Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu dari segala usia, latar belakang, dan status kesehatan rentan terhadap ceera
otak traumatis (TBI). Setiap tahun di Amerika Serikat 1,7 juta orang menderita TBI
dan TBI terdaftar sebagai enyumbang yang menyebabkan pada sekitar sepertiga dari
kematian terkait cedera (1). Sementara jumlah negara menyarankan tentang
pengobatan TBI telah ada perbaikan dalam manajemen. Selama 30 tahun terakhir,
kematian akibat TBI yang parah telah berkurang dari 50% menjadi kurang dari 25%
(2). Pedoman berbasis bukti untuk menejemn TBI diperkenalkan pada tahun 1995
karena pendekatan pengobatan bervariasi tetapi pada tahun – tahun berikut masih ada
penyimpangan dalam implementasi yang konsisten (3,4). Satu masalah dalam
pengembangan guidlines diandalkan untuk pengobatan TBI adalah patofisiologi yang
bervariasi dari cedera. TBI dapat menembus atau tidak menembus, difus atau fokal,
bervariasi dalam tingkat keparahan, lokasi, dan karakteristik pasien, hanya untuk
beberapa nama. Selain itu, karena TBI sering terkait dengan kecelakaan ada yang
terbatas ukuran profilaksis primer. Banyak resultan bahaya akut dan kronik dari TBI
berhubungan dengan generasi sekunder demage dan radang.(ijms)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian TBI?
2. Bagaimana anatomi system persyarafan?
3. Apa saja jenis trauma?
4. Bagaimana patofisiologi TBI?
5. Bagaimana Skor koma glasgow (skg)?
6. Apa saja etiologi TBI?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian TBI
2. Mengetahui anatomi system persyarafan
3. Mengetahui jenis trauma
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi TBI
5. Mengetahui Skor koma glasgow (skg)?
6. Mengetahui etiologi TBI
7. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas,
2006)

2. Anatomi system persyarafan


a. Susunan saraf manusia:
1. Susunan saraf pusat
 Otak besar atau serebum
 Otak kecil atau serebelum
 Batang otak
2. Susunan saraf perifer
 Susunan saraf somatik
 Susunan syaraf otonom
 Susunan saraf simpatis
 Susunan saraf parasimpatis
3. Selaput otak meninget
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang berfungsi
melindungi struktur saraf yang halus, membawa darah dan cairan sekresi
serebrospinalis serta memperkecil benturan atau getaran pada otak dan
sumsum tulang belakang.
 Durameter: adalah lapisan paling luar menutup otak dan medulla spinalis.
Bersifat liat,tebal,tidak elastic,berupa serabut dan berwarna abu-abu.
 Arakhnoidea: adalah membran bagian tengah bersifat tipis dan lembut
menyerupai laba-laba.membran ini berwarna putih karena tidak dialiri
darah.
 Piameter: adalah membrane yang paling dalam berupa dinding yang
tipis,transparan,yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah
otak.
4. Otak
Otak adalah suatu alat yang sangat penting karena merupakan pusat computer
dari semua alat tubuh.
 Otak besar (serebrum)
Terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus,substansia grisea terdapat pada
bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding
serebrum bagian dalam. Substansia grasea terbentuk dari badan-badan sel
saraf dan memenuhi korteks serebri,nucleus dan basal ganglia. Substansi
alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-nagian otak
dengan bagian yang lain.
Keempat lobus serebrum adalah: frontal,pariental,te,mporal,oksipital.
 Diensefalon
Diensefalon berisi thalamus,hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Thalamus
berada berada pada salah satu sisi pada sepertuga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua
implus memori,sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
 Batang otak
Terletak pada fossa anterior,bagian-bagiannya meliputi: otak tengah, pons,
dan medulla oblongata. Otak tengah menghubungkan pons dsan serebelum
dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik
dan sebagai pusat reflex pendengaran dan penglihatan. Pons terletak
didepan serebelum antara otak tengah dan medulla serta merupakan
jembatan antara dua bagian serebelum.
 Serebelum
Serebelum terletak pada fosaa posterior dan terpisah dari hemister
serebral,lipatan dura meter tentorium serebelum. Berfungsi mengotrol
gerakan dan keseimbangan.
 Medulla spinalis
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar
dari hemisfer serebral sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla
spinalis panjangnya 45cm memanjang dari foramen magnum didasar
tengkorak sampai bagian atas lumbal kedua tulang belakang. Medulla
spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal,12 thorakal,5
lumbal,5 sakral dan 5 segmen koksigius.
 Sistem saraf perifer
Merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak diluar system saraf
pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal yaitu saraf
motorik,sensorik,dan campuran. Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf
cranial yang membawa implus dari dank e otak,3spinalis.1 pasang saraf
spinal,yang membawa implus ke dan dari medulla. Tiap saraf member
penginraan bagian-bagian disebut dermatotomis. Saraf perifer yang
menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen dan sensorik,saraf
perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen atau
motorik.
 Sistem saraf autonom
Kotraksi otot yang tidak dibawa control kesadaran,seperti otot
jantung,sekresi semua digesti dan kelnjar keringat serta aktifitas organ
endokrin dikotrol oleh system saraf autonom. Hipotalamus dalam
pengawasan system saraf autonom.
 System saraf simpatis dan parasimpatis
Sebagai mediator pada stimulus simpatis adalah noreepinefrin. Mediator
implus parasimpatis adalah asetilkolin. Pada system saraf simpatis: siap
siaga untuk membantu proses kegawatdaruratan. Tubuh mempersiapkan
untuk respon “fight or fight” jika ada ancaman. System saraf parasimpatis
sebagai pengontrol dominan,untuk efektor visceral atau organ yang ada
didalam tubuh dari dalam.

3. Jenis trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma
(Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua,
yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala
tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada
kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization2009, mengatakan
trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada
dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau
trauma adalah seperti berikut;
 Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4
jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed
fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai
berikut:
- Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
- Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan ‘splintering’.
- Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
- Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada
tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner,
2008).

Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada
bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang
lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada
4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando
Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii
yaitu rhinorrhea(cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejalaraccoon’s
eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak
sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi
pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004). Fraktur maxsilofasial adalah retak atau
kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang
mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg,
2004).

 Luka memar (kontosio)


Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana n
pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah
kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak.
Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan
oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI
(Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat
terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema.
Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran
(Corrigan, 2004). Umumnya,individu yang mengalami cidera luas
mengalami fungsi motorik abnormal,gerakan mata abnormal,dan
peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk.

 Cedera kepala ringan (Komosio)


Setelah cidera kepala ringan,akan terjadi kehilangan fungsi neurologis
sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya
meliputi suatu periode tidak sadar yangberakir sselama beberapa detik
sampai beberapa menit. Kedaaan komosio ditunjukan dengan gejala
pusing atau berkunang-kunang. Dan terjadi kehilangan kesadaran penuh
sesaat. Jika jaringan otak dilobus frontal terkena klien akan berperilaku
sedikit aneh,sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan
menimbulkan amnesia dan disoreintasi. Penatalaksanaan meliputi
kegiatan:
- Mengobservasi klien terhadap adanya sakit kepala,pusing,peningkatan
kepekaan terhadap rangsang dan cemas.
- Memberikan informasi,penjelasan,dan dukungan terhadap klien
tentang dampak paskacomosio
- Melakukan perawatan 24 jam sebelum klien dipulangkan klien
dipulangkan
- Memberitahukan klien/keluarga untuk segera membawa klien kerumah
sakit jika ditemukan tanda-tanda sukar bangun,konvulsi (kejang),sakit
kepala berat,muntah,dan kelemahan pada salah satu sis tubuh
- Mengajurkan klien untuk melakukan untuk melakukan kegiatan
normal perlahan dan bertahap.

 Laserasi (luka robek atau koyak)


Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata
tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah
apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.
Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada
proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan
jaringan parut.

 Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada
jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-
ujung saraf yang rusak.

 Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak
kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).

 Perdarahan Intrakranial
- Perdarahan Epidural (Hematoma Epidural)
Setelah cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering
diakibatkan karena terjadinya fraktur tulang tengkorank yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi)-
dimana arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak menuju
bagian tipis tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga terjadi
penekanan pada otot. Penatalaksanaan untuk hematoma epidural
dipertimbangkan sebagai keadaan darurat yang ekstrem,dimana deficit
neurologis atau berhentinya pernafasan dapat terjadi dalam beberapa
menit. Tindakan yang dilakukan terdiri atas membuat lubang pada
tulang tengkorak (burr),mengangkat bekuan dan mengontrol titik
pendarahan.
- Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara
dura meter dan dasar otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan.
Hematoma subdural paling dering disebabkan karena trauma,tetapi
dapat juga terjadi akibat kecenderungan pendarahan yang serius dan
aneurisma. Hematoma subdural lebih sering terjadi pada venadan
merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecilyang
menjebatani ruang subdural. Hematoma subdural bisa terjadi
akut,subakut,dan kronis tergantung padaukuran pembuluh darah yang
terkena dan jumlah pendarahan yang terjadi.
a. Perdarahan subdural akut
Hematomasubdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor
yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam
keadaankomaatau mempunyai keadaan klinis yang sama dengan
hematoma epidural tekanan darah meningkat dan frekuensi nadi
lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma
yang cepat. Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk,
dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis
terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
b. Perdarahan subdural subakut
Hematoma subdural subakut adakah sekuel dari kontusio sedikit
berat dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda-tanda dan
gejalanya hampir sama pada hematoma subdural akut yaitu:
- Nyeri kepala
- Bingung
- Mengantuk
- Menarik diri
- Berfikir lambat
- Kejang
- Oedema pupil
c. Perdarahan subdural kronis
Hematoma subdural kronis menyerupai kondisi lain yang mungkin
dianggap sebagai stroke. Pendarahan sedikit menyebar dan
mungkin dapai kompresi pada intracranial. Darah dalam otak
mengalami perubahan karakter dalam 2-4 hari,menjadi kental dan
lebih gelap. Dalam beberapa minggu bekuan mengalami warna
serta konsistensi seperti minyak mobil. Otak beradaptasi pada
invasi benda asing ini,tanda serta gejala klinis klien berfluktuasi
seperti terdapat sering sakit kepala hebat,kejang fokal. Tindakan
terhadap hematoma subdural kronis terdiri atas bedah
pengangkatan bekuan dengan dengan menggunakan penghisap dan
pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat dilakukan melalui
pembuatan lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan
untuk lesi massa subdural yang cukup besar yang dapat dilakukan
melalui pembuatan lubang (burr).

4. Patofisiologi
5. Skor koma glasgow (skg)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis,
gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-
bagian yang dinilai adalah;
a. Proses membuka mata (Eye Opening)
b. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
c. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma
Glasgow (Glasgow Coma Scale).
Table 2.1 Skala Koma Glasgow
Eye Opening
RESPON
MATA ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN
Mata terbuka dengan
4 spontan Membuka mata spontan
Mata membuka setelah
3 diperintah Membuka mata oleh teriakan
Mata membuka setelah
2 diberi rangsang nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Best Motor Response
RESPON ≥ 1 TAHUN 0-1 TAHUN
MATA
6 Menurut perintah Belum dapat dinilai
5 Dapat melokalisir nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi (dekortikasi) Fleksi abnormal (decortikasi)
2 Ekstensi (decerebrasi) Eksternal abnormal
1 Tidak ada gerakan Tidak ada respon
Best Verbal Response
RESPON
MATA >5 TAHUN 2-5 TAHUN 0-2 TAHUN
Orientasi baik dan Menyebutkan kata-kata
5 mampu berkomunikasi yang sesuai Menangis kuat
Disorientasi tapi mampu Menyebutkan kata-kata
4 berkomunikasi yangtidak sesuai Menangis lemah
Menyebutkan kata-kata
yang tidak sesuai (kasar, Kadang-kadang menagis
3 jorok) Menangis dan menjerit / menjerit
Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara
2 Mengeluarkan suara lemah lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
a. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
b. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
c. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

1. Trauma Kepala Ringan


Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi
operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999).
Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi
atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,
2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh)
tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma,
laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak
karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan
adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada
penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
- Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
- Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
- Mual atau dan muntah.
- Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
- Perubahan keperibadian diri.
- Letargik.
2. Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-
scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999).
Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala
sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi,
2004).
3. Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit
(Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66%
cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala
berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder
apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara
klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat
disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan
serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal.,
1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam
laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Tanda dan gejala:
- Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di
otak menurun atau meningkat.
- Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
- Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernafasan).
- Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstrimitas.

6. Etiologi
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah
karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena
disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan
akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois,
Rutland-Brown, Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan
penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000
populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala
mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat (Coronado, Thomas,
2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher
sejajar.
b. Traksi ringan pada kepala
c. Kolar servikal
d. Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencehag kerusakan otak
e. Tindakan terhadappeningkatan TIK
f. Tindakan pendukung yang lain,yaitu:
4. Pemantauan ventilasi
5. Pencegahan kejang
6. Pemantauan cairan dan elektrolit
7. Keseimbangan nutrisi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak dengan gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik karena trauma tumpul maupun trauma
tajam. Deficit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba,iskemia,dan
pengaruh massa karena hemoragik,serta edema serebral disekitar disekitar
jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat terbagi menjadi 3:
1. Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12
3. Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8.
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar.J.SpBS.2004.Cedera Kepala.Jakarta:BIP

Batticaca,Fransisca B.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Judha Mohamad dan Hamdani Rahil Nazwar.2011.Sistem Persarafan Dalam Asuhan


Keperawatan.Yogyakarta:Gosyen Publishing

Musliha,S.Kep.,Ns.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika

Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika

Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai