OLEH :
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Klinik Physio Sakti dengan judul
Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional pada Ektremitas
Inferior Sinistra Berupa Nyeri, Spasme, dan Kelemahan Otot e.c Sacroiliac
Joint Dysfunction dan Spondylosis Lumbalis Sejak 2 Bulan yang Lalu
pada tanggal 23 November 2018.
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun akhirnya dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Studi Kasus dengan judul “Manajemen Fisioterapi
Gangguan Aktivitas Fungsional pada Ektremitas Inferior Sinistra Berupa Nyeri,
Spasme, dan Kelemahan Otot e.c Sacroiliac Joint Dysfunction dan Spondylosis
Lumbalis Sejak 2 Bulan yang Lalu”.
Penyusunan laporan studi kasus ini merupakan salah satu tugas pada
pelaksanaan Mata Kuliah Terapi Latihan Fungsional pada Program Studi Profesi
Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin. Melalui penyusunan
laporan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih tentang patofisiologi
dan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Sacroiliac Joint Dysfunction dan
Spondylosis Lumbalis yang ditemui penyusun pada saat melakukan praktek
lapangan yang pada akhirnya akan sangat bermanfaat pada masa yang akan
datang.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini, banyak ditemui tantangan dan
hambatan yang mendasar. Namun semua itu dapat terselesaikan dengan baik
berkat dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini sudah selayaknya penyusun menyampaikan rasa terima kasih
kepada para Instruktur Klinis di Klinik Physio Sakti dan Edukator Klinis yang
telah membimbing dalam penyusunan laporan studi kasus ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa laporan
studi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya dan membuka
diri untuk segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat
dilakukan perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih baik. Akhirnya, penyusun
berharap semoga laporan studi kasus dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Anatomi .........................................................................................
B. Fisiologi .........................................................................................
BAB II PATOFISIOLOGI..............................................................................
A. Definisi ..........................................................................................
B. Epidemiologi .................................................................................
C. Faktor Resiko dan Etiologi ............................................................
D. Klasifikasi......................................................................................
E. Patomekanisme..............................................................................
F. Manifestasi Klisis ..........................................................................
G. Diagnosis Banding ........................................................................
H. Prinsip Penanganan .......................................................................
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI ........................................................
A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi ..........................
B. Diagnosis Fisioterapi .....................................................................
C. Problematik Fisioterpi ...................................................................
D. Tujuan Fisioterapi .........................................................................
E. Program dan Intervensi Fisioterapi ...............................................
F. Evaluasi dan Modifikasi Fisioterapi ..............................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Columna Vertebralis
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis,
meliputi 7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5
columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna
vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi
sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga
membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur
yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan otak dan sistem
saraf perifer 1.
Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus
intervertebralis atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di
posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh lamina atau ligament
kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di
tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis1.
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai
di pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang
merupakan bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang
merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara lateral
mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang
lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis.
Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus
intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian
inferior1.
Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal
dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah,
sampai ke bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning
(lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya
dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di
5
daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada
stenosis spinalis lumbalis1.
Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari
kantong dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis
dan keluar dari canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina
intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi penekanan 1.
Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara
langsung atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otot-otot tersebut
adalah m. erector spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.
6
a. M. Erector Spinae
Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista iliaca,
permukaan dorsal sacrum dan processus spinosus vertebrae lumbalis
kaudal, dan ligament supraspinale.
Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis; serabut
melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc. transversus vertebrae
cervicalis.
Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna vertebralis dan
kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangatur gerakan
dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap; bekerja unilateral:
laterofleksi columna vertebralis.
b. M. Psoas Major
Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus vertebrae T12-L5
dan discus intervertebralis.
Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur.
Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus mengadakan fleksi
paha; kontraksi bagian kaudal megadakan laterofleksi columna vertebralis;
berguna untuk mengatur keseimbangan batang tubuh seaktu duduk;
kontraksi bagian kaudal bersama m. illiacus mengadakan fleksi batang
tubuh.
c. M. Rectus Abdominis
Origo: Symphysis pubica dan crista pubica
Insertion: Proc. Xiphoideus dan cartilagines costales V-VII
Fungsi: fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari
medulla spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan
permukaan ventral medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar
ventral (radix anterior) dan akar dorsal (radix posterior). Dalam radix
posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan subkutan
dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari serabut
eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah
sebagai berikut: 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5
7
pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus
coccygeus1.
8
Gambar 4. Sacroiliac Joint tampak Anterior-Posterior
9
satu segmen dengan segmen yang lainnya. Bagian promontori sacrum
(base sacrum) membentuk artikulasio bersama segemen lumbal lima (L5).
