Anda di halaman 1dari 45

Clinical Science Session

PENCITRAAN PADA HERNIASI NUKLEUS PULPOSUS

Oleh:
M. Alif Qisthi Abi Rafdhi 1740312274
Delila Maharani 1740312269
Rahmatia Syukrina 1510312020

Preseptor
dr. Dina Arfiani Rusjdi, Sp.Rad

ILMU RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika turgor nukleus pulposus menghilang dan elastisitas anulus

berkurang, diskus menonjol ke luar melewati margin korpus vertebral dan

menyebabkan tonjolan diskus. Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) melalui defek

anular menyebabkan protrusi fokal material diskus ke luar margin korpus

vertebral yang berdekatan sehingga menimbulkan herniasi diskus.1–5

Trauma merupakan penyebab pecahnya nukleus pulposus melalui anulus

fibrosus yang paling sering. Hasilnya adalah protursi atau ekstrusi material diskus

ke dalam kanal vertebral. Hasil ini dapat disebabkan oleh trauma tunggal atau

berulang. Degenerasi juga merupakan faktor predisposisi lainnya. Perubahan pada

endplate vertebral dapat menyebabkan hilangnya nutrisi diskus dan degenerasi

diskus.6

Faktor potensial lainnya termasuk7–9 usia, apoptosis, kelainan kolagen,

pertumbuhan pembuluh darah, beban berlebih pada diskus, kelainan proteoglikan,

obesitas, gaya hidup tidak sehat, kurang olahraga.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Clinical Science Session ini adalah menambah

pengetahuan dan pemahaman mengenai HNP.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah Clinical Science Session ini adalah HNP.

2
1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan Clinical Science Session ini adalah tinjauan teori dari

berbagai kepustakaan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan

melalui lubang yang abnormal. Nukleus pulposus (Gambar 2.1) adalah massa

setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah

dari diskus intervertebralis.10,11


Gambar 2.1 Penampang Korpus Vertebra

HNP merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur anulus fibrosus

sehingga nukleus pulposus menonjol (buldging) dan menekan ke arah kanalis

spinalis.10–12 Menurut Dorland, hernia nukleus pulposus adalah keadaan di mana

terjadi penonjolan sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus

fibrosus diskus intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis

spinalis atau radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek.13

2.2 Anatomi
2.2.1 Anatomi Kolumna Vertebra

4
Kolumna vertebralis (Gambar 2.2 dan 2.3) disusun oleh 33 vertebra, 7

vertebra servikalis (C), 12 vertebra torakalis (T), 5 vertebra lumbalis (L), 5

vertebra sakralis (S), dan 4 vertebra koksigeus (pada umumnya 3 vertebra

koksigeus di bawah bersatu). Struktur kolumna vertebralis ini fleksibel karena

bersegmen dan disusun oleh tulang vertebra, sendi-sendi, dan bantalan

fibrokartilago yang disebut diskus intervertebralis.14


Gambar 2.2 Rangka Dlihat dari Posterior, Memperlihatkan Kolumna Vertebra15

5
Gambar 2.3. A: Kolumna Vertebralis Tampak Lateral. B: Ciri Umum Berbagai
Vertebra14

2.2.2 Karakteristik Umum Vertebra

Semua vertebra mempunyai pola yang sama walaupun terdapat berbagai

perbedaan regional (Gambar 2.3). Vertebra tipikal terdiri dari korpus berbentuk

bulat di anterior dan arkus vertebra di posterior. Terdapat 7 prosesus yang berasal

6
dari arkus vertebra: 1 prosesus spinosus, 2 prosesus transversus, dan 4 prosesus

artikularis (Gambar 2.3). Prosesus spinosus atau spina, mengarah ke posterior dari

pertemuan kedua lamina. Prosesus transversus mengarah ke lateral dari pertemuan

lamina dan pedikulus. Prosesus spinosus dan prosesus transversus berperan

sebagai pengungkit dan tempat melekatnya otot dan ligamen.14

Prosesus artikularis terletak vertikal dan terdiri atas 2 prosesus artikularis

superior dan 2 prosesus artikularis inferior. Kedua prosesus artikularis superior

dari 1 arkus vertebra bersendi dengan kedua prosesus artikularis inferior dari

arkus vertebra yang terletak di atasnya, membentuk dua sendi sinovial.14

Pedikuli mempunyai lekukan di pinggir atas dan bawah membentuk

insisura vertebralis superior dan inferior. Pada setiap sisi, insisura vertebralis

superior dari sebuah vertebra bersama dengan insisura vertebralis inferior vertebra

di dekatnya membentuk foramen intervertebralis. Pada rangka yang bersendi,

foramen-foramen ini menjadi tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh

darah. Radiks anterior dan radiks posterior nervus spinalis bergabung menjadi satu

di dalam foramina dan membentuk nervus spinalis segmentalis.14

2.2.3 Sendi Kolumna Vertebra


Vertebra saling bersendi melalui sendi kartilaginosa di antara korporanya

dan sendi nukleus di antara prosesus artikulasinya. Sisipan di antara korpora

vertebra adalah fibrokartilago diskus intervertebralis (Gambar 2.4). Diskus

intervertebralis paling tebal di daerah servikal dan lumbal sehingga

memungkinkan gerakan kolumna vertebralis yang paling besar. Diskus ini

berperan sebagai penahan (shock absorber) goncangan apabila beban kolumna

7
vertebralis tiba-tiba meningkat. Akan tetapi, gaya pegasnya menurun dengan

bertambahnya usia.14
Gambar 2.4 A:  Sendi  Regio  Servikalis,  Torakalis,   dan  Lumbalis  Kolumna

Vertebralis.   B:   Vertebra  Lumbalis   III  Dilihat   dari  Atas,  Memperlihatkan

Hubungan di Antara Diskus Intervertebralis dan Kauda Ekuina.14
Masing-masing diskus terdiri atas nukleus fibrosus di bagian luar dan

nukleus pulposus di bagian sentral (Gambar 2.4). Anulus fibrosus terdiri atas

fibrokartilago, yang melekat erat pada korpora vertebra dan ligamentum

longitudinal anterior dan posterior kolumna vertebralis. Nukleus pulposus

merupakan massa gelatinosa yang berbentuk lonjong pada orang yang berusia

8
muda. Fasies anterior dan posterior korpora vertebra yang terletak di dekatnya dan

berbatasan dengan diskus diliputi oleh lapisan tipis kartilago hialin.14


Dengan bertambahnya usia,  nukleus pulposus mengecil dan diganti oleh

fibrokartilago. Serabut­serabut kolagen  nukleus berdegenerasi dan menyebabkan

nukleus tidak selalu berisi  nukleus pulposus di bawah tekanan. Pada usia lanjut,

diskus menjadi tipis, kurang elastis, dan tidak dapat lagi dibedakan antara nukleus

