Anda di halaman 1dari 19

1. Bagaimana patofisiologi dari Low Back Pain?

Jawab :

Patofisiologi LBP

Low back pain terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat
badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan
(strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu
penyebab utama LBP (Levy & Wegman, 1995). Faktor risiko yang berpotensi menyebabkan
LBP adalah faktor individu seperti berat badan dan usia, faktor biomekanik seperti
mengangkat beban berat dan postur tubuh, dan faktor psikososial seperti ketidakpuasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan (Latza et al., 2000).
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel(discus intervertebralis) yang diikat satu sama
lain oleh komplek sendi faset, berbagai ligamendan otot paravertebralis.Konstruksi punggung
yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas dan tetap dapat memberikan perlindungan
yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan
tulang belakang. Otot-otot abdominal dan torak sangat penting pada aktivitas mengangkat
beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah
postur, masalah struktur, dan peregangan berlebihan dapat berakibat nyeri punggung (Porth,
2011).

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada
orang muda diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada
lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus merupakan
penyebab nyeri punggung yang sering terjadi. Diskus di daerah L4-L5 dan L5-S1 menderita
stres mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Hernia nucleus pulposus (HNP)
atau kerusakan sendi faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut(Porth,
2011).

Penyebab LBP dapat dibagi menjadi penyebab diskogenik (sindroma spinal radikuler)
dan non-diskogenik. Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nucleus
pulposus yang menekan saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk
suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan
kompresi pada radiks. Lokasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang
sekali pada daerah torakal. Sampai dekade ketiga, gel dari nucleus pulposus hanya
mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai dekade ke empat menjadi kira-kira
65%.

Nutrisi dari anulus fibrosus bagian dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul
kecil yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai
darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat
anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.
Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus berpindah
keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi
akar saraf(Wheeler, 1995).

Penyebab LBP non-diskogenik adalah iritasi pada serabut sensorik saraf perifer, yang
membentuk nervus iskiadikus dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik
atau imunologis, yang mengiritasi nervus iskiadikus dalam perjalanannya dari pleksus
lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakroiliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya
nervus iskiadikus (neuritis n. iskiadikus) (Wheeler, 1995). OA lumbal juga dapat
menyebabkan terjadinya nyeri non-diskogenik atau nyeri somatik, terutama disebabkan oleh
rangsangan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan pada sendi facet dan diskus
intervertebralis.

Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/0914118203-3-BAB2.pdf. Diakses pada tanggal 17


januari 2017, pukul 22.00 wib.

2. Apasaja klasifikasi dari LBP?


Jawab :
Klasifikasi Low back pain

Klasifikasi Low back pain menurut waktu terjadinya nyeri berlangsung yaitu :
1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seorang tidak dapat
beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung yang terkena bertambah
nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.
2. Nyeri kronis yang terus menerus dan cenderung tidak berkurang . Nyeri biasanya
terjadi dalam beberapa hari tetapi kadang kala membutuhkan waktu selama satu atau
bahkan beberapa minggu. Kadang-kadang nyeri berulang akan tetapi untuk
kekambuhan bisa ditimbulkan dari aktivitas fisik yang sederhana.

Klasifikasi Low back pain menurut penyebabnya yaitu :


1. Low back pain traumatik
Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah punggung bawah, semua
unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena oleh trauma. LBP ini dibagi 2 menjadi :
a.Trauma pada unsur Miofasial
Setiap hari banyak orang mendapat trauma miofasial, mengingat banyaknya pekerja
kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di
kalangan sosial yang serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena
kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak mengadakan gerakan-
gerakan untuk mengendurkan ototnya.
b. Trauma pada komponen keras
Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di vertebrata torakal bawah
atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang
yang patalogik. Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek),
kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi.
2. Low back pain akibat proses degeneratif
a. Spondilosis
Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakralis dapat terjadi pada corpus vertebraberikut
arcus dan processus artikularis serta ligamen yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang
belakang satu dengan yang lain. Pada proses spondilosis terjadi rarefikasi korteks tulang
belakang, penyempitan discus dan osteofit-osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan
dari foramina intervetebralis.
b. Hernia Nukleus Pulposus(HNP)
Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus discus intervertebralis
yang bila pada suatu saat terobekdapat disusul dengan protusio discus intervertebralisyang
akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus(HNP). HNP paling sering mengenai discus
intervertebralisL5-S1 dan L4-L5.
c.Osteoatritis
Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ialah kartilago
artikularisnya, yang dikenal sebagai osteoatritis.
Pada Osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil yang terjadi berulang-ulang selama
bertahun-tahun. Terbatasnya pergerakan sepanjang columna vertebralis pada osteoartritis
akan menyebabkan tarikan dan tekanan pada otot atau ligamen pada setiap gerakan sehingga
menimbulkan nyeri punggung bawah.

