Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FT GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL TUNGKAI


BAWAH KIRI BERUPA NYERI DAN KETERBATASAN ROM KNEE
DEXTRA e.c POST OP TOTAL KNEE ARTHROPLASTY
2 BULAN YANG LALU

OLEH :

Sri Astuti R 024 191003

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Profesi Fisioterapi di RSP UNHAS dengan judul Manajemen Fisioterapi
Gangguan Aktivitas Fungsional Tungkai Bawah Kiri Berupa Nyeri dan Keterbatasan
ROM Knee Dextra Post Op Total Knee Arthroplasty (TKA) 2 Bulan Yang Lalu
pada tanggal September 2019.

Mengetahui,

Clinical Instructor, Clinical Educator,

Hamizah,S.Ft,Physio,M.Biomed Rijal, S.Ft, Physio, M.Kes, M.Sc

ii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Anatomi Knee Joint ....................................................................................... 6
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN ................................................................. 14
2.1 Kerangka Teori ............................................................................................ 14
2.2 Definisi Total Knee Arthroplasty (TKA) .................................................... 14
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 17
2.4 Epidemiologi ............................................................................................... 17
2.5 Patomekanisme ............................................................................................ 18
2.6 Manifestasi Klinik ....................................................................................... 22
2.7 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis....................................................... 25
2.8 Diagnosis Banding ...................................................................................... 26
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI .............................................................. 33
A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi ......................................... 33
B. Diagnosis Fisioterapi .................................................................................... 37
C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi ................................................ 37
D. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi ............................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis adalah kondisi sendi yang terasa nyeri akibat inflamasi ringan

yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Osteoarthritis

(OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan progresif yang mengenai

mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang melindungi

ujung tulang mulai rusak, disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang

subkondral. Penyakit ini merupakan jenis arthritis yang paling sering terjadi dan

menimbulkan rasa sakit serta hilangnya kemampuan gerak. OA biasanya

mengenai sendi penopang berat badan misalnya pada panggul, lutut, vertebra

tetapi juga dapat mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan dan pergelangan

kaki(Agung, Priambodo, & Julianti, 2017) Osteoarthritis terdiri dari

osteoarthritis primer yang dikenal juga sebagai arthritis degenerative atau

penyakit degeneratif sendi, dan Osteoarthritis sekunder yang disebabkan oleh

trauma atau cedera(Abidin, Amanati, Kuswardani, & Alamsyah, 2018)

Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi

meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun

menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90%

pada usia diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini, terdapat pandangan yang

luas bahwa osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear yang normal dan pada

orang-orang dengan usia diatas 65 tahun, hubungan antara penggunaan sendi,

penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan

4
sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan regenerasi. Sehingga,

osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi.

Meskipun akhiran-itis menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu

penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi

bukan merupakan komponen utama dari kelainan yang terjadi pada

pasien(wijanto, 2013).

Prevalensi OA lutut secara radiologis di Indonesia mencapai 15,5% pada

pria dan 12,7% pada wanita. Prevalensi OA lutut ini diperkirakan akan semakin

meningkat, seiring dengan meningkatnya prevalensi faktor risiko utama OA

seperti obesitas dan meningkatnya usia harapan hidup. OA dapat menyebabkan

terjadinya disabilitas akibat timbulnya nyeri, inflamasi dan kekakuan sendi.

Menurut penelitian yang dilakukan di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada

tahun 2007 dan 2010 melaporkan bahwa terdapat 1297 kasus reumatik dan

74,48% diantaranya merupakan OA dan sekitar 87% merupakan OA lutut.

Penyakit ini merupakan penyakit utama yang menyebabkan terjadinya

disabilitas di Amerika Serikat. Di Indonesia diperkirakan 1 – 2 juta usia lanjut

menderita cacat karena OA lutut. Pilihan operasi yang sering dipertimbangkan

dalam mengelola OA lutut adalah TKA (Agung et al., 2017) .Pembedahan pada

Osteoarthritis dikarenakan nyeri sendi dan sinovititis tidak bisa dikontrol

dengan terapi konservatif, prosedur bedah dilakukan tergantung pada tanda dan

gejala,tingkat aktivitas,usia,keparahan kerusakan artikular (Kisner,2012)

Arthroplasty merupakan tindakan pada permukaan sendi yang mengalami

peradangan yang bertujuan untuk mengganti sendi yang mengalami peradangan

dengan sendi yang baru. Sendi baru ini terbuat dari bahan logam yang berada

5
dalam high-density polyethylene. Sebagian besar pasien yang mendapatkan

tindakan TKA berusia di atas 50 tahun, tetapi pada kasus-kasus tertentu didapati

pula pasien yang berusia kurang dari 50 tahun (Agung et al., 2017).

Pada tahun 1991-2010,tingkat prosedur pergantian lutut primer di

Amerika Serikat meningkat secara signifikan dari 93.230 prosedur pada tahun

1991 menjadi 243.802 prosedur pada tahun 2010.tingkat prosedur meningkat

lebih dari 105% daei 9650 menjadi 19.871 prosedur. Mayoritas pergantian lutut

total adalah pada wanita sekitar 65%. Diperikirakan bahwa jumlah pergantian

lutut total yang dilakukan pertahuan bisa lebih dari 3 juta pada tahun 2030

(American Association of Hip and Knee Surgeons,2013).37 % dari 100 %

pasien yang melakukan operasi TKA,merasakan nyeri dan keterbatasan gerak

fungsional setelah operasi, keterbatasan yang paling umum adalah kesulitan

saat berjalan,pasien kesulitan menggunakan lutut nya untuk beraktivitas (Sara,

2010).

1.2 Anatomi Knee Joint

Lutut atau Articulatio genu merupakan Articulation bicondylaris yang

berfungsi sebagai sendi pivot-engsel dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu

transversal yang digunakan dalam gerakan ekstensi dan fleksi terbentang antara

dua Condylus femoris. Sumbu longitudinal yang digunakan dalam gerakan

rotasi terletak eksentrik dan tegak melalui Tuberculum intercondylare mediale

(Paulsen, 2010) Bagian-bagian utama dari articulatio genu adalah tulang,

ligamentum, tendon, kartilago, dan kapsula sendi yang terbentuk dari kolagen.