dan anulus.14
2.2.4 Ligamentum Vertebra
Ligamentum longitudinal anterior dan posterior berjalan turun sebagai pita

utuh di fasies anterior dan posterior kolumna vertebralis dari tengkorak sampai ke

sacrum yang diilustrasikan pada Gambar 2.4. Ligamentum longitudinal anterior

lebar dan kuat, melekat pada permukaan dan sisi­sisi korpus vertebra dan diskus

intervertebralis.   Ligamentum   longitudinal   posterior   lemah   dan   sempit   serta

melekat   pada   pinggir   posterior   diskus.   Sedangkan   ligamentum   di  antara   dua

vertebra terdiri atas:
 Ligamentum   supraspinosium:  Berjalan   di   antara   ujung   spina  yang

berdekatan.
 Ligamentum interspinosum: Menghubungkan spina yang berdekatan.
 Ligamentum   intertransversum:  Berjalan   di   antara   prosesus   transversus

yang berdekatan.
 Ligamentum flavum: Menghubungkan lamina vertebra yang berdekatan.

2.2.5 Saraf Sendi Vertebra

9
Sendi di antara korpus vertebra dipersarafi oleh ramus meningei kecil pada

setiap   nervus   spinalis   (Gambar   2.5).   Sendi   di   antara   prosesus   artikularis

dipersarafi oleh cabang dari ramus posterior nervus spinalis.
  Gambar 2.5  Persarafan  Sendi  Vertebra. Pada  Tingkat  Vertebra  Tertentu,  Sendi

Menerima Serabut Saraf dari 2 Nervus Spinalis yang Berdekatan.14
2.3 Epidemiologi
Prevalensi HNP sekitar 1 – 3% di Finlandia dan Italia serta 1 – 2% dari

populasi   Amerika   Serikat.16  Selain   itu,   kejadian   HNP   di   beberapa   negara

berkembang adalah sekitar 15 – 20% dari total populasi. Penyakit ini terutama

menyerang orang dewasa pada usia 30 – 50 tahun dan mencapai puncaknya pada

usia 40 – 45 tahun. Rasio HNP antara pria dan wanita adalah 2:1.17,18
Namun,   pada   populasi   umum,   insiden   tampaknya   terdistribusi   secara

merata antara pria dan wanita.14 Wanita cenderung mengeluhkan nyeri punggung

10
bawah, dengan nyeri yang menjalar dari pinggul ke kaki dilaporkan lebih banyak

disebabkan   oleh   HNP   di   daerah   vertebra   lumbar,   dan   hanya   sebagian   kecil

disebabkan oleh daerah serviks.16
2.4 Patofisiologi
Sifat nukleus pulposus berupa semicairan memungkinkan perubahan

bentuk dan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang antara satu dan yang

lain. Peningkatan beban kolumna vertebralis yang tiba-tiba dapat menyebabkan

nukleus pulposus menjadi pipih. Keadaan ini dimungkinkan oleh sifat pegas dari

anulus fibrosus yang terdapat di sekelilingnya. Apabila dorongan dari luar terlalu

besar untuk anulus fibrosus, anulus dapat robek. Akibatnya herniasi nukleus

pulposus terjadi, yaitu penonjolan keluar nukleus ke dalam kanalis vertebralis,

dimana nukleus ini dapat menekan radiks nervus spinalis, nervus spinalis, atau

bahkan medula spinalis.


Herniasi   dapat   terjadi   pada   usia   muda   dan   usia   tua.   Pada   usia   muda,

umumnya   disebabkan   oleh   trauma,  gravitasi,  atau  kolumna   vertebra   yang

mendapat   beban   berat   sehingga   menyebabkan   penonjolan   diskus   intervertebra.

Suatu   trauma   berulang  dapat  mengenai   diskus   intervetebralis   sehingga

menimbulkan  robekan  anulus  fibrosus. Pada kebanyakan  pasien,  gejala  trauma

bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang tidak terlihat

selama beberapa bulan atau tahun.19
Pada usia tua,  protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului

dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Dimulai dengan

kekakuan diskus, kemudian diikuti dengan kehilangan elastisitas nukleus pulposus

dan   degenerasi   tulang  rawan   sendi.  Selain   itu,  kehilangan protein polisakarida

11
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan

pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus.

Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, atau stres minor berulang seperti mengangkat

beban), kartilago dapat mengalami cedera.20 


Herniasi umumnya terjadi pada satu sisi dan jarang bersamaan pada kedua

sisi. Di daerah lumbal,   herniasi  lebih  sering   terjadi  ke  arah   posterolateral   dan

menekan radiks saraf spinalis. Pada herniasi ke  arah posterosentral, maka akan

menekan medula spinalis. Sebagian besar HNP terjadi pada L4 – L5 dan L5 – S1

karena:10,21
 Daerah lumbal, khususnya daerah L5  –  S1 mempunyai tugas yang berat,

yaitu   menyangga   berat   badan.   Diperkirakan   75%   berat   badan   disangga

oleh sendi L5 – S1.
 Mobilitas daerah lumbal, terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi, sangat

tinggi.   Diperkirakan   hampir   57%   aktivitas   fleksi   dan   ekstensi   tubuh

dilakukan pada sendi L5 – S1.
 Daerah   lumbal,  terutama   L5  –  S1   merupakan   daerah   rawan   karena

ligamentum   longitudinal   posterior   hanya   separuh   menutupi   permukaan

posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
Menurut derajatnya (Gambar 2.6), hernia ini dapat dibagi atas:20
 Protrusi diskus intervertebral: Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa

kerusakan anulus fibrosus.
 Prolaps  diskus  intervertebral:   Nukleus   berpindah,   tetapi   masih   dalam

lingkaran anulus fibrosus.
 Ekstrusi diskus  intervertebral: Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada

di bawah ligamentum longitudinalis posterior. 

12
 Sekuestrasi   diskus  intervertebral:   Nukleus   telah   menembus   ligamentum

longitudinal posterior.
Gambar 2.6 HNP Menurut Derajatnya.22
2.5 Manifestasi Klinis
Herniasi nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling

sering terjadi di antara L4 – L5 atau L5 – S1, sedangkan pada bagian servikal,

umumnya terjadi antara C5 – C6.23


Pasien herniasi nukleus pulposus biasanya mempunyai riwayat cedera dan

keluhan nyeri yang menjalar dari punggung bawah, betis, tumit, dan telapak kaki,

13
sedangkan pada kasus yang parah, sering dikeluhkan kebas dan lemah. Pada

ruptur diskus yang melibatkan akar saraf L4, L5, atau S1, akan menunjukkan

lasegue sign positif.12 Herniasi pada garis tengah servikal menghasilkan tekanan

pada medula spinalis yang menyebabkan paraparesis spastik progresif dan urgensi

miksi.23
Tabel 2.1 Lokasi Gejala pada HNP23

Level HNP
/ Radiks Lokasi Perubahan
Lokasi Nyeri Kelemahan Otot
Saraf yang Kebas Refleks
Terlibat
C4 – C5 Leher Dermatom Deltoid Penurunan
C5 Bahu C5 Supraspinatus refleks
C5 – C6 Leher Dermatom Biseps biseps
C6 Lengan bawah C6
C6 – C7 Leher Dermatom Triseps Penurunan
C7 Jari tengah C7 refleks
triseps
L3 – L4 Punggung bawah, Dermatom Quadriseps Penurunan
L4 pinggul, paha L4 refleks
posterolateral, kaki patela
anterior
L4 – L5 Sendi sakroiliaka, Dermatom Ekstensor jempol Penurunan
L5 paha lateral, tumit L5 kaki, sulit relfeks
berjalan dengan biseps
tumit femoris
L5 – S1 Sendi sakroiliaka, Dermatom Planter fleksi jari Penurunan
S1 paha posterior, S1 kaki, sulit refleks
kaki lateral, jari berjalan pada Achilles
kaki kaki

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang sering dipakai untuk menilai herniasi diskus meliputi

radiografi polos, mielografi, MRI spinal (lumbosakral, toraks, atau serviks), CT

scan spinal (lumbosakral, toraks, atau serviks), dan diskografi.1,24–30

Pemeriksaan tambahan, bila terdapat indikasi, meliputi laju sedimentasi

eritrosit (ESR), kadar glukosa serum, konsentrasi antigen spesifik prostat (PSA),

14
kadar alkali fosfatase, imunoelektroforesis protein serum, dan temuan protein

Bence Jones pada urin.6

Pembedahan harus dilakukan ketika temuan objektif cacat struktural

berkaitan dengan gejala dan tanda pasien.8,31,32

2.6.1 Radiografi6

Pada kasus penonjolan diskus, radiografi polos menunjukkan gambaran

degenerasi diskus secara tidak langsung dalam bentuk hilangnya ketebalan diskus

intervertebralis, fenomena vakum dalam bentuk gas dalam diskus, dan osteofit

endplate.Tonjolan derajat sedang digambarkan sebagai protursi nonfokal material

diskus ke luar batas vertebra; hal ini biasanya memiliki dasar yang luas,

sirkumferensial, dan simetris.

Pada kebanyakan kasus HNP, radiografi polos spinal lumbosakral atau

servikal tidak diperlukan karena tidak dapat menunjukkan herniasi diskus dengan

jelas. Radiografi polos biasanya digunakan untuk mengeksklusi kondisi lain,

misalnya fraktur, kanker, atau infeksi. Ketika kondisi klinis sudah mengarah ke

HNP, pemeriksaan foto polos dapat dihindari.

2.6.2 Mielografi

Gambaran mielografik pada pasien dengan HNP adalah deformitas

ekstradural atau perpindahan kantung tekal yang berisi kontras. Selain itu,

mielogram dapat menunjukkan elevasi, deviasi, amputasi, atau edema saraf yang

terkena.6

15
Ketika digunakan rutin, mielografi MR memiliki kemampuan diagnostik

yang terbatas. Dalam satu penelitian, pemeriksaan ini hanya dapat menegakkan

diagnosis pada sedikit kasus (6%). Pemeriksaan ini memiliki nilai diagnostik yang

lebih pada pasien dengan patologi multilevel, namun masih memiliki nilai

diagnostik yang lebih rendah pada pasien dengan skoliosis, yang digunakan untuk

menetapkan derajat penyakit.27

2.6.3 CT Scan

Mielografi dengan CT scan biasanya diindikasikan: ketika operasi

dicurigai stenosis tulang belakang; pada stenosis resesus lateral; pada diskus

abnormal multipel; pada spondilolistesis; pada kemungkinan neoplasma; dan

setelah trauma berat.1

CT telah terbukti memiliki nilai diagnostik yang sama atau bahkan lebih

baik dari mielografi dalam diagnosis herniasi diskus. CT scan dengan mielografi

lebih baik jika hanya dilakukan salah satunya saja.6

Pada herniasi subligamen, gambar menunjukkan perpindahan fokal dan

halus ke luar margin diskus pada kanalis spinalis, ke dalam atau lateral foramen

saraf. CT scan juga dapat menunjukkan kalsifikasi atau, pada kasus yang jarang,

udara pada herniasi.6

Pada herniasi diskus, CT scan menunjukkan gambaran massa jaringan

lunak dengan penipisan lemak epidural dan perpindahan kantung tekal. Jika

fragmen tidak lagi tertahan oleh Ligamen Longitudinal Posterior (PLL) tetapi

masih berkontak dengan margin diskus, akan terlihat gambaran ekskresi lobular

ireguler pada margin diskus. Fragmen diskus yang terpisah sering terdeteksi pada

16
lemak epidural dekat kantung dural atau selubung radiks saraf. Margin diskus

mungkin tampak normal. Atenuasi fragmen inti dari fragmentasi diskus biasanya

80 - 120 HU.6

Untuk mendapatkan hasil CT scan yang optimal, gambar harus terlokalisir

di lokasi patologi dengan menggunakan bagian yang tipis dan resolusi optimal.

Diagnosis herniasi diskus dengan CT scan sulit dilakukan pada pasien yang

sebelumnya menjalani laminektomi karena sebagian lemak epidural telah

digantikan oleh fibrosis dan skar bedah. Deformitas kantung dural dan selubung

saraf diiringi perubahan tulang dapat membantu dalam penegakan diagnosis (lihat

gambar di bawah).6

Gambar 2.7 Mielogram CT Aksial pada Ekstrusi Besar Diskus Sentral

Terkalsifikasi di T5 - 6 yang Menyebabkan Kompresi Sumsum Tulang Belakang

Berat.

17
Gambar 2.8 Mielogram CT Aksial Menunjukkan Ekstrusi Diskus Sentral Posterior

di T11 - 12 yang Menekan Korda Spinal.

18
Gambar 2.9 Mielogram CT Sagital Menunjukkan Ekstrusi Besar Diskus Sentral

Posterior Terkalsifikasi dan Menyebabkan Kompresi Korda Berat di T5 - 6.

19
Gambar 2.10 Mielogram CT Aksial Menunjukkan Protrusi Diskus Sentral

Posterior di T11 - 12 dengan Kompresi Korda Ringan.

2.6.3.1 Diskus Servikal

Prosesus uncinatus berada di superior dari korpus vertebra serta posterior

dan lateral dari diskus intervertebralis. Keausan, robekan, degenerasi diskus, dan

penyempitan ruang intervertebralis, menghasilkan hubungan abnormal prosesus

uncinatus dengan korpus vertebral yang berdekatan, menghasilkan sklerosis dan

hipertrofi prosesus uncinatus. Kanalis spinalis yang terganggu oleh degenerasi

diskus menghasilkan mielopati. Ketika proses serupa terjadi pada foramen saraf,

20
terjadi radikulopati. Pada keadaan normal, ruang epidural serviks memiliki ukuran

yang sempit sehingga herniasi atau protrusi diskus yang kecil dapat menghasilkan

penekanan pada kantung dural.6

Lemak epidural yang terdapat pada herniasi intervertebralis lumbal hampir

tidak ditemukan pada diskus serviks. Pada penyakit degenerasi diskus serviks

karena pengerasan diskus, CT scan sering menunjukkan gambaran hipertrofi

prosesus uncinatus dan osteofit di sepanjang margin diskus. Pada CT scan,

pelemahan disk sering ditandai oleh indentasi kantung dural oleh diskus, dengan

diskus memiliki atenuasi sedikit lebih besar daripada kantung dural.6

2.6.3.2 Diskus Torakal

CT scan dapat digunakan dalam mendiagnosis diskus toraks ketika

wilayah yang ditentukan berdasarkan lokalisasi klinis memiliki area yang sempit.

Diskus toraks biasanya mengandung kalsium, yang dapat terlihat pada CT scan.

Herniasi diskus dapat terlihat sebagai massa yang dikelilingi oleh lemak epidural

di lateral kantung dural. Namun, jika lemak epidural kurang, diskus tampak

sebagai massa dengan sedikit peningkatan atenuasi yang menggantikan kantung

dural. Temuan CT scan bervariasi tergantung pada jumlah lemak epidural dan

cairan serebrospinal subaraknoid di daerah toraks.6

2.6.4 MRI

Penggunaan MRI memiliki keterbatasan pada individu dengan perangkat

implan (misalnya, alat pacu jantung) atau dengan logam di dalam tubuhnya karena

efek samping MRI yang dapat menyebabkan disfungsi alat pacu jantung dan/atau

pemanasan elektroda. Meskipun perubahan bidang gradien dapat menginduksi

21
arus dalam sadapan, denyut radiofrekuensi (RF) dapat menyebabkan kerusakan

alat pacu jantung.25,33

Dokter yang meminta pemeriskaan MRI dan staf MRI harus menentukan

apakah pemeriksaan MRI aman bagi pasien. Pasien yang melakukan pemeriksaan

MRI berbaring di meja yang dapat masuk ke dalam MRI. MRI kepala atau leher

mengharuskan kepala dan tubuh bagian atas pasien untuk masuk ke saluran MRI

yang sempit. Individu dengan klaustrofobia mungkin memerlukan sedasi ringan

untuk mengatasinya. Meskipun MRI terbuka merupakan pilihan bagi pasien

dengan klaustrofobia, namun biasanya magnet yang dihasilkan lebih lemah

(diukur dalam unit Tesla) sehingga sulit mendapatkan gambaran yang lebih detail.

Untuk mendapatkan gambar yang baik, pasien tidak boleh bergerak selama

pemeriksaan. Beberapa pasien dan anak kecil yang menjalani pemeriksaan MRI

mungkin memerlukan sedasi untuk memastikan bahwa mereka tetap diam.27,30,34–36

Meskipun radiografi konvensional dapat menunjukkan korteks tulang

lebih baik daripada MRI, namun gambaran sumsum tulang paling baik dilakukan

dengan MRI dan MRI lebih unggul dalam menunjukkan sebagian besar kelainan

tulang. CT lebih dipilih pada pasien yang tidak stabil dengan perdarahan berat.

MRI tidak dapat membedakan antara jaringan tumor dengan cairan edema karena

MRI tidak dapat menggambarkan kalsium dengan baik yang mungkin ada pada

tumor.6

MRI biasanya tidak dilakukan selama 12 minggu pertama kehamilan,

meskipun bahaya penggunaan MRI selama periode ini belum terbukti. Obesitas

22
berat dapat menurunkan gambaran MRI spinal. Jaringan parut dan/atau edema

pascaoperasi juga dapat menurunkan gambaran MRI.6

MRI dapat menggambarkan HNP dan hubungannya dengan jaringan lunak

yang berdekatan dengan baik. Pada MRI, HNP digambarkan sebagai protrusi

fokal asimetris material diskus di luar batas anulus. HNP biasanya hipointens.

Namun, karena herniasi diskus sering dikaitkan dengan robekan anular radial,

intensitas yang tinggi pada anulus posterior sering terlihat pada gambaran sagital

T2-weighted. Pada MRI sagital, hubungan antara HNP dengan degenerasi faset

tempat keluarnya radiks saraf pada foramina saraf tergambar dengan baik. Selain

itu, fragmen bebas diskus mudah terdeteksi pada MRI (lihat gambar di bawah). 27–
30,35–38

Gambar 2.11 Gambar T1-weighted Aksial Menunjukkan Protrusi Diskus

Parasentral Kiri dengan Kompresi Radiks S1 Kiri.

23
Gambar 2.12 Radikulopati L5 Kanan. Gambar T1 Dan T2-Weighted Sagital

Menunjukkan Ekstrusi Besar Diskus Sentral Kanan Di L4 - 5 yang Menekan

Kantung Tekal. Ekstrusi Diskus Bermigrasi ke Kranial, Mengompresi Radiks

Saraf L5 Kanan.

24
Gambar 2.13 Radikulopai S1 Kanan. Gambar T1 dan T2-Weighted Aksial Di L5 -

S1 Menunjukkan Ekstrusi Diskus Besar Parasentral yang Menyebabkan Kompresi

Kantung Tekal. Gambar Menunjukkan Kompresi, Tetapi Radiks S1 Kanan Tidak

Terlihat. Ekstrusi Diskus Juga Memiliki Ekstensi Ringan ke Kranial yang

Menekan Radiks L5 Kanan.

25
Gambar 2.14 Gambar T2-weighted Sagital Spinal Lumbosakral Menunjukkan

Robekan Anular di L4-5 dan Protrusi Diskus di L5-S1.

26
Gambar 2.15 Gambar T1 Dan T2-weighted Aksial Menunjukkan Ekstrusi Diskus

Sentral Posterior Derajat Sedang di Level L5 - S1 yang Menekan Radiks Saraf S1.

27
Gambar 2.16 Gambar T1 dan T2-weighted dengan Gradien Eko Sagital di C5 - 6

Menunjukkan Ekstrusi Diskus Sentral Derajat Sedang-Berat yang Menyebabkan

Kompresi Korda dengan Intensitas Abnormal pada Korda. Gambar Gradien Eko

Meningkatkan Kemampuan Kontras untuk Membedakan antara Diskus

Hiperintens dengan Osteofitosis Hipointens.

