dari arteria obturatoria) menuju

caput ossis femoris (Gambar 2). Arteria acetabularis yang kecil

dan tidak konstan hanya menyediakan suatu sumber darah

yang kecil untuk os femur. Suplai darah utama untuk caput

ossis femoris dan collum ossis femoris adalah melalui arteria

circumflexa femoris medialis dan arteria circumflexa femoris

lateralis, yang menembus capsula articularis yang berdekatan

dengan collum ossis femoris (Al-Muqsith, 2017).


7

Gambar 1. Sendi Panggul Bagian Medial (Drake et al., 2012)

1.2.1.2 Acetabulum

Acetabulum (dari bahasa Latin, yang berarti “cangkir

cuka”) adalah socket/cekungan yang dalam dan berbentuk

cangkir setengah bulat. Sekitar 60°-70° dari tepi acetabulum,

tidak melingkar lengkap di dekat inferiornya, terbentuk

incisura acetabuli. Caput ossis femoris kontak dengan

acetabulum hanya di sepanjang permukaan yang berbentuk

tapal kuda (facies lunata). Facies lunata ditutupi dengan

cartilago articularis, yang paling tebal di sepanjang daerah

superior anterior kubahnya (Gambar 2). Daerah dengan

cartilago yang paling tebal (sekitar 3,5 mm) sesuai dengan

kira-kira daerah berkekuatan sendi tertinggi selama berjalan.

Selama berjalan, kekuatan panggul berubah-ubah dari 13%

berat badan (BB) selama fase midswing sampai di atas 300%

BB selama fase midstance. Selama fase stance -ketika

kekuatan terbesar- facies lunata sedikit mendatar sebagaimana

incisura acetabuli sedikit melebar sehingga meningkatkan area


8

kontak sebagai cara untuk mengurangi tekanan tertinggi. Hal

ini merupakan mekanisme peredam alami yang

menggambarkan desain lain yang berusaha untuk menjaga

stres pada tulang subchondral pada level fisiologis yang dapat

ditoleransi. Fossa acetabuli adalah suatu cekungan yang

terletak dalam pada dasar dari acetabulum (Gambar 2). Karena

fossa acetabuli biasanya tidak kontak dengan caput ossis

femoris, fossa tersebut tanpa cartilago. Sebaliknya, fossa

acetabuli berisi ligamentum teres femoris, lemak, membrana

synovialis, dan pembuluh darah (Al-Muqsith, 2017).

1.2.1.3 Labrum Acetabulare

Labrum acetabulare adalah suatu fibrocartilago utama dan

berbentuk cincin yang tidak lengkap mengelilingi tepi luar

acetabulum. Di dekat incisura acetabuli, labrum acetabulare

melebar saat berubah menjadi ligamentum transversum

acetabuli. Labrum acetabular hampir tampak segitiga pada

potongan melintang, dengan apex mengarah ke luar sekitar 5

mm dari caput ossis femoris. Basis dari labrum acetabulare

melekat di sepanjang permukaan dalam dan permukaan luar

dari tepi acetabulum. Bagian dari labrum acetabulare yang

melekat pada permukaan dalam berhubungan dengan cartilago

articularis pada acetabulum. Labrum acetabulare menyediakan

stabilitas panggul yang bermakna dengan “menggenggam”

caput ossis femoris dan dengan memperdalam volume socket


9

kira-kira 30% untuk menambah kedalaman cakupan dan

mengurangi diskongruensi sendi. Labrum acetabulare secara

langsung melindungi cartilago articularis dengan mengurangi

stres kontak (kekuatan/area) dengan meningkatkan area

permukaan dari acetabulum. Labrum acetabulare terutama

mengandung fibrocartilago yang memiliki vaskularisasi buruk,

yaitu hanya menerima suplai darah yang rendah untuk 1/3

luarnya. Oleh karenanya, suatu robekan pada labrum

acetabulare memiliki kemampuan untuk sembuh yang terbatas.

Berbeda dengan vaskularisasinya yang buruk, labrum

acetabulare disuplai dengan baik oleh nervi afferentes yang

mampu memberikan umpan balik proprioseptif dan,

memberikan sensasi nyeri apabila labrum acetabulare

mengalami cedera akut (Al-Muqsith, 2017).

1.2.1.4 Capsula Articularis dan Ligamenta Panggul

Membrana synovialis melapisi permukaan dalam dari

capsula articularis panggul. Membrana synovialis melekat

pada tepi dari permukaan sendi pada femur dan acetabulum,

membentuk suatu pembungkus tubuler di sekitar ligamentum

capitis femoris, dan membatasi membrana fibrosum sendi.

Mulai dari tempat perlekatannya sampai pada tepi dari caput

ossis femoris, membrana synovialis membungkus collum ossis

femoris sebelum berefleksi menuju membrana fibrosum.

Membrana fibrosum yang menutupi sendi coxae kuat dan pada


10

umumnya tebal. Ke arah medial, membrana fibrosum melekat

pada tepi dari acetabulum, ligamentum transversum acetabuli,

dan tepi dari foramen obturatum di dekatnya. Ke arah lateral,

membrana fibrosum melekat pada linea intertrochanterica pada

aspectus anterior femur dan pada collum ossis femoris tepat di

proximal terhadap crista intertrochanterica pada permukaan

posterior (Gambar 4).

Gambar 4. Membrana Syno vialis dan Sendi Panggul (Drake et al., 2012)

Ligamentum iliofemorale, ligamentum pubofemorale, dan

ligamentum ischiofemorale memperkuat permukaan luar dari

capsula articularis (Gambar 5). Ketiga ligamentum tersebut

berfungsi menstabilkan sendi dan mengurangi sejumlah energi

otot yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi berdiri.

Tegangan pasif pada ligamenta yang teregang, capsula

articularis yang berdekatan, dan otot-otot sekitar membantu

menentukan akhir jangkauan gerakan/range of movement


11

(ROM) dari panggul. Peningkatan stabilitas pada berbagai

bagian capsula articularis merupakan komponen penting dari

panduan terapi fisik untuk gerakan yang terbatas dari panggul.

Ligamentum iliofemorale (ligamentum Y) adalah suatu

lembaran jaringan ikat yang tebal dan kuat, yang menyerupai

huruf Y terbalik.

Di proksimal, ligamentum iliofemorale melekat dekat

dengan spina iliaca anterior inferior (SIAI) dan di sepanjang

tepi acetabulum yang berdekatan. Sabut-sabut membentuk

fasciculus medialis dan fasciculus lateralis yang berbeda,

masing-masing melekat pada kedua ujung dari linea

intertrochanterica dari os femur. Ekstensi maksimal

meregangkan ligamentum iliofemorale dan capsula articularis

anterior. Rotasi eksternal maksimal juga memperpanjang

sabut-sabut ligamentum iliofemorale, khususnya di dalam

fasciculus lateralis. Ligamentum iliofemorale adalah

ligamentum yang paling kuat dan paling kaku dari panggul.

