Jawab :
Patofisiologi LBP
Low back pain terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat
badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri. Ketegangan
(strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu
penyebab utama LBP (Levy & Wegman, 1995). Faktor risiko yang berpotensi menyebabkan
LBP adalah faktor individu seperti berat badan dan usia, faktor biomekanik seperti
mengangkat beban berat dan postur tubuh, dan faktor psikososial seperti ketidakpuasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan (Latza et al., 2000).
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel(discus intervertebralis) yang diikat satu sama
lain oleh komplek sendi faset, berbagai ligamendan otot paravertebralis.Konstruksi punggung
yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas dan tetap dapat memberikan perlindungan
yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan
tulang belakang. Otot-otot abdominal dan torak sangat penting pada aktivitas mengangkat
beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah
postur, masalah struktur, dan peregangan berlebihan dapat berakibat nyeri punggung (Porth,
2011).
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada
orang muda diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada
lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus merupakan
penyebab nyeri punggung yang sering terjadi. Diskus di daerah L4-L5 dan L5-S1 menderita
stres mekanis paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Hernia nucleus pulposus (HNP)
atau kerusakan sendi faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut(Porth,
2011).
Penyebab LBP dapat dibagi menjadi penyebab diskogenik (sindroma spinal radikuler)
dan non-diskogenik. Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nucleus
pulposus yang menekan saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk
suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan
kompresi pada radiks. Lokasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang
sekali pada daerah torakal. Sampai dekade ketiga, gel dari nucleus pulposus hanya
mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai dekade ke empat menjadi kira-kira
65%.
Nutrisi dari anulus fibrosus bagian dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul
kecil yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai
darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat
anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.
Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus berpindah
keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi
akar saraf(Wheeler, 1995).
Penyebab LBP non-diskogenik adalah iritasi pada serabut sensorik saraf perifer, yang
membentuk nervus iskiadikus dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik
atau imunologis, yang mengiritasi nervus iskiadikus dalam perjalanannya dari pleksus
lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakroiliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya
nervus iskiadikus (neuritis n. iskiadikus) (Wheeler, 1995). OA lumbal juga dapat
menyebabkan terjadinya nyeri non-diskogenik atau nyeri somatik, terutama disebabkan oleh
rangsangan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan pada sendi facet dan diskus
intervertebralis.
Klasifikasi Low back pain menurut waktu terjadinya nyeri berlangsung yaitu :
1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seorang tidak dapat
beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung yang terkena bertambah
nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.
2. Nyeri kronis yang terus menerus dan cenderung tidak berkurang . Nyeri biasanya
terjadi dalam beberapa hari tetapi kadang kala membutuhkan waktu selama satu atau
bahkan beberapa minggu. Kadang-kadang nyeri berulang akan tetapi untuk
kekambuhan bisa ditimbulkan dari aktivitas fisik yang sederhana.
8. Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. Nyeri punggung bawah yang
disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik(stafilokokus, streptokokus). Nyeri
punggung bawah yang disebabkan infeksi kronik misalnya spondilitis TB.
Sumber :
http://eprints.undip.ac.id/46175/3/Afrizal_Eka_Ramadhani_22010111140157_LapKTI_bab_
2.pdf. Diakses pada tanggal 17 januari 2017, pukul 22.20 wib
Observasi
1. Type Tubuh
Apakah pasien termasuk type ectomorphic yang ditandai dengan tubuh besar (tebal) yang
merupakan hasil dari tumbuh kembang ectoderm sejak embryonal, mesomorphic yang
ditandai dengan tubuh berotot yang merupakan hasil tumbuh kembang mesoderm, atau
endomorphic yang ditandai dengan tubuh gemuk berlemak yang merupakan hasil tumbuh
kembang dari endoderm.
2. Evaluasi Gait
Apakah pasien berjalan dengan pola jalan yang normal? Adakah fase-fase berjalan yang
hilang? Pada LBP seringkali menyebabkan hilangnya fase trunk glide.
Posture pasien diobservasi pada posisi berdiri. Observasi dilakukan dari depan, belakang dan
samping. Dilihat apakah ada perubahan posture (lordosis, khyposis, scoliosis dan ketinggian
bahu serta ketinggian pelvic). Perbedaan ketinggian pelvic (crista iliaca kanan-kiri)
menunjukan adanya perbedaan panjang tungkai fungsional yang kemungkinan disebabkan
perbedaan panjang tungkai atau perubahan mekanis (misalnya satu kaki pronasi).