Kolagen adalah jaringan fibrosus yang ada diseluruh tubuh kita. Semakin kita

mertambah usia, jumlah kolagen semakin menurun. Sendi pada lutut bisa

6
diklasifikasikan dalam bentuk fungsional atau struktural. Klasifikasi fungsional

berdasarkan gerakan, dapat dikategorikan menjadi sinartrosis (tidak dapat

digerakkan), amfiartrosis (sedikit dapat digerakkan) dan diartrosis (bebas

digerakkan). Klasifikasi struktural dapat dikategorikan menjadi sinovial,

fibrosus dan kartilagineus. Sendi sinovial yang normal memberikan jumlah

gerakan yang signifikan berhubungan dengan permukaannya yang sangat halus.

Sendi-sendi ini disusun dari kartilago artikular, tulang subkondralmembrane

sinovial, cairan sinovial dan kapsula sendi (Muscolino, 2014).

Pada ujung tulang yang meyentuh tulang lainnya dibungkus dengan

kartilago artikular. Kartilago ini berwarna putih, halus, jaringan pengikat

fibrosus yang membungkus ujung tulang untuk melindungi tulang dari gerakan

sendi. Kartilago ini juga membuat tulang bergerak lebih bebas terhadap satu

sama lain. Kartilago artikular terdapat di ujung akhir dari os femur atau tulang

paha, ujung atas os tibia atau tulang kering dan di belakang os patella atau

tempurung lutut. Diantara lutut terdapat menisci, bantalan berbentuk cakram

yang bekerja sebagai penyerap goncangan (Muscolino, 2014).

Beban pada tulang kita dilindungi oleh kartilago artikular, yang tipis,

kuat, fleksibel, permukaan licin yang dilumasi oleh cairan sinovial. Cairan ini

kental dan lengket yang berfungsi untuk melenturkan sendi. dibawah tekanan

tanpa membuat cedera. Cairan sinovial terbentuk dari ultrafiltrasi serum oleh

sel-sel yang membentuk membran sinovial. Sel sinovial juga membuat asam

hyaluronat (HA) yang merupakan glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan

merupakan komponen utama pada cairan sinovial. Cairan sinovial memberikan

nutrisi ke kartilago artikular dan juga memenuhi kebutuhan viskositas untuk

7
menyerap goncangan dari gerakan lambat, dan kebutuhan elasisitas dari

gerakan cepat (Muscolino, 2014).

Sendi Lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh

manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai

bawah. Pada dasarnya secara fungsional sendi lutut ini terdiri dari dua

articulatio yaitu tibiofemoral dan patellofemoral yang disokong oleh

komponen-komponen disekitar sendi seperti ligamen, otot, meniscus, tulang,

cartilage, dan bursa. (De Wolf & Mens, 1994)

Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis

proksimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi

yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan

patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang

femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang

fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf & Mens,

1994).

(Anterior View of Knee: Atlas Anatomy Netter, 2010)


Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang,

ligament beserta otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut

dengan sendi lutut atau knee joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari:

8
1. Tulang pembentuk Sendi Lutut

a) Os. Femur

Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang

kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan

acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di

sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang

disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung

membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang

disebut condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua

condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung

lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin, 1997)

b) Os. Tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat

pada os fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan

tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus

medialis. (Syaifuddin, 1997).

c) Os. Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang

membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.

Terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki

luar. (Syaifuddin, 1997).

d) Os. Patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang

9
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan

yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di

samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai

pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan

patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella

terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).

2. Ligamen pembentuk Sendi Lutut

Ligamen berperan sebagai komponen penentu utama stabilisasi

pada knee joint. Ada beberapa ligament yang terdapat pada sendi lutut

antara lain :

a. Ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan

eminentia intercondyloidea tibia, ke permukaan medial condylus

lateralis femur, fungsi menahan hiperekstensi dan menahan

bergesernya tibia ke depan.

b. Ligamentum crusiatum posterior, berjalan dari facies lateralis

condylus medialis femoris, menuju fossa intercondyloidea tibia,

berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang.

c. Ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus

lateralis ke capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan

varus atau samping luar.

d. Ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis

tibia), yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping

dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament collateral

juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi lutut

10
fleksi 90 derajat.

e. Ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus lateralis

femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus melekat

pada fascia musculus popliteum.

f. Ligamentum transversum genu, membentang pada permukaan

anterior meniscus medialis dan lateralis. Semua ligament

tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut.

Tranversum genu di samping ligament ada juga bursa pada sendi

lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang

memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis

dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang

terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b)

bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa

subcutan prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa

prapatellaris.

3. Meniskus Pembentuk Sendi Lutut

Di antara dua tonjolan tulang dari femur dan tibia terdapat dua

lempeng fibrocartilagenous yang disebut meniskus medial dan

m e n i s c u s lateral. Lempeng-lempeng ini membantu memperdalam

permukaan antara dua tulang sehingga dapat meningkatkan stabilitas

dan berfungsi sebagai penyerap tekanan selama aktivitas penumpuan

beban. Meniskus adalah bangunan tulang rawan yang berfungsi sebagai

lubrikan dan membantu mengurangi goncangan.

11
(Atlas Anatomy Netter, 2010)
4. Kapsul Sendi (Membran Synovial dan Cairan Synovial)

Sendi dikelilingi oleh membran synovial yang menghasilkan

sedikit cairan pelumas (cairan synovial). Cairan ini membantu

memberi nutrisi kartilago dan menjaga tetap licin. Synovial juga

mempunyai lapisan yang kuat yang dinamakan kapsul, yang membantu

memegang sendi di dalam tempatnya. Penutup dari lutut (patella)

adalah bagian lain dari sendi yang penting. Di bawah lapisan patella

juga ditutupi dengan kartilago. Patella diikat dengan otot yang tebal

dengan tendo yang besar.

5. Otot Penggerak Sendi Lutut

Lutut digerakkan dan distabilkan oleh banyak otot yang secara

fungsional dikenal sebagai kelompok extensor, flexor, adductor medial

dan abductor lateral. Mekanisme fungsi ekstensor dijalankan oleh

kelompok otot Quadriceps, yang terdiri dari m. Rectus femoris, m.

vastus lateralis, m. vastus medialis, m. vastus intermedius dan tendon

quadriceps serta patella. Fungsinya disamping sebagai ekstensor sendi

lutut juga fleksor sendi panggul dan gerakan ini dapat dilakukan

bersamaan. M. Rectus femoris bermula sebagai satu tendon dari spina

iliaca anterior inferior pelvis yang melewati sendi lutut, sedangkan

12
ketiga vastus bermula dari permukaan anterior tulang femur. Kelompok

ekstensor ini bersatu pada ligament yang melekat pada tuberositas tulang

tibia dan terminasinya menyatu ke dalam tendonnya tulang sesamoid

yaitu patella.

