Anda di halaman 1dari 10

Referat

Cervicalys Herniatted Nucleus Pulposus (CHNP)

Disusun Oleh :
Gloria Vriscila
112020064
FK UKRIDA

Pembimbing :
dr. Runi A., Sp.N

KEPANITERAAN DEPARTEMEN SARAF


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA ESNAWAN
JAKARTA TIMUR
PERIODE 31 MEI – 03 JULI 2021
Pendahuluan
Salah satu gangguan pada leher yang sering ditemui di lapangan adalah Cervicalys Herniatted
Nucleus Pulposus (CHNP) yaitu suatu keadaan di mana terjadi penonjolan diskus ke arah
posterior atau posterolateral yang disebabkan oleh fibrosus annulus degeneration on
intervertebralist discus. Tonjolan ini menyebabkan terjadinya tekanan radik saraf serta spinalis
medulla sehingga menimbulkan gangguan neurologi.1 Sebanyak 90% pasien dengan rheumatoid
arthritis biasanya memiliki kelainan pada bagian servikal dan 11-58% diantaranya memiliki
kelainan neurologis. Kerusakan pada medulla spinalis dapat menyebabkan efek yang luas
sehingga bisa menimbulkan quadriplega, paraplegia, dan beberapa defisit sensoris.

Cervicalys pulposus nukleus hernia lebih banyak ditemukan pada intervertebralis servikalis C6-
7, C5-6, C4- C5, sedang akar saraf yang sering terkena adalah C7, dan rasa nyeri yang dapat
timbul unilateral atau bilateral tergantung dari lokasi dan letak protrusinya.

Permasalahan yang timbul akibat adanya CHNP tersebut dapat mengakibatkan timbulnya
disabilitas pada fungsi leher sehingga orang merasa terganggu dalam aktivitas kesehariannya dan
mendorong untuk mencari tindakan pengobatan. Aktivitas fungsional leher antara lain aktivitas
perawatan diri, aktivitas membaca, aktivitas mengendarai mobil, aktivitas tidur, aktivitas dalam
bekerja maupun berkonsentrasi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat seluruhnya ataupun hanya
sebagian saja yang terganggu tergantung pada berat ringannya derajat cervicalys pulposus
nukleus hernia yang dialami dan pada patologi penyebab terjadinya pulposus nukleus hernia itu
sendiri. Disabilitas fungsi leher dapat disebabkan karena adanya nyeri dan spasme otot, adanya
malposisi, adanya instability, maupun oleh adanya keterbatasan lingkup gerak sendi. Hal-hal di
atas menyebabkan terjadinya disabilitas/gangguan pada fungsi leher sehingga dapat menurunkan
kemampuan fungsional pada aktifitas sehari hari.

Anatomi

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang berdekatan,
sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan sendi sakroiliaka Diantara korpus vertebra
mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis.
Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra.

Diskus Intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus ditengah dan anulus
fibrosus di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya oleh dua
lempengan tulang rawan yang tipis.

Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin, nukleus ini
mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.
Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu.
juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh
darah kapiler.
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang mengelilingi nukleus pulposus.
Anulus fibrosus berfungsi untuk memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan
oleh struktur spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam
benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti gulungan
pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis nukleus pulposus,
sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang antara korpus vertebra.

Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna vertebralis. Diskus


paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling tebal tedapat di daerah lumbal.
Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.

Gambar 1. Anatomi vertebra Gambar 2. Anatomi vertebra cervicalis Gambar 3. Diskus intervetebralis

Definisi

Hernia nukleus pulposus adalah prolaps diskus intervertebralis melalui robekan di sekitar anulus
fibrosus. Robekan tersebut menyebabkan nyeri; ketika diskus menimpa akar saraf terdekat,
terjadi radikulopati segmental dengan parestesia dan kelemahan di tempat distribusi akar saraf
yang terkena.2

Faktor Risiko

Terdapat tiga penyebab utama hernia diskus intervertebralis adalah :3

 trauma berat atau tekanan yang berulang

 degenerasi sendi intervertebralis

 postur dan fungsi tubuh yang salah karena mekanika yang buruk dan berulang-ulang selama
bertahun-tahun.

Sejumlah faktor predisposisi telah diidentifikasi yaitu merokok, gaya hidup sedenter, riwayat
mengangkat beban berat, berjongkok, terlalu banyak membungkuk, keterlibatan dalam olahraga
kontak fisik dan mengemudi di jalan yang tidak rata.4
Epidemiologi

Herniasi diskus biasanya terjadi pada orang dewasa (kebanyakan pria) di bawah 45 tahun.
Sekitar 90% herniasi diskus terjadi di daerah lumbal atau lumbosakral; 8% servikal; dan 1%
sampai 2% torakal.2 Hernia diskus servikalis adalah penyebab umum nyeri leher dan lengan pada
dewasa muda.5 Kejadian tahunan hernia diskus servikal diperkirakan mencapai 5,5 per 100.000
orang, kadang lebih tinggi untuk jenis kelamin laki-laki, dan paling sering terjadi antara usia 45
dan 54 tahun.6 Akar saraf yang paling sering terlibat adalah C7 (dalam 70% kasus) dan C6 (20%
kasus); 10% lagi adalah kompresi di akar saraf C5 dan C8.7

Patofisiologi

Herniasi diskus dapat mengganggu sensorik, motorik atau fungsi otonomik dari sistem saraf.
Herniasi melibatkan penonjolan nukleus pulposus, komponen dalam diskus intervertebralis dari
gelatin, melewati robekan di anulus fibrosus, lapisan yang menutup kuat bagian luar diskus.
Protrusi ke dalam ruang ekstradural, biasanya memberikan tekanan pada akar saraf atau medula
spinalis di bagian lateral, sehingga mengganggu konduksi saraf.8

Tahapan terjadinya herniasi diskus sebagai berikut :4

 Degenerasi nukleus: dehidrasi yang ekstrim menyebabkan degenerasi dan fragmentasi material
nukleus mengalami herniasi melalui end plate ke korpus vertebralis menghasilkan suatu
karakteristik “nodus schmorl”.

 Tahap protrusi: anulus menjadi lemah karena tekanan konstan dari nukleus yang berdegenerasi
sehingga memberi jalan pada bagian terlemahnya, contohnya area posterolateral sehingga
memungkinkan fragmen nukleus menonjol melalui anulus.

 Tahap ekstrusi: penonjolan yang lebih besar di nukleus menyebabkan nukleus mengalami
herniasi melalui anulus dan terletak di bawah ligamen posterior longitudinal sambil tetap
mempertahankan kontak dengan diskus asalnya.

 Tahap sekuestrasi: diskus yang terekstrusi kehilangan kontak dengan diskus asalnya, disebut
“diskus tersekuestrasi”.

 Tahap fibrosis dan perbaikan: diskus tersekuestrasi akhirnya mengalami fibrosis dan
kalsifikasi.
Gambar 1. Tahapan herniasi diskus (Sumber: Fundamentals of orthopedics 2016)

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla spinalis
jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal,
rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang
berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang
ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal
dari penekanan pada nervus.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul pada HNP tergantung pada lokasi kompresi akar saraf yang
terlibat.

Tabel 1 Sindrom kompresi akar saraf karena hernia diskus vertebra servikalis (Sumber : Adams and
victor’s principles of neurology, 2014)
Diagnosis

Penegakan diagnosa HNP adalah dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

A. Anamnesa: Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya. Pertanyaan
itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan 10 intervalnya; lokasi nyeri; kualitas dan sifat
nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri; memperberat nyeri; dan
meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula pekerjaan, riwayat trauma.9

B. Pemeriksaan Fisik: temuan pada pemeriksaan fisik dapat berupa penurunan sensasi,
kelemahan ekstremitas atas, dan hiporefleksia. Manuver provokatif seperti upper limb tension
test (ULTT), distraksi leher, Spurling test, dan tes abduksi bahu meningkatkan kecurigaan klinisi
terhadap penyebab radikuler dengan memperburuk atau meringankan nyeri radikuler pasien.10

C. Pemeriksaan Penunjang

1. X-Ray. X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara 12 akurat. Nucleus
pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus
maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan
gambaran penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.

2. Mylogram. Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna
spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya
penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis

3. MR. Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra
dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.

Gambar 6. MRI dari columna vertebralis normal (kiri) dan mengalami herniasi (kanan)

4. Elektromyografi

Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan nervus.
Tatalaksana

 Terapi Fisik
Program penstabilisasian dari tulang belakang servikothorakal yang dikombinasikan
dengan senam aerobic. Pada program stabilisasi tulang belakang servikothorakal dapat
membantu dalam membatasi rasa nyeri, memaksimalkan fungsi tulang belakang, dan
mencegah cedera yang lebih lanjut. Hal yang termasuk dalam program ini yaitu: a)
mengembalikan fleksibilitas dari tulang belakang, sehingga mencegah cedera lebih lanjut
pada trauma mikro yang berulang. Prinsipnya dengan menempatkan tulang belakang
servikal pada posisi yang tidak menimbulkan nyeri dan gejala yang lain; b) mengawali
latihan posisi yang baik dengan penderita, diarahkan oleh seorang fisioterapis. Prinsipnya
mengikuti variasi gerakan manuver-manuver yang dilakukan fisioterapi seperti kita
berhadapan dengan cermin. Latihan ini dilakukan dari Jurnal Pro-Life Volume 6 Nomor
2, Juli 2019 196 ISSN e-journal 2579-7557 gerakan yang sederhana sampai gerakan yang
lebih kompleks: c) teknik Butler’s, mengobati dari gejala yang timbul akibat kelainan
saraf bagian radicular. Prinsipnya dengan memobilisasi saraf yang bersangkutan hingga
menimbulkan keluhan pada penderita. Teknik pertama dengan mengidentifikasi
persarafannya dengan memprovokasi beberapa tempat yang menimbulkan nyeri terhebat
lalu terakhir dengan memobilisasi radicular saraf yang telah kita tentukan. Dengan
mengoptimalisasikan jaringan sehat dan sistem kardiovaskuler yang normal dapat
memiminalisasikan hal-hal negatif dari faktor lingkungan sehingga dapat lebih
menguntungkan.
 Traksi Servikal
Teknik ini tidak memperbaiki cedera dari jaringan lunak yang mengakibatkan nyeri.
Dengan tambahan keadaan seperti panas, pijatan, dan juga stimulasi elektrik harus
dilakukan terutama dalam menghilangkan nyeri dan merelaksasikan otot, collar servikal
yang lembut, serta mobilisasi dan manipulasi dari tulang belakang.
 Farmakologis
a. Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug) obat ini diberikan dengan
tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan.
Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium
diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
b. Obat pelemas otot (muscle relaxant) bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme
otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar
30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan
Carisoprodol.
c. Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih
aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.
d. kortikosteroid oral Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada
kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
e. Anelgetik ajuvan Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme
nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin,
Gabapentin.
f. suntikan pada titik picu 21 Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan
campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu
disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
 Operasi

Terapi operatif pada pasien dilakukan apabila:

a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.

b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada gangguan
fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12 minggu.

c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang diberikan tiap
terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.

d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama. Pilihan terapi
operatif yang dapat diberikan adalah: a. Distectomy Pengambilan sebagian diskus
intervertabralis. b. Percutaneous distectomy Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi. c.
Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy Melakukan dekompresi neuronal
dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra baik parsial maupun total. d. Spinal
fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk
koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.

Pencegahan

Penuaan tidak bisa dihindari. Namun, perubahan gaya hidup dapat membantu mencegah
penyakit diskus servikal, seperti pulposus nukleus hernia. Pencegahan dapat dilakukan dengan
memodifikasi faktor risiko meliputi sikap tubuh yang buruk dan gerak mekanis tubuh, otot leher
yang lemah, merokok dan obesitas.

Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi yang terjadi biasanya berasal dari tindakan operasi. Komplikasi yang terjadi setelah
anterior disektomi jarang terjadi tetapi dapat mengancam jiwa.12 Komplikasi akut yang cukup
berbahaya meliputi penyumbatan jalan napas oleh edema atau hematom, perforasi esofagus, dan
cedera neurologis.12 Komplikasi yang umum terjadi adalah disfagia paskaoperasi, trauma dura,
dan suara serak. Scott et al. (2013) dalam penelitiannya yang melibatkan 69 pasien yang
menjalani operasi ACDF untuk radikulopati servikal menunjukkan perbaikan yang signifikan
terhadap nyeri leher yang diukur dengan Visual Analog Scale (VAS) serta disabilitas yang
diukur dengan kuisioner Neck Disability Index (NDI). Coric et al. (2013) menunjukkan bahwa
ACDF tetap menunjukkan hasil yang baik setelah lima tahun pengamatan.13

Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Nadeak B & Naibaho L. The Description of medical students’ interest and achievement
on anatomy at faculty of medicine Universitas Kristen Indonesia. International Journal of
Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). 2018. Pp. 121-133.
2. Rubin. Overview of peripheral nervous system disorders. MSD Manual: professional
version. M. 2016
Available from: URL:
http://www.msdmanuals.com/professional/neurologicdisorders/peripheral-nervous-
system-and-motor-unit-disorders/herniatednucleus-pulposus.
3. Moini, J. Introduction to pathology for the physical therapist assistant, Jones & Bartlett
Learning, Burlington. 2011. p. 251.
4. Mohindra, M. & Jain, J. K. 2016, Fundamentals of orthopedics, J. P. Medical, New
Delhi, p. 178.
5. Lotke, P. A. Abboud, J. A. & Ende, J. 2008, Lippincott’s primary care orthopaedic,
LW&W, Philadelphia, p. 49.
6. Baert, A. L. 2008, Encyclopedia of diagnostic imaging, Springer, Berlin, p. 1709
7. Ropper, A.H. Samuels, M. A. & Klein, J. P. 2014, Adams and victor’s principles of
neurology, 10th edn, MHE, New York, p. 217.
8. VanMeter, K. C. & Hubert, R. J. 2013, Gould’s pathophysiology for the health
professions, 5th edn, Elsevier, Missouri, p. 380.
9. S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan Penerbit FK
UI. Hal 18-19
10. Falowski, S. M. & Pope J. E. 2016, Integrating pain treatment into your spine practice,
Springer, Berlin, p.32.
11. Skirven, T. M. Osterman, A. L. & Fedorczyk, J. 2011, Rehabilitation of the hand and
upper extremity, Elsevier, Philadelphia, p. 715.
12. Patel, V. V. Patel, A. Harrop, J. S. & Burger, E. 2013, Spine surgery basics, Springer,
Berlin, p. 182, p. 181.
13. Coric, D. Kim, P. K. Clemente, J. D. Boltes, M. O. Nussbaum, M. & James, S. 2013,
Prospective randomized study of cervical arthroplasty and anterior cervical discectomy
and fusion with long-term follow-up: results in 74 patients from a single site, J Neurosurg
Spine, Vol (18):36-42.

Anda mungkin juga menyukai