Anda di halaman 1dari 5

Geriatri Wellnes

1. Perubahan patofisiologi neuromuscular dan musculoskeletal pada lansia


a. Sistem Persyarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem neurologis lansia yaitu adanya
perubahan dari sistem persarafan dapat dipicu oleh gangguan dari
stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Perubahan
yang terjadi pada sistem neurologis lansia adalah perubahan pada lansia
dari cara bicara dan berkomunikasi, perubahan pada pola tidur lansia,
perubahan status mental, perubahan status memori, perubahan
kepribadian dan kehilangan keseimbangan (gangguan cara berjalan)
(Kushariyadi. 2010).
b. Sistem musculoskeletal
Perubahan pada sistem musculoskeletal meliputi : Tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga
gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran darah ke
otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua perubahan tersebut
dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang
pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat
dan lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan
seorang lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan
terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh
(Maryam. 2008).
2. Penyebab OA pada lansia
a. Usia
Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor
resiko terjadinya OA lutut. Hal ini disebabkan karena sendi lutut yang
digunakan sebagai penumpu berat badan sering mengalami kompresi
atau tekanan dan gesekan, sehingga dapat menyebabkan kartilago yang
melapisi tulang keras pada sendi lutut tersebut lama-kelamaan akan
terkikis dan rentan terjadi degenerasi.
b. Jenis Kelamin
Kelainan ini ditemukan pada pria dan wanita, tetapi sering ditemukan
lebih banyak pada wanita pascamenopause (osteoartritis primer).
Osteoartritis sekunder lebih banyak ditemukan pada pria.
c. Ras
Lebih sering ditemukan pada orang Asia, khususnya cina, Eropa, dan
Amerika daripada kulit hitam.
d. Obesitas
Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi
faktor resiko terjadinya OA lutut. Berat badan yang berlebih akan
menambah kompresi atau tekanan atau beban pada sendi lutut. Semakin

e.

f.

g.

h.

besar beban yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula resiko
terjadinya kerusakan pada tulang.
Herediter
Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi yang
tidak teratur yang dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan merupakan
faktor resiko terjadi OA lutut.
Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya
Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat
menyebabkan kerusakan atau kelainan pada tulang-tulang pembentuk
sendi tersebut.
Faktor hormonal dan penyakit metabolik
Perubahan degeneratif pada sendi lutut bisa terjadi akibat perubahan
hormonal yang terjadi pada wanita yang sudah menopause. Selain itu,
seseorang yang memiliki diabetes mellitus juga bisa terkena OA lutut ini.
Faktor Mekanis
Trauma dan Faktor Predisposisi
Trauma yang hebat terutama fraktur intraartikular atau dislokasi
sendi merupaan predisposisi OA. Cedera sendi, pekerjaan dan
olahraga yang menggunakan sendi berlebihan, dan gangguan
kongruensi sendi akan meningkatkan OA.
Cuaca dan Iklim
OA lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau
lembab.

(Martono, Hadi, Kris Pranarka. 2009. Geriatri Ilmu kesehatan Usia Lanjut.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI)
(Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Mukulosketal. Jakarta: EGC.)
3. Cara melakukan pemeriksaan BMD
Bone Mineral Density (BMD), merupakan pemeriksaan untuk mengukur
densitas / kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT Scan atau
ultrasonografi. Informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat pemeriksaan
dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada masa yang akan
datang.
Penilaian dan pengukuran densitas tulang (Bone mineral density test)
merupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif. Densitas tulang dilaporkan
dalam satuan mg/cm2 . WHO membagi densitas tulang ke dalam : (a) lebih dari
833 mg/cm2 adalah normal. (b) antara 648-833 mg/cm2 adalah dimasukkan
kedalam osteopenia, sedangkan (c) kurang dari 648 mg/cm2 adalah

osteoporosis. Hasil pemeriksaan densitometri dapat dibaca dalam bentuk Tscore.


Tehnik yang sering paling sering digunakan adalah dengan dual-energy xray absorptiometry (DEXA), dan tehnik ini lebih sensitif dan akurat dalam
menilai densitas mineral tulang. Keuntungan lainnya adalah paparan radiasi
yang minimal, yaitu sebesar 3 mrads. Unit pengukuran densitas tulang dengan
DEXA adalah densitas area (g/cm2)
Pemeriksaan Laboratorium : Penanda Biokimia Tulang, pemeriksaan ini
menggunakan sampel darah, mewakili proses reformasi tulang, sehingga
memberikan informasi mengenai ketidakseimbangan potensial antara
pembentukan dan resorpsi tulang. Risiko tulang patah / retak sebagai dampak
osteoporosis ternyata tidak selalu berhubungan dengan penurunan nilai BMD,
sehingga dibutuhkan kombinasi dengan pemeriksaan penanda tulang yang lebih
baik.
N-MID Osteocalcin, untuk menilai pembentukkan tulang. N-MID
Osteocalcin adalah salah satu bagian osteocalcin, yakni protein yang diproduksi
oleh osteoblas. Osteoblas merupakan sel yang berperan dalam pembentukkan
tulang, karena itu kadar osteocalcin menunjukkan juga aktivitas osteoblas yakni
pembentukan tulang.
CTx (C-Telopeptide), untuk menilai resorpsi / pembongkaran tulang juga
untuk menilai respon terhadap obat antiresorpsi.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21854/4/Chapter%20II.pdf STUDI
BANDING DENSITAS MINERAL TULANG PADA MASA KLIMAKTERIUM
2011. Diakses pada tanggal 13 Maret 2016
4. Peran fisioterapi pada lansia yang terkena OA
1) Micro Wave Diathermy
a. Persiapan alat
Pastikan alat dapat berfungsi dengan baik, pastikan semua tombol
pada posisi on atau off, kabel-kabel tidak boleh kontak dengan lantai,
pasien atau bersilangan satu sama lain. Hubungkan alat ke sumber
arus dan selanjutnya persiapkan elektrode terpilih lalu dicek dengan
lampu apakah arus sudah masuk atau belum dengan melihat lampu
hidup berarti arus masuk kemudian pasang pada tempat yang akan
diterapi.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi, pasien diberi tahu akan tujuan dan terapi,
apa yang dirasakan pasien selama terapi. Pasien juga diberitahu untuk
segera memberi tahu kepada terapis jika terjadi keadaan sebagai

berikut: merasa terlalu panas, keluhan bertambah, merasa pusing atau


mual. Selanjutnya bebaskan daerah yang akan di terapi dari keringat
yang berlebihan, pakaian yang tidak menyerap keringat serta benda
atau barang yang mengandung metal. Sebelumnya juga dilakukan tes
sensibilitas (panas/dingin) pada daerah sekitar lutut. Mungkin agar
selama terapi penderita dapat rileks. Pada kondisi ini posisi pasien
saat tidur diberikan pemanasan adalah cope/glas elektrode
diposisikan di atas.
c. Pelaksanaan terapi
Posisi pasien comfortable agar selama terapi dapat rileks. Pada
kondisi osteoarthritis kedua lutut ini posisi pasien adalah tidur
tengkurap, kemudian cope/glas elektrode diposisikan pas di atas
poplitea. Yang pertama kita sinari dulu yang sebelah kanan dengan
waktu terapi 10 menit, kemudian arur intensitas sesuai dengan
toleransi pasien. Setelah waktu habis kop kita alihkan ke poplitea
yang sebelah kiri. Disini para meter terapi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1) Intensitas: sub mitis (50 mA)
2) Gelombang: continuous
3) Waktu: 20 menit
4) Metode: koplanar dengan menggunakan cope electrode
d. Tujuan
Mengurangi nyeri
Mengurangi spasme otot
Mengurangi kekakuan sendi
Menambah ekstensibilitas tendon
2) TENS (Transcutaneus Elekstrical Nerve Stimulation)
TENS digunakan pada pasien dengan OA untuk menstimulasi saraf
daerah lutut untuk menghilangkan nyeri dan untuk memberkan efek
relaksasi pada pasien.
3) Terapi Latihan
Terapi latihan untuk kasus OA bisa gunakan latihan aktif ( Active
Movement, Free Active Movement) dan latihan Pasif (pasif Movement)
serta hold relax, latihan diberikan tergantu dari tingkatan kasusnya.
Tujuan dari terapi latihan adalah:
Untuk mengurangi nyeri
Mengurangi spasme
Mobilitas spasme
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
Meningkatkan lingkup gerak sendi
(Kisner C, Cosby LA. Therapeutic Exercise Foundation and Technique. 5th ed. F.A.
Davis Company. Philadelpia, 2007.p 149-222, 314-316, 744-751,)

(Stitik TP, Foye PM, et al . Osteoarthritis. In : DeLisa J, editor. Physical Medicine &
Rehabilitation Principles and Practice. 4th ed. Lippincot Williams-Wilkins, 2005. p 765785)

Anda mungkin juga menyukai