2. Low back pain akibat penyakit inflamasi


a. Artritis rematoid
Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang. Sendi yang
terjangkit mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi
mengalami kerusakan. Akibat sinovitis(radang pada sinovium) yang menahun, akan terjadi
kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan ligamen di sendi.
b. Spondilitis angkilopoetika
Kelainan pada artikus sakroiliakayang merupakan bagian dari poliartritis rematoid yang
juga didapatkan di tempat lain. Rasa nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna
vertebralis, artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis dan penyempitan foramen
intervertebralis.

4. Low back pain akibat gangguan metabolisme


Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya
massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan
kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, Nyeri punggung bawah pada orang tua dan
jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat
pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan. Dalam hal itu terdapat fraktur
kompresi yang menjadi komplikasi osteoporosis tulang belakang.

5. Nyeri Punggung Bawah Akibat Neoplasma


a.Tumor Benigna
Osteoma osteoid yang bersarang di pedikelatau lamina vertebra dapat mengakibatkan
nyeri hebat yang dirasakan terutama pada malam hari.
Hemangioma merupakan tumor yang berada di dalam kanalis vertebralis dan dapat
membangkitkan nyeri punggung bawah. Meningioma merupakan suatu tumor intadural
namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga menekan pada radiks-radiks.
Maka dari itu tumor ini seringkali membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral.
b. Tumor Maligna
Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer dan sekunder. Tumor
primer yang sering dijumpai adalah mieloma multiple. Tumor sekunder yaitu tumor
metastatikan mudah bersarang di tulang belakang, oleh karena tulang belakang kaya akan
pembuluh darah. Tumor primernya bisa berada di mamae, prostate, ginjal, paru dan glandula
tiroidea.

6. Low back pain sebagai Referred Pain


Walaupun benar bahwa nyeri punggung bawah dapat dirasakan seorang penderita
ulkus peptikum, pankreatitis, tumor lambung, penyakit ginjal dan seterusnya, namun penyakit
penyakit visceral menghasilkan juga nyeri abdominal dengan manifestasi masing-masing
organ yang terganggu. LBP yang bersifat referred pain memiliki ciri khas yaitu :
a.Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah.
b. Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tanda-tanda abnormal, yakni tidak ada nyeri
tekan, tidak ada nyeri gerak, tidak ada nyeri isometrik dan modalitas punggung tetap baik.
Walaupun demikian sikap tubuh mempengaruhi bertambah atau meredanya referred pain.
c. Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit Visceral didapatkan adanya keadaan
patologik melalui manifestasi gangguan fungsi dan referred pain di daerah lumbal.

7. Low back pain psikogenik


Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat pula bermanifestasi sebagai
nyeri punggung karena menegangnyaotot-otot. Nyeri punggung bawah karena problem
psikogenik misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. Nyeri punggung
bawah karena masalah psikogenik adalah nyeri punggung bawah yang tidak mempunyai
dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis, bila
adakaitan nyeri punggung bawah dengan patologi organik makanyeri yang dirasakan tidak
sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya.

8. Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. Nyeri punggung bawah yang
disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik(stafilokokus, streptokokus). Nyeri
punggung bawah yang disebabkan infeksi kronik misalnya spondilitis TB.