Pada bagian inferior, os sacrum membentuk artikulasio fibrokartilago
dengan os coccyx (terdiri dari 3-5 tulang yang menyatu). Tulang ini berada
diantara dua tulang panggul (hip bone/os coxae) 4.
Gambar 5. Os sacrum
(Sumber: Lippert, Clinical kinesiology and anatomy 2011)
Os ilium merupakan bagian superior dari os coxae (bagian inferior
adalah os ischium dan bagian anterior inferior adalah os pubis) 4. Bagian
superior dari os illum membentuk crista iliaca yang memanjang dari spina
iliaca anterior superior (SIAS) dan spina iliaca posterior superior (SIPS).
Posisi SIPS berada sejajar dengan segmen os sacrum kedua yang dilihat
dari bidang frontal 5.
10
BAB 2
PATOFISIOLOGI
2. Epidemiologi
Prevalensi disfungsi SIJ pada populasi umumnya sebesar 15% -
20%. Mayoritas populasi yang mengalami SIJ pain adalah orang dewasa.
Prevalensi penderita LBP dari 1293 orang dewasa ditemukan sebanyak
22,5% yang mengalami disfungsi SIJ dan dari 54 orang yang mengalami
unilateral LBP ditemukan 18.5% yang mengalami SIJ pain/disfungsi SIJ 6.
3. Patofisiologi
Mekanisme utama dari SIJ blok adalah:
a. Terlalu sering bergerak (hipermobilitas atau instabilitas) pada SIJ
dapat meyebabkan pelvic menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan
nyeri. Nyeri dari banyak gerak dapat dirasakan pada punggung bawah
dan/atau hip, hingga groin.
b. Terlalu jarang bergerak (hipomobilitas atau fiksasi) dapat
menyebabkan tekanan, nyeri, dan dapat menghambat mobilitas. Nyeri
biasanya dirasakan pada satu sisi punggung bawah atau bokong, dan
dapat menjalar hingga ketungkai bawah bagian belakang.
c. SIJ dysfunction dapat menyebabkan inflamasi yang dapat terjadi pada
sendi akibat dari infeksi, rheumatoid arthritis, dll 7.
4. Etiologi
Etiologi sacroiliac joint dysfunction diantaranya adalah kelemahan otot
bagian posterior (m. gluteus maximus dan medius), otot bagian anterior
11
(m. iliopsoas) dan degenerative SIJ. Faktor resiko yang dapat
menimbulkan sacroiliac dysfunction adalah abnormalitas panjang tungkai,
abnormalitas berjalan, skoliosis, post fusion lumbal, radang sendi
inflamasi, riwayat operasi tulang belakang dan kehamilan (beban
meningkat, kurva lumbal berubah, hingga hormon yang membuat ligamen
relaks) 8.
6. Patomekanisme
Mekanisme abnormalitas pada SIJ salah satunya adalah kombinasi beban
axial dan kemampuan rotasi pelvis. Otot dan ligamen yang berada
disekitar sendi dapat menjadi sumber nyeri dan inflamasi, terutama
ligamen iliolumbar dan ligamen posterior sacroiliac. Abnormalitas SIJ
terjadi saat pelvic girdle mengalami penurunan stabilitas atau stabilitas
asimetrik. Disfungsi SIJ dapat terjadi salah satunya karena movement
initiation dan muscular contraction yang abnormal saat weight bearing.
Sebelum weight bearing (WB) terjadi, kontraksi back muscle
menimbulkan ketegangan pada ligamen sacrotuberous dan fascia
thoracolumbal untuk menjaga stabilitas. Selama gerakan nutasi, ligamen
12
sacrospinous dan sacrotuberous mengalami ketegangan, karena hubungan
otot dengan ligamen dan fisiologis nutation yang menimbulkan
ketegangan pada ligamen, SIJ menimbulkan reaksi berupah meningkatkan
stabilitasnya atau kekakuan. Saat rotasi anterior tidak terjadi karena
kegagalan ligamen untuk meregang hal tersebut yang menginduksi
nosiseptor. Abnormalitas SIJ juga dapat disebabkan posisi locking dari SIJ
sebab permukaan kedua tulang dari sendi tersebut iregural sehingga rentan
mengalami displacement 8.
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan ketika nukleus pulposus keluar menonjol
untuk kemudian menekan ke arah spinal melalui anulus spinal yang robek.
HNP merupakan suatu nyeri yang disebapkan oleh proses patologi di
kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik (Muttaqin,
2008) [Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.].
13
Gambar 5. Hernia Nucleus Pulposus (Muttaqin, 2008)
A. Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia
yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP
paling sering dijumpai pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-
L5-S1 (Pinzon, 2012) [Pinzon, R. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung
Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda
Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-751].
