Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

Hernia Nucleus Pulposus

Oleh:

Ajeng Dwi Novitasari NIM. 2030912320031

Gracellia Sujata NIM. 2030912320040

Muhammad Rafagih NIM. 2030912310123

Putri Nur Aini NIM. 2030912320066

Pembimbing:

dr. Zainal Abidin, Sp.BS

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM
RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
AGUSTUS, 2021
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2

BAB III. PENUTUP............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

ii Universitas Lambung Mangkurat


BAB I

PENDAHULUAN

Kira-kira 80% manusia pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.

Insidensi nyeri pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari

total populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik,

Nyeri punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung

merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan

simtomatis serta rehabilitasi medik. Banyak sekali penyebab nyeri pinggang pada

manusia, bisa karena infeksi pada otot atau tulang belakang, trauma atau benturan

yang hebat pada pinggang, kelainan pada tulang belakang dan lainnya. Salah satu

yang cukup sering menyebabkan nyeri pinggang adalah yang dinamakan herniated

nucleus pulposus (HNP).1

Hernia nukleus pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab dari nyeri

punggung. HNP merupakan penyakit degenerasi spinal yang paling sering dan

menjadi penyebab 30% hingga 80% dari kasus nyeri punggung. HNP dapat terjadi

pada semua diskus intervertebralis, tetapi yang paling sering terjadi adalah di

segmen lumbosakral, tepatnya di diskus intervertebralis L5-S1. Pasien HNP

utamanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri pada punggung bawah.

Persepsi nyeri ini bertujuan untuk membatasi gerakan yang melibatkan otot-otot

punggung. Pembatasan gerak ini diakibatkan oleh spasme otot, Spasme otot akan

menimbulkan suatu manifestasi yaitu penurunan range of motion (ROM) atau

fleksibilitas dari punggung.2

1 Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hernia Nukleus juga didefinisikan penyakit dimana bantalan lunak di antara

ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau nukleus pulposus) mengalami tekanan

sehingga nukleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan hingga

kebelakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral

menekan radikx spinalis sehingga menimbulkan keluhan. HNP yang sering pula

disebut sebagai herniasi diskus intervertebralis.1,3

B. Epidemiologi

Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi dunia. Usia yang

paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian, HNP paling sering

dijumpai pada titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan Koehler

pada pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan bahwa pasien HNP

L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5.

Insiden HNP di Amerika Serikat adalah sekitar 5% dari populasi keseluruhan orang

dewasa. Dalam kurun waktu 5 tahun, selama 2007-2011, menurut data rekam

medis, sebanyak 79 pasien HNP berada di ruang rawat inap Departemen Ortopedi

dan Traumatologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Insiden tertinggi pada kelompok usia

51-60 tahun (31,6%). Usia rata-rata pasien adalah 51 tahun, berkisar antara 20-77

tahun. Jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (54,4% sampai

2 Universitas Lambung Mangkurat


3

45,6%). HNP paling sering terjadi pada vertebra lumbalis L5–S1 sebanyak 46

individu (58,2%) dan pada vertebra servikal pada C5–C6 sebanyak 3 individu

(3,8%). Satuk kasus terletak di vertebra toraks (1,3%). Riwayat aktivitas dan

kondisi pasien terbanyak adalah trauma sebanyak 31 orang (39,2%), diikuti angkat

berat sebanyak 19 orang (24,1%).5,6,

Studi populasi di daerah Jawa ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan

13,6% pada wanita. Rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang melaporkan

insidensinya sekitar 5,4 – 5,8%, frekuensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.

Populasi pada penyakit hernia nukleus pulposus ini biasa mengenai masyarakat

rentan dengan penyakit degeneratif sendi artinya mengenai populasi umur >50

tahun, dan bisa juga mengenai komunitas pekerja tertentu misalnya pekerja angkat

berat, pekerja kantoran yang mengharuskan posisi duduk dalam waktu yang lama

dan lain sebagainya. 7

C. Etiologi

Anatomi vertebra disusun 33 ruas dengan rincian :

● Vertebra servikalis (tulang leher) dengan 7 ruas. Ruas pertama

memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua (processus

odontoid/aksis) yang memungkinkan kepala berputar kekiri dan kekanan.

● Vertebra torakalis (tulang punggung) dengan 12 ruas.

● Vertebra lumbalis (tulang punggung) dengan 5 ruas.

● Vertebra sakralis (tulang kelangkang) dengan 5 ruas.

● Vertebra koksigialis (tulang ekor) dengan 4 ruas.

Universitas Lambung Mangkurat


4

Diskus intervertebrata terdiri atas dua komponen, yaitu annulus fibrosus yang

melingkari nucleus pulposus. Annulus fibrous secara umum dibentuk oleh kolagen tipe I

berbentuk oblique yang merupakan cincin yang masuk ke dalam permukaan dari tulang

vertebra. Kolagen yang membentuk annulus ini terbentuk membentuk multilayer bersama

lamellae yang mendukung fungsinya sebagai pelindung dari nucleus pulposus dan

memberikan kekuatan serta fleksibilitas terhadap diskus. Sementara Nucleus pulposus

merupakan bagian yang diliputi annulus yang dibentuk oleh kolagen tipe II yang kaya oleh

proteoglikan dan gelatin. Tekanan pada ruang diskus dapat meningkatkan tekanan yang

diterima nucleus.

Hal inilah yang terjadi pada HNP, saat annulus fibrosus kehilangan sebagian

fungsinya, akan terjadi peningkatan tekanan yang diterima nucleus, sehingga nucleus dapat

keluar dari discus melalui celah dari robekan annulus fibrosus hingga keluar ke bagian

dorsal menekan medulla spinalis atau ke dorsolateral menekan radix spinalis. Penekanan

inilah yang dapat menimbulkan manifestasi klinis dan gangguan yang dialami oleh pasien.

Umumnya penekanan sendiri terjadi dorsolateral dikarenakan ligamen posterior dari

vertebra lebih terfokus pada midline dan memanjang secara lateral dan inferior,

menyebabkan rentannya terjadi hernia dorsolateral karena tidak terdapat struktur tambahan

yang melindungi. Pada Cervical herniated nucleus pulposus (CHNP) akan terjadi

penekanan radix spinalis serta medulla spinalis, terutama pada C6-7, C5-6, C4-5,

dan C7. Pada HNP di intervertebralis, mekanisme trauma yang sama juga dapat

terjadi. Hernia dapat terjadi karena proses degeneratif atau proses traumatik,

maupun kombinasi antara keduanya. Dimana lokasi paling mungkin adalah pada

kolumna vertebralis karena terjadi peralihan antara segmen yang lebih mobil ke

yang kurang mobil yaitu perbatasan lumbosakral dan servikotorakal. Trauma juga

dapat terjadi melalui trauma lewat gerakan berulang seperti fleksi, ekstensi, lateral

Universitas Lambung Mangkurat


5

fleksi, rotasi dan mengangkat beban yang jika melebihi kemampuan tahanan dari

annulus fibrosus dan menyebabkan robekan, dapat berujung pada herniasi. Trauma

akut juga dapat menyebabkan herniasi. Mekanisme yang kurang lebih sama juga

terjadi pada HNP pada lumbar. Namun dari salah satu pustaka, didapatkan data

bahwa hernia lumbar terutama pada atlet. Secara umum, kesehatan dari atlet

memang lebih baik dari populasi, namun mereka juga sangat rentan mengalami

cedera yang terjadi karena tekanan berkepanjangan dari aktivitas dan juga trauma

pada tulang belakang. Secara anatomis, hernia terutama sering terjadi pada L4-5

dan L5-S1.8,9,10

D. Faktor Risiko

 Faktor Usia:

Usia adalah salah satu faktor penting dalam kasus HNP. Dengan

meningkatnya usia akan ada degenerasi dari diskus dan sendi karena water content

yang berkurang. Pada kelompok usia kurang dari 30 tahun, spring force resilience

dari diskus akan melindungi dari terjadinya herniasi.11,12

 Jenis kelamin:

HNP cenderung mempengaruhi perempuan maupun laki-laki. Insidensi ini

terjadi lebih banyak pada pekerja yang melakukan pekerjaan berat seperti

menggiling dan mengangkat benda berat. Laki-laki lebih banyak bekerja pada

industry yang memerlukan pekerjaan berat, oleh sebab itu HNP lebih banyak terjadi

pada laki-laki. 11,12

Universitas Lambung Mangkurat


6

 Pekerjaan:

Pekerjaan yang berisiko adalah pekerjaan yang memiliki beban berat yang

memerlukan kekuatan fisik yang besar atau keperluan energi yang besar.

Contohnya adalah mengangkat, memutar, sambil membungkuk dan pekerjaan yang

dapat mempengaruhi vibrasi dari seluruh tubuh. Pekerjaan ini termasuk pada

pekerja yang lebih banyak menghabiskan 50% waktu kerjanya di dalam mobil

seperti supir dan pekerja yang menggunakan alat dan pada industri konstruksi

seperti buruh. 1,11,12

 Genetik:

Terdapat banyak gen yang mempengaruhi herniasi diskus. Gen ini

bertanggung jawab untuk mengkode metaloproteinasi matriks, protein structural,

dan faktor apoptosis dan pertumbuhan. Single nucleotide polymorphisms pada gen

reseptor vitamin D akan menyebabkan ketidakseimbangan sitokin inflamasi yang

akan meningkatkan kemungkinan hernia diskus. 1, 11,12

 Merokok:

Merokok dapat menyebabkan kontraksi pembuluh kapiler dan akan

menyebabkan penurunan difusi nutrisi dalam diskus. Nikotin merupakan zat yang

berfungsi untuk menginhibisi sintesis matriks ekstraselular dan proliferasi sel pada

nukelus pulposus. Nikotin juga daoat menyebabkan inhibisi kolagen pada annulus

fibrosis. Penurunan kolagen dapat menjadi faktor predisposisi dari trauma dan

perubahan degeneratif yang menyebabkan hernia. 11,12

Universitas Lambung Mangkurat


7

 Proses penuaan:

Sel tua yang terakumulasi pada diskus akan menyebabkan penuaan dan

degenerasi. Sel ini akan menginhibisi proliferasi akan tetapi secara metabolic tetap

aktif, Pembuluh darah ini terletak pada bagian terluar annulus fibrosis. Sisa dari

annulus dan nucleus pulposus tidak memiliki pembuluh darah sehingga sel ini

memiliki suplai nutrisi dan oksigen yang terbatas dan akan menyebabkan

metabolism anaerobic yang berhubungan dengan peningkatan asam. 1,11,12

 Tinggi badan:

Tinggi badan akan mempengaruhi terjadinya herniasi diskus. Laki-laku

dengan tinggi badan 180 cm memiliki risiko relatif 2.3 dibandingkan laki-laki yang

lebih pendek 10 cm. Pada wanita dengan tinggi 170 cm atau lebih memiliki risiko

relatif 3.7 dibanding wanita yang memiliki tinggi badan 10 cm lebih pendek. 11,12

 Obesitas:

Obesitas berhubungan dengan perubahan biomekanik yang menyebabkan

berbagai penyakit tulang belakang seperti degenerasi diskus, hipertrofi dari

ligament tulang belakang, osteoarthritis, herniasi diskus dan stenosis spinal. Untuk

hubungan dari BMI dan terjadinya herniasi diskus pada laki-laki. 11,12

E. Klasifikasi

 Berdasarkan anatomi

Hernia nukleus pulposus paling sering terjadi pada daerah sambungan

bagian yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak bergerak

Universitas Lambung Mangkurat


8

(immobile), misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura lumbosacralis.

Klasifikasi hernia nukleus pulposus berdasarkan anatomi yaitu:10,13,14

1. Diskus servikal

Diskus yang sering terjadi herniasi adalah vertebra servikalis kelima,

keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7). Hernia diskus servikal terjadi di leher, belakang

kranium, bahu, skapula, lengan, dan tangan. 10,13,14

2. Diskus torakal

Herniasi diskus biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan cenderung

menghasilkan defisit neurologis. Lesi diduga berdasarkan riwayat trauma pada

tulang torakalis. 10,13,14

3. Diskus lumbal

Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan herniasi

pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5.18 Herniasi diskus

lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling sering pada vertebra L4, L5 dan

S1 serta biasanya unilateral. 10,13,14

 Berdasarkan gradasi

Menurut gradasinya , HNP dapat dibagi atas:

1. Protruded intervertebral disc : merupakan keadaan dimana nukleus

pulposus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.

2. Prolapsed intervertebral disc : pada Prolapsed intervertebral disc, nukleus

berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.

3. Extruded intervertebral disc : nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di

bawah ligamentum, longitudinalis posterior.

Universitas Lambung Mangkurat


9

4. Sequestrated intervertebral disc : nukleus telah menembus ligamentum

longitudinal posterior. 10,13,14

Berikut merupakan gambar gradasi dari HNP yang ditampilkan pada

gambar 2.1 dan gambar 2.2

Gambar 2.1 Gradasi HNP.

Universitas Lambung Mangkurat


10

Gambar 2.2 Gradasi HNP

F. Patofisiologi

 Proses Degeneratif:

Diskus intervertebralis terdiri dari jaringan fibrokartilago yang berfungsi

sebagai shock absorber dan membolehkan mobilisasi antara vertebra. Kandungan

air diskus semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia seseorang, yaitu

dari 90% pada bayi dan berkurang sehingga 70% pada usia lanjut. Selain itu, serabut

fibrokartilago akan menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang nantinya akan

menyumbang kepada terjadinya prolaps diskus intervertebralis melalui annulus

fibrosus dan menekan radiks saraf tulang belakang. Pada umumnya, HNP paling

mungkin terjadi pada bagian kolumna vertebralis, di mana terjadi peralihan dari

segmen yang lebih mobil ke segmen yang kurang mobil, yaitu perbatasan

lumbosakral dan servikotorakal.6,15

Universitas Lambung Mangkurat


11

 Proses Traumatik:

Selain proses degeneratif, gerakan yang berulang seperti fleksi, ekstensi,

lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban yang sering dan berat juga dapat

memberi tekanan abnormal pada nukleus pulposus. Jika tekanan ini cukup besar

sehingga mampu melukai annulus fibrosus, maka nukleus pulposus akan terancam

herniasi. Trauma akut juga dapat menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda

dengan cara yang salah dan jatuh atau pukulan keras pada tulang belakang yang

dapat meneyebabkan cedera. 6,15

G. Manifestasi klinis

Gambaran manifestasi klinis yang terjadi pada HNP tentu akan sangat

berhubungan dengan lokasi terjadi herniasi dan penekanan pada radix sarafnya.

