Anda di halaman 1dari 20

Curiculum Vitae

Slamet Suwondo, dr., Sp.T.H.T.K.L (K), FICS


▰ Tempat,Tanggal Lahir : Surabaya, 21 Desember 1975
▰ Alamat : Jl. Sunan Ampel No 20 Madiun
▰ Pendidikan : Dokter Umum FK UWKS, Tahun 2003
Dokter Spesialis-1 THT-KL FK UNAIR, Tahun 2012
Konsultan Onkologi Bedah Kepala Leher, 2017
▰ Jabatan : Ketua SMF Ilmu Kes THT-KL RSUD Dr Soedono Madiun. (2016-2020)
▰ Dosen Pendidik Klinis FK-UII ( 2012- Sekarang )
▰ Organisasi :
o Anggota IDI Madiun
o Anggota PERHATI-KL Jatim Utara
o Anggota KODI Onkologi Bedah Kepala Leher
▰ Email : slamet_suwondo@yahoo.com

 PRAKTEK
 1. RSUD DR SOEDONO MADIUN
 2. KLINIK SPESIALIS BERSAMA T35 JL THAMRIN NO 35 MADIUN
 3. RS GRIYA HUSADA JL MAYJEN PANJAITAN NO 22 MADIUN


Kegawatdaruratan THTKL

Magetan 22 September 2018


Penatalaksanaan Epistaksis

Slamet Suwondo

SMF Ilmu Kesehatan THTKL RSUD Dr Soedono Madiun


2018
Epistaksis
 Perdarahan kavum nasi
 Bukan penyakit, tetapi gejala
 Kondisi gawat darurat
 Dapat mengenai semua umur, jenis kelamin
 Sekitar 60% populasi mengalami epistaksis
dalam hidupnya
 Hampir 90% dapat berhenti sendiri

 IRD THTKL RSU Dr. Soetomo (2010)


 0,15% penderita epistaksis perlu MRS
Aliran Darah Kavum Nasi

Arterial supply of the nasal cavity


internal carotid artery (green) and the external carotid artery (yellow)
Kiesselbach area (blue) is supplied by branches of both the main arteries (red).
a) Arteries supplying the nasal septum and
b) the lateral walls of the nasal cavity.
Etiologi Epistaksis
• Traumatic
• Hematological
• Digital manipulation
• Thrombocytopenia
• Nasal fracture/contusion
• Hemophilia A and B
• Foreign body in the nose
• Von Willebrand disease
• Iatrogenic (nasogastric
tube, surgical • Liver failure
interventions) • Structural
• Neoplastic • Mucosal dryness
• Juvenile nasopharyngeal • Septal perforation
angiofibroma
• Osler–Weber–Rendu disease
• Tumors of the nasal cavity (hereditary hemorrhagic
and paranasal sinuses telangiectasia)
• Drug-related • Inflammatory
• Anticoagulants and • Allergic rhinitis
antiplatelet drugs
• Acute infectious diseases
• Glucocorticoid nasal
sprays
• Nasal consumption of
drugs
Resiko peningkatan kejadian Epistaksis
 Pada penelitian ada peningkatan relatif episode
epistaksis pada cuaca dingin, kering
 Konsumsi obat antikoagulan / antiplatelet
24% - 33% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit
 Asam asetilsalisila  intervensi bedah

Medical drugs associated with epistaxis


Phenprocoumon
Dabigatran
Rivaroxiban
Fondaparinux
Clopidogrel
Acetylsalicylic acid
Glucocorticoid nasal sprays
Phosphodiesterase-5 inhibitors
Sumber perdarahannya secara anatomi

KLASIFIKASI
Paling sering dari pleksus
Kiesselbach. Selain itu dapat
Epistaksis berasal dari arteri etmoidalis
Anterior anterior. Perdarahan dapat
berhenti sendiri (spontan) &
dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.

Epistaksis Perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina


Posterior atau arteri etmoidalis posterior. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Sering pd hipertensi, aeteriosklerosis, atau
pasien dengan CVD pecahnya a.
sphenopalatina

Biasanya asimtomatik, dapat juga seperti


mual, hematemesis, anemia, hemoptysis, atau
melena
Pemeriksaan Fisik
1. Rinoskopi Vestibulum, mukosa hidung, septum nasi, dinding
anterior lateral hidung dan konka inferior untuk mengetahui
sumber perdarahan.
2. Rinoskopi Pemeriksaan penting pada pasien dengan epistaksis
posterior berulang untuk menyingkirkan neoplasma.