4. Skin Markings
Adanya seikat rambut tumbuh disekitar punggung terkadang indikasi adanya spina bifida.
1. 5. Step Deformity
Adanya step deformity (sesuatu yang menonjol seperti pijakan) pada vertebrae lumbal
kemungkinan indikasi adanya spondylolithesis. Tonjolan bisa terjadi karena procc. spinosus
vertebrae lebih menonjol atau bergeser ke depan.
C. Pemeriksaan Gerak
Posisi pasien berdiri, terapis memperhatikan gerakan yang dilakukan pasien dan mengamati
kesulitan gerak pasien. Pasien diminta menggerakan badannya membungkuk dengan tangan
lepas, gerak ke belakang dengan kedua tangan berkacak pinggang, menggerakkan badan ke
samping kanan dan kiri (dengan tangan lepas) dan memutar badannya ke kanan-kiri (kedua
tangan menyilang dada). Amati apakah pasien mengeluh nyeri pada akhir gerak?, jika
problemnya adalah mechanical maka akan didapati adanya nyeri pada akhir gerak untuk satu
atau beberapa gerakan. Selain itu juga diamati apakah terjadi keterbatasan gerak yang
kemungkinan disebabkan nyeri, spasme, stiffness atau blocking.
Jika pasien mampu bergerak full ROM tanpa disertai nyeri, berikan tekanan pasif secara
ekstra hati-hati (untuk meneruskan dengan pemeriksaan gerak pasif sekaligus untuk
mengetahui endfeel, endfeel normal untuk vertebrae lumbalis ke segala arah adalah lunak /
shoft ). Jika saat diberi tekanan pasif pasien mengeluh adanya peningkatan gejala, pasien
diminta mempertahankan posisi tersebut untuk bebarapa saat (sekitar 10 20 detik) untuk
mengetahui seberapa besar gejala meningkat.
Lateral fleksi 150 200 Pada keadaan injury discus yang berat
akan mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada
Rotasi 30 180 degenerasi discus, akan terjadi peningkatan
gerak intersegmental. Menurut Kirkaldy-Willis
(dikutip dari Magee, 2000) perubahan
degenerasi discus dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : (1) tahap dysfunctional, (2) tahap unstable
dan (3) tahap stable. Pada tahap dysfunctional dan unstable terjadi peningkatan gerak
intersegmental. Saat gerak fleksi, rotasi dan lateral fleksi dan kemudian akan menurun saat
pada tahap stabil. Pada tahap unstable seringkali terdapat instability jog terutama saat
bergerak fleksi, dari fleksi ke posisi semula atau lateral fleksi. Instability jog adalah gerak
kejut dari otot selama gerak aktif.
Selama pemeriksaan gerak aktif (terutama gerak fleksi / ekstensi) perlu diperhatikan ada
tidaknya painful arc. Painful arc merujuk adanya gangguan neurologis atau instabilitas.
Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot lumbar
sekaligus ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi isometrik ke arah
fleksi-ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.
D. Pemeriksaan Khusus
a. ISOM
b. LGS Fungsional
Posisi pasien: Telentang hip 450 , knee 900 kedua lengan di samping badan, dibuat garis
di sebelah distal jari tengah sejauh 8 cm (untuk pasien > 40 th.) atau 12 cm (untuk pasien <
40 th.).
Gerakan: Angkat kepala dan punggung atas kemudian raih garis yang dibuat tadi dengan
ujung jari.
Pengulangan: 25 x / menit
Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk. Kedua
lengan menyilang dada.
Pengulangan: 25 x / menit
Good (4), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan menyilang dada, scapula terangkat
penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, scapula
terangkat penuh dan menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat dengan kedua tangan lurus di samping badan, bagian atas
scapula terangkat dan menahan posisi tersebut selama 1 10 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetahui kekuatan otot iliocostalis lumborum (erector spine dan
multifidus).
Posisi pasien: Tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi
lumbar dengan kedua tangan di belakang leher, dan menahan posisi tersebut selama 20 30
detik.
Good (4), bila mampu mengangkat kepala, dada dan costa serta ekstensi lumbar dengan
kedua tangan di samping badan, penuh dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat kepala dan sternum, ekstensi lumbar dengan kedua tangan
lurus di samping badan, serta menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.
Poor (2), bila mampu mengangkat kepala dengan kedua tangan lurus di samping badan, serta
menahan posisi tersebut selama 1 10 detik.
Trace (1), bila hanya mampu mengkontraksikan ototnya tanpa diserta gerakan.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal, dan hanya dilakukan bila Dynamic
Abdominal Endurance Test atau Isometric Abdominal Test hasilnya normal.
Posisi pasien: Telentang kedua hip fleksi 900 dan kemudian luruskan lutut.
Good (4), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menahan pelvic pada posisi
netral dan menurunkan kedua tungkai hingga 160 450 dari bed.
Fair (3), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai
hingga 460 750 dari bed.
Poor (2), bila mampu menahan pelvic pada posisi netral dan menurunkan kedua tungkai
hingga 750 900 dari bed.
Trace (4), bila tidak mampu menahan pelvis pada posisi netral
Tes ini digunakan untuk mengetes otot abdominal internus satu sisi dan otot abdominal
externus sisi yang lain secara bersamaan.
Gerakan: Angkat kepala dan bahu (fleksi vertebrae lumbalis) serta putar (rotasi vertebrae
lumbalis) ke satu sisi, kedua tangan di belakang kepala / menyilang dada / tangan
heterolateral meraih tangan homo lateral. Tahan posisi akhir tersebut semampu mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan di
belakang kepala dan menahannya selama 20 30 detik.
Good (4), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan kedua tangan menyilang
dada dan menahan posisi tersebut selama 15 20 detik.
Fair (3), bila mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis dengan tangan heterolateral meraih
tangan homo lateral dan menahan posisi tersebut selama 10 15 detik.
Poor (2), bila tidak mampu fleksi dan rotasi vertebrae lumbalis
Trace (1), bila hanya mampu kontraksi tanpa terjadi gerak fleksi dan rotasi vertebrae
lumbalis
Gerakan: Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir tersebut semampu
mungkin.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat pelvis dan meluruskan vertebrae serta
menahannya selama 10 20 detik.
Good (4), bila mampu mengangkat pelvis namun kesulitan meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama 5 10 detik.
Fair (3), bila mampu mengangkat pelvis namun tidak mampu meluruskan vertebrae, mampu
menahan posisi tersebut selama < 5 detik.
Tes ini digunakan untuk mengetes otot rotator lumbar dan multifidus untuk menstabilkan
vertebrae selama ekstremitas bergerak dinamis.
Intepretasi: Normal (5), bila mampu mengangkat satu lengan dan tungkai heterolateral
lurus serta menahannya selama 20 30 detik.
Good (4), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu tungkai lurus
serta mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik.
Fair (3), bila mampu mempertahankan posisi pelvis saat mengangkat satu lengan lurus serta
mampu menahan posisi tersebut selama 20 detik
Jika hasil test isokenetik menunjukkan bahwa otot ekstensor lebih kuat
dibanding fleksor, berarti:
Poor (2), tidak mampu mempertahankan pelvis saat mengangkat satu lengan lurus.
Tes ini digunakan untuk mengetahui apakah ada bloking pada sendi sacroiliaca
Posisi pasien: Berdiri tegak, terapis mempalpasi SIPS kanan kiri dengan ibu jari.
Gerakan: Fleksikan hip secara penuh, terapis merasakan apakah SIPS sisi yang sama
drops (berarti normal) atau elevasi (yang berarti sendi sacroiliaca terkunci. Ulangi prosedur
tersebut untuk SIPS sisi satunya.
a. Slump Test
Gerakan: (1). Terapis mempertahankan kepala pasien pada posisi netral, pasien diminta
mengendorkan punggungnya (fleksi lumbal), (2) kemudian beri tekanan (kompresi) pada
bahu kanan kiri untuk mempertahankan posisi fleksi lumbal, (3) selanjutnya pasien diminta
menggerakkan fleksi leher dan kepala sejauh mungkin, (4) kemudian terapis
mempertahankan posisi maksimal fleksi vertebrae tersebut dengan memberi tekanan pada
kepala bagian belakang, (5) terapis menahan kaki pasien pada maksimal dorsi fleksi, pasien
diminta meluruskan lututnya dan pasien diminta meluruskan (ekstensi) lututnya, (6) jika
pasien tidak mampu meluruskan lututnya (karena nyeri), tekanan pada kepala dipindah ke
bahu kanan kiri.
Intepretasi: Bila saat tekanan pada kepala dipindah ke bahu pasien, mampu menambah
gerakan ekstensi lutut atau nyeri berkurang, berarti tes positif.
Posisi awal : Pasien duduk dengan hip fleksi 900, leher fleksi
Intepretasi: Bila nyeri terasa di pantat, paha belakang dan betis berarti terdapat penekanan
syaraf ischiadicus
Gerakan: (1) Terapis mengangkat tungkai pasien (350 700), bila pasien mengeluh nyeri
pada pantat / paha belakang, (2) untuk lebih meyakinkan bahwa yang terprovokasi adalah
syaraf ischiadicus, sedikit turunkan tungkai kemudian lakukan gerakan dorsi fleksi ankle
kemudian lepaskan dan (3) pasien diminta mengangkat kepalanya (fleksi leher).
Intepretasi: Bila nyeri pertama terasa di pantat berarti terdapat penekanan syaraf yang
sifatnya central atau karena herniasi discus
Bila nyeri pertama terasa di posterior tungkai berarti terdapat penekanan syaraf yang lebih
lateral (akar syaraf/perifer)
Catatan: SLR disertai fleksi leher disebut pula sebagai hyndmans sign,
Lidners sign atau Soto-Hill test
SLR disertai dorsi fleksi ankle disebit pula sebagai Bragards test.
d. Naffzigers Test
Gerakan: Terapis menekan vena jugularis kanan-kiri sekitar 10 detik, kemudian pasien
diminta untuk batuk-batuk.
Intepretasi: Bila saat batuk terasa nyeri pada punggung bawah berarti tes positif
Gerakan: Aktif fleksi leher diikuti dengan fleksi hip (dengan knee lurus) kemudian
memfleksikan lututnya.
Intepretasi: Bila saat hip di fleksikan (dengan lutut lurus) nyeri terasa kemudian saat lutut
difleksikan nyeri hilang berarti tes positif
Gerakan: Terapis memfleksikan lutut pasien sejauh mungkin (hati-hati jangan sampai
terjadi gerak rotasi hip) dan menahannya pada posisi maksimal fleksi sekitar 45 60 detik
Intepretasi: Bila nyeri pada punggung bawah, pantat atau paha belakang berarti terjadi
penekanan akar syaraf L2 atau L3
8. Pemeriksaan Fungsional
(diterjemahkan dari Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. OBrien., The Owestry
Low Back Pain Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 273, 1980)
Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban karena terasa sangat nyeri
Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed
Sumber :
Borenstein, D.G., S.W. Wiesel, and S.D. Boden., 1995, Low Back Pain: Medical Diagnosis
and Comprehensive Management, W.B. Saunders Co., Philadelphia.
Fairbank, J.C., J. Couper, J.B. Davies, and J.P. OBrien., 1980, The Owestry Low Back Pain
Disability Questionnaire. Physiotherapy Journal 66:271 273.
B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
1.1 Tanda tanda Vital
a) Tekanan darah : ..../ ... mmHg
b) Denyut Nadi : ....x/ menit
c) Pernapasan : ....x / menit
d) Temperatur : ....C
1.2 Inspeksi
- Statis : Posisi saat pasien diam.
- Dinamis : Posisi saat pasien bergerak, berjalan.
1.3 Palpasi
- Memeriksa bagian yang menjadi keluhan dengan menyentuh terdapat odem / tidak,
suhu lokal bagaimana, dll.
1.4 Pemeriksaan Gerak
a. Gerak aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis
melihat dan memberikan aba-aba.
b. Gerak pasif
Pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dalam keadaan pasif
dan rileks.
c. Gerak isometrik melawan tahanan
Dilakukan dengan cara pasien disuruh mengkontraksikan otot dan mencoba untuk
melakukan gerakan tapi diberi tahanan oleh terapis sehingga tidak terjadi gerakan dan
penambahan luas gerak sendi. Dalam hal ini tidak dilakukan gerak isometrik melawan
tahanan karena akan memprovokasi nyeri yang lebih hebat.
1.5 Pemeriksaan khusus
G. Diagnosis Fisioterapi
a) Impairment : keluhan yang terdapat pada pasien dan keadaan pasien.
b) Functional Limitation : keterbatasan kemampuan pasien
c) Disability : keterbatasan aktifitas sehari hari
H. Intervensi Fisioterapi
a. Infra Red
a. Persiapan alat
Terapis mempersiapkan IR, pengecekan alat, Terapis mengecek kabel tidak boleh bersilangan
juga mengecek apakah alat dapat dipakai atau tidak dengan menggunakan lampu detektor.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi dengan IR pasien diberi penjelasan tujuan terapi dan
kontraindikasinya. Dijelaskan juga bahwa panas yang dirasakan walaupun hanya sedikit
namun tetap menimbulkan reaksi didalam jaringan. Lakukan tes panas-dingin pada daerah
yang akan diterapi untuk memastikan ada tidaknya gangguan sensibilitas.. Pakaian didaerah
yang akan diterapi (pinggang) harus dilepaskan. Posisi pasien tengkurap dengan kepala
disupport bantal juga dibawah kaki sehingga pasien merasa nyaman.
c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, daerah yang akan diterapi bebas dari kain dan
lampu IR sejajar pada lumbal, alat di ON kan dengan waktu 15 menit,jarak lampu dengan
daerah yang diterapi 35cm,kemudian dicek dengan menanyakan langsung kepada pasien
apakah sudah mulai hangat, kabel tidak boleh bersilangan dan bersentuhan dengan pasien.
Selama terapi harus dikontrol rasa panas dari pasien, apabila terlalu panas jaraknya bisa
ditambah,dan ditanyakan apakah rasa nyeri meningkat / bertambah. Setelah selesai terapi
matikan alat dan mengontrol keadaan pasien.
d. Evaluasi sesaat
Setelah selesai terapi ditanyakan apakah nyeri menurun / berkurang dibanding sebelum
terapi, rasa mual, pusing, keringat dingin, juga mengamati apakah ada tanda kemerahan
karena terlalu panas.
b. Massage
a. Persiapan alat
Persiapan alat dalam hal ini adalah minyaak (pelicin) tempat tidur ( bed ), selimut atau
handuk kecil, bantal, guling.
b. Persiapan pasien
Pasien diperintahkan untuk tidur posisi tengkurap. Tanyakan kepada pasien untuk
penggunaan media Massage yang akan digunakan yang cocok dengan pasien.
c. Penatalaksanaan Massage
Pemberian media Massage yang dioleskan pada punggung pasien dapat berupa minyak,
lotion, atau bedak. Ke dua tangan terapis bersentuhan langsung dengan punggung pasien lalu
ratakan media Massage tersebut hingga merata keseluruh permukaan punggung pasien.
Gerakan Massage dengan metode stroking.friktion Effleurage,vibratrion pada punggung
dilakukan dengan usapan kedua tangan dengan tekanan yang toleransi dengan pasien dengan
gerakan dari arah distalke proksimaldengan tekanan yang kuat, lalu kembali lagi kearah distal
dengan tekanan yang minimal.
d. Persiapan pasien
Beri informasi yang jelas tentang tujuan terapi, rasa dari stimulasi alat , hal yang boleh dan
tidak boleh dilakukan pasien selama terapi. Posisi pasien tengkurap kepala disuport bantal,
begitu juga pada kaki agar pasien merasa nyaman, dan daerah yang akan diterapi (punggung
bawah) harus dibebaskan dari pakaian.
Posisi awal : berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15 cm di depan
dinding, lumbalrata dengan dinding.
Gerakan : satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbalpada dinding, tahan
10 hitungan dan rileks. Frekuensi 10 kali / sesi. Bila latihan terlalu berat, lamanya penahanan
dapat dikurangi.
I. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan fisioterapis dievaluasi adanya peningkatan pada kondisi
pasien atau tidak.
Sumber :
Kuntono, Heru Purbo, 2000; Penatalaksanaan Elektro Terapi pada Low Back Pain; Kumpulan
Makalah TITAFI XV; Semarang 2-4 Oktober 2000, IFI
Kisner, Carolyn, 1996 ; Therapeutik Exercise Foundations and Techniques ; Third Edition, F.
A. Davis Company, Philadelphia. Diakses pada tanggal 17 januari 2017, pukul 22.40 wib.