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung
bawah yang penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan
yang utama. Inside HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang
dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri
punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari
10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi
berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60
tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu
aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan
tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25%
diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Pinzon, 2012)
[Pinzon, R. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia
Nukelus Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta.
Indonesia. 2012. Hal 749-751].
14
B. Etiologi
C. Klasifikasi HNP
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan
keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan
hernia yang sesungguhnya, yaitu.
1. Bulging adalah nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus.
2. Protrusi/ prolaps diskus intervertebral adalah nukleus berpindah,
tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral adalah nukleus keluar dan anulus
fibrosus dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral adalah nukleus telah menembus
ligamentum longitudinalis posterior.
15
Gambar 6. Grade Hernia Nukleus Pulposus
(Dikutip dari Munir B, 2015) [Munir, B. 2015. Neurologi Dasar: Neuroanatomi Dasar,
Pemeriksaan Neurologi Dasar, Diagnosis dan Terapi Penyakit Neurologi (Vol. I). Jakarta:
Sagung seto.]
D. Patomekanisme
16
kelainan yang mendasari low back pain subkronik atau kronik yang
kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis
vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang
bersama sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura.
Hal tersebut terjadi kalau tempat penjebolan di sisi lateral. Bilamana
tempat herniasinya di tengah-tengah, sudah barang tentu tidak ada radiks
yang terkena. Lagipula, oleh karna pada tingkat L2 dan terus ke bawah
sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah
tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi
HNP sisa diskus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora
vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan (Shankar, 2009) [Shankar H.,
M.B.B.S., Scarlett A.J. M.D., Abram E.S.M.D. 2009. Anatomy and
Pathophysiology of Intervertebral Disc Disease. Techniques in Regional
Anasthesia and Pain Management, 13(2): 67-75.].
Proses penuaan mengakibatkan diskus kehilangan protein
polisakarida sehingga kandungan air pada nukleus pulposus menurun
sehingga terjadi trauma (beberapa bulan/ tahun kemudian saat proses
degenerasi terjadi) lalu nukleus pulposus terdorong keluar sehingga
menekan akar saraf sehingga menyebabkan nyeri, perubahan sensai hingga
penurunan reflex (Shankar, 2009) [Shankar H., M.B.B.S., Scarlett A.J.
M.D., Abram E.S.M.D. 2009. Anatomy and Pathophysiology of
Intervertebral Disc Disease. Techniques in Regional Anasthesia and Pain
Management, 13(2): 67-75.].
17
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat
dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai
bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan
pinggang saat batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka
waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persaraan yang
terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka)
ditekan.
(Muttaqin, 2008) [Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.]
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di
punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP
terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan
paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral
bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada
punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit,
dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex
achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri tekan
didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah
bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar
fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari
kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis
dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014) [Setyanegara dkk. 2014.
Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.].
18
Disproporsi Symphisis Pubis, adalah kondisi akibat cedera berupa adanya
gaya kompresi lateral ke panggul, dan trauma ketika hiperekstensi dan
adduksi hip. Mekanisme cedera panggul karena kekuatan kompresi medial
yang umum dan diketahui dengan baik tetapi cedera panggul kompresi lateral
yang mengakibatkan tulang Symphisis pubic yang berpindah ke sisi
kontralateral jarang terjadi.
19
mengklik atau menggiling di area panggul - Anda mungkin mendengar
atau merasakan ini
gerakan pinggul yang terbatas atau menyakitkan misalnya, berputar di
tempat tidur
kesulitan berbaring di beberapa posisi, misalnya di sisi Anda
sakit selama aktivitas normal kehidupan sehari-hari, nyeri dan kesulitan
selama hubungan seksual11
3. Patomekanisme
Ketika femur sedang hyperextensi dan addusi atau abduksi, ini
menyebabkan kompresi lateral untuk mendorong ke panggul. Karena
ketegangan ligamen iliofemoral, kepala femoral sedang terkunci pada
acetabulum. Ligamen simfisis pubis dapat terganggu dengan kompresi lebih
lanjut dari panggul dan mengakibatkan tulang pubis terperangkap di anterior
atau posterior ke tulang pubis yang utuh yang berlawanan. Beberapa metode
telah dilaporkan tentang cara penanganan cedera ini, baik reduksi tertutup
ataupun reduksi terbuka. Salah satunya adalah dengan stretching, abduksi dan
secara eksternal memutar tulang paha untuk menggunakannya sebagai tuas
untuk mengurangi simfisis pubis, dengan kekuatan konstan simultan yang
diterapkan pada krista iliaka untuk menghindari fraktur femur12.
a. Overlapping pubic symphysis dislocation
Salah satu kondisi lain untuk disproporsi pada simfisis pubis adalah
'overlapping pubic symphysis dislocation' (OPSD) 'overlapping pubic
symphysis dislocation' (OPSD) dan istilah 'locked pubic symphysis' adalah
kondisi pada kasus-kasus di mana tulang pubis yang tertahan oleh foramen
obturator yang berlawanan. Klasifikasi ini memiliki tiga kelas:
Grade 1: OPSD di mana tindakan reduksi tertutup dapat dicapai
dan dipertahankan
Grade 2: OPSD di mana reduksi terbuka diperlukan
Grade 3: Symphysis terkunci (inkarseration ke foramen
obturator)10.
20
Sistem penilaian ini mewakili perkembangan keparahan dan
ketidakstabilan. Cedera grade 1 dapat tangani secara konservatif setelah
reduksi tertutup. Cedera grade 2 dan grade 3 membutuhkan reduksi dan
fiksasi terbuka. Keputusan untuk menggunakan plate tunggal versus ganda
atau fiksator eksternal akan ditentukan oleh skenario klinis. Cedera grade
3 juga memerlukan reduksi terbuka tetapi sebagai tambahan mungkin
memerlukan osteotomy dari ramus pubis superior yang berlawanan untuk
membuka tulang kemaluan dan mengurangi bantuan11.
21
Gambar 10: Radiografi anteroposterior pelvis, dibuat pada hari kesepuluh
pasca melahirkan, menunjukkan pengurangan spontan dari pemisahan simfisis
pubis
Diastasis symphisis pubis (DSP) adalah kondisi klinis yang
digambarkan sebagai pemisahan lengkap simfisis pubis dan umumnya
terjadi setelah trauma berat dan jatuh dari ketinggian. Insiden peripartum
dan postpartum DSP dilaporkan 1 dalam 300 sampai 1 dalam 30.000
angka kelahiran. Guzel et al melaporkan bahwa kehamilan normal
mungkin juga berhubungan dengan pemisahan ringan simfisis pubis dan
42% dari empat belas kehamilan mengalami pelebaran simfisis. pubis.
Pemisahan lebih dari sepuluh milimeter berhubungan dengan nyeri
panggul, kesulitan berjalan. Pengobatan DSP termasuk dukungan pelvis
menggunakan korset lumbosakral dan obat analgesik13.
4. Komplikasi
Komplikasi lain dari kasus ini berdasarkan tingkat keparahannya
dapat menyebabkan cedera viseral dan perdarahan retroperitoneal.
keparahan dan bahaya komplikasi visceral, terutama lesi pada kandung
kemih dan uretra. Namun, ini tampaknya langka. Komplikasi yang paling
sering adalah perdarahan retroperitoneal, cukup parah dan
22
mengkhawatirkan, dan dalam beberapa kasus menyebabkan kematian.
Pendarahan mungkin timbul akibat robeknya arteri iliolumbar, dan itu
akan terus berlanjut menuju tulang belakang anterior superior. Ketika hal
itu terjadi, dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang
mengkhawatirkan 14
5. Prinsip Latihan
Pemberian latihan diberikan pada pasien di optimalkan sesuai
dengan kemampuan dan perkembangan pasien. Pemberian modalitas
seperti transcutaneus electrical nerve stimulan (TENS) untuk menurunkan
tingkat nyeri yang dirasakan pasien, serta pemberian heating di anjurkan
diberikan sebagai bentuk pre-eliminary excercise. Kemampuan pasien
menjadi dasar dalam pemberian latihan. Jenis latihan yang diberikan
seperti latihan stabilisasi, bisa juga sebagai bentuk home program pada
pasien. Latihan termasuk Kegel Exercise, pelvic tilt dan bridging,
penguatan otot core menggunakan bola stabilitas. Manual therapy berupa
joint mobilisation atau symphisis pubis reposisi perlu dilakukan untuk
mengurangi disfungsi sendi di daerah lumbar, sakral dan panggul,
menggunakan kontak tuberositas ischia untuk memperbaiki misalignment
panggul superior anterior. Dalam hal ini manajemen manual therapy
tampaknya telah membantu mengurangi rasa sakit, mengurangi pemisahan
simfisis pubis, dan memfasilitasi kembali ke aktivitas normal 15.
D. Fibromyalgia
1. Definisi
Fibromyalgia merupakan sindrom dari nyeri menyebar luas yang
persistan, kekakuan, kelelahan, gangguan tidur, dan gangguan kognitif.
Fibromyalgia biasanya dikaitkan dengan daerah tenderness yang disebut
dengan trigger points atau tender points. Pada titik-titik inilah yang biasa
timbul nyeri. Namun, trigger points tidak lagi menjadi fokus diagnosis
fibromyalgia. Sebagai gantinya, diagnosis bisa ditegakkan jika penderita
merasakan nyeri di beberapa area selama 3 bulan atau lebih 16.
23
2. Patofisiologi
Fibromyalgia dikuetahui sebagai gangguan pada proses nyeri pusat
atau sindrom dari sensitivitas pusat. Clauw mendeskripsikan sindrom ini
sebagai masalah sensorik “volume control” pada pasien yang memiliki
pain threshold dan stimulus yang rendah, seperti pada suhu, suara, dan
aroma yang kuat. Clauw juga mengatakan bahwa pasien mengalami
hipersensitivitas akibat perubahan neurobiologik yang mempengaruhi
persepsi nyeri atau karena mengharap dan kewaspadaan yang tinggi terkait
dengan faktor psikologis. Walaupun patogenesis dari fibromyalgia tidak
sepenuhnya diketahui, penelitian menunjukkan biokimia, metabolik dan
imunoregulator yang abnormal sehingga fibromyalgia tidak dapat
dikatakan sebagai nyeri yang bersifat subjektif.
3. Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan pada fibromyalgia adalah:
1. Nyeri meluas yang persisten selama 3 bulan atau lebih
(nyeri/tenderness pada kedua sisi tubuh, diatas dan bawah pinggul)
2. Fatigue
3. Gangguan tidur
4. Bermasalah dalam berpikir jernih dan mengingat sesuatu
5. Depresi
6. Migraine
7. Gangguan pencernaan
8. Nyeri pada pelvic
9. Gangguan temporomandibular joint 17.
4. Penyebab
Penyebab dari fibromyalgia hingga saat ini tidak diketahui. Namun,
ada beberapa gabungan faktor yang menyebabkan fibromyalgia, yaitu:
24
3. Trauma: Orang-orang yang mengalami trauma psikis atau emosi dapat
menyebabkan fibromyalgia
4. Stress: Stress Dapat Menyebabkan Efek Jangka Panjang Pada Tubuh.
Stress Dikaitkan Dengan Gangguan Hormonal Yang Dapat
Menyebabkan Fibromyalgia.
5. Penyakit: Walaupun fibromyalgia bukan merupakan kondisi arthritis,
resiko kena fibromyalgia meningkat jika mengidap lupus, rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, atau ankylosing spondylitis. 17.
5. Penanganan
Penanganan yang dapat dilakukan pada fibromyalgia adalah:
1. Deep tissue massage: digunakan untuk menurunkan tegangan otot dan
spasme otot
2. Heat therapy: heat therapy merelaksasi otot dan melancarkan aliran
darah
3. Hydrotherapy: penanganan ini dapat menurunkan nyeri
4. Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS): penanganan ini
dapat menurunkan nyeri terkait dengan fibromyalgia dengan mem-
block stimulus nyeri yang akan sampai pada medula spinalis. TENS
juga dapat menurunkan spasme otot dan merangsang pelepasan
endorfin.
5. Ultrasound: penanganan ini memproduksi heat yang lembut sehingga
melancarkan sirkulasi darah ke jaringan yang dalam
6. Low impact aerobic exercises: penanganan ini sangat gentle namun
efektif. Contoh dari exercise ini adalah water aerobic exercise (dalam
air)
7. Strengthening dan flexibility exercise: latihan ini dapat meningkatkan
kekuatan otot dan range of motion [Gentile, JM. 2011. Physical
therapy for Fibromyalgia, (Online.),
(https://www.practicalpainmanagement.com/patient/conditions/fibrom
yalgia/physical-therapy-fibromyalgia, diakses tanggal 19 November
2018)].
25
E. Piriformis Syndrome
1. Definisi
Piriformis syndrome adalah sebutan bagi otot piriformis yang
mengalami nyeri akibat adanya iritasi pada otot dan saraf sciatic. Otot
Piriformis terletak di bagian bawah tulang belakang, otot ini
menghubungkan ke tulang paha dan membantu dalam rotasi pinggul ke
posterior 18.
2. Patofisiologi
Piriformis sindrom terjadi ketika otot piriformis spasme sehingga otot
piriformis menekan saraf sciatic. Pada saat otot piriformis memendek atau
spasme akibat trauma atau overuse maka otot tersebut dapat menekan atau
menjepit saraf sciatic yang berada diantara otot tersebut. Pada umumnya,
kondisi ini dikenal sebagai “nerve entrapment atau entrapment
neuropathi”. Kondisi khususnya dikenal sebagai piriformis syndrome yang
menunjukkan gejala-gejala sciatica yang bukan berasal dari akar saraf
spinal atau kompresi diskus spinal, tetapi melibatkan otot piriformis
diatasnya. Otot gluteus yang inaktif juga memfasilitasi perkembangan
syndrome ini, karena otot piriformis juga membantu ekstensi dan eksternal
rotasi femur 19.
26
Gambar 11. Perbandingan otot piriformis sehat dengan Piriformis syndrome
3. Epidemiologi
Prevalensi gejala sciatic dilaporkan dalam literatur bervariasi jauh
mulai dari 1,6% pada populasi umum menjadi 43% pada populasi kerja
yang dipilih . Meskipun prognosis baik pada kebanyakan pasien, sebagian
besar (hingga 30%) terus memiliki rasa sakit selama 1 tahun atau lebih.
Pada sekitar 90% kasus, nyeri panggul disebabkan oleh herniated disc
melibatkan kompresi akar saraf 15. Amerika Serikat Rasio kejadian wanita-
pria sindrom piriformis adalah 6:1. Dalam satu studi di sebuah rumah sakit
daerah, 45 dari 750 pasien dengan LBP ditemukan memiliki sindrom
piriformis. Penulis lain memperkirakan bahwa kejadian sindrom piriformis
pada pasien dengan linu panggul adalah 6% 20.
4. Jenis
27
F. Spasme Gluteus Medius
1. Definisi
Spasme adalah kontraksi involunter otot atau sekelompok otot
secara mendadak dan keras, yang disertai nyeri dan gangguan fungsi,
menghasilkan gerakan involunter dan distorsi yang dapat menyebabkan
22
nyeri dan gangguan mobilitas . Spasme otot juga merupakan penyebab
umum nyeri, dan merupakan dasar banyak sindrom nyeri klinis. Nyeri ini
mungkin sebagian disebabkan secara langsung oleh spasme otot yang
merangsang reseptor nyeri yang bersifat mekanosensitif, namun mungkin
juga nyeri ini secara tidak langsung disebabkan oleh pengaruh spasme otot
yang menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Spasme otot
ini juga meningkatkan kecepatan metabolism dalam jaringan otot,
sehingga relatif memperberat keadaan iskemia, menyebabkan kondisi yang
ideal untuk pelepasan bahan kimiawi pemicu timbulnya nyeri 23.
Menurut Guyton dan Hall, 2011 timbul dan berakahirnya kontraksi
otot secara umum terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut:
1. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motoric
sampai ke ujungnya pada serabut otot
2. Disetiap ujung saraf menyekresi zat neurotransmitter, yaitu
asetikolin dalam jumlah sedikit
3. Asetikolin bekerja pada daerah setempat pada membrane serabut
otot untuk membuka banyak kanal kation “berpintu asetikolin”
melalui protein yang terapung pada membrane
4. Terbukanya kanal berpintu asetikolin memungkinkan sejumlah
besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membranserabut
otot. Hal ini menyebabkan depolarisasi setempat yang kemudian
menyebabkan pembukaan kana; natrium berpintu listrik (voltage
sodium channels). Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial
aksi pada membrane
5. Potensial ini akan berjalan di sepanjang membrane serabut otot
dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang
membrane serat saraf
28
6. Potensial aksi ini akan menimbulkan depolarisasi membran otot,
dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat
serabut otot. Disini, potensial aksi menyebabkan reticulum
sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium yang telah
tersimpan dalam retikulum ini
7. Ion kalsium menginisasi kekuatan menarik antara filament aktin dan
myosin, yang menyebabkan kedua filament tersebut bergeser satu
sama lain dan menyebabkan proses kontraksi
8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali
kedalama reticulum sarkoplasma oleh pompa membrane Ca++, dan
ion ini tetap tersimpan dalam reticulum sampai potensial otot yang
baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan
menyebabkan kontraksi otot terhenti 23.
2. Patofisiologi
Sering kali m. gluteus medius merupakan sumber masalah yang
diabaikan pada penderita Low Back Pain (LBP). Biasanya otot ini terlalu
tegang atau memiliki trigger point sehingga dapat mengganggu distribusi
kekuatan di hip dan punggung bawah serta dapat mengiritasi sistem saraf
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan nyeri 24. Adapun pola nyeri dari
gluteus medius dapat dilihat digambar dibawah ini:
Gambar 9. Pola Nyeri Gluteus Medius Gambar 10. Pola Nyeri Gluteus Medius
29
Gambar 11. Pola Nyeri Gluteus Medius
Sumber: http://www.muscle-joint-pain.com
30
BAB 3
LAPORAN KASUS
A. Data Umum Pasien
Nama : Ny. JM
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : BTN Tamarunang Indah
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Vital Sign
Suhu 36 C
31
trauma ada pada tahun 1993 mengalami kecelakaan bermotor, sejak saat
itu mulai merasakan nyeri di pinggang, kemudian ke dokter dan
meminum obat anti nyeri, nyeri hilang namun setiap kali hamil nyeri
tersebut datang lagi. Setelah itu, pada tahun 2009 pasien mengalami
jatuh dengan posisi jatuh terduduk. Pasien sudah pernah foto X-ray pada
lumbal dengan kesan spondylosis lumbalis. Tidak ada riwayat Hipertensi,
gula darah, namun ada riwayat asam urat. Tidak ada keluhan lain yang
dirasakan.