Kekuatan maksimal rata-rata dibutuhkan untuk merusak kedua

fasciculus kira-kira sebesar 330 N (75 lb) (Al-Muqsith, 2017).

Ketika seseorang berdiri dengan posisi anatomis,

permukaan anterior dari caput ossis femoris menekan dengan

kuat ligamentum iliofemorale dan musculus iliopsoas yang

berada di superfisialnya. Pada posisi berdiri, tegangan pasif

pada struktur-struktur tersebut merupakan suatu stabilisator


12

yang penting dalam menahan ekstensi panggul lebih jauh.

Seseorang dengan paraplegia sering bergantung pada tegangan

pasif pada ligamentum iliofemorale yang memanjang dan

menegang untuk membantu posisi berdiri. Meskipun lebih tipis

dan lebih melingkar dibandingkan sabut-sabut ligamentum

iliofemorale, ligamentum pubofemorale dan ligamentum

ischiofemorale menyatu dengan dan memperkuat sisi dari

capsula articularis yang berdekatan. Ligamentum

pubofemorale melekat di sepanjang tepi anterior dan inferior

dari acetabulum dan bagian-bagian ramus superior ossis pubis

dan membrana obturatoria yang berdekatan (Gambar 5). Sabut-

sabut tersebut menyatu dengan fasciculus medialis dari

ligamentum iliofemorale, menjadi tegang pada abduksi dan

ekstensi panggul dan, pada derajat yang lebih kecil, rotasi

eksternal.

Gambar 5. Membrana Fibrosa dan Ligamenta dari Sendi


Panggul (Drake et al., 2012).
13

Ligamentum ischiofemorale melekat dari aspectus posterior

dan aspectus inferior dari acetabulum, terutama dari ischium

yang berdekatan (gambar 5). Sabut-sabut dari ligamentum

tersebut bergabung dengan sabut-sabut melingkar yang terletak

lebih dalam pada capsula articularis posterior dan inferior.

Sabut-sabut spiral yang terletak lebih superficial lainnya

melintasi di superior dan di lateral dari collum ossis femoris

untuk melekat pada apex trochanter major. Sabut-sabut

superficial tersebut menjadi tegang pada rotasi internal dan

ekstensi; sabut-sabut yang lebih superior lainnya menjadi

tegang pada abduksi penuh (Byrne et al., 2010).

1.2.2 Otot-Otot Pada Sendi Panggul

Otot-otot pada sendi panggul dikelompokkan berdasarkan

fungsinya yaitu otot-otot fleksor panggul, otot-otot adduktor panggul,

otot-otot rotator internal panggul, otot-otot ekstensor panggul, otot-

otot abduktor panggul, otot-otot rotator eksternal panggul (Byrne et

al., 2010).

1.2.2.1 Otot-otot Fleksor Panggul

Otot-otot fleksor panggul primer adalah musculus iliopsoas,

musculus sartorius, musculus tensor fasciae latae, musculus

rectus femoris, musculus adductor longus, dan musculus

pectineus. Otot-otot fleksor panggul sekunder adalah musculus

adductor brevis, musculus gracilis, dan sabut-sabut anterior

musculus gluteus minimus.


14

1.2.2.1.1 Musculus Iliopsoas

Musculus iliopsoas berukuran besar dan

panjang, membentang pada daerah di antara

vertebra thoracica XII dan os femur bagian

proksimal. Musculus iliopsoas terdiri dari dua otot

yaitu musculus iliacus dan musculus psoas major.

Musculus iliacus melekat pada fossa iliaca, tepi

paling lateral dari sacrum tepat di atas sendi

sacroiliaca. Musculus psoas major melekat di

sepanjang processus transversus vertebra Thoracica

XII dan semua vertebrae lumbalis, termasuk discus

intervertebralis. Sabut-sabut dari kedua otot

biasanya menyatu tepat di anterior dari caput ossis

femoris. Kedua otot tersebut berinsersio pada

trochanter minor dari os femur (Tabel 1).

Musculus iliopsoas adalah otot flexor

panggul yang potent dari perspektif femoral-on-

pelvic dan pelvic-on-femoral. Dari posisi anatomis,

musculus iliopsoas bukan merupakan suatu otot

rotator yang efektif, meskipun, dengan panggul

diabduksikan, musculus iliopsoas membantu

dengan gerakan rotasi eksternal.


15

1.2.2.1.2 Musculus Sartorius

Musculus sartorius adalah musculus

terpanjang pada tubuh, berorigo di spina iliaca

anterior superior (SIAS). Musculus ini berjalan ke

distal dan ke medial melintasi regio femoralis

untuk melekat pada permukaan medial dari

proksimal tibia (Tabel 1). Musculus sartorius

merupakan otot yang memiliki aksi kombinasi

antara lain fleksi panggul, rotasi eksternal dan

abduksi.

1.2.2.1.3 Musculus Tensor Fasciae Latae

Musculus tensor fasciae latae melekat pada

ilium tepat di lateral dari musculus sartorius.

Musculus sartorius melekat di distal pada bagian

proksimal dari tractus iliotibialis. Tractus

iliotibialis terbentang ke distal melintasi lutut untuk

melekat pada tuberculum intercondylare mediale

dari tibia (Tabel 1). Dari posisi anatomis, musculus

tensor faciae latae merupakan otot fleksor dan

abduktor dari panggul. Otot tersebut juga

merupakan rotator internal sekunder. Musculus

tensor fasciae latae meningkatkan tegangan fascia

lata. Tegangan berjalan ke inferior melalui tractus


16

iliotibialis dapat membantu menstabilkan lutut

yang diekstensikan.

1.2.2.1.4 Mussculus Rectus Femoris

Bagian proksimal dari musculus rectus

femoris terletak di antara lengan-lengan dari

bentukan huruf V terbalik yang dibentuk oleh

musculus sartorius dan musculus tensor fasciae

latae. Musculus rectus femoris berorigo pada spina

iliaca anterior inferior dan di sepanjang dari tepi

superior acetabulum dan pada capsula

articularisnya. Musculus rectus femoris berinsersio

pada tuberositas tibiae (Tabel 1). Musculus rectus

femoris bertanggung jawab untuk sekitar 1/3 dari

kontraksi isometrik total, torsi fleksi di panggul.

Selain itu musculus rectus femoris merupakan otot

ekstensor lutut primer.

Tabel 1. Otot-otot Fleksor Panggul

Otot Origo Insertio Persarafan


Psoas Major Proc. Tranversus Trochanter Rami
lumbalis, discus minor anterior L1,
intervetebralis dan L2, L3
corpus vertebra dari
T12-L5
Illiacus Fossa illiaca Trochanter N. Femoralis
minor (L2, L3)
Rectus Caput rectum: SIAI; Tendo N. Femoralis
Femoris caput reflectum: Quadriceps (L2, L3, L4)
tepat di atas Femoris
acetabulum
Sartorius SIAS Tendo N. Femoralis
17

Quadriceps (L2, L3, L4)


Femoris
Tensor Crista iliaca di antara Tractus N. Gluteus
Fascia SIAS dan illiotibialis Superior (L4,
Latae tuberculum iliacum L5, S1)

1.2.2.2 Otot-otot Adduktor Panggul

Otot-otot adduktor panggul primer meliputi musculus pectineus,

musculus adductor longus, musculus gracilis, musculus adductor

brevis, dan musculus adductor magnus. Otot-otot adduktor panggul

sekunder meliputi musculus biceps femoris (caput longum), musculus

gluteus maximus, khususnya sabut-sabut bagian bawah, dan musculus

quadratus femoris.

Gambar 6.Susunan Anatomis Kelompok dan Origo dan Otot-otot


Adduktor Panggul (Neumann., 2010)
18

Kelompok otot-otot adduktor menempati kuadran medial dari

regio femoralis. Otot-otot adductor tersusun dari tiga lapisan otot,

yaitu:

1. Lapisan superficial, meliputi musculus pectineus, musculus

adductor longus, dan musculus gracilis. Musculus pectineus

berfungsi untuk fleksi dan adduksi panggul. Musculus adductor

longus dan musculus gracilis berfungsi untuk adduksi panggul.

2. Lapisan media, meliputi musculus adductor brevis dan berfungsi

untuk adduksi panggul.

3. Lapisan profundus, meliputi musculus adductor magnus dan

berfungsi untuk adduksi panggul. Origo, insersio dan persarafan

otot-otot tersebut dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 6.

Tabel 2. Otot-otot Adduktor Panggul

Otot Origo Insertio Persarafan


Pectineus Linea pectinea Linea obliq (dari N. Femoralis
(pecten pubis) dan dasar trochanter (L2, L3)
tulang pelvis yang minor sampai linea
berdekatan aspera)
Adductor Permukaan luar dari linea aspera pada N.
Longus corpus ossis pubis 1/3 tengah corpus Obturatorius
ossis femoris divisi
anterior (L2,
L3)
Gracilis Suatu garis pada Facies medialis N.
permukaan luar dari tibia bagian Obturatorius
corpus ossis pubis, proximal (L2, L3)
ramus inferior ossis
pubis dan ramus
ossis ischium
Adductor Permukaan luar dari Permukaan N.
Brevis corpus ossis pubis posterior dari femur Obturatorius
dan ramus inferior bagian proximal (L2, L3)
ossis pubis. dan linea aspera 1/3
atas
Adductor Pars adductores: Permukaan N.
19

Magnus ramus ischiopubica posterior dari femur Obturatorius


bagian proximal, (L2, L3)
linea aspera dan
Pars linea N.
hamstring/extensores supracondylaris Ischiadicus
: tuber ischiadica medialis pars tibialis
tuberculum (L2, L3, L4)
adductorium dan
linea
supracondylaris

1.2.2.3 Otot-otot Rotator Internal Panggul

Otot-otot rotator internal panggul primer yang ideal secara teori

berorientasi pada bidang horizontalis selama berdiri, di beberapa

jarak linier dari sumbu longitudinal atau sumbu vertikal dari rotasi

panggul. Dari posisi anatomis, tidak terdapat otot rotator internal

panggul primer karena tidak ada otot yang berorientasi mendekati

bidang horizontalis. Beberapa otot-otot rotator internal panggul

sekunder meliputi sabut-sabut anterior dari musculus gluteus

minimus dan musculus gluteus medius, musculus tensor fasciae

latae, musculus adductor longus, musculus adductor brevis, dan

musculus pectineus. Anatomi masing-masing musculus dijelaskan

pada kelompok otot lain.

1.2.2.4 Otot-otot Ekstensor Panggul

Otot-otot ekstensor panggul primer meliputi musculus gluteus

maximus, otot-otot hamstring, caput posterior/pars ekstensores

musculus adductor magnus. Otot-otot ekstensor panggul sekunder

meliputi sabut-sabut posterior dari musculus gluteus medius dan

sabut-sabut anterior dari musculus adductor magnus. Dengan fleksii


20

panggul pada setidaknya > 70°, sebagian besar otot-otot adductor

panggul (dengan pengecualian musculus pectineus) mampu

membantu gerakan ekstensi panggul. Musculus gluteus maximus

merupakan otot ekstensor dan rotator eksternal primer pada panggul.

Otot hamstring terdiri dari caput longum musculus biceps femoris,

musculus semitendinosus, dan musculus semimembranosus. Otot

tersebut berfungsi untuk ekstensi panggul dan fleksi lutut. Origo,

insersio dan persarafan dari otot-otot ekstensor panggul dapat dilihat

pada tabel 3.
21

Tabel 3. Otot-otot Ekstensorr Panggul

Otot Origo Insertio Persarafan


Gluteus Maximus Fascia yang menutupi Aspek N. gluteus
gluteus medius, posterior dari inferior (L5,
permukaan eksternal traktus S1, S2)
ilium di belakang illiotibialis
linea glutea posterior, dan
permukaan sacrum tuberositas
bagiandorsal,bilateral glutea dari
coccyx, ligamentum femus bagian
sacrotuberale proximal)
Biceps Femoris Caput longum; tuber Caput fibule N.
ischiadica bagian Ischiadicus
inferomedial caput (L5, S1, S2)
breve: labium laterale
dari linea aspera
Semimembranosus Tuber ischiadica Permukaan N.
bagian superolateral medial dan Ischiadicus
posterior dari (L5, S1, S2)
condyliis
medialis tibia
Semitendinosus Tuber ischiadica permukaan N.
bagian inferomedial medial dari Ischiadicus
bagian (L5, S1, S2)
proximal
tibia

1.2.2.5 Otot-otot Abduktor Panggul

Otot-otot abduktor panggul primer meliputi musculus gluteus

medius, musculus gluteus minimus, dan musculus tensor fasciae

latae. Sedangkan otot-otot abduktor panggul sekunder meliputi

musculus piriformis dan musculus sartorius (Al-Muqsith, 2017)

1.2.2.5.1 Musculus Gluteus Medius

Musculus gluteus medius merupakan otot abduktor

terbesar, menempati sekitar 60% dari potongan melintang

dari seluruh otot abduktor panggul. Musculus gluteus

medius berorigo pada permukaan eksternal dari ilium di


22

atas linea glutealis anterior. Musculus gluteus medius

berinsersio pada aspectus lateral dari trochanter major

(Tabel 4). Perlekatan di bagian distal menyediakan

musculus gluteus medius dengan lengan momen abduktor

terbesar dari semua otot-otot abduktor. Selain berfungsi

untuk abduksi panggul, musculus gluteus medius juga

berfungsi untuk gerakan rotasi internal, dan sabut-sabut

posteriornya juga menghasilkan gerakan ekstensi dan

rotasi ekternal.

1.2.2.5.2 Musculus Gluteus Minimus

Musculus gluteus minimus terletak di profundus dan

sedikit di anterior dari musculus gluteus medius. Musculus

tersebut berorigo pada lateral ilium dan berinsersio pada

aspectus anterior-lateral dari trochanter major (Tabel 4).

Selain itu juga melekat pada superior capsula articularis.

Perlekatan tersebut dapat menarik bagian superior capsula

articularis menjauh dari sendi selama bergerak sehingga

dapat mencegah tubrukan capsula articularis. Semua

sabutsabut gluteus minimus berperan untuk abduksi; sabut

yang lebih anterior juga berperan untuk rotasi internal dan

fleksi. Musculus gluteus minimus lebih kecil

dibandingkan musculus gluteus medius, menempati sekitar

20% dari otot abduktor total pada potongan melintang.


23

1.2.2.5.3 Musculus Tensor Fasciae Latae

Musculus tensor fasciae latae merupakan otot

abduktor panggul yang terkecil dari ketiganya, menempati

sekitar 11% dari otot abduktor total pada potongan

melintang. Semua otot abduktor panggul memiliki aksi

baik rotator internal maupun rotasi eksternal.

Tabel 4. Otot-otot Abduktor Panggul

Otot Origo Insertio Persarafan


Gluteus Medius Permukaan eksternal Permukaan N. gluteus
dari ilium di antara lateral dari superior (L4,
linea glutea anterior trochanter L5, S1)
dan posterior major
Gluteus Minimus Permukaan eksternal Aspectus N. gluteus
dari ilium diantara anterolateral superior (L4,
linea inferior dan dari L5, S1)
anterior trochanter
major

1.2.2.6 Otot-otot Rotator Eksternal Panggul

Otot-otot rotator eksternal panggul primer meliputi musculus

gluteus maximus dan lima dari enam musculus rotator eksternal yang

pendek. Pada posisi anatomis, otot-otot rotator eksternal panggul

sekunder adalah sabut-sabut posterior dari musculus gluteus medius

dan musculus gluteus minimus, musculus obturator internus, musculus

sartorius, dan caput longum musculus biceps femoris. Musculus

obturator externus dianggap sebagai rotator sekunder karena pada

posisi anatomis garis gayanya terletak hanya beberapa milimeter di

posterior dari rotasi sumbu longitudinal.


24

1.2.2.6.1 Musculus Piriformis

Musculus piriformis berorigo pada permukaan

anterior dari sacrum, di antara foramina sacralia anteriora

dan berinsersio pada aspectus superior dari trochanter

major (Tabel 5). Selain berfungsi sebagai rotator eksternal

panggul, musculus piriformis merupakan abduktor

sekunder panggul.

1.2.2.6.2 Musculus Obturator Internus

Musculus obturator internus berorigo pada sisi

internal dari membrana obturatoria dan dari ilium yang

berdekatan. Sabut-sabut musculus obturator internus

menyatu untuk membentuk suatu tendon, yang membelok

90° di sekitar ischium di antar spina ischiadica dan tuber

ischiadicum, dan berjalan melewati foramen ischiadicum

minus untuk mencapai permukan medial dari trochanter

major (Tabel 5). Otot tersebut terfiksasi kuat pada femur

selama berdiri, kontraksi yang kuat dari otot tersebut

merotasikan panggul relatif terhadap caput ossis femoris.

Selain itu, gaya yang dihasilkan oleh otot tersebut

menekan permukaan dari sendi panggul, sehingga

menyediakan suatu element stabilitas dinamik untuk sendi

panggul.
25

1.2.2.6.3 Musculus Gemellus

Musculus gemellus superior dan musculus gemellus

inferior Musculus gemellus superior dan musculus

gemellus inferior merupakan otot yang berukuran kecil

dan berorigo pada incisura ischiadica minor pada kedua

sisi. Masing-masing otot menyatu dengan tendon dari

musculus obturator internus menuju permukaan medial

dari trochanter major (Tabel 5).

1.2.2.6.4 Musculus Quadratus Femoris

Musculus quadratus femoris terletak tepat di bawah

musculus gemellus inferior. Musculus quadratus femoris

berorigo pada sisi eksternal dari tuber ischiadicum dan

berinsersio pada sisi posterior dari bagian proksimal os

femur (Tabel 5).

1.2.2.6.5 Musculus Obturator Externus

Musculus obturator externus berorigo pada sisi

ekternal dari membarna obturatoria dan ilium yang

berdekatan dan berinsersio pada fossa trochanterica (Tabel

5) (Drake, 2011; Neumann, 2010). Fungsi yang potensial

dari otot rotator eksternal adalah selama rotasi pelvic-on-

femoral. Dengan ekstremitas inferior kanan kontak erat

dengan inguinal, kontraksi dari otot-otot rotator eksternal

kanan mempercepat sisi anterior panggul dan melekatkan


26

tubuh ke kiri (kontralateral dari femur yang terfiksasi).

Aktivasi dari musculus gluteus maximus kanan, misalnya,

sangat mampu melakukan dorongan rotasi internal dan

rotasi eksternal ke panggul selama aksi tersebut.

Tabel 5. Otot-otot Rotator Eksternal Panggul

Otot Origo Insertio Persarafan


Piriformis Permukaan anterior Sisi medial dan Cabang dari
dari sacrum di tepi dari L5, S1, S2
antara foramina trochantor major
sacralis anteriora femur
Obturator Dinding Sisi medial dari Nervus
Internus anterolateral pelvis trochanter major untuk
minor, permukaan femur obturator
profundus dari internus (L5,
membrana S1)
obturatoria
Gamellus Permukaan Pada sepanjang Nervus
Superior eksternal dari spina permukaan untuk
ischiadica superior tendo obturator
musculus internus (L5,
obturator internus S1)
dan pada sisi
medial trochanter
major femur
Gamellus Bagian atas dari Pada sepanjang Nervus
Inferior tuber ischiadica permukaan untuk
inferior tendo quadratus
musculus femoris (L5,
obturator internus S1)
dan pada sisi
medial trochanter
major femur
Quadratus Aspectus lateral Tuberculum Nervus
Femoris dari ischium tepat quadratum pada untuk
di anterior dari crista quadratus
tuber ischiadica intertrochanterica femoris (L5,
femur S1)

Obturator Permukaan Fossa Nervus


Externus eksternal dari trochanterica obturatorius
membrana divisi
obturatoria posterior
(L3, L4)
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 Kerangka Teori

Trauma Osteoporosis Menopause

Fraktur

Fiksasi Interna Hip Arthoplasty Reduksi Tertata

Total Hip Replacement Hemiarthroplasty

Derajat Fungsional Panggul

Proses Manajemen Fisioterapi

27
28

2.2 Definisi

Penggantian panggul total berarti membuat irisan pada sisi pinggul.

Bagian pinggul yang rusak digantikan dengan tiruan (Nastional Association of

Orthopaedic Nurses, 2009). THR (Total Hip Replacement) adalah

penggantian kedua permukaan persendian dari sendi pinggul yang mengalami

degenerasi. Hal ini berarti bahwa bagian bulatan dari sendi itu benar-benar

diganti (pendekatan konvensional) atau dipangkas dan ditutupi oleh tutup

logam (pendekatan resurfacing). Bagian dari sendi pada kedua bagian diganti

dengan cangkang semi spherical (setengah bulatan) (Holzwarth dan Cotogno

2012). Total Hip Replacement adalah penggantian panggul yang rusak berat

dengan sendi buatan (Smeltzer dkk, 2002). Berdasarkan berbagai definisi

diatas, dapat disimpulkan bahwa total Hip Replacement atau artroplasti hip

adalah penggantian panggul yang rusak berat dengan sendi buatan untuk

memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan pada penderita penyakit

atau trauma sendi. Pasien yang dilakukan THR umumnya berusia lebih dari 60

tahun dengan nyeri yang tak tertahankan atau kerusakan sendi pinggul yang

ireversibel. Pasien muda dengan kerusakan panggul berat yang sangat nyeri

dapat menjalani penggantian total panggul (Smeltzer et al, 2002)

2.3 Etiologi

Penyebab utama dari penggantian sendi ini adalah osteartritis.

Osteoartritis mengakibatkan hilangnya tulang rawan, remodeling tulang yang

mendasari dan osteofit (tulang perkembangan) pembentukan di margin

bersama, dengan konsekuensi pertumbuhan dari bentuk sendi. (Australian


29

Orthopaedic Association, 2013). Berikut penyebab yang mengindikasikan

penggantian sendi.

2.3.1 Osteoartritis biasanya terjadi pada seseorang yang berumur 50 tahun

dan yang berumur lebih tua. Dalam bentuk penyakit, tulang rawan

artikular (bantalan tulang pinggul) menipis. Tulang kemudian

bergesekan sehingga terjadi nyeri dan kekakuan.

2.3.2 Rheumatoid arthritis adalah penyakit cutoimmun di mana

membransinovial menjadi meradang, menghasilkan cairan sinovial

lebih sedikit. Dan mengurangi ketegangan tulang artikular, yang

menyebabkan rasa sakit dan kekakuan.

2.3.3 Trauma arthritis dapat menjadi cedera serius atau patah tulang

pinggul. Tulang rawan artikular menjadi rusak dari waktu ke waktu,

menyebabkan rasa pinggul dan kekakuan.

2.4 Epidemiologi

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons (2015) di Virginia

bagian Utara, pada tahun 2003 - 2006 terdapat 2,600 pasien yang telah

melakukan THR. Di United States, tahun 2003 terdapat 200,000 tindakan

operasi THR, 100,000 partial hip replacements, dan 36,000 revision hip

replacements dan menurut National Institute of Arthritis and Musculoskeletal

and Skin Diseases mengatakan, angka kejadian THR pada tahun 2009 berkisar

1 : 2,266 kejadian. Menurut Asosiasi Ortopedi Australia (2013). Tingkat

operasi penggantian hip terus meningkat. Di Australia, 35.996 penggantian

hip pada tahun 2010, meningkat 3,6% dibandingkan tahun 2009. Sejak 2003

tahun pertama pengumpulan data nasional yang lengkap oleh Asosiasi


30

Ortopedi Australia, jumlah penggantian hip mengalami peningkatan 32,4%.

Insiden pasien dengan hip OA yang perlu artroplasti pinggul berkembang.

Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 didapatkan

sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang

berbeda. Hasil survei tim kementrian kesehatan Republik Indonesia

didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami

cacat fisik, 25% mengalami stres psikologis karena cemas bahkan depresi, dan

5 % mengalami kesembuhan dengan baik. Dua puluh lima persen pasien

bedah fraktur mengalami kecemasan. hal ini menjadi sesuatu yang

berpengaruh terhadap lama rawat karena meningkatkan komplikasi mortalitas

dan lama penyembuhan (Depkes RI, 2010).

2.5 Patomekanisme

Total Hip Replacement (THR) merupakan tindakan operasi penggantian

sendi hip, setelah terjadinya kerusakan kronis pada acettabulum dan caput

femur. Menurut McNamara (1993) dalam Marican (2011) menyebutkan

operasi penggantian sendi panggul dikaitkan dengan risiko cedera saraf.

Sedangkan, menurut Pandey et al. (2015), terjadinya Sciatic nerve injury

setelah dilakukannya operasi Total Hip Replacement (THR) dan hemi-

arthroplasty dapat terjadi karena adanya trauma pada saraf, hal ini dapat

terjadi selama atau pasca dilakukannya operasi. Trauma pada saraf dapat

terjadi karena adanya traksi atau penguluran dan / atau tekanan yang

berlebihan pada saraf, dapat juga terjadi akibat benda tajam atau tumpul yang

mengenai saraf secara langsung. Kerusakan atau cedera pada saraf perifer

misalnya pada saraf peroneus akan mengakibatkan kelemahan pada otot-otot


31

yang dipersarafi dan potensi terjadinya kontraktur dan atropi pada otot yang

mengalami disuse atau lemah.

Dalam penggantian panggul total (total hip replacement), tulang dan

kartilago yang rusak akan dibuang dan diganti dengan komponen palsu. Caput

femur yang rusak akan dibuang dan diganti dengan batang logam yang

ditempatkan pada pusat cekungan femur. Batang femoralis akan disemen atau

"dicocokkan" ke dalam tulang. Kemudian sebuah logam atau bola keramik

ditempatkan pada bagian atas batang. Bola ini menggantikan caput femur

yang rusak dan telah dibuang. Lalu permukaan kartilago yang rusak dari soket

(acetabulum) akan dibuang dan diganti dengan soket logam. Sekrup atau

semen kadang-kadang digunakan untuk menahan soket agar tetap di tempat

(AAOS 2010). Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari

sisitem acetabullar dan femoral. Dalam sistem acetabullar terdiri dari

komponen acetabullar shell dan acetabular liner, sedangkan pada sistem

femoral terdiri dari komponen femoral head dan femoral stem.