3. Pengukuran Menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi


tekanan dapat menyebabkan epistaksis posterior yang hebat
darah
& berulang.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan disesuaikan dengan


etiologi yang mendasari:
 1. Darah perifer lengkap
 2. Skrining terhadap koagulopati (bleeding time, clotting time)
 3. Nasal Endoskopi / FOL
 4. Rotgen / CT Scan
 5. Biopsi
 6. Angiografi
Penatalaksanaan Epistaksis

Tiga prinsip utama , yaitu :


1. Menghentikan perdarahan:
kebanyakan epistaksis
ringan akan berhenti
dengan sendirinya dg
penekanan pd nasal
anterior.
2. Mencegah komplikasi
3. Mencari penyebab +
mencegah berulangnya
epistaksis
Penatalaksanaan……

1. Perbaiki Pastikan A,B,C aman bersihkan jalan nafas.


Keadaan periksa dalam posisi duduk, bila sangat lemah atau keadaaan
umum syok, pasien berbaring dengan kepala dimiringkan.  rehidrasi
intravena dapat dipertimbangkanatasi hypotension.

2. Cari sumber Pasang tampon sementara dengan kapas yang ditetesi


perdarahan aderenalin 1/5.000- 1/10.000 pantocain / lidocain 2%
dibiarkan 10-15 menit. Setelah vaso konstriksi lakukan
penilaian asal dari perdarahan.

3. Hentikan Epistaksis Metode Trotter


perdarahan ringan Perdarahan dihentikan dengan cara duduk
dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama 10-15
menit. Bila sudah berhenti bersihkan
Penatalaksanaan……

KERJAKAN SECARA BERURUTAN

• Bersihkan bekuan darah (“sisi hidung”, “suction”)  agar


tidak menghalangi vasokonstriksi p.d
• Jepit ala nasi 5-15 menit
• Kapas yang ditetesi vasokonstriktor (Sol. HCl efedrin 1%,
oksimetasolin HCl)
• Kaustik : TCA (50%)- Ag NO3
• Tampon anterior
- Pita boorzalf, atau diolesi salep antibiotika
(kloramfenikol, gentamisin)
- Spongostan, surgicel
- Balon (Epistat, Foley catheter)
• Tampon posterior (Belloque)
• Cauterisasi
• Embolisasi, atau ligasi arteri : a. maksilaris interna, a.
etmoidalis ant, A. karotis eksterna
Alat dan Bahan

 a) Bellocq posterior nasal pack


 b) Nasopharyngeal balloon
 c) Xomed catheter
 d) Rubber-coated sponge
tampons
 e) Cotton ribbon gauze
 f) Ribbon gauze pledgets for
intranasal application of
oxymetazoline
Penatalaksanaan……
Penatalaksanaan……
Penatalaksanaan……

Kauterisasi a. Sphenopalatina
Komplikasi

 1. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul


sinusitis (karena ostium sinus tersumbat) dan sumbatan
duktus lakrimal.
 2. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul
otitis media, haemotympanum, serta laserasi pada
palatum mole dan sudut bibir bila benang terlalu
kencang ditarik saat mengeluarkan tampon.
 3. Akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan
anemia.
Daftar Pustaka

 Soepardi, E A et all . 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan
Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
 IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Edisi Revisi Tahun 2014 Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia
 Perhati-KL periode 2003-2007. Guideline Penyakit THT-KL di Indonesia. Yogyakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan Bedah Kepala dan Leher Bedah Kepala dan
Leher
 Higler, A Boies. 2003. BOIES:Buku Ajar penyakit THT. Edisi enam. Jakarta. EGC
 Shargorodsky, J et al. Outcomes Analysis in Epistaxis Management: Development of a Therapeutic
Algorithm. Otolaryngology-Head and Neck Surgery 2013;149:390-398
 Rudmik, L & Smith TL. Management of intractable spontaneous epistaxis. American Journal of
Rhinology & Allergy 2012;26:55-60.
 Pollice PA, Yoder MG. Epistaxis: a retrospective review of hospitalized patients. Otolaryngol Head
Neck Surg 1997;117:49-53.
 Tan LK, Calhoun KH. Epistaxis. Med Clin North Am 1999;83:43-56.
 Pond F, Sizeland A. Epistaxis. Strategies for management. Aust Fam Physician 2000;29:933-8.
 Gökdoğan, Ozan, and Fikret Ileri. "Epistaxis: A Review of Clinical Practice." SciMedCentral:Annals of
Otolaryngology and Rhinology, 2016.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai