Oleh :
NIM. 2208438081
Pembimbing :
PEKANBARU PEKANBARU
i
2023
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Hernia Nucleus
Pulposus”.
Subsp.NF, yang telah membimbing saya dalam menyusun dan menyelesaikan referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik
dibagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau. Saya menyadari bahwa penyusunan referat ini masih banyak terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan referat
ini, saya mengharapkan masukan, kritikan, dan saran yang bersifat membangun ke arah
Akhir kata, semoga referat hernia nucleus pulposus ini dapat memberikan manfaat
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
2.2 Definisi..............................................................................................................8
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................8
2.4 Etiologi..............................................................................................................9
2.5 Patofisiologi......................................................................................................9
2.7 Diagnosis.........................................................................................................13
2.9 Komplikasi......................................................................................................17
2.10 Prognosis.........................................................................................................17
3.1 Kesimpulan…...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah salah satu keluhan karena kehilangan fungsi
tubuh pada tulang belakang bagian bawah yang menyebabkan penurunan produktivitas kerja.
Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya NPB antara lain pekerjaan berat dengan
gerakan yang menimbulkan cedera otot dan saraf, posisi tidak bergerak dalam waktu yang
lama, dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena kurang istirahat. Menurut The
Healthy Back Institute, daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap
terjadinya cedera atau kerusakan karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat
Data epidemiologi mengenai HNP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40%
penduduk berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, dengan prevalensi pada
laki-laki 18,2% dan pada perempuan 13,6%. Insidensi 5 – 20 kasus / 1000 orang dewasa
setiap tahunnya kelompok usia tersering pada dekade 3-5 dan perbandingan pria dengan
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari
diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan
dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. 3 Umumnya HNP
pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan
root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar
ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan
penderita HNP. Umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi
saraf pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri
dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang
1
1.2 Batasan Masalah
Referat ini akan membahas mengenai anatomi tulang belakang manusia, definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, faktor resiko, diagnosis, tata laksana, dan komplikasi
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad.
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra. Diantara tiap
dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian vertebra pada orang
dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah
diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang
yang tersusun secara segmental, yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas
sakral, 4 ruas tulang ekor. Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen
3
1. Korpus
Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan
columna yang paling besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di
vertebra lumbalis.
2. Arcus
Arcus vertebra terdiri dari: a) Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang
berjalan kea rah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya
yang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan
3. Foramen vertebrale
Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan, pediculus di
4. Foramen intervertebrale
di bawahnya.
4
Gambar 2.2 Anatomi Lumbal
Sistem saraf:
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla spinalis.
Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral medulla
spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radix anterior) dan akar dorsal
(radix posterior). Dalam radix posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit,
jaringan subkutan dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari
serabut eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah
nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus coccygeus.
5
Gambar 2.3 Anatomi Nerves Root
Biomekanik:
Pada lumbal spine melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi.
Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi
pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide terjadi
1. Osteokinematik
Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital plane, lateral
fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi pada transverse plane. Sudut
normal gerakan fleksi yaitu 65o -85o , gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25 o
-40o , dan untuk gerakan lateral fleksi 25o , sedangkan gerakan rotasi dengan sudut
Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus intervertebralis tertekan pada
bagian anterior dan menggelembung pada bagian posterior dan terjadi berlawanan pada
gerakan ekstensi. Pada saat lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi
terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan discus intervertebralis
tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara bersamaan discus intervertebralis sisi kanan
menjadi menegang. Pada level lumbal spine, jaringan collagen pada setengah dari
lamina mengarah pada arah yang berlawanan (kira- kira 120 o) dari jaringan setengah
lainnya. Setengah jaringan itu lebih mengarah ke kanan akan membatasi rotasi kekiri.
model pola deskripsi sederhana dari gerak. Misalnya pada gerakan fleksi normal dari
lumbal spine superior vertebra akan bergerak pada vertebra dibawahnya.L1 akan
bergerak pertama pada L2, L2 selanjutnya akan bergerak pada L3, dan L3 selanjutnya
akan bergerak pada L4, begitu seterusnya. Pada keadaan ini, gerakan arthrokinematik
mellibatkan gerakan dari inferior facet dari vertebra pada superior facet dari caudal
vertebra. Superior vertebra slide ke anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga
7
Gambar 2.4 Diskus Intervertebralis pada saat ekstensi
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian atau
seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis, yang
kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau 0radiks saraf melalui anulus
2.2 Epidemiologi
Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari populasi. Kejadian
hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5- S1 dan
L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6) dan paling jarang terkena di
daerah torakalis. Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan rasio pria
dua kali lebih besar daripada wanita. Pada usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP
8
terjadi di daerah lumbal. HNP di atas daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas
55 tahun.3
2.3 Etiologi
Herniasi dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda umumnya disebabkan oleh
trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang mendapat beban berat sehingga menyebabkan
penonjolan diskus intervertebra. Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra
yang dimulai dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus pulposus dan
degenerasi tulang rawan sendi. Penyebab HNP biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma yang
berulang mengenai diskus intervetebralis sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang
2.4 Patofisiologi
Diskus intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus (NP) di bagian dalam dan anulus fibrosus
(AF) di bagian luar. Nuklous pulposus sentral adalah tempat sekresi kolagen dan mengandung
banyak proteoglikan, yang memfasilitasi retensi air, menciptakan tekanan hidrostatik untuk
NP terutama terdiri dari kolagen tipe II, yang menyumbang 20% dari keseluruhan berat
proteoglikan yang rendah, yaitu 70% dari berat keringnya dan terdiri dari serat kolagen tipe I yang
konsentris. Pada hernia nukleus pulposus (HNP), penyempitan ruang thecal sac dapat disebabkan
oleh penonjolan diskus melalui AF yang utuh, ekstrusi NP melalui AF meskipun masih
mempertahankan kontinuitas dengan ruang diskus, atau hilangnya kontinuitas sepenuhnya dengan
ruang diskus dan sekuestrasi fragmen bebas. Beberapa perubahan dalam biologi diskus
intervertebralis dianggap berkontribusi terhadap HNP diantaranya seperti menurunnya retensi air
di NP, peningkatan persentase kolagen tipe I di dalam NP dan AF bagian dalam, degradasi bahan
9
kolagen dan matriks ekstraseluler (ECM), dan peningkatan regulasi sistem degradasi seperti
A. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai shock
absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar
vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai
menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu, serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami
hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui
anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya, hernia paling mungkin terjadi pada
bagian kolumna vertebralis di mana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobile ke yang
B. Proses Traumatik
menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi,
lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika
tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada
herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, di mana
ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade I) Protrusi diskus
intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus., (Grade
II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus
fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada
10
Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla
spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa
tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang
berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi
menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari
a. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama, mengangkat ataupun menarik
beban yang berat, terlalu sering memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu
b. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah sekian lama tidak
dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam jangka waktu yang cukup lama.
c. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan diskus menyerap nutrisi
d. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang menyebabkan strain pada
punggung bawah.
e. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulangKehamilan atau postpartum 6 bulan
sebelumnya
Hernia nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling sering terjadi di
11
antara L4 dan L5 atau L5 dan S1, sedangkan pada bagian servikal umumnya terjadi pada C5 dan
C6. Pasien hernia nukleus pulposus biasanya mempunyai riwayat cedera dan keluhan nyeri yang
menjalar dari punggung bawah, betis, tumit, dan telapak kaki, sedangkan pada kasus yang parah,
sering dikeluhkan kebas-kebas dan lemah. Pada ruptur diskus yang melibatkan akar saraf L4, L5
atau S1 akan menunjukkan Lasegue sign positif. Herniasi pada garis tengah servikal menghasilkan
tekanan pada medulla spinalis yang menyebabkan paraparesis spastik progresif dan urgensi miksi.
12
2.3 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri, sifat nyeri, pengaruh
aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat trauma, proses terjadinya nyeri dan
2. Pemeriksaan fisik
− Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan tungkai selama
bergerak.
− Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita menanggalkan atau
mengenakan pakaian.
− Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan bangun dari
berbaring.
− Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan dan perubahan
warna kulit.
b. Palpasi
Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke arah yang terasa
paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Ketika meraba kolumna vertebralis,
dapat bertambah dengan pemberian tekanan pada kepala (tes kompresi servikal) dan
Dengan adanya tes kompresi dan distraksi dapat membantu menyingkirkan nyeri pada
3. Pemeriksaan neurologis
13
Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut:
− Tes Laseque (straight leg raising = SLR) Fleksikan tungkai yang sakit dalam posisi lutut
ekstensi. Tes normal apabila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90%, dan positif apabila
tungkai timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum tungkai
mencapai kecuraman 70%. Tes ini meregangkan saraf spinal L5 dan S1, sedangkan yang
− Tes Laseque menyilang/crossed straight leg raising test (Test O’Conell). Tes positif
apabila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih
− Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan melakukan kompresi
pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien
meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan memprovokasi nyeri
− Tes Valsava
Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri akan bangkit di tempat
4. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP fase
lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit. Pemeriksaan ini dapat
kompresi.
14
b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography)
dengan indikasi ketat dan tidak dikerjakan secara rutin. CT scan mungkin diperlukan untuk
c. Diskografi
Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang larut dalam air,
namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada ruang diskus intervertebralis,
terjadinya herniasi diskus, dan bahaya radiasi. Biaya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih
Magnetic Resonance Imaging merupakan standard baku emas untuk HNP. Pada MRI,
dapat terlihat gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (anulus robek), dan
dapat mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf atau medulla spinalis oleh
fragmen diskus.
e. Electromyography
Dari pemeriksaan EMG, dapat ditentukan akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana
1. Konservatif
Mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik, dan melindungi serta meningkatkan fungsi
tulang belakang adalah tujuan terapi konservatif. Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik
dalam waktu enam minggu dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang
a. Tirah baring
Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan yang berguna mengurangi rasa nyeri
15
mekanik dan tekanan intradiskal, serta direkomendasikan selama 2 sampai 4 hari. Pasien dapat
kembali ke aktivitas normal secara bertahap, dan pada umumnya pasien tidak memerlukan istirahat
total.
b. Terapi farmaka Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Tujuan diberikan obat ini adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.
− Kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral dipakai pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi, tetapi
Caranya adalah dengan menyuntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan
c. Terapi fisik
− Traksi pelvis Dengan memberikan beban tarikan tertentu di sepanjang sumbu panjang kolumna
vertebralis.
− Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin Tujuannya adalah mengurangi nyeri
− Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) Dilakukan dengan memakai alat yang
dijalankan dengan baterai kecil yang dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-
menerus lewat lektroda. Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter stimulation)
− Korset lumbal dan penopang lumbal lain Pemakaian kedua alat ini tidak mengurangi nyeri
dengan HNP akut, tetapi bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan mengurangi nyeri pada
HNP kronis.
− Latihan dan modifikasi gaya hidup Menurunkan berat badan yang berlebihan karena dapat
memperberat tekanan.
16
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress secepat mungkin. Endurance
exercise dimulai pada minggu kedua setelah awitan dan conditioning exercise yang bertujuan
2. Bedah Terapi
Bedah dipertimbangkan ketika terapi konservatif selama sebulan tidak ada kemajuan, iskhialgia
yang berat/menetap, adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual, serta adanya paresis otot
tungkai bawah. Pasien hernia diskus intervertebralis dengan penanganan bedah menunjukkan
perbaikan yang lebih besar dari segi nyeri, fungsi, kepuasan dan kesembuhan yang dinilai pasien
dibandingkan dengan pasien dengan penanganan non-bedah, tetapi tidak dapat mengembalikan
a. Microdiscectomy
Microdiscectomy adalah pembedahan pada diskus yang terkena yang telah dikonfirmasi dengan
radiografi.
b. Open Discectomy
c. Minimal access/ Minimally Invasive Discectomy Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi
yang sangat kecil pada gangguan dari jaringan di dekatnya. Hal ini sering dilakukan pada pasien
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk jangka waktu yang lama,
kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan fungsi kandung kemih dan usus. Selain itu,
kerusakan permanen pada akar saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan
spondilosis yang menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan
2.6 Prognosis
17
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi medis yang memadai
(10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut dengan ketidaknyamanan dan parestesis
ringan. Pada beberapa pasien, gejala radikular atau mielopati kambuh setelah kembali
beraktivitas penuh. Untuk 25% pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan
operasi. Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada diskus
servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus membutuhkan penangan terapi
bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya setelah penanganan bedah.9
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian atau seluruh
bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis, yang kemudian dapat
menekan ke arah kanalis spinalis atau radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek. HNP
merupakan kasus yang lazim terjadi. HNP berkaitan dengan proses degeneratif dan trauma. Hernia
Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, di mana ekstrusi dan
intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus, (Grade
II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus
fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada
HNP dapat membuat nyeri punggung untuk jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai
yang diikuti penurunan fungsi kandung kemih dan usus. Selain itu, kerusakan permanen pada akar
saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikhsanawati, A., Tiksnadi, B., Soenggono, A., & Hidajat, N. N. (2015). Herniated Nucleus
Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung Indonesia. Althea Medical
Lumbar Herniated Nucleus Pulposus In RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Mandala
3. Turk, O., Antar, V., & Yaldiz, C. (2019). Spontaneous regression of herniated nucleus
4. Erario, M. D. L. Á., Croce, E., Moviglia Brandolino, M. T., Moviglia, G., &
5. Fikra, Z., Prasetya, I. M. L., & Budiati, T. A. (2023). Peranan Sekuens Dixon Pada
Radiologi Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta Selatan. Jurnal Ilmu Kesehatan dan
6. Sahoo, P., Mohanty, P., & Pattnaik, M. (2016). Sacralization and herniated nucleus
7. Khan, J. M., McKinney, D., Basques, B. A., Louie, P. K., Carroll, D, Paul & An, H. S.
(2019). Clinical presentation and outcomes of patients with a lumbar far lateral
20
8. Chen R, Feng R, Jiang S, Chang G, Hu Z, Yao C, Jia B, Wang S, Wang S. Stent
patency rates and prognostic factors of endovascular intervention for iliofemoral vein
9. Parker K, Thachil J. The use of direct oral anticoagulants in chronic kidney disease.
21