DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING :
Dr. dr. JOHANNES BERCHMANS PRASODJO, Sp. Rad(K).
0
2018
1
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
2
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
B. Epidemiologi ................................................................................... 5
D. Patofisiologi .................................................................................... 10
E. Klasifikasi ........................................................................................ 10
G. Diagnosis ........................................................................................ 12
H. Penatalaksanaan .............................................................................. 21
I. Prognosis .......................................................................................... 25
PENUTUP ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis,
memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua
dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.
6
Gambar 2.2 Tulang belakang
Kolumna vertebralis tersusun atas 2 jenis persendian utama, yang
pertama yaitu main joint yang merupakan persendian antara korpus
vertebrae dengan diskus intervertebralis. Kedua, ada apophysial joint yang
merupakan persendian yang dibentuk oleh prosesus artikularis superior
(vertebrae inferior) dengan prosesus artikularis inferior (vertebrae
superior). Main joint merupakan false joint sedangkan apophysial joint
merupakan true joint. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis
menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal
anterior, suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan
korpus vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum
dan annulus fibrosus. Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk
menahan gaya ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian
posterior korpus vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum
longitudinal posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam
menahan gaya fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior,
sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterolateral, hal ini
disebabkan karena ligamentum longitudinal posterior ukurannya makin
mengecil setelah melewati vertebrae cervical 7 sehingga pada vertebrae
lumbal 4 sampai vertebrae sakral 1 yang merupakan tumpuan tubuh tidak
memiliki ligamentum pada sisi posterolateral. Pada bagian posterior
terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu
radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua
sampai vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini
membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra.
7
Gambar 2.3 Ligamen-ligamen yang terdapat pada vertebrae
8
gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur spiral dari
serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam
benturan.
Nukleus pulposus terletak di dalam annulus fibrosus pada posisi
yang sedikit eksentrik ke arah posterior. Pada anak-anak, konsistensinya
agak cair dan akan bertambah padat seiring bertambahnya usia. Sifat
setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk
dan vertebrae dapat menjungkit ke depan dan ke belakang diatas yang lain,
seperti pada fleksi dan ekstensi columna vertebralis. Zat ini berfungsi
sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain
itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus
dan pembuluh-pembuluh darah kapiler.
D. Patofisiologi
9
a. Proses Degeneratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago
yang berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada
kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra.
Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90%
pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu
serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus
melalui anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia
paling mungkin terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi
peralihan dari segmen yang lebih mobile ke yang kurang mobile
(perbatasan lumbosakral dan servikotorakal).
b. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi,
rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada
nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus,
nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula
menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang
salah dan jatuh.
E. Klasifikasi
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan
keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia
yang sesungguhnya, yaitu:
1) Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu
arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.
2) Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
lingkaran anulus fibrosus.
10
3) Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan
berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4) Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus
ligamentum longitudinalis posterior
F. Faktor Resiko
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus
fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi
kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah
bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna
vertebralis, seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
11
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini
terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke
aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.
e. Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko
timbulnya HNP lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat
badan seperti pada nukleus pulposus dan anulus fibrosus yang menjadi
bantalan sendi vertebrae akan meningkat terutama pada vertebrae
lumbal.
G. Diagnosis
a. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang
diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau
memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada
keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya riwayat mengangkat
beban yang berat dan berulangkali, timbulnya low back pain.
Pada HNP dapat ditemukan :
1) Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
2) Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat
barang berat.
3) Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah di sebelah L5-S1 (garis
antara dua krista iliaka).
4) Nyeri Spontan. Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring
ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila berbaring nyeri
berkurang atau hilang.
b. Pemeriksaan Fisik
12
Pemeriksaan Neurologi dilakukan untuk memastikan bahwa nyeri
yang timbul termasuk dalam gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan
sensoris, motorik, reflex.
1) Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang
terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
2) Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.
3) Pemeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon
menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti
menunjukkan segmen S1 terganggu.
13
memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa
ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.
14
ditangkap di General Radiografi Vertebrae sehingga tidak dapat
herniasi diskus. Foto General Radiografi Vertebrae hanya dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
15
Gambar 2.9 Gambaran myelografi pada L5-S1 menunjukkan adanya
filling defek (Milette, 2000).
5) MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat
melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan
mengidentifikasi letak herniasi. Gambaran herniasi pada MRI
dapat berupa protursi, ektursi, atau sekuestrasi. Protursi merupakan
gambaran penonjolan diskus dengan ukuran basis lebih besar
dibandingkan bagian yang keluar (<25% diskus atau 25-50% pada
tipe broad-based). Sedangkan pada ekstursi, basis lebih kecil. Pada
sekuestrasi, bagian yang keluar tidak tersambung dengan diskus
samasekali. Herniasi juga dapat terjadi ke dalam corpus vertebrae
membentuk schmorl’s node. Apabila terdapat penonjolan
sirkumferensial atau pada 50%-100% diskus, keadaan ini disebut
dengan bulging (Gambar X). Bulging bukan merupakan suatu
herniasi (Parizel et al, 2007).
16
Gambar 2.10 Gambaran MRI columna vertebralis dengan HNP; Biru,
normal; Hijau, protursi; Merah, ekstursi.
17
Gambar 2.12 Ilustrasi gambaran hernia nukleus pulposus pada MRI
(Skalski, 2015).
18
Gambar 2.14 Gambaran protursi (broad based) discus pada L5-S1
19
Gambar 2.16 a. Normal, b. Bulging simetris; c. Bulging asimetris
6) CT
20
CT scan dapat digunakan dalam kasus HNP walaupun
kualitasnya tidak sebaik MRI. Dengan CT scan dapat diketahui
kontur dari diskus namun cukup sulit untuk melihat adanya
herniasi yang kecil (Milette PC, 2000).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HNP terdiri dari penatalaksanaan konservatif dan
operatif. Pada prinsipnya gejala yang terjadi pada HNP adalah adanya
kompresi pada syaraf akibat adanya edema dan inflamasi (Rahim AH,
2011).
a. Terapi Konservatif, terdiri atas:
1) Terapi Non Farmakologis
a) Bedrest
21
Bedrest merupakan salah satu terapi konservatif yang
disarankan. Bedrest diketahui efektif pada 1 sampai 2 hari
awal. Setelah 2 hari bedrest tidak mendukung
penyembuhan Semua terapi konservatif pada dasarnya
dilakukan untuk mengurangi inflamasi.
Aktivitas sebaiknya dilanjutkan sedini mungkin ketika
pasien sudah mampu. Latihan dan terapi fisik untuk
mengurangi edema dan mendukung penyembuhan (Foster,
2017).
b) Terapi fisik pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi
nyeri punggung bawah akut, misalnya:
Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang
mudah dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan
inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada
pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada
pengkompresan dingin.
Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit.
Steroid tersebut menimbulkan efek anti inflamasi pada
daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama
efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.
TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator
(TENS) menggunakan stimulasi listrik untuk
mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan
mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak .
c) Latihan dan modifikasi gaya hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet
22
dan latihan penting untuk mengurangi NPB pada pasien
yang mempunyai berat badan berlebihan.
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa
stres secepat mungkin. Endurance exercise latihan aerobik
yang memberi stres minimal pada punggung seperti jalan,
naik sepeda atau berenang dimulai pada minggu kedua
setelah awaitan NPB.
Conditional exercise yang bertujuan memperkuat otot
punggung dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai
pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien.
Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat
tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.
2) Terapi Farmakologis
a) Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh
analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen,
Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
b) Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab
NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID,
seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin,
Esperidone dan Carisoprodol.
c) Opioid. Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik
biasa yang jauh lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa
menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.
d) Analgetik ajuvan. Terutama dipakai pada HNP kronis karena
ada anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan
neuropatik. Contohnya: amitriptilin, Karbamasepin,
Gabapentin.
23
e) Suntikan pada titik picu. Cara pengobatan ini dengan
memberikan suntikan campuran anastesi lokal dan
kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu
disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat
yang dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason,
metilprednisolon dan triamsinolon.
b. Terapi Operatif
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
1) Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
2) Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa,
atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan
selama 6 sampai 12 minggu.
3) Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun
terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat
menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
4) Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu
lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
1) Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
2) Percutaneous distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan
jarum secara aspirasi.
3) Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa
bagian dari vertebra baik parsial maupun total.
4) Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion:
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang
rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.
24
25
Gambar 2.19 Algoritma penatalaksanaan herniasi lumbal akut
(Gregory et al, 2008)
I. Prognosis
Prognosis pada penderita HNP
a. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif
b. Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun sudah
diterapi.
c. Pada pasien yang mendapatkan tindakan distectomy sekitar 85-90%
akan mengalami perbaikan terutama pada pasien dengan nyeri tungkai.
Pada sekitar 15% pasien masih terdapat nyeri punggung bawah
(Weinstein et al, 2008).
26
BAB III
PENUTUP
27
DAFTAR PUSTAKA
9. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
12. Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal
133-148
28
13. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep proses
penyakit. Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026.
17. Gregory DS, Seto CK, Wortley GC, Shugart CM. Acute Lumbar Disk Pain
: Navigating Evaluation and Treatment Choices. American Family
Physician:2008:78(7).
21. Gregory DS, Seto CK, Wortley GC, dan Shugart CM. 2008. Acute Lumbar
Disk Pain: Navigating Evaluation and Treatment Choices. AAFP, 78(7):
835-842.
29
23. P. M. Parizel, J. W. M. Van Goethm, L. Van den Hauwe, and M.
Voormolen. 2007. Degenerative Disc Disease.Dalam : Goethen. Spinal
Imaging Diagnostic Imaging of the Spine and Spinal Cord. Edisi 1.
Berlin : Springer.
24. Rahim AH (2011). Terapi konservatif untuk low back pain. Bandung : RS
Hasan Sadikin.
25. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, Tosteson AN, Blood EA, Abdu WA,
et al. 2008. Surgical versus nonoperative treatment for lumbar disc
herniation: four-year results for the Spine Patient Outcomes Research Trial
(SPORT). Spine, 33(25):2789-800.
30