3. Assymetry
a. Inspeksi Statis
1) Anterior
Raut wajah menahan sakit dan sesekali meringis
Raut wajah pasien terlihat cemas
Asismetris pelvic (dextra lebih tinggi dari sinistra)
Kesan berat badan kategori over weight.
2) Lateral
Postur agak kifosis
Knee semifleksi
Ankle sinistra terlihat bekas luka abrasi.
3.) Posterior
Spina Iliaca Posterior Superior (SIPS) dextra lebih tinggi
Poplitea asimetris (dextra lebih tinggi)
b. Inspeksi dinamis
1) Pasien datang ke klinik dengan dipapah oleh anaknya dan
tungkai kiri dibantu diangkat menggunakan tangannya.
2) Berat badan ditumpukan pada kaki yang sehat (dextra)
3) Setiap kali menggerakan tubuh ekstremitas inferior sinistra,
pasien meringis kesakitan
4) Untuk naik ke bed harus dibantu 2 orang
c. Palpasi
1) Suhu : Normal
2) Kontur kulit : Normal
32
3) Oedem : (-)
4) Tenderness :(+) m.quadratus lumborum,
m.paravertebra, m.piriformis
d. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar (PFGD)
1) Aktif
33
Ekstensi DBN Terbatas, nyeri
Abduksi DBN Terbatas, nyeri
Adduksi DBN Terbatas, nyeri
Endorotasi DBN Terbatas, nyeri
Eksorotasi DBN Terbatas, nyeri
Knee Fleksi DBN Terbatas, nyeri
Ekstensi DBN Terbatas, nyeri
Plantarfleksi DBN Terbatas, nyeri
Ankle Dorsifleksi DBN Terbatas, nyeri
Inversi DBN Terbatas, nyeri
Eversi DBN Terbatas, nyeri
4. Restrictive
a. Limitasi ROM :-
b. Limitasi ADL : walking, dressing, praying, toileting
c. Limitasi Pekerjaan : (+) pekerjaan di kantor terganggu karena
kebanyakan istirahat akibat nyeri dan lelah
d. Limitasi Rekreasi : (+) tidak bisa berdiri lama untuk memasak
5. Tissue Impairment and Physchological Prediction
a. Muskulotendinogen : spasme m.erector spine, m.quadratus
lumborum, m.piriformis, weakness m.quadriceps
b. Osteoarthrogen : osteofit lumbal
c. Neurogen : n.ischiadicus
d. Psikogen : kecemasan
34
6. Spesific test
a. NRS
1) Nyeri diam :0
2) Nyeri tekan :5
3) Nyeri gerak :7
b. Straight Leg Raise test (+) 60o
c. Patrick test (+)
d. Anti-patrick test (+)
e. Tes Kompresi (+) L4, L5, S1
f. Piriformis test (+)
g. Bridging test (+)
h. Muscle Manual Test (MMT)
1) Grup otot ekstensor knee sinistra: 4
2) Grup otot abduktor hip : 4
i. HRS-A : 22 (Kecemasan sedang)
j. Indeks Bathel : 12 (ketergantungan ringan)
k. Hasil Radiologi : spondylosis lumbal
Kesan:
C. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan aktivitas fungsional (walking, dressing, toileting, praying,
sitting) pada ekstremitas inferior sinstra berupa nyeri, spasme dan
kelemahan otot akibat sacroilliac joint (SIJ) dysfunction serta spondylosis
lumbalis sejak 2 bulan yang lalu”
D. Problem Fisioterapi
1. Primer : SIJ dysfunction
2. Sekunder :
a. Kecemasan
b. Nyeri
c. Disproporsi symphysis os.pubis
d. Spasme otot
e. Kelemahan otot
f. Gangguan postur
35
3. Kompleks : Gangguan ADL walking, dressing, toileting, praying,dan
sitting
E. Program Fisioterapi
1. Jangka Panjang : mengoptimalkan aktivitas fungsional
2. Jangka Pendek :
a. Mengatasi SIJ dysfunction
b. Mengatasi disproporsi symphysis os.pubis
c. Menurunkan nyeri
d. Mengatasi kecemasan
e. Menurunkan spasme otot
f. Meningkatkan kekuatan otot
g. Memperbaiki postur
F. Intervensi Fisioterapi
36
Technique) T : Friction m.priformis,
connective tissue release
m.erector spine
T : 5 menit
F : 1x sehari
I : 3xrep, 20 hitungan
T : stretching exercise
Exercise Therapy m.piriformis, m.gluteus
medius, m.erector spine,
m.quadratus lumborum
T : 10 menit
F : 1xsehari
I : 3xrep, 8 hitungan
7. Kelemahan otot Exercise Therapy T : strengthening exercise
m.quadriceps
T : 3 menit
F : 1xsehari
Gangguan I : 3xrep, 8 hitungan
8. Exercise Therapy T : Bugnet exercise
Postur
T : 3 menit
F : 1x sehari
I : 3xrep, 8 hitungan
9. Gangguan ADL Exercise Therapy T : Bridging exercise
T : 3 menit
G. Evaluasi Fisioterapi
Evaluasi Sesaat
No Problem Parameter Interpretasi
Pre Post
Diam : 0 Diam: 0
1. Nyeri NRS Tekan : 5 Tekan : 2 Ada penurunan nyeri
Gerak : 7 Gerak : 2
Ada penurunan
2. Kecemasan HRS-A 22 14 tingkat kecemasan
Ada peningkatan
3. Kelemahan otot MMT 4 5 kekuatan otot
Gangguan Ada perbaikan postur
4. Inspeksi Kifosis Normal
Postur
5. Gangguan ADL Indeks Bathel 12 20 Ada peningkatan
37
kemandirian
fungsional
H. Modifikasi
Mengikuti perubahan patofisiologi dan hasil evaluasi, sehingga dosis
latihan dapat ditingkatkan jika kondisi paisen makin membaik
I. Kemitraan
Melakukan kolaborasi atau kemitraan dalam rangka memberikan layanan
prima kepada pasien, diantaranya dokter umum, dokter spesialis saraf,
dokter spesialis radiologi, apoteker dan ahli gizi.
J. Home Program
1. Bridging exercise
2. Self stretching
3. Kompres hangat
4. Mengedukasi cara mengangkat benda berat dengan benar
38
39
DAFTAR PUSTAKA
40
Boomershine, Chad S. 2018. Fibromyalgia, (Online.),
(https://emedicine.medscape.com/article/329838-overview#a1, diakses
tanggal 18 November 2018).
Chermey, Kristeen dan Holland, Kimberly. 2016. Everything You Need To Know
About Fibromyalgia, (Online.)
(https://www.healthline.com/health/fibromyalgia, diakses tanggal 18
November 2018).
Rizal. 2010. Sindroma Piriformis CDK ed_178_a. indd 332. Sukoharjo.
Kelly, Redden. 2009. Piriformis Syndrome : the other great imitator, Resident
Grand Rounds.
Kumar, M. G. G., Singh, L. R., Talever, S., and Tyagi, L. R. 2011. Epidemiology,
Pathophysiology and Sympyomatic Treatment of Sciatica: A Review.
International Journal of Pharmaceutical and biological archives. Vol 2.
Loren, Fishman. 2009. Piriformis Syndrome, Article, Humana Press Inc, Totowa,
New York.
Pujianita, L., 2004. [Online] Available at: http://www.ikfrbandung.com [Accessed
13 November 2018].
Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. 12th ed. Singapura: Saunders
Elseiver
Lingen, J., n.d. Paintopia. [Online] Available at: http://www.muscle-joint-
pain.com [Accessed 13 November 2018].
Aras, Djohan. 2013. Buku Ajar Mata Kuliah: Proses dan Pengukuran Fisioterapi
(Makassar: Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin) hlm 27
41
LAMPIRAN-LAMPIRAN
42
(lambat dalam berfikir, 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berbicara, gagal 2 : Jelas lamban dalam wawancara
berkonsentrasi, dan 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama
sekali)
aktivitas motorik
menurun)
43
sendiri
3 : Sering mengeluh membutuhkan pertolongan
orang lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat Badan 0 : Tidak ada
1 : Beratbadan berkurang berhubungana dengan
penyakitnya sekarang 0
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, 0
virus, perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk
pada waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri 1 : Ringan
Berubah) 2 : Sedang
1
Dan Derelisiasi 3 : Berat
(Perasaan tidak nyata – 4 : Ketidakmampuan
tidak realistis)
20. Gejala Paranoid 0 :
Tidak ada
1 :
Kecurigaan
2 :
Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian
0
3 :
peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya
(ideas refence)
Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 11
Interpretasi :
0 - 7 = Normal
8 - 13 = Depresi ringan Total Nilai : 11
14 - 18 = Depresi sedang Interpretasi : Depresi Ringan
19 - 22 = Depresi berat
> 23 = Depresi sangat berat
44
Lampiran 2 : Skala Penilaian Visual Analoque Sqale
45