Gejala klinis yang dapat terjadi karena CHNP ini dapat berupa: nyeri yang tajam

dan konstan di leher, bahu, atau punggung atas. Dapat pula berupa nyeri atau sensasi

terbakar menjalar sepanjang saraf yang terkena, turun ke lengan, hingga ke tangan

dan jari. Nyeri dapat pula terasa berhubungan dengan gerakan memutar kepala.

Rasa berat dan kaku di leher, bahu atau punggung atas. Nyeri tekanan ketika area

disentuh. Sementara gejala klinis pada HNP vertebra kurang lebih menimbulkan

keluhan yang sama, seperti rasa nyeri, tebal, kram atau kelemahan. Dapat pula

berupa nyeri mekanik. Nyeri yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri radikuler

(iskialgia) berupa nyeri yang dapat bersifat tajam, seperti terbakar atau berdenyut

yang menjalar sampai ke bawah lutut. Bila saraf sensoris juga terkena, dapat terasa

kesemutan atau baal berdasarkan dermatom sarafnya. Bila mengenai konus atau

Universitas Lambung Mangkurat


12

cauda equina, dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri

yang timbul sesuai dengan dermatom dan kelemahan otot sesuai miotom yang

terkena.16,17

H. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada pasien dengan HNP umumnya akan menceritakan mengenai riwayat

nyeri punggung prodromal. Bisa ditanyakan mengenai aktivitas pasien apakah ada

jatuh, melakukan gerakan menyentak atau berputar dan mengangkat beban berat.

Nyeri merupakan keluhan utama pasien, dapat berupa axial atau radicular. Dapat

ditanyakan beberapa pertanyaan seperti:18

 Lebih dominan nyeri punggung atau nyeri kaki?

 Karakteristik dari nyerinya seperti apa?

 Onset nyerinya seperti apa, apakah akut, subakut atau kronis?

 Apakah nyeri bertambah dengan aktivitas atau manuver?

 Apakah nyeri berkurang dengan poster tertentu atau manuver?

 Apakah memiliki riwayat dahulu dengan gejala yang mirip dan bagaimana cara

menanganinya?

Tanda bahaya dapat berupa riwayat demam dan penurunan berat badan

dengan bersamaan, nyeri pada malam hari yang tidak henti-henti, konsumsi steroid

oral jangka panjang atau imunosupresan, riwayat atau curiga kanker pada pasien

dengan usia lebih dari 50 tahun. Selain itu dapat ditanyakan mengenai gejala

kelemahan motorik, gangguan sensoris dan disfungsi usus atau kandung kemih

Universitas Lambung Mangkurat


13

perlu ditanyakan. Faktor risiko juga perlu ditanyakan seperti gaya hidup pasien

seperti duduk terlalu lama, membungkuk ke arah depan, riwayat merokok, riwayat

penggunaan antidepresan. Perlu ditanyakan aktivitas mana yang tidak dapat pasien

lakukan dan aktivitas apa yang membuat eksaserbasi nyeri.17,18

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dan neurologis komplit dapat menunjukkan defek pada

level spesifik. Penilaian pertama pada pemeriksaan fisik adalah mencari manifestasi

eksternal dari nyeri seperti stance yang tidak normal. Postur dan gaya berjalan

pasien perlu diperiksa untuk mencari sciatic list yang mengindikasi herniasi diskus.

Processus spinosus dan ligament interspinosus perlu dipalpasi untuk mencari

tenderness. Range of motion pasien juga perlu dievaluasi. Nyeri saat flexi pada

lumbal memberikan sugesti nyeri diskogenik sementara nyeri saat ekstensi lumbal

memberikan sugesti facet disease. Ligamen atau strain pada otot dapat

menyebabkan nyeri pada saat pasien membungkuk secara kontralateral. 2 Fungsi

refleks, sensoris dan motoric perlu diperiksa untuk memastikan level saraf yang

terdampak. Kekuatan otot dinilai dari 0 (tidak ada kontraktilitas) hingga 5 (ROM

komplit, melawan gravitasi dengan tahanan penuh). Pemeriksaan pada lumbal

pasien dengan level neurologis bermanfaat untuk mengetahui lokasi gejala pasien

seperti pada tabel dibawah.17,18,19

Universitas Lambung Mangkurat


14

Tabel 2.1 Lokasi nyeri, defisit motorik dengan tiap level diskus

Tabel 2.2 Lokalisasi level neurologis

Selain itu perlu diperiksa beberapa tes yaitu:

 Straight leg raise test:

Pasien dalam posisi supine, pemeriksa secara perlahan mengangkat kaki

pasien dalam bentuk sudut hingga 90 derajat sementara kaki pada persendian lutut

tetap dalam keadaan lurus. Normalnya pada posisi ini akan menyebabkan rasa

Universitas Lambung Mangkurat


15

terikat minor pada hamstrings. Jika terdapat kompresi pada saraf maka tes ini akan

menyebabkan nyeri berat pada belakang kaki yang terkena dan terdapat gangguan

pada nerve root L5 atau S1 Tes positif bila pasien mengalami nyeri tipikal dan

parestesia.20

Gambar 2.3 Pemeriksaan straight leg raise test

 Contralateral (crossed) straight leg raise test:

Seperti pada pemeriksaan straight leg raise test, pasien dalam kondisi supine

dan pemeriksa akan mengangkat kaki yang asimtomatik. Tes positif bila manuver

menyebabkan nyeri pada pasien dan parestesia. Tes ini memiliki spesifisitas 90%.