Pada MRI, HNP digambarkan sebagai protrusi fokal asimetris material

diskus di luar batas anulus. HNP biasanya hipointens..6

Robekan radial anulus fibrosus dianggap sebagai tanda awal degenerasi

diskus. Hal ini disertai dengan tanda lain degenerasi diskus, seperti penonjolan

anulus, penurunan tinggi diskus, HNP, dan perubahan endplates yang berdekatan.

Meskipun robekan radial anulus fibrosus terdeteksi sebagai area dengan

peningkatan intensitas pada MRI T2-weighted dan MRI gadolinium-enhanced,

hubungan antara robekan anular pada MRI dengan diskus simtomatik masih

belum jelas.6

28
Agen kontras berbasis Gadolinium dikaitkan dengan kejadian fibrosis

sistemik nefrogenik (NSF) atau dermopati fibrosis nefrogenik (NFD). Penyakit ini

terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal derajat sedang-berat setelah pemberian

agen kontras berbasis gadolinium pada MRI atau MRA. NSF / NFD adalah

penyakit yang berat dan terkadang fatal. Karakteristik penyakit ini meliputi bercak

merah atau gelap pada kulit; rasa terbakar, gatal, bengkak, keras, dan kencang

pada kulit; bintik kuning pada bagian putih mata; kaku sendi dengan kesulitan

menggerakkan atau meluruskan lengan, tangan, tungkai, atau kaki; nyeri dalam

pada tulang pinggul atau rusuk; dan kelemahan otot.6

2.6.4.1 Gamabaran yang Jarang Ditemukan pada MRI

Gambaran HNP yang tidak umum pada MRI berupa area dengan intensitas

atipikal dan lokasi yang tidak biasa.6

Beberapa HNP memiliki intensitas yang tinggi pada MRI T1 atau T2-

weighted. Fragmen ekstrusi vaskular dapat menunjukkan peningkatan gambaran

cincin setelah pemberian bahan kontras. Lesi di lokasi yang tidak biasa berupa

HNP ekstraforaminal, sekuestrasi fragmen di posterior kantung tekal, dan lesi

yang terletak sepenuhnya di luar kanal (herniasi lateral jauh). Pola migrasi diskus

atipikal juga dapat terlihat; kadang, migrasi terjadi di bawah lengan radiks saraf.

Pada kasus yang jarang terjadi, HNP dapat menembus PLL dan meluas ke

intradural.6

HNP dengan intensitas yang sangat meningkat dapat menyerupai

neoplasma, seperti ependimoma atau tumor selubung saraf.6

29
Peningkatan kontras tidak otomatis meningkatkan hasil diagnostik yang

bermakna. Sekitar 5% pasien mengalami peningkatan intensitas abnormal pada

radiks saraf yang sesuai dengan neuritis; yang mana 70% dari gamabran pasien ini

berhubungan dengan HNP atau tonjolan diskus. Pada spinal servikal dan torakal,

peningkatan kontras dapat meningkatkan konspikutias epidural dan meningkatkan

hasil diagnostik. Hal ini sangat berguna dalam menggambarkan patologi

foraminal.6

Dalam penelitian lanjutan tentang HNP, Mikhael et al menemukan bahwa

hasil MRI dan CT scan lumbar dapat menjadi alat diagnostik dalam kasus herniasi

dan ekstrusi diskus.24 MRI memberikan informasi lebih mengenai degenerasi

diskus intervertebralis. MRI lebih akurat dibandingkan CT scan dalam

penggambaran herniasi diskus yang kecil dan menonjol tanpa disertai ruptur

anulus serta hubungan migrasi fragmen dari ekstrusi diskus ke bagian belakang

vertebral dan kantong tekal. Selain itu, MRI lebih akurat dibandingkan CT scan

dalam membedakan perubahan fibrosis epidural pascaoperasi dari herniasi

dan/atau ekstrusi diskus berulang dan dalam penggambaran abnormalitas medula

spinalis distal. CT scan lebih mudah dalam penggambaran herniasi diskus lumbal

lateral. Mielograf merupakan pemeriksaan diagnostik pada kasus araknoiditis.

Weishaupt et al menemukan bahwa pemeriksaan MRI dengan pengaturan

posisi pasien dapat menunjukkan kelainan saraf minor dibandingkan dengan MRI

konvensional.26 Perbedaan nyeri posisi dikaitkan dengan perubahan ukuran

foraminal yang bergantung pada posisi pasien.

30
Jinkins et al mempelajari penggunaan klinis unit MRI pertama yang

memungkinkan MRI diposisikan tegak lurus pada pasien yang berdiri tegak

dengan berat badan digunakan sebagai beban untuk kolumnar spinal dengan

berbagai manuver dinamis-kinetik (MRI kinetik). Pemeriksaan ini dilakukan pada

pasien dengan degenerasi spinal.2 MRI posisi tegak dianggap oleh beberapa orang

berguna dalam menegakkan diagnosis.

MRI tiga dimensi (3D) merupakan teknik yang relatif baru untuk

pencitraan di daerah lumbar. Hofman et al menemukan bahwa pencitraan lumbar

3D tampaknya setara dengan protokol MRI lainnya. 39 Radiks saraf digambarkan

paling baik pada pencitraan 3D dan waktu pemeriksaan akan sangat berkurang.

Taneichi et al meneliti HNP dengan MRI gadolini-enhanced dan

melaporkan bahwa teknik ini tidak hanya menggambarkan morfologi, tetapi juga

perubahan patologis yang dikaitkan dengan kompresi radiks saraf oleh herniasi

diskus.40 MRI-enhanced dilakukan pada 115 pasien yang dioperasi dengan

diagnosis herniasi diskus lumbal. Peningkatan gambaran radiks saraf terlihat pada

39,1% sebelum operasi dan 58,7% setelah operasi. Peningkatan gambaran radiks

saraf sebelum operasi menunjukkan intensitas nyeri radikuler daripada derajat

defisit neurologis; Sebaliknya, peningkatan pascaoperasi tidak berkorelasi dengan

gejala radikuler.

Peningkatan gambaran radiks saraf menunjukkan edema intraneural pada

radiks saraf yang terkena. MRI-enhanced memiliki potensi untuk mengidentifikasi

radiks saraf yang terkena pada pasien yang memiliki diskrepansi antara tingkat

herniasi diskus dengan manifestasi neurologi.3,27,28,34,41,42

31
2.6.5 Diskografi

Diskografi terdiri dari penyuntikan media kontras ke dalam diskus dan

penilaian respons pasien terhadap injeksi. Nyeri yang mirip dengan nyeri

punggung atau leher menunjukkan sumber nyeri yang kemungkinan berasal dari

diskus. CT yang dilakukan setelah diskografi berguna dalam menilai perubahan

anatomi diskus dan menunjukkan patologi diskus, termasuk celah dan robekan

radial.6

Penelitian awal menunjukkan bahwa diskografi memiliki spesifisitas yang

rendah, tetapi studi yang lebih baru menunjukkan kegagalan induksi nyeri pada

subjek kontrol tanpa gejala, yang menunjukkan bahwa diskografi memiliki

kegunaan dalam mengidentifikasi pasien dengan nyeri diskogenik. Nyeri selama

diskografi pada masing-masing pasien bervariasi. Insiden nyeri lebih rendah pada

pasien dengan degenerasi diskus dibandingkan pada pasien dengan robekan

posterior anulus fibrosus atau tonjolan diskus yang signifikan. Intinya, ketika hasil

dari prosedur fusi dibandingkan, diskografi lumbar memiliki hasil yang sensitif

tetapi kurang spesifik.6

Diskografi direkomendasikan hanya ketika upaya terapi konservatif yang

adekuat dan tes diagnostik noninvasif, seperti MRI, gagal mengungkapkan

etiologi nyeri punggung. Indikasi khusus untuk diskografi meliputi:6

 Investigasi gejala yang persisten dan berat ketika hasil tes diagnostik lain

untuk mengidentifikasi diskus yang diduga menjadi sumber nyeri adalah

negatif;
 Menilai diskus abnormal, menilai nyeri berulang dari diskus yang

sebelumnya telah dilakukan operasi, atau menilai herniasi diskus lateral;

32
 Menilai pasien yang hasil pembedahannya gagal, untuk menentukan

apakah pseudoartrosis atau diskus simtomatik pada segmen posterior dapat

menjadi sumber nyeri;


 Menilai diskus sebelum fusi untuk menentukan apakah diskus dari

segmen fusi yang direncanakan merupakan sumber nyeri dan apakah

diskus yang berdekatan dengan segmen tersebut dapat mendukung fusi;

dan
 Menilai pasien dengan herniasi diskus terkonfirmasi sebagai calon pasien

untuk bedah invasif minimal.

Komplikasi yang dapat timbul saat dilakukan diskografi meliputi nyeri

kepala spinal, meningitis, diskitis, perdarahan intratekal, araknoiditis, reaksi hebat

terhadap injeksi intradural insidental, kerusakan diskus, urtikaria, perdarahan

retroperitoneal, mual, kejang, nyeri kepala, peningkatan nyeri. 43 Tidak ada laporan

kerusakan diskus pada tindak lanjut jangka panjang setelah diskografi. HNP

bukan merupakan komplikasi diskografi. Dengan penggunaan antibiotik

profilaksis, kejadian diskitis berkurang signifikan.

Klasifikasi diskografi Dallas mencakup 7 jenis:6

 Pada tipe 1, diskogram normal secara manometrik, volumetrik, radiografi,

dan tidak menimbulkan nyeri. Diskogram/CT scan menunjukkan

peningkatan kontras sentral dalam proyeksi aksial dan sagital.


 Tipe 2 identik dengan tipe 1, selain terdapat nyeri.
 Tipe 3 terdapat robekan anular yang menyebabkan fisura radial. Kelompok

ini dibagi lagi menjadi tipe 3a, yang merupakan fisura radialis posterior;

3b, di mana celah memanjang posterolateral; dan 3c, di mana celah

33
memanjang ke lateral, pada garis yang ditarik dari tangensial diskus sentral

ke batas lateral proses artikulasi superior.


 Pada tipe 4, setelah fisura radial mencapai pinggiran anulus fibrosus,

material inti mengalami protrusi dan menyebabkan anulus luar menonjol.


 Pada tipe 5, ketika serabut anular luar pecah, material inti mengalami

ekstrusi ke bawah PLL dan mengalami kontak langsung dengan dura atau

radiks saraf.
 Pada tipe 6, fragmen yang mengalami ekstrusi tidak lagi memiliki

kontinuitas antarruang; yang dinamakan sekuestrasi. Secara manometrik,

volumetrik, dan radiografi, diskogram selalu tampak abnormal. Nyeri

dapat timbul hanya jika terdapat cukup tekanan terhadap fragmen bebas

sehingga dapat merangsang struktur yang sensitif terhadap nyeri.


 Tipe 7, yang merupakan tahap akhir degenerasi, melibatkan gangguan

diskus internal, yang ditandai dengan beberapa robekan anular. Diskogram

abnormal secara manometrik dan volumetrik, dan nyeri timbul atau tidak.

Secara radiografis, agen kontras biasanya mengisi seluruh ruang dengan

gambaran ireguler. Diskogram/CT scan menunjukkan ekstravasasi bahan

kontras melalui robekan anular multipel.


2.7 Diagnosis Banding
Spondilosis (Spondilartrosis Derformans)
Pada spondiloartrosis deformans, bila dilakukan foto rontgen akan tampak

adanya rarefikasi korteks tulang belakang, penyempitan diskus dan osteofit-

osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina intervertebra. Nyeri

yang ditimbulkan dapat berupa nyeri radikuler atau rasa pegal di daerah lumbal.

Nyeri ini timbul terutama bila penderita mulai bergerak setelah lama berada dalam

keadaan tertentu seperti duduk atau berbaring.44


Stenosis Spinal
Pada stenosis spinal terjadi penyempitan kanalis vertebralis yang dapat

disertai penyempitan foramen intervertebralis akibat proses degenerasi dan

34
penonjolan tulang atau sejak semula sudah sempit. Nyeri punggung bawah yang

dirasakan berupa nyeri rujukan somatik yang lebih sering dirasakan pada waktu

berjalan atau berdiri lama. Selain itu juga didapatkan klaudikasio intermitens

neurogenik, yaitu rasa nyeri sering disertai rasa kesemutan dan dingin serta

paresis otot-otot tungkai.45

2.8 Tata Laksana46


2.8.1 Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki

kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung

secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya

sisanya yang membutuhkan pembedahan.

2.8.1.1 Nonfarmakologis
 Tirah Baring

Tirah baring telah lama dilakukan namun tidak dapat menunjukkan hasil

yang efektif dalam satu hingga dua hari pertama. Seluruh pengobatan konservatif

digunakan untuk mengurangi inflamasi. Untuk itu, tirah baring hanya digunakan

untuk sementara waktu.

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan

intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan

menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke

aktivitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan

punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari

vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan

aproksimasi jaringan yang meradang.


 Terapi Fisik Pasif

35
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung

bawah akut, misalnya:


o Kompresi Hangat / Dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.

Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri

hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan

dingin.

o Iontoforesis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut

menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas

ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.


o Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)

menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah

dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak


o Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam

dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai

jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan

serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.


 Latihan dan Modifikasi Gaya Hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat

tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi

NPB pada pasein yang mempunyai berat badan berlebihan.


Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat

mungkin. Endurance exercise dan latihan aerobik yang memberi stres minimal

pada punggung, seperti berjalan, naik sepeda, atau berenang dimulai pada minggu

kedua setelah awaitan NPB.

36
Conditional exercise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai

sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat

keluhan pasien.
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung

seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan

penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan

otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi

pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.

Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih

efektif daripada latihan tanpa alat.


2.8.1.2 Farmakologis
 Analgetik dan NSAID (Nonsteroid Antiinflamatory Drugs)

Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga
mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin
Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib. Obat anti inflamasi menunjukkan manfaat (karena nyeri
berasal dari inflamasi pada saraf).

 Obat Pelemas Otot (Muscle Relaxant)


Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak

sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30% memberikan

efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol.

Pelemas otot (muscle relaxants) dapat menurunkan gejala simptomatik pada

tegang otot akut namun hanya pada tahap awal.


 Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh

lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan

ketergantungan obat.
 Kortikosteroid Oral

37
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP

yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.


 Analgetik Adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri

pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin,

Gabapentin
 Suntikan pada Titik Picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal

dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik 36 picu disekitar tulang

punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain,

lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.


2.8.2 Operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf

sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus

berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:


 Defisit neurologik memburuk.
 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
 Paresis otot tungkai bawah.
Indikasi:
 Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
 Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau

ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6

sampai 12 minggu.
 Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien

menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi

konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan

gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.


 Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
 Distektomi, yaitu pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
 Distektomi perkutan, yaitu pengambilan sebagian diskus intervertabralis

dengan menggunakan jarum secara aspirasi.

38
 Laminotomi / laminektomi / foraminotomi / fasetektomi, yaitu melakukan

dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari vertebra,

baik parsial maupun total.


 Fusi spinal dan sendi sakroiliaka, yaitu penggunaan graft pada vertebra

sehingga terbentuk koneksi yang rigid antarvertebra sehingga terjadi

stabilisasi.

39
BAB 3

KESIMPULAN

Hernia nukleus pulposus adalah keadaan di mana terjadi penonjolan

sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus

intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau

radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek. Sifat nukleus pulposus berupa

semicairan memungkinkan perubahan bentuk dan pergeseran vertebra ke depan

atau ke belakang antara satu dan yang lain. Peningkatan beban kolumna

vertebralis yang tiba-tiba dapat menyebabkan nukleus pulposus menjadi pipih.

Apabila dorongan dari luar terlalu besar untuk anulus fibrosus, anulus dapat

robek. Akibatnya herniasi nukleus pulposus terjadi.

Pada kasus penonjolan diskus, radiografi polos menunjukkan gambaran

degenerasi diskus secara tidak langsung dalam bentuk hilangnya ketebalan diskus

intervertebralis, fenomena vakum dalam bentuk gas dalam diskus, dan osteofit

endplate. Radiografi polos spinal tidak dapat menunjukkan herniasi diskus dengan

jelas. Radiografi polos biasanya digunakan untuk mengeksklusi kondisi lain,

misalnya fraktur, kanker, atau infeksi. Gambaran mielografik pada pasien dengan

HNP adalah deformitas ekstradural atau perpindahan kantung tekal yang berisi

kontras. CT Scan menunjukkan perpindahan fokal dan halus ke luar margin diskus

pada kanalis spinalis, ke dalam atau lateral foramen saraf pada herniasi

subligamen. CT scan juga dapat menunjukkan kalsifikasi atau, pada kasus yang

jarang, udara pada herniasi. Gambaran sumsum tulang paling baik dilakukan

40
dengan MRI. Pada MRI, HNP digambarkan sebagai protrusi fokal asimetris

material diskus di luar batas annulus, HNP biasanya hipointens.

Tatalaksana HNP berupa tirahbaring, kompres hangat / dingin,

iontoforesis, TENS, ultrasound,modifikasi gaya hidup, obat analgetik dan

NSAID, muscle relaxant, opioid, kortikosteroid oral, analgetik adjuvant, dan

suntikan pada titik picu. Terapi operatif berguna untuk menghilangkan penekanan

dan iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Haughton V. Imaging intervertebral disc degeneration. J Bone Jt Surg Am.


2006;(2):15–20.
2. Jinkins J, Dworkin J. Proceedings of the State-of-the-Art Symposium on
Diagnostic and Interventional Radiology of the Spine, Antwerp, September
7, 2002 (Part two). Upright, weight-bearing, dynamic-kinetic MRI of the
spine: pMRI/kMRI. JBR-BTR. 2003;86(5):286–93.
3. Masui T, Yukawa Y, Nakamura S, et al. Natural history of patients with
lumbar disc herniation observed by magnetic resonance imaging for
minimum 7 years. J Spinal Disord Tech. 2005;18(2):121–6.
4. Fardon D, Williams A, Dohring E, Murtagh F, Gabriel Rothman S, Sze G.
Lumbar disc nomenclature: version 2.0: Recommendations of the
combined task forces of the North American Spine Society, the American
Society of Spine Radiology and the American Society of Neuroradiology.
Spine (Phila Pa 1976). 2014;14(11):2525–45.
5. Lee J, Lee S. Clinical and Radiological Characteristics of Lumbosacral
Lateral Disc Herniation in Comparison With Those of Medial Disc
Herniation. Med. 2016;95(7):2733.
6. Ramachandran T, Raghunathan U, Latorre C, Chang J. Disc herniation
imaging [Internet]. Medscape. 2017 [cited 2019 Mar 25]. Available from:
emedicine.medscape.com/article/340014-overview#a1
7. Carette S, Fehlings M. Clinical practice. Cervical radiculopathy. N Engl J
Med. 2005;353(4):392–9.
8. Durbhakula M, Cassinelli E. Thoracic disc herniation. Contemp Spine
Surg. 2005;6(11):77–81.
9. Post N, Cooper P, Frempong-Boadu A, Costa M. Unique features of
herniated discs at the cervicothoracic junction: clinical presentation,
imaging, operative management, and outcome after anterior decompressive
operation in 10 patients. Neurosurgery. 2006;58(3):497–501.
10. Kumala P. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta; 1998. 505 p.
11. Classification, diagnostic imaging, and imaging characterization of a
lumbar. 38th ed. Saunders; 2000.
12. Reijo A. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis
D Medica; 2006. 1-31 p.
13. Anderson D. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 31st ed.
Philadelphia: Saunders; 2007.
14. Snell R. Uraian Singkat Columna Vertebralis. In: Pendahuluan dan
Organisasi Susunan Saraf Neuroanatomi Klinik. 7th ed. Jakarta: EGC;
2003. p. 137–41.

42
15. Image [Internet]. Keck Medicine of USC. 2016 [cited 2019 Mar 18].
Available from: keckmedicine.adam.com/content.aspx?
productId=117&isArticleLink=false &pid=1&gid=003807
16. Jordan J, Konstantinou K, O’Dowd J. Herniated lumbar disc. BMJ Clin
Evid. 2009;2009:1118.
17. Awad J, Moskovich R. Lumbar Disc Herniations: Surgical Versus Non
Surgical Treatment. Clin Orthop Relate Res. 2006;443:183–97.
18. Malanga G, Nadler S, Agesen T. Epidemiology. In: Cole A, Herring S,
editors. The low back pain handbook: a guide for the practicing clinician.
2nd ed. Philadelphia: Hanley & Belfus, Inc; 2003. p. 1–7.
19. Helmi Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika;
2012. 226-331 p.
20. Ekayuda I. Neuroradiologi. In: Radiologi Diagnostik. 2nd ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2005. p. 337.
21. Mahadewa T. Diagnosis dan Tatalaksana Hernia Nukleus Pulposus Lumbal.
In: Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang. Jakarta:
Sagung Seto; 2009. p. 62–87.
22. Highsmith J. Image [Internet]. 2014 [cited 2019 Mar 17]. Available from:
spineuniverse.com/conditions/herniated-disc/causes-herniated-disc
23. Gilroy J, Holliday P. Herniated Intervertebral Disk. In: Trauma Basic
Neurology. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.; 1982. p. 302–5.
24. Mikhael M, Ciric I, Kudrna J, Hindo W. Recognition of lumbar disc disease
with magnetic resonance imaging. Comput Radiol. 1985;9(4):213–22.
25. Hayes D, Holmes D, Gray J. Effect of 1.5 tesla nuclear magnetic resonance
imaging scanner on implanted permanent pacemakers. J Am Coll Cardiol.
1987;10(4):782–6.
26. Weishaupt D, Schmid M, Zanetti M, et al. Positional MR imaging of the
lumbar spine: does it demonstrate nerve root compromise not visible at
conventional MR imaging? Radiology. 2000;215(1):247–53.
27. O’Connell M, Ryan M, Powell T, Eustace S. The value of routine MR
myelography at MRI of the lumbar spine. Acta Radiol. 2003;44(6):665–72.
28. Lurie J, Tosteson A, Tosteson T, Carragee E, Carrino J, Kaiser J, et al.
Reliability of magnetic resonance imaging readings for lumbar disc
herniation in the Spine Patient Outcomes Research Trial (SPORT). Spine
(Phila Pa 1976). 2008;33(9):991–8.
29. Peterson C, Leemann S, Lechmann M, Pfirrmann C, Hodler J, Humphreys
B. Symptomatic magnetic resonance imaging-confirmed lumbar disk
herniation patients: a comparative effectiveness prospective observational
study of 2 age- and sex-matched cohorts treated with either high-velocity,
low-amplitude spinal manipulative therapy or. Manip Physiol Ther.

43
2013;36(4):218–25.
30. Splendiani A, Perri M, Conchiglia A, Fasano F, Di Egidio G, Masciocchi C,
et al. MR Assessment of Lumbar Disk Herniation Treated with Oxygen-
Ozone Diskolysis: The Role of DWI and Related ADC versus
Intervertebral Disk Volumetric Analysis for Detecting Treatment Response.
Neuroradiol J. 2013;26(3):347–56.
31. Papavero L, Langer N, Fritzsche E, Emami P, Westphal M, Kothe R. The
translaminar approach to lumbar disc herniations impinging the exiting
root. Neurosurgery. 2008;62:173–7.
32. Palma L, Carangelo B, Muzii V, Mariottini A, Zalaffi A, Capitani S.
Microsurgery for recurrent lumbar disk herniation at the same level and
side: do patients fare worse? Experience with 95 consecutive cases. Surg
Neurol. 2008;
33. Fontaine J, Mohamed F, Gottlieb C, et al. Rapid ventricular pacing in a
pacemaker patient undergoing magnetic resonance imaging. Pacing Clin
Electrophysiol. 1998;21(6):1336–9.
34. Pfirrmann C, Metzdorf A, Zanetti M, Al E. Magnetic resonance
classification of lumbar intervertebral disc degeneration. Spine (Phila Pa
1976). 2001;26(17):1873–8.
35. Heuck A, Glaser C. Basic aspects in MR imaging of degenerative lumbar
disk disease. Semin Musculoskelet Radiol. 2014;18(3):228–39.
36. Cha S, Jang C, Hong J, Park J, Park J. Use of magnetic resonance imaging
to identify outcome predictors of caudal epidural steroid injections for
lower lumbar radicular pain caused by a herniated disc. Ann Rehabil Med.
2014;38(6):791–8.
37. Splendiani A, Perri M, Grattacaso G, Di Tunno V, Marsecano C,
Panebianco L, et al. Magnetic resonance imaging (MRI) of the lumbar
spine with dedicated G-scan machine in the upright position: a
retrospective study and our experience in 10 years with 4305 patients.
Radiol Med. 2016;121(1):38–44.
38. de Zoete A, Ostelo R, Knol D, Algra P, Wilmink J, van Tulder M, et al.
Diagnostic Accuracy of Lumbosacral Spine Magnetic Resonance Image
Reading by Chiropractors, Chiropractic Radiologists, and Medical
Radiologists. Spine (Phila Pa 1976). 2015;40(11):653–60.
39. Hofman P, Wilmink J. 3-D volume scanning. A new technique for lumbar
MR imaging. Acta Neurochir. 1995;134(1–2):108–12.
40. Taneichi H, Abumi K, Kaneda K, Terae S. Significance of Gd-DTPA-
enhanced magnetic resonance imaging for lumbar disc herniation: the
relationship between nerve root enhancement and clinical manifestations. J
Spinal Disord. 1994;7(2):153–60.
41. Luoma K, Vehmas T, Riihimaki H, Raininko R. Disc height and signal

44
intensity of the nucleus pulposus on magnetic resonance imaging as
indicators of lumbar disc degeneration. Spine (Phila Pa 1976).
2001;26(6):680–6.
42. Unlu Z, Tasci S, Tarhan S, Pabuscu Y, Islak S. Comparison of 3 physical
therapy modalities for acute pain in lumbar disc herniation measured by
clinical evaluation and magnetic resonance imaging. J Manip Physiol Ther.
2008;31(3):191–8.
43. Tai H, Chen W, Huang C, Chen J, Wu Y. Spontaneous septic diskitis: a
common complaint with a serious pathologic cause that should not been
overlooked. Am J Emerg Med. 2008;26(4):514.
44. Rahim H, Priharto K. Terapi Konservatif untuk Low Back Pain. Divisi
Spine Bagian Orthopaedi & Traumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin;
45. Marcelo GM, Jorge COrdovez M, Cecilia Okuma P, Carlos MM, Takeshi
AK. Differential diagnoses for disc herniation. Re Chil Radiol. 2017; 23 (2)
:66-76
46. Hwang J, Park I, Kang DH, Jung Jm. Discal cyst of the lumbar spine. J
Korean Neurosurg Soc. 2008 ; 44: 262-264

45

Anda mungkin juga menyukai