Sumber :
http://eprints.undip.ac.id/46175/3/Afrizal_Eka_Ramadhani_22010111140157_LapKTI_bab_
2.pdf. Diakses pada tanggal 17 januari 2017, pukul 22.20 wib

3. Apasaja pemeriksaan spesifik pada LBP?


Jawab :

Observasi
1. Type Tubuh

Apakah pasien termasuk type ectomorphic yang ditandai dengan tubuh besar (tebal) yang
merupakan hasil dari tumbuh kembang ectoderm sejak embryonal, mesomorphic yang
ditandai dengan tubuh berotot yang merupakan hasil tumbuh kembang mesoderm, atau
endomorphic yang ditandai dengan tubuh gemuk berlemak yang merupakan hasil tumbuh
kembang dari endoderm.

2. Evaluasi Gait

Apakah pasien berjalan dengan pola jalan yang normal? Adakah fase-fase berjalan yang
hilang? Pada LBP seringkali menyebabkan hilangnya fase trunk glide.

3. Total Spinal Posture

Posture pasien diobservasi pada posisi berdiri. Observasi dilakukan dari depan, belakang dan
samping. Dilihat apakah ada perubahan posture (lordosis, khyposis, scoliosis dan ketinggian
bahu serta ketinggian pelvic). Perbedaan ketinggian pelvic (crista iliaca kanan-kiri)
menunjukan adanya perbedaan panjang tungkai fungsional yang kemungkinan disebabkan
perbedaan panjang tungkai atau perubahan mekanis (misalnya satu kaki pronasi).

4. Skin Markings

Adanya seikat rambut tumbuh disekitar punggung terkadang indikasi adanya spina bifida.
1. 5. Step Deformity

Adanya step deformity (sesuatu yang menonjol seperti pijakan) pada vertebrae lumbal
kemungkinan indikasi adanya spondylolithesis. Tonjolan bisa terjadi karena procc. spinosus
vertebrae lebih menonjol atau bergeser ke depan.

C. Pemeriksaan Gerak

1. 1. Pemeriksaan Gerak Aktif dan Pasif

Posisi pasien berdiri, terapis memperhatikan gerakan yang dilakukan pasien dan mengamati
kesulitan gerak pasien. Pasien diminta menggerakan badannya membungkuk dengan tangan
lepas, gerak ke belakang dengan kedua tangan berkacak pinggang, menggerakkan badan ke
samping kanan dan kiri (dengan tangan lepas) dan memutar badannya ke kanan-kiri (kedua
tangan menyilang dada). Amati apakah pasien mengeluh nyeri pada akhir gerak?, jika
problemnya adalah mechanical maka akan didapati adanya nyeri pada akhir gerak untuk satu
atau beberapa gerakan. Selain itu juga diamati apakah terjadi keterbatasan gerak yang
kemungkinan disebabkan nyeri, spasme, stiffness atau blocking.

Jika pasien mampu bergerak full ROM tanpa disertai nyeri, berikan tekanan pasif secara
ekstra hati-hati (untuk meneruskan dengan pemeriksaan gerak pasif sekaligus untuk
mengetahui endfeel, endfeel normal untuk vertebrae lumbalis ke segala arah adalah lunak /
shoft ). Jika saat diberi tekanan pasif pasien mengeluh adanya peningkatan gejala, pasien
diminta mempertahankan posisi tersebut untuk bebarapa saat (sekitar 10 20 detik) untuk
mengetahui seberapa besar gejala meningkat.

Lingkup gerak aktif Vertebrae


lumbalis:

Fleksi 400 600

Ekstensi 200 350

Lateral fleksi 150 200 Pada keadaan injury discus yang berat
akan mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada
Rotasi 30 180 degenerasi discus, akan terjadi peningkatan
gerak intersegmental. Menurut Kirkaldy-Willis
(dikutip dari Magee, 2000) perubahan
degenerasi discus dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : (1) tahap dysfunctional, (2) tahap unstable
dan (3) tahap stable. Pada tahap dysfunctional dan unstable terjadi peningkatan gerak
intersegmental. Saat gerak fleksi, rotasi dan lateral fleksi dan kemudian akan menurun saat
pada tahap stabil. Pada tahap unstable seringkali terdapat instability jog terutama saat
bergerak fleksi, dari fleksi ke posisi semula atau lateral fleksi. Instability jog adalah gerak
kejut dari otot selama gerak aktif.
Selama pemeriksaan gerak aktif (terutama gerak fleksi / ekstensi) perlu diperhatikan ada
tidaknya painful arc. Painful arc merujuk adanya gangguan neurologis atau instabilitas.

2. Pemeriksaan Gerak Resisted Isometrik

Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot lumbar
sekaligus ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi isometrik ke arah
fleksi-ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.

Tabel 2. Otot-otot Penggerak Vertebrae Lumbalis

D. Pemeriksaan Khusus

1. Pemeriksaan Derajat Nyeri

Alat ukur : Visual analog scale (VAS)

2. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi Vertebrae Lumbalis

a. ISOM

Tabel Pengukuran LGS Vertebrae Lumbalis

b. LGS Fungsional

Alat ukur mid-line (meteran kain)

Cara pengkuran fungsional membungkuk:


Posisi awal berdiri tegak, ukur jarak antara procc. spinosus S1 T12, kemudian pasien
diminta membungkukkan badan sejauh mungkin dan ukur kembali jarak antara procc.
spinosus S1 T12 . dalam keadaan normal jaraknya sekitar 7 8 cm.

3. Pemeriksaan Ketahanan Otot

a. Dynamic Abdominal Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot abdominal.

Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 kedua lengan di samping badan, dibuat garis
di sebelah distal jari tengah sejauh 8 cm (untuk pasien > 40 th.) atau 12 cm (untuk pasien <
40 th.).

Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas kemudian raih garis yang dibuat tadi dengan
ujung jari.

Pengulangan: 25 x / menit

Intepretasi : bila pasien mampu (tanpa kelelahan) berarti normal

b. Dynamic Extensor Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).

Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk. Kedua
lengan menyilang dada.

Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas

Pengulangan: 25 x / menit

Intepretasi : bila pasien mampu (tanpa kelelahan) berarti normal

Pemeriksaan Kekuatan Otot

a. Isometric Abdominal Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot abdominal.

Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900

Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas , tahan selama mungkin.


Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan di belakang leher,
scapula terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 20 30 detik.

Good (4), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan menyilang dada, scapula terangkat
penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.

Fair (3), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, scapula
terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.

Poor (2), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, bagian atas
scapula terangkat dan menahan posisi tersebut selama 1 10 detik.

Trace (1), bila hanya mampu mengangkat kepala saja.

b. Isometric Extensor Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).

Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk.

Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas , tahan selama mungkin.

Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi
lumbar dengan kedua tangan di belakang leher, dan menahan posisi tersebut selama 20 30
detik.

Good (4), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan
kedua tangan di samping badan, penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.

Fair (3), bila mampu mengangkat kepala dan sternum, ekstensi lumbar dengan kedua tangan
lurus di samping badan, serta menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.

Poor (2), bila mampu mengangkat kepala dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta
menahan posisi tersebut selama 1 10 detik.

Trace (1), bila hanya mampu mengkontraksikan ototnya tanpa diserta gerakan.

c. Double Straight Leg lowering

Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal, dan hanya dilakukan bila Dynamic
Abdominal Endurance Test atau Isometric Abdominal Test hasilnya normal.

Posisi pasien: Telentang kedua hip fleksi 900 dan kemudian luruskan lutut.

Gerakan: Turunkan kedua tungkai secara perlahan tanpa menahan nafas.


Intepretasi: Normal (5), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan
kedua tungkai hingga 00 150 dari bed.

Good (4), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menahan pelvic pada posisi
netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 160 450 dari bed.

Fair (3), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai
hingga 460 750 dari bed.

Poor (2), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai
hingga 750 900 dari bed.

Trace (4), bila tidak mampu menahan pelvis pada posisi netral

d. Internal-external Abdominal Obliques Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal internus satu sisi dan otot abdominal
externus sisi yang lain secara bersamaan.

Posisi pasien: Telentang kedua tungkai lurus, lengan di samping badan.

Gerakan: Angkat kepala dan bahu (fleksi vertebrae lumbalis) serta putar (rotasi vertebrae
lumbalis) ke satu sisi, kedua tangan di belakang kepala / menyilang dada / tangan
heterolateral meraih tangan homo lateral. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.

Intepretasi: Normal (5), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan di
belakang kepala dan menahannya selama 20 30 detik.

Good (4), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan kedua tangan menyilang
dada dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.

Fair (3), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan heterolateral meraih
tangan homo lateral dan menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.

Poor (2), bila tidak mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis

Trace (1), bila hanya mampu kontraksi tanpa terjadi gerak fleksi dan rotasi vertebrae
lumbalis

Zero (0), bila tidak ada kontraksi otot.

e. Dynamic Horizontal Side Support Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot quadratus lumborum


Posisi pasien: Berbaring miring pada sisi heterolateral dengan badan bagian atas
disangga siku.

Gerakan: Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir tersebut semampu
mungkin.

Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat pelvis dan meluruskan vertebrae serta
menahannya selama 10 20 detik.

Good (4), bila mampu mengangkat pelvis namun kesulitan meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama 5 10 detik.

Fair (3), bila mampu mengangkat pelvis namun tidak mampu meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama < 5 detik.

Poor (2), bila tidak mampu mengangkat pelvis.

f. Dynamic Horizontal Side Support Test

Tes ini digunakan untuk mengetes otot rotator lumbar dan multifidus untuk menstabilkan
vertebrae selama ekstremitas bergerak dinamis.

Posisi pasien: Merangkak dengan vertebrae pelvis lurus..

Gerakan: a. Angkat satu lengan lurus dan tahan.

b. Angkat satu tungkai lurus dan tahan.

c. Angkat satu lengan dan tungkai heterolateral lurus serta tahan.

Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat satu lengan dan tungkai heterolateral
lurus serta menahannya selama 20 30 detik.

Good (4), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu tungkai lurus
serta mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik.

Fair (3), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu lengan lurus serta
mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik
Jika hasil test isokenetik menunjukkan bahwa otot ekstensor lebih kuat
dibanding fleksor, berarti:

Pada saat fleksi lelaki menghasilkan gaya sekitar 65 % BB, sedangkan


pada wanita sekitar 65 % 70 % BB

Pada saat ekstensi lelaki menghasilkan gaya sekitar 90 % 95 %


BB, sedangkan pada wanita sekitar 80 % 95 % BB

Pada saat rotasi lelaki menghasilkan gaya sekitar 55 % 65 % BB,


sedangkan pada wanita sekitar 40 % 55 % BB

Poor (2), tidak mampu mempertahankan pelvis saat mengangkat satu lengan lurus.

5. Sacral fixation test (Gillets test)

Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah ada bloking pada sendi sacroiliaca

Posisi pasien: Berdiri tegak, terapis mempalpasi SIPS kanan kiri dengan ibu jari.

Gerakan: Fleksikan hip secara penuh, terapis merasakan apakah SIPS sisi yang sama
drops (berarti normal) atau elevasi (yang berarti sendi sacroiliaca terkunci. Ulangi prosedur
tersebut untuk SIPS sisi satunya.

6. Lumbar Root Syndromes

7. Tes untuk Gangguan Neurologis (Neurodynamic Test)

a. Slump Test

Posisi awal : Duduk tegak

Gerakan: (1). Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta
mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), (2) kemudian beri tekanan (kompresi) pada
bahu kanan kiri untuk mempertahankan posisi fleksi lumbal, (3) selanjutnya pasien diminta
menggerakkan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, (4) kemudian terapis
mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebrae tersebut dengan memberi tekanan pada
kepala bagian belakang, (5) terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien
diminta meluruskan lututnya dan pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, (6) jika
pasien tidak mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke
bahu kanan kiri.

Intepretasi: Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah
gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.

b. Sitting Root Test


Tes ini merupakan modifikasi dari slump test

Posisi awal : Pasien duduk dengan hip fleksi 900, leher fleksi

Gerakan: Aktif ekstensi lutut

Intepretasi: Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan
syaraf ischiadicus

c. Straight Leg Rissing Test (Laseigues Test)

Posisi awal : Telentang, hip adduksi dan endorotasi, knee lurus

Gerakan: (1) Terapis mengangkat tungkai pasien (350 700), bila pasien mengeluh nyeri
pada pantat / paha belakang, (2) untuk lebih meyakinkan bahwa yang terprovokasi adalah
syaraf ischiadicus, sedikit turunkan tungkai kemudian lakukan gerakan dorsi fleksi ankle
kemudian lepaskan dan (3) pasien diminta mengangkat kepalanya (fleksi leher).

Intepretasi: Bila nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang
sifatnya central atau karena herniasi discus

Bila nyeri pertama terasa di posterior tungkai berarti terdapat penekanan syaraf yang lebih
lateral (akar syaraf/perifer)

Catatan: SLR disertai fleksi leher disebut pula sebagai hyndmans sign,
Lidners sign atau Soto-Hill test

SLR disertai dorsi fleksi ankle disebit pula sebagai Bragards test.

Nyeri saat fleksi leher atau dorsi fleksi ankledikarenakan penguluran


duramater medulla spinalis atau lesi medulla spinalis, misalnya karena
HNP, tumor, meningitis.

d. Naffzigers Test

Posisi awal : Telentang

Gerakan: Terapis menekan vena jugularis kanan-kiri sekitar 10 detik, kemudian pasien
diminta untuk batuk-batuk.

Intepretasi: Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif

e. Brudzinski Kernig Test


Posisi awal : Telentang dengan kedua tangan di belakang kepala

Gerakan: Aktif fleksi leher diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian
memfleksikan lututnya.

Intepretasi: Bila saat hip di fleksikan (dengan lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut
difleksikan nyeri hilang berarti tes positif

f. Prone Knee Bending (PKB/ Nachlas) Test

Posisi awal : Tengkurap

Gerakan: Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (hati-hati jangan sampai
terjadi gerak rotasi hip) dan menahannya pada posisi maksimal fleksi sekitar 45 60 detik

Intepretasi: Bila nyeri pada punggung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi
penekanan akar syaraf L2 atau L3

8. Pemeriksaan Fungsional

Oswestry Disability Index

(diterjemahkan dari Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. OBrien., The Owestry
Low Back Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 273, 1980)

Seksi 1 : Intensitas nyeri

Saat ini saya tidak nyeri

Saat ini nyeri terasa sangat ringan

Saat ini nyeri terasa ringan

Saat ini nyeri terasa agak berat

Saat ini nyeri terasa sangat berat

Saat ini nyeri terasa amat sangat berat

Seksi 2 : Perawatan diri (mandi, berpakaian dll)

Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri


Saya merawat diri secara normal tetapi terasa sangat nyeri

Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban karena terasa sangat nyeri

Saya memerlukan sedikit bantuan saat merawat diri

Setiap hari saya memerlukan bantuan saat merawat diri

Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed

Sumber :

Borenstein, D.G., S.W. Wiesel, and S.D. Boden., 1995, Low Back Pain: Medical Diagnosis
and Comprehensive Management, W.B. Saunders Co., Philadelphia.

Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. OBrien., 1980, The Owestry Low Back Pain
Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 273.

4. Bagaimana penatalaksanaan FT pada kasus LBP?


Jawab :
A. Assesment Fisioterapi
A. ANAMNESIS
1). Keluhan Utama
Keluhan pasien saat datang ke Fisioterais.
2). Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan awal keluhan pasien hingga saat ini.
3). Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit pasien yang pernah diderita.
4). Riwayat Penyakit Penyerta
Riwayat penyakit pasien yang pernah diderita hingga saat ini.
5). Riwayat keluarga
Riwayat penyakit keluarga yang pernah di derita.

B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
1.1 Tanda tanda Vital
a) Tekanan darah : ..../ ... mmHg
b) Denyut Nadi : ....x/ menit
c) Pernapasan : ....x / menit
d) Temperatur : ....C
1.2 Inspeksi
- Statis : Posisi saat pasien diam.
- Dinamis : Posisi saat pasien bergerak, berjalan.
1.3 Palpasi
- Memeriksa bagian yang menjadi keluhan dengan menyentuh terdapat odem / tidak,
suhu lokal bagaimana, dll.
1.4 Pemeriksaan Gerak
a. Gerak aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis
melihat dan memberikan aba-aba.
b. Gerak pasif
Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dalam keadaan pasif
dan rileks.
c. Gerak isometrik melawan tahanan
Dilakukan dengan cara pasien disuruh mengkontraksikan otot dan mencoba untuk
melakukan gerakan tapi diberi tahanan oleh terapis sehingga tidak terjadi gerakan dan
penambahan luas gerak sendi. Dalam hal ini tidak dilakukan gerak isometrik melawan
tahanan karena akan memprovokasi nyeri yang lebih hebat.
1.5 Pemeriksaan khusus

G. Diagnosis Fisioterapi
a) Impairment : keluhan yang terdapat pada pasien dan keadaan pasien.
b) Functional Limitation : keterbatasan kemampuan pasien
c) Disability : keterbatasan aktifitas sehari hari

H. Intervensi Fisioterapi
a. Infra Red

a. Persiapan alat

Terapis mempersiapkan IR, pengecekan alat, Terapis mengecek kabel tidak boleh bersilangan
juga mengecek apakah alat dapat dipakai atau tidak dengan menggunakan lampu detektor.

b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan tujuan terapi dan
kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas yang dirasakan walaupun hanya sedikit
namun tetap menimbulkan reaksi didalam jaringan. Lakukan tes panas-dingin pada daerah
yang akan diterapi untuk memastikan ada tidaknya gangguan sensibilitas.. Pakaian didaerah
yang akan diterapi (pinggang) harus dilepaskan. Posisi pasien tengkurap dengan kepala
disupport bantal juga dibawah kaki sehingga pasien merasa nyaman.

c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan diterapi bebas dari kain dan
lampu IR sejajar pada lumbal, alat di ON kan dengan waktu 15 menit,jarak lampu dengan
daerah yang diterapi 35cm,kemudian dicek dengan menanyakan langsung kepada pasien
apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh bersilangan dan bersentuhan dengan pasien.
Selama terapi harus dikontrol rasa panas dari pasien, apabila terlalu panas jaraknya bisa
ditambah,dan ditanyakan apakah rasa nyeri meningkat / bertambah. Setelah selesai terapi
matikan alat dan mengontrol keadaan pasien.

d. Evaluasi sesaat
Setelah selesai terapi ditanyakan apakah nyeri menurun / berkurang dibanding sebelum
terapi, rasa mual, pusing, keringat dingin, juga mengamati apakah ada tanda kemerahan
karena terlalu panas.

b. Massage
a. Persiapan alat
Persiapan alat dalam hal ini adalah minyaak (pelicin) tempat tidur ( bed ), selimut atau
handuk kecil, bantal, guling.
b. Persiapan pasien
Pasien diperintahkan untuk tidur posisi tengkurap. Tanyakan kepada pasien untuk
penggunaan media Massage yang akan digunakan yang cocok dengan pasien.
c. Penatalaksanaan Massage
Pemberian media Massage yang dioleskan pada punggung pasien dapat berupa minyak,
lotion, atau bedak. Ke dua tangan terapis bersentuhan langsung dengan punggung pasien lalu
ratakan media Massage tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung pasien.
Gerakan Massage dengan metode stroking.friktion Effleurage,vibratrion pada punggung
dilakukan dengan usapan kedua tangan dengan tekanan yang toleransi dengan pasien dengan
gerakan dari arah distalke proksimaldengan tekanan yang kuat, lalu kembali lagi kearah distal
dengan tekanan yang minimal.

d. Persiapan pasien

Beri informasi yang jelas tentang tujuan terapi, rasa dari stimulasi alat , hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan pasien selama terapi. Posisi pasien tengkurap kepala disuport bantal,
begitu juga pada kaki agar pasien merasa nyaman, dan daerah yang akan diterapi (punggung
bawah) harus dibebaskan dari pakaian.

c. Terapi latihan dengan William Flexion Exercise


Latihan ini terdiri dari 6 bentuk gerakan .yang dirancang untuk mengurangi nyeri
punggung dengan memperkuat otot-otot yang memfleksikan lumbosacral spine terutama otot
abdominal dan otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok otot ekstensor
(Basmajian,1978).
a. Persiapan alat
Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang lunak/sedikit keras namun nyaman
untuk pasien.
b. Persiapan pasien
Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah ada keluhan pusing mata
berkunang-kunang, mual, dan lain-lain. Sarankan pada pasien untuk tidak menggunakan
pakaian terlalu ketat yang dapat menggangu atau membatasi gerakan latihan, sebaiknya
gunakan pakaian yang nyaman dan pas.

Pelaksanaan William Flexion Exercise Sebelum William Flexion Exercise


dilakukan,pasien diberi contoh terlebih dahulu gerakan latihannya. Bentuk-bentuk latihannya
sebagai berikut :

1. William Flexion Exercisenomor 1


Posisi awal : terlentang, kedua lutut menekuk dan kedua kaki rata pada permukaan matras.
Gerakan : pasian diminta meratakan pinggang dengan menekan pinggang ke bawah melawan
matras dengan mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Setiap kontraksi ditahan 5 detik
kemudian lemas, ulangi 10 kali. Usahakan pada waktu lemas pinggang tetap rata.
Tujuan : penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi panggul, penguatan otot-otot
perut.

2. William Flexion Exercisenomor 2


Posisi awal : sama dengan nomor 1.
Gerakan : pasien diminta mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala, sehingga
dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Setiap kontraksi ditahan 5 detik,
kemudian lemas, ulangi sebanyak 10 kali.
Tujuan : peunguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan otot
sternocleidomastoideus.

3. William Flexion Exercisenomor 3


Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk memfleksikan satu lutut kearah dada sejauh mungkin,
kemudian kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lututnya ke dada. Pada waktu
bersamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras, tahan 5
detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, ulangi latihan sebanyak 10 kali. Kedua
tungkai lurus naik harus dihindari, karena akan memperberat problem pinggangnya.
Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka, dan otot otot hamstring.

4. William Flexion Exercisenomor 4


Posisi awal : sama dengan nomor 1
Gerakan : pasien diminta untuk melakukan latihan yang sama dengan nomor 3, tetapi kedua
lutut dalam posisi menekuk, dinaikkan ke atas dan ditarik dengan kedua tangn kearah dada,
naikkan kepala dan bahu dari matras, ulangi 10 kali. Pada waktu menaikkan kedua tungkai ke
atas sejauh mungkin ia rapat, baru ditarik dengan kedua tangan mendekati dada.
Tujuan : merapatkan lengkungan pada lumbal, peunguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka, dan otot otot hamstring.

5. William Flexion Exercise nomor 5


Posisi awal : exaggregated starters position
Gerakan : Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperi seorang pelari cepat
pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maximal pada seni lutut dan paha, sedang
tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan
badan ke depan dan ke bawah, tahan 5 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi.
Tujuan : mengulur / streching otot-otot fleksor hip dan fascia latae.
6. William Flexion Exercisenomor 6

Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15 cm di depan
dinding, lumbalrata dengan dinding.

Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbalpada dinding, tahan
10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan
dapat dikurangi.

Tujuan : penguatan otot quadriceps, otot perut, ekstensor trunk.

I. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan fisioterapis dievaluasi adanya peningkatan pada kondisi
pasien atau tidak.

Sumber :
Kuntono, Heru Purbo, 2000; Penatalaksanaan Elektro Terapi pada Low Back Pain; Kumpulan
Makalah TITAFI XV; Semarang 2-4 Oktober 2000, IFI

Kisner, Carolyn, 1996 ; Therapeutik Exercise Foundations and Techniques ; Third Edition, F.
A. Davis Company, Philadelphia. Diakses pada tanggal 17 januari 2017, pukul 22.40 wib.

Anda mungkin juga menyukai