Universitas Lambung Mangkurat


16

Gambar 2.4 Diagnostic work-up pada pasien dengan nyeri punggung bawah

3. Pemeriksaan penunjang

 X-rays

Dapat ditemukan di kebanyakan klinik. Teknik ini dapat digunakan untuk

mengetahui instabilitas struktur. Jika x-ray menunjukkan fraktur akut perlu

dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti computed tomogram (CT) scan atau

magnetic resonance imaging (MRI).20

Universitas Lambung Mangkurat


17

 CT scan:

Dapat memvisualisasi struktur pada tulang belakang, selain itu dapat

menunjukkan diskus hernia yang terkasifikasi. Dapat dilakukan CT myelography

untuk memvisualisasikan diskus hernia.20

 MRI:

Paling dipilih sebab paling untuk sensitive untuk memvisualisasikan diskus

yang mengalami hernia. MRI merupakan modalitas gold standard yang memiliki

tingkat akurasi seperti CT myelography untuk diagnosis herniasi diskus thorax dan

lumbal.19

Gambar 2.5 Diskus dengan hernia pada MRI

Universitas Lambung Mangkurat


18

I. Tata Laksana

 Terapi konservatif

Terapi konservatif bertujuan mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi

fisik, dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang belakang. Sebagian besar

pasien HNP akan membaik dalam waktu enam minggu dengan atau tanpa terapi,

dengan demikian terapi konservatif umumnya direkomendasikan selama 6 minggu

dengan tidak adanya defisit neurologis utama. Selanjutnya, jika nyeri persisten

setelah 6 minggu mendapatkan terapi konservatif, telah menjadi kriteria untuk

dilakukan operasi diskus. Berikut merupakan terapi konservatif: 21,22

1. Tirah baring

Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan dan berguna

mengurangi peradangan, serta direkomendasikan selama 1 atau 2 hari. Setelah

periode ini periode istirahat singkat yang direkomendasikan. Tirah baring dilakukan

terutama pada posisi semi-fowler Membantu menurunkan beban tulang belakang.


21,22

2. Terapi farmakologi

Pasien dapat diberikan non streroid anti inflamatory drugs (NSAID)

sebagai penghilang rasa nyeri, dan Kortikosteroid sebagai anti inflamasi. 21,22

3. Terapi infra merah

Terapi infra merah diaplikasikan pada punggung yang nyeri, selama 30 menit.

Terapi radiasi infra merah (heat therapy) adalah intervensi terapi fisik

diklasifikasikan dalam termoterapi yang digunakan dalam pengobatan low back

pain. Inframerah adalah radiasi elektromagnetik. Sinar infra merah memunculkan

Universitas Lambung Mangkurat


19

panas saat diserap oleh materi, antara panjang gelombang 4x10 Hz dan 7,5x10 Hz.

Panas yang dipancarkan telah terbukti meningkatkan ekstensibilitas jaringan,

memperbaiki persendian, mengurangi rasa sakit. dan meningkatkan penyembuhan

lesi jaringan lunak. 21,22

4. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan suatu cara penggunaan elektroterapeutik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. TENS dikenal sebagai modalitas

yang efektif mengurangi nyeri. Dengan frekuensi dan intensitas yang tepat, TENS

dapat memberikan stimulasi dari mulai tingkat seluler sampai dengan ke tingkat

sistemik. TENS menggunakan unit saluran ganda. Satu saluran ditempatkan

paraspinall pada tingkat asal saraf sciatic (L4, L5, S1, S2 dan S3) dan saluran kedua

di tempat nyeri yang dirujuk (mis. paha Posterior). Mesin hidup dengan TENS

Tinggi (frekuensi 100Hz & durasi pulse 150μs) selama 30 menit. 21,22

5. McKenzie exercise

McKenzie exercise merupakan suatu teknik latihan dengan menggunakan

gerakan badan terutama ke belakang/ekstensi, biasanya digunakan untuk penguatan

dan peregangan otototot ekstensor dan fleksor sendi lumbosacralis dan dapat

mengurangi nyeri. Prinsip latihan McKenzie adalah memperbaiki postur untuk

mengurangi hiperlordosis lumbal. Sedangkan secara operasional pemberian latihan

untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk otot-otot fleksor dan untuk

peregangan ditujukan untuk otototot ektensor punggung. pasien diberikan edukasi.

Latihan ini dapat dilakukan di rumah, dengan gerakan sebagai berikut:

Universitas Lambung Mangkurat


20

 Koreksi postur: Pasien memiliki postur duduk harus diperbaiki. Pasien akan

diminta duduk di tempat tidur dengan sandaran bantal di belakang.