Otot hamstring (terdiri dari m . semimembranosus, m.

semitendinosus dan m . biceps femoris), berperan sebagai antagonis

kelompok otot quadriceps. Tarikan lutut ke lateral dilakukan oleh

otot traktus iliotibial, retinakulum lateral dan ligamentum

patellofemoral, sedangkan tarikan ke medial dilakukan oleh vastus

obligusmedialis, retinakulum medialis dan ligamentum patellofemoral

medial.

13
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN

2.1 Kerangka Teori

Metabolik Biomekanis Degeneratif

Osteoarthritis Lutut

Rehabilitasi Medik Knee Arthroplasty Medikamentosa

Derajat Fungsional Tingkat Kualitas


Lutut Hidup

2.2 Definisi Total Knee Arthroplasty (TKA)

Arthroplasty lutut total (Total Knee Arthroplasty) disebut juga penggantian

lutut total, adalah prosedur yang dikalkukan secara meluas untuk arthritis lutut

tingkat lanjut terutama pada pasien lansia (≥ 70 tahun) dengan osteoarthritis.

Pada tahun 2000, jumlah pasien berusia muda yang melakukan total knee

arthroplasty meningkat secara signifikan. Selama periode ini operasi

penggantian lutut yang dilakukan pada kelompok usia 40 - 49 tahun meningkat

95,2% dan dikelompok usia 50-59 tahun meningkat sebesar 53,7%. Hal ini

menunjukkan bahwa tindakan total knee arthroplasty banyak dilakukan pada

pasien yang berusia 50 tahun (Kisner & Colby, 2013).

Arthroplasty berarti membentuk kembali dari sendi. Arthroplasty biasanya

diartikan penggantian lutut. Penggantian lutut total adalah sedikit dari ungkapan

karena lutut tidak sepenuhnya diganti namun hanya dilapisi kembali. Jika lutut

14
Anda rusak berat oleh arthritis atau cedera, mungkin akan sulit bagi Anda untuk

melakukan kegiatan sederhana seperti berjalan atau naik tangga. Bahkan akan

mulai terasa sakit saat duduk atau berbaring. Jika obat, mengubah tingkat

aktivitas Anda dan menggunakan dukungan berjalan tidak lagi membantu,

Anda mungkin ingin mempertimbangkan operasi penggantian lutut

total(WIJANTO, 2013).

Total Knee Arthroplasty merupakan tindakan pembedahan umum yang

dilakukan untuk mengobati pasien dengan nyeri dan immobilisasi yang

disebabkan oleh osteoartritis dan rheumatoid arthritis (McDonald & Molony,

2004). Dalam pembedahan penggantian total sendi lutut, bagian ujung-ujung

tulang diganti dengan bahan logam dan plastik (polyethylene). Permukaan

tulang rawan yang rusak di tiga bagian tulang tulang pada sendi lutut akan

dibuang, kemudian permukaan tulang tersebut baru akan dilapisi dengan

implant (Jones et al., 2005)

Indikasi Total Knee Arthroplasty dilakukan pada pasien yang mengalami

nyeri berat dan disabilitas fungsi karena kerusakan permukaan sendi akibat

artritis (Osteoarthritis, Rheumatoid artritis, artitis pasca trauma), dan

perdarahan ke dalam sendi, seperi pada penderita hemophilia. Dapat digunakan

prosthesis logam dan akrilik dirancang untuk membuat sendi yang fungsional,

tidak nyeri, stabil (Smeltzer & Brenda).

Osteoartritis (OA), atau kelainan tulang degeneratif, sering ditemukan pada

orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih. Osteoartritis dideskripsikan sebagai

sebuah proses degrasi matriks kartilago yang diikuti dengan ketidakefektifan

usaha tubuh dalam memperbaiki. Hilangnya elastisitas pada kartilago dapat

15
menyebabkan hilangnya kemampuan menahan air pada penggunaan beban

yang berat. Pasien yang mengalami osteoartritis akan sering merasakan nyeri

pada sendi yang terkena, kekakuan sendi yang bertambah dengan aktivitas dan

berkurang dengan istirahat, serta kemungkinan pembesaran sendi, hal ini akan

menyebabkan keterbatasan pergerakan pada sendinya (Black & Hawks, 2014).

Tindakan TKA sering dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut

tingkat lanjut. Tujuan penggantian lutut total (TKA) yaitu ; memperbaiki cacat,

dan untuk mengembalikan fungsi, penggantian sendi lutut yang telah parah,

untuk membebaskan sendi dari rasa nyeri, untuk menggembalikkan rentang

gerak (ROM), untuk mengembalikkan fungsi normal bagi seorang pasien, untuk

membangun kembali aktivitas sehari-hari (ADL) dengan modifikasi yang tetap

menjaga ROM pasien (Triwibowo, 2012).

Langkah dasar untuk prosedur penggantian lutut, yaitu; 1) Menyiapkan

tulang; permukaan tulang rawan yang rusak di ujung tulang paha dan tibia

dikeluarkan bersama dengan sejumlah kecil tulang yang mendasarinya, 2)

Posisi logam implants; tulang rawan dan tulang diganti dengan komponen

logam yang menciptakan permukaan sendi, bagian logam ini mungkin disemen

atau "press fit" ke dalam tulang, 3) Permukaan bawah patela (tempurung lutut)

dipotong dan muncul kembali dengan tombol plastik, 4) Plastik spacer

dimasukkan antara logam komponen untuk membuat permukaan menjadi

mulus (Brown, 2013)).

Kerusakan sendi dapat diatasi dengan Total Knee Arthroplasty, tapi

tindakan itu mengandung resiko. Komplikasi serius pasca TKA yaitu dislokasi

prosthese akibat infeksi, Pembekuan darah di sekitar daerah operasi, implant

16
yang bermasalah, nyeri yang berkepanjangan dan cedera neurovaskuler (Brown,

2013).

2.3 Etiologi

Osteoatritis (OA) merupakan penyakit degenerative yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling

sering terkena OA. Pervalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi,

yaitu mencapai 15.5 % pada pria, dan 12.7 % pada wanita. Pasien OA biasanya

mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada

sendi yang terkena.pada derajat yang lebih berat nyeri dapat merasakan terus

menerus sehingga mengganggu mobilitas pasien. Terapi OA pada umum nya

simptomatik, misalnya dengan pengendalian factor-faktor risiko, pada OA fase

lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan

nyeri pada OA, biasanya digunakan analgetika atau obat anti-inflamasi non

steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan progresif,

penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang

menimbulkan masalah.

2.4 Epidemiologi

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling umum dan

terbanyak di dunia. Prevalensi penderita OA di seluruh dunia adalah sekitar 9%

pada laki-laki dan 18% pada perempuan (Mody & Wolf, 2003). Dan di Amerika

diperkirakan 60% dari orang dewasa memiliki OA. Prevalensi terjadinya OA

lutut adalah berkisar 23,3% pada usia 50-59 tahun dan 25,5% terjadi pada usia

60-69 tahun. Prevalensi terjadinya OA akan meningkat seiring bertambahnya

usia dengan usia terbanyak pada kelompok 50-69 tahun. Di Indonesia, OA

17
merupakan penyakit rematik yang paling banyak ditemui, dan berdasarkan dari

WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa tercatat ada 8,1% dari

total penduduk mengalami kasus OA di Indonesia.

Ketika semua kompartemen lutut rusak, protesa lutut total mungkin

diperlukan. Alasan paling umum untuk prostesis lutut total

adalah Osteoartritis . Osteoartritis menyebabkan tulang rawan sendi

menjadi rusak dan tidak lagi mampu menyerap goncangan. Ada banyak

faktor risiko eksternal yang dapat menyebabkan osteoartritis lutut. Misalnya

kelebihan berat badan, cedera lutut sebelumnya,penghapusan sebagian

meniscus, rheumatoid arthritis, fraktur,dan faktor bawaan. Mungkin juga

ada beberapa faktor genetik yang berkontribusi pada pengembangan

osteoartritis, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian. Artroplasti lutut

total lebih sering dilakukan pada wanita dan insidensinya meningkat seiring

bertambahnya usia, di AS pada tahun 2008 63% operasi TKA dilakukan

pada wanita. Juga peningkatan dramatis dalam operasi TKA diproyeksikan

akan terjadi dengan peningkatan 673% pada tahun 2030 di Amerika. Tren

lain untuk operasi TKA adalah meningkatnya jumlah penerima di bawah 60,

sementara awalnya dirancang sebagai operasi untuk kelompok usia > 70

2.5 Patomekanisme

Patogenesis osteoartitis sampai saat ini masih menjadi perdebatan,

dahulunya osteoartritis dianggap suatu proses degeneratif murni. Pada

kenyataannya proses osteoartitis didominasi degradasi matrik ekstraseluler

yang menyebabkan hulangnya rawan sendi. OA merupakan penyakit gangguan

homeostasis metabolisme rawan sendi dengan kerusakan struktur proteoglikan

18
yang penyebabnya diperkirakan multifaktorial antara lain oleh karena faktor

umum, stres mekanis atau khemis, penggunaan sendi yang berlebihan, defek

anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Joewono Soeroso

et Juliasih; 2008).

Secara fisiologis kondrosit mempertahankan homeostasis rawan sendi, baik

itu matrik, seluler dan enzim metabolisme. Mikrofraktur pada permukaan

rawan sendi akan diikuti dengan menurunnya sintesis glikosaminoglikan serta

proliferasi kondrosit. Selain berproliferasi kondrosit merespon suatu trauma

rawan sendi dengan meproduksi sitokin antara lain interleukoin-1 (IL-1),

interleukin 1β (IL-1β), IL-6, TNFα dan β dan interferon (IFN) α dan τ dan

growthfactor serta enzim-enzim proteolisis. Sitokin merangsang degradasi

komponen matriks rawan sendi. IL-1α, TNFα, kedua sitokin ini merupakan

aktivator yang sangat kuat pada proses degradasi. IL-1α, IL-1β dan TNFα

dikenal sebagai stimulator yang poten sintesi NO. Peranan NO pada rawan

sendi osteoartitis adalah menghambat sintesi agrecan serta merangsang

apoptosis kondrosit (Joewono Soeroso et Juliasih; 2008).

Kondrosit penderita OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak

dibanding individu normal dan kondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1

secara lokal. Faktor pertumbuhan (IGF) dan sitokin tampaknya mempunyai

pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Akibat dilepaskannya

berbagai enzim proteolitik maka akan terjadi degradasi rawan sendi, berlebihan

dan melewati mekanisme kontrolnya, sehingga sel kondrosit gagal

mempertahankan komposisi normalnya. Proses hilangnya kontrol mekanisme

proteolitik ini tampaknya dapat dicetuskan oleh beberapa faktor antara lain

19
ketuaan, kelainan genetik, perubahan biomekanik atau trauma (Joewono

Soeroso et Juliasih; 2008).

Jadi proses utama untuk dikatakan sebagai OA adalah kegagalan sintesi

matriks yang merupakan hasil proses yang sangat komplek dari faktor

anabolikserta katabolik. Proses katabolisme yang terutama diperantai oleh

berbagai mediator seperti sitokin terutama IL-1, TNFα dan enzim perusak

antara lain metalloproteinase (MMPs) berialan lebih cepat sehingga sintesis

matriks rawan sendi tidak mampu mengimbangi kecepatan kerusakan yang

diakibatkan faktor katabolik tadi. Salah satu faktor antagonis katabolisme

rawan sendi adalah inhibitor of metalloproteinase, tissue inhibitor

metalloproteinase (TIMP) serta sebagai sitokin lainnya seperti IL-6 (Joewono

Soeroso et Juliasih; 2008).

Akibatnya terjadi perubahan turnover matriks inilah yang mendasari

kerusakan rawan sendi pada osteoartritis. Proses ini dimulai pada lapisan atas

rawan sendi baru kemudian diikuti lapisan yang lebih dalam dan proses

biasanya terjadi bertahun-tahun menurut penelitian berangsur sekitar 3-4 tahun.

Gambaran makroskopik tampak rawan sendi yang hipertropik, stadium yang

lanjut rawan sendi kehilangan serabut kolagen (Joewono Soeroso et Juliasih;

2008)

Fungsi sendi lutut normal sebagai engsel kompleks yang memberikan

pergerakan primer fleksi dan ekstensi, tetapi juga gerakan rotasi. Sendi lutut

dibentuk dari tiga kompartemen, lateral, medial dan patellofemoral. Kerusakan

cartilage pada satu atau lebih kompartemen bisa menyebabkan osteoarthritis

(idiopatik atau post traumatic), inflammatory arthritis (rheumatoid, psioriasis,

20
dll), nekrosis avascular, tumor, atau deformitas kongenital. Osteoarthritis dan

rheumatoid adalah penyebab dari mayoritas besar dari total knee arthroplasty

(TKA).

Total knee arthroplasty modern terdiri dari pengangkatan penyakit

permukaan articular dari lutut yang diikuti dengan melapisi kembali dengan

komponen metal dan plyethlene prostetik. Untuk pasien yang dipilih benar,

hasil dari prosedur ini secara signifikan menghilangkan rasa nyeri, memperbaiki

fungsi dan kualitas hidup.

Indikasi utama untuk total knee arthroplasty adalah untuk mengurangi rasa

nyeri yang berhubungan dengan arthritis di lutut pada pasien yang gagal dengan

dengan terapi non operatif. Sebagai contoh, terapi non operatis untuk pasien

dengan osteoarthritis meliputi : modifikasi aktifitas, mengurangi berat badan,

menggunakan tongkat, analgesic dan/atau obat-obatan nonsteroid antiinflamasi.

Intervensi non-operatif pantas dipertimbangkan sebelum arthroplasty pada

pasien dengan inflammatory arthritis (co : rheumatoid arthtritis dan

spondyloarthropathies). Total knee arthroplasty bila diperlukan pada beberapa

pasien dengan osteonecrosis. Meskipun hasil pada beberapa pasien bisa lebih

jelek dari pasien yang mengalami osteo atau arthritis.

Pasien sebaiknya mempunyai radiografi yang mendokumentasikan

mengenai kemajuan perubahan reumatik. Jika rasa sakit di lutut tidak sesuai

dengan tampilan radiografi, penyebab lain harus dicari sebelum arthroplasty

dilakukan. Koreksi dari deformitas dan memperbaiki fungsi sebaiknya

merupakan pertimbangan hasil operasi yang sekunder dan bukan merupakan

indikasi primer. Total knee arthroplasty bisa dilakukan pada pasien dari segala

21
umur (kecuali secara skeletal belum matang). Sendi palsu memiliki

keterbatasan seumur hidup dan daya tahan dari alat tersebut tergantung dari

factor yang berhubungan dengan pasien dan arthroplasty. Pertimbangan

tersebut antara lain :

1. Umur – angka daya tahan 10 tahun prosthesis dari 11.606 total knee

arthroplasty primer yang dilakukan antara tahun 1978 dan 2000 untuk

pasien yang berumur kurang dari 55 tahun dengan pasien yang berumur

lebih dari 70 tahun sangat signfikan (83% banding 90%, masing-masing).

2. Penyakit penyebab – ketahanan prosthesis menjadi lebih pendek pada

pasien dengan osteoarthritis dari pada pasien dengan rheumatoid arthritis

(angka daya tahan 10 tahun prosthesis 90% banding 95% , masing-masing).

3. Faktor prosthesis dan bedah tipe prosthesis, teknik fixasi (semen dibanding

bukan semen) dan factor lain seperti sparing dari cruciate ligament posterior

jugamempengaruhi daya tahan prosthesis.

Dengan demikian, dari sudut yang ideal dari total knee

arthroplasty adalah pasien dengan umur lebih dari 70 tahun dengan

rheumatoid arthritis. Namun, dari pertimbangan ketahanan prosthesis harus

seimbang dengan menghilangkan nyeri dan perbaikan fungsional yang

dapat diharapkan dari prosedur pada orang muda.

2.6 Manifestasi Klinik

Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama

waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa

kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat

22
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan

perubahan gaya berjalan (Soeroso et al., 2006).

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah

sebagai berikut :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa

gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi

gerakan lain. (Soeroso et al., 2006)

Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini

(secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya

penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur,

Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris

(salah satu arah gerakan saja) (Soeroso et al., 2006).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago

pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago

{Lawrence, 2008, Estimates of the prevalence of arthritis and other

rheumatic conditions in the United States: Part II}.Pada penelitian dengan

menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga

berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum

tulang. Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika

osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang

hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini

23
menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk

bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari

anserine bursitis dan sindrom iliotibial band {Lawrence, 2008, Estimates of

the prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United

States: Part II}(Felson, 2008).

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan

sejalan dengan pertambahan rasa nyeri( Soeroso, 2006 ).

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau

tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam

waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso,

2006 ).

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.

Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya

berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien

atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,

krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006 ).

e. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada

sendi yang biasanya tidak banyak (<100cc) atau karena adanya osteofit,

sehingga bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).

24
f. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada

OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan

timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering

dijumpai pada OA lutut (Soeroso, 2006).

g. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan

merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih

pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri

kastrena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (Soeroso,

2006).

2.7 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.

a) Radiografis sendi yang terkena

pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena

osteoatritis sudah cukup memberikan gambaran radiologis yang lebih

canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyongkong diagnosis OA ialah

penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat daripada

bagian yang menangung beban), peningkatan densitas (sclerosis) tulang

subkondrial, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi, dan perubahan

struktur anatomi sendi.

25
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA

dapat di gradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence).

Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih

normal. Pemeriksaan pengindraan dan radiografi sendi lain.

1. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau pengindraan magnetic mungkin

diperlukan pada keadaan tertentu. Bila osteoatritis pada pada pasien

dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolic atau genetic seperti

alkaptonuria, oochronosis, dysplasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit

paget atau hemokromatosis.

2. Radiografi sendi lain perlu di pertimbangkan juga pada pasien yang

mempunyai keluhan sendi (osteoatritis generalisata).

3. Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun

jarang tetapi berat (osteonecrosis, neuropati charcot, pigmented sinovitis)

perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-

penyakit tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih

seperti sidikan tulang, pengindraan dengan resonansi magnetic (MRI),

artroskopi, dan artrografi.

4. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga

diperlukan pada pasien OA tulang belakang untuk menentukan sebab-sebab

gejala dan keluhan-keluhan

2.8 Diagnosis Banding

Osteoarhtritis Genu merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam

bidang kajian Rheumatology. Beberapa penyakit Rheumatology lainnya

meliputi Rheumatoid Arthritis, Gout Arhtritis yang memilki gejala hampir sama

26
dengan Osteoarhtritis Genu. Pentingnya diagnosis banding dalam hal ini untuk

mengekslusi pasien yang memiliki gangguan Inflamatory Arthritis tersebut.

Rheumatoid Arthritis merupakan suatu gangguan pada sendi dimana terjadinya

inflamasi kronis yang bersifat sistemis dan progresif. Pada RA umumnnya

terjadi keterlibatan sendi secara simetris atau bilateral (sendi kanan dan kiri)

dan umumnya menyerang sendi-sendi kecil seperti jari-jari tangan, kaki, dan

lain-lain. Pada keadaan kronis, beberapa sistem yang diserang meliputi sistem

cardiovascular, pulmonal, gastrointestinal (Goodman & Fuller, 2009).

Sedangkan pada Gout Arthritis, merupakan keadaan patologi dimana

terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam tubuh, yang kemudian akan

terdeposisi dalam sendi sebagai kristal urat. Hyperuricemia merupakan

penyebab utama terjadinya gout artritis dan hal ini terjadi sebagai akibat dari

tinggi nya kadar purin dalam tubuh ataupun adanya gangguan sekresi pada purin

tersebut. Beberapa manifestasi klinisnya adalah nyeri hebat yang bersifat akut,

terjadi tiba-tiba pada malam hari, adanya erythema, tenderness, dan

hipersensitifitas pada sendi. Pada fase kronis, muncul pembengkakan pada

sendi berupa thopi (Goodman & Fuller, 2009).

2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi

Latihan untuk memulihkan kekuatan otot dan melenturkan pada pasien

pasca TKA terdiri dari quadriceps, harmstrings, abduktors dan adduktor

(AAOS, 2015). Penelitian sejenis dilakukan oleh Aibast et al., (2015) bahwa

rehabilitasi setelah operasi dimulai satu hari setelah dilakukan pembedahan

dengan memobilisasi lutut dan latihan isometrik untuk kekuatan otot paha.

Semua pasien mencoba mobilisasi kaki dengan alat gerak pasif berkelanjutan

27
(CPM). Denis et al., (2006) menyatakan tidak ada perbedaan bermakna pada

pemakaian alat Continuous Passive Motion (CPM) dan ROM lutut untuk

meningkatkan fungsi pascaoperasi. Pasien yang memiliki CPM mengalami

peningkatan signifikan tentang kebutuhan analgetik dan drainase darah rata-

rata pascaoperasi CPM tidak memiki keuntungan dalam meningkatkan fungsi

lutut atau ROM (Beaupre et al., 2001).

Tahap latihan setelah TKA (AAOS, 2015; Prosehat Physiotherapy, 2015) :

1) Latihan awal post operasi (0 – 1 hari)

Tujuan : untuk mencegah penumpukan sirkulasi darah dan mencegah

infeksi pernapasan. Latihan ini harus dilakukan secara teratur.

a) Deep breathing.

Langkah – langkah : Ambil nafas lewat hidung, tahan 2-3 detik,

hembuskan lewat mulut secara perlahan 3-4 detik, lakukan sebanyak

10 kali.

b) Sirkulatori exercise.

Langkah – langkah : lakukan gerakan menekuk dan meluruskan ankle

(kaki), lakukan sebanyak 30 kali secara perlahan dimana 1 detik naik

dan 1 detik turun untuk ankle ditekuk ke atas dan ke bawah, lakukan

sebanyak 30 kali secara perlahan untuk gerakan ankle memutar,

latihan ini dilakukan sebanyak 4 kali sehari.

c) Static quad.

Langkah-langkah : tidur terlentang, tekan tempurung lutut ke bed

dengan ankle ditarik ke atas, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10

kali.

28
d) Straight leg raises.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, angkat kaki dengan lutut lurus

setinggi perut dimana ankle ditekuk ke atas, tahan 10 detik saat kaki

ke atas, lakukan sebanyak 10 kali.

e) Static hamstring.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, tekuk lutut TKR, naikkan ankle

ke atas lalu tekan ujung tumit ke bed, tahan 10 detik, lakukan

sebanyak 10 kali.

f) Static gluteus.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, kontraksikan gluteus, tahan 10

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

g) Knee flexion.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, lutut TKR ditekuk kemudian

diluruskan, taburi bedak di bed untuk memudahkan menekuk dan

meluruskan lutut, lakukan sebanyak 10 kali.

h) Mobilisasi dari tempat tidur.

Langkah-langkah : Saat bangun tidur, pasien tidak dapat langsung

berdiri karena control lutut belum adekuat, dengan bantuan kursi,

pasien dapat berpindah ke kursi terlebih dahulu untuk kemudian

mencoba berdiri sambil memegang kursi.

i) Full squad range.

Langkah-langkah : Duduk di kursi, luruskan lutut ke atas dimana

ankle ditekuk ke atas, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

j) Knee flexion in sitting.

29
Langkah-langkah : Duduk di kursi, tekuk lutut ke dalam, tahan 10

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

2. Satu minggu

a) Assisted keen bending in sitting

Langkah-langkah : Duduk, kaki yang sehat menyanggah kaki

TKA, kedua tangan menekan ke bed untuk berpindah tempat.

b) Resisted exercise in sitting

Langkah-langkah : Duduk, angkat kaki lurus ke atas, tahan 10

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

c) Passive hiperekstensi.

Langkah-langkah : Duduk di meja ruang tamu yang setinggi lutut,

angkat kaki ke atas meja, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

d) Heel squat in standing.

Berdiri berpegangan pada kursi, angkat kedua tumit perlahan dan

jinjit, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

e) Half squatting.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi, tekuk kedua

lutut perlahan, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

f) Knee flexion in standing.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi, lutut sehat

ditekuk, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali

3. Dua – tiga minggu

a) Step up.

30
Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan pada riil

tangga, naik secara perlahan ke atas tangga kemudian mundur lagi

turun, lakukan sebanyak 10 kali.

b) Step down.

Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan pada riil

tangga, turun secara perlahan ke bawah kemudian mundur lagi ke

atas, lakukan sebanyak 10 kali.

c) Single leg balance.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi, tekuk kaki

sehat, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

d) Single leg hell rising.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada tembok, angkat

tumit seperti jinjit, tekuk lutut sehat, tahan 10 detik, lakukan

sebanyak 10 kali.

4. Empat minggu.

a) Balancing with feet together.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada tembok,

seimbangkan kedua kaki saat berdiri, tahan 10-15 detik, lakukan

sebanyak 10 kali.

b) Balancing one foot in front other.

Langkah-langkah : Berdirilah di samping kursi, langkahkan lutut

TKA di depan lutut sehat, tahan 10-15 detik, lakukan sebanyak 10

kali.

c) Rolling ball forward and backward while sitting.

31
Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada bola,

gerakkan bola ke depan dan ke belakang, tahan 10 detik ke depan,

lalu tahan 10 detik ke belakang, lakukan sebanyak 10x.

d) Rolling ball in small circle while sitting.

Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada bola,

gerakkan bola memutar ke depan dan lalu ke belakang, tahan 10

detik ke depan, lalu tahan 10 detik ke belakang, lakukan sebanyak

10 kali.

e) Squasing ball into the floor.

Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada bola, tekan

bola ke lantai, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

f) Inner thight strengthening.

Langkah-langkah : Duduk dengan kedua paha menjepit bola, tekan

bola dengan kedua paha, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

5) Aktivitas dini setelah operasi (setelah 1 bulan).

a) Berjalan menggunakan walker dengan partial weight bearing.

b) Dilanjutkan berjalan menggunakan crutch ketika pasien sudah bisa

menopang BB selama > 10 menit, sampai 1 bulan

c) Lepaskan crutch secara perlahan dengan berlatih berjalan tanpa

crutch untuk menyeimbangkan lutut.(Physiopedia.com)

32
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi


Anamnesis Umum
Nama : Ny. NR
Jenis kelamin : Perempuan.
Usia : 73 tahun.
Berat badan : 65 kg.
Tinggi badan : 155 cm.
Alamat : Panakukang.
Pekerjaan : Pensiunan.
Agama : Islam.
Hobi : Jogging

C: Chief of complaint
Nyeri dan kaku pada lutut kiri.
H: History taking
 Klien mengalami nyeri pada lutut kiri sisi lateral patella sejak dua bulan
yang lalu setelah menjalani operasi Total Knee arthroplasty (TKA).
 Nyeri yang dirasakan timbul ketika klien berjalan agak lama.
 kaku pada lutut kiri dan terdapat bengkak pada ankle kiri.
 Klien menggunakan walker dan kaki kiri sedikit diseret pada saat
berjalan.
 Gerakan kaki klien terganggu terutama saat berdiri, jongkok, naik turun
tangga, dan aktivitas shalat.
 Klien mengompres lutut dengan air hangat dan di urut-urut jika terasa
nyeri dan bengkak.
 Tidak ada keluhan penyakit lain.

A: Assymetry

33
 Inspeksi Statis :
 Ekspresi wajah agak pucat dan cemas.
 Lutut kiri tampak lebih besar dibanding lutut kanan.
 Pinggul asimetris, lebih tinggi pinggul kiri daripada pinggul
kanan
 Bahu asimetris, lebih tinggi bahu kiri daripada bahu kanan.
 Kepala asimetri, agak miring kearah kanan.
 Badan nampak berputar kearah kanan disertai dengan wajah
meringis.
 Inspeksi Dinamis :
 Berjalan menggunakan walker.
 Jalan agak pincang dan kaki diseret.
 Irama berjalan lambat, serta sulit memutar badan.
 Saat dari duduk ke berdiri, nampak penumpuan berat badan
ke arah kanan dan tidak simetris.
 Quick Test :
 Gerakan duduk - berdiri : terbatas
 Gerakan ruku’ – I’tidal : terbatas
 Palpasi :
 Suhu : Lebih hangat kaki kanan dibandingkan kaki
kiri
 Kontur kulit : Mengkilap karena bengkak
 Oedem : Bengkak pada ankle
 PFGD :
 Gerakan Aktif
 Fleksi – Ekstensi Hip DBN
 Abduksi – Adduksi Hip DBN
 Eksorotasi – Endorotasi Hip terbatas
 Fleksi – Ekstensi Knee terbatas
 Dorsofleksi – Plantarfleksi Ankle DBN
 Inversi – Eversi Ankle DBN
 Gerakan Pasif

34
 Fleksi – Ekstensi Hip DBN
 Abduksi – Adduksi Hip DBN
 Endorotasi – Eksorotasi Hip terbatas
 Fleksi – Ekstensi Knee terbatas
 Dorsofleksi – Plantarfleksi Ankle DBN
 Inversi – Eversi Ankle DBN
 TIMT
 Fleksi – Ekstensi Hip DBN
 Abduksi – Adduksi Hip DBN
 Endorotasi – Eksorotasi Hip mampu,terbatas
 Fleksi – Ekstensi Knee mampu , terbatas
 Dorsofleksi – Plantarfleksi Ankle mampu,lemah
 Inversi – Eversi Ankle mampu,lemah

R: Restrictive
 ROM : Limitasi gerakan aktif dan pasif pada region Knee
 Pekerjaan : Limitasi melakukan aktivitas pekerjaan rumah
 ADL : Limitasi walking, Limitasi toileting, dan Limitasi praying
 Rekreasi : Limitasi aktivitas jogging

T: Tissue impairment and psychological prediction


 Psikogen :
 Kecemasan
 Neurogen : -
 Musculotendinogen :
 Spasme m.hamstring.
 Spasme m.gastrocnemius.
 Kelemahan m.quadriceps femoris .
 Osteoarthrogen :
 Knee joint complex (patellofemoral joint, patellotibial joint,
patellofibular joint, tibiofibular joint)

35
S: Specific test
 Vital sign
 Tekanan darah : 120/90 mmHg.
 Frekuensi pernapasan : 18 kali/menit.
 Suhu : 37° C.
 Denyut nadi : 64 kali/menit (irama regular).
 VAS
 Nyeri diam :0
 Nyeri tekan :5
 Nyeri gerak :6
 Circumferentia
 Hasil circumferentia lingkar paha atas (kanan) : 46 cm;
Hipotonus
 Hasil circumferentia lingkar paha atas (kiri) : 41 cm;
Normal
 Muscle Length Test
 Hamstring dan Gastrocnemius : Spasme
 Pengukuran ROM regio Knee
Aktif
 S. 5- 0 -100 °
Pasif
 S. 5- 0 -110 °
 MMT
 M.Quadriceps Femoris : 4ˉ
 M. Hamstring :4ˉ
 M. Gastrocnemius :4ˉ
 Joint play movement (Drawer test) : Interarticular stiffness
 Ballotement test : (-) indikasi patologi di patello femoral
articulation.
 Patella mobilization : terbatas kea rah caudocranial dan
mediolateral.

36
 Knee Varus – Valgus test : (-) tidak ada tear ligament collateral
lateran dan ligament collateral medial.
 Appley Tes : (-) tidak ada indikasi tear meniscus.
 Gait Analysis : Hilangnya fase berjalan normal (heel strike,
midstance, toe off, mid swing.
B. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
“Gangguan Fungsi Gerak Knee Joint Sinistra berupa nyeri, limitasi ROM
dan kelemahan otot e.c Osteoarthritis Post Op Total Knee Arthroplasty sejak 2
bulan yang lalu.”

C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi


Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan
hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
1. Problem:
 Primer:
 Keterbatasan ROM intraarticular dan ekstraarticular
 Sekunder:
 Nyeri
 Spasme
 Muscle weakness
 Kompleks:
 Gangguan ADL walking, praying, dan toiletting
2. Planning:
 Tujuan jangka panjang:
 Mengajarkan cara berjalan yang baik agar klien dapat
mengoptimalkan ADL
 Tujuan jangka pendek:
 Mengurangi gangguan psikis dan kecemasan.
 Mengurangi nyeri.

37
3. Program:
PROBLEM
No MODALITAS
FISIOTERAP DOSIS
. FISIOTERAPI
I
1 Gangguan Komunikasi F : 2x/minggu
psikis dan terapeutik I : 3x1 sesi terapi
kecemasan. T : Wawancara
T : 3 menit
2 Nyeri Metabolic Stress F : 2x/minggu
Reaction I : 30-45 cm (IRR)
T : Lokal tegak lurus
T : 10 menit
Nyeri Electrotherapy F : 2x/minggu
I : 42 mAh
T : Interferensi
contraplanar
T : 10 menit
4 Limitasi ROM Exercise therapy F : 2x/minggu
I : 10 hit,6 rep.
T : Static Kontraksi Knee
T : 1 menit
Exercise therapy F : 2x/minggu
I : 10 hit,6 rep. /1x terapi
T : AAROM Exc
T : 1 menit
5 Spasme Otot Manual therapy F : 2x/minggu
Gastrocnemius, I : 10 hit,6 rep. /1x terapi
m. hamstring. T : Stretching
gastrocnemius,m.Hamstrin
g
T : 2 menit
6 Muscle Manual therapy F : 2x/minggu
weakness I : 10 hit,6 rep. /1x terapi
m.Quadriceps
T : Strengthening Exc
T : 1 menit
8. Gangguan Manual therapy F : 2x/minggu
keseimbangan I : 10 hit,6 rep.
dan stabilitasi T : Bridging balancing
T : 2 menit
9. Gangguan ADL Walking Exc. F : 2x/minggu
walking I : dilakukan setiap hari
T : Gait control
T : 1 menit

38
D. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi
Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi yang
telah diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi:
Setelah … Kali
No. Problem Sebelum Intervensi
Intervensi
Diam (0); Tekan (5); Diam (0); Tekan
1 Nyeri
Gerak (6) (4); Gerak (4)
Evaluasi ROM (Fleksi S. 5-0-100
2 S. 5-0-110
– Ekstensi Knee)
Evaluasi kekuatan
3 4ˉ 4
otot (M. Quadriceps)
Berjalan masih
menggunakan
Berjalan
walker dan sudah
menggunakan walker
4 Evaluasi ADL bisa mengontrol
dan tidak mengikuti
fase berjalan tetapi
fase berjalan
langkah masih
lambat
Tidak bisa melakukan Gerakan ruku’ dan
gerakan ruku’ dan I’tidal masih
I’tidal pada saat shalat belum mampu.

2. Modifikasi:
Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan dari
perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien. Modifikasi dapat
berupa peningkatan dosis atau modifikasi jenis latihan. Modifikasi program
FT yang dapat diberikan berupa:
a. Kneeding massage: membantu menurunkan oedem di ekstremitas.
b. Approksimasi: latihan untuk memelihara stabilitas dan proprioseptif
klien selama bedrest.
c. Aktif Breathing Exercise, Deep Breathing Exercise, dan modifikasi
positioning untuk mengatasi sesak napas.
d. Sensoris stimulation: untuk mengembalikan sensibilitas volunter klien
e. Balance exercise: untuk melatih keseimbangan pasien saat berdiri ke
berjalan.

39
f. ADL exercise (praying): untuk melatih pasien agar dapat melakukan
gerakan shalat yang normal.
g. Olahraga dengan berjalan kaki: untuk menguatkan otot pasien dengan
mengembalikan otot penyangga sendi lutut.
h. Active stretching saat olahraga ringan: untuk mengembalikan range of
motion pada region yang mengalami keterbatasan gerak.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Amanati, S., Kuswardani, K., & Alamsyah, A. (2018). PENGARUH
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION, LASER
DAN TERAPI LATIHAN PADA PASCA OPERASI TOTAL KNEE
REPLACEMENT. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi, 2(1), 52-59.
Agung, A. P., Priambodo, A., & Julianti, H. (2017). Perbedaan Jenis Total Knee
Arthroplasty Terhadap Derajat Fungsional Lutut Dan Kualitas Hidup
Pasien Osteoarthritis Lutut. Diponegoro University,
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen
klinis untuk hasil yang diharapkan: Elsevier (Singapore).
Brown, G. A. (2013). AAOS clinical practice guideline: treatment of osteoarthritis
of the knee: evidence-based guideline. JAAOS-Journal of the American
Academy of Orthopaedic Surgeons, 21(9), 577-579.
De Wolf, A., & Mens, J. (1994). Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh. Cetakan
kedua, Bohn Stafleu Van Loghum, Houten/Zaventem, Nederland.
Kisner, C., & Colby, L. A. (2013). The spine: exercise and manipulation
interventions. Therapeutic Exercises 6th edition, Philadelphia, FA Davis
Company, 485-538.
McDonald, D. D., & Molony, S. L. (2004). Postoperative pain communication skills
for older adults. Western Journal of Nursing Research, 26(8), 836-852.
Muscolino, J. E. (2014). Kinesiology-E-Book: The Skeletal System and Muscle
Function: Elsevier Health Sciences.
Paulsen, W. (2010). Sobotta, Atlas d. Anatomie d. Menschen.
Smeltzer, S. C., & Brenda, G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarh.
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., & Pramudiyo, R. (2006).
Osteoartritis. Di dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M
dan Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm, 1195-1201.
Syaifuddin, B. (1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta.
WIJANTO, E. (2013). Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Kondisi Pasca
Operasi Total Knee Replacemant Sinistra ii RSAL. Ramelan Surabaya.
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
http://yankes.kemkes.go.id/read-operasi-penggantian-sendi-lutut-pada-kerusakan-
sendi-lutut-oa-knee-4146.html
https://www.physio-pedia.com/Total_Knee_Arthroplasty

41

Anda mungkin juga menyukai