Dua pendekatan utama untuk artroplasti hip adalah bagian posterior dan

lateral. Pendekatan posterior dianggap lebih mudah dilakukan, walaupun hal

ini terkait dengan tingkat peningkatan dislokasi, dibandingkan dengan

pendekatan lateral secara langsung; sehingga dapat mengurangi resiko cedera

pada saraf siatik. Walaupun ada kelebihan dan kekurangan masing-masing

pendekatan, terdapat data yang saat ini tidak mencukupi untuk

mengidentifikasi pendekatan bedah yang optimal pada orang dewasa yang

menjalani artroplasti total hip (Walker, 2010). Klien dengan arthrosis pinggul
32

harus meminimalisir berbagai gerakan pinggul dan akibatnya mengalami

kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Nyeri kronis hebat yang progresif.

2. Kekakuan panggul.

3. Sendi panggul sudah aus dan robek, dan

4. Buruknya fungsi harian berjalan, menaiki tangga-tangga, dan bahkan

bangun dari posisi duduk.

2.7 Pemeriksaan & Penegakan Diagnosis

2.7.1 Radiologi dan Imaging Studies

1. X-ray

- pada tulang : mengetahui densitas, texture, erosion, dan perubahan

sambungan.

- pada cortex : mengetahi pelebaran, penyempitan, irregularity .

- pada sendi : menunjukkan cairan, irregularity, formasi, penyempitan,

perubahan contour sendi.

Gambar Pre dan Post Operasi Total Hip Replacement


33

2.7.2 Pemeriksaan sendi

1. Arthrocentesis : aspirasi cairan sinovial untuk tujuan pemeriksaan

dengan menggunakan jarum.

2. Arthroscopy.

2.7.3 Pemeriksaan Otot dan saraf

1. Electromyography

2. Nerve conduction velocities

2.7.4 Pemeriksaan Laboratorium

2.8 Diagnosis Banding

2.8.1 Osteoartritis Pinggul

2.8.2 Rheumatoid Arthritis Pinggul

2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi

Ankle Pumping Exercise dilakukan secara teratur ditujukan untuk menjaga

sirkulasi dan mencegah DVT serta tromboemboli (Kisner dan Colby,

2012).Kwon, dkk (2003) menyatakan bahwa ankle pumping exercise disertai

dengan deep breathing secara signifikan meningkatkan kecepatan aliran

darah di atas rata-rata pada vena femoralis. Hasilnya menunjukkan bahwa

ADB mungkin direkomendasikan sebagai metode profilaksis untuk pasien

yang berisiko terkena DVT atau stasis darah setelah operasi jantung, paru,

atau ortopedi. Latihan ankle pumping berfungsi untuk menggantikan aktivitas

otot plantar flexor sehari-hari yang berfungsi untuk berdiri dan berjalan

(Utami, 2015).
34

Indikasi dari latihan ini antara lain : a) terapi rehabilitasi post operasi, b)

pasien dengan pembengkakan, c) pasien dengan bed rest / imobilisasi yang

lama. Sedangkan kontra indikasi dari latihan ini salah satunya adalah adanya

pendarahan hebat bahkan sampai luka terbuka sehingga perlu imoblisasi

(Jatmika, 2017).

Muscle setting exercise melibatkan kontraksi isometrik yang sangat rendah

yang dilakukan tanpa tahanan. Latihan ini digunakan untuk menurunkan

spasme dan untuk meningkatkan relaksasi dan sirkulasi setelah cidera pada

jaringan lunak selama fase akut. Dua contoh latihan muscle setting adalah

pada m. quadriceps dan m. gluteal. Muscle setting diberikan dengan tahanan

yang ringan sehingga latihan ini tidak dapat meningkatkan kekuatan otot

kecuali pada otot yang sangat lemah. Meskipun begitu, muscle setting

exercise dapat mencegah atropi otot dan mobilisasi bertahap antar serabut

otot ketika immobilisasi otot menjadi penting untuk melindungi

penyembuhan jaringan selama fase awal rehabilitasi (Kisner dan Colby,

2012).

AAROM Exercise adalah salah satu jenis latihan AROM yang dibantu

secara manual atau mekanikal oleh gaya dari luar disebabkan kualitas gerakan

otot yang membutuhkan bantuan untuk gerakan yang sempurna. AROM

adalah gerakan dari segmen sampai batas akhir ROM yang dihasilkan oleh

aktif kontraksi otot yang melewati persendian.

Program yang dilakukan pada latihan ini adalah program stabilisasi pelvic

dengan teknik single leg bridging, latihan ini cocok terhadap fungsi

mempertahankan fungsi dan kekuatan pada regio pelvic dan hip yang akan
35

mengarah pada pola gerak yang salah.Masalah pada punggung bawah, hip,

knee, dan ankle dapat berdampak pada inefisiensi stabilitas pelvic dan/atau

hip. Teknik yang diberikan ini diharapkan mampu mempertahankan kekuatan

pada otot regio pelvic serta hip khususnya di sisi yang sehat, guna

mempersiapkan dan memaksimalkan fungsi tungkai yang sehat untuk

berjalan dan beraktivitas selama pasien melalui fase penyembuhan. Selain itu

pergerakan persendian pada hip yang sakit selama proses latihan diharapkan

mampu mempertahankan Range Of Motion (ROM) ekstensi hip (UHS, 2011).

Single leg bridging adalah posisi dan gerakan latihan yang sama seperti

double leg bridging, tetapi hanya satu kaki yang menumpu yaitu dengan kaki

yang sehat.Kemudian angkat bokong dengan kaki yang menumpu

semampunya. Lakukan gerakkan tersebut sebanyak 8-10 kali gerakan.

Selama proses peningkatan penguatan dan daya tahan, pasien dianjurkan

untuk tidak inaktif dan tetap melakukan aktifitas seperti biasanya seperti

berjalan dan naik turun tangga. dengan Menggunakan teknik pola jalan two

point gait dibantu menggunakan walker atau Kruk (Mass General Hospital,

2012).
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

3.1 Proses Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi

3.1.1 Anamnesis Umum

Nama : Ny. M

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 67 tahun

Alamat : Mandai

Pekerjaan` : IRT

Agama : Islam

Vital sign

Tekanan darah : 140/10 mmHg.

Denyut nadi : 65 kali/menit (irama regular)

Pernapasan : 24 kali/menit

Suhhu : 36,50

3.1.2 CHARTS

3.1.2.1 Chief of complaint

Tidak dapat berjalan setelah operasi pada paha

3.1.2.2 History taking

1) Klien dioperasi 1 tahun yang lalu.

2) Setelah dioperasi, klien tidak pernah berjalan dan hanya

berbaring dirumah.

3) Kaki kiri tampak atrofi dan tampak otot-otot memendek.

36
37

4) Klien tidak dapat berdiri dan berjalan.

5) Saat kaki diluruskan, terasa tertarik dan sakit sehingga aktivitas

terganggu.

6) Aktivitas sehari-hari seperti toileting, dressing, walking,

membutuhkan bantuan dan praying dilakukan dalam posisi

berbaring.

7) Sampai saat ini pasien masih rutin ke dokter untuk periksa DM.

8) Klien menderita penyakit Diabetes

9) Tidak ada keluhan lain.

3.1.2.3 Assymetry

Inspeksi Statis :

1) Ekspresi wajah cemas.

2) Kaki kiri tampak atrofi dan tampak otot-otot memendek.

3) Bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri (asimetris).

4) Lumbal hyperkyphosis.

Inspeksi Dinamis :

1) Klien datang memakai kursi roda.

2) Transfer klien dari kursi roda ke bed memerlukan bantuan.

Palpasi (d/s):

1) Suhu : normal / normal

2) Kontur kulit : normal / normal

3) Oedem : tidak ada / tidak ada

4) Tenderness : tidak ada / (+) pada hip joint dextra


38

PFGD :

1) Regio Hip

Aktif Pasif TIMT


Fleksi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.
Ekstensi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.
Abduksi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.
Adduksi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.
Exorotasi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.
Endorotasi Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
full ROM, nyeri, elastic
nyeri. endfeel.

2) Regio Knee

Aktif Pasif TIMT


Mampu, tidak Tidak Full ROM, Mampu, Nyeri
Fleksi full ROM, nyeri, elactic
nyeri endfeel
Mampu, Tidak Tidak full ROM, Mampu. Nyeri
Ekstensi full ROM, nyeri, elastic
nyeri endfeel

3) Regio Ankle

Aktif Pasif TIMT


Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
Plantar full ROM, nyeri, elastic
Fleksi nyeri endfeel
Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
Dorso full ROM, nyeri, elastic
Fleksi nyeri endfeel
39

Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri


Inversi full ROM, nyeri, elastic
nyeri endfeel
Mampu, tidak Tidak full ROM, Mampu, nyeri
Eversi full ROM, nyeri, elastic
nyeri endfeel

3.1.2.4 Restrictive

Limitasi ROM : Gerakan aktif, pasif dan TIMT regio hip,

Knee dan Ankle Sinistra dan dextra.

Limitasi Pekerjaan : Menggangu dan menghambat aktivitas di

rumah.

Limitasi ADL : Walking, toileting, dressing dan praying.

Limitasi Rekreasi : Terganggu.

3.1.2.5 Tissue Impairment and Psychological Prediction

Psikogen : Kecemasan.

Neurogen : -

Musculotendinogen : kontraktur dan atrifi otot tungkai sinistra,

spasme m. gluteus dextra.

Osteoarthrogen : stiffness pada knee dan ankle joint

3.1.2.6 Specific test

1) Hamilton Depression Scale : 21 (depresi berat)

2) Visual Analog Scale (VAS)

Nyeri diam :0

Nyeri tekan : 5 (pada bekas operasi)

Nyeri gerak :3
40

3) Manual Muscle Test (MMT) : Nilai 4 untuk ekstremitas

inferior bagian sinistra,

4) Briding Test : tidak mampu dilakukan

5) Hasil foto MRI

Hasil tanggal 28 mei 2018 lateral view :

Proximal femur: Multiple Fraktur intertrochanter dan

trochanter proximal femur kanan yang disertai displace caput

femoris dan separasi trochanter minor.

Hasil tanggal 03 Juni 2016 ( kondisi post hip arthroplasty)

lateral view :

Kondisi post Hip arthroplasty kanan

6) Degenerative change sendi coxae, osteoporosis senilis

3.1.3 Diagnosis Fisioterapi

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil

proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut yaitu “Gangguan fungsi

ekstremitas inferior duplex e.c fraktur caput femoris dextra 1 tahun

yang lalu dan pasien inactivity”.

3.1.4 Problem, Planning, dan Program Fisioterapi

Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan

berdasarkan hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:


41

1. Problem:

a. Primer: Kontraktur otot

b. Sekunder:

1) Kecemasan.

2) Atrofi otot

3) Kelemahan otot

4) Nyeri.

5) Stifnes

6) Limitasi ROM regio hip, knee dan ankle.

7) Gangguan postur.

c. Kompleks: Gangguan ADL walking, toileting, dressing and

praying.

2. Planning:

a. Tujuan Jangka Panjang: mengembalikan aktifitas fungsional

ADL walking, toileting, dressing dan praying.

b. Tujuan Jangka Pendek:

1) Mengatasi kecemasan.

2) Mengatasi kontraktur dan atrofi otot

3) Mengurangi nyeri.

4) Meningkatkan ROM regio hip, knee dan ankle.

5) Meningkatkan kekuatan otot tungkai.

6) Memperbaiki postur tubuh.


42

3. Program FT
No. PROBLEM MODALITAS DOSIS
FISIOTERAPI FISIOTERAPI
1 Kecemasan Komunikasi F : 1x/hari
terapeutik I : Penderita fokus
T : Interpersonal approach
T : Selama proses FT
2 Metabolic Stress Elektroterapi F : 1x/hari
Reaction (Infrared) I : 30 cm diatas kuilt
T : Lokal
T : 10 menit
3 Stifnes dan Limitasi Exercise Therapy F : 1x/hari
ROM regio hip, knee I : 8 hit, 3 repetisi
dan ankle T : PROMEX, AROMEX
T : 3 menit
Manual Therapy F: 1x/ hari
I: 3x repetisi 10 hit
T: SMRT
T: 1 menit
4 Kelemahan otot Exercise Therapy F : 1x/hari
I : 8 hit, 3 repetisi
T : sterngthening exc.
T : 2 menit
5. Kontraktur dan atrofi Exercise Therapy F : 1x/hari
otot I : 8 hit, 3 repetisi
T : stretching exc.
T : 2 menit
6 Relaksasi Exercise Therapy. F: 1x/hari
I: 3 kali rep, 8 hit
T: Breathing Exc.
T: 2 menit
6 Gangguan postur Exercise therapy F : 1x/hari
I : 8 hit, 3 repetisi
T : Bridging exc.
T : 2 menit
7 Gangguan ADL Exercise Therapy F : 1x/hari
walking, toileting, I : 3 repetisi
dressing dan praying T : Fungsional exc
T : 5 menit
43

3.1.5 Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi

Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi

yang telah diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut.

1. Evaluasi Sesaat
Problem Alat ukur Sebelum Setelah 2 Kali Ket.
Intervensi Intervensi
Kecemasan Hamilton 21 (depresi 17 (depresi Depresi
Depression Scale berat) rsedang) menurun
Nyeri VAS 0/5/3 0/5/1 Nyeri
gerak
berkurang
Kelemahan Manual Muscle 3- Pada kaki 3 pada kaki Kekuatan
otot Test otot
kanan, dan 3 kanan dan 4
meningkat
pada kaki kiri pada kaki kiri

2. Modifikasi

Modifikasi program FT yang dapat diberikan berupa:

a. Briding exercise + approximasi: untuk penguatan core muscle

dan sebagai stabilisasi.

b. Aktif breathing exercise, deep breathing exercise, dan

modifikasi positioning untuk merelaksasikan.

3. Home Program

a. Pumping Ankle Exc. agar sirkulasi pada tungkai lancar.

b. Keluarga pasien diajarkan untuk selalu mengkompres kaki

pasien dengan air hangat otot-otot pada tungkainya semakin

rileks saat digerakkan.

c. Bridging Exc. diajarkan agar semakin memperbaiki postur dan

menguatkan otot-otot panggul.


44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hamilton Depression Scale


No. Kemampuan Penilaian Nilai
1. Keadaan Perasaan 0 : Tidak ada
Sedih 1 : Perasaan ini hanya ada bila ditanya
(sedih, putus asa, 2 : Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
tak berdaya, tak 3 : Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal,
berguna) misalnya ekspresi wajah, bentuk, suara, dan 3
kecenderungan menangis
Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya
4 : ini dalam komunikasi baik verbal maupun non
verbal secara spontan
2. Perasaan Bersalah 0 : Tidak ada
1 : Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai
penyebab penderitaan orang lain
2 : Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang
kesalahan masa lalu
1
3 : Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah,
dan berdosa
4 : Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan
halusinasi pengihatan tentang hal-hal yang
mengancamnya
3. Bunuh Diri 0 : Tidak ada
1 : Merasa hidup tidak ada gunanya
2 : Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran
0
lain ke arah itu
3 : Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke
arah itu
4. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk tidur.
1
(Initial Insomnia) Misalnya >30 menit baru masuk tidur
2 : Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
5. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang
(Middle Insomnia) malam 1
2 : Terganggu sepanjang malam (bangun dari
tempat tidur kecuali buang air kecil)
6. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi
1
(Late Insomnia) 2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur
lagi
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya 1 : Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan
4
yang berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
2 : Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi
45

3 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari


atau produktivitas menurun
4 : Tidak bekerja karena sakitnya
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berfikir, berbicara, 2 : Jelas lamban dalam wawancara
gagal 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali) 0
berkonsentrasi, dan
aktivitas motorik
menurun)
9. Kegelisahan 0 : Tidak ada
1 : Kegelisahan ringan
2 : Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-
3 : lain
1
4 : Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan
tenang
Meremas-remas tangan, menggigit kuku,
menarik-narik rambut, menggigt bibir
10. Kecemasan Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi
(Ansietas somatik) gemeretak; suara tidak stabil; tinnitus (telinga
berdenging); penglhatan kabur; muka merah
atau pucat; perasaan ditusuk-tusuk.
0 : Tidak ada 4
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Ketidakmampuan
11. Kecemasan 0 : Tidak ada
(Ansietas psikis) 1 : Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2 : Mengkhawatirkan hal-hal kecil
1
3 : Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah
atau pembicaraaannya
4 : Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan
tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh
0
2 : Sukar makan tanpa bantuan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air besar
atau obat-obatan untuk saluran pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 : Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa
berat 2
2 : Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya
kekuatan dan kemampuan
14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di
(Genital) kala tidur, tidak haid, darah haid sedikit sekali,
0
tidak ada gairah seksual, ereksi hilang,
impotensi
46

0 : Tidak ada
1 : Ringan
2 : Berat
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic 1 : Dihayati sendiri
fisik yang 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan
berpindah-pindah) sendiri 3
3 : Sering mengeluh membutuhkan pertolongan
orang lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat 0 : Tidak ada
Badan 1 : Berat badan berkurang berhubungan dengan
penyakitnya sekarang 1
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, 0
virus, perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk
pada waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri 1 : Ringan
Berubah) 2 : Sedang
Dan Derelisiasi 3 : Berat 0
(Perasaan tidak 4 : Ketidakmampuan
nyata – tidak
realistis)
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada
1 : Kecurigaan
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian
0
peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya
3 : (ideas refence)
Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 41

Interpretasi :
0 - 7 = Normal
8 - 13 = Depresi ringan Total Nilai :21
14 - 18 = Depresi sedang Interpretasi :Depresi berat
19 - 22 = Depresi berat
> 23 = Depresi sangat berat
47

DAFTAR PUSTAKA
AAOS, 2010. Total Hip Replacement. American Academy of Orthopaedic

Surgeons.

Amin, A. A., Amanati, S., & Siswanto, T. (2018). Pengaruh Terapi Latihan

Pada Post Total Hip Replacement Et Causa Neglected Close Fracture Neck

Femur. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi, 2(1), 42-51.

American Academy of Orthopaedic Surgeons. (2015). Total Knee

Replacement. Diakses 4 September 2019 dari

http://www.orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00389

Australian Orthopaedic Association (AOA). (2013). Australian Orthopaedic

Association

Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Holzwarth, Uwe dan Giulio Cotogno. (2012) JRC Scientific and Policy

Reports : Total Hip Arthroplasty. Joint Research Center, Vol. 1: 5 – 6.

Kisner, Carolyn dan Lyyn Allen Colby.(2012) . Therapeutic Exercise

Foundation herawatand Techniques :Sixth Edition. Davis Company :USA.

Lespasio, M. J., Sultan, A. A., Piuzzi, N. S., Khlopas, A., Husni, M. E.,

Muschler, G. F., & Mont, M. A. (2018). Hip osteoarthritis: a primer. The

Permanente Journal, 22.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases. (2016).

Knee Problems. Diperoleh 3 Maret 2018, dari https://www.niams.nih.gov/health-

topics/knee-problems/advanced

National Joint Replacement Registry annual report 2013. Adelaide: AOA.


48

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung

Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Walker JA. 2010. Total hip replacement: improving patients’ quality of life.

Learning zone.

Anda mungkin juga menyukai