 Berbaring telungkup: Pasien akan dipaksa untuk berbaring tengkurap

dengan memutar kepala ke satu sisi dan lengan di samping.

 Berbaring telungkup dalam ekstensi: Pasien akan diminta berbaring di

posisi tengkurap. pasien mengambil dukungan dari siku dan mengangkat

badang atas. Ini akan mendapatkan posisi ekstensi badan dengan dukungan

siku.

 Berbaring ekstensi: Pasien diminta untuk bertumpu pada siku dengan

ekstensi tulang belakang, dan kemudian dilanjutkan untuk bertumpu pada

tangan sehingga ekstensi dalam posisi tengkurap didapat. 21,22

6. Suntikan epidural dan blok akar selektif

Suntikan epidural translaminar dan blok akar saraf selektif adalah modalitas

lini kedua untuk pasien yang tidak responsif terhadap manajemen konservatif dan

yang memiliki gejala setidaknya selama empat hingga enam minggu. Ada bukti

terbatas tentang kemanjuran suntikan epidural setelah tiga bulan, tetapi suntikan

berulang sering dipertimbangkan juga. Blok tersebut adalah campuran anestesi

lokal (0,25% bupivakain atau 0,5% lignokain) dan kortikosteroid (triamsinolon

asetat atau metilprednisolon) yang diberikan pada tingkat target (diskus hernia) di

bawah panduan fluoroskopi untuk membantu meredakan nyeri radikular akut

dengan anestesi dan anti- tindakan inflamasi. Satu suntikan epidural memberikan

bantuan jangka pendek sekitar 3 bulan. Terbukti bahwa seorang pasien dapat

menunda operasinya selama beberapa tahun jika mereka merespon dengan baik

Universitas Lambung Mangkurat


21

terhadap blok epidural. Seorang pasien dapat memiliki maksimal 4 suntikan dalam

setahun. Setiap injeksi harus memiliki jeda 1-2 minggu di antaranya. 21,22 Berikut

adalah gambar fluoroskopi dari blok epidural

Gambar 2.6 fluoroskopi blok epidural.

 Terapi operatif

Terapi operatif dilakukan pada semua pasien dengan herniasi diskus akut

dengan kondisi sebagai berikut:

1. Telah gagal dalam terapi konservatif dan suntikan epidural selama 3 -4 bulan,

tidak memiliki tanda atau gejala waddel (prognosis buruk operasi tulang

belakang).

2. Memiliki sindrom cauda equina.

3. Memiliki defisit neurologis progresif.

4. Mengalami nyeri ekstremitas yang parah

Universitas Lambung Mangkurat


22

Berikut merupakan prosedur operasi yang dapat dilakukan:

a. Conventional open discectomy

Pada conventional open discectomy, sebagian atau seluruh dari diskus

intervertebralis diangkat untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy

dilakukan untuk memindahkanbagian yang menonjol dengan general anesthesia.

Luasnya pengangkatan tulang dari lamina ada 3 jenis, yaitu laminektomi

Laminektomi (pemotongan sebagian besar lamina atau vertebra),

hemilaminektomi (pemotongan sebagian lamina atau vertebra), dan fenestrasi /

laminotom (pemotongan sebagian lamina di atas atau di bawah saraf yang

tertekan). 1,21,22

b. Microscopic discectomy

Microscopic discectomy merupakan prosedur bedah yang menggunakan

pembesaran dari mikroskop untuk membatasi kerusakan jaringan dengan hasil

bedah yang sama efektifnya. Teknik bedah sama dengan prosedur terbuka standar.

Perbedaannya adalah: 1,21,22

1. Insisi yang lebih kecil (2-3cm)

2. Kerusakan minimal pada jaringan lunak

3. Penggunaan mikroskop memperbesar struktur mengidentifikasi lebih akurat struktur

saraf dan melindunginya dari manipulasi yang tidak diinginkan

4. Mencatat dan menyimpan prosedur pembedahan yang dilakukan

5. Meminimalkan risiko ketidakstabilan pasca operasi dan nyeri punggung karena

tulang dan jaringan lunak dipertahankan secara maksimal.

Universitas Lambung Mangkurat


23

Berikut mweupakan gambar prosedur microscopic discectomy yang

ditunjukkan pada gambar

Gambar 2.7 Microscopic discectomy.

c. Endoscopic discectomy

Endoscopic discectomy adalah prosedur bedah untuk mengurangi panjang

sayatan kulit dan meminimalkan cedera jaringan lunak. Prosedur dilakukan dengan

tidak memotong serat otot sehingga mengurangi cedera otot. Tabung dilatasi serial

khusus dan retraktor digunakan dan memiliki sumber cahaya. Hal ini

memungkinkan untuk sayatan yang lebih kecil dengan pandangan yang sangat baik

dari struktur di bawahnya. 1,21,22 Berikut merupakan gambar prosedur endoscopic

discectomy

Universitas Lambung Mangkurat


24

Gambar 2.8 Endoscopic discectomy

J. Komplikasi

Komplikasi dari hernia nucleus pulposus paling umum adalah

perkembangan nyeri punggung kronis. Selain itu, kasus herniasi diskus yang

tidak diobati, meskipun jarang, dapat menyebabkan kerusakan saraf yang

bertahan lama pada kompresi akar saraf yang parah. Sebagian besar contoh

diskektomi berhasil dalam perbaikan bedah diskus hernia, tetapi beberapa kasus

memerlukan intervensi berulang. Komplikasi juga dapat mempengaruhi kualitas

hidup pasien karena dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan dan kecacatan yang

signifikan. Komplikasi parah dari pembedahan atau prosedur intervensi jarang

terjadi, tetapi kasus tecatat ada komplikasi kelumpuhan dan kematian.23

Universitas Lambung Mangkurat


25

K. Pencegahan

Menghindari beberapa kemungkinan faktor risiko (seperti tembakau,

penggunaan alkohol berlebihan, dan diet yang tidak sehat) dapat sedikit

menurunkan kemungkinan kejadian HNP, sangat sering dihubungkan dengan

penambahan usia yang tidak dapat dihindari, namun dapat dilakukan perubahan

gaya hidup meliputi beberapa hal seperti:8,24,25

 Latihan punggung setiap hari:

1. Berbaring terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut

dan gerakan menuju dada lalu tahan beberapa detik. Lakukan lagi pada kaki

yang lain. Ulangi beberapa kali.

2. Berbaring terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu diluruskan ke lantai.

Kencangkan perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahan

beberapa detik, kemudian rileks. Ulangi beberapa kali.

3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berapa datar di

lantai. Lakukan sit up parsial dengan melipat tangan dan mengangkat bahu

setinggi 6-12 inci dari lantai. Ulangi beberapa kali.

 Berhati-hati saat mengangkat barang berat

1. Gerakan tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum mengangkat

2. Tekukan lutut, bukan punggung jika benda lebih rendah.

3. Peganglah benda dekat perut dan dada

4. Tekuk lagi kaki apabila ingin menurunkan

5. Hindari memutar punggung saat mengangkat benda

 Lindungi punggung saat duduk dan berdiri

Universitas Lambung Mangkurat


26

1. Hindari duduk di kursi empuk dalam waktu lama

2. Jika harus duduk dalam waktu lama, pastikan lutut dan paha sejajar. Jika perlu

gunakan alat bantu seperti ganjalan/bantalan kaki.

3. Jika harus berdiri dalam waktu lama, letakkan salah satu kaki pada bantalan

kaki bergantian, berhenti sejenak dan ubah posisi secara periodik

4. Tegakkan kursi mobil sehingga lutut dapat ditekuk

5. Gunakan bantal di punggung pada saat duduk di kursi

 Aktivitas rutin

1. Berjalan setiap hari

2. Diet seimbang,

3. Tidur di kasur yang nyaman

4. Segera melakukan konsultasi jika terjadi trauma atau perburukan gejala yang

mengganggu. 8,24,25

L. Prognosis

Mayoritas pasien yang menderita hernia nucleus pulposus akan mengalami

penurunan gejala tanpa operasi. Terapi konservatif umumnya efektif dan gejala

yang dialami pasien akan menghilang dalam beberapa minggu. Untuk beberapa

kasus terapi konservatif tidaklah cukup dan bisa diperlukan terapi yang lebih invasif

seperti injeksi steroid pada akar saraf bahkan operasi. Terdapatnya mielopati pada

hernia nucleus pulposus sentral di regio cervical dan thoracal merupakan indikasi

operasi, apalagi bila terdapat progresi dari gejala yang dialami pasien. Dengan

discectomy, pasien dengan nyeri yang dominan memiliki hasil yang sangat baik,

Universitas Lambung Mangkurat


27

dengan 85-90% kembali ke fungsi penuh. Namun, sebanyak 15% pasien

mengalami nyeri punggung yang dapat membatasi kembalinya mereka ke fungsi

seutuhnya, meskipun tidak dengan radikulopati. Pada pasien yang menjalani

operasi tidak selalu menunjukkan hasil yang lebih baik daripada pasien yang

menunda operasi.

Pada pasien yang menjalani anterior cervical discectomy and fusion

(ACDF) untuk spondilosis serviks dan atau herniasi disk menggunakan lempeng

bioabsorbable untuk instrumentasi, secara keseluruhan, pada 19,5 bulan pasca

operasi, 83% pasien memiliki hasil yang baik.2

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

PENUTUP

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan

lunak di antara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau nukleus pulposus)

mengalami tekanan sehingga nukleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi

penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan

penekanan radiks saraf. Gejala klinis pada HNP dapat menimbulkan keluhan rasa

nyeri, tebal, kram atau kelemahan. Nyeri yang paling sering dikeluhkan adalah

nyeri radikuler (iskialgia) berupa nyeri yang dapat bersifat tajam, seperti terbakar

atau berdenyut yang menjalar sampai ke bawah lutut. Bila saraf sensoris juga

terkena, dapat terasa kesemutan atau baal berdasarkan dermatom sarafnya. Bila

mengenai konus atau cauda equina, dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan

disfungsi seksual. Terapi konservatif yang dapat dilakukan adala tirah baring,

terapi farmakologi, terapi infra merah, TENS, McKenzie exercise dan suntikan

epidural dan blok radix selektif. Terapi konservatif direkomendasikan dilakukan

selama 6 minggu tanpa adanya defisit neurologis utama. Apabila nyeri persisten

setelah 6 minggu setelah mendapatkan terapi konservatif, dapat dilakukan terapi

berupa operasi diskus.

28 Universitas Lambung Mangkurat


DAFTAR PUSTAKA

1. Dydyk AM, Ngnitewe MR, Mesfin FB. Disc Herniation.StatPearls. 2021

2. Amin R, Andrade N, Neuman B. Lumbar Disc Herniation. Current Reviews


in Musculoskeletal Medicine. 2017

3. Mathur M, Jain N, Sharma S, Rawall S, Bhagwan Sharma S. Lumbar Disc


Herniation: A review article. IP International Journal of Orthopaedic
Rheumatology. 2020

4. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.


Jakarta: Salemba Medika. 2008.

5. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus
Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal
749-751.

6. Schroeder G, Guyre C, Vaccaro A. The epidemiology and pathophysiology


of lumbar disc herniations. Seminars in Spine Surgery. 2016

7. Ikhsanawati A, Tiksnadi B, Soenggono A, Hidajat N. Herniated Nucleus


Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung Indonesia. Althea
Medical Journal. 2015

8. Sreeharsha V, Nandyala BA, Alejandro ML, et al. The athlete's spine-lumbar


herniated nucleus pulposus. Operative techniques in sport medicine. 2013

9. Nadeak S. Penegakan diagnosis dan penanggulangan cervicalys herniated


nucleus pulposus. Jurnal Pro-Life. 2019

10. Snell RS. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC; 2011.

11. Wong DA, Transfeldt E, Macnab I. Macnab’s Backache. 4th ed.


Philadelphia,PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

12. Zielinska N, Podgórski M, Haładaj R, Polguj M, Olewnik Ł. Risk Factors of


Intervertebral Disc Pathology—A Point of View Formerly and Today—A
Review. Journal of Clinical Medicine. 2021

29 Universitas Lambung Mangkurat


13. Ekayuda I. Radiologi diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.

14. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB,
Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery. Unitated States of America: Mc
Grow-Hill;2015.

15. Hadjipavlou A, Tzermiadianos M, Bogduk N, Zindrick M. The


pathophysiology of disc degeneration. The Journal of Bone and Joint Surgery
British volume. 2008;90-B(10):1261-1270.

16. Nadeak S. Penegakan diagnosis dan penanggulangan cervicalys herniated


nucleus pulposus. Jurnal Pro-Life. 2019

17. North American Spine Society. Diagnosis and Treatment of Lumbar Disc
Herniation with Radiculopathy. NAAS Clinical Guidelines. 2012

18. Humphreys SC, Eck JC. Clinical evaluation and treatment options for
herniated lumbar disc. American family physician. 1999

19. Gregory DS, Seto CK, Wortley GC, Shugart CM. Acute lumbar disk pain:
navigating evaluation and treatment choices. American family physician.
2008 Oct 1;78(7):835-42.

20. Rabin A, Gerszten PC, Karausky P, Bunker CH, Potter DM, Welch WC. The
sensitivity of the seated straight-leg raise test compared with the supine
straight-leg raise test in patients presenting with magnetic resonance imaging
evidence of lumbar nerve root compression. Archives of physical medicine
and rehabilitation. 2007

21. Pangestu WH, Sinta M, San LK, Abro U. Tatalaksana komprehensif pada
pasien hernia nucleus pulposus lumbal. Publikasi ilmiah UMS. 2020

22. Jain N, Mathur M, Sharma S, Rawall S, Sharma SB. Lumbar disc herniation:
A review article. IP International Journal of Orthopaedic Rheumatology. 2020

23. Xie T. Complications of Lumbar Disc Herniation Following Full-endoscopic


Interlaminar Lumbar Discectomy: A Large, Single-Center, Retrospective
Study. Pain Physician. 2017

30 Universitas Lambung Mangkurat


24. Integrated Clinical Delivery Network. Low back pain care guideline for AHC
II.,,2016.,,Available,,from:,,https://www.fihn.org/wpcontent/uploads/2017/0
5/Low-Back-Pain-Guideline-7.13.16-Approved.pdf

25. Moley, P.J. Herniated nucleus pulposus. [Internet]. 2020. Available from:
https://www.msdmanuals.com/professional/musculoskeletal-and connective-
tissue-disorders/neck-and-back-pain/herniated-nucleus-pulposus

26. De Cicco, F.L., Willhuber, G.O.C. Nucleus pulposus herniation. [Internet].


2021.,,Available,,from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542307/#_
article-22825_s7_

31 Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai