Anda di halaman 1dari 151

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Anatomi hidung biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang


Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian- tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
bagiannya dari atas ke bawah: etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral
Pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum hidung terdapat rongga sempit yang disebut maetus.
nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela, dan Tergantung dari letaknya ada tiga maetus yaitu maetus
lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk inferior, medius dan superior. Pada maetus inferior
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi terdapat muara duktus nasolakrimalis, pada maetus
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang media terletak muara sinus maksilaris, sinus frontal,
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan dan sinus etmoid anterior, pada maetus superior
lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila dan sphenoid.6
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung
rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding
terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk
kartilagi nasalis lateralis superior, sepasang kartilago oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
nasalis lateralis inferior dan disebut juga sebagai tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis
kartilago alar mayor dan tepi kartilago septum.1,2,3,4 merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid,
tulang ini berlubang-lubang (kribrosa) tempat
masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os
sphenoid.3,4,6

Rangka Hidung 5

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk


terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3,4
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan
ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sabasea dan rambut yang
disebut vibrise. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Dinding Lateral Rongga Hidung 5
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian
tulang adalah: lamina perpedinkularis os etmoid, Vaskularisasi Rongga hidung
vomer, Krista nasalis os maksila dan Krista nasalis os Perdarahan rongga hidung bagian atas didapatkan
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan
(lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi cabang dari a. oftalmika cabang dari a. karotis interna.
oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dari cabang a. maksilaris interna, diantaranya a.
dilapisi oleh mukosa hidung.4 palatina mayor. Bagian depan hidung mendapat
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang perdarahab dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada
terbesar dan letaknya palinga bawah adalah konka bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior
media, konka superior dan konka suprema yang dan a. palatine mayor yang disebut pleksus
Kiesselbach yang letaknya superficial dan mudah
cedera oleh trauma.3,4
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama - Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara,
dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di membantu proses bicara dan mencegah hantaran
vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. suara sendiri melalui konduksi tulang.
oftalmika yang berhubungan dengan sinus - Fungsi refleks nasal, mukosa rongga hidung
kavernosus.4 merupakan reseptor yang berhubungan dengan
saluran pencernaan, kardiovaskuler dan pernafasan
melalui refleks bersin, sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas.

Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu
rongga berisi udara disekitar rongga hidung yang
Arteri yang Memperdarahi Rongga Hidung 5 dibatasi oleh tulang wajah dan cranial. Memiliki
struktur tidak teratur, dan seperti halnya lapisan epitel
pada hidung, tuba eustachius, telinga tengah dan region
Persarafan Rongga Hidung respiratorius dan faring, sinus paranasalis dilapisi
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat membrana mukosa dengan lapisan epitel
persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang pseudostratified kolumnar bersilia (respiratory
merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari epithelium), namun dengan karakteristik lebih tipis dan
n. oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lain sebagian kurang vaskularisasi bila dibandingkan dengan
besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila membrana mukosa hidung. 3
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina Sinus paranalis pada keadaan normal berada
selain memberikan persarafan sensoris juga dalam keadaan steril, dimana proses sekresi dan
memberikan persarafan vasomotor/ otonom untuk eliminasi berbagai kontaminan tergantung pada
mukosa rongga hidung. Ganglion ini menerima serabut aktivitas silia dan drainase mucus. Peradangan atau
saraf sensoris dari n. Maksilaris (N. V-2), serabut kondisi alergi pada rongga hidung yang menyebabkan
parasimpatis dari n. Petrosus superfisialis mayor dan kongesti vena atau limfatik, dapat mengakibatkan
serabut saraf simpatis dari n. Petrosus profundus. kongesti sinus dan berpotensi untuk terjadinya
Ganglion sfesnopalatina terletak di belakang dan kegagalan drainase mucus. Secara klasik, sinus
sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi paranasalis dikelompokkan dalam 4 pasang sinus,
penghidu berasal dari n. Olfaktorius yang merupakan yaitu: sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus
serabut saraf yang turun melalui laninankribrosa dari maksilaris, sinus sfenoidalis. Berdasarkan kepentingan
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian klinis, sinus paranasalis dibagi dalam dua kelompok,
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa yaitu: kelompok depan meliputi sinus frontalis, sinus
olfaktorius di sepertiga atas hidung.4,6 maksilaris dan sinus etmoidalis anterior yang bermuara
di bawah konka media, serta kelompok belakang
meliputi sinus etmoidalis posterior dan sinus
sfenoidalis yang bermuara pada beberapa lokasi di atas
konka media.3,4

Perkembangan Sinus Paranasalis


Sinus maksilaris dan sinus etmoidalis mulai
berkembang pada kehidupan 13-4 bulan dan mulai
dapat dikenali secara anatomis pada usia 6-12 bulan
kehidupan ekstra uterin. Sinus maksilaris mengawali
Persarafan pada Rongga Hidung 3 pneumatisasi pertama kali IMB kelahiran hingga 12
bulan, mulai membesar ke arah lateral sepanjang dasar
orbita pada usia 3 tahun. Dasar dari sinus maksilaris
Fisiologi Hidung akan mencapai ukuran dewasa pada usia pubertas.
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan Sinus etmoidalis juga telah terbentuk pada saat
teori fungsional fungsi fisiologis hidung adalah:4,6 kelahiran, tetapi tidak membesar hingga usia mencapai
- Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, 3-7 tahun. Ukuran dewasa dan sinus etmoid dicapai
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pada usia 12 hingga 14 tahun.3
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologis
lokal.
- Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa
olfaktorius dan reserfoir udara untuk menampung
stimulus penghidu.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


sudut siku-siku dengan yang lainnya. Lempeng
vertikasl mempunyai bagian yang tebal di superior
disebut krista galli, di bagian bawahnya disebut
perpendicular os.etmoid dan merupakan bagian
dari septum nasi. Lempeng horizontal terdiri dari
lempeng tipis berlubang-lubang disebut lamina
Perkembangan Sinus Paranasalis3 kribriformis. Dinding luar dari sinus etmoidalis
adalah lamina papirasea os etmoid dan os
Sinus sfenoid yang dimulai dan nasal cupola lakrimalis, yang merupakan lapisan tulang yang
belum mencapai ukuran lengkap sampai usia 4-5 tipis. Sinus etmoid dipisahkan dari orbita oleh
tahun, pembentukan sfenoid baru sempurna pada masa lapisan tulang tipis ini (lamina papirasea), dimana
pubertas, dan memiliki derajat pneumatisasi yang keadaan tersebut menyebabkan suatu infeksi yang
sangat bervariasi dan besar atau kecilnya sayap sfenoid mengenai tulang tersebut dapat dengan segera
dan proses pterigoid. Sinus frontalis dibentuk paling mengenai rongga orbita dan menimbulkan
akhir, dan merupakan tipe sinus yang belum terbentuk berbagai komplikasi.4
pada saat lahir. Sinus ini berkembang dari mukosa Sangat penting untuk mengetahui
nasal ke dalam resesus frontalis dan meatus media, dan bahwa sel-sel etmoid tidak selalu berkembang
mencapai ukuran sempurna setelah usia pubertas. secara terbatas dalam tulang etmoid, oleh karena
Seperti juga sinus sfenoid, sinus frontalis juga pada perkembangannya dapat menginvasi meatus
memiliki derajat penumatisasi yang bervariasi. media membentuk concha bullosa, dimana pada
Perbedaan pada pembentukan sinus frontalis kiri dan beberapa keadaan sel-sel bulla etmoid membesar
kanan sering ditemukan dan bersifat sangan ke dalam perlekatan anterior meatus media,
individual.3,4 menyebabkan variasi derajat pneumatisasi meatus
(konka bullosa). Pembesaran meatus
mengakibatkan obstruksi ventilasi dari meatus
media dan sering menyebabkan lateralisasi
prosesus unsinatus mendekati infundibulum
etmoidalis. Dengan prinsip yang hampir sama, sel
dapat menginvasi dasar orbita bagian medial dan
dikenal sebagai ekstramural. Sel-sel tersebut
menempati bagian medial orbita inferior dan
biasanya membentuk dinding medial
infundibulum etmoid, dimana hubungan tersebut
menyebabkan obstruksi sinus maksilaris dan sinus
etmoidalis anterior. Keberadaan sel Haller ini
seringkali berhubungan dengan penyakit sinus.6
Gambar Skematis Letak Sinus Paranasalis 3.
Sinus Etmoidalis Posterior
1. Sinus Frontalis Sinus etmoidalis posterior adalah kumpulan
Sinus frontalis bervariasi dalam bentuk dan dari satu sampai lima sel-sel etmoid yang
ukuran dan terkadang berkembang tidak sempurna drainasenya ke meatus superior dan suprema.
dan asimteris tergantung derajat pneumatisasi dari Terbentuk dari primary furrow kedua dan ketiga.
sinus frontalis. Ukuran rata-rata sinus ini adalah Sinus etmoidalis posterior di batasi anterior oleh
tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm lamella basalis konka media dinding anterior sinus
sedangkan kapsitas rata-rata 6-7 ml. Pada 10-12 sfenoid di posterior, lamina papirasea di lateral, di
% orang dewasa menunjukkan sinus rudimenter. medial oleh bagian vertikal konka superior dan
Sinus frontalis berhubungan dengan meatus media suprema beserta meatusnya, dan di superior di
melalui saluran duktus nasofrontalis yang berjalan batasi oleh atap etmoid. Pengetahuan anatomis
menuju muara frontoetmoidalis. 3,4,6 mengenai batas-batas sinus etmoidalis posterior
2. Sinus Etmoidalis sangat penting bagi seorang ahli bedah untuk
Sinus etmoidalis memilki bentuk dan ukuran menghindari komplikasi selama operasi. Sinus
dan jumlah yang bervariasi terdiri dari suatu etmoidalis posterior mempunyai kepentingan
kompleks „ honey comb“ dengan jumlah sel dalam pembedahan karena kedekatannya dengan
antara 4 sampai 17, dan rata-rata berjumlah 9, basis cranii dan nervus optikus.4
terletak lateral bagian atas rongga hidung pada Variasi anatomis sinus etmoidalis posterior
dinding medial tulang orbita. Sinus etmoidalis sangat penting untuk dipahami. Onodi meneliti
biasanya terbagi menjadi 2 grup yaitu sel anterior variabilitas anatomi sinus etmoidalis posterior, dan
dan sel posterior. Tulang etmoid memiliki bagian- ia menekankan hubungan sel paling posterior dari
bagian vertikal dan horizontal yang membentuk etmoidalis posterior dengan nervus optikus. Ondi
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


mengemukakan ada 38 variasi pada hubungan anatomi pada abad 18, pertama kali menyatakan
sinus etmoidalis posterior dengan nervus optikus, “sel etmoidal yang excavates os planum dan os
dan dibagi menjadi 12 kelompok utama. Ia maksila, diluar berhubungan dengan kapsula
menemukan bahwa sel paling posterior dari sinus labirin etmoid. Selulae ini adalah selulae etmoid
etmoidalis posterior pneumatisasinya sangat baik ( yang mengalami pneumatisasi ke lantai orbita
luas ), sehingga meluas ke posterior sepanjang sinus maksilaris, letaknya inferlateral dai bulla
lamina anterior sinus sfenoid. Diseksi sinus etmoid, dan berhubungan erat dengan
etmoidalis posterior dapat menyebabkan trauma infundibulum etmoid dan ostium sinus maksilaris.
pada nervus optikus dan menyebabkan kebutaan, Sel Haller ini dikatakan berasal dari etmoidalis
terutama jika kurang mengetahui variasi anterior (88%) dan etmoidalis posterior (12%).
anatomisnya. Ahli bedah endoskopi yang modern Nama-nama lain untuk sel Haller ini antara lain
mulai menyebut variasi anatomis ini sebagai adalah sel maxillo-orbital, sel maxillo-etmoidal,
Onodi Cell, tapi dapat juga dengan istilah dan sel orbitoetmoidal. Tapi penamaan sel Haller
Sphenoetmoidal cell dipergunakan, dimana nama untuk sekarang dipakai sel etmoidalis infraorbital
ini lebih tepat untuk penamaan anatomisnya. Jika . Istilah ini lebih tepat, berdasarkan lokasi dan asal
sel sphenoetmoidal ini besar, kanalis karotikus daris sel ini dan membedakannya dari sel
dapat menonjol (bulging) ke sinus etmoidalis supraorbital dari resesus frontalis atau resesus
posterior.3,4 suprabullar.3,4
Onodi telah mencoba berkali-kali untuk Variasi anatomis lainnya adalah hipoplasia
meyakinkan para ahli THT pada zamannya bahan atau atelektasis sinus maksilaris. Pada variasi ini,
sinus sfenoid tidak selalu berada di belakang sinus sinus maksilaris lebih kecil dan dikelilingi oleh
etmoidalis posterior. Ia menginginkan para ahli tulang maksila yang lebih tebal, prosesus
bedah bahwa untuk mencapai sinus sfenoid, hanya unsinatus juga mengalami hipoplasia dan terletak
diperlukan diseksi sampai batas belakang sinus pada bagian inferomedial orbita; jadi
etmoidalis posterior. Diseksi sinus etmoidalis infundibulum juga mengalami atelektasis.
posterior arahnya harus inferomedial, bukan Uncinektomi menjadi sulit pada pasien-pasien ini
superolateral, untuk menghindari trauma kranial karena lateral displacement dari struktur tersbut
atau orbita.3,4 darn risiko masuk orbita.4,6

3. Sinus Maksilaris 4. Sinus Sfenoidalis


Sinus maksilaris atau antrum highmore Terletak di tengah di dalam tengkorak, sinus
terbesar diantara sinus paranasalis lainnya. sfenoid di batasi oleh beberapa struktur penting.
Menurut Schiffer, ukuran rata-rata untuk bayi Lateral dari sinus terletak arteri karotis, nervus
adalah 7-8 x 4-6 x 3-4 mm, pada umur 18 tahun optikus, sinus kavernosus, N II, IV, V, VI. Sinus
adalah 31-32 x 18-20 x 19-20 mm, dan kapasitas ini sebelum bayi berusia 3 bulan, ukurannya kecil
sinus ini hampir 15 ml. Antrum berhubungan dan pertumbuhannya maksimal terjadi pada usia
dengan meatus media melalui ostium maksilaris 12 – 15 tahun, pada usia 1 tahun bberukuran 2,5 x
dal lokasinya pada bagian atas depan dinding 2,5 x 1,5 mm dan pada usia 9 tahun berukuran 15
medial sinus maksilaris premolar 2, molar 1, dan x 12 x 10,5 mm. Sinus sfenoidalis memiliki
molar 2.3 bentuk yang bervariasi, letaknya pada badan
Sinus maksilaris biasanya hanya merupakan tulang sfenoid dan berhubungan dengan tulang
satu ruang yang batas-batasannya antara lain hidung pada meatus superior dan sinus ini di bagi
orbita di superior, bagian dental dan alveolar menjadi beberapa bagian oleh septum intra sinus.
maksila di inferior, prosesus zigomatikus di
lateral, dan sebuah dinding tulang tipis yang
memisahkan rongga tersebut dengan fossa
infratemporal dan pterygopalatina di posterior,
serta prosesus unsinatus, fontanel dan konka
inferior di medial. Ostium sinus maksilaris
terletak di dalam 1/3 bagian paling posteroinferior
infundibulum (71,8%). 4,6
Pada atap sinus ini dijumpai atap dari nervus
infraorbital yang terletak pada alur tulang, nervus
ini dibatasi oleh membran mukosa atau oleh
tulang yang tipis dan akan terpotong waktu
kuretase dari operas sinus.3
Variasi anatomis tersering dari sinus
maksilaris adalah sel-sel etmoidalis infraorbital Potongan koronal dari Sinus Maksilaris 5
atau disebut “ Haller’s Cell”. Haller, seorang ahli
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


lapisan gel dan diangkut keluar sinus kearah
Nervus optikus terletak di atas permukaan lateral nasofaring, rata-rata frekuensi pukulan pada silia 14,5
superior sinus sfenoid dan arteri carotis dalam Hz „ pukulan“ detik dan mucociliary clearance untuk
kavernosus sinus terletak lateral, serta nervus orang dewasa kira-kira 10 menit.3,4
maksilaris (bagian dari N.V) pada bagian anterior Mukus
terletak inferolateral. Diseksi sinus sfenoid dapat Merupakan hasil dari sekresi kelenjar di tunika
menyebabkan kerusakan dari arteri karotis dan nervus propria dan sel goblet, yang membentuk lapisan mukus
optikus.3 pada permukaan mukosa. Mukus terdiri dari 96% air,
Sinus sfenoid kiri dan kanan dipisahkan oleh 1-2% garam organik dan 2,5 - 3% mucin. Fungsi
septum internus. Struktur ini sangat bervariasi, mukus sebagai pertahanan tubuh, bersifat
bentuknya dapat oblik dan bukan sagital. Septum yang bakteriostatik karena mukuis mengandung lisosim
inkomplit juga sering terjadi. Manipulasi septum yang dapat menghancurkan bakteri. Arah dari aliran
sfenoid harus dilakukan dengan sangat hati-hati, mukus oleh gerakan silia merupakan arah dari drainase
dimana septum intersinus diketahui menempel pada normal dan dari dalam sinus menuju ke ostium.3,4
midline, dekat atau pada kanalis karotikus. 3,4

Fisiologi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis merupakan rongga berisi
udara yang dilapisi mukosa epitelium pseudostratified
bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu
cairan mukus kearah ostia. Penyumbatan ostia sinus
akan mengakibatkan penimbunan mukus sehingga
terjadi penurunan oksigenasi rongga sinus dan tekanan
udara sinus. Penurunan oksigenasi sinus akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob. Tekanan
pada rongga sinus yang menurun pada gilirannya akan
menimbulkan rasa nyeri daerah sinus terutama sinus
frontal dan sinus maksilaris. 3
Fisiologi dan fungsi sinus paranasal belum jelas
diketahui dan sampai sekarang masih tetap Epithelium Sinus Paranasal 3
diperdebatkan (Knops.dkk 1993), antara lain untuk:3,4
 Menghasilkan dan membuang mukus Mucociliary blanket
 Mengatur tekanan intranasal Silia dan mukus merupakan selimut yang aktif dan
 Resonansi suara mantel ruang sinus dan nasal, juga merupakan
 Memanaskan danmelembabkan udara perangkat unsur yang baik. Tidak semua silia
„memukul“ dengan rate yang sama, tetapi bervariasi
inspirasi
dalam seluruh sinus, tiap segmen berbeda dalam
 Bertindak sebagai shock absorben kepala
kecepatan memukulnya.3
untuk melindungi organ-organ yang sensori.
 Sebagai terminal insulator, menurut Proetz
Faktor Imunologis
untuk melindungi orrgan-organ yang sensitif Dalam mukus sinus nasal terdapat mekanisme
seperti mata, hipofise otak dan medula dan pertahanan imunologi yang penting:3,4
perubahan-perubahan.  Ig A
 Suhu dalam rongga hidung
Berperan dalam pertahanan pertama melawan
 Membantu pertumbuhan dan bentuk muka infeksi, disekresi dari plasma sel yang terdapat di
 Mempertahankan keseimbangan kepala lamina propria yang kemudian di transport aktif
Yang paling penting pada proses fisiologi ini adalah ke epitel glandular dan di simpan dalam mukus
hubungannya dengan peradangan mukosa sinus ialah blanket. Bekerja menghambat mikroorganisme di
adanya : Silia, mukus, dan ventilasi hidung.3 permukaan sel. Jadi mencegah pemasukan
kedalam jaringan tubuh.
Silia  Ig G
Sel epitel dan sinus disukung oleh 50-300 silia Bekerja mengatur pertahan tubuh bersama-sama
dengan ukuran panjang 6-8 microns dan diameter 2-3 dengan Ig A. Jumlahnya lebih kecil ari Ig.
microns. Berfungsi mendorong mukus kearah hidung  Lisosim
dengan efektif dan cepat, sedangkan pengembalian Enzim ini terdapat dalam sel dan sekresi sinus.
silia gerakannya lambat. Selama pukulan efektif ujung Dapat membunuh secara spesifik terhadap
silia kontak dengan pinggir bawah lapisan gel. polisakharida dan mukopeptida yang ditemukan
Pengembaliannya menembus lapisan air (Watery sol dalam dinding sel organisme grampositif.
layer) dengan akibat debu dan partikel lain tertangkap  Lactoferin
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Diproduksi lokal, menghambat pertumbuhan
bakteri.
 Nonspesifik immune faktor
Neutrofil, eosinofil, dan makrofag. 1,2,3

DAFTAR PUSTAKA

1. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the Nose and


Paranasal Sinuses dalam Bailey B.J. 2006.
Maxillary, Ethmoid and Sphenoid Sinises in: Atlas
of Head and Neck Surgery Otolaryngology.
Lippincott Raven Publisher. Philadelphia. New York.
Page 1480-1499

2. Lee KJ.Essential Otolaryngology Head and Neck


Surgery: McGraw Hill ; 2003. h.596-608.

3. Andrew, J.M., Ronald, G.A 2001. Sinus Anatomy


and Function. In: Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. Third Edition. Edited by: Bailey
B.J. Lippincott-Raven Publisher. Washington
Square, Philadelphia. USA. 2001. page: 4313-421

4. Ballenger, J.J, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi


Hidung dan Sinus Paranasalis Dalam Penyakit
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian THT-
RSCM-FKUI. Binarupa Aksara, Jakarta. Indonesia.
1994. Hal: 1-27

5. Netter, Cinical Anatomy, 2005.

6.Graney, D.O., Baker, S.R. Anatomy. In: Head and


Neck Surgery Otolaryngology. Second Edition.
Edited by Cummings C.w. Mosby Year Book, Inc. St
Louis, Misouri. USA. 1993. page 627-639.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


RINOSINUSITIS

Latar Belakang
Sejak pertengahan tahun 1990-an, istilah hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya
“sinusitis” diganti menjadi “rinosinusitis”. Menurut polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.7
American Academy of Otolaryngology – Head & Neck
Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan Definisi
rinosinusitis (RS) karena dianggap lebih akurat dengan Rinosinusitis adalah semua peradangan mukosa
alasan:1,2 sinus paranasal. Rinosinusitis adalah semua
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan keradangan yang terjadi secara bersamaan pada rongga
lanjutan mukosa hidung hidung dan sinus paranasal.1,2,8,9,10
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis Rinosinusitis (termasuk polip hidung)
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus
dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
Perkembangan penelitian mengenai patofisiologi, gejala, salah satunya termasuk hidung
penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan kelainan tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung
pada sinus secara singkat dapat dilihat dalam dua anterior/posterior):11
rekomendasi para ahli yang dilakukan di Amerika ± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
Serikat dan Eropa. Para ahli di Amerika Serikat, ± penurunan/hilangnya penghidu
melalui rekomendasi Rhinosinusitis Task Force Dan salah satu dari temuan nasoendoskopi; polip
(RSTF) pada tahun 1996, merekomendasikan bahwa dan/atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan
rinosinusistis didiagnosis berdasarkan gejala klinis, atau edema/obstruksi mukosa di meatus medius
durasi gejala, pemeriksaan fisis, nasoendoskopi dan dan/atau gambaran tomografi komputer; perubahan
tomografi komputer.3 mukosa di kompleks ostiomeatal dan/atau sinus.
Namun demikian, gejala dan tanda klinis pada
semua penderita inflamasi kronik pada sinus tampak Klasifikasi
tumpang tindih, baik pada penderita yang disertai polip Menurut The Rhinosinusitis Task Force (RSTF):1,2
hidung atau tanpa polip hidung. Para ahli di Eropa, 1. RS akut : 4 minggu
melalui rekomendasi European Position Paper on 2. RS subakut : > 4-12 minggu
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) menegaskan 3. RS kronik : > 12 minggu
bahwa perbedaan antara penderita polip hidung dan 4. RS akut rekuren : ≥ 4 episode per tahun; tiap
rinosinusitis kronik harus berdasarkan pemeriksaan episode ≥ 7-10 hari resolusi komplit di antara
nasoendoskopi. Selain itu, rekomendasi ini episode
menegaskan bahwa polip hidung merupakan 5. RS kronik eksaserbasi akut : perburukan gejala
subkelainan dari rinosinusitis kronik.4 tiba-tiba dari RS kronik dengan kekambuhan
Bila mengenai beberapa sinus disebut berulang setelah pengobatan
multisinusitis dan bila mengenai seluruh sinus American Academy of Allergy, Asthma and
paranasal, disebut pansinusitis. Sinus maksila sering Immunology; American Academy of Otolaryngic
terkena, kemudian sinus etmoid, sinus frontal dan sinus Allergy; American Academy of Otolaryngology-Head
sfenoid. Penyakit ini berasal dari perluasan infeksi and Neck Surgery; American College of Allergy,
hidung, gigi, faring, tonsil atau adenoid. Tetapi dapat Asthma and Immunology; and American Rhinologic
juga terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, Society mengusulkan subklasifikasi lebih lanjut dari
berenang atau menyelam. Ikut berperan pula beberapa RS kronik adalah:1,2,12
faktor predisposisi yang menyebabkan obstruksi muara 1. RS kronik dengan polip, ditandai dengan mukosa
sinus maksila, sehingga mempermudah terjadinya polipoid dengan edema, infiltrasi eosinofil.
sinusitis seperti deviasi septum,hipertropi konka, Limfosit T dan B, serta kerusakan pada epitel
massa di dalam rongga hidung dan alergi.5,6 yang disebabkan oleh produk-produk aktivasi sel
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan eosinofil. Tipe ini berhubungan dengan
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter meningkatnya prevalensi polip hidung dan juga
umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki berhubungan dengan lebih luasnya gambaran
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan patologis kelainan sinus pada tomografi
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Yang komputer.
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke 2. RS kronik tanpa polip, yaitu bentuk RS kronik
orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat yang tidak disertai oleh tanda-tanda tersebut di
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi atas, namun ditandai oleh hiperplasia kelenjar
yang tak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan seromukosa submukosa yang jelas.
dini terhadap rinosinusitis ini sangat penting. Awalnya Klasifikasi sinusitis yang disebabkan oleh jamur
diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu dikategorikan ke dalam 4 grup:1,2
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


1. Fungus ball  Obstruksi ventilasi dan drenase sinus. Secara
2. Allergic fungal rhinosinusitis normal, sinus memiliki ventilasi yang baik
3. Acute invasive fungal rhinosinusitis dengan jumlah sekret mukus yang sedikit
4. Chronic granulomatous fungal rhinosinusitis yang mengikuti gerakan silia, menuju ostium
sinus dan dikeluarkan ke kavum nasi.
Beberapa faktor dapat menyebabkan stasis
sekresi sinus, yaitu:
Sinusitis paranasal diklasifikasikan berdasarkan lima  Tampon hidung
hal, yaitu: 8  Deviasi septum
- Gambaran klinis : akut, sub akut, kronis  Hipertrofi konka
- Lokasi : sinus etmoid, sinus  Edema ostium sinus karena rinitis alergi atau
maksila, sinus frontal, sinus sfenoid vasomotor
- Organisme penyebab : virus, bakteri, jamur.  Polip nasi
- Komplikasi : tanpa komplikasi, dengan
 Struktur abnormal pada rongga etmoid
komplikasi.
 Neoplasma
- Faktor pemberat : atopi,
imunosupresi, obstruksi ostiomeatal.  Stasis sekresi dalam kavum nasi. Normalnya,
sekresi hidung mungkin tidak masuk ke
Epidemiologi nasofaring karena kekentalannya (fibrosis
Insiden rinosinusistis akut dan kronis terus kistik) dan obstruksi (hipertrofi adenoid dan
meningkat, diperkirakan sekitar 10 - 15 % terjadi pada atresia koanal.
populasi di Eropa Tengah setiap tahunnya. Di Amerika  Serangan sinusitis sebelumnya. Pertahanan
Serikat terdapat 30 juta kasus rinosinusitis akut local mukosa sinus mengalami kerusakan.
bakterial setiap tahunnya, di negara ini jumlah  Lingkungan. Udara dingin dan kering,
penderita sinusitis akut yang berobat ke dokter adalah lingkungan berpolusi, dan kebiasaan
0,5 – 2,0 % pada dewasa dan 5 – 10 % pada anak dari merokok.
semua penyakit infeksi saluran napas atas.13  Daya tahan tubuh menurun. Adanya defisiensi
Data dari Divisi Rinologi Departemen THT nutrisi dan kelainan sistemik (diabetes,
RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah sindrom defisiensi imun), serta perubahan
pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 hormonal (kehamilan).
pasien, 69%nya adalah sinusitis.10  Bakteriologi. RS bakterial akut secara tipikal
Survei pendahuluan di bagian Rinologi-alergi Ilmu berawal dari infeksi viral pada saluran napas
Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) atas yang berlanjut lebih dari 10 hari. Dalam
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) didapatkan angka beberapa kasus, RS bakterial sekunder bisa
kunjungan penderita rinosinusitis akut periode Januari- jadi akibat sumbatan ostium karena edema
Desember 2009 tercatat 260 kasus, terdiri dari 121 mukosa dan kerusakan silia. Akhirnya, terjadi
laki-laki dan 139 perempuan.14 stasis mukus dan menjadi media pertumbuhan
kuman. Bakteri yang paling banyak
Etiologi dan Predisposisi menyebabkan RS akut di antaranya
A. Etiologi 1,2,9,10 Streptococcus pneumonia, Haemophilus
 Infeksi hidung. Mukosa sinus adalah lanjutan influenza, dan Moraxella catarrhalis.
dari mukosa hidung, sehingga infeksi dari
Genetik/psikologik Lingkungan Struktural
hidung dapat menjalar secara langsung
maupun melalui limfatik submukosa.
Penyebab terbanyak adalah rhinitis viral, Hiperaktif jalan Alergi Deviasi septum
diikuti invasi bakteri. napas
 Berenang dan menyelam. Air yang terinfeksi
dapat masuk ke sinus melalui ostium. Gas Imunodefisiensi Merokok Chonca bullosa
klorin berkadar tinggi dalam kolam renang Sensitif aspirin Polusi Paradoxic middle
juga dapat memicu inflamasi oleh zat kimia. turbinate
 Trauma. Fraktur atau luka tusuk pada sinus
frontal, maksila dan etmoid dapat menjadi Disfungsi silia Virus Haller cells
infeksi pada mukosa. Sama seperti
barotraumas yang diikuti oleh infeksi. Fibrosis kistik Bakteri Frontal cells
 Infeksi gigi. Penyebab utama sinsusitis Penyakit autoimun Jamur Skar
maksilaris. Infeksi dari gigi molar atau
premolar.
B. Predisposisi1,2,9,10

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Kelainan Stres Inflamasi tulang  Pada operasi ditemukan materi jamur berwarna
granulomatosa Anomali coklat kehitaman dan kotor dengan/tanpa pus.
kraniofasial
Benda asing
Infeksi gigi
Trauma mekanik
Barotrauma
Etiologi rinosinusitis16

Patofisiologi1,11,12
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-
ostiumnya dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam Gambaran
KOM. Mukus mengandung substansi antimikrobial endoskopi sinusitis jamur15
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk saat inspirasi. 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya  Jamur dapat menstimulasi respon imun mukosa
berdekatan sehingga bila terjadi edema, mukosa yang sinonasal, menyebabkan sinusitis alergi jamur.
berhadapan saling bertemu sehingga silia tidak dapat  Secara tipikal, mukosa polipoid terlihat di
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi bagian anterior membentuk suatu “massa”
tekanan negatif dalam sinus, menyebabkan terjadinya yang terdiri dari musin, materi jamur, kristal
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini dianggap Charcot-Leyden dan eosinofil.
sebagai rinosinusitis non-bakterial, biasanya sembuh  Penebalan mukosa dan bony remodeling adalah
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini
tanda khas dari proses ini.
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik pertumbuhan kuman. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
Diagnosis
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
Anamnesis
antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena
ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi Gejala Mayor Gejala Minor
hipoksia dan tumbuh bakteri anaerob. Mukosa makin
• Nyeri/rasa tertekan di wajah • Nyeri
membengkak dan merupakan rantai siklus yang terus
• Rasa penuh di wajah kepala
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
• Hidung tersumbat • Demam
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tidakan • Hidung (pada RS
berair/bernanah/perubahan kronik)
operasi.
warna ingus • Bau
Sinusitis Jamur1,2,10,16 • Penurunan/berkurangnya mulut
1. Sinusitis jamur invasif penghidu • Mudah
• Nanah dalam rongga hidung lelah
 Terjadi pada pasien diabetes dan pasien
• Demam (hanya RS akut) • Sakit gigi
imunosupresi.
• Batuk
 Jamur patogen: Aspergillus, Mucor dan • Nyeri/ras
Rhizopus a tertekan/rasa
 Pada pemeriksaan patologi terlihat invasi penuh di
jamur ke jaringan dan pembuluh darah. telinga
 Mukosa kavum nasi berwarna biru-kehitaman
Gejala rinosinusitis.1,2
disertai septum yang nekrotik.
 Bersifat kronis progresif, dapat menginvasi Kriteria diagnosis:1
sampai ke orbita atau intrakranial.  Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor
2. Fungus ball
dan dua gejala minor (sangat mendukung riwayat
 Merupakan kumpulan jamur di dalam rongga rinosinusitis)
sinus membentuk suatu massa, tanpa invasi ke  Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala
dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang,
mayor hidung atau lainnya (tidak mendukung
sering mengenai sinus maksila.
riwayat rinosinusitis)
 Jamur patogen: Aspergillus  Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor
 Gejala klinis menyerupai sinusitis kronik hidung atau lainnya (tidak mendukung riwayat
(rinore purulen, post nasal drip, halitosis) rinosinusitis).

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Beratnya penyakit11
Penyakit ini dibagi menjadi ringan, sedang, dan 2. Rinosinusitis Kronik dengan/tanpa polip
berat berdasarkan skor total Visual Analog Scale (VAS) Gejala tersering dari RS kronik adalah hidung
0-10 cm; ringan = 0-3 cm, sedang = >3-7 cm, berat = berair, hidung tersumbat, rasa penuh di wajah, dan
>7-10 cm. nyeri/rasa tertekan di wajah. Pasien RS dengan
Untuk evaluasi nilai total pasien, diminta untuk polip lebih sering mengeluh hiposmia dan sedikit
menilai pada suatu VAS jawaban dari pertanyaan: nyeri/rasa tertekan di wajah daripada pasien RS
berapa besar dari gejala rinosinusitis saudara? tanpa kronik. Pasien RS kronik tanpa polip juga
lebih sering terinfeksi bakteri dan membaik setelah
diobati.2
Gejala lebih dari 12 minggu11
Dua atau lebih gejala, salah satu termasuk
hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Visual analog pain scale3
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer
Nilai VAS >5 mempengaruhi kualitas hidup pasien.
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.
Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20) merupakan
Pada anak-anak harus ditanyakan faktor
kuisioner untuk menilai derajat beratnya gejala RS
predisposisi lain seperti defisiensi imun dan GERD.
kronik yang diisi oleh penderita, yang terdiri atas 20
pertanyaan gejala RS. Setiap pertanyaan diberi nilai.17
Pemeriksaan Fisik11
 Skor 1 bila tidak didapatkan gangguan
 Pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)
 Skor 2 bila didapatkan gangguan ringan
 Pemeriksaan mulut (post nasal drip)
 Skor 3 bila keluhan dirasakan cukup mengganggu
 Singkirkan infeksi gigi
 Skor 4 bila keluhan dirasakan sangat mengganggu
 Skor 5 bila keluhan dirasakan mengganggu sangat Evaluasi Endoskpoik11
ekstrim Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi:
Tingkat skor SNOT secara keseluruhan dinilai  RS kronik tanpa polip. Tidak terlihat adanya
berdasarkan dari total skor. polip di meatus medius, jika diperlukan setelah
pemberian dekongestan (definisi ini menerima
Lamanya penyakit11 bahwa terdapat spektrum dari RS kronik
 Akut : < 12 minggu, resolusi komplit termasuk perubahan polipoid pada sinus/dan
gejala atau meatus medius tetapi menyingkirkan
 Kronik : > 12 minggu, tanpa resolusi gejala penyakit polipoid yang terdapat pada rongga
komplit, termasuk kronik eksaserbasi akut. hidung untuk menghindari tumpang tindih).
 RS kronik dengan polip. Polip bilateral yang
1. Rinosinusitis Akut terlihat dari meatus medius.
Diagnosis RS bakterial akut dibuat bila  Melakukan evaluasi diagnosis dan
infeksi virus pada saluran napas atas tidak teratasi penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan
dalam 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari. primer
Gejala berat secara tidak langsung menimbulkan  Mengisi kuisioner untuk alergi, jika positif
komplikasi di kemudian hari, dan pasien tentunya dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
tidak menunggu 5-7 hari sebelum mendapat
pengobatan.1,2
Gejala kurang dari 12 minggu11
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala,
salah satu termasuk hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret
hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Dengan interval bebas gejala bila terjadi Polip kecil yang terlihat pada meatus medius
rekurensi kiri16
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Ditanyakan apakah ada sumbatan hidung
unilateral, epistaksis, gangguan visus, dan
defisit neurologis. Perlu dilakukan endoskopi
nasal dan pencitraan CT scan.

Medikamentosa
A. Rinosinusitis Akut
Tujuan terapi adalah eradikasi bakteri
patoetiologi sehingga klirens mukosiliar menjadi
Sekret purulen pada meatus medius kiri17 normal kembali, meredakan gejala lebih cepat dan
mencegah komplikasi sekunder.1
Pencitraan11 Terapi empirik antibiotik harus berdasarkan
Foto polos sinus paranasal tidak kuman patogen (S. pneumoniae, H. influenzae dan
direkomendasikan. Tomografi komputer juga M. catarrhalis) dan juga pola resisten dari
tidak direkomendasikan, kecuali terdapat: pathogen yang dicurigai. Kira-kira 25% S.
 Penyakit sangat berat pneumoniae tidak sensitif penisilin disebabkan
 Pasien dengan penurunan imunitas perubahan penicillin-binding proteins, dan resisten
makrolid dan trimetofin/sulfametoksazol
 Tanda komplikasi
(TMP/SMX). Hampir semua kuman M.
catarrhalis (90%) dan H. influenza menghasilkan
Pemeriksaan Laboratorium
beta-lactamase yang diinaktifkan oleh antibiotik
Pemeriksaan mikrobiologik dan kultur
beta-lactamase.1,2
resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
Pemilihan AB tergantung beratnya penyakit
dari meatus media/superior, untuk mendapat
dan riwayat pemakaian AB dalam 4-6 minggu:1,2
antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila
 Ringan dan tidak ada riwayat pemakaian AB.
diambil sekret dari sinus maksila.10
Jika curiga adanya sinusistis jamur, dapat Direkomendasikan amoksisilin klavulanat
dilakukan kultur aspirasi secara endoskopi (1,75-4 gr/250 mg/hari atau 45-90 mg/6,4
dengan pewarnaan jamur. Jika hasilnya negatif mg/kg/hari untuk anak), amoksisilin (1,5-4
dan gejala klinik mendukung ke arah sinusitis g/hari atau 45-90 mg/kg/hari untuk anak),
jamur, dapat dilakukan biopsi dengan potong atau cefpodoksim, cefurosim, atau cefdinir.
beku.18 Untuk dewasa yang alergi beta-lactamase
diberikan TMP/SMX, doksisiklin atau
Diagnosis Banding2 makrolid, sedangkan anak yang alergi beta-
lactamase diberikan TMP/SMX atau makrolid
 Rinitis Viral (Common Cold).
(azitromisin, klaritromisin dan eritromisin).
Common cold/RS viral akut didefinisikan
 Sedang dan ada riwayat pemakaian AB.
sebagai lamanya gejala < 10 hari. RS non-viral
akut didefinisikan sebagai perburukan gejala Direkomendasikan respiratory quinolone
setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 (gatifloksasin, levofloksasin atau
hari dengan lama sakit < 12 minggu. moksifloksasin), amoksisilin/klavulanat,
ceftriakson dan terapi kombinasi.
 Nyeri Temporomandibular Joint (TMJ).
Dewasa yang alergi beta-lactamase diberikan
Sering pasien menunjukkan mimik seperti
respiratory quinolone atau klindamisin dan
gejala sinusitis. Nyeri TMJ sering ditemukan
rifampin, sedangkan untuk anak diberikan
dan kualitas nyerinya juga berbeda-beda.
TMP/SMX, makrolid atau klindamisin.
Penting pada palpasi TMJ ditemukan nyeri
Bila dalam 72 jam tidak ada perbaikan dan
tekan dan “klik”.2
terjadi perburukan gejala, pasien harus direvaluasi.
 Nyeri Kepala dan Migrain. Terapi tambahan meliputi cuci hidung hidung dan
Migrain ditandai dengan nyeri kepala irigasi, analgesik (ibuprofen,
berdenyut, unilateral, sekitar 4-72 jam. Migrain asetaminofen),mukolitik (guaifenesin) dan
dapat terjadi dengan atau tanpa gejala dekongestan oral (pseudoefedrin).1,8
neurologis, seperti gangguan visus atau
kelumpuhan. Adanya aura, gejala singkat, dan B. Rinosinusitis Kronik
respon terhadap pemberian obat seperti alkaloid Pemberian AB pada RS kronik adalah
ergot. kontroversi bila penyebab dasarnya belum
 Nyeri trigeminal. diketahui.1
Neuralgia trigeminal jarang terjadi, tapi Pilihan terapi meliputi:1,2
menyebabkan serangan hebat di sepanjang  Antimikroba. Idealnya pilihan AB berdasarkan
nervus trigeminal. kultur secara endoskopik, tetapi bila ini tidak
 Neoplasma Sinus.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dapat dilakukan, dapat diberikan AB empirik
(paling sedikit 3-6 minggu), misalnya
amoksisilin/klavulanat, respiratory quinolone, Penatalaksanaan sinusitis jamur meliputi:1,2,10
klaritromisin, sefalosporin generasi kedua 1. Sinusitis jamur invasif
(sefuroksim, sefpodoksim, sefdinir) dan  Debridemen (bila perlu termasuk kavum
doksisiklin. orbita)
 Kortikosteroid. Steroid nasal topikal adalah  Terapi antifungal secara intavena
yang paling sering diberikan. Steroid sistemik  Stabilisasi penyakit
juga dapat diberikan, khususnya untuk pasien immunocompromised
RS kronik dengan polip.  Stabilasi penyakit diabetes
 Terapi tambahan. Irigasi nasal dan mukolitik 2. Fungal ball. Dilakukan ekstirpasi komplit
(guaifenesin). dari massa jamur.
 Penatalaksanaan alergi. Dilakukan pada pasien 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
dengan riwayat alergi, dengan cara kontrol  Pembedahan primer diikuti pemberian
lingkungan, steroid topikal dan imunoterapi, steroid nasal topikal pasca operasi
sehingga dapat mencegah rinitis eksaserbasi  Imunoterapi dan steroid sistemik (bila
serta progesifitas dari sinusitis. perlu) untuk mengurangi rekurensi
 Antifungal topikal juga dapat diberikan
AB RS RS
oral ak kro
ut nik Pembedahan
S. H. M. S. An Enteric Maksimal terapi medikamentosa adalah 4-6
pneu infl catar au aer minggu (AB, steroid nasal dan steroid sistemik),
moni ue rhalis reu ob selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk pembedahan.
ae nz s es
ae
Pembedahan dilakukan bila ada kelainan mukosa dan
Penisi + 0 0 0 ± 0 sumbatan KOM, dengan panduan CT scan atau
lin/am endoskopik. Pasien dengan kelainan anatomi atau polip
oksisil sinonasal lebih respon terhadap terapi pembedahan.2
in
Sefalo
sporin ± 0 0 + 0 0 A. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
Gen. I + + + + 0 ± FESS adalah tindakan pembedahan pada
Gen. ± + + ± 0 + rongga hidung dan atau sekitarnya dengan bantuan
II endoskop fiber optik.8
Gen.
III Indikasi pendekatan endoskopi sama dengan
Amok + + + + + + pendekatan intranasal dan eksternal yang lain dan
sisilin/ secara umum meliputi :2,8
klavul
 Sinusitis akut rekuren
anat
Makro ± ± ± + 0 0  Sinusitis kronis
lid  Sinusitis karena jamur alergi
Klind + 0 0 + + 0
amisin  Rinosinusitis hipertrofi kronis (polip)
Imipe + + + + + +  Polip antrokoanal
nem*/  Mukokel di dalam sinus
Merop
enem* Keberhasilan FESS sangat bergantung pada
TMP/ - + + ± 0 + perawatan pasca operasi, yaitu endoskopi nasal
SMX serial(dengan debridement), kultur dan resistensi
Quino ± + + ± 0 + kuman (pemilihan AB) dan terapi lain (steroid
lon
(lama) nasal topikal dan steroid sistemik. Perbaikan
atau gejala setelah terapi FESS adalah lebih dari
amino 90%.1,2
glikos
id
Quino + + + + ± +
Komplikasinya meliputi:2
lon  Trauma pada dinding medial orbita
(terbar  Hematom dan perdarahan yang dapat menekan
u)
nervus optikus dan menyebabkan kebutaan
Aktivi ± 30- +>
tas 0 80% 90  Kerusakan lapisan kribifrom sehingga
<30% % menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal
Tingkat efisiensi antibiotik oral2  Herniasi komponen otak
 Meningitis

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


 Perdarahan intrakranial  Dilakukan pengulangan antrostomi
apabila diperlukan.
 Apabila tidak ada indikasi antrostomi
ulang, pasien dikontrol di klinik satu
minggu setelah tindakan, untuk
menilai keberhasilan terapi.

2. Antrotomi Caldwell-Luc8
Antrotomi Caldwell-Luc adalah tindakan
pembedahan membuka dinding depan sinus
maksilaris, mengeluarkan pus maupun jaringan
Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai patologis.
area di sekitar hidung16 Indikasi operasi:
 Tumor jinak
 Empiema kronis yang resisten dengan
pengobatan konservatif
Perawatan pasca bedah:8
 Fraktur komplikata maksila
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya operasi dengan anestesi umum.  Eksplorasi
2. Antibiotik Komplikasi
3. Penatalaksanaan komplikasi.  Kerusakan saraf infraorbita
4. Follow-up  Kerusakan akar gigi
 Pengangkatan tampon.  Kerusakan dasar orbita
 Penilaian keberhasilan pengobatan.  Hipestesi atau parestesi pipi
 Kerusakan bola mata
B. Prosedur Terbuka  Emfisema subkutan
1. Antrostomi2,8  Kerusakan saraf alveol superior dan soket
Antrostomi adalah tindakan pembedahan gigi
membuat lubang ke sinus maksilaris dengan  Edem berkepanjangan
menembus dinding medialnya pada meatus
 Infeksi
inferior untuk mengeluarkan pus dan
memperbaiki drainase.  Perdarahan
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris  Pembengkakan wajah
sebagai upaya memfasilitasi pengeluaran pus  Fistula oroantral
dan atau memperbaiki drainase. Perawatan pasca bedah
Komplikasi 1. Penderita di rawat inap.
 Cedera orbita : hematom orbita, diplopia, 2. Antibiotik
kebutaan 3. Penatalaksanaan komplikasi
 Emboli udara 4. Follow-up
 Insersi trokar lebih didepan dari dinding  Pengangkatan tampon
depan antrum dan selanjutnya ke jaringan  Penilaian keberhasilan pengobatan
lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
 Perdarahan
 Perlukaan saluran dan kantong
nasolakrimal
 Mati rasa
 Parestesi
 Trauma gigi
Perawatan pasca bedah, meliputi:
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya antrostomi dengan anestesi
umum.
2. Antibiotik
3. Penatalaksanaan komplikasi
4. Follow-up

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


RujTiABBerTStSeGeCoOnKePerPengobat
e derjmasuakbedr+almonotskaigaisdnkant ec or al dni d
berat, drainase abses
gannguan visus
Tromboflebitis Nyeri orbita Medikamentosa
sinus bilateral, , drainase sinus
kavernosus kemosis, (sering),
proptosis, antikoagulan
oftalmoplegia
Tindakan drainase sinus mungkin terbatas pada
aspirasi sinus maksila atau endoskopik atau operasi
sinus terbuka, tergantung keparahan gejala,
pemeriksaan fisik, lamanya pengobatan, dibutuhkan
kultur untuk terapi AB.

Komplikasi orbita dari sinusitis16

Asal Proses penyakit


dan
penatalaksanaan
Meningitis Sinus etmoid, Komplikasi
sinus sfenoid paling sering,
medikamentosa
Abses Sinus frontal Medikamentosa,
epidural drainase sinus dan
Skema penatalaksanaan RS akut pada dewasa abses (kadang-
untuk pelayanan kesehatan primer11 kadang)
Abses Sinus frontal Morbiditas dan
subdural mortalitas tinggi
Komplikasi neurologik,
Disebut komplikasi bila infeksi sudah menembus medikamentosa
dinding sinus ke organ sekitar, meliputi:11 agresif (steroid
a. Lokal : mukokel, kista retensi mukus, dan
osteomielitis (tulang frontal dan maksila) antikonvulsan),
b. Orbital drainase sinus dan
c. Intrakranial abses (kadang-
d. Descending infection: otitis media akut atau kronik, kadang)
faringitis dan tonsillitis, laryngitis persisten dan Abses Sinus frontal Morbiditas dan
trakeobronkitis intraserebral (jarang; sinus mortalitas tinggi
e. Fokal infeksi. etmoid dan neurologik,
sinus sfenoid biasanya gejala
Temuan klinis Penatalaksanaan tidak tampak,
Selulitis Bengkak Medikamentosa medikamentosa
preseptal kelopak mata, (jarang, agresif (steroid
otot drainase abses dan
ekstraokular sekunder) antikonvulsan),
intak, visus drainase sinus dan
normal abses (sering)
Selulitis Edema orbita Medikamentosa Tromboflebitis Sinus frontal Morbiditas dan
orbital lebih difus, (drainase sinus) vena mortalitas tinggi
kerusakan otot neurologik,
ekstraokular, medikamentosa
biasanya visus agresif (steroid
normal dan
Abses Proptosis, Medikamentosa antikonvulsan),
subperiosteal kerusakan otot , drainase sinus, antikoagulan
ekstraokular drainase abses (kontroversi),
Abses orbital Exoftalmos Medikamentosa drainase sinus dan
berat, kemosis, , drainase sinus abses (sering)
oftalmoplegi (sering), Paling banyak pasien dengan komplikasi intrakranial

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


memiliki pansinusitis unilateral atau bilateral 8. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher. Buku Acuan
Komplikasi intrakranial dari sinusitis16 Modul Sinus Paranasal. 2008.

9. Dhingra PL, Disease of Ear, nose and Throat.


Prognosis2 Fourth Edition. New Delhi; 2009; p. 178-191.
Prognosis RS akut adalah sangat baik, kira-kira
70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Antibiotik
hanya diperlukan bila ada gejala. RS kronik memiliki
masalah yang lebih rumit, jika penyebabnya adalah 10. Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar
struktur anatomi yang perlu dikoreksi, maka prognosis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
menjadi lebih baik. Lebih dari 90% pasien mengalami Kepala dan Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
perbaikan dengan intervensi bedah. Bagaimana pun, 2010.
penyakit ini sering kambuh, sehingga tindakan
preventif adalah hal yang sangat penting. 11. Fokkens W, Buku Saku European Position Paper
on Rhinosinusitis and Nasal Polyp 2007.

12. Berger G, Kattan A, Bernheim J, Ophir D.


polipoid Mucosa with Eosinophilia and glandular
hyperplasia in Chronic Sinusitis. Laryngoscope;
2002; p 112.

13. King HC, Antimicrobial treatment guidelines for


DAFTAR PUSTAKA acute bacterial rhinosinusitis. Sinus and allergy
Health partnership. Otolaryngology Head-Neck
1. Lee K.J. Essensial Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2000; 123: 5 – 31.
Surgery. Ninth Edition. Mc Graw Hill Medical.
New York; 2008; p. 383-392. 14. Bagja P, Pengaruh Larutan Pencuci Hidung Air
Laut Fisiologis Terhadap Transpor Mukosiliar
2. Lalwani K Anil. Current Diagnosis & Treatment Hidung pada Penderita Rinosinusitis Akut. Tesis.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Edition. Mc Graw Hill Lange. New York; 2008; Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
p. 273-281. Universitas Padjajaran. Bandung; 2010.

3. Benninger M, Ferguson B, Hadley J. Adult 15. Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose,
Chronic Rhinosinusitis Head and Neck Surgery; Throat, Head and Neck Surgery. Second Edition.
2003; p. 129. London; 2000.

4. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. 16. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis
Complication in sinus diseases. Diseases of Current Concept and Management. In : Bailey ed.
sinuses diagnosis and management; 2001;169- Otolaryngology- Head and Neck Surgery. Second
176. Edition. Philadelphia. Lippincot-Raven
Publisher;2006; p. 441-445.
5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and
Phisiology of The Nose and Accessory Sinuses in 17. Piccirillo JF, Merrit MG, Richards ML.
Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck. Psycometric and Clinimetric Validity of the 20-
13th ed. Philadelphia; 2003; p. 1 – 25. item Sino-nasal Outcome Test (SNOT-20).
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2002.
6. Blumenthal MN. Alergic Conditions in
Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR Jr.
Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of
Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia; 2004; p.195
– 205.

7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. FKUI. Jakarta; 2007.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


3.3 RINITIS ALERGI
sedang berat” tergantung dari gejala dan kualitas
hidup.
Rinitis alergi (RA) adalah suatu proses inflamasi
yang diperantarai oleh IgE setelah pajanan allergen
pada mukosa hidung yang menyebabkan adanya gejala Upaya menghindari alergen penyebab bukan sesuatu
hidung tersumbat, beringus dan bersin.1-2 Walaupun yang mudah dilaksanakan, mengingat alergen hirup
penyakit ini tidak bersifat fatal dan sering dianggap utama rhinitis alergi ialah debu rumah dan tungau debu
tidak serius, namun pada keadaan tertentu dapat rumah yang setiap saat tetap ada di sekitar penderita.
menyebabkan masalah dalam gangguan kualitas hidup Penatalaksanaan rinitis alergi atas rekomendasi ARIA-
berupa gangguan belajar disekolah, bekerja, gangguan WHO 2001 ini merupakan strategi yang
prestasi kerja, gannguan saat tidur dan bersantai. mengkombinasikan pengobatan penyakit saluran nafas
Akibat tidur yang terganggu penderita sering merasa atas dan bawah dari sudut manfaat dan keamanan yaitu
letih dan lesu di siang hari, sulit berkonsentrasi, sakit penghindaran allergen, pengobatan medikamentosa,
kepala bahkan harus membawa saputangan atau tissue imunoterapi spesifik, edukasi, dan tindakan bedah
kemana-mana untuk membersihkan hidung sehingga dilakukan sebagai tindakan tambahan beberapa
terbatas dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang penderita yang sangat selektif.3
akibatnya dapat menyebabkan rasa frustasi, lekas
marah, rasa rendah diri dan depresi.1
Rinitis alergi mempunyai komorbiditas dan Definisi
komplikasi seperti asma, sinusitis, otitis media, polip Rinitis alergi (RA) adalah suatu gangguan fungsi
hidung, infeksi saluran nafas bawah yang dapat saling hidung yang terjadi setelah pajanan alergen melalui
memperburuk gejala dgn akibat pengobatan menjadi inflamasi mukosa hidung dengan diperantai IgE.
lama dan mahal.1 Gejala utamanya adalah hidung tersumbat, beringus,
Prevalensi rinitis Alergi cukup tinggi (10-25%) bersin-bersin, yang dapat sembuh spontan dengan atau
maka rinitis alergi merupakan masalah kesehatan dunia tanpa pengobatan.1-2
yang harus mendapat perhatian. Apalagi prevalensi Gejala lainnya dapat berupa rasa gatal di palatum,
rinitis meningkat pada dekade terakhir ini.1 kulit, mata dan paru-paru sebagai akibat reaksi
Berdasarkan penelitian pada penduduk amerika tahun hipersensitiv pada organ tersebut. Sebagai akibatnya
1997 kasus rinitis terbanyak pada kelompok usia 18-34 rinitis alergi dapat menyebabkan gangguan kualitas
tahun (40,1%), selanjutnya pada usia 35-49 tahun hidup melalui timbulnya rasa lelah, sakit kepala dan
(43,4%).3 Sedangkan di Indonesia belum ada angka kelemahan kognitif. Akibat lebih lanjut dapat
yang pasti walaupun di Jakarta dilaporkan disatu desa menyebabkan gangguan kualitas hidup berupa
sekitar Jakarta pada kelompok usia kurang dari 14 thn gangguan belajar di sekolah, bekerja, gangguan
rinitis alergi sebanyak 10,2%. 4 Sedangkan di Bandung bersantai dan gangguan tidur.1
prevalensi rinitis Alergi perennial pada usia 10 tahun
ditemukan cukup tinggi (5,8%).4 Data tersebut Klasifikasi
menunjukan tingginya angka insiden rinitis alergi pada Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2001
usia sekolah dan produktif. (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma- World
Mengingat penyakit ini mudah terjadi Health Organization), rinitis alergika diklasifikasikan
kekambuhan menimpa penduduk dan mahalnya biaya menurut adanya gangguan kualitas hidup menjadi
pengobatan, maka perlu diupayakan sedini mungkin ringan (mild), dan sedang-berat (moderate-severe),
penanganannya sebelum terjadi komplikasi. Untuk itu sedangkan berdasar waktu dibagi menjadi sewaktu-
diperlukan pengetahuan untuk mengenali penyakit waktu (intermitten) dan menetap (persisten).5
rhinitis alergika, bagaimana patogenesisnya,
menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang Klasifikasi rinitis alergi ARIA-WHO 20075
apa saja yang harus dilakukan serta manajemen Sewaktu-waktu Menetap
penatalaksanaan selanjutnya. Gejala: Gejala:
Pada saat ini kelompok kerja Allergic Rhinitis  < 4 hari per minggu  4 har
and Its Impact on Asthma (ARIA-WHO 2001)  Atau < 4 minggu  Dan
membuat klasifikasi rhinitis alergi menjadi intermiten
atau persisten. Berat ringannya tingkat gejala dapat Ringan Sedang-Berat
diklasifikasikan menjadi ringan (mild) atau sedang- Satu atau lebih
berat (moderate-severe).
 Tidur normal  Tidur terg
Klasifikasi baru rinitis alergi, yaitu dengan
menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup  Aktifitas sehari-hari saat olahraga dan saat  Aktifitas
serta berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam santai normal santai terg
penyakit “intermiten” atau “persisten” dan berdasarkan  Bekerja dan sekolah normal  Saat beker
derajat berat penyakit dibagi dalam “ringan” atau  Tidak ada keluhan yang mengganggu  Ada keluh

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Berdasarkan ARIA-WHO dikenal klasifikasi inhalasi), asal alergen, dan lain-lain. Aktivasi
rinitis alergi sebagai berikut: sistem imun tidak hanya membutuhkan paparan
1. Rinitis alergi ringan sewaktu-waktu (mild protein asing tapi juga disertai dengan adanya
intermittent) sinyal tanda bahaya (danger signal).
2. Rinitis alergi sedang berat sewaktu-waktu Jika antigen asing berupa virus, bakteri, atau
(moderate severe intermittent) parasit; danger signal diduga karena rusaknya
3. Rinitis alergi ringan menetap (mild persistent) jaringan oleh organisme-organisme tersebut, maka
4. Rinitis alergi sedang berat menetap (moderate pada alergen yang berupa protein asing, diduga
severe persistent) danger signal terjadi karena aktivitas enzim
proteolitik yang dimiliki oleh alergen tersebut
Alergen dan Sumber Alergen (ditemukan bahwa banyak alergen memiliki
Alergen adalah antigen yang menginduksi dan aktivitas enzim proteolitik). Sebagai tambahan,
bereaksi dengan antibodi IgE spesifik. Alergen dapat aeroalergen yang terinhalasi sebagai partikel
berasal dari binatang, serangga, tumbuhan, jamur dan (pollen grains, mold spores, house dust mite fecal
molekul kimia dengan berat molekul rendah seperti particles, animal dander, dll), yang berinteraksi
protein atau glikoprotein dan alergen hirup dan dengan jaringan saluran nafas akan menimbulkan
makanan. Alergen hirup ini sangat berperan terhadap inflamasi jaringan yang nonspesifik, yang dapat
terjadinya rinitis alergi. Peningkatan prevalensi rinitis juga berfungsi sebagai danger signal. Jika protein
alergi juga akibat peningkatan allergen tersebut. antigen terpapar pada sistem imun tanpa adanya
Terdapat 2 asal allergen yaitu dari dalam rumah dan danger signal, yang terjadi adalah toleransi
luar rumah. Alergen yang berada di dalam kamar tidur imunologis. Beberapa peneliti mempercayai bahwa
terutama tungau debu rumah menjadi sumber allergen mungkin terdapat efek ko-patogeni pada infeksi
utama. Badan tungau dan butiran fesesnya meupakan virus, yaitu pada fase sensitasi dan dalam
sumber utama allergen ini. Alergen luar rumah dapat menimbulkan reaksi alergi. Paparan terhadap
berupa serbuk bunga dan jamur.2,6 berbagai virus (misal RSV, dll) pada umur muda
Di Amerika prevalensi tungau debu rumah yang dapat merupakan predisposisi terjadinya sensitasi
terbanyak adalah tungau debu rumah alergi.
Dermatophagoides pteronyssinus (Dpt) dan
Dermatophagoides farina (Df) sedangkan didaerah b. Proses Sensitasi
subtropis dan tropis tungau debu terbanyak adalah Terjadinya reaksi alergi diawali dengan
Blomia tropicalis (Bt). Keberadaan tungau debu rumah pengenalan antigen/alergen oleh sel makrofag,
itu jua dipengaruhi dengan kelembaban udara dan monosit dan atau sel dendritik, yang ketiganya
suhu. Suhu berkisar 15-33oC dan kelembaban 55-75% berperan sebagai sel penyaji (APC, antigen
merupakan kondisi yang ideal untuk hidup tungau. presenting cells) dan berada di mukosa saluran
Bila kelembaban kurang dari 50% tungau akan nafas (antara lain dalam mukosa hidung).
mengering dan mati. Alergen lain yang banyak Antigen/alergen yang menempel pada permukaan
dilaporkan adalah kecoa yang hidup disekitar air, mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC.
kamar mandi, dan tempat makanan. Kemudian terjadi proses internalisasi ke dalam sel
Jamur merupakan allergen yang berasal dari dari APC, kemudian antigen/alergen tersebut
dalam dan luar rumah. Alergen ini menyukai tempat terfragmentasi, yang disebut fragmen pendek
yang kurang ventilasinya, gelap, lembab sebagai peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini
tempat tumbuh. kemudian bergabung dengan molekul MHC kelas
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan II (major histocompatibility complex class II) di
dapat memperberat rinitis. Polutan yang termasuk dalam retikulum endoplasma sel APC. Kompleks
allergen domestic dan polutan gas diantaranya asap peptida-MHC kelas II ini kemudian akan
rokok sebagai sumber utama, gas buang kendaraan dipresentasikan di permukaan sel APC. Jika APC
bermotor dan polutan atmosfir termasuk ozon, oksida juga terpapar oleh danger signal, maka APC akan
dari nitrogen dan sulfur dioksida.2,6 mengekspresikan molekul pada permukaan selnya
yang disebut B7. Molekul tersebut merupakan
Patogenesis aktivator poten untuk sel T-antigen spesifik.
Kompleks peptida-MHC kelas II yang
dipresentasikan kepada sel limfosit T (T- CD4+,
Menurut Peter S. Creticos, MD pada tahun 1988.7 sel Th0). Apabila sel Th0 ini memiliki molekul
Tahap Sensitasi reseptor spesifik terhadap molekul kompleks
a. Paparan Antigen Pertama peptida-MHC II, maka akan terjadi penggabungan
Penyakit alergi terjadi karena paparan antigen, kedua molekul tersebut. Selanjutnya sel APC akan
yang tergantung pada faktor-faktor seperti umur melepaskan sitokin, yaitu interleukin-1 (IL-1). IL-
saat paparan pertama, banyaknya zat paparan 1 ini akan mempengaruhi Th0, yang apabila
(contoh: jumlah antigen), tipe paparan (oral atau sinyal-kostimulator (pro-inflamatory second
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


signals) induksinya cukup memadai, maka akan
terjadi aktivasi dan proliferasi sel Th0 menjadi sel
Th1 dan Th2.

Skema peradangan alergi.8,9

Mediator yang telah terbentuk sebelumnya


(preformed), yang terlepas (histamin), mula-mula
Skema peradangan alergi.8,9 akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi, sehingga hidung beringus
Sel Th1 dan Th2 akan memproduksi berbagai (rhinorrhea). Efek lainnya adalah pada saraf vidianus
macam imunoregulator (sitokin) antara lain yaitu rasa gatal pada hidung, bersin-bersin, dan juga
interleukin-3 (IL-3), IL-4, IL-5 dan 1L-13. Sitokin IL- hipersekresi ketenjar (Sumarman, 2002). Selain itu
4 dan IL-13 akan ditangkap reseptornya pada yang terjadi adalah vasodilatasi dan penurunan
permukaan limfosit B-istirahat (resting B-cells), permeabilitas pembuluh darah dengan akibat
sehingga terjadi aktivasi limfosit B. Limfosit B yang pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala
menjadi aktif ini akan memproduksi IgE. Selain itu, sumbatan hidung. Selama RAFD mastosit juga
IL-13 dapat berperan sendiri dalam keadaan dimana melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari
kadar IL-4 rendah, sehingga molekul IgE akan ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylactic)
berlimpah dan berada di mukosa atau di peredaran dan NCFA (neutrophil chemotactic factor of
darah. (Sumarman, 2001 yang dikutip dari Naclerio anaphylactic). Kedua molekul tersebut menyebabkan
dkk, 1985 dan Geha, 1988). akumulasi sel eosinofil dan netrofil di organ sasaran.
Mastosit juga melepas berbagai newly-formed
Reaksi Alergi Fase Cepat Dini (RAFD) mediators antara lain prostaglandin-D2 (PGD2),
Molekul IgE yang beredar dalam sirkulasi darah leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, platelet activating
akan memasuki jaringan dan akan ditangkap oleh factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5,
reseptor IgE yang berada pada permukaan sel IL-6, GM-CSF, TGF, dll).
metakromatik (mastosit atau basofil). Mastosit dan Molekul-molekul mediator dan sitokin tersebut akan
atau basofil tersebut menjadi aktif. Apabila dua light masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan berperan
chain 1gE berkontak dengan alergen spesifiknya, kemudian dalam meningkatkan serta memperpanjang
maka akan terjadi degranulasi mastosit/basofil dengan reaksi alergi selanjutnya.
akibat terlepasnya mediator-mediator alergis. Reaksi
alergi yang terjadi akibat histamin tersebut dinamakan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
reaksi alergi fase dini (RAFD), yang mencapai Reaksi alergi fase cepat bila berlanjut terus akan
puncaknya pada 15-20 menit setelah paparan alergen menjadi reaksi a1ergi fase lambat, yang berlangsung
dan berakhir sekitar 60 menit kemudian. sampai 24-48 jam kemudian (Sumarman, 2002; yang
dikutip dari Kaliner, 1987; Lichienstein, 1988). RAFL
ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel-sel
radang yang berakumulasi di jaringan sasaran, dimana
puncak akumulasi pada 4 jam setelah paparan alergen.
Akumulasi sel-sel radang ini merupakan tanda khas
RAFL. Sel-sel yang mudah terlihat selama RAFL
adalah eosinofil dan limfosit, selain itu dapat pula
dijumpai mastosit dan basofil (Bascom dkk, 1988;
Bentley dkk, 1989; Sumarman, 1996).7
Setelah provokasi alergen, sel-sel inflamasi dalam
mukosa hidung yang jumlahnya paling konsisten
menunjukkan hubungan dengan tingkat beratnya
gejala adalah eosinofil.7 Sedangkan di permukaan
mukosa hidung hanya jumlah eosinofil aktif (EOS-
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


aktif) yang menunjukkan korelasi dengan tingkat 8. Sumarman, I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostik
Rinitis Alergi. Dalam Simposium Current and Future Aproach
beratnya gejala pasca provokasi alergen. Walaupun
in The Treatment of Allergic Rhinitis. Perhati Jaya THT
ditemukan juga penambahan jumlah akumulasi sel-sel FKUI/RSCM-Aventis Pharma. Jakarta, 2001. h1-20
radang lainnya (mastosit, basofil, dan netrofil) tidak
selalu menunjukkan hubungan konsisten dengan
tingkat gejala. Produk protein sel-sel tersebut lebih
berperan daripada jumlahnya. Misalnya basofil akan
melepas histamin, leukotrien dan berbagai sitokin;
sedangkan sel-sel mononuklear akan melepaskan
histamin releasing factors (HRFs) yang akan memacu
mastosit dan basofil melepas histamin lebih banyak
lagi.
Selama RAFL sel EOS-aktif akan melepas
berbagai mediator antara lain basic protein (MBP,
ECP, EPO, dll), leukotrien, dan berbagai sitokin.

Skema peradangan alergi.7

Meningkatnya serta berkelanjutannya gejala


rinitis alergi selama RAFL terutama merupakan akibat
langsung akumulasi sel eosinofil, mastosit/basofil, dan
limfosit dibantu oleh berbagai mediator dan sitokin
produk sel-sel radang tersebut. Sebagai indikator
sederhana untuk mengukur beratnya reaksi alergi
adalah jumlah sel eosinofil-aktif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bosquet J, van Cauwenberge, Khaltev N, Gruber-


Tapsoba T, Annesi I, Bacher C dkk. WHO Initiative Allergic
Rhinitis and its impact on asthma (ARIA). Supplm J Allergy
Clin Immunology. 2001. h108-47, 270

2. Li JT, Lockey RF, Bernstein IL, Portnoy JM, Nicklas


RA. Allergen Immunotherapy: a practice parameter. An
Allegy Asthma Immunology. 2003. h1-40

3. Sudiro, M. Kesesuaian Antara Jumlah Eosinofil Kerokan


Mukosa Hidung dan Tes Kulit Tusuk Dalam Menegakkan
Diagnosis Rinitis Alergi. Tesis. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung.2005.

4. Harianto. Sumarman, I. Madiadipoera, T. Prevalensi


dan Tingkat Gejala Rinitis Alergi Perenial Serta Sumber
Alergen Mite Dalam Kamar Tidur Penderita Pada Penduduk
Usia Diatas 10 tahun Didaerah Bandung Tahun 1998. Tesis.
Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Unpad. Bandung.2000.

5. Madiadipoera, T. Rinitis Alergi Dan Penatalaksanaannya


dalam: Pedoman Penatalaksanaan Alergi & Imunologi.
Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Cabang Bandung.
2006. h220-37

6. Naclerio, Robert. Clinical manifestations of the release


of histamine and other inflammatory mediators. J Allergy Clin
Immunol, 1999.h 103: S382-5.

7. Creticos PS. The consideration of immunotherapy in the


treatment of allergic asthma. J Allergy Clin Immunol 1998. h
105,559-74.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

EMBRIOLOGI TELINGA1,2
1. Telinga Luar e. Tulang-tulang pendengaran mulai
Perkembangan Prenatal berkembang pada 4-6 minggu pertama
a. Perkembangan daun telinga dari lengkung kehamilan.
brachial pertama dan kedua, dimulai umur 6 f. Tulang-tulang pendengaran berasal dari :
minggu kehamilan  Kepala malleus, short process dan
b. Lobulus adalah bagian terakhir pembentukan badan incus berasal dari kartilago arkus
daun telinga pertama (mandibular).
c. Cavum concha timbul dari lengkung branchial  Manubrium malleus, long process
pertama, mengalami invaginasi pada usia 8 incus, suprastruktur dari stapes berasal
minggu kehamilan untuk membentuk bagian dari kartilago arkus kedua (hyoid).
kartilago canalis auditorius externus. g. Tulang pendengaran mencapai ukuran orang
d. Meatus akustikus externus mengalami dewasa pada usia kehamilan 6 bulan
invaginasi menjadi inti epitel yang
padat/sumbat meatal. Pada usia kehamilan 6 Perkembangan Postnatal
bulan, sel epitel dari sumbat meatal ini a. Tuba eustachius mengalami penggandaan
mengalami degenerasi dan mengakibatkan dalam ukuran panjang disaat antara sejak lahir
kanalisasi bagian tulang dari kanalis smpai dewasa.
auditorius externus pars medial. b. Ujung mastoid kurang berkembang saat
e. Membran timpani berasal dari membrane lahir.
yang berada diantara lengkung brachial c. Sel udara mastoid berkembang secara
pertama dan kantung faringeal pertama signifikan di usia 2-3 tahun pertama
membrane timpani terbentuk dari ectoderm kehidupannya.
dari sumbat meatal, endoderm dari tonjolan d. Foramen stylomastoid menjadi lebih
tubotimpani, dan mesenkim dari arkus medial posisinya dengan berkembangnya
brachial pertama dan kedua. ujung mastoid.
Perkembangan Postnatal 3. Telinga Dalam
a. Bagian medial dari kanalis auditorius externus Perkembangan Prenatal
mengalami ossifikasi sekitar 2 tahun pertama a. Plakoda otic timbul di usia kehamilan 4
kehidupannya. minggu.
b. Kanalis auditorius externus mencapai ukuran b. Plakoda otic membentuk otic pit yang
orang dewasa sekitar usia 9 tahun. akan membentuk vesikula otic.
c. Sejak lahir membrane timpani hamper sama c. Vesikuls otic merupakan precursor labirin
ukurannya dengan oraang dewasa tapi masih membranoseus.
horizontal posisinya, semakin berkembangnya d. Ductus endolimfstikus dan saccus
kanalis auditorius externus maka posisi emanate berasal dari vesikula otic.
membrane timpani menjadi lebih vertical. e. Vesikuls otic terdiri atas 2 bagian :
d. Kartilago pinna berkembang sampai usia 10-  Dorsal (utricular) –utriculus,
12 tahun, mencapai sekitar 80% ukuran orang ductus semisrkularis dan ductus
dewasa saat berusia 8 tahun, meskipun endilimfatikus
demikian bagian lobulus masih terus
 Ventral (saccular)-sacculus dan
berkembang.
ductus cochlearis.
f. Organon corti terbentuk di dinding dari
2. Telinga Tengah
ductus cochlearis.
Perkembangan Prenatal
g. Kapsula otic terbentuk dari mesenkim di
a. Bagian distal resesus tubotimpani dari
sekitar vesikula otic.
kantung faringeal pertama menjadi cavum
h. Ruang perilimfatikus terbentuk disekitar
timpani
ductus cochlearis, memberi kontribusi untuk
b. Bagian proximal dari resesus tubitimpani
scala timpani dan vestibule.
menjadi tuba auditorius dan tuba eustachius.
i. Bagian dalam telinga matang dalam
c. Sel udara mastoid terbentuk dari ekspansi dari
ukuran dan fungsinya saat lahir.
cavum timpani pada perkembangan janin
lebih lanjut.
Perkembangan Postnatal
d. Landasan kaki stapes dan ligamentum
annulare timbul dari kaapsula otic.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Saccus dan ductus endolimfatikus berkembang Di samping itu, terdapat pula beberapa struktur yang
setelah lahir. terdapat dalam telinga tengah, diantaranya: saraf
fasialis, tuba eustakhius, m. tensor timpani dan m.
stapedius.7,8,9

ANATOMI TELINGA
Anatomi Telinga Luar3,4,5

Telinga bagian luar memiliki 2 bagian utama, yaitu


daun telinga (auricle) dan liang telinga (CAE). Daun
telinga yang berlekuk terdiri dari beberapa bagian yaitu
heliks, antiheliks, tragus, antitragus, konka, lobulus,
fossa triangularis, fossa skafoid. Yang berfungsi untuk
Anatomi telinga tengah
mengumpulkan sumber bunyi dan membantu
1. Membran timpani
menentukan lokalisasi suara. Daun telinga terdiri dari
Membran timpani memisahkan kavum timpani
jaringan otot, kulit, dan tulang rawan. Liang telinga
dari kanalis akustikus eksternus pada daerah
mempunyai panjang sekitar 25 mm pada bagian
lateral dari telinga tengah. Berbentuk ellips,
posterosuperior dan karena membran timpani yang
sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
berbentuk oblik pada bagian anteroinferior mempunyai
pendeknya 8-9 mm, dengan radius sekitar 4-5 mm.
panjang sekitar 30 mm. Liang telinga ini berhubungan
dengan ketebalan 0.1 mm dan pada anak letak
dengan membran timpani pada bagian medial dan
membran timpani hampir vertical, sedangkan pada
berbentuk seperti huruf S. Liang telinga terbagi atas 2
orang dewasa membentuk sudut 55 o dengan dasar
bagian, yaitu 1/3 luar merupakan tulang rawan dengan
kanalis akustikus eksternus. Bagian pinggir
lapisan epitel kulit dan submukosanya mengandung
membran timpani lebih tebal dan disebut annulus
kelenjar apokrin, sebasea, pembuluh darah, dan sel-sel
timpanikus yang melekat ke sulkus timpani dari os
rambut yang berfungsi untuk menghasilkan serumen,
temporal oleh cincin fibrokartilago, kecuali bagian
sedangkan 2/3 bagian dalam merupakan bagian tulang
yang tidak bersulkus sepanjang 5 mm yang
dilapisi oleh kulit tipis yang melekat pada periosteum.
disebut tympanic notch of Rivinus. Membran
Bagian dalam ini tidak mengandung sel rambut
timpani melekat pada manubrium malleus pada
maupun lapisan kelenjar. Lapisan epitel kulit pada
daerah short (lateral) processus sampai dengan
liang telinga merupakan kelanjutan dari lapisan
umbo. Umbo merupakan bagian ujung medial dari
epidermal (skuamosa) yang melapisi membran timpani
membran timpani.7,8,10
bagian luar.
Bagian utama dan terbesar dari membran timpani
adalah pars tensa, sedang bagian atas dari
membran timpani adalah pars flaksida (membran
Shrapnell) yang melekat langsung pada daerah
prosessus lateralis malleus antara kedua daerah
ujung tympanic notch of Rivinus, sampai daerah
annular rim sehingga membentuk segitiga kecil
yang ditutupi oleh membran tipis dan longgar.

Membran timpani terdiri dari 3 lapisan:7,8,10


1. Lapisan lateral (luar), merupakan lapisan
Anatomi telinga luar5 epitel skuamousa, yang merupakan kelanjutan
dari lapisan epitel kulit kanalis akustikus
Anatomi Telinga Tengah eksternus.
2. Lapisan tengah, yang terdiri dari lapisan
Telinga tengah merupakan suatu ruangan yang berisi serabut serat fibrosa kolagen dalam jumlah
udara yang dibayangkan sebagai suatu kotak dengan yang banyak, dan terdiri dari serabut yang
enam sisi, dengan dinding posterior yang lebih luas berjalan radier dari arah manubium mallei
dari dinding anteriornya sehingga membentuk kotak perifer, di mana pada lapisan pars flaksida
seperti baji.6 mengandung jumlah yang sedikit, serta
Ada beberapa bangunan yang turut menyusun telinga serabut yang berjalan sirkuler yang terletak di
tengah : sebelah dalam dari serabut radier. Serabut
1. Membran timpani sirkuler pada daerah perifer membran timpani
2. Tulang pendengaran, dan akan mengalami penebalan fibrous annulus
3. Kavum timpani
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


tympanikus. Kedua struktur ini bertanggung 1. Malleus
jawab terhadap ketebalan dari pars tensa dan 2. Inkus
kualitas dari penutupan pars flaksida pada 3. Stapes
daerah prosessus leteralis malleus.
3. Lapisan dalam, merupakan lapisan mukosa 2.1 Malleus7,13
yang merupakan kelanjutan dari lapisan Tulang pendengaran yang berbentuk seperti
mukosa kavum timpani.1,9,10 kampak (hammer), merupakan tulang
pendengaran terbesar dengan panjang sekitar
Bagian medial dari pars flaksida sampai medial 8-9mm dan berat sekitar 23 mg yang terdiri
dari leher malleus disebut dengan ruang Prussak, dari kepala, leher dan 3 buah prosessus:
di mana ruangan ini merupakan tempat utama 1. Manubrium, yang akan berjalan sepanjang
terjadinya ekstensi kolesteatom. Di daerah lateral membran timpani sampai ke umbo
inkus sampai dengan bagian lateral dari attic 2. Prosessus anterior
terdapat ruangan yang meupakan tempat sering 3. Prosessus lateral (pendek)
terdapatnya kolesteatom kedua setelah ruang Bagian kepala dari malleus merupakan bagian
Prussak. Pars tensa normalnya translucent, utama dari epitimpanum (atik) yang didukung
sehingga kita dapat prosussus longus dari inkus oleh banyak ligament yang melekat.
dan sendi incudistapedial pada kuadran posterior
dari membran timpani.7,8,9 2.2 Inkus7,13
Inkus mempunyai bentuk seperti anvil.
Bagian atap dari membran timpani adalah tegmen Tulang pendengan ke 2 dan terbesar
timpani, yamg merupakan lapisan tulang tipis mempunyai berat sekitar 27 mg. Terdiri dari
yang memisahkan rongga telinga tengah dengan badan dengan 2 prosessus, yaitu prossesus
rongga cranial. Di bagian depannya akan terdapat panjang dan pendek. Badan dari malleus
saluran kanal untuk keluarnya m. tensor timpani. berhubungan dengan kepala dari inkus
Pada anak, di manna sutura petroskuamosanya melalui incudomalleal joint. Prosessus yang
tidak mengeras di daerah tegmen timpani ini akan pendek terproyeksi pada daerah
menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi secara posteroinferior dari resessus epitimpani.
langsung dari kavum timpani ke lapisan meningen Posisi ini menjadi tanda penting (landmark)
middle cranial fossa. Pada orang dewasa, perforasi pada operasi mastoidektomi. Sedangkan
pada daerah ini akan mengakibatkan infeksi pada prosessus panjang akan berjalan ke bawah
daerah middle cranial fossa secara langsung. Pada sejalan dengan manubrium mallei dan pada
bagian posterior dari tegmen timpani tersebut bagian akhirnya akan berputar ke arah medial
akan berlanjut menjadi tegmen mastoid.9,10,11 membentuk peosessus lentikularis, yang akan
berhubungan dengan kepala (capitulum) dari
stapes melalui incudostapedeal joint.

2.3 Stapes7,13
Mempunyai bentuk seperti sanggurdi. Tulang
pendengaran ke-3 dan merupakan tulang
terkecil dari tubuh yang mempunyai berat
sekitar 2,5 mg. terdiri dari: kepala
(capitulum), leher, dan 2 buah kaki dan
sebuah alas (footplate). Bagian arkus yang
anterior mempunyai ukuran yang lebih
pendek dari postior. Ke-3 bagian bagian
pertama akan membentuk sebuah arkus
stapedeus yang akan melekat pada footplate.
Membran timpani 11 Pada bagian leher merupakan tempat
perlekatan dari m. stapedeus.
2. Tulang pendengaran
Pada daerah telinga tengah terdapat 3 buah tulang
pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar
pada transmisi energi suara dengan proses vibrasi
dan memperkuat energi suara tersebut selama
proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke
telinga bagian dalam melalui foramen
ovale.7,8,9,12,13
Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah:
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Ossicles menjadi sel kuboid dan epitel strarified yang tidak
mengandung kelenjar untuk sekresi. Silia
berfungsi untuk menyapu lender atau benda asing
ke arah nasofaring dan gerakannya melawan
gravitasi. Aktivitasi silia ini berlangsung dengan
baik pada pH 7,5 dengan suhu terendah 13oC dan
suhu maksimal 40oC. 7,8,9,13

Kavum timpani berdasarkan bentuk topografinya


dibagi atas 3 ruangan: 7,8,9,13
2-6-08 EV/LR 37
1. Epitimpanum (atik): di daerah batas atas
membran timpani
2. Mesotimpanum: di antara membran timpani
dan promontorium
3. Hipotimpanum: di bawah batas bawah
membran timpani.

Epitimpanum berisi beberapa organ seperti:


kepala malleus, incudostapedeal joint, badan
inkus dengan berbagai macam ligament yang
melekat padanya. Pada bagian anterior akan
berhubungan langsung dengan sistem sel udara
Tulang-tulang pendengaran11 dari mastoid. Pada bagian medial akan
3. Kavum timpani berhubungan dengan bagian anterior dari kanalis
Merupakan suatu ruangan di telinga tengah yang semisirkularis superior dan lateral dan bagian
terletak di dalam tulang temporalis, berbentuk segmen horizontal dari kanalis fasialis. Pada
irregular yang berisi udara, yang berasal dari bagian lateral akan berhubungan dengan pars
ruang nasofaring melalui tuba eustakhius untuk flaksida dan tepi posterosuperior dari liang telinga
selanjutnya ke nasofaring dan pada bagian (scutum). Pada bagian depan dari kepala malleus
posteriornya akan berhubungan dengan system sel terdapat the anterior epitympanic recess
udara dari rongga mastoid dan bagian petrosus (supratubal recess). Di mana resessus ini sangat
dari tulang temporal. Pada bagian lateral akan penting untuk dilihat pada saat operasi, terutama
berbatasan dengan membran timpani.7,8,9,13 untuk mengangkat penyakit secara utuh.7

Kavum timpani terbagi atas 2 ruangan yaitu: 7,8,9,13 Pada daerah epitimpanum terdapat suatu ruangan
1. Rongga timpani, yang berbeda di sebelah yang disebut Prussak’s space. Ruangan ini
membran timpani merupakan daerah yang sangat penting karena
2. Epitimpani recess yang berada di atas rongga merupakan daerah yang paling sering timbulnya
timpani kolesteatom. Rongga Prussak merupakan daerah
Kavum timpani dilapisi oleh suatu membran berupa kantong yang dangkal yang berada di
mukosa yang merupakan lanjutan dari saluran bagian posterior dari pars flaksida. Kolesteatom
pernafasan. Mukosanya pucat, tipis dan kaya akan yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
vaskularisasi. Selnya mempunyai beberapa tipe, menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari
diantaranya sel bersilia, sel nonsilia dengan atau badan inkus, yang kemudian masuk ke daerah
tanpa kelenjar sekretorius, dan sel goblet. Epitel antrum dan rongga mastoid.14
yang terbentuk epitel kolumnar silindris bertingkat
bersilia terutama umumnya terdapat pada daerah Kolesteatom yang berada dalam rongga Prussak
mukosa kavum timpani, sedangkan yang akan menyebar melalui 3 jalan:14
berbatasan dengan orifisium tuba, yang 1. Rute posterior, merupakan rute yang paling
merupakan kelanjutan dari epitel mukosa saluran sering, perluasan akan melalui ruang inkudal
nafas bagian atas, yaitu sel jenis kolumnar superior, yang berada di luar bagian
pseudostratified bersilia. Terutama terdapat pada posterolateral dari atik, ruang ini berada di
daerah atap, anterior, sebagian promontorium dan atas bagian lateral llipatan inkudal dan tubuh
hipotimpanum. Lapisan sel tersebut mengandung inkus.
sel dan kelenjar yang mengsekresi mukus. 2. Rute inferior merupakan rute ke-2 yang sering
Lapisan mukus yang terdapat di antara silia dilalui oleh kolesteatom untuk penyebarannya
dihasilkan oleh sel-sel goblet. Semakin ke setelah rute pertama. Rongga Prussak
belakang lapisan mukosa tersebut akan berubah mendapat pneumatisasi melalui rongga
inkudal inferior (sakus superior). Jika
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


kolesteatom keluar melalui ruang ini, maka dibatasi oleh segmen mastoid dari kanalis fasialis.
akan mudah dilihat di daerah belakang Resessus ini mempunyai ukuran yang bermacam-
membran timpani dalam rongga inkudal macam dan merupakan bagian yang mempunyai fungsi
inferior. klinis yang penting pada pembedahan untuk mengatasi
3. Rute anterior, merupakan rute yang paling OMSK dan kolesteatom, karena jika penyakit melekat
jarang. Partama kali kkolesteatom akan pada bagian ini akan sulit untuk dibersihkan. Di
masuk melalui kantong anterior dari von bagaian lateral dari segmen mastoid juga mempunyai
Troltsch dan selanjutnya masuk ke resessus lain yaitu facial resess, bagian ini penting
protimpanum dan mesotimpanum. dalam operasi mastoidektomi, sebagai jalan masuk ke
daerah mesotimpanum dari mastoid. Facial recess ini
juga pada bagian lateralnya dibatasi oleh N. korda
timpani dan pada bagian superior oleh fossa incudis.
Mesotimpanum berisi bagian leher dan manubrium
mallei, prosessus longus dari inkus, stapes dan foramen
ovale dan the round window niche.7

Hipotimpanum, merupakan bagian terendah dari


ruangan telinga tengah dan mempunyai dasar berupa
atap dari bulbus jugularis.7
Kavum timpani terdiri dari 4 dinding, atap dan lantai:13
1. Superior : tegmen timpani
2. Inferior : bulbus jugularis
3. Posterior : facial recess, sinus
timpani, pyramidal eminence.
4. Anterior : sebagai landmark utama
Dinding lateral kavum timpani14 adalah semikanal untuk m. tensor timpani, dinding
untuk a. karotis interna dan orifisium tuba.
5. Medial : promontorium, foramen ovale dan
window, kanalis fasialis untuk segmen horizontal
dan perlekatan untuk tendon otot tensor timpani.
6. Lateral : membran timpani. Rongga mastoid
berisi sel-sel udara mastoid mempunyai jumlah,
bentuk, dan ukuran yang bermacam-macam.
Lapisan mukosa yang melapisinya merupakan
kelanjutan dari antrum mastoid dan rongga
timpani. Sel-sel udara tersebut mengisi seluruh
rongga yang ada dalam prosesus mastoid, sampai
ke ujung mastoid (tip mastoid). Rongga mastoid
terpisah dengan sinus sigmoid dan fossa kranialis
posterior hanya oleh tulang yang tipis.

Dinding medial kavum timpani 14

Mesotimpanum, merupakan bagian terbesar dari


ruangan pada telinga tengah. Pada bagian lateral akan
berbatasan dengan pars tensa. Pada bagian
superomedial terdapat segmen horizontal dari kanalis
fasialis. Pada bagian medial terdapat promontorium
dari koklea, yang memisahkan foramen ovale dari the
round window niche. Pada bagian inferior terdapat
bagian inferior dari mesotimpanum. Bagian anterior
dari mesotimpanum akan bergabung dengan bagian
anterior dari epitimpanum untuk membentuk Batas-batas kavum timpani 15
protimpanum ( bagian tulang tuba eustakhius yang
terbuka). Sepanjang bagian posterior dari
mesotimpanum merupakan sinus timpani, yang
merupakan suatu resessus yang pada bagian lateralnya
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


bagian atas. Segmen horizontal atau segmen timpani
terletak di bagian superior dari foramen ovale yang
kemudian akan berbelok ke arah inferior di dekat
kanalis semisirkularis horizontal. Untuk selanjutnya
saraf fasialis akan masuk ke dalam sistem mastoid dan
disebut segmen vertical atau segmen mastoid. Pada
akhirnya saraf ini akan keluar ke daerah parotis setelah
melalui foramen stilomastoid.7,8,13
Panjang
Segmen Letak
(mm)
Supranuklea
Korteks serebri pendek
Hubungan Aditus dan Antrum13 r
Nukleus motorik n.
Pada fase awal dari proses infeksi akan terjadi fasialis, slivatorius
Batang otak pendek
vasodilatasi dari lapisan submukosa, sehingga kelenjar superior dari traktus
mukosa akan terpicu untuk menghasilkan sekret solitarius
mukoid yang kental, beberapa sel epitel akan mati dan Segmen Batang otak ke kanalis
13-15
bakteri yang normalnya terdapat dalam ruang tersebut maetal akustikus internus
akan memperburuk keadaan. Selanjutnya akan Fundus dari maetus
Segmen
terbentuk PMN dalam darah dan secret mukopurulent akustikus internus ke 3-4
labirin
yang stagnan dalam telinga tengah dan mastoid akan hiatus fasialis
terbentuk sebagai akibat dari kehilangan pergerakan Segmen Ganglion genikulatum ke
8-11
silia dari telinga tengah dan tuba eustakhius. Jika timpani eminentia piramidalis
keadaan membaik, maka keadaan tersebut akan pulih Segmen Prossesus piramidalis ke
kembali. Tetapi jika keadaan terus memburuk, maka 10-14
mastoid foramen stilomastoideus
dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini akan Segmen
mengakibatkan penumpukan cairan dalam ruang Foramen stilomastoid ke
ekstra 15-20
tersebut, penambahan dari jumlah sel kelenjar dan sel pes anserinus
temporal
goblet yang akan menutupi sel epitel kuboid,
sedangkan sel kuboid itu sendiri akan mengalami Segmen n. fasialis 12
perubahan menjadi sel goblet atau kelenjar dan ada
sebagian yang berubah menjadi sel skuamousa
terutama tipe non-keratinizing. Pada akhirnya akan
terbentuk jaringan granulasi sebagai akhir dari proses Gambar 2.8 Perjalanan n. fasialis 12
peradangan tersebut. Lokasi dari mukosa yang
mengalami kelainan selanjutnya akan berubah menjadi
hiperplastik dengan disertai invasi dari fibroblast dan
sel kronis lainnya seperti makrofag, plasma sel dan
limfosit.9

Struktur yang terdapat pada telinga tengah

Saraf fasialis
Berasal dari arkus brakhialis kedua, yang berisi serabut Gambar 2.9 Bagian saraf fasialis melalui CPA 13
saraf eferen yang mempersarafi m. fasialis, m.
stylohioid, m. venter posterior, m. digastrikus dan m.
stapedeus. Serabut saraf preganglionik parasimpatis Segmen timpanik n. Fasialis15
akan mempersarafi kelenjar lakrimalis, kelenjar
seromucous di daerah rongga hidung, kelenjar M. tensor timpani dan m. stapedius
submandibular dan sublingual. Sedangkan serabut Pada daerah mesotimpanum terdapat dua otot, yang
afferent akan mempersarafi duapertiga bagian depan pertama adalah m. tensor timpani, yang mempunyai
dari lidah. Saraf fasialis keluar melalui pons melintang panjang sekitar 2 cm dan berasal dari kartilago
melalui cerebellopontine angle, dan masuk ke dalam pharyngotympanic tube dan berjalan secara paralel
kanalis auditorius internus bersama- sama dengan saraf dengan tuba eustakhius dan selanjutnya akan melekat
vestibulokoklearis. Segmen labirin dari saraf fasialis pada dasar dari manubrium mallei, otot ini dipersarafi
terletak antara bagian lateral dari kanalis akustikus oleh cabang mandibular dari segmen saraf trigeminus.
internus sampai ganglion genikulatum. Pada bagian Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan pergerakan
ganglion genikulatum inilah saraf akan memutar ke medial dari manubrium, sehingga akan
kearah posterior dan masuk ke ruangan mesotimpanum menyebabkan terjadinya penebalan membran timpani.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


M. stapedius berasal dari penonjolan pyramidal yang
berlokasi di daerah inferior dari lateral genu dari saraf
fasialis. Otot ini akan melekat pada daerah leher dari
stapes dan otot ini akan dipersarafi oleh saraf fasialis.
Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan terbatasnya
pergerakan dari stapes dan hal ini menjadi dasar untuk
tes refleks akustik. Kedua otot ini akan berkontraksi
bersamaan yang merupakan respon terhadap suara
yang mempunyai intensitas tinggi yang dikenalkan
oleh hallpike, 1935 sebagai protective damping effect
before vibration reach the internal ear. M. tensor Tuba eustakhius pada anak dan dewasa16
timpani akan menarik membran timpani ke dalam dan
mendorong stapes untuk lebih merapat ke fenestra Perdarahan di telinga tengah7,8,13
vestibule. M. stapedius bergerak berlawanan dengan
m.tensor timpani. Paralysis dari m. stapedius akan Arteri
menyebabkan terjadinya hiperakusis.7,8,13 Daerah telinga tengah diperdarahi oleh cabang a.
karotis eksterna melalui a. maksilaris interna yang
Tuba eustakhius akan memberikan suplai darah ke membran timpani
Tuba eustakhius mempunyai panjang sekitar 3,5 cm, bagian eksternal melalui cabang aurikuler dan ke
yang terdiri dari sepertiga lateral adalah tulang membran timpani bagian medial melalui cabang
sedangkan dua pertiga bagian medialnya adalah tulang timpani anterior. Kavum timpani, termasuk di
rawan. Tuba menghubungkan daerah nasofaring dalamnya tulang-tulang pendengaran, diperdarahi oleh
dengan telinga tengah. Bagian tulang dari tuba tersebut sejumlah arteri yang berasal dari a. maksilaris interna,
mempunyai bentuk seperti kerucut, dengan puncak a. meningea media, a. faringeal ascenden, a. aurikularis
pada daerah istmus (daerah paling sempit dari tuba posterior dan a. karotis interna. Pembuluh darah
eustakhius yang terletak pada pertemuan antara tersebut adalah a. timpani anterior, posterior, inferior,
sepertiga lapisan tulang di bagian lateral dengan dan superior, arteri stilomastoid, dan yang merupakan
duapertiga bagian tulang rawan di medial). Di sisi cabang dari a. karotis interna adalah a. petrosus
medial akan membuka kea rah lateral dari nasofaring superfisisalis dan a. karotikotimpani.
pada daerah resessus faringealis (fossa of rossenfuller).
Di mana pada bagian superomedialnya dikelilingi oleh Vena
tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C, yang Sistem vena dari telinga tengah akan berjalan paralel
menjadi perlekatan 2 buah otot yaitu m. tensor velli dengan system arterinya dan mempunyai system
palatine (lateral) dan m. levator velli palatine (medial). drainase ke dalam pleksus pterigoid dan sinus petrosus.
Tidak seperti bagian tualng di sisi lateral yang selalu
terbuka, pada bagian medial ini biasanya akan selalu Persarafan telinga tengah7,8,13
dalam keadaan tertutup karena cincin kartilago yang Secara umum persarafan sensoris dari telinga tengah
tidak lengkap mengelilinginya. Pada saat tuba sisi adalah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, servikalis
medial tersebut akan terbuka, karena kontraksi m. ke 2 dan ke 3. persarafan spesifikm, termasuk di
levator velli palatine. Mukosa pada daerah tuba dalamnya cabang aurikulotemporalis dari saraf
eustakhius merupakan kelanjutan dari mukosa kavum trigeminal, cabang timpani dari saraf glossofaringeus
timpani, dan sangat kaya akan silia. Sel-sel goblet (saraf Jacobson). Cabang aurikuler dari saraf vagus
terdapat di semua bagian tuba eustakhius, hanya (saraf Arnold), lesser cervical nerve dari cervical 2 dan
distribusinya saja yang tidak merata.7,10,13 greater auricular nerve dari cervical 2 dan 3.
permukaan medial dari membran timpani seperti
halnya juga persarafan darimukosa kavum timpani
akan dipersarafi oleh pleksus timpanikus. Bagian
sensoris dari pleksus timpanikus ini merupakan cabang
timpani dan serabut perasimpatis preganglionik dari
saraf glossofaringeal.

Korda timpani tidak melakukan persarafan sepanjang


telinga tengah, hanya melintas di rongga telinga
tengah. Korda timpani berisi serabut sensoris (untuk
rasa) dan serabut preganglionik parasimpatis. Korda
Tuba eustakhius terbuka dan tertutup15
tompani berasal dari segmen mastoid saraf fasiallis,
sekitar 5mm proksimal dari foramen stilomastoid, yang
kemudian akan masuk ke rongga telinga tengah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


melalui dinding posterior dan berjalan ke anterior bagian helikotrema. Membran reissner adalah lapisan
melalui sisi lateral dari prosessus longus inkus dan sel endotel berbentuk membran yang memisahkan
medial dari manubrium malleus, dan akan bergabung skala vestibuli dengan skala media (duktus
dengan saraf lingualis untuk mempersarafi dua pertiga kohlearis).19
anterior lidah dan ganglion submandibularis. Foramen ovale (vestibulum fenestra) merupakan
bagian dari kohlea. Foramen ovale ini terdapat dalam
Jacobson’s nerve (cabang timpani dari saraf skala vestibuli dimana sekelilingnya terdapat
glossofaringeus) berisi cabang sensoris untuk mukosa ligamentum anularis tempat melekatnya foot plate of
telinga tengah, termasuk di dalamnya tuba eustakhius stapes. Selain itu terdapat juga foramen rotundum
dan serabut preganglion parasimpatik untuk kelenjar (fenestra kohlea). Foramen ini terdapat pada skala
parotis melaui ganglion otik. Jacobson’s nerve berasal timpani dan tertutup membran gelatinosa sehingga
dari bagian ganglion inferior (petrosal) dari saraf disebut juga membran timpani sekunder. Di bagian
glossofaringeus, setelah saraf tersebut masuk ke daerah basal kohlea terdapat lubang yang lebih kecil dari
dasar tengkorak. Saraf tersebut selanjutnya akan kedua foramen tadi, lubang tersebut adalah tempat
bergerak ke atas untuk masuik ke daerah bermuaranya akuaduktus kohlearis yang berisi duktus
hipotimpanum melalui kanalikulus timpanik inferior perilimfatikus yang selanjutnya akan berjalan ke
dan akan bergabung dengan saraf karotikotimpanikum rongga subarahnoid di dasar otak.19
(dari pleksus simpatik a. karotis interna) untuk
membentuk pleksus timpani. Berdekatan dengan Duktus kohlearis disebut juga skala media yang
prosessus cocleoformis, pleksus timpani akan merupakan bagian labirin membranosa kohlea,
membentuk the lesser superficial petrosal nerve yang sedangkan bagian labirin tulang kohlea disebut skala
akan menembus m tensor timpani dan masuk ke dalam vestibuli dan skala timpani. Dinding lateral duktus
fossa kranialis bagian tengah. kohlearis terbagi menjadi dua daerah, stria vaskularis
dibagian atas, penonjolan spiralis dibagian bawah dan
daerah transisi diantaranya. Sel pada stria vaskularis
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan paling permukaan
(sel marginal) sangat kaya dengan mitokondria, alat
golgi, dan retikulum endoplasma. Sepanjang duktus
kohlearis di atas membran basilaris terdapat organ
reseptor untuk pendengaran yang disebut organ korti.19

Perdarahan dan persarafan telinga tengah17

Anatomi telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang meliputi: vestibulum, Duktus Kohlearis19
kanalis semisirkularis, dan kohlea. Yang termasuk Reseptor alat pendengaran terdapat dalam kohlea
labirin membranosa adalah utrikulus, sakulus, duktus disebut organ korti yang melekat pada zona arkuata
semisirkularis, dan duktus kohlearis.18 membran basilaris. Komponen utama organ korti
terdiri dari sel rambut luar dan dalam, sel penyangga
Kohlea adalah bagian dari labirin tulang yang (Deiters, Hensen, Claudius), membran tektorial, dan
berbentuk rumah siput dengan setengah lingkaran. lamina retikularis. Di bagian tengah organ korti
Sumbu axis disebut mediolus adalah suatu bidang terdapat bangunan seperti terowongan yang dibentuk
khayal berbentuk kerucut yang terdapat dibagian oleh satu lapis sel pilar di bagian dalam, tiga lapis sel
dalam kohlea. Bagian dalam kohlea yang disebut pilar di bagian luar dan membran basilaris dibagian
mediolus ini berlubang, merupakan tempat keluar dasar, sehingga penampangnya berbentuk huruf V. Di
masuknya pembuluh darah dan saraf untuk daerah dalam terowongan korti terdapat cairan yang disebut
kohlea. Ruangan bagian dalam kohlea dibagi dua oleh kortilimfe yang mempunyai komposisi mirip dengan
lamina spiralis osea yang merupakan lapisan cairan perilimfe. Seluruh permukaan atas organ korti
periosteum menjadi skala vestibuli dan skala timpani. ditutupi oleh sejenis lapisan gelatin yang disebut
Puncak kohlea bersatu diantara kedua skala ini di membran tektoria.20-22
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


jaras pendengaran hampir tidak pernah menyebabkan
Sel rambut dibedakan atas dua jenis, yaitu sel rambut ketulian unilateral.19,21
dalam dan sel rambut luar. Sel rambut dalam terletak
sebelah medial dari terowongan korti, dekat Serabut saraf vestibularis berjalan menuju salah satu
perlekatannya pada lamina spiralis terdiri dari dari keempat inti vestibularis dan dari sana disebarkan
sederetan sel saja sedangkan sel rambut luar yang secara luas menuju medula spinalis, serebelum, dan
terletak lateral terhadap terowongan korti terdiri dari bagian susunan saraf pusat lainnya.19,21
tiga sampai lima deretan sel dan mempunyai ukuran Fisiologi Pendengaran
sel yang lebih kecil dibandingkan dengan sel rambut Sistem pendengaran dapat dibagi dalam empat bagian
dalam. Ujung bebas silia sel rambut luar ini menempel yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam, dan
pada permukaan bawah membran tektoria.20-22 sistem saraf pendengaran disertai pusat pendengaran di
otak.20,21
Sel penyangga terdiri dari sel Hansen, Deiter, dan
Claudius, bentuknya panjang pada bagian yang dekat Telinga luar berperan pasif tetapi sangat penting dalam
ke sel rambut dan menjadi pendek bila menjauhi sel proses pendengaran. Aurikula berfungsi
rambut, sehingga organ korti berbentuk landai.21 mengumpulkan suara dan untuk mengetahui lokasi
datangnya suara, sedangkan kanalis akustikus
Organ korti mengandung 3.500 sel rambut dalam dan eksternus karena bentuk dan dimensinya bersifat
1.200 sel rambut luar. Dekat basis ada tiga deretan sel resonator dapat menambah intensitas bunyi dalam
rambut luar kemudian akan bertambah pada putaran rentang frekuensi 2-4 kHz sebesar 10-15 dB.23
tengah dan biasanya menjadi lima deretan sel pada
bagian apeks. Seluruh ujung saraf eferen untuk
pendengaran berhubungan dengan sel rambut dalam
dan luar.20-22

Persarafan Telinga Dalam


Nervus vestibulokohlearis (n. akustikus) dibentuk oleh
bagian kohlear dan vestibulir, di dalam meatus
akustikus internus pada sisi lateral akar n. fasialis dan
masuk batang otak antara pons dan medula. Sel
sensoris vestibularis dipersarafi oleh ganglion
vestibularis (Scarpa) terletak di dasar meatus akustikus
internus. Sel sensoris pendengaran dipersarafi n.
kohlearis yang terletak pada ganglion spiralis di dalam
modiolus dan lamina spiralis oseus. Pada manusia
terdapat 30.000 neuron yang mempersarafi kohlea, 90-
95% neuron tersebut langsung bersinap dengan sel
rambut dalam dan disebut neuron tipe I. Setiap sel
rambut dalam dipersarafi oleh 15 sampai 20 neuron
tipe I. Hanya 5-10% dari 30.000 neuron yang
mempersarafi sel rambut luar dan disebut neuron tipe
II. Setiap neuron tipe II bercabang untuk mempersarafi
sekitar 10 sel rambut luar. Selain itu terdapat sekitar
1.800 serabut eferen yang berasal dari superior olivari
kompleks ipsilateral dan kontralateral.18
Skema Alur Eferen Sistem Pendengaran Sentral
dari Kohlea Kanan ke Korteks Pendengaran19
Sistem Pendengaran Sentral
Sistem pendengaran sentral menerima impuls dari
kohlea melalui serabut saraf akustikus. Serabut saraf
Telinga tengah dengan tulang pendengarannya
akustikus menuju inti kohlearis dorsalis dan ventralis.
membentuk sistem pengungkit untuk menghantarkan
Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah
suara dari membran timpani ke fenestra ovale. 38
dan berjalan naik menuju superior olivari kompleks
Transmisi energi suara melalui telinga tengah ke
kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan
telinga dalam diawali dengan membran timpani yang
ipsilateral. Penyilangan selajutnya terjadi pada inti
menggerakkan maleus. Lengan maleus dan prosesus
lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari
longus inkus bergerak bersama-sama karena sensi
kolikulus inferior, jaras pendengaran berlanjut ke
maleoinkus terfiksasi, sebaliknya sensi inkus stapes
korpus genikulatum dan kemudian ke korteks
sangat fleksibel. Selanjunya gerakan membran timpani
pendengaran pada lobus temporalis. Karena seringnya
akan menyebabkan stapes bergerak seperti piston di
penyilangan serabut saraf tersebut, maka lesi sentral
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dalam fenestra ovale dan perubahan tekanan yang cochlear amplifier yang memberi kemampuan sangat
diakibatkannya akan dihantarkan melalui perilimfe ke baik pada telinga untuk menyeleksi frekuensi, telinga
sekat kohlea kemudian keluar melalui fenestra menjadi sensitif dan mampu mendeteksi suara yang
rotundum. Transmisi tekanan akan mengakibatkan lemah. Adanya proses cochlear amplifier tersebut
sekat kohlea menggelembung ke atas dan ke bawah, didukung oleh fenomena emisi otoakustik yaitu bila
serta akan mengakibatkan sel rambut di dalam organ telinga diberi rangsangan akustik yang dapat
korti merangsang saraf auditorius.21 memberikan pantulan energi yang lebih besar dari
rangsangan yang diberikan. Faktor yang memberi
Kohlea terdiri dari skala vestibuli, skala media, dan kontribusi pada cochlear amplifier gerakan sel rambut
skala timpani. Skala vestibuli dan skala timpani berisi luar, sifat mekanik stereosilia, dan membran tektorial.23
perilimfe, suatu media yang mirip dengan cairan
ekstraselular, mempunyai konsentrasi K+ 4 mEq/L dan Stereosilia sel rambut sangat penting untuk proses
konsentrasi Na+ 139 mEq/L. Skala media berisi transduksi. Stereosilia adalah berkas serabut aktin yang
endolimfe, suatu media yang mirip dengan cairan membentuk pipa dan masuk ke dalam lapisan
intraselular, mempunyai konsentrasi K+ 144 mEq/L kutikular. Membengkoknya stereosilia akibat gerakan
konsentrasi Na+ 13 mEq/L. Skala media mempunyai gelombang membran basilaris akan membuka dan
potensial istirahat positif arus searah (DC) sekitar 80 menutup saluran ion nonspesifik pada ujung
mV dan sedikit menurun dari basis ke apeks. Potensial stereosilia, menimbulkan aliran arus (K+) ke dalam sel
endokohlea tersebut dihasilkan oleh stria vaskularis sensoris. Aliran kalium timbul karena potensial
yang mempunyai banyak vaskular dan pompa Na+/K+- endokohlea +80 mV dan potensial intraselular negatif
ATP ase pada sejumlah sel stria vaskularis.23 pada sel rambut, sel rambut dalam 45 mV dan sel
rambut luar 70 mV. Hal tersebut menghasilkan
Sel rambut luar dan dalam mempunyai peranan utama depolarisasi intraselular yang menyebabkan enzim
dalam proses transduksi energi mekanik (akustik) ke mengalir termasuk kalsium ke dalam sel rambut,
dalam energi listrik (neural). Proses transduksi diawali kemudian terjadi pelepasan transmiter kimia ke ruang
dengan pergeseran (naik turun) membran basilaris sinaps dan menghasilkan potensial aksi yang akan
sebagai responss pada gerakan piston kaki stapes diteruskan ke serabut n. VIII menuju nukleus
dalam fenestra ovale akibat energi akustik yang kohlearis.23
kemudian menggerakkan perilimfe di sekitar sekat
kohlea. Bila stapes bergerak ke dalam dan keluar Terdapat 4 potensial ekstraselular yang dapat dicatat di
dengan cepat, cairan tidak semuanya melalui kohlea, yaitu potensial endolimfatik (endokohlea),
helikotrema, kemudian ke foramen rotundum dan mikrofonik kohlea, potensial sumasi, dan potensial
kembali ke foramen ovale diantara dua getaran yang aksi gabungan. Tidak seperti potensial kohlea yang lain
berurutan. Sebagai gantinya gelombang cairan potensial endolimfatik tidak digerakan oleh stimulus
mengambil cara pintas melalui membran basilaris akustik, merupakan potensial DC 80-100 mV yang
menonjol bolak balik pada setiap getaran suara. Pola dicatat di skala media. Potensial endokohlea berasal
pergeseran membran basilaris membentuk gelombang dari stria vaskularis pada dinding lateral kohlea. Stria
berjalan (traveling wave). Karena membran basilaris vaskularis merupakan sumber energi atau baterai pada
lebih kaku di daerah basis daripada di apeks dan kohlea, yang sangat penting untuk proses transduksi.
kekakuan tersebut didistribusikan secara terus Sifat sebagai sumber bunyi memungkinkan karena
menerus, maka traveling wave selalu bergerak dari stria vaskularis mempunyai banyak vaskular dan
basis ke apeks. Amplitudo maksimum membran Na+,K+ATP-ase. Na+,K+ATP-ase merupakan salah satu
basilaris bervariasi tergantung stimulus frekuensi. pengangkut enzim yang sangat penting dalam kohlea.23
Gerak gelombang membran basilaris yang dihasilkan
oleh suara dengan frekuensi tinggi amplitude Mikrofonik kohlea merupakan voltase AC yang dapat
maksimumnya jatuh di dekat basal kohlea, sedangkan dicatat di dekat foramen rotundum. Mikrofonik kohlea
gelombang akibat suara dengan frekuensi rendah menggambarkan aliran arus K+ terutama melalui sel
amplitude maksimumnya jatuh di daerah apeks. rambut luar, merupakan hantaran listrik pada sel
Gelombang akibat suara frekuensi tinggi tidak dapat rambut luar yang diubah oleh gerakan membran
mencapai apeks kohlea, tetapi gelombang akibat suara basilaris. Bila stereosilia membengkok menjauhi
frekuensi rendah dapat bergerak di sepanjang membran modiolus hambatan sel rambut berkurang,
basilaris. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan menimbulkan peningkatan aliran ion K+ ke korpus sel
corak gerakan yang tidak sama pada membran basilaris rambut dan sedikit mengurangi endolimfatik potensial.
dan ini merupakan cara untuk membedakan Bila stereosilia membengkok ke arah modiolus,
frekuensi.23 hambatan meningkat dan aliran ion K+ menurun serta
Mekanisme amplitudo maksimal pada gerakan meningkatkan endolimfatik potensial. Bentuk
gelombang mekanik membran basilaris melibatkan sel gelombang mikrofonik kohlea mencerminkan gerakan
rambut luar yang dapat meningkatkan gerakan membran basilaris.23
membran basilaris. Peningkatkan gerakan ini disebut
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Sumasi potensial adalah potensial DC yang dapat berjalan ke kolikulus inferior. Sedikitnya ada 18 tipe
direkam di dalam kohlea sebagai responss pada suara. sel utama dan 5 area khusus pada nukleus kolikulus
Pencatatan potensial DC dapat dibuat di skala timpani, inferior, hal ini berhubungan dengan seluruh perilaku
skala media atau vestibuli, dan di liang telinga. pendengaran, meliputi sensitivitas yang berbeda untuk
Potensial dapat positif atau negatif tergantung lokasi frekuensi, intensitas, kekerasan suara, dan pendengaran
elektroda atau frekuensi dan tingkat rangsangan. untuk kedua telinga. Kemudian impuls diteruskan ke
Potensial sumasi mungkin mempunyai beberapa korteks auditorius melalui medial geniculatum body.
sumber, tetapi sebagian besar menggambarkan Pada tingkat yang lebih tinggi sebagian neuron
perubahan DC yang disebabkan oleh perjalanan memberikan respons terhadap impuls dari kedua sisi.
stimulus potensial intraselular sel rambut dan sebagian
kecil sel rambut dalam.23 DAFTAR PUSTAKA

Potensial aksi gabungan berasal dari pelaksanaan all 1. Nguyen Q, Viirre ES. Tinitus. Dalam:Weisman
or none pada serabut saraf auditorius. Potensial aksi MH, Harris JP. Head and Neck Manifestation of
gabungan lebih efektif dicatat dengan elektoda yang Systemic Disease. New York. Informa. 2007.
ditempatkan dekat foramen rotundum atau saraf H.379-84
auditorius dan dengan menggunakan sinyal frekuensi
tinggi dengan onset yang cepat.23 2. Bull, P.D, P.D. Disease of The Ear, Nose and
Throat. Idaho. Blackwell Science. 2002. H.59-60
Fisiologi Sistem Saraf dan Pusat Pendengaran23
Impuls pendengaran yang merupakan hasil proses
transduksi dari energi mekanik (akustik) ke energi
listrik (neural) diteruskan melalui n. VIII menuju 3. Schleuning, AJ. Martin, WH. Shi Y. Tinnitus.
nukleus kohlearis. Serabut saraf yang mempunyai Dalam: Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck
aktifitas tinggi mempunyai dendrit yang tebal, serabut Surgery Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
saraf dengan aktifitas rendah mempunyai terminal Lippincott. 2006. H.2237-45
yang berbeda pada sistem saraf pusat pendengaran
(nukleus kohlearis). Unit serabut saraf dengan 4. Bull TR. Tinnitus. Dalam: Bull TR. Color Atlas of
karakteristik frekuensi rendah mempersarafi sel rambut ENT Diagnosis. Edisi ke-4. New York. Thieme.
dalam di daerah apeks kohlea, sedangkan serabut saraf 2003. H.28
dengan karakteristik frekuensi tinggi mempersarafi sel
rambut dalam di daerah basal kohlea. Kurva nada 5. Mils JH, Hanwalla SS, Webber PC. Anatomy
(tuning curve) dari satu serabut saraf auditori and Physiology of Hearing. Dalam: Bailey BJ,
merupakan dasar untuk mengukur fungsi saraf Johnson JT. Head and Neck Surgery
pendengaran. Serabut saraf dengan karakteristik Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
frekuensi dibawah 11 kHz mempunyai bentuk kurva Lippincott. 2006. H.1883-1903
seperti huruf V. Serabut saraf dengan karakteristik
frekuensi tinggi mempunyai bentuk kurva yang jelas 6. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis
atau runcing. Kerusakan pada sel sensoris, termasuk Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
stereosilia dapat merubah bentuk kurva nada secara Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
dramatis. Bila sel rambut luar dirusak kurva nada Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26: 433-
serabut saraf pendengaran yang berasal dari sel rambut 45.
dalam yang normal akan mengalami perubahan di
beberapa tempat. Aktivitas saraf normal meliputi 7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease.,
deteksi suara rendah dan perubahan frekuensi Dalam Disease of the Nose, Throat, Ear, Head,
tergantung pada keutuhan sel rambut luar dan and Neck., 13th edition., Lea & Febiger.
stereosilia yang normal. Philadelphia. 1985: 57: 1170-96.
Semua serabut n. VIII berakhir di nukleus
kohlearis. Terdapat 5 tipe sel utama di dalam nukleus 8. Ludman H., Complications of suppurative otitis
kohlearis, setiap sel mempunyai morfologi dan fungsi media., Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5 th
yang berbeda, yaitu responss terhadap permulaan edition., Edited by Kerr AG., Butterworth & Co.
stimulus, perubahan stimulus, dan modulasi frekuensi. London. 1987: 12: 264-291.
Dari nukleus kohlea sebagian besar serabut saraf
menyilang batang otak menuju ke nukleus kompleks 9. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and
olivarius superior kontralateral dan sebagian kecil embryology of the Auditory and Vestibular
berjalan ke nucleus kompleks olivarius superior Systems. Dalam The Ear Comprehensive
ipsilateral. Informasi dari kedua telinga pertama kali Otology., Edited by Canalis RF., Lambert PR.,
akan berkonversigensi pada kompleks olivarius Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
superior. Dari kompleks olivarius superior impuls akan 2000: 2: 17-66.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


21. Wright A. Anatomy and ultrasucture of the human
10. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., ear. Dalam: Kerr AG, penyunting. Scott-brown’s
Disease of the Middle Ear and Mastoid., Dalam otolaryngology basic science. Edisi ke-6. London:
Boeis Fundamental of Otolaryngology., 6th edition. Butterworth; 1997. h. 1-150.
WB Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6:
88-118. 22. Adam G, Boies LR, Paparella MR. Anatomy of
the ear. Dalam: Boies, penyunting. Fundamental
11. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., of otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: WB
Disease of the Middle Ear and Mastoid., Dalam Saunders Co; 1976. h. 228-64.
Boeis Fundamental of Otolaryngology., 6th edition.
WB Saunders Company. Philadelphia. 1989: 6: 23. Durrant JD, Ferraro JA. Physiologic acoustics-
88-118. the auditory periphery. Dalam: Canalis RF,
Lambert PR, penyunting. The ear comprehensive
12. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for otology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Surgeons: Volume 1: The Head & Neck., A Wilkins; 2000. h. 89-112.
Hoeber-Harper International Edition. London.
1966: 166-228.

13. Browning GG., Pathology of inflammatory


conditions of the external and middle ear., Dalam
Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition., Edited
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 3:
53-87

14. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam


Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck.,
13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia. 1985:
46: 877-923.

15. Gray H., The Auditory and Vestibular Apparatus.,


Dalam Gray’s Anatomy., 37th edition . Edited by
Williams PL., Warwick R., Dyson M., et all.
ELBS-TePress. London. 1992: 1219-43.

16. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis.,


dalam Otolaryngology. 2nd edition. Volume II.,
edited by Paparella, Shrumrick., WB Saunders
company., Philadelphia., 1980: 18: 1455-89.

17. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management


of Complications of Chronic Otitis Media. Dalam
Otologic Surgery. 2nd Edition., Edited by
Brackmann DE., WB Saunders Company.
Philadelphia. 2001: 19: 197-215.

18. Lambert PR, Canalis RF. The ear


comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2000.

19. Mills JH, Weber PC. Anatomy and physiology of


hearing. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head and
neck surgery-otolaryngology. Edisi ke-3
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2001. h. 1621-40.

20. Austin DF. The ear. Dalam: Ballenger JJ,


penyunting. Diseases of the nose, throat, ear, head,
and neck. Edisi ke-13. Philadelphia: Lea and
Febinger. 1991. h. 877-1035.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN VESTIBULER
Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang
dilekati oleh banyak kristal kalsium karbonat
kecil-
Aparatus vestibuler merupakan organ yang dapat kecil yang disebut statokonia (atau otolit). Dalam ma-
dipakai untuk mendeteksi sensasi yang berhubungan kula juga didapati beribu-ribu sel rambut.1.3
dengan keseimbangan. Alat ini terdiri atas suatu sistem
tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak
dalam bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian
keras) dan tulang temporal yang disebut labirin tulang
(bony labyrinth) dan dalam labirin tulang ada tabung
membran dan ruangan yang disebut membran labirin,
yang merupakan bagian fungsional dari aparatus ini.1,2,3

Anatomi vestibuler3 Membran di dalam canalis semicircularis saculus


dan urticulus 3
Labirin membran, terutama terdiri atas duktus
koklearis, tiga kanalis semisirkularis, dan dua ruangan Sel rambut ini akan memprojeksikan silia ke dalam
besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. lapisan gelatinosa tadi. Pangkal dan sisi-sisi sel-sel
Duktus koklearis merupakan area sensorik luas dari rambut bersinaps dengan akson-akson sensorik saraf
pendengaran dan sama sekali tak berhubungan dengan vestibuler. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagian
keseimbangan. Biarpun begitu, utrikulus, kanalis besar serat saraf di depan sel-sel rambut terus-menerus
semisirkularis dan mungkin sakulus, semuanya ini menjalarkan rangkaian impuls saraf, rata-rata berkisar
merupakan bagian integral (suatu kesatuan) dari 200 impuls per detiknya. Tertekuknya silia sel rambut
mekanisme keseimbangan. Makula merupakan organ ke salah satu sisinya akan menyebabkan penjalaran
sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi impuls pada serat saraf meningkat secara nyata;
orientasi kepala sehubungan dengan gravitasi. Di sedangkan bila silia tertekuk ke sisi yang berlawanan
bagian permukaan dalam dari setiap utrikulus dan akan menurunkan penjalaran impuls, seringkali dapat
sakulus ada daerah sensorik kecil yang diameternya menghentikan penjalaran secara total. Oleh karena
lebih sedikit dari dua mm dan disebut sebagai itu, oleh karena ada perubahan orientasi kepala pada
makula.1.3 ruangan dan oleh karena beratnya otokonia (di mana
gravitasinya kurang lebih tiga kali gravitasi jaringan
Makula dari utrikulus terletak pada bidang horizontal sekitarnya) akan menekuk silia, maka sinyal-sinyal
permukaan inferior utrikulus dan memegang peran yang sesuai akan dijalarkan ke otak untuk mengatur
penting dalam menentukan orientasi yang normal dari keseimbangan.1.3.4
kepala sesuai dengan arah gaya gravitasi atau gaya
percepatan. Sebaliknya, makula yang dari sakulus
terletak dalam bidang vertikal dinding medial sakulus.
Dari beberapa penelitian diduga kerja makula dari
sakulus erat hubungannya dengan duktus koklearis
yang dipakai untuk mendeteksi tipe suara tertentu
dan oleh karena mungkin tak begitu berperan
sebagai alat keseimbangan. Biarpun begitu, mungkin
tapi tak pasti sakulus juga bekerja sebagai alat
keseimbangan, khususnya sewaktu kepala tak dalam
posisi vertikal.1,3
Sel rambut

Dalam setiap makula, bermacam-macam sel rambut


ditempatkan dalam arah yang berbeda-beda sehingga
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


beberapa di antaranya dapat terstimulasi sewaktu
kepala tertekuk ke depan, beberapa sewaktu kepala
tertekuk ke belakang, lainnya sewaktu kepala tertekuk
ke salah satu sisi, dan sebagainya. Karena itu, untuk
setiap posisi kepala dalam makula dapat timbul pola
eksitasi yang berbeda-beda. Pola inilah yang nantinya
akan memberitahukan pada otak perihal orientasi
kepala.1.3.4

Cupula 5
Ke dalam kupula ada projeksi silia dari sel-sel rambut
yang terletak di sepanjang krista ampularis, dan
sebaliknya sel-sel rambut ini berhubungan dengan
serat-serat saraf sensorik yang berjalan ke nervus
vestibularis. Pembengkokan kupula ke salah satu sisi
akan menyebabkan timbulnya aliran cairan dalam
kanalis, merangsang sel-sel rambut, sedangkan
pembengkokan ke arah yang berlawanan akan
menghambat sel-sel rambut. Jadi, sinyal yang sesuai
akan dikirimkan melewati nervus vestibularis untuk
memberitahukan sistem saraf pusat tentang adanya
gerakan cairan dalam kanalis yang sesuai.1

Arah Kepekaaan Sel-sel Rambut Kinosilium .


pada setiap sel rambut, baik dalam makula atau dalam
kupula, mempunyai kira-kira 50 silia kecil, yang
Posisi sel rambut 1 disebut sebagai stereosilia, serta ada satu silia yang
sangat besar yang disebut kinosilium. Kinosilium ini
Kanalis Semisirkularis. Dalam setiap aparatus terletak pada salah satu sisi sel rambut, jadi selalu
vestibuler terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, terletak pada sisi yang sama dari sel yang sesuai
yang dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, dengan orientasinya pada krista ampularis. Keadaan ini
posterior, dan horizontal, yang satu sama lain saling merupakan penyebab timbulnya sensitivitas langsung
tegak lurus, sehingga ketiga kanalis ini terdapat dalam sel-sel rambut itu: yaitu, perangsangan bila silia
tiga bidang. Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke membengkok ke arah sisi kinosilium dan
depan, maka kedua kanalis semisirkularis horisontalis penghambatan bila ada pembengkokan ke sisi yang
akan terletak kira-kira pada bidang horisontal sesuai berlawanan.1
dengan permukaan bumi. Maka kemudian kanalis
anterior akan terletak pada bidang vertikal yang arah
proyeksinya akan ke depan dan 45 derajat keluar dan
kanalis posterior juga akan terletak pada bidang
vertikal tapi projeksinya ke belakang dan 45 derajat
keluar. Jadi, kanalis anterior pada setiap sisi kepala
akan terletak pada bidang yang sejajar dengan kanalis
posterior sisi kepala yang berlawanan, sedangkan
kedua kanalis horisontalis pada kedua sisi kepala
kira-kira terletak pada bidang yang sama.1.3.4,5

Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis ada


pembesaran yang disebut ampula, dan kanalis ini terisi
dengan cairan kental yang disebut endolimfe. Adanya
aliran atau pengaliran cairan dalam kanalis akan
merangsang organ sensorik yang terdapat dalam
ampula. Dalam setiap ampula ada kuncung kecil (small
crest) yang disebut krista ampularis, dan pada puncak
krista ada massa gelatinosa seperti yang terdapat pada
utrikulus dan dikenal sebagai kupula.1
Kepekaaan sel rambut-kinosilium dan aliran
endolymph 5

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


semisirkularis sendiri. yaitu, bila ada cedera berat
pada salah satu struktur ini maka keseimbangan akan
hilang selama ada perubahan arah gerak yang cepat,
namun pada keadaan statik gangguan keseimbangan
ini tak begitu serius, seperti yang akan dibicarakan
dalam bagian bab ini selanjutnya. Juga ada anggapan
bahwa bagian uvula serebelum juga mempunyai peran
yang sama pentingnya dalam keseimbangan statik. 1,3.4

Sinyal-sinyal dari nuklei vestibuler dan serebelum


melalui fasikulus longitudinalis medial akan dijalarkan
Kinocilium dan stereocilia 1 ke atas menuju ke batang otak dan akan menyebabkan
perbaikan dari gerakan mata setiap kali kepala
Hubungan Neuronal antara Aparatus Vestibuler berputar, agar mata tetap terfiksasi pada suatu objek
dengan Sistem Saraf Pusat. Sebagian besar serat- penglihatan yang spesifik. Sinyal-sinyal juga akan
serat saraf vestibuler ini berakhir di dalam nuklei dijalarkan ke atas (baik melalui traktus yang sama
vestibuler, yang terletak dekat dengan tempat gabungan atau melalui traktus retikularis) menuju ke korteks
antara medula dan pons, namun beberapa serat saraf ini serebri, mungkin akan berakhir di pusat korteks
lewat tanpa bersinaps ke nuklei fastigial, uvula, dan primer untuk keseimbangan, yang terletak di bagian
lobus flokulonoduler serebeli. Serat-serat yang dalam fisura Sylvian lobus parietalis, yakni di sisi lain
berakhir di nuklei vestibuler akan bersinaps dengan fisura dari area auditorik girus temporalis superior.
neuron urutan kedua yang juga akan mengirimkan Sinyal-sinyal iru akan mengabarkan tentang keadaan
serat-serat menuju ke area serebelum maupun ke jiwa akibat dari keadaan keseimbangan tubuh.1,3.4
korteks bagian lain dari serebelum, ke dalam traktus
vestibulospinal, ke dalam fasikulus longitudinalis Nuklei vestibuler pada kedua sisi batang otak terbagi
medialis, dan bagian-bagian lain batang otak, dalam empat bagian yang terpisah. Yakni:
khususnya formasio retikularis. 1,3 (1 dan 2) Nuklei vestibuler medial dan nuklei vestibular
superior yang terutama menerima sinyal-sinyal dari
kanalis semisirkularis dan nuklei-nuklei ini sebaliknya
akan mengirimkan banyak sekali sinyal saraf ke
jasikrdus longitudinalis medial guna menimbulkan ge-
rakan koreksi dari mata seperti halnya sinyal-sinyal
yang melalui traktus vestibulospinal medial guna
menimbulkan gerakan yang sesuai dari leher dan
kepala.
(3) Nukleus vestibuler lateral yang menerima
persarafan terutama dari utrikulus dan mungkin dari
Hubungan saraf vestibuler4 sakulus, dan nuklei ini sebaliknya akan mengeluarkan
sinyal yang melalui traktus vestibulospinal lateral
Perhatikan secara khusus adanya hubungan yang menuju ke medula spinalis guna mengatur gerakan
sangat erat antara aparatus vestibuler, nuklei vestibuler, tubuh.
dan serebelum. Lintasan primer refleks-refleks (4) Nukleus vestibuler inferior yang menetima sinyal-
keseimbangan dimulai dalam saraf vestibuler dan sinyal dari kanalis semisirkularis dan utrikulus dan
selanjutnya akan berjalan menuju ke nuklei vestibuler sebaliknya nuklei ini akan mengirimkan sinyal menuju
dan serebe1um. Selanjutnya, bersama-sama dengan ke serebelum dan formasio retikularis batang otak.
penjalaran dua arah dari kedua impuls, sinyal-sinyal
juga dikirim ke nuklei retikuler batang otak maupun
ke bawah melalui traktus vestibulospinal dan traktus
retikulospinal menuju ke medula spinalis. Sebaliknya,
sinyal-sinyal ke medula dipakai untuk mengatur
fasilitasi dan inhibisi otot-otot antigravitasi yang saling
mengatur satu sama lain, jadi secara otomatis mengatur
keseimbangan.1,3.4
.
Tampaknya lobus flokulonoduler khusus berhubungan Nuklei Vestibuler 3
dengan fungsi keseimbangan dari kanalis
semisirkularis sebab bila ada kerusakan lobus ini
maka gejala-gejala klinik yang timbul hampir sama
dengan gejala-gejala akibat kerusakan kanalis
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Fungsi Utrikulus dan Sakulus dalam tetap dan kcadaan ini tercapai hanya oleh karena
Keseimbangan Statik3,4 adanya tahanan udara terhadap badan pelari, dan pada
contoh ini, bukan makula yang menyebabkan
Kiranya penting diingatkan bahwa bermacam- condongnya badan ke depan tapi tekanan udara yang
macam sel rambut ditempatkan dengan bermacam- bekerja pada reseptor tekanan yang terdapat pada kulit,
macam arah dalam makula dari utrikulus dan sakulus yang akan memulai terjadinya penyetelan
sehingga pada berbagai posisi kepala yang terangsang keseimbangan yang sesuai agar tak sampai jatuh.1,3.4
juga bermacam-macam sel rambut. Pola perangsangan
bermacam-macam sel rambut akan mengabarkan pada
sistem saraf tentang posisi kepala sehubungan dengan
daya tarik dari gravitasi. Sebaliknya, sistem motorik
vestibuler, sistem motorik serebelar dan sistem motorik
retikuler secara refleks akan merangsang otot-otot
yang menjaga keseimbangan yang tepat. Makula di
dalam utrikulus berfungsi secara ekstrem efektif dalam
menjaga keseimbangan sewaktu kepala pada posisi
hampir vertikal. Memang, seseorang akan dapat
menentukan ketidakseimbangan sebesar setengah
derajat bila kepala dimiringkan dari posisi tegak.
Sebaliknya, bila kepala semakin miring dari posisi
tegaknya, maka penentuan orientasi kepala oleh indera
vestibuler akan semakin berkurang. Jadi jelasnya,
sensitivitas yang ekstrem dari posisi tegak mempunyai
peran yang penting untuk menjaga keseimbangan statik
dalam bidang vertikal yang tepat, yang merupakan
fungsi utama aparatus vestibuler.1,3.4

Deteksi Percepatan Linear oleh Makula. Bila tubuh


tiba-tiba didorong dengan kasar ke depan-yakni,
sewaktu tubuh mengalami percepatan-maka
statokonia, yang mempunyai kelembaman (inersia)
yang lebih besar dari cairan sekelilingnya, akan jatuh
ke belakang yakni ke silia sel-sel rambut, dan
informasi mengenai ketidakseimbangan akan
dikabarkan ke pusat-pusat saraf, sehingga orang akan
merasakan sepertinya ia akan jatuh ke belakang.
Keadaan ini akan menyebabkan orang secara automatis
menyondongkan badannya ke arah depan sampai
pergeseran ke anterior dari statokonia akibat gerakan
condong tadi sama dengan kecenderungan statokonia Deteksi Percepatan Linear oleh Makula 5
untuk jatuh ke belakang. Pada titik ini, sistem saraf akan
dapat mendeteksi keadaan sebenarnya dari Fungsi Kanalis Semisirkularis
keseimbangan sehingga gerakan condong ke depan dari Bila kepala tiba-tiba mulai berputar kearah setiap arah
tubuh tak akan berlanjut. Jadi, makula bertugas untuk (ini disebut sebagai percepatan angular/bersiku-siku),
menjaga agar keadaan keseimbangan selama ada maka endolimfe yang terdapat dalam kanalis
penambahan kecepatan secara linear dengan pola yang semisirkularis membranosa, oleh karena adanya
tepat sama seperti sewaktu makula bekerja pada inersia, cenderung untuk menetap, sedangkan kanalis
keseimbangan statik.1,3. semisirkularis akan berbelok/berputar. Keadaan ini
akan menimbulkan aliran cairan kanalis relatif dengan
Makula tak bekerja untuk mendeteksi kecepatan arah yang berlawanan dengan arah perputaran
linear. Bila seorang pelari mau mulai lari, pelari harus kepala.1,3.4
mencondongkan diri jauh ke depan dulu agar tak Penyebab timbulnya adaptasi pada reseptor yang
sampai jatuh ke belakang oleh karena mengalami timbul sewaktu diputar selama satu detik atau lebih
percepatan, namun begitu ia dapat mencapai kecepatan adalah adanya gesekan di dalam kanalis
lari yang maksimum, bila pelari lari dalam ruang yang semisirkularis yang akan menyebabkan endolimfe
hampa, pelari itu tak usah lagi menyondongkan berputar dengan kecepatan yang sama cepatnya
badannya terlalu ke depan. Bila pelari lari dalam udara dengan kecepatan kanalis semisirkularis itu sendiri,
(ruang ada udaranya), pelari akan menyondongkan dan selanjutnya selama 15 sampai 20 detik berikutnya
dirinya ke depan untuk menjaga agar keseimbangannya kupula secara perlahan kembali ke posisi istirahat,
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


yakni di bagian tengah ampula sebab sifat rekoil 4. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD.
elastiknya. Bila putaran dengan tiba-tiba dihentikan, Anatomy of vestibular end organs and neural
maka jelas akan timbul akibat yang sebaliknya: cairan pathways. Dalam: Cummings CW,
endolimfe tetap terus bergerak sedangkan kanalis penyunting Otolaryngology-head and neck
semisirkularisnya berhenti. Pada saat ini, surgery. Edisi ke-2. St. Loius: Mosby; 1993.
kupulanya akan berbelok ke arah yang berlawanan, h. 2525-47.
sehingga sel-sel rambut tak akan mengeluarkan rabas
samasekali. Sesudah beberapa detik kemudian, cairan 5. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance.
endolimfe akan berhenti bergerak dan dalam waktu kira- Available from:
kira 20 detik kupula secara bertahap akan kembali ke http://www/emedicinespecialties/neurology/n
posisi istirahat, jadi pengeluaran rabas dari sel-sel euro-otology.
rambut akan kembali ke nilai normal yang tonik.1,3.4

Jadi bila kepala mulai berputar, kanalis semisirkularis


akan menjalarkan sinyal-sinyal positif dan bila kepala
berhenti berputar ,maka kanalis semisirkularis akan
menjalarkan sinyal-sinyal negatif. Selanjutnya paling
sedikitnya ada beberapa sel rambut yang selalu
mengeluarkan respon terhadap perputaran yang terjadi
dalam setiap bidang-bidang horizontal, sagital atau
koronal. 1,3.4

Respons sel rambut terhadap perputaran4

DAFTAR PUSTAKA

1. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and


physiology of the vestibular system. Dalam:
Roeser RJ, penyunting Audiology diagnosis.
New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

2. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function


Evaluation and Treatment. New York, Thieme
2004, h 85-110.

3. Barin K, Duran JD. Applied physiology of


the vestibular system. Dalam: Lambert PR,
penyunting: The ear comprehensive otology.
Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins;
2000. h. 113-39.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


OTITIS MEDIA SUPURATIF
Di kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis
KRONIK

Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronis terbagi atas 2 bagian,


berdasarkan ada tidaknya kolesteatom:10-11

1. OMSK Benigna
Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
media kronik selain terjadinya proses peradangan pada
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid. 3 Otitis
kolesteatom
media supuratif kronik juga disertai dengan terjadiny

Gambaran Klinik OMSK Maligna10

proses infeksi kronis dan pengeluaran cairan


(Otorrhea) melalui perforasi membran timpani yang
disertai dengan adanya keterlibatan dari mukosa
telinga tengah dan rongga pneumatisasi pada daerah
tulang temporal.3

Komplikasi Otitis media kronik adalah penyebaran


infeksi diluar daerah rongga pneumatisasi dari tulang
temporal dan mukosanya.3
Gambaran Klinik OMSK Benigna11
Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik
2. OMSK Maligna Meskipun sumber penyakit dari OMSK ini masih
OMSK disertai kolesteatom, perforasi biasanya menjadi perdebatan, tetapi sebagian besar ahli percaya
terletak di marginal atau atik. Sebagian besar bahwa penyakit ini timbul karena proses efusi pada
komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe telinga tengah yang telah berlangsung lama, baik efusi
ini. yang bersifat purulen, serous, maupun mukoid. Dasar
dari hipotesis ini adalah penelitian Jhon dkk, pada 2
Definisi Otitis Media Supuratif Kronik
dekade silam, yang melakukan penelitian pada serologi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah pada contoh tulang temporal pasien dan digabungkan
proses peradangan akibat infeksi mukoperiosteum dengan berbagai disiplin ilmu, didapatkan bahwa
rongga telinga tengah yang ditandai oleh perforasi proses inflamasi yang terjadi pada telinga tengah
membran timpani, keluar sekret yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan terjadinya produksi cairan efusi dari telinga tengah
patologik yang permanen.1 Proctor (1980) memberikan yang menetap sehingga terjadi perubahan mukosa yang
batas waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses menetap. 2,6,7
kronis pada OMSK, sedangkan Paparella (1983)
mengatakan bahwa kronisitas cenderung berdasarkan
atas kelainan patologis yang telah terjadi, dan pada
umumnya peradangan setelah peradangan berlangsung
12 minggu.3

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


kokus adalah peptostreptococcus. Dari golongan
jamur, terkadang juga didapatkan pada sekret biakan
OMK.

Tingkat insidensi (golongan aerob dan anaerob)


dari bakteri yang memproduksi β-laktamase sekitar
Peradangan
70%.7,14
pada Telinga
Tengah1
2

Patologi Otitis Media Supuratif Kronik

Dari bukti penelitian lain Perubahan tulang temporal pada OMSK pada
didapatkan bukti bahwa, pada cairan otitis media telinga dengan atau tanpa perforasi membran timpani
kronik terdapat enzim yang dapat mengubah mukosa adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah
pada telinga tengah, termasuk didalamnya enzim memperlihatkan proses infiltrasi yang ektensif dari sel-
sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga
pada permukaan lateral dan tengah membran timpani ditemukan infeksi bakteri intraepithelial. Proses infeksi
sehingga akan mengakibatkan terjadinya kelemahan akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang
pada membran timapani dan akhirnya akan kronis pada mukosa yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya kolaps dan perforasi kronis menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut
membran timpani. 2,6,7 menjadi polipoid, yang mana hal ini ditandai dengan
adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh
Perubahan struktur pada mukosa telinga tengah yang diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi.7,14
Gambaran histopatologi jaringan granulasi pada
juga dapat diakibatkan oleh akibat langsung dari
telinga tengah dapat dilihat pada gambar berikut
infeksi bakteri patogen ke telinga tengah dan mastoid Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada
yang mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan penyakit yang dengan proses peradangan kronis pada
peradangan kronis pada telinga tengah dan mastoid. telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel
Perubahan mukosa tersebut akan mengakibatkan sekretori yang banyak, perubahan ini bersifat
terjadinya udema dan degenerasi polipoid pada irreversible dan menyebar keseluruh permukaan
mukosa telinga tengah, yang akan mengakibatkan mukosa dan bertanggung jawab terhadap keluarnya
terjadinya obliterasi sebagian atau total dari antrum cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
mastoid (aditus block), sehingga drainase dari sel Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan
mastoid akan terganggu dan mengakibatkan terjadinya pada mukosa yang ditandai dengan adanya proses
proses peradangan pada mastoid yang lama kelamaan ulserasi yang jika berlangsung lama dapat
akan mengakibatkan terjadinya perubahan dari sel-sel mengakibatkan tereksposnya lapisan kapsul tulang.
udara pada rongga mastoid tersebut secara persisten. Dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis
6,13
kronis dan periosteitis.7,14

Membran timpani juga dapat mengalami perubahan


yang beragam, yang pada akhirnya akan
Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik
mengakibatkan terjadinya perubahan proses perforasi
Jenis bakteri yang aktif pada penyakit OMSK kronis dan kehilangan lapisan kolagen yang difus.
berbeda dengan pada OMA, sebagian besar penelitian
Perubahan erosi pada tulang pendengaran sering
memperlihatkan bakteri Pseudomonas aeruginosa,
terjadi pada pasien yang disebabkan oleh proses infeksi
dengan tingkat prevalensi 40%-65%, kemudian
kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis
Staphylococcus aerius, dengan tingkat prevalensi 10%
pada tulang tersebut yang kemudian diikuti dengan
- 20%. Sedangkan bakteri lain dari golongan aerob
trombosis vaskular. Hal ini biasanya berpengaruh
adalah Escherichia colli, proteus dan S. epidermidis.
terhadap prosessus lentikularis yang ada pada daerah
Bakteri golongan anaerob adalah Bacteroides, terutama
inkus dan kepala stapes, dimana daerah tersebut akan
dari golongan B. melaninogenicus dan B. fragilis (grup
digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang
basil gram negative). Bakteri aerob gram positif grup
mengalami proses periostitis dan osteotis akan diikuti
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan menyingkirkan kemungkinan terjadinya otitis media
kehilangan matriks tulang. Perubahan tersebut serosa.
terutama terjadi pada daerah mastoid yang ditandai
dengan proses destruksi dan perbaikan, tetapi yang Karakter dari otorrhea sendiri harus diperhatikan.
paling menonjol adalah proses perusakan tulang Cairan otorrhea mukoid yang tidak berbau merupakan
tersebut yang pada akhirnya ditandai terbentuknya indikasi adanya suatu penyakit pada mukosa telinga
proses sklerotik pada tulang tersebut.6,7,13 tengah dan gangguan fungsi tuba eustachius. Cairan
otorrhea yang purulen menandakan adanya suatu
Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis proses infeksi, biasanya lapisan mukosa yang terinfeksi
ossificans) merupakan proses yang jarang terjadi, oleh bakteri yang opurtunistik dan bisa mengalami
dimana hal ini terbentuknya proses pembentukan penyembuhan dengan baik dengan menggunakan
formasi tulang didaerah membranaseus labirin dan hal antibiotika lokal maupun sistemik yang tepat. Jika
ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. tidak memberikan respon yang baik, kemungkinan
Proses ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat telah terjadi resistensi bakteri,
dari proses supuratif meningitis. Bakteri masuk ke
telinga dalam melalui kanalis auditorius internus dan perubahan jaringan mukosa yang irreversible, ataupun
akuaduktus kokhlea, sehingga mengakibatkan kolesteatom. Sedangkan jika cairan otorrhea purulen
destruksi daerah membranasesus yang luas. Proses yang berbau menandakan adanya suatu nekrosis
ossifikasi ini terjadi pada minggu ke 2 dan 3 setelah jaringan yang biasanya berhubungan dengan suatu
proses akut purulen. 6,7,13 kolesteatoma ataupun keganasan (seperti karsinoma sel
skuamosa maupun glomus tumor).7,8,14,17

- Mikroskop operasi, sangat direkomendasikan


Gejala Otitis Media Supuratif Kronik untuk pemeriksaan manipulasi yang atraumatik dan
membutuhkan ketepatan yang tinggi.
Gejala yang paling utama adalah otorrhea yang
sangat bau dan penurunan pendengaran. Sedangkan - Riwayat penyakit infeksi saluran nafas atas yang
gejala berupa otalgia jarang ditemukan, kecuali pada berulang.7
eksaserbasi akut. Otalgia yang menetap, khususnya
yang sering berhubungan dengan sakit kepala biasanya Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Supuratif
telah terjadi proses penyebaran penyakit ke susunan Kronik
saraf pusat. Vertigo, jarang dijumpai. Jika keluhan ini
muncul, maka dicurigai kemungkinan keterlibatan Pemeriksaan audiologi
labirintitis atau fistula labirin, vertigo muncul terutama
pada saat kita akan melakukan pembersihan sekret, Pada pemeriksaan audiometri akan dijumpai hasil
aspirasi sekret. Sedangkan nistagmus yang spontan berupa tuli konduktif atau campur, dimana derajat
yang muncul pada saat tersebut juga dicurigai gangguannya tergantung kepada berat ringannya
kemungkinan telah terjadi fistula labirin.7,8,14 OMSK tersebut. Pemeriksaanya dengan melakukan tes
garputala, audiometri nada murni, speech reception
Pemeriksaan Fisik Otitis Media Supuratif test (SRT), Word Diskrimination Score (WDS).
Kronik7,8,14 Terjadinya tuli saraf menandakan adanya proses
penyakit tersebut sudah dalam tahap lanjut.
- Pemeriksaan kanalis akustikus eksternus akan
dijumpai suatu proses peradangan, dan terkadang Pemeriksaan dengan menggunakan timpanometri
krusta. bisa digunakan untuk menilai keadaan membran
timpani, tulang pendengaran, dan memberikan
- Otoskopi, akan dijumpai otorrhea yang berbau,
informasi tentang keadaan telinga tengah. Pemeriksaan
membran timpani yang perforasi, jaringan granulasi,
ini dapat dilakukan jika membran timpani dalam
polip, ataupun kolesteatom.
keadaan utuh atau sklerotik.7,17
Otoskop pneumatik diperlukan untuk evaluasi dari
membran timpani dan malleus dan untuk
Evaluasi vestibular

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Pemeriksaan fungsi vestibular bukan merupakan ini. Ini merupakan posisi klasik. Dari
pemeriksaan rutin pada sebagian besar pasien OMSK. pemeriksaan ini kita mendapatkan gambaran
Pemeriksaan ini dilakukan jika ada gejala vertigo, tentang Telinga tengah, meatus akustikus
internus-eksternus dan bagian tulang dari tuba
meliputi tes rotasi sinusoidal, nistagmus spontan dan
eustachius. Dikatakan bahwa pada posisi ini, kita
posisional, dan fistula tes, baik dalam keadaan mata dapat melakukan penilaian terbaik untuk keadaan
terbuka maupun mata tertutup.7,17 udara pada telinga tengah, dengan menilai
tranlusenya dan tulang-tulang pendengaran,
terutama malleus dan inkus. Disamping itu, kita
dapat pula menilai kokhlea.
1.e. Town’s view

Pemeriksaan Radiologi7,17 Dilakukan jika keadaan memang sangat


membutuhkan pemeriksaan ini, hal ini
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan jika terdapat
disebabkan adanya efek radiasi yang besar pada
otorrhea yang berlebihan, dan terjadinya kemungkinan
daerah mata. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
komplikasi, seperti disfungsi saraf, gangguan labirin
mengetahui keadaan meatus akustikus internus,
dan susunan saraf pusat.
labirin dan telinga tengah.
1. Rontgen

Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan


untuk menunjang diagnosis dan prognosis penyakit
tersebut adalah :

1.a.Lateral view

Pemeriksaan dari lateral untuk melihat atik


(resessus epitimpanum), antrum, pneumatisasi
dari rongga mastoid, hubungan sinus sigmoid
terhadap tegmen timpani, dan massa tulang yang
mengelilingi daerah labirin. Foto ini terkadang
Towne’s view 7
mengalami kendala superimposisi dengan telinga
sisi yang sebelahnya, untuk mengatasi hal ini,
dilakukan modifikasi dengan membentuk sudut
pemeriksaan (menempatkan alatnya) dalam posisi 2. Computerized Tomography Scan (CT Scan)
15° terhadap garis horizontal.
CT Scan terutama digunakan untuk menilai sejauh
1.b. Stenver’s view mana proses perluasan dari penyakit tersebut dan
pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya. Pada
Dari pemeriksaan ini kita berharap dapat keadaan untuk menilai komplikasi OMSK ke daerah
mengetahui keadaan tulang petrosus, meatus
intrakranial, seperti abses otak, pemeriksaan ini
akustikus internus, kanalis semisirkularis lateral
dan superior, kavum timpani, antrum mastoid, mempunyai nilai yang sangat penting. CT Scan dapat
dan prosessus mastoid. menilai keadaan tulang – tulang petromastoid dengan
1. c. Schuller view baik dan jika terdapat kecurigaan terdapat massa dapat
digunakan kontras, untuk membedakan massa dengan
Dilakukan untuk melihat keadaan dari tegmen jaringan sekitarnya. Sebaiknya digunakan CT Scan
mastoid, sinus sigmoid, ukuran mastoid secara yang mempunyai nilai resolusi yang tinggi (potongan 1
keseluruhan, visualisasi atik (epitimpanum). mm, baik aksial maupun koronal).

1.d. Submentovertical view Komplikasi intrakranial dari OMSK (terutama


abses) dapat dinilai dengan adanya daerah terlokalisasi
Mempunyai peranan yang penting pada
dengan penguatan yang rendah dan setelah dilakukan
pemeriksaan telinga, sehingga ada istilah bahwa
tidak lengkap melakukan pemeriksaan radiologi pemasukan kontras, akan memperlihatkan adanya
telinga tanpa melakukan pemeriksaan pada posisi daerah dengan penguatan yang tinggi mengelilingi
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


daerah yang penguatanya rendah (hipodens) tersebut. Tahap III : atelektasis telinga tengah
Jika lesi pada otak cukup besar, maka akan didapatkan
adanya penekanan pada daerah ventrikel, dan dalam Tahap IV : adhesive otitis media
hal ini pemeriksaan serial CT Scan dibutuhkan untuk
menilai perkembangan dari lesi tersebut dan
memberikan peringatan sedini mungkin terhadap Tahapan Retraksi Membran Timpani 7
kemungkinan terjadinya ruptur lesi kedalam ventrikel
tersebut, disamping itu pemeriksaan serial ini berguna
untuk menilai keadaan setelah operasi, baik penilaian
terhadap rongga telinga tengah-mastoid maupun lesi Terjadinya kantung retraksi ini (bisa pada pars
didaerah otaknya. flaccida atau pars tensa) dapat mempresipitasi
terjadinya kolesteatom.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Tynpanosclerosis7,8
Pemeriksaan ini pada daerah telinga kurang begitu
memegang peranan yang penting, kepentinganya Otitis media dapat juga menyebabkan
hanya pada beberapa kasus tertentu. Pada pemeriksaan tympanosklerosis, dimana hyalin aselular dan deposit
ini daerah tulang petromastoid dan udara pada daerah calcium terakumulasi di membran timpani.
kavum timpani dan mastoid akan memperlihatkan Tympanosklerosis plak di membran timpani tampak
adanya daerah hitam. Hanya jaringan lunak pada sebagai gambaran semisirkular atau horseshoe shaped
daerah yang berada dalam tulang petrosus temporal plak berwarna putih. Patogenesis terjadinya
yang dapat dengan jelas ditampilkan dan salah satu tympanosklerosis dapat dilihat pada diagram berikut
keuntungan lainya adalah dengan pemeriksaan ini
dapat diperlihatkan saraf kranialis yang melalui dasar
tengkorak dengan jelas dan beberapa saat terakhir juga
sedang dikembangkan untuk melihat permukaan dari
kokhlea dan sebagai pemeriksaan penunjang yang
mempunyai peranan cukup penting pada pasien dengan
neuroma akustik.

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA

Secara umum otitis media baik yang akut maupun


kronis dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
yang infeksius maupun yang noninfeksius
menunjukkan angka morbiditas yang nyata.
Komplikasi yang infeksius termasuk akut dan kronik
mastoiditis, petrositis dan infeksi intrakranial.
Sedangkan komplikasi yang tidak infeksius termasuk Tympanosklerosis 16
di dalamnya perforasi akut atau kronik membran
timpani, atelektasis telinga tengah, dan
tympanosklerosis.7,8
Komplikasi non infeksius yang mungkin terjadi
pada otitis media adalah :

1. Perforasi membran timpani


2. Atelektasis telinga tengah7,8
Sade dan Berco menjelaskan 4 tahap terjadinya
retraksi membran timpani.(Gambar 25 )

Tahap I : retraksi membran timpani

Tahap II : retraksi sampai kontak dengan inkus


Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Ada beberapa jalan yang dapat menyebabkan
terjadinya proses penyebaran infeksi tersebut,
Skema Terjadinya Timpanosklerosis7 diantaranya:13

1. Ekstensi melalui tulang yang telah mengalami


demineralisasi selama infeksi akut atau karena
Komplikasi lain yang infeksius dapat terlihat pada terjadi resorpsi oleh kolestetatom atau osteitis pada
skema berikut, baik pada otitis penyakit kronis yang destruktif
Dapat diketahui bila:
media akut maupun kronis .
a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih
Pembahasan komplikasi pada bab V berikut ini setelah awal penyakit.
akan terbagi menjadi komplikasi intratemporal dan b. Gejala infeksi lokal mendahului gejala infeksi
intrakranial. sistemik
c. Pada proses operasi ditemukan lapisan tulang
yang rusak diantara fokus supurasi dengan
jaringan sekitarnya.
2. Penyebaran melalui darah yang terinfeksi melalui
vena melewati tulang dan dura ke sinus venosus –
petrosus lateral dan superior – struktur intrakranial.
Ternyata tulang yang intak memungkinkan
terjadinya tromboflebitis di dalam sistem vascular
Havers. Penyebaran tromboflebitis dari sinus
lateralis ke serebelum dan dari sinus petrosus
superior ke lobus temporalis menjelaskan
komplikasi yang sering terjadi.

Secara umum penyebaran dengan cara ini terjadi


dalam waktu 10 hari setelah masa infeksi pertama.
3. Melalui jalur anatomi yang normal - oval window
atau round window ke meatus
Komplikasi dari Otitis Media7 Auditori internus, koklea dan aquaduktus
vestibular, dehiscence dari tulang tipis pada bulbus
jugularis, dehiscence garis sutur pada tulang
KOMPLIKASI INTRATEMPORAL & temporal
INTRAKRANIAL PADA OTITIS MEDIA
Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi pada awal dari penyakit


Suatu otitis media terutama OMSK akan b. Serangan labirintis atau meningitis berulang
c. Pada saat operasi ditemukan penjalaran melalui
mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
tulang yang bukan disebabkan oleh proses
sejumlah komplikasinya yang dapat mengancam erosi.9,11,18
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. 4. Melalui defek tulang yang non anatomis, yang
Komplikasi tersebut timbul jika pasien tidak mendapat disebabkan trauma, operasi, atau erosi karena
penanganan yang tepat terhadap penyakitnya dan keganasan.
adanya keterlambatan dalam penanganannya. 5. Melalui defek karena pembedahan, misalnya
Komplikasi dari otitis media dengan atau tanpa fenestrasi ke semisirkular kanal lateral pada operasi
stapedektomi.
kolesteatom dapat terjadi apabila pertahanan telinga
6. Ke dalam jaringan otak sepanjang ruang
tengah yang normal terlewati, sehingga periarteriolar Virchow-Robin. Penyebaran ini tidak
memungkinkan untuk penjalaran infeksi ke struktur mempengaruhi arteri di kortikal, sehingga
sekitarnya.6,7-9,13 menjelaskan pembentukan abses hanya di white
area tanpa terlihat infeksi di permukaan otak
Cara Penyebaran Infeksi

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Diagram yang menggambarkan rute penyebaran Nelly, membagi komplikasi OMSK berdasarkan
infeksi dari telinga tengah, dapat dilihat pada gambar anatominya dapat dibagi menjadi 3:13
berikut.
1. Intratemporal

Diantaranya :

a. Mastoiditis
b. Labirintitis
c. Sensorineural Hearing Loss
d. Petrositis
e. Paralisis fasialis
f. Kolesteatoma
g. Fistula labirinti

2. Intrakranial

Rute Penyebaran Infeksi dari Telinga Tengah13 Diantaranya :

Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain a. Abses epidural
yang dapat menimbulkan terjadinya komplikasi dari b. Trombosis sinus lateralis
c. Otitic hydrocephalus
penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5
d. Meningitis
kategori : e. Abses otak
f. Abses subdural
1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika
3. Resistensi tubuh penderita 3. Ekstratemporal dan kranial
4. Pertahanan anatomi
5. Drainase Diantaranya :
Dua faktor pertama berhubungan dengan
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan a. Abses Bezold
dengan tubuh pasien.13 b. Abses subperiosteal

Dari data yang diperoleh, terdapat kecenderungan


untuk timbulnya komplikasi dari pasien OMSK adalah Sedangkan Adams, dkk mengemukakan klasifikasi
sekitar 76%, dan sebagian besar berhubungan dengan sebagai berikut:10
kolesteatom. Dimana kolesteatom ini sulit untuk A. Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi persisten
diketahui sejak dini dan penanganan juga sulit,
2. Erosi tulang pendengaran
sedangkan jika mengalami keterlambatan dalam 3. Paralisis saraf fasialis
penanganan atau ketidaktepatan dalam penanganan, B. Komplikasi di telinga dalam :
maka dapat mengakibatkan komplikasi yang cepat dan 1. Fistel labirin
serius.6-9,13 2. Labirintitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
Seiring dengan berkembangnya penyakit yang C. Komplikasi di ekstradural :
menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh yaitu 1. Abses ekstradural
HIV dan AIDS pada abad terakhir ini, sebaiknya perlu 2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
dilakukan penelitian lebih mendalam pengaruhnya
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
kelainan ini terhadap OMSK. Karena sampai saat ini 1. Meningitis
belum pernah dilakukan penelitian keduanya.6-9,13 2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis

Klasifikasi Komplikasi OMSK Paparella dan Shumrick (1980) membaginya dalam:10


A. Komplikasi otologik :
1. Mastoiditis koalesen
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


2. Petrositis tahun di Thailand didapatkan data bahwa sekitar
3. Paresis fasial 17.144 pasien datang dengan keluhan OMSK dengan
4. Labirintitis prevalensi terjadinya komplikasi pada daerah
B. Komplikasi intrakranial :
intrakranial adalah sekitar 0.24% dan 0.45%
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis komplikasi pada daerah ekstrakranial. Dari jumlah
3. Abses subdural komplikasi 28% dari OMSK di Sudan, dua pertiga dari
4. Meningitis komplikasi tersebut adalah komplikasi intrakranial.
5. Abses otak Sedangkan dari penelitian yang dilakukan di India
6. Hidrosefalus otitis didapatkan data bahwa angka kematian yang
diakibatkan oleh komplikasi intrakranial berupa abses
Shambaugh (1980) membaginya atas komplikasi
otak adalah 57 %.6-9,13
meningeal dan nonmeningeal :
A. Komplikasi meningeal :
1. Abses ekstradural dan abses perisinus
Berikut ini akan dibahas patofisiologi dan terapi
2. Meningitis
dari masing-masing komplikasi
3. Tromboflebitis sinus lateral
4. Hidrosefalus otitis
5. Otore likuor serebrospinal
Komplikasi Intratemporal6-9,13
B. Komplikasi nonmeningeal :
1. Abses otak
Mastoiditis
2. Labirintitis
3. Petrositis
Patofisiologi
4. Paresis fasial
Mastoiditis yang disebabkan oleh OMK dapat
Skema tempat terjadinya infeksi pada komplikasi otitis
media dapat dilihat pada gambar berikut. digolongkan dalam 2 jenis yaitu mastoiditis koalesens
akut dan mastoiditis kronis.

Penyebab terjadinya komplikasi mastoiditis ini


disebabkan oleh proses infeksi pada rongga telinga
tengah dan rongga mastoid yang kemudian diikuti
dengan adanya perubahan pada mukosa telinga tengah,
dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan baik secara parsial maupun total pada antrum
mastoid sehingga sistim drainase dari rongga mastoid
terganggu dan pada akhirnya proses infeksi pada
rongga mastoid menjadi berlanjut dan menjadi kronis. 6-
9,13
Mastoiditis Koalensen akut lebih sering
berhubungan dengan dengan otitis media akut, tetapi
juga dapat berhubungan otitis media kronis.
Tempat Terjadinya Infeksi pada Komplikasi Otitis
Media13 Koalensen mastoiditis akut terjadi pada proses
pneumatisasi sebagian atau keseluruhan dari sel-sel
Komplikasi intrakranial yang sering terjadi adalah udara yang berada dalam rongga mastoid. Biasanya hal
meningitis (34%), abses otak (25%) lobus temporalis ini terjadi dalam waktu 2 minggu setelah proses akut
(15%), serebelum (10%), labyrintitis (12%), otitic supuratif otitis media.6-9,13
hydrocephalus (12%), thrombosis sinus duramater
(10%), abses ekstradural (3%), petrositis (3%), abses
ekstradural (3%), dan subdural abses (1%). Terjadinya
Diagnosa
komplikasi intrakranial sudah jauh berkurang seiring
dengan adanya penggunaan antibiotik, dari 35% Mastoiditis ditandai dengan gejala sbb:
menjadi 5%.6
1. Demam
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan 2. Nyeri
didapatkan data dalam periode penelitian selama 8 3. Gangguan pendengaran
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan :
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


1. Membran timpani yang menonjol
2. Dinding kanalis posterior yang menggantung
3. Pembengkakan daerah telinga bagian belakang,
sehingga mendorong pinna keluar dan ke depan.
4. Nyeri tekan daerah mastoid, terutama pada MRI pada Kasus Mastoiditis7
posterior dan sedikit diatas liang telinga (segitiga
Mc Ewen) Penatalaksanaan
5. Dari pemeriksaan radiologis dan CT Scan
didapatkan gambaran : destruksi secara hebat dari Tindakan mastoidektomi
sel-sel udara mastoid, opasifikasi sel-sel udara
mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi Labyrintitis
normal dari se-sel tersebut.4,5,7,14,19
Mastoiditis kronis ditandai dengan adanya proses Patofisiologi6-9,13
nekrosis dan erosi (osteolisis) dari septa sel-sel udara
mastoid sehingga pada ruangan mastoid tersebut akan Terjadinya penyebaran pada labirin diakibatkan oleh
terkumpul materi yang purulen. Erosi tulang yang terus adanya pnyebaran secara langsung dari infeksi telinga
menerus akan menyebabkan terjadinya penyebaran tengah kronis, yang dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi, yang jika ke medial dapat menyebabkan gangguan pada fungsi keseimbangan maupun
infeksi intrakranial, ke lateral atau superfisial akan pendengaran. Labirintitis yang disebabkan oleh virus
menyebabkan terjadinya proses abses bezold atau jarang sekali berakibat fatal. Ada 2 jenis labirintitis
abses subperiosteal. yang terjadi, yaitu labitintitis purulen dan serous
labirintitis.
Sedangkan mastoiditis kronis ditandai dengan
adanya cairan purulen kronis yang berbau busuk Proses labirintitis supuratif terjadi setelah bakteri
berwarna kuning kehijauan atau keabu-abuan yang dari OMK menginfiltrasi cairan yang berada dalam
menandakan adanya kesan kolesteatom dan produk rongga labirin, sehingga timbul pus. Beberapa keadaan
degenerasinya, nyeri pada daerah belakang telinga yang mengakibatkan masuknya bakteri dalam rongga
yang telah berlangsung lama. Nyeri merupakan suatu labirin adalah erosi dari tulang labirin, tulang temporal
hal yang patut diwaspadai, karena nyeri ini dapat yang patah, dan labirin fistula. Kerusakan labirin dapat
menimbulkan suatu kesan adanya proses terkenanya mengakibatkan terjadinya vertigo dan penurunan
duramater, sinus lateralis, ataupun pembentukan abses pendengaran. Pada fase peradangan, vertigo
otak. Disertai pula dengan adanya gangguan fungsi merupakan hasil dari perangsangan organ vestibular,
pendengaran yang bersifat konduktif maupun sedangkan jika telah berlangsung lama, vertigo
campuran.6-9,13 merupakan hasil dari kerusakan organ vestibular yang
permanen. Sedangkan gangguan pendengaran yang
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran biasanya bersifat permanen. Hal ini disebabkan karena
adanya gambaran lesi yang irregular didaerah mastoid adanya kerusakan organ korti.
dan daerah sinus sigmoid dikelilingi oleh daerah
hyperostotic. Pada pamariksaan dengan CT Scan Serous labirintitis lebih sering terjadi karena proses
seringkali tidak didaptkan gambaran yang signifikan peradangan dari labirin tanpa disertai dengan
dan seringkali yang dipakai adalah yang sesuai dengan pembentukan pus, peradangan merupakan respon
gambaran klinis. MRI didapatkan gambaran terhadap racun bakteri ataupun sel-sel mediator
nonspesifik, dengan gambaran peradangan yang peradangan. Reaksi peradangan juga menghasilkan
persisten.6-9,13 gejala timbulnya vertigo dan gangguan pendengaran.
Daerah yang paling sering sebagai pintu masuk reaksi
tersebut adalah foramen rotundum maupun foramen
ovale. 7,9,18

Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan


tes fistel.

Diagnosis

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Diagnosis pasti dari kedua hal ini sulit dibedakan, SNHL yang terjadi merupakan pengaruh sekunder
hal ini disebabkan munculnya gejala yang hampir dari kelainan primernya, diantaranya serous dan
sama, tidak ada satu tes pun yang dapat membedakan supuratif labirintitis, fistula labirintitis, dan
kedua kelainan tersebut. Diagnosis serous labirintitis kolesteatom yang telah masuk ke labirin.6-9,13
dapat dibuat retrospektif, yang ditandai dengan adanya
pemulihan gejala vertigo dan gangguan pendengaran. Untuk mengetahui derajat penurunanya dapat
Sedangkan jika terkena supuratif labirintitis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan serial audiometri.
kedua gejala tersebut akan menetap walaupun telah
diambil tindakan operasi.6-9,13
Petrositis

Patofisiologi
Penatalaksanaan
Merupakan proses peradangan bagian petrosus dari
Penanganan dari labirintitis yang diakibatkan oleh
tulang temporal yang ditandai dengan timbulnya
OMK adalah dengan tindakan kultur dan dilakukan
sindrom Gradenigo.6-9,13 Apex petrosus terdapat pada
tindakan drainase. Pada infeksi akut cukup kita
bagian medial – anterior dari tulang temporal, dengan
lakukan tindakan miringotomi dan pemakaian
posisi tepatnya adalah di depan otic capsule. Pada
timpanostomi tube, disamping pemberian antibiotika.
daerah ini terdapat penonjolan yang dibentuk dari a.
Sedangkan pada kasus yang kronis, diperlukan
karotis interna. Tulang temporal mempunyai sel-sel
tindakan masteidektomi. Beberapa ahli
udara sampai daerah apex petrosus sekitar 30% dari
merekomendasikan untuk dilakukan tindakan ini pada
tulang temporal, timbulnya pneumatisasi ini setelah
masa akut untuk menghindari terjadinya komplikasi
anak berusia lebih dari 3 tahun. Dimana sel-sel ini
yang lebih luas. Pasien sebaiknya bedrest total
akan berhubungan dengan telinga tengah maupun
ditempat tidur dengan pergerakan kepala yang
rongga mastoid melalui jalur sempit yang letaknya
seminimal mungkin. Pemberian antibiotika selama
bersebelahan dengan otic capsule. Sehingga infeksi
masih dalam perawatan di RS dilakukan intravena. 6-9,13
daerah telinga tengah maupun mastoid dapat
Tindakan operasi labirintektomi dilakukann jika
mempengaruhi se-sel udara yang terdapat pada apex
terdapat gangguan total dari fungsi labirin tersebut atau
petrosus melalui daerah celah sempit tersebut.
meningitis setelah pasien mendapatkan terapi yang
adekuat dengan antibiotik. Jika ditemukan proses Jadi karakteristik di daerah tulang petrosus ini :
ossifikasi pada labirin sebaiknya dilakukan tindakan
pemasangan kokhlear implant.6-9,13  Drainase lebih terbatas
 Proksimal dari apical air cels sampai diploic spaces
merupakan predisposisi terjadinya osteomyelitis
 Proksimal dari struktur intrakranial dan drainase
Sensorineural Hearing Loss yang kurang memperedisposisi terjadinya ekstensi
ke intrakranial
Sebenarnya hubungan antara OMK dengan SNHL Kelainan petrositis timbul jika sistim drainase dari
masih kontroversial, walaupun secara klinis terlihat mastoid daerah apex petrosus terganggu sehingga akan
seperti berhubungan. Beberapa faktor yang diduga terjadi peradangan pada daerah tersebut dan
turut berperan adalah endotoksin, patogenesis bakteri, selanjutnya akan menyebar ke daerah sekitarnya. Apex
factor sirkulasi dan faktor mekanik. Teori lain petrosus ini posisinya berdekatan dengan fossa kranial
mengatakan bahwa seringkali terjadinya gangguan medial dan posterior, sehingga jika sampai infeksi
pada aliran darah foramen ovale dan diikuti dengan tersebut menyebabkan terjadinya petrositis dapat
berkurangnya pasokan oksigen ke telinga bagian menyebabkan timbulnya infeksi ke daerah intrakranial.
dalam, sehingga akan menyebabkan kerusakan pada
telinga bagian dalam.6-9,13

Paparella menunjukkan bahwa otitis media kronik Diagnosa


dapat menyebabkan permanen SNHL karena pasase
substansi toksik melalui membran round window. Petrositis sendiri berhubungan dengan timbulnya
Sindrom Gradenigo, yang terdiri dari trias klasik:6,7,13

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


1) Nyeri di belakang mata atau telinga yang hebat Paralisis Fasialis
2) Keluarnya cairan dari telinga
3) Kelumpuhan dari saraf kranialis ke-6 (N. Posisi kanalis fasialis yang cukup panjang
Abducens) yang terletak pada Dorello’s canal, pada sepanjang tulang temporal, menyebabkan saraf fasialis
sisi ipsilateral sehingga timbul keluhan diplopia. ini mudah mengalami infeksi atau gangguan lainya jika
terdapat penyakit yang mengenai tulang temporal.
Di samping timbulnya sindrom gradenigo tersebut, Pada OMK, terjadinya infeksi dan peradangan dapat
ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan mengenai saraf fasialis setelah terlebih dahulu
berkaitan dengan timbulnya petrositis ini yaitu nanah mengerosi tulang yang membentuk kanalis fasialis,
yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang sehingga dapat mengakibatkan terjadinya paresis dan
menetap pascamastoidektomi. paralysis. Pada dewasa, komplikasi ini dapat terjadi
pada OMK sendiri ataupun OMK dengan disertai
Diagnosis dari penyakit ini dapat dilihat dari kolesteatom (80%) dan jaringan granulasi. Jika murni
adanya gejala yang penting, berupa nyeri yang hebat OMK, maka kelainan ini pada kanalis fasialis ditandai
sepanjang perjalanan saraf trigeminus pada saat OMK dengan osteitis pada tulang temporal yang melindungi
terjadi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan kanalis fasialis tersebut. Sedangkan jika disertai
adalah dengan pemeriksaan CT Scan setinggi tulang dengan kolesteatom ditandai dengan adanya erosi pada
temporal, didaerah apex petrosus akan ditemukan tulang temporal. Karena hal tersebut dapat
tulang yang mengalami destruksi dan jika dicurigai mengakibatkan terjadi udema dan kompresi pada saraf
adanya kemungkinan penyebaran kedaerah fasialis sehingga dapat menimbulkan terjadinya paresis
intrakranial, dapat dilakukan pemeriksaan lumbal yang diikuti dengan paralisis saraf fasialis.6-9,13
pungsi ataupun MRI otak.6-9,13
Pada anak, paralisis fasialis yang terjadi sering
merupakan akibat dari otitits media akut dan
mastoiditis dengan efusi supuratif.

Asumsi bahwa paralisis fasialis in timbul sekunder


karena proses inflamasi , harus memenuhi kriteria
diagnostik:

- Proses inflamasi harus berada pada sisi yang sama


dengan paralisis fasialis yang terjadi

- Onset dari infeksi akut atau eksaserbasi dari infeksi


kronikharus berhubungan dengan onset paralisis

Karena sangat sedikit spesimen untuk studi


histologi, patogenesis terjadinya paralisis fasialis
berdasarkan asumsi. Infeksi bisa terjadi di berbagai
titik saraf fasialis. Yang paling sering terkena adalah
CT scan pada Kasus Petrositis16 segmen tympani dari canal fallopian, proksimal dari
piramidal genu, karena segman ini sering tererosi oleh
Penatalaksanaan kolestetatom dan penutupan inkomplit pada kanal ini
ditemukan pada 57 % tulang temporal.
Penanganan kasus petrositis yang akut adalah
dengan menggunakan intravena antibiotika yang tepat Telah diketahui pula bahwa kongesti vena,
dan tindakan masteidektomi. Pada pasien petrositis edema jaringan, direct neural toxicity adalah faktor
yang disebabkan oleh OMK seringkali diikuti dengan utama yang berhubungan dengan paralisis, keadaan
adanya osteomielitis pada tulang petrosus yang subakut dan kronik lebih kepada erosi tulanag dan
menjadi resisten terhadap tindakan terapi konservatif menyebabkan kerusakan saraf
antibiotika. Sehingga diperlukan tindakan eksplorasi
dari tulang apex petrosus disamping tindakan Pada pemeriksaan fisik, kita dapat melakukan tes
masteidektomi.6-9,13 topografi untuk mengetahui posisi dari kerusakan saraf

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


fasialis tersebut. Apakah terdapat kelainan dari segmen Kolesteatoma menyerupai kista, merupakan lesi
intratemporal ataukah segmen mastoid. yang berkembang didaerah tulang temporal, dibatasi
oleh epitel stratified skuamosa dan berisi keratin yang
Tes topografi dapat terlihat pada skema di halaman terdeskuamasi dan purulen. Kolesteatom
berikut . mempengaruhi telinga tengah dan mastoid, tetapi pada
prinsipnya kolesteatom dapat timbul dimanapun daerah
tulang temporal yang mengalami pneumatisasi atau
yang berisi sel-sel udara. Kolesteatom dapat berasal
dari kongenital ataupun didapat.

Pada kolesteatom yang didapat, teori terbentuknya


masih merupakan hal yang kontraversial. diduga
kolesteatom merupakan hasil dari komplikasi OMK,
dimana OMK dapat mengakibatkan terjadinya
transformasi mukosa dan epitel. Proses yang terjadi
adalah metaplasia dari epitel kolumnar pseudostratified
bersilia menjadi epitel skuamosa berlapis, yang
memegang peranan penting untuk terbentuknya
kolesteatom. Para ahli masih belum sependapat sama
seluruhnya tentang teori terjadinya proses resopsi dari
tulang oleh kolesteatom. Dikatakan bahwa resopsi dari
tulang merupakan hasil proses sekunder dari reaksi
Tes Topografi Nervus Fasialis7
ensimatik dan reaksi yang diperantai sel. Supreinfeksi
Penanganan yang perlu dilakukan jika kita dan peningkatan tekanan dari kolesteatom disebabkan
mendapatkan adanya paralisis saraf fasialis yang oleh terperangkapnya kolesteatom dalam ruangan
diakibatkan oleh adanya OMK adalah dengan sempit sehingga akan mempercepat proses osteolitik
melakukan eksplorasi segera daerah telinga tengah dari tulang. Reaksi enzimatik memegang peranan yang
dengan melakukan tindakan masteidektomi untuk sangat penting untuk terjadinya proses osteolitik
menghilangkan semua jaringan patologik, baik tulang tersebut.6-9,13
yang terinfeksi maupun kolesteatom, jika saraf fasialis
telah terkena, maka sebaiknya kita bersihkan
semaksimal mungkin jaringan patologiknya dengan
tetap meninggalkan jaringan granulasi yang telah
menempel pada saraf fasialis seminimal mungkin, hal
ini kita lakukan untuk menghindari terjadinya trauma
pada saraf tersebut yang akhirnya berakibat lebih
parah. Beberapa penulis, mengemukakan bahwa
sebaiknya dilakukan tindakan eksplorasi kanalis
fasialis dari ganglion genikulatum sampai foramen
stilomastoideum, jika ada daerah sepanjang
epineurium saraf fasialis yang telah terkena, maka
sebaiknya dilakukan tindakan pembukaan dari
selubung sarafnya kemudian dibersihkan dan Skema Kolesteatom di Telinga Tengah20
selanjutnya dilakukan tindakan pencangkokan terhadap
Ada 4 teori dasar mengenai patogenesis
daerah yang terkena. Selama proses operasi sebaiknya
terjadinya acquired kolesteatom : 7
dilakukan juga tindakan pengambilan contoh jaringan
untuk dilakukan tes kultur dan setelah operasi 1. Invaginasi membran timpani (Witmaack,1933)
diberikan antibiotik yang adekuat.6-9,13 Merupakan proses primer tejadinya kolesteatom di
atik. Retraksi pocket di pars flaccida semakin
Kolesteatoma dalam karena tekanan negatif telinga tengah dan
inflamasi yang berulang. Hal ini menyebabkan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


keratin yang berdeskuamasi tidak dapat dibersihkan
dari kantung tersebut, berakumulasi dan
membentuk kolesteatom. Kolesteatom di retraction
pocket ini terjadi karena disfungsi tuba eustachius
Teori Terjadinya Kolesteatom7
dengan resultan tekanan negatif telinga tengah
(teori ”ex vacuo”) Kolesteatom yang mengadung debris keratin yang
terperangkap di ruang antar jaringan, merupakan
2. Hiperplasia sel basal (Lange, 1925)
Sel epitel (prickle cells) pada pars flaccida dapat subyek untuk terjadinya infeksi rekuren. Bakteri yang
menginvasi jaringan subepitel dengan cara terdapat pada kolesteatom adalah :
berproliferasinya lapisan pada sel epitel. Jadi
lamina basalis bisa ditembus oleh lapisan epitel ini
sehingga terbentuk mikrokolestetatom. Hal ini
menjelaskan mengapa dapt terjadi kolestetatom
pada membran timpani yang intak. Menurut teori
ini mikrokolesteatom dapat membesar dan
menyebabkan perforasi sekunder pada membran
timpani

3. Epithelial ingrowth melalui perforasi (Habermann,


1889)
Epitel skuamosa yang berkeratinisasi dari membran
timpani bermigrasi ke telinga tengah melalui
perforasi (contact guidance) dan bila menemukan Bakteri pada Kolesteatom7
permukaan epitel lain akan berhenti bermigrasi
(contact inhibition). Jadi pada perforasi membran
timpani, proses inflamasi akan menghancurkan
inner mucosal lining dari membran timpani, akan Kerusakan tulang temporal pada kasus OMSK
memudahkan epitel berkeratinisasi dari luar untuk dapat atau tanpa disertai dengan kolesteatom. Ada 3
bermigrasi ke dalam dan membentuk kolesteatom. hal yang mempengaruhinya :

4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt, 1873) 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan yang
Simple squamous atau cuboidal epithelium dari diakibatkan oleh ekspansi dari kolesteatom sebagai
akumulasi dari sejumlah keratin dan debris purulen.
celah di telinga tengah akan mengalami
2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri (endotoksin),
transpormasi metaplatik menjadi epitel yang produk dari jaringan granulasi (kolagen, asam
berkeratinisasi. Didukung oleh Sade (1971) bahwa hidrolase), dan subtansi yang berhubungan dengan
sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi kolesteatom itu sendiri (faktor pertumbuhan dan
proses inflamasi untuk berkeratinisasi. Sehingga sitokin).
daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah 3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
dapat membesar karena akumulasi debris dan Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali pada
kontak dengan membran timpani. Dengan adanya baberapa bagian telinga tengah tertentu yang kemudian
infeksi dan inflamasi maka kolestetaom akan menyebar ke ruangan lain dari telinga tengah. Bagian-
menyebakan lisis dari memberan timpani dan bagian tersebut adalah daerah sekitar atik, pars
perforasi (kolesteatom atik) flaksida, dan posterior dari mesotimpanum. Daerah
epitimpanum yang paling sering untuk timbulnya
kolesteatom adalah Prussak’s space (paling sering)
atau resessus epitimpani anterior. Prussak’s space
merupakan daerah berupa kantong yang dangkal yang
berada dibagian posterior dari pars flaksida.
Kolesteatom yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan
inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum dan
rongga mastoid.6-9,13
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Sedangkan kolesteatom yang berasal dari daerah Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pada
epitimpani anterior akan tumbuh ke daerah anterior keadaan membran timpani yang utuh, didapatkan
sepanjang prosessus kokhleoformis dan kemudian gambaran massa putih dibelakang membran timpani
masuk ke resessus supratubal, yang kemudian akan yang sulit dibedakan dari plak karena
masuk ke daerah mesotimpanum melalui kantong timpanosklerotik. Yang mana hal ini dapat dibuktikan
anterior dari Von Troltsch. dengan pemeriksaan pneumatoskopi. Dari pemeriksaan
garputala didapatkan kesan adanya gangguan tuli
konduktif pada sebagian besar pasien. Pada tes Weber
lateralisasi pada telinga yang mengalami kelainan,
sedangkan dari tes Rinne fungsi dari hantaran tulang
lebih baik dari pada hantaran udara. Pemeriksaan
timpanometri tidak memberikan informasi yang
signifikan terhadap evaluasi dari kolesteatom.

Skema Terbentuknya Kolesteatom pada Pars Dari pemeriksaan radiologis didapatkan adanya
Flaccida20 gambaran erosi pada tulang dan daerah radiolusen
yang menyerupai perluasan antrum, dimana sel-sel
Pasien OMK dengan kolesteatom akan udara antrum dan mastoid telah mengalami destruksi.
mengeluhkan seringkali terjadi pengeluaran cairan dari CT scan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan lokasi dan perluasan dari kolesteatom tersebut.6-9,13
pendengaran yang progresif. Kolesteatom dapat
mengakibatkan terjadinya erosi pada tulang
pendengaran daerah kanalis akustikus eksternus.
Fistula labirin
Kolesteatom pada anak mempunyai gejala klinis
yang sama dengan dewasa, usia paling sering Fistula labirin merupakan suatu keadaan dari erosi
tulang dan tereksposnya membran endosteal dari
terjadinya adalah pada usia 10 tahun, lebih sering
telinga bagian dalam, seperti halnya terjadi fistula
terjadi pada anak laki-laki. Sebagian besar kolesteatom kedalam ruangan yang berisi cairan perilimph di
terjadi pada daerah epitimpanum (70%-80%) dan telinga bagian dalam. Ada 2 teori terjadinya erosi pada
gejala yang muncul adalah pengeluaran cairan dari tulang telinga bagian dalam:
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan 1) Osteolysis, dimana tulang akan diresopsi yang
pendengaran yang progresif. Dan didapatkan kantong ditandai dengan adanya peningkatan tekanan dari
retraksi didaerah posterosuperior membran timpani. kolesteatom atau aktivasi dari mediator matriks
kolesteatom.
Penanganannya seringkali mengalami kesulitan
2) Osteitis, terjadi pada penghubung antara jaringan
dikarenakan pasien yang kurang koperatif. granulasi yang timbul dengan lapisan tulang.
Salah satu komplikasi intratemporal yang sering
dari OMK dan kolesteatom adalah fistula labirin.
Prevalensi terjadinya fistula labirin pada pasien OMK
dengan kolesteatom adalah 5% - 10%, dengan lokasi
yang paling sering adalah kanalis semesirkularis
lateralis (90%) dan kokhlea pun dapat terkena melalui
foramen ovale atau promontorium (16%-20%).6-9,13

Gejala yang muncul tergantung kepada berat-


ringannya fistula yang terjadi. Apabila hanya terjadi
erosi tulang kanalis semisirkularis “blue-line” , maka
masih belum ada gejala signifikan yang muncul
(asimtomatik), yang paling mungkin hanya gejala
vertigo yang disebabkan oleh perubahan tekanan dan
suhu. Sedangkan jika terjadi ekspos dari lapisan
membranaseus maka gejala yang muncul adalah
vertigo dan gangguan pendengaran, jika sampai terjadi
gangguan pada cairan perilimph, maka dapat terjadi
Kolesteatom pada Telinga Tengah16
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


gangguan sensorineural dan vertigo yang sangat berat. 3. Masuk kedalam lapisan otak.
Gangguan pendengaran bersifat menetap. Penyebaran komplikasi terjadi melalui proses
Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan hematogenous juga dapat terjadi, walaupun jarang.
tes fistel, yaitu dengan memberikan tekanan udara Sebagian besar proses komplikasi intrakranial terjadi
yang positif maupun negatif keliang telinga, bisa
melalui infeksi langsung dari telinga tengah ataupun
dengan menggunakan otoskop Siegel, bila fistel
tersebut masih dalam keadaan paten, maka akan terjadi mastoid.
ekspansi dan kompresi membran labirin. Bila terdapat
fistula (positif) maka akan terjadi nistagmus atau Karena perluasan infeksi langsung dari ke struktur
vertigo. Tes fistula bisa bernilai negatif apabila intrakranial oleh bakteri, maka fase bakteriemia
fistulanya tertutup oleh jaringan granulasi, oleh sebab mungkin saja tidak terjadi. Sehingga salah satu
lain atau labirin tersebut sudah mati. pertahanan tubuh, berupa sirkulasi, menjadi tidak
Pemeriksaan CT Scan yang beresolusi tinggi, teraktivasi untuk membentuk pertahanan humoral
potongan 1 mm, akan memberikan informasi mengenai tubuh terhadap invasi bakteri tersebut. Sekalinya
adanya fistel labirin tersebut, yang biasanya terdapat bakteri masuk kedalam struktur intrakranial, maka
pada daerah kanalis semisirkularis horisontalis.6-9,13 bakteri tersebut akan mengalami proses replikasi yang
tidak dapat dihalangi oleh sampai terbentuknya reaksi
immunologi yang diperantarai oleh sel. Sitokin
Komplikasi Intrakranial 6-9,13 Eksogenus seperti interleukin 1β, interleukin 6, dan
tumor nekrosis faktor (TNFα) akan menyebabkan
Pada masa sekarang ini, insidensi terjadinya terjadinya reaksi peradangan yang kompleks. Proses
komplikasi intrakranial dari OMSK sudah jauh penyakit yang luas akan sangat dipengaruhi oleh
berkurang, seiring dengan membaiknya kesadaran virulensi bakteri, respon peradangan dari tubuh,
masyarakan akan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pertahanan anatomi, dan pengobatan dari tubuh.6-9,13
pengobatan yang tepat. Pemakaian antibiotik yang
tepat dan cepat, juga mempengaruhi OMK sehingga Dalam penanganan OMSK, kemungkinan untuk
dapat mempengaruhi insidensi komplikasi intrakranial. terjadinya proses komplikasi intrakranial harus selalu
Dalam masa preantibiotik disebutkan bahwa, tingkat dipikirkan. Adanya otalgia otorrhea yang berbau
insidensi terjadinya metastase intrakranial pada pasien busuk, demam yang tinggi, dan nyeri kepala,
OMK adalah 2%-6%, yang kemudian berdasarkan merupakan gejala awal dari timbulnya komplikasi
penelitian tahun 1962, insidensi tersebut menjadi jauh intrakranial. Perubahan keadaan status mental, lemah
berkurang menjadi sekitar 0,15%. 7,9 Berdasarkan hasil anggota badan, aphasia, kekakuan daerah leher, dan
penelitian yang dikemukakan oleh McGuirt, 1983, sampai koma, merupakan gejala yang timbul lambat,
bahwa komplikasi intrakranial yang diakibatkan ole sesudah proses komplikasi berlangsung cukup lama
OMSK mencapai 0,5%, dan angka kematian yang dan meluas.5,7
terjadi sekitar 10%. Sedangkan berdasarkan hasil
Secara umum CT Scan dan MRI merupakan
penelitian oleh Prellner dan Rydell, tingkat terjadinya pemeriksaan penunjang yang penting untuk
insidensi komplikasi intrakranial berkurang setelah mengetahui terjadinya proses komplikasi tersebut. CT
pemakaian antibiotik yang tepat, dari 2% menjadi Scan akan memberikan gambaran yang jelas tentang
0,02%. 6-9,13 terjadinya proses kerusakan dari struktur tulang, dan
dengan menggunakan kontras, CT Scan dapat
Proses patofisiologi terjadinya komplikasi memberikan gambaran terjadinya abses, perangsangan
intrakranial dari OMSK merupakan hal yang kompleks daerah selaput otak, dan pengumpulan cairan. MRI
antara faktor mikrobiologi dengan tubuh manusia. digunakan lebih sensitif untuk mengetahui adanya
Pada saat terjadi OMSK, pertahanan tubuh manusia cairan intra dan ekstrakranial. Sensitif untuk
secara anatomi maupun immunologi akan mengalami membedakan kelainan didaerah ekstradura dan subdura
gangguan bahkan jika infeksinya berlangsung hebat dan secara sensitif mengetahui kelainan daerah
sampai dapat merusak sistim pertahanan tubuh kita parenkim.
baik yang lokal maupun yang sistemik. Pemeriksaan dengan menggunakan MR angiografi
Terjadinya proses penyebaran penyakit ke akan memberikan evaluasi tambahan terhadap aliran
intrakranial melalui 3 tahapan : darah di daerah sinus duramater, bulbus jugularis, vena
didaerah korteks dan vene-vena kecil lainya.7
1. Dari telinga tengah ke lapisan meningen
2. Melintasi meningen Abses Epidural

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Abses ini terjadi dekat dengan daerah tulang Abses epidural ini dapat meningkatkan tekanan
temporal. Proses peradangan yang berlangsung kronis intrakranial sehingga kita dapat menemukan adanya
pada daerah telinga tengah dan tulang temporal akan defisit neurologis dan papil edema. Erosi dari kranium
menyebabkan penyebaran kedarah epidural melalui ke luar sehingga membentuk abses subperiosteal,
vena yang berada dalam tulang tersebut ataupun misalnya pada tumor Potts puffy.6-9,13
melalui erosi tulang . Timbulnya osteitis yang
dihasilkan dari erosi tulang, biasanya hal ini tidak Abses epidural dapat pula berkembang ke arah
dijumpai jika tidak disertai dengan adanya medial, di atas apeks petrosus, sehingga dapat
kolesteatom. Tempat yang paling sering dari terjadinya mengiritasi Gasserian ganglion dari nervus trigeminal,
erosi tulang tersabut adalah melalui daerah tulang yang dan nervus abducens, sehingga timbul Gradenigo’s
tipis yang berada di fossa kranial media atau melalui syndrome (nyeri daerah wajah, diplopia, dan
tulang di dekatnya melalui fossa cranial posterior atau ottorrhea).
sinus sigmoid. Daerah rongga epidural merupakan
daerah yang potensial, terjadi ketika lapisan
periosteum atau lapisan duramater terluar terpisahkan
dari lapisan dalam yang melapisi tulang kranial.
Duramater sendiri resistensi yang cukup tinggi untuk
menahan perluasan penyakit.6-9,13

Abses Epidural yang Meluas ke Apeks Petrosus 13


Abses Epidural 13

Terkadang pada proses tersebut disertai


pembentukan jaringan granulasi disamping Ekstensi ke posterior sekitar sinus sigmoid akan
pembentukan pus. Jika selama proses infeksi disertai menyebabkan sigmoid sinus-perisinus abses. Hal ini
dengan pemberian terapi antibiotika yang tepat, maka berhubungan thromboflebitis yang terjadi pada sinus
akan terbentuk abses yang purulen. Terkadang sigmoid san sinus tranversus. Meskipun jarang terjadi
bersamaan dengan terjadinya penyebaran ini juga abses perisinus dapat berekstensi melalui foramen
disertai dengan penyebaran kedaerah intrakranial jugular ke leher.6-9,13
lainya. 9

Diagnosis

Adanya nyeri lokal yang dalam atau nyeri


kepala dengan demam low-grade dapat disebabkan
karena infeksi epidural ini. Tetapi dapat pula
asimptomatik.

Penggunaan kontras pada pemeriksaan CT Scan


ataupun MRI akan membantu sekali untuk menegakan
diagnosis abses epidural ini. Dikatakan bahwa
pemeriksaan dengan MRI mempunyai nilai sensitifitas
Abses Epidural dan Abses Subperiosteal 13
yang lebih baik daripada CT Scan, hal ini dikarenakan
abses tersebut mengenai jaringan lunak. MRI dengan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


kontras gadolinium dapat mendeteksi adanya penyebaran secara tidak langsung terjadi melalui
penebalan lapisan duramater dan peradangan. Bukti thromboflebitis yang retrograde yang melibatkan vena-
bahwa terdapatnya proses erosi pada daerah tulang vana kecil daerah mastoid. Infeksi daerah perisinus
akan menyebabkan terbentuknya thrombus mural
dapat dilihat dengan menggunakan CT Scan, dengan
dalam lumen sinus. Thrombus mural dapat membesar
menggunakan potongan axial maupun koronal. Daerah intralumen dan dapat menyumbat lumen kemudian
tegmen timpani paling baik dievaluasi dengan terinfeksi atau mengalami proses inflamasi. Bila tidak
menggunakan potongan koronal dan daerah fossa mengalami infeksi, trhombus akan bertumpuk. Bila
kranialis posterior paling baik dengan menggunakan mengalami infeksi, thrombus akan menjadi nekrotik
potongan aksial.7,8 dan melepaskan septic emboli, menyebabkan
septikemia dan high spiking fevers satu atau dua kali
sehari. Obstruksi dari sistim drainase sinus dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dan sakit kepala yang tidak jelas
penyebabnya. Hidrocephalus otitis merupakan
komplikasi yang serius dari trombosis sinus lateralis,
yang dapat menyebabkan terjadinya proses perubahan
pandangan dan kelemahan saraf abducens.

Perkembangan Venous Sinus Thrombophlebitis14

Diagnosa
Tanda dan gejala yang timbul berhubungan dengan
thrombophlebits sinus sigmoid sebagai akibat
MRI pada Kasus Abses Epidural 7 inflamasi dan hidrodinamik intrkranial yang terganggu.
Gejala klinis klasik yang terjadi adalah : nyeri
Penatalaksanaan kepala, malaise, spiking fever, mengigil, peningkatan
tekanan intrakranial, dan Griesinger’s sign.
Bila ditemukan jaringan granulasi epidural, tulang Griesinger’s sign adalah adanya edema postauriculer
sekunder karena trombosis pada vena emissary
dan sekitarnya diangkat, jaringan granulasi dilepaskan
mastoid. Griesinger’s sign digambarkan sebagai edema
dengan diseksi tumpul dari duramater. Mungkin saja diatas processus mastoideus, tapi harus dibedakan
terjadi perforasi pada dura, dan dapat menyebabkan dengan subperiosteal edema atau abses pada akut
meningitis. Pada kasus tertentu bisa dilakukan koalesen mastoiditis.11.
pengangkatan dari plate fossa posterior. 6-9,13 Nyeri kepala, iritabilitas, letargi, dan papil edema
dapat terlihat sebagai akibat dari peninggian tekanan
Trombosis sinus lateralis 6-9,13 intrakranial. Pada kasus sinus sigmoid thromboflebitis,
dapat terbentuk abses ekstradural, otitic hydrocephalus
dan abses otak.6-9,13
Patofisiologi
Menduduki peringkat kedua dalam hal komplikasi
Queckenstedt-Stookey dan Tobey-Ayer test dengan
intrakranial OMK yang dapat menyebabkan kematian.
cara pungsi lumbal adalah cara untuk mengetahui
Terdapat 3 sinus dura yang berhubungan sangat
trombosis sinus lateralis, tapi test ini berbahaya dan
dekat dengan tulang temporal yaitu sinus sigmoid,
tidak bisa diandalkan. Tes ini mengukur tekanan CSF
sinus petrosal superior, dan sinus petrosal inferior.
dan melihat perubahannya pada penekanan satu atau
Ketiga sinus ini adalah struktur intradural dengan satu
kedua vena jugularis interna, penekanan dilakukan
bagiannya melekan ke lapisan archnoid dan bagian lain
dengan jari. Pada orang normal, penekanan pada
melekat pada sulkus di tulang temporal.
masing-masing vena jugularis interna akan
Daerah lateral dan sinus sigmoid merupakan daerah
menyebabkan peningkatan tekanan secara cepat pada
yang relatif tidak terlindungi terhadap proses
tekanan CSF 50-100 mmhg di atas level normal. Dan
peradangan didaerah dekatnya sebagai akibat dari
pada saat jari dilepaskan akan terjadi penurunan yang
OMK. Penyebaran secara langsung terjadi melalui
cepat pula.
mastoid karena erosi dari tulang temporal yang
diakibatkan oleh osteitis ataupun nekrosis. Sedangkan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Pada kasus sinus lateralis trombosis , penekanan Angiografi pada Kasus Obstruksi Sinus Tranversus
vena tidak akan menyebabkan peningkatan tekanan Dekstra7
CSF atau peningkatan secara perlahan 10-20 mmhg
saja. 13 Penatalaksanaan
Penanganan modern dari trombosis sinus lateralis
adalah dengan berdasarkan atas kontrol terhadap
infeksi dengan tehnik bedah yang seminimal mungkin
dan antibiotika yang seefektif mungkin. Ketika diduga
terdapat trombosis daerah sinus sigmoid, maka
penggunaan antibiotika yang efektif dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyebaran secara
hematogen. Antibiotik spektrum luas digunakan
sampai kita mendapatkan kuman yang spesifik dari
hasil kultur. Kuman yang biasanya menyerang adalah
dari golongan aerob-anaerob saluran nafas atas
(staphylococcus dan streptococcus). Pada umumnya
Skema Tobey-Ayer Test13 digunakan kombinasi obat yang mempunyai penetrasi
yang baik terhadap sawar darah otak, yaitu dari
Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT golongan penicillin dan kloramphenikol. Yang
Scan dan MRI akan didapatkan gambaran trombosis kemudian dikombinasikan dengan obat intravena dari
sinus duramater. Dengan menggunakan kontras pada penicillin, nafcillin, ceftriakson, atau metronidazole.6-
pemeriksaan CT Scan, maka dapat dilihat daerah 9,13

trombosis sinus duramater yang mengalami kelainan.


Potongan aksial memperlihatkan adanya “delta sign”.13 Tindakan masteidektomi ditujukan untuk
menampilkan ekspos yang luas dari sinus sigmoid.
Sedangkan dengan pemeriksaan MRI kita akan Tulang dibuang sampai terekspos duramater, semua
menjumpai adanya peningkatan sinyal intraluminal jaringan granulasi dibuang dan dinding dari sinus
dalam sinus yang terlibat.13 diperiksa. Daerah dinding sinus jika tampak normal,
Pemeriksaan gold standarnya adalah dengan
maka tidak memerlukan tindakan lanjutan, tetapi jika
menggunakan angiografi serebral, dimana kita akan
dinding sinus tampak merah, saat palpasi tampak tidak
mendapatkan gambaran anatomi dari sisitim vena
bergerak, maka sebaiknya kita lakukan tindakan
serebral, sehingga kita akan mendapatkan gambaran
aspirasi dari sinus tersebut dengan menggunakan jarum
oklusi dari sistim vena tersebut.7,13
yang ukurannya kecil. Jika hasil aspirasi tersebut
adalah darah, maka kita tidak perlu untuk intervensi
lagi, tetapi jika jasil aspirasinya tidak didapatkan
darah, maka dapat diduga adanya trombosis atau jika
kita dapatkan adanya pus, maka hal ini menandakan
adanya thrombus yang terinfeksi. Yang selanjutnya
dilakukan tindakan aspirasi lanjutan dan drainase dari
pus dan jaringan trombosis tersebut.6-9,13

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Penatalaksanaan
Ditujukan untuk meneradikasi penyakit
supuratif pada telinga dengan antimikroba yang sesuai
MRV pada Kasus Lateral Sinus Thrombosis 7 dan terapi pembedahan dan mengurangi peningkatan
tekanan intrakranial secara agresif untuk mencegah
Hidrocephalus otitis
sekuele yang timbul akibat tekanan intrakranial yang
Patofisiologi sangat berat .Hal ini dapat mengakibatkan atropi saraf
optikus sehingga mengakibatkan papil edema bilateral,
Dikenal juga sebagai serebri pseudotumor sehingga papil edema bilateral yang persisten dapat
(Symonds, 1931) dan dihasilkan dari proses otitis dihindari. Biasanya lapang pandang (visual field) lebih
media. (Quincke, 1893). Merupakan suatu syndrome terganggu bila dibadingkan dengan ketajaman
dengan keadaan peningkatan tekanan intrakranial penglihatan (visual acuity). Jadi penting untuk
dengan keadaan CSF yang normal dan tanpa adanya memonitor lapang pandang, ketajaman penglihatan dan
abses otak berkaitan dan berhubungan dengan kelainan derajat papil edema. Juga dapat dilakukan serial
penyakit telinga yang supuratif .Timbulnya kelainan lumbal pungsi atau pemasangan drain daerah lumbal
ini setelah beberapa minggu terjadinya proses OMA. selama beberapa minggu. Jika kelainan berlangsung
OMK merupakan suatu keadaan yang potensial untuk dalam jangka waktu yang lama, pemasangan
terjadinya hal ini. Trombosis sinus lateralis nonseptik ventrikular shunting atau dekompresi subtemporal
berhubungan dengan adanya kelainan ini. Paling sering dapat dilakukan. Penggunaan obat-obatan diuretik,
timbul pada anak-anak atau dewasa muda.6-9,13 steroid, dan agen dehidrasi hiperosmolar dapat
digunakan. Mastoidektomi dapat dilakukan setelah
Patofisiologi terjadinya kelainan ini masih belum kondisi stabil untuk mengatasi sumber infeksi kronis di
diketahui secara jelas. Kelainan ini bukan merupakan telinga.6-9,13
hidrocephalus yang sebenarnya, karena keadaan
ventrikel otak yang tidak mengalami pembesaran,
tetapi tekanan CSF mengalami peningkatan tekanan.
Secara teoritis, terjadinya peningkatan tekanan 4.4.4. Meningitis
intrakranial ini disebabkan oleh adanya produksi CSF
yang berlebihan disertai dengan pengurangan resopsi Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang
dari CSF tersebut, hal ini diduga disebabkan oleh
adanya obstruksi aliran vena daerah duramater karena paling sering terjadi. Insidensinya sekitar 50%.
produksi thrombus atau adanya proses meningitis Meningitis merupakan masalah infeksi yang sering
sehingga mengakibatkan obstruksi. Dari penelitian terjadi. Sebagian besar kejadian dari meningitis terjadi
Lenz dan McDonald didapatkan kesimpulan bahwa melalui proses penyebaran infeksi secara
sekitar 78% dari 54 pasien dengan otitis hidrocephalus hematogenous kedaerah subarakhnoid dan selaput otak
mempunyai kelainan trombosis sinus lateralis, (meningen). Otogenik daerah infeksi daerah disus
trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau jaringan
merupakan sumber yang sering menyebabkan hal ini.
granulasi perisinus.
OMA, terutama pada anak, lebih sering menyebabkan
Diagnosis meningitis dari pada OMK.
Gejala yang timbul pada kelainan ini berkaitan
dengan adanya peningkatan tekanan CSF. Sakit kepala Patifisiologi terjadinya meningitis yang berasal dari
merupakan gejala yang paling sering, dan penurunan OMK mesih belum jelas sepenuhnya. Pada kasus
kesadaran (letargi) dapat disertai pula dengan paralysis OMK, terjadinya meningitis diduga dari kontaminasi
saraf abdusen ipsilateral, adanya papiledema bilateral, bakteri melalui erosi tulang yang kemudian disertai
diplopia, dan muntah. Dengan adanya peningkatan dengan abses epidural, ataupun trombosis sinus
tekanan CSF yang persisten hal ini akan menyebabkan lateralis. Setelah lapisan duramater terkena, pada
timbulnya penekanan pada daerah saraf optikus tempat yang bersamaan lapisan blood-brain barrier
didaerah kribriform, yang akan mengakibatkan atropi (jalan untuk penyebaran hematogen) juga terkena
dari saraf optikus dan kehilangan penglihatan.. Demam sehingga didapatkan akses dari bakteri untuk masuk ke
dan muntah merupakan gejala terkadang jumpai.4,7,11,18 ruang subarakhnoid.

Pemeriksaan radiologi dengan CT Scan membantu Gejala yang timbul dari hal ini dalah timbulnya
untuk menemukan adanya tempat massa.6-9,13 demam yang sering disertai dengan kekakuan daerah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


leher (kaku kuduk), kenaikan suhu tubuh, mual,
muntah proyektil, tanda Kernig dan Brudzinski positif
dan perubahan status mental. Dengan menggunakan
CT Scan atau MRI yang diberi kontras maka kita dapat
melihat adanya penguatan daerah meningen secara
luas. Jika kita tidak menjumpai adanya massa, maka
tindakan untuk melakukan pemeriksaan pungsi lumbal
dan CSF adalah suatu keharusan. CSF yang bersifat
leukositosis, disertai dengan kadar glukosa yang
rendah, peningkatan kadar protein dan laktat. Selain
itu, pada saat melakukan pemeriksaan CSF sebaiknya
kita juga melakukan pemeriksaan gram stain, kultur
dan antigen bakteri.4,7,9,18

Penanganan utamanya adalah dengan


menggunakan antibiotik dosis tinggi yang dapat yang
dapat menembus CSF. Pada pasien OMK, seringkali
didapatkan adanya bakteri gram negatif. Sebagai first
lined therapy adalah dengan menggunakan ceftriaxone
atau cefotaxime yang dikombinasikan dengan
ampicillin atau penicillin G. Kloramfenicol juga sering MRI pada Kasus Meningitis dan Efusi Subdural7
digunakan, tetapi mengingat beratnya efek samping
Abses otak6-9,13
yang ditimbulkan maka sekarang jarang digunakan
kembali. Pemantauan efektifitas teraoi dapat dilakukan Patofisiologi
dengan menggunakan serial kultur CSF, lama terapi
yang dilakukan sepanjang 7-21 hari dengan kombinasi Abses otak adalah akumulasi dari pus, yang
antibiotik untuk gram negatif dan bakteri anaerob. dikelilingi oleh daerah yang mengalami ensefalitis di
Kultur CSF menjadi negatif terhadap kuman setelah 2- dalam cerecrum atau cerebellum.
3 hari terapi.
Abses otak sering terjadi pada pria terutama pada
Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan usia dekade ke tiga, tetapi abses otak ini dapat terjadi
intrakranial, dapat dilakukan tindakan dekompresi dan pada usia berapapun. Etiologi dari abses otak ini
pencegahan gejala sisa neurologis dengan melakukan banyak ditemukan berasal dari otogenik. Pada anak 35
lumbal pungsi dan pemberian deksametason. % abses otak berasal dari infeksi telinga, hidung dan
Deksametason terbukti dapat mengurangi tenggorok.
kemungkinan terjadinya kematian dan gangguan saraf
pendengaran. Setelah pasien stabil, dapat dilakukan Abses otak otogenik terutama berasal dari
tindakan mastoidektomi untuk mengatasi sumber venous thrombophlebitis dan bukan ekstensi langsung
infeksinya.6-9,13 dari duramater. Lobus temporal sering terkena,
berikutnya cerebellum.

Duramater sangat resisten terhadap infeksi, tetapi


infeksi persisten dapat menyebebkan inflamasi lokal
pada dura, dimana thrombophlebitis dapat timbul pada
pembuluh darah serebral. Thrombophlebitis retrograd
pada vena serebral meupun serebellar dengan cepat
masuk ke vena terminal di white matter, dimana
pertahanan terhadap infeksi sangat minimal, dan
penyebaran dengan cepat dari liquification necrosis
menyebabkan pembentukan abses.

Kemudian daerah sekitar abses yang mengalami


ensefalitis membentuk semacam kapsul yang berasal
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dari fibroblast otak dan sel glia. Pelunakan jaringan oleh abses otak, didapatkan data sekitar 56% abses
sekitar abses dan kapsel yang tidak sempurna otak tersebut berhubungan dengan OMK. Sedangkan
menyebabkan infeksi dapat menyebar ke ventrikel, dari penelitian yang dilakukan oleh Courville, terhadap
bahkan ke korteks, sampai akhirnya dapat ruptur ke hal yang sama, didapatkan data sekitar 43%.11
ventrikel dan ruang subarachnoid.
Diagnosis
Bakteri yang dapat ditemukan pada abses otak
dapat dilihat pada tabel berikut. Gejala klasik dari abses otak adalah: demam,
kesadaran terganggu, nyeri kepala, vomiting, kaku
kuduk, focal motor seizures dan papil edema (Hirsch,
1983)

Tetapi tidak selalu semua gejala ini muncul pada


penderita abses otak (Harrison, 1982)

Abses otak berkembang melalui 4 fase selama


periode mingguan atau bulanan.

Tahap perkembangan dari penyakit ini menurut


Mikroorganisme pada Abses Otak7
Kornblut terbagi menjadi 4 fase:
Tingginya insiden streptococi dan staphylococci
 Fase awal, dikenal sebagai fase invasi (initial
dan Bacteroides sesuai dengan baketri sering kita
encephalitis), dengan terjadinya encephalitis dan
temukan pada OMSK eksaserbasi akut. Adanya sekret terbentuknya mikrofokus yang terlokalisir didaerah
telinga yang mengadung bakteri tersebut menunjukkan serebri dan terjadi peradangan daerah vaskular.
adanya aerasi yang buruk, penyumbatan dan destruksi Gejala yang timbul : lemah, nyeri kepala, demam,
tulang. menggigil, mual dan muntah.
 Fase kedua, dikenal sebagai fase lokalisasi abses
Abses otak menempati peringkat pertama dalam hal atau fase laten, ditandai dengan terjadinya fibrosis
komplikasi yang disebabkan oleh OMK ke intrakranial pada daerah yang mengalami peradangan dengan
yang akan menyebabkan kematian. Komplikasi abses dikelilingi oleh jaringan nekrosis. Gejala yang
otak ini mempunyai tingkat mortalitas dan morbiditas timbul biasanya menghilang.
yang tinggi, sehingga merupakan salah satu komplikasi  Fase ketiga, dikenal sebagai fase perluasan
yang paling ditakutkan. Penelitian di Skotlandia, 1990, (cerebritis). Ditandai dengan ekspansi dan
didapatkan angka kejadian komplikasi abses otak dari gambaran abses lebih jelas. Gejala yang muncul
OMK adalah 1 dari 12.467 pasien, sedangkan dari adalah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
penelitian di Thailand, 1993, didapatkan angka 1 dari intrakranial yang disertai adanya tanda-tanda iritasi
11.905. dan kompresi daerah yang terkena. Sakit kepala
Abses otak terjadi karena proses penyebaran yang hebat dan papil edema merupakan gejala yang
melalui proses hematogen dari bakteri. Pada kasus menonjol pada sekitar 70-90 % pasien. Diikuti
OMK, abses otak terjadi karena ektensi langsung dengan mual, muntah proyektil, perubahan
sepanjang jalan yang sudah ada ataupun melalui jalan penglihatan.
perivaskular yang sudah ada. Sekitar 62% proses  Fase keempat, adanya usaha untuk perbaikan dari
berlangsung didaerah lobus temporalis dan 34% abses dengan meninggalkan adanya jaringan
didaerah serebellum. Sedangkan penyebaran kedaerah sikatrik fibroglial atau ruptur dari abses tersebut.
frontal dan parietal terjadi sekitar 4%. Tulang yang Ruptur dari abses akan menyebabkan material dari
tipis pada daerah tegmen timpani akan mempermudah abses tersebut akan masuk ke dalam rongga
penyebaran penyakit ini kedaerah fossa ventrikel atau ruangan subarakhnoid. Ruptur dari
posteriorcranial. Pada saat duramater telah terekspos, abses merupakan keadaan yang dapat
maka penyebaran secara tromboflebitis dapat terjadi menyebabkan kematian.
dan menyebar ke daerah bagian temporal dari
serebrum, serebellum ataupun epidural.
Angka mortalitas dari abses otak ini mempunyai Elektroencephalography positif pada 96 % kasus
nilai yang tinggi, sekitar 6% - 42%.4,7 (adanya gelombang delta)
Berdasarkan otoposi yang dilakukan oleh Evans,
1933, pada pasien yang meninggal dunia disebabkan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Gejala yang muncul adalah sesuai dengan fase dari Jika pasien tersebut telah lama menderita OMK, maka
penyakit tersebut. Tanda spesifik lainya berhubungan pemakaian cephalosporin generasi ketiga, anti
dengan lokalisasi dari abses tersebut. pseudomanal penisillin, atau aminoglikosida
Pemeriksaan neurologi diperlukan untuk disamping kombinasi dengan metronidazole patut
mengetahui lokalisasi dari abses tersebut. Pemeriksaan dipertimbangkan.9
laboratorium rutin hanya sedikit membantu dalam Pasien segera dilakukan operasi, sebelumnya
diberikan infus manitol.
penegakan diagnosisnya.11
Pada saat operasi, perlu dilakukan aspirasi abses
untuk kepentingan kultur dan resistensi, pada rongga
Diagnosis standar pada saat sekarang ini adalah
abses dilakukan irigasi dengan saline dan antibiotik.
dengan menggunakan CT Scan dan MRI dengan
Penanganan abses otak secara tradisional dan masih
menggunakan kontras. Pada pemeriksaan CT Scan
menjadi pilihan utama adalah dengan tindakan operasi,
akan didapatkan gambaran hipodens yang dikelilingi
biasanya dilakukan tindakan aspirasi dan eksisi dari
semacam cincin, daerah abses tersebut merupakan
lesi. Tindakan pembedahan ini mengurangi lama masa
material yang bersifat piogenik. CT Scan juga
terapi dengan pengobatan dan lama tinggal di RS.
membantu untuk mengetahui adanya suatu kerusakan
Tindakan aspirasi dilakukan dengan memasang jarum
tulang daerah temporal yang menyokong untuk
yang besar dan panjang melalui tehnik burr hole, yang
diagnosis abses otak ini.
kemudian dapat dilanjutkan dengan tindakan irigasi.
Sedangkan tindakan eksisi ditujukan untuk
menghilangkan semua jaringan infeksius dan
nekrotik.4,7

CT scan pada Kasus Abses Otak20

MRI lebih sensitif untuk mengetahui kelainan ini


bila dibandingkan dengan CT scan . MRI dapat
Abses Otak13
mengetahui penyebaran ke extraparenchymal ke ruang
Setelah dilakukan operasi, 2 bulan kemudian masih
subarachnoid atau ventrikel.
ada gambaran lesi hiperdens pada CT scan yang
merupakan inflamatory granuloma. Dalam 1 tahun
biasanya gambaran tersebut hilang. 73 % pasien yang
hidup memiliki sekuele neurologis atau tanpa sekuele
neurologis, hidup normal, dapat bekerja atau
bersekolah. Faktor utama yang menyebabkan
mortalitas adalah keadaan saat pasien masuk rumah
sakit, semakin dini diagnosa dan terapi diberikan,
semakin tinggi kemungkinan hidupnya.6-9,13

MRI pada Kasus Abses Otak7


Abses subdural 6-9,13
Penatalaksanaan
Terapi harus dilakukan dengan segera. Pasien Patofisiologi
dirawat di rumah sakit, diberika antibiotik yang dapat
menembus sawar darah otak, pemberian kortikosteroid. Penumpukkan cairan di subdural dapat berupa
Telinga diberikan antibiotik topikal. abses, empyema dan atau efusi.
Pemberian antibiotika segera setelah diketahui
infeksi daerah otak. Beberapa penulis mengemukakan Abses subdural penumpukkan pus yang dibatasi
bahwa pemakaian obat golongan nafcillin atau oleh satu dinding yang membatasinya dengan ruang
oxacillin dan kloramfenikol dosis tinggi sambil subdural secara keseluruhan. Dikatakan empyema
menunggu hasil kultur resistensi terbukti cukup efektif.
subdural bila pus sudah menyebar ke area yang lebih
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


luas, biasanya mengikuti convexity dari serebrum. Sedangkan penyebaran secara tidak langsung
Sedangkan efusi subdural adalah penumpukkan cairan melalui thromboflebitis setelah melalui pembuluh
secara lokal atau difus yang tidak tampak purulen darah yang melalui tulang dan duramater. Terkadang
kita menjumpai adanya pus yang terperangkap oleh
pada inspeksi secara makroskopis.
jaringan granulasi dan adanya jaringan fibrotik yang
mengelilinginya sebagai suatu respon terhadap infeksi
Duramater yang utuh menyediakan perlindungan
tersebut.
yang efektif terhadap penyebaran infeksi. Organisma penyebab abese subdural berbeda pada
infant dan pada anak/dewasa. Pada infant etiologinya
Ruang subdural adalah ruang potensial yang adalah H. Influanzae, S. Penumoniae, dan Paracolon
dibatasi oleh selapis sel mesothelial antara bagian escherichia, terjadi sekunder dari meningitis.
terdalam dari duramater dan bagian terluar dari Sedangkan pada anak dan dewaa infeksi kebanyakan
arachnoid. Sebelah dalam arachoid adalah CSF berasal dari infeksi sinus frontal, biasanya didapatkan
compartement. Stretococci dan Staphylococcus aureus.

Abses ini sering terjadi pada anak-anak. Diagnosa


Gejala yang ditimbulkan berhubungan dengan
penyebaran dari pus, gejala yang muncul adalah
stupor/koma, hemiparesis, kejang, nyeri kepala, mual,
demam, meningismus/kaku kuduk yang terjadi karena
peradangan daerah serebrum dan edema pada daerah
yang berhubungan dengan abses dan seringkali
dijumpai adanya suatu tanda focal cortical, yang
ditandai dengan hemiplegi dan aphasia.

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT


Scan dan MRI dengan kontras, potongan aksial akan
memperlihatkan adanya hipodens didaerah sekitar lesi.
MRI lebih sensitif dan dapat mengetahui terjadinya
abses pada masa awal dan dapat secara tepat
membedakanya dengan epidural, subdural, dan abses
otak.7,21

Abses Subdural13

Lobus frontalis dan lobus temporalis sangat dekat


dengan dura tapi jarang berhubungan dengan
penumpukkan cairan di subdural. Tetapi ruang
subdural diatas convexity dari hemisphere cerebri
adalah ruang yang nyata tanpa ada sekat anatomis lain.

Patofisiologinya adalah melalui penyebaran secara


langsung ataupun tidak langsung dari tulang temporal.
Penyebaran secara langsung, adalah melaui erosi dari
tulang temporal, yang diikuti dengan tereksposnya
duramater dan kemudian terjadi penetrasi kedaerah
duramater. CT scan pada Kasus Abses Subdural22

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


disertai ottorhea. Tanda klasik dapat berupa massa di
belakang telinga, aurikel tampak terdorong ke depan.
Penatalaksanaan Bila terletak di mestoid, subperiosteal abses ini
menyerupai postaurikular supuratif adenitis pada otitis
Penangannanya merupakan suatu tindakan
eksterna, tapi pada Towne’s radiograf kasus adenitis ini
gabungan dengan bagian bedah saraf, dilakukan
tidak menunjukkan destruksi tulang dan tidak ada
tindakan burr hole untuk diagnosis, dan dilanjutkan
opasifikasi
dengan drainase dan irigasi jika diperlukan. Irigasi
intraoperatif dengan bacitracin, neomycin, dan Penatalaksanaan
polimyxin serta irigasi lewat drain pada saat post op
dapat dilakukan. Penggunaan antibiotika juga Dilakukan insisi drainase, untuk mengevakuasi pus.
ditujukan untuk mengatasi infeksi pada daerah telinga Jaringan sekitar yang berbentuk nekrotik memerlukan
dan diberikan sesuai dengan hasil kultur. Pada infant juga debridement
terapi dapat dilakukan dengan beberapa kali subdural
tap dan penggunaan antibiotik

Setelah keadaan pasien membaik dan stabil, maka


tindakan mastoidektomi dari bagian THT dapat
dilakukan, untuk mengatasi sumber infeksi daerah
telinganya.4,7,21

Abses Subperiosteal14

MRI pada Kasus Abses Epidural dan Subdural7

Komplikasi ekstrakranial dan ekstratemporal

Subperiosteal abses

Subperisosteal abses terjadi karena penumpukan


pus yang berhubungan dengan mastoid, yang
disebabkan akut atu kronik otitis media dengan
mastoiditis dan destruksi tulang. Biasanya sering
terjadi pada korteks mastoid pada Macewen’s triangle
tapi dapat juga timbul di root of zygoma atau leher
bagian atas (Bezold’s abscess) yang telah berpenetrasi CT scan pada Kasus Abses Subperiosteal20
ke periosteum mastoid tip bagian medial.

Subperiosteal abses tampak seperti massa


fluktuatif yang menunjukkan tanda inflamasi, biasanya
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Abses Bezold

Abses Bezold timbul karena adanya mastoiditid ALGORITMA PENATALAKSANAAN


purulen yang mengerosi tip mastoid dan menginfeksi
jaringan lunak pada leher, ke dalam musculus OTITIS MEDIA
sternocleidomastoideus.

Gejala klinik menunjukkan benjolan di leher,


musculus sternocleidomastoideus terdorong. Bila tidak
segera dilakukan tindakan akan berekstensi ke inferior
ke carotid sheath. Bila infeksi berada di tulang
occipital dan menyebabkan osteomyelitis di calvarium
disebut abses Citelli .

Lokasi Terjadinya Abses Bezold21

Diagnosis

Dengan adanya infeksi telinga, ditemukan pula


massa di daerah leher, biasanya disertai dengan
demam, leher terasa kaku. Pada CT scan terlihat di
mastoid region, akan ditemukan bone dehiscence dekat
massa abses, jaringan lunak leher edema.

Penatalaksanaan

Dengan cara drainase abses

CT scan pada Kasus Abses Bezold20

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


DAFTAR PUSTAKA

Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the


Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.

Boesoirie MTS., Miringoplasti Pascaradang Telinga Tengah.,


Bagian I.K Telinga, Hidung, Tenggogorok – Bedah Kepala
dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Bandung. 2000.

Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media.


Dalam The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis
RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins.,
Philadelphia. 2000: 26: 433-45.

Lambert PR., Canalis RF., Chronic Otitis Media and


Cholesteatoma. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott Williams &
Wilkins., Philadelphia. 2000: 25: 409-32.

Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media.


Dalam The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis
RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins.,
Philadelphia. 2000: 26: 433-45.

Neely JG., Arts HA., Intratemporal & Intracranial


Complications of Otitis Media., Dalam Head & Neck
Surgery – Otolaryngology. 4th edition., Edited by Bailey BJ.,
Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2006: 138:
2041-56.

Ballenger JJ., Complications of Ear Disease., Dalam Disease


of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13 th edition., Lea
& Febiger. Philadelphia. 1985: 57: 1170-96.

Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and embryology of the


Auditory and Vestibular Systems. Dalam The Ear
Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF., Lambert
PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 2:
17-66.

Lee KJ., Infections of the Ear., Dalam Essential


Otolaryngology – Head & Neck Surgery., 8th edition.
Appleton & Lange. Connecticut. 2003: 23: 462-511.

Phelps PD., Radiology of the ear., Dalam Scott-Brown’s


Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 2: 15-52.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


11. Djaafar ZA., Kelainan Telinga Tengah., Dalam Buku Ajar I.
P Telinga Hidung Tenggorok., Edisi 5., editor Soepardi HA.,
Iskandar N., Balai Penerbitan FK UI. Jakarta. 2006: II: 49-
62.

12. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis., dalam


Otolaryngology. 2nd edition. Volume II., edited by Paparella,
Shrumrick., WB Saunders company., Philadelphia., 1980:
18: 1455-89. BPPV (BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO)

13. Susilawati S., Chronic Ear Infection., Dalam Hearing


Impairment-An Invisible Disability., Springer-Verlag. Vertigo, suatu istilah yang bersumber dari bahasa latin,
Tokyo. 2004: IV: 278-81. vertere yang artinya memutar. Derajat yang lebih
ringan dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan
lagi disebut giddiness dan unsteadiness.1,2
14. Ballenger JJ., Chronic Ear Disease., Dalam Disease of the
Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea &
Febiger. Philadelphia. 1985: 55: 1135-1145. Vertigo dapat merupakan gejala sendiri tanpa ada
gejala lain tetapi dapat juga merupakan kumpulan
gejala (sindroma). Sindroma vertigo biasanya terdiri
15. Harris JP., Kim DW., Darrow DH., Complications of dari gejala vertigo, mual, muntah, nistagmus, dan
Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear and unsteadiness.1,2,3
Temporal Bone., 2nd edition., Edited by Nadol JB.,
McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins.,
Philadelphia. 2005: 18: 219-40. Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan
subjektif dalam bentuk rasa berputar dati tubuh/kepala
atau lingkungan disekitarnya. Ada yang mengatakan
16. Nadol JB., Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear giddiness adalah vertigo yang berlangsung dalam
and Temporal Bone., 2nd edition., Edited by Nadol JB.,
McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins., waktu sangat singkat. Dizziness adalah rasa pusing
Philadelphia. 2005: 17: 199-218. yang tidak spesifik, misalnya rasa goyah (unstable,
unsteadiness), rasa disorientasi ruangan yang dapat
dirasakan berbalikan atau berputar.1,2
17. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for Surgeons:
Volume 1: The Head & Neck., A Hoeber-Harper
International Edition. London. 1966: 166-228. Gejala vertigo dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
etiologi, antara lain akibat mabuk gerakan/perjalanan.
Pada keadaan ini gejala vertigo muncul pada awal
18. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management of berlangsungnya paparan gerakan dan cepat terabaikan
Complications of Chronic Otitis Media. Dalam Otologic oleh penderita manakala paparan berlanjut dan gejala
Surgery. 2nd Edition., Edited by Brackmann DE., WB
Saunders Company. Philadelphia. 2001: 19: 197-215. yang lebih hebat muncul sehingga vertigo bukan
merupakan gejala yang menonjol.1,2,3

19. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam Disease of the Teori terjadinya vertigo sangatlah banyak, yaitu: 1,2,3
Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea & 1. Teori rangsangan berlebihan
Febiger. Philadelphia. 1985: 46: 877-923.
Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin
banyak dan makin cepat rangsangan, semakin
20. Ludman H., Complications of suppurative otitis media., berpeluang menimbulkan sindroma vertigo akibat
Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition., Edited gangguan fungsi alat keseimbangan tubuh. Jenis
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 12: 264-
rangsangan pada kesimbangan ini antara lain kursi
291.
putar Barany, irigasi telinga, kapal laut, dan mobil.
Menurut teori ini sindroma vertigo (vertigo,
21. Browning GG., Pathology of inflammatory conditions of the nistagmus, mual, dan muntah) timbul akibat
external and middle ear., Dalam Scott-Brown’s rangsangan berlebihan terhadap kanalis
Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 3: 53-87
semisirkularis.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini sindroma vertigo muncul ketika
22. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the terjadi disharmoni (discordance) masukan sensoris
Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of yang berasal dari ketiga reseptor tersebut baik dari
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
sisi kanan maupun sisi kiri akibat rangsangan
gerakan. Masukan sensorik yang tidak sinkron
tersebut menimbulkan kelainan pada pusat
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


keseimbangan dan membangkitkan respons dari sinap akan kian berkurang bersamaam dengan
saraf otonom, otot penggerak mata (nistagmus), menyempitnya kanal kalsium yang mempersulit
dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta masuknya ion Ca. Dengan demikian rangsangan
korteks (vertigo). Kemajuan yang penting dari berulang menimbulkan progressive Ca channel
teori ini dibandingkan teori sebelumnya ialah closure yang diduga merupakan dasar mekanisme
perubahan lokasi kelainannya tidak pada kanalis proses adaptasi selanjutnya menurunkan
semisirkularis (perifer) melainkan pada pusat alat kemampuan pengeluaran neurotransmiter dengan
kesimbangan tubuh (sentral). akibat respons jaringan berkurang dan kemudian
menghilang. Munculnya sindroma vertigo berawal
dari pelepasan corticotropin releasing factor
(CRF) dari hipotalamus akibat rangsangan
gerakan. CRF selanjutnya merangsang kegiatan
susunan saraf simpatik di locus caeruleus,
3. Teori neural mismatch hipokampus, korteks serebri, dan sebagainya. CRF
Garis besar teori ini ini hampir sama dengan teori membangkitkan respons susunan saraf terhadap
konflik sensorik, namun dikembangkan lebih jauh stres fisik maupun psikis yang dapat dihambat
sehingga dapat dijelaskan terjadinya fenomena oleh pemberian obat anticemas, benzodiazepin.
adaptasi. Menurut teori ini, timbulnya gejala Dalam hal ini mekanisme kerja CRF diduga lewat
disebabkan karena ketidaksesuaian antara peningkatan influks kalsium oleh karena dapat
pengalaman gerakan yang sudah disimpan dalam dihambat dengan pemberian obat golongan
otak dengan gerakan yang sedang calcium entry blocker. CRF meningkatkan sekresi
berlangsung/dihadapi. Rangsangan gerakan yang stres hormon lewat jalur hipotalamo-hipofisa-
sedang berlangsung tersebut dirasakan asing atau adrenalis. Rangsangan terhadap korteks limbik
tidak sesuai dengan harapan dan merangsang hipokampus menimbulkan gejala ansietas dan atau
kegiatan yang berlebihan dari susunan saraf pusat depresi. Peningkatan kegiatan di locus coeroleus
otonom. Namun bilamana gerakan berlangsung oleh CRF menyebabkan keseimbangan saraf
terus maka pola gerakan yang baru akan merevisi otonom mengarah ke dominasi saraf simpatik dan
pola gerakan yang sudah ada dan selanjutnya timbul sindroma: pucat dan dingin pada kulit, serta
terbentuk pola baru yang lebih sesuai dengan pola keringat dingin, dan vertigo. Bila dominasi
gerakan yang sedang dihadapi. Pada saat inilah berubah ke arah saraf parasimpatis, sebagai akibat
gejalanya menghilang dan orang tersebut dalam mekanisme reciprocal inhibition, maka muncul
keadaan teradaptasi. gejala mual, hipersalivasi, dan muntah. Bila
4. Teori otonomik sindroma tersebut berulang akibat rangsangan,
Teori ini menduga bahwa sindrom vertigo timbul maka siklus perubahan dominasi saraf simpatik
oleh karena terjadinya ketidakseimbangan saraf dan parasimpatik juga berulang sampai suatu saat
otonom akibat rangsangan gerakan. Bila terjadi perubahan sensitifitas reseptor dan jumlah
ketidaksesuaian mengarah pada dominasi saraf reseptor serta perubahan terhadap influks kalsium.
simpatik, maka terjadilah sindroma vertigo. Dalam keadaan ini sindroma vertigo akan
Sebaliknya bila mengarah ke dominasi saraf menghilang dan disebut dalam kondisi teradaptasi.
parasimpatis maka sindroma menghilang.
5. Teori neurohumoral Tingkat beratnya serangan vertigo bervariasi. Pada
Beberapa teori humoral yang cukup terkenal vertigo berat, pasien hanya berbaring di tempat tidur,
antara lain teori histamin dari Takeda, teori takut jika gerakannya akan menimbulkan serangan.
dopamin dari Kohl, teori serotonin dari Lucat. Jika pasien cenderung untuk jatuh dan tidak dapat
Masing-masing bahan humoral tersebut meningkat berdiri tanpa penyokong menandakan vertigo berat.4
kadarnya dalam cairan tubuh saat terjadi
rangsangan dan memicu timbulnya gejala vertigo. Rasa takut yang dikeluhkan pasien pada saat serangan
6. Teori sinap vertigo yang hebat adalah:4
Menurut teori ini, rangsangan gerakan dapat Saya takut muntah
meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan Saya khawatir selama serangan akan meninggal
memicu pelepasan CRF (corticotropin releasing Saya menyangka saya punya tumor di otak
factor). CRF dapat mengubah keseimbangan ke Saya takut akan terjatuh dan mencederai diri saya
arah dominasi saraf simpatik terhadap saraf Saya khawatir akan jatuh pingsan
parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo. Saya khawatir hilang kontrol
Selanjutnya ketika keseimbangan berubah ke arah Saya takut terkena serangan jantung
parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal Saya khawatir tidak dapat berjalan lagi
inhibition antar kedua saraf tersebut maka gejala
mual dan muntah akan muncul. Bila rangsangan Jumlah serangan vertigo ditentukan dengan satu kali
diulang maka jumlah ion Ca dalam sel saraf pra serangan atau lebih misalnya akibat lesi vaskuler atau
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


labirintitis toksin akut. Penyakit Meniere ditandai jelas, sedangkan vertigo posisi muncul pada saat
dengan serangan vertigo yang berulang kali. Penentuan pergerakan tertentu khususnya pergerakan atau
serangan vertigo apakah mendadak atau gradual perubahan posisi kepala.4
penting ditentukan untuk prognosis. Serangan vertigo Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
yang berat dan hanya satu kali akan diikuti dengan Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah
penyembuhan yang lambat dan gradual. Penyembuhan salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang
dapat sempurna atau ada gejala sisa. Pada lesi kanalis paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari
semisirkularis, sebagian gejala datang tiba-tiba dan ditandai dengan serangan yang dapat menghilang
akan sembuh dalam beberapa jam. Gejala gradual secara spontan. BPPV bukan suatu penyakit,
biasanya pada lesi organ akhir (end organ) vestibuler melainkan suatu sindroma sebagai gejala sisa dari
atau saraf.4 kelainan pada telinga dalam.1,2

Perasaan akan jatuh menunjukkan adanya lesi di BPPV adalah vertigo yang terjadi pada posisi kepala
labirin. Pasien akan jatuh ke sisi labirin yang rusak. tertentu disebabkan oleh keadaan patologis berupa
Jatuh yang tiba-tiba disebabkan adanya rangsangan degenerasi debris (otokonia) pada kupula
utrikulus. Jatuh dapat juga disebabkan oleh lesi semisirkularis posterior atau pada cairan endolimf
rombenselafon. Pada insufiensi arteri basilaris, pasien disekitarnya yang ditandai dengan serangan vertigo
biasanya jatuh ke satu sisi.4 yang berat, singkat, serta dapat disertai mual dan
muntah.1,2
Lama serangan menurut Alpers terbagi menjadi
serangan sampai beberapa saat, serangan paroksismal Epidemiologi
yang berlangsung dalam beberapa jam atau hari, serta Insidensi terjadinya BPPV di US sekitar 64 kasus per
serangan yang berlangsung beberapa minggu. 100.000 populasi per tahun. Pada salah satu penelitian
Serangan sementara biasanya berlangsung beberapa di Jepang, ditemukan insidensi BPPV adalah 11 kasus
detik sampai menit. Setelah serangan, pasien mungkin per 100.000 populasi per tahun.2,3
membutuhkan istirahat beberapa menit sebelum ia
sembuh secara keseluruhan. Serangan sementara ini BPPV dapat terjadi pada semua usia, tetapi
dapat terjadi karena kelainan perifer atau sentral. kebanyakan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Seringkali dimulai dengan perubahan posisi.4 Penelitian Baloh mendapatkan usia rata-rata penderita
BPPV adalah 54 tahun dengan rentang usia antara 11
Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo sampai dengan 84 tahun. Vertigo yang terjadi pada usia
dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. muda lebih disebabkan karena labirintitis
Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi (berhubungan dengan gangguan dengar) atau
mulai dari organ vestibuler sampai saraf kedelapan. neuronitis vestibuler (pendengaran normal).
Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 1,6 :
batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf 1,0, sedangkan pada yang idiopatik 2 : 1.1,2
pusat.4,5
Etiologi
Secara umum kedua tipe gangguan keseimbangan ini Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan etiologi
dapat dibedakan sebagai berikut:1,4 yang pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan,
antara lain: 2,5
Tipe Gangguan Keseimbangan 1. Idiopatik
Perifer Yang paling sering terjadi yaitu sekitar 50%-70%.
Perasaan berputar Jelas Harrison dan Ozsahinoglu (1975) mendapatkan
Serangan Paroksismal 60% dari 365 pasien yang diteliti. Kasus ini lebih
Intensitas Sering berat sering terjadi pada dekade ke 5,6, dan 7.
Kurang dari 1 menit sampaiSchuknecht (1974) menduga bahwa BPPV dapat
Lamanya
beberapa minggu terjadi karena degenerasi spontan dari otokonia
Hubungan dengan posisi kepala Sering pada makula utrikulus.
Gejala sistem otonom 2. Trauma kepala
Jelas Merupakan penyebab kedua terbanyak. Barbes
(mual/muntah)
Gangguan dengar Sering ada (1964) mendapatkan 47% pasien dengan fraktur
Gangguan kesadaran Biasanya tidak ada tulang temporal longitudinal mempunyai gejala
Gejala neurologis lain Biasanya tidak ada BPPV. Pada pasien trauma kepala tanpa fraktur
didapatkan angka sebanyak 20%. Harrison
Berdasarkan proses terjadinya, vertigo dapat dibedakan mendapatkan 24% pasien BPPV mempunyai
sebagai vertigo spontan dan vertigo posisi. Vertigo riwayat trauma kepala. Trauma kepala
spontan timbul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang menyebabkan pelepasan sejumlah otokonia ke

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dalam endolimf, hal ini menjelaskan bahwa pada Menurut teori ini, debris otokonia tidak melekat
penderita ini terjadi BPPV yang bilateral. pada kupula melainkan bergerak bebas di dalam
3. Neurolabirintitis viral atau disebut juga neuronitis endolimf kanalis semisirkularis posterior. Pada
vestibularis terjadi sekitar 15% pada kasus BPPV. perubahan posisi kepala, debris tersebut akan
4. Penyakit meniere dengan insidensinya sekitar bergerak ke posisi paling bawah, endolimf
0,5% sampai 31% pada kasus BPPV. Mekanisme bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus
kelainan ini belum dapat dijelaskan tetapi diduga ampularis. Bila kepala digerakkan maka debris
karena hasil dari hydropically menyebabkan akan keluar dari kanalis posterior ke dalam krus
kerusakan pada makula dari utrikulus atau karena komunis lalu masuk ke dalam vestibulum
terjadinya obstruksi parsial pada labirin kemudian vertigo/nistagmus akan menghilang.
membranosa. Teori kanalitiasis inilah yang mendasari prosedur
5. Pembedahan telinga dalam yang menyebabkan pengobatan dari Epley.
kerusakan labirin. Hal ini terjadi karena kerusakan
utrikulus selama prosedur pembedahan yang Semont dkk (1988) menganggap bahwa kedua teori ini
menyebabkan pelepasan otokonia. saling mendukung sehingga ia tidak membedakannya
6. Otitis media di dalam penentuan prosedur pergerakan dari
Dix dan Hallpike (1952) menemukan hubungan terapinya.4
antara otitis media supuratif dengan BPPV.
Mereka mendapatkan 26% dari 100 pasien otitis
media mempunyai gejala nistagmus posisi.
7. Penyebab lain seperti insufisiensi
vertebrobasilaris, ototoksisitas (alkohol, fenitoin,
diuretik, salisilat, quinidine, quinine, barbiturat),
neuroma akustik, kelainan kongenital (telinga
dalam).

Patofisiologi
Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi
BPPV, yaitu:3,4
1. Teori kupulolitiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat
berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari
makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel
pada permukaan kupula kanalis semisirkularis
posterior yang letaknya langsung di bawah makula
utrikulus. Debris tersebut lebih berat daripada
endolimf sekitarnya, sehingga lebih sensitif Mekanisme Teori Kupulolitiasis dan Kanalitiasis6
terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana
pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring Utrikulus berhubungan dengan duktus semisirkularis.
dengan kepala tergantung seperti pada tes Dix Otolit dapat berpindah dari utrikulus karena
Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari bertambahnya umur, trauma kepala, atau kelainan
inferior ke superior, kupula bergerak secara labirin. Ketika hal ini terjadi, otolit selalu masuk ke
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dalam duktus semisirkularis posterior.2
dan keluhan vertigo.
Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan Perubahan posisi kepala karena gravitasi menyebabkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa otolit secara bebas bergerak longitudinal melalui
laten sebelum timbul nistagmus dan keluhan kanalis. Aliran endolimf yang terjadi bersama ini
vertigo.Gerakan posisi kepala yang berulang akan menstimulasi sel rambut pada kanalis semisirkularis
menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke yang terkena sehingga menyebabkan vertigo. Ketika
dalam endolimf sehingga menyebabkan timbulnya otokonia mencapai batas serangannya, hidrodinamik
fatique, yaitu berkurangnya atau menghilangnya terhenti menyebabkan nistagmus berhenti. Manuver
nistagmus/vertigo disamping adanya mekanisme kepala yang dilakukan menyebabkan partikel bergerak
kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul kearah yang berlawanan, menimbulkan nistagmus pada
secara paroksismal pada bidang kanalis posterior sisi yang sama tetapi terjadi kebalikannya pada arah
telinga yang berada pada posisi di bawah dengan dari rotasi. Ketika dilakukan pengulangan pada
arah komponen cepat ke atas. manuver kepala, partikel menjadi tersebar dan secara
2. Teori kanalitiasis progresif menyebabkan kurang efektif untuk
menimbulkan nistagmus.2
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


bisa mengeluhkan bahwa pasien merasa bergoyang,
Gejala Klinis miring, berbalik.1,4
Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi,
misalnya miring ke satu sisi pada waktu berbaring, Semua keluhan itu terjadi karena ilusi dari pergerakan
bangkit dari tidur, membungkuk, menegakkan kembali yang disebabkan salah persepsi terhadap stimulus
badan, menunduk atau menengadah. Serangan (otolit).4
berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang
dari 30 detik.5,7 Episodik vertigo dapat terjadi diikuti dengan
pergerakan dari kepala ketika bergerak di tempat tidur,
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai duduk, berdiri, cenderung berdiri ke depan,
rasa mual kadang muntah. Setelah rasa berputar menggerakkan kepala pada arah horisontal. 1,4
menghilang, pasien bisa merasa melayang. Umumnya
BPPV dapat mengilang sendiri dalam beberapa hari Pemeriksaan fisik
sampai minggu dan kadang bisa kambuh lagi.6 Biasanya didapatkan gejala nistagmus (pergelakan
involunter dari mata). Nistagmus klasik terjadi ketika
Pasien BPPV biasanya mengeluh dengan seringnya kepala pasien bergerak ke arah sisi yang sakit.
serangan vertigo berulang oleh karena perubahan Nistagmus torsional (atau rotasi) menyebabkan
posisi. Biasanya serangan berlangsung singkat, diikuti pergerakan mata cepat ke sisi telinga yang sakit
dengan perasaan berputar yang hebat, terkadang sedangkan pergerakan lambat ke arah yang
disertai mual atau muntah. Serangan akan berakhir berlawanan. Nistagmus biasanya terjadi sekitar 10
biasanya dalam waktu 30 sampai 60 detik.29-31 Gejala sampai 40 detik setelah perubahan posisi.4
dirasakan pada saat berbaring dan bangun dari tempat
tidur atau ketika berbalik ke satu sisi. Kadang-kadang Tes Dix Hallpike
pasien terbangun dari tidurnya dengan perasaan Perasat ini sering dijadikan pegangan dalam
berputar yang hebat saat ia berbalik. Serangan juga menentukan diagnosis BPPV.8,9
dapat terjadi saat menengadahkan kepala ketika Tes ini dilakukan sebagai berikut:1,10
mencuci rambut, saat membungkuk, dan menegakkan a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu
kepala. Walaupun masa serangan vertigo pada pasien mengenai prosedur pemeriksaan supaya tidak
BPPV kurang dari satu menit, tetapi pasien dapat tegang dan vertigo dapat terjadi pada saat
merasakan perasaaan gangguan orientasi ruangan yang pemeriksaan dilakukan.
tidak spesifik lebih lama. Seperti perasaan ringan di b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa,
kepala dan perasaan melayang yang dapat berlangsung sehingga pada saat pasien telentang, kepala dapat
beberapa jam sampai hari. Pada kebanyakan kasus, ekstensi membentuk sudut 45 derajat. Tepi bahu di
serangan akan berkurang secara perlahan baik ujung tempat tidur dan kepala diletakkan lebih
frekuensinya maupun intensitasnya dalam beberapa rendah.
minggu, bulan, atau tahun. Pada BPPV yang idiopatik, c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit
kemungkinan gejala akan muncul kembali setelah mungkin selama pemeriksaan, pada posisi duduk
beberapa bulan atau tahun. Kebanyakan pasien tidak kepala menengok ke kiri atau kanan, lalu dengan
mempunyai keluhan kohlea, kecuali gejala yang terjadi cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala
berhubungan dengan penyakit telinga dan bedah tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat
otologi.4 adanya nistagmus dan keluhan vertigo dengan
masa laten lebih kurang dua sampai sepuluh detik,
Diagnosis pertahankan posisi tersebut selama 10 sampai 15
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang detik. Jika posisi ini dipertahankan, nistagmus dan
cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan vertigo akan berkurang dan hilang dalam 10
penunjang. Pemeriksaan neurologi juga normal. sampai 30 detik. Setelah itu pasien didudukkan
Pendengaran biasanya tidak terganggu, kecuali pada kembali, nistagmus akan timbul kembali tapi
infeksi telinga, presbiakusis, bekas operasi telinga atau dengan arah yang berlawanan dan intensitas yang
trauma kepala. Pada keadaan ini gangguan dengar dan lebih rendah. Berikutnya manuver diulang dengan
vertigo kemungkinan secara bersama-sama terjadi kepala menengok ke sisi yang lain. Untuk melihat
sebagai akibat dari faktor pencetus tersebut.4 adanya fatigue, manuver dapat diulang dua sampai
tiga kali dan keluhan nistagmus serta vertigo yang
Anamnesis terjadi akan menjadi semakin berkurang.
Adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak
pada perubahan posisi kepala atau badan, lamanya Interpestasi tes Dix Hallpike:1,10
kurang dari 30 detik, bisa disertai oleh rasa mual - Normal: tidak timbul vertigo dan nistagmus
ataupun muntah. Karakteristik pasien dengan BPPV dengan mata terbuka. Kadang dengan mata
merasakan bahwa ruangan terasa berputar, ataupun tertutup bisa terekam dengan menggunakan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


elektronistagmografi adanya beberapa detak
nistagmus. Contoh obat untuk vertigo adalah:15,16
- Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang  Supresi vestibuler, misalnya meclizine, lorazepam,
pada BPPV mempunyai 4 ciri yaitu adanya masa clonazepam, dimenhidrinat, diazepam,
laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai amitriptiline, dan sebagainya. Obat-obatan
vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan tersebut dapat menurunkan nistagmus yang
adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang dikarenakan keseimbangan vestibuler.
makin berkurang setiap kali manuver diulang.  Antikolinergik yang memberikan efek kepada
reseptor muskarinik, misalnya skopolamin. Obat-
obatan memberikan efek sentral.
 Antihistamin.
Mekanisme
obat ini pada
vestibuler
sentral masih
belum jelas.
 Antiemetik,
contohnya
droperidol,
granisetron,
meclizine,

metoclopramide, ondansetron, perphenazine,


ptochlorperazine, promethazine,
trimethobenzamine, dan lain-lain. Pada pasien
dengan vertigo yang berat dapat diberikan
antiemetik 30 menit sebelum dilakukannya
manuver. Pilihan utamanya adalah prometazine.

Selain obat-obatan diatas, terdapat beberapa golongan


obat yang dapat dipakai untuk mengobati vertigo,
diantaranya adalah:15,16,17,18
 Calcium channel blockers. Merupakan obat
yang paling sering digunakan dan sangat
Tes Dix Hallpike6 menjanjikan untuk pengobatan vertigo, contohnya
flunarizin dan cinnarizine. Obat golongan ini juga
Penatalaksanaan mempunyai efek antikolinergik dan atau
Pengobatan terhadap BPPV terutama bersifat suportif. antihistamin.
Komunikasi dan informasi harus diberikan kepada Cinnarizine
penderita BPPV. Oleh karena BPPV menimbulkan Merupakan salah satu golongan obat ini tetapi
vertigo yang hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir kurang poten. Dosis yang biasa digunakan adalah
akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor 30 mg per oral dua jam sebelum adanya
otak. Maka perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV rangsangan mabuk perjalanan. Pada saat terjadi
bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik, paparan terhadap stimulus, obat ini dapat
dapat hilang spontan setelah beberapa waktu walaupun dilanjutkan 15 mg tiga kali sehari. Anak-anak usia
kadang berlangsung lama dan sewaktu-waktu bisa 5 sampai 12 tahun dapat diberikan setengah dari
kambuh lagi.1 dosis dewasa. Pada salah satu penelitian dengan
menggunakan rotasi lambat, cinnarizine terlihat
Medikamentosa meningkatkan jumlah rotasi yang dapat ditoleransi
Pengobatan medikamentosa memberikan hasil yang sebelum timbulnya mabuk perjalanan. Cinnarizine
kurang memuaskan. Obat anti vertigo seringkali tidak juga terbukti efektif dibandingkan plasebo pada
dibutuhkan oleh karena vertigonya berlangsung salah satu penelitian pada mabuk laut.
sebentar saja. Serangan akut vertigo tidak dapat Flunarizin
sepenuhnya ditekan dengan obat antivertigo. Beberapa Flunarizin adalah salah satu calcium channel
obat-obatan hanya bersifat simptomatik saja.1,9,10 blockers merupakan derivate cinnarizine dengan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


efek yang lebih kuat dan mempunyai waktu paruh terdistribusi dengan sel-sel darah, serta kurang
yang lebih lama.yang merupakan supresan labirin dari 1% berbentuk bebas dalam cairan plasma.
perifer yang sangat kuat. Dosis 10 mg terbukti Metabolisme flunarizin terutama melalui oksidasi
lebih efektif menekan respon kalori daripada 5 N dan hidrokliasi aromatik. Selama periode 48
mg. Flunarizine juga mengurangi refleks jam setelah pemberian dosis tunggal 10 mg,
vestibulookular yang ditimbulkan dalam tes eksrersi flunarizin dan atau metaboltnya
akselerasi harmonik dan secara klinis berguna ditemukan minimal pada urine (<0,2%) dan feses
dalam mencegah vertigo. (<6%). Hal ini menandakan bahwa obat ini dan
Pada salah satu penelitian mengenai saccadic eye metabolitnya dieksresi secara sangat lambat dalam
movement setelah diberikan flunarizin dan jangka waktu yang panjang. Flunarizin
cinnarizine pada 10 pasien, Supac dkk mempunyai waktu paruh eliminasi yang panjang
menemukan bahwa puncak kecepatan sakadik sekitar 19 hari. Ell dan Gresty (1983) menemukan
lebih rendah secara bermakna pada kelompok efek flunarizin untuk menurunkan atau
flunarizin (kecepatan sakadik berhubungan dengan menghilangkan nistagmus khususnya pada fase
pancaran neuron pada batang otak). Subjek yang sekunder. Obat ini tidak memberikan efek pada
menggunakan cinnarizine hanya memperlihatkan sakade yang volunter tetapi dapat menurunkan
kecenderungan sedikit penurunan kecepatan pada efek dari sakade vestibuler. Lee dkk (1986)
puncak sakadik. melaporkan bahwa flunarizin merupakan obat
Flunarizin dan cinnarizine digunakan di Eropa untuk menekan efek pada labirin. Penurunan efek
tetapi tidak secara luas diseluruh dunia. Flunarizin supresi vestibuler oleh flunarizin berdasarkan
mempunyai waktu paruh yang panjang dan karena dihambatnya ion kalsium untuk masuk ke
kadarnya dalam plasma tidak sampai 2 bulan. dalam sel krista ampularis. Puncak dari kecepatan
Konsentrasi residu dapat terdeteksi samapi dengan VOR pada fase lambat dapat diturunkan sampai
4 bulan setelah terapi dihentikan. 70% setelah dua jam. Flunarizin diabsorpsi
Flunarizin mencegah efek buruk dari kelebihan dengan baik, mencapai puncaknya setelah dua
kalsium selular dengan mengurangi aliran kalsium sampai empat jam per oral. Konsentrasi pada
transmembran yang berlebihan. Flunarizin tidak plasma meningkat secara bertahap selama
menganggu kalsium hemostasis seluler yang menggunakan dosis 10 mg per hari. Oosterveldt
normal dan memiliki kemampuan antihistamin. (1974) melaporkan adanya efek penurunan pada
Efek dari flunarizin sebagai pencegahan vertigo rotatory nystagmus. Tolu dan Mameli (1984)
telah banyak dikemukakan berdasarkan menduga bahwa flunarizin bekerja pada korteks
berkurangnya frekuensi serangan. Tingkat serebral.
beratnya serangan vertigo juga berkurang. Efek samping
Flunarizin diabsorpsi secara baik, kadar puncak Efek samping potensial termasuk rasa mengantuk
plasma dicapai dalam 2 sampai 4 jam setelah atau lelah dan peningkatan berat badan (dan atau
pemberian oral. Konsentrasi plasma meningkat meningkatnya nafsu makan) terjadi pada 20 dan
secara bertahap selama pemberian jangka panjang 15%. Efek samping yang paling serius adalah
10 mg per hari, yang mencapai kadar tetap setelah depresi sebanyak 1,3%. Efek samping yang lain
5 sampai 6 mg. Kadar tetap plasma tetap konstan antara lain gastrointestinal: rasa terbakar di dada,
selama terapi diperpanjang walaupun terdapat mual, muntah, nyeri lambung. Sistem saraf pusat:
variasi antar individu. Kadar plasma berkisar insomia dan perubahan pola tidur, cemas. Lain-
antara 39 dan 115 ng/ml. lain: mulut kering, astenia, nyeri otot, dan ruam
Pada 50 pasien tua rata-rata umur 61 tahun dengan kulit.
intermittent claudication, pemberian flunarizin  Sodium channel blocker, contohnya adalah
jangka panjang (median 6 bulan) 10 mg per hari, fenitoin (dilantin), neurontin, tegretol. Tetapi para
mencapai kadar tetap plasma yang konstan peneliti mengatakan bahwa obat-obatan ini
walalupun terdapat perbedaan antar individu. memberikan hasil yang kurang memuaskan
Kadar flunarizin plasma berkisar antara 50 dan sebagai pengobatan terhadap vertigo.
100 ng/ml pada 46% pasien, nilai individual  Obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk
berkisar antara kurang dari 20 ng sampai 580 pengobatan vertigo tetapi memberikan hasil yang
ng/ml. Flunarizin tidak terlihat memiliki efek kurang memuaskan adalah obat golongan
kumulatif yang terlihat pada pengukuran yang histamine agonist, steroid, simpatomimetik,
berulang. acetyl-leucine, gingkobiloba, selective ACH
Flunarizin terdistribusi luas ke jaringan, konsentrai antagonist.
obat dalam jaringan, terutama jaringan lemak dan
otot lurik beberapa kali lebih tinggi daripada kadar
Manuver
plasma.
Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien
Flunarizin dalam keadaan terikat sebanyak 99,1%;
menerima pengobatan berdasarkan patofisiologi
90% terikat dengan protein plasma dan 9%
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada
BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat Manuver Brandt Daroff12
pada kupula kanalis semisirkularis posterior Manuver Semont
(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan
pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis suatu pendekatan yang lebih agresif yang dinamakan
posterior (kanalitiasis).9 liberatory maneuver. Cara ini didasarkan pada teori
kupulolitiasis dengan tujuan mencegah debris
Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat menempel pada kupula. Pada cara ini pasien
pada kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari didudukkan di atas tempat tidur dengan posisi kepala
kanalis posterior akan dapat menghilangkan keluhan 45 menoleh menjauhi telinga sakit dan kemudian
pasien. Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik yang digerakkan dengan cepat ke posisi yang menimbulkan
dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah vertigo dan dipertahankan selama 4 menit. Selanjutnya
memberikan tantangan pada pasien untuk melakukan digerakkan dengan cepat melalui posisi duduk ke
posisi kepala tertentu dalam waktu yang berulang- posisi yang berlawanan. Telinga di bawah dan tetap
ulang. Ada dua jenis terapi fisik, pertama terapi pada posisi kedua selama 4 menit dan posisi kepala
habituasi vestibuler seperti yang dijelaskan oleh Norre seperti semula. Bila selama menit pertama pada posisi
dkk (1987). Terapi ini didasarkan pada konsep ini pasien tidak merasa vertigo, kepala pasien digoyang
kompensasi susunan saraf pusat terhadap gerakan yang beberapa kali untuk melepas debris. Setelah 4 menit
merangsang terjadinya vertigo. Jenis kedua seperti terakhir, pasien dengan lambat digerakkan ke posisi
yang dijelaskan oleh Brandt dan Daroff (1980), duduk. Perasat Semont terutama efektif untuk pasien
mendasarkan teorinya pada usaha menghilangkan atau dengan debris yang melekat pada kupula kanalis
memecah debris pada cairan endolimf yang disebutkan semisirkularis posterior.20
sebagai penyebab vertigo.3
Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang
Metode Brandt Daroff dilakukan terapi dengan perasat ini, 70% mengalami
Cara Brandt dan Daroff berupa perubahan posisi kesembuhan, 20% perbaikan. Dan 10% tanpa
kepala yang dilakukan beberapa kali dalam sehari perbaikan. Walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi
selama dua sampai tiga minggu. Pasien duduk tegak menyebabkan pasien terlalu banyak melakukan
ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung. gerakan memutar leher dan badan secara cepat yang
Dengan posisi kepala diputar 45° ke satu sisi dan memungkinkan akan menyulitkan bagi pasien yang
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke sudah tua.14,20
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik, setelah itu
duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan
dengan cepat ke sisi lain, pertahankan selama 30 detik
lalu duduk tegak kembali. Manuver ini dilakukan tiga
kali pada pagi hari sebelum bangun tidur dan tiga kali
pada malam hari sebelum tidur sampai dua kali
berturut-turut tidak timbul vertigo lagi. Terapi ini dapat
mengurangi keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi
sulit dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus
melakukan perubahan posisi secara berulang-
ulang.1,10,19

Semont Manuver6
Manuver Epley
Metode ini diperkenalkan oleh Epley (1979) dan
disebut canalith repositioning procedure (CRP)
menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada
pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan
sebanyak 97,7% dari 30 pasien, sedangkan 2,3%
kurang memuaskan. Dengan menggunakan metode
yang sama, Weider mendapatkan angka keberhasilan
87,7% dari 44 pasien BPPV. Dia menyebutkan cara ini
telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa
cara ini mudah dilakukan pada semua usia. Pada saat

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ini para ahli lebih memilih modifikasi manuver Epley
yang tidak menggunakan sedasi dan vibrator.1,6,10,21

Tujuan dari manuver ini adalah mengeluarkan debris


(otolit) dari kanalis semisirkularis posterior dan
memasukkannya ke dalam utrikulus. Prinsip manuver
ini adalah:1,10,21
 Kanalis posterior diputar kearah
belakang mendekati orientasi planar. Arah ini
menyebabkan debris keluar dai kanalis dan masuk
ke dalam utrikulus.
 Merubah posisi angular kepala Modifikasi manuver Epley6
sekitar 90° pada setiap perubahan posisi.
 Pertahankan setiap posisi sampai Pembedahan
nistagmus menghilang, menandakan terhentinya Dapat dilakukan pembedahan pada penderita
aliran endolinf. BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
 Perubahan posisi kepala dari terapi konservatif serta menganggu aktifitas sehari-hari
belakang serta lakukan perubahan posisi setiap 1 dengan keluhan yang berlangsung satu tahun atau
detik, pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik. lebih.3
 Jika didapatkan gejala vertigo yang
berat, berikanlah obat premedikasi sedatif Singular Neurectomy
vestibuler seperti proklorperazine atau Pembedahan ini dilakukan dengan pemotongan nervus
dimenhidrinate 30-60 menit sebelum dilakukannya ampularis posterior yang terletak dekat dengan round
manuver. window untuk menghilangkan gejala vertigo. Angka
keberhasilan operasi ini mencapai 94%. Meyerhoff
melaporkan 16 pasien yang dilakukan singular
Langkah modifikasi manuver Epley adalah:6 neurectomy mendapatkan 15 pasien mengalami
kesembuhan total dan satu pasien mengalami
 Penderita berada pada posisi duduk.
perbaikan. Tindakan operatif ini bisa menimbulkan
 Penderita ditidurkan dengan posisi komplikasi berupa tuli sensorineural.6,13
kepala menggantung seperti posisi Dix-Hallpike
dengan kepala dirotasikan 45. Oklusi Kanalis Semisirkularis Posterior
 Perhatikan adanya nistagmus. Parnes dan McClure melakukan operasi oklusi kanalis
 Pertahankan posisi ini selama satu semisirkularis posterior dengan membuat penetrasi dan
sampai dua menit (posisi B). memasukkan serpihan tulang serta fibrin kedalamnya.
 Kepala diputar 90 kearah yang Cara ini akan menekan labirin membranosa dan
berlawanan, leher tetap diekstensikan (posisi C). menghentikan aliran endolimf dari dan ke arah kupula
 Kemudian tubuh penderita diputar yang akan mengurangi gerakan kupula dan
90 dengan kepala diputar berlawanan arah secara menghilangkan vertigo.6,7
diagonal (posisi D).
 Perhatikan adanya nistagmus.
 Posisi ini dilakukan selama 30
DAFTAR PUSTAKA
sampai 60 detik kemudian penderita duduk
kembali. 6. Timothy CH. Drug treatment of vertigo. Available from:
 Jika vertigo tidak muncul, maka tindakan selesai. http://www/tchain.com/otoneurology/practise/drugrx.html.
Bila vertigo masih muncul, maka prosedur 7. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance. Available
direncanakan untuk diulang kembali tiga sampai from: http://www/emedicinespecialties/neurology/neuro-
tujuh hari kemudian. Pasien dianjurkan untuk tidur otology.
dengan kepala ditinggikan selama dua malam
8. Timothy CH. Benign paroxysmal positional vertigo.
berturut-turut. Available from:
http://www/tchain.com/otoneurology/causes/diagnosis/treatme
nt.html.

9. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the


vestibular system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear
comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams &
Wilkins; 2000. h. 113-39.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


10. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD. Anatomy
of vestibular end organs and neural pathways. Dalam:
Cummings CW, penyunting Otolaryngology-head and neck
surgery. Edisi ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.

11. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function Evaluation and


Treatment. New York, Thieme 2004, h 85-110.

12. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and physiology of


the vestibular system. Dalam: Roeser RJ, penyunting
Audiology diagnosis. New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


2.4 GANGGUAN DENGAR
Apabila tidak ditemukan adanya obstruksi dari CAE,
dan masih di temukan adanya penurunan hantaran
Gangguan Dengar Konduktif udara, segera di curigai keadaan dibawah ini :
Ada beberapa karakteristik yang ditemukan pada tuli
konduktif, yang paling utama adalah pasien dapat
mendengar lebih baik dengan hantaran tulang
dibandingkan dengan hantaran udara, dan biasanya
hantaran tulang mendekati normal. Pada tuli konduktif - Infeksi : otitis eksterna, OMA, OMSK,
murni hantaran tulang normal atau mendekati normal perforasi membran tympani, tympanosclerosis,
karena tidak ada kerusakan di telinga dalam atau jaras otosklerosis
pendengaran. Trauma : Hemotympanum

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa didapatkan Tumor di nasofaring


beberapa karakteristik dari tuli konduktif, yaitu : alergi
1. Anamnesis menunjukkan adanya riwayat
keluar cairan dari telinga, atau pernah mengalami Dari semua penyebab tuli konduktif, sebagian besar
infeksi telinga, bisa disertai dengan gangguan memiliki prognosis yang baik. Cukup dengan
pendengaran, atau tuli mendadak sesaat setelah pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan
mencoba membersihkan telinga dengan jari. apabila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut
2. Tinitus, digambarkan sebagai dengungan nada bisa diperbaiki.
rendah Hasil pemeriksaan pada tuli konduktif dapat
3. Apabila tuli bilateral, penderita biasanya ditemukan:
berbicara dengan suara pelan, terutama pada tuli Audiometri : BC normal, AC menurun
yang disebabkan oleh otosklerosis. ATAU
4. Mendengar lebih baik pada tempat yang GANGGUAN DENGAR CAMPURAN
ramai (paracusis of willis). Audiometri : terdapat gap antara AC & BC > 10 dB,
5. Pada saat mengunyah, pendengaran menjadi AC & BC menurun
lebih terganggu. Tympanometer untuk memastikan ada tidaknya
6. Treshold hantaran tulang normal atau patologi telinga tengah.
mendekati normal Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
7. Ditemukan Air bone gap (ABG) konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
8. Pada pemeriksaan otologis ditemukan adanya mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
kelainan di canalis acusticus externus, gendang biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
telinga, atau telinga tengah. Kadang ditemukan otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
gambaran gelembung dan ‘fluid level’ di belakang sensorineural.
gendang telinga.
9. Tidak ada kesulitan dalam komunikasi Gangguan Dengar Sensorineural
terutama bila suara cukup keras. Tuli sensorineural menjadi masalah yang cukup
10. Tuli konduktif murni, maksimum sampai 70 menyulitkan bagi para dokter. Berjuta-juta pekerja
dB industri dan usia tua menderita jenis gangguan dengar
ini. Secara umum tuli ini bersifat irreversibel dan
Apabila pada pemeriksaan aodiologis ditemukan sangat menganggu komunikasi sehari-hari.
adanya tuli konduktif, dan di temukan obstruksi pada
CAE, kemungkinan penyebab hal itu adalah: Kerusakan jaras pendengaran dapat terjadi, baik di
- Aplasia congenital, tidak terbentuknya CAE telinga dalam (sensory loss) ataupun di syaraf
pada saat lahir, akibat defek pada pertumbuhan pendengaran (neural loss). Ditekankan bahwa
janin kerusakan biasanya terjadi pada keduanya (sesuai
- Traecher collins syndrome, tidak terbentuk namanya sensorineural). Tetapi ada juga yang
daun telinga, CAE, gendang telinga, dan tulang2 membuat diagnosis lebih spesifik tipe sensori atau tipe
pendengaran neural, tergantung dimana ditemukan kerusakannya.
- Stenosis CAE
- Exostosis CAE, adanya penonjolan tulang Ciri-ciri utama dari tuli sensori, kerusakan pada telinga
yang menimbulkan obstruksi CAE tengah terutama pada cairan labyrin dan sel rambut:
- Serumen - adanya riwayat serangan vertigo yang
- Karsinoma CAE berulang dengan rasa penuh ditelinga, bunyi
- Kolaps CAE saat pemeriksaan audiometri tinitus seperti suara ombak, dan intermitten
hearing loss . Sangat mungkin hal ini disebabkan
oleh beberapa macam syndrom yang di sebut :

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


menierre disease, hipertensi kohlear, atau hydrops  Kelainan pembuluh darah
labyrynth.  Komplikasi setelah tindakan pembedahan
- Pada menierre disease biasanya tuli unilateral telinga
- Pemeriksaan otologis biasanya normal  Fistula di foramen ovale
- Penurunan hantaran tulang dan udara, tanpa
 Komplikasi tindakan anestesi
ada ABG
- Apabila terdapat tuli sedang atau tuli pada  Syphillis
frekwensi percakapan, kemampuan berbicara
menjadi sangat berkurang, terutama suara yang Penyebab Congenital sensoryneural hearing loss:
keras  Herediter
- Ditemukan ‘recruitment’  Kern
- Normal tone decay dan stapedius reflex  ikterus
decay, bakesy audiometri type II  Anoksia
- Dengan pengecualian, tes garpu tala  Virus
lateralisasi ke telinga yang lebih sehat  Penyebab lain yang tidak diketahui

Walaupun sangat sulit dalam menentukan penyebab


Ciri-ciri tuli neural, disebabkan oleh kerusakan serabut
spesifik dari tuli sensori neural, klasifikasi diatas
syaraf pendengaran:
memberikan informasi yang sangat penting dalam
- riwayatnya bermacam-macam, ketulian bisa
menentukan tindakan yang akan kita pilih. Klasifikasi
mendadak terjadi unilateral oleh karena fraktur
diatas juga bisa untuk menentukan prognosis dari
yang melibatkan meatus auditori interna, atau bisa
kelainan tersebut
juga bertahap dan bilateral karena tuli progresive
herediter. Usia pasien tidak begitu membantu
menegakkan diagnosis karena kelainan ini bisa
Jadi hasil pemeriksaan pada tuli sensorineural dapat
terjadi pada usia kapan saja.
ditemukan :
- Hantaran tulang dan udara menurun, tanpa ABG
- Audiometri : AC dan BC menurun
- Tidak ditemukan ‘rekruitment’, bila ada biasanya
- Tympanogram : normal
minimal.
- BERA
- Bakesy audiometri type III atau IV
Dilakukan apabila pemeriksaan biasa tidak dapat
dipercaya atau tidak mungkin dilaksanakan, seperti
Klasifikasi Tuli sensorineural pada tuna grahita berat atau kasus pura-pura tuli
Penyebab Tuli sensorineural dengan onset gradual: (malingering)
 presbikusis
 occupasional hearing loss Tuli Campur
 otosklerosis dan OMSK aspek sensorineural Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
 paget’s dan Van der Hoeve’s disease aspek konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
sensorineural mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
 pengaruh dari penguatan alat bantu dengar biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
 neritis syaraf auditori dan penyakit systemik otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
(DM) sensorineural.

Penyebab Sudden bilateral sensoryneural hearing loss: Central Auditory Processing Disorder
Suatu kelainan yang ditandai dengan adanya defisit
 Infeksi : meningitis
dalam memproses informasi yang berhubungan dengan
 Tuli fungsional modalitas pendengaran.
 Obat-obatan ototoksik
 Multiple sklerosis Central Auditory Processing (CAP) adalah suatu
 Syphillis system yang aktif, kompleks yang dilakukan susunan
 Penyakit otoimun saraf pusat terhadap input auditori. Sistem ini
melibatkan sinyal auditori, telinga luar samapi kohlea,
Penyebab Sudden unilateral sensoryneural hearing N VIII dan susunan saraf pusat.
loss:
 Mumps Gejala CAPD, diantaranya:
 Trauma kepala dan taruma akustik - salah pengertian atau salah interpretasi
- sulit berkonsentrasi
 Infeksi virus
- sulit membedakan kata
 Ruptur membran foramen rotundum atau - sulit mengeja
membran telinga tengah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


- gangguan berbahasa, baik reseptif meupun ekspresif Acoustic Negatif Positi Negat Positi Negat
- reduksi auditory memory Reflex f if f if
Recruitme Positi Negat
Pasien dengan CAPD sering gejalanya overlapping nt f if
dengan gangguan dengar perifer, karena itu kita harus Speech baik Buru Sang Buru Buru
menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan dengar Discrimina k at k k
perifer dengan melakukan permeriksaan audiometric, tion Buru
speech audiometry, akustik refleks, BERA. k
Tone negat positi
Auditory Neuropathy Decay if f
Kriteria Diagnostik
1. Terbukti adanya fungsi auditori (pendengaran) Penatalaksanaan Gangguan Dengar
terganggu Pasien dengan gangguan dengar, biasanya datang
2. Terbukti adanya fungsi saraf auditori dengan keluhan utama hearing loss/ketulian atau
terganggu tinitus.
3. Terbukti fungsi sel rambut normal
Sesuai tipe dan derajat gangguan dengar,
Faktor risiko yang menyebabkan auditory neuropathy: penatalaksanaan gangguan dengar adalah penggunaan:
- Anoksia 1. Hearing Aid
- Hiperbilirubinemia 2. Assistive device (FM system)
- Proses infeksi (mis. Mumps) 3. Cochlear implant
- Kelainan imunologi (mis. Guillain Barre syndrome) 4. Terapi bicara & mendengar (pada anak)
- Genetik dan beberapa sindroma:
1. Hereditary sensory motor neuropathy
2. Mitochondrial enzymatic deficit
3. Olivo-pontine- cerebellar
degeneration
4. Freidrichs’s ataxia
5. Steven Johnson syndrome
6. Ehlers-Danlos syndrome
7. Charcot-Marie-Tooth syndrome
Hal tersebut di atas dapat menyebabkan auditory
neuropathy yang permanent, sedangkan yang
transient bisa disebabkan anoksia dan
hiperbilirubinemia, yang intermitten bisa disebabkan Alat bantu mendengar
oleh anoksia

Hasil pemeriksaan pendengaran pada beberapa jenis


gangguan dengar, tercantum pada tabel di bawah ini:

Pemeriksa CHL Tuli T.Ret CAP A.N


an Coch ro- D
lear Cocle
ar
Pure Tone BC>A BC= BC= Norm ~SN
Audiometr C AC AC al HL
i menu menu ringa
run run n – Cochlear Implant
berat
OAE Abnor Abno Abno Norm Norm
mal rmal rmal al al
BERA Abnor Abno Abno No No
mal rmal rmal respo respo
ns ns
Tympanom Reduce Norm Norm Norm Norm
etri d al al al al
compli
ance
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


7. Hendarmin,H. Gangguan Pendengaran
Pada Bayi dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 5. FKUI.
Jakarta. 2001; 28-30.

8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan


Kuliah. Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung.
13-14 Mei 1991; 12-63.

Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada


anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive


Otology. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2000;559-570.

2. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of


Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205- 232.

3. Cummings,W Charles. Auditory Function


Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Second edition. Mosby Year Book. St Louis.
1993;2698-2715

4. Lee.KJ. Audiology. Essential


Otolaryngology. Eight edition. Mc Graw Hill
Companies. United States. 2003;24-64.

5. Sininger, Yvonne. Auditory Neuropathy A


New Perspective on Hearing Disorders. Singular
Thomson Learning. Canada. 2001;1-50.

6. Lassman,FM. Audiology. Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition.
W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1989; 46 –
66.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


2.3 PEMERIKSAAN GANGGUAN DENGAR
tenang. Suara keras adalah sekeras teriakan yang masih
dapat dibuat pemeriksa dengan nyaman.
Audiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
pendengaran dan keseimbangan, yang mempelajari Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana
pengukuran pendengaran maupun keseimbangan petunjuk visual tidak dapat terlihat. Rangsang harus
manusia dan pengelolaan maupun rehabilitasi
penderita dengan gangguan pendengaran maupun
gangguan keseimbangan.1 sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien.
Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka
Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang (misainya 6-1-4). Pasien diminta untuk mengulangi
meliputi besar gangguan pendengaran (derajat suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien
gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang
yaitu membedakan antara kelainan di telinga tengah, diberikan. Tes ini biasanya dilakukan pada jarak 60 cm
kohlea atau retrokohlear.1 dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan
jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites,
Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis hal ini penting untuk masking telinga yang tidak diuji
pendengaran yaitu: perkiraan ambang dengar, selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai
diferensiasi gangguan pendengaran konduktif dengan forced whisper pada jarak yang lebih jauh.
dengan gangguan pendengaran sensorineural, dan Orang normal dapat mendengar bisikan dengan mudah
identifikasi gangguan pendengaran non organik.1 pada jarak 10 m.

Pemeriksaan Pendengaran Subjektif1,2,3 Suara penulis direkam pada setiap intensitas untuk 10
Pemeriksaan pendengaran subjektif adalah menilai bahan tes setiap 4 hari untuk menilai konsistensi suara
pendengaran berdasarkan respons subjektif terhadap yang direkam. Intensitas suara yang digunakan dalam
berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes yang tiga kategori oleh pemeriksa yang berbeda juga. akan
dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: berbeda pula, namun seorang pemeriksa harus dapat
- Tes klinis sederhana: mempertahankan konsistensi suaranya sendiri.
 Tes suara Pemeriksa harus mengingat kecenderungan untuk
 Tes Garpu Tala meningkatkan volume suaranya saat jarak antara
- Audiometri Subjektif: pasien dan pemeriksa semakin jauh (misalnya, suara
 Dewasa: Tes Bisik, yang digunakan pada jarak 60 em cenderung lebih
Garputala, Audiometri Nada Murni, keras dari suara yang digunakan pada jarak 15 em
Audiometri tutur kecuali pemeriksa mengerti untuk menghindari
 Anak: Behavioral kejadian ini).
Observation Audiometry (BOA), Visual
Reinforcement Audiometry (VRA), Play Tes bisik pada jarak 60 em dapat mendeteksi gangguan
Audiometry, Speech Audiometry pendengaran pada frekuensi tutur dengan intensitas
 Khusus: Short Increment diatas 30 dB dengan sensitivitas 96% dan spesifitas
Sensitivity Index (SISI), Alternate Binaural 91% (Browning, Swan, dan Chew, 1989). Data - data
Loudness Balance Test (ABLB), Tone decay, ini memberikan gambaran kasar mengenai interpretasi
Audiometri tutur, Audiometri Bakessy tes suara, namun pengalaman pemeriksa dalarn
membandingkan tes suara mereka sendiri dengan
Tes Klinis Sederhana1,2,3,4 ambang audiometri nada murni tetap tidak tergantikan.

Tes Suara Berbicara pada jarak 30 inci Kehilangan


Suara manusia memiliki rentang intensitas yang Pendengaran
berbeda, namun hanya tiga intensitas yang digunakan Mengerti bisikan perlahan < 30 dB
secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara Mengerti bisikan keras < 45 dB
bisikan, suara percakapan, dan suara keras. Mengerti suara sedang < 60 dB
Mengerti suara keras < 70 dB
Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced Keterbatasan tes suara
whisper, yakni suara bisik terkeras yang dapat Tes suara klinik bukanlah pengganti bagi audiometri
dikeluarkan pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus nada murni, namun merupakan alat yang penting bagi
ekshalasi nafas secara norinal sebelum berbicara otolog untuk memeriksa audiometri yang tidak reliabel
dengan intensitas forced whisper, Suara percakapan (Browning, Swan dan Chew. 1989) dan pasien - pasien
diartikan sebagai suara dengan intensitas yang yang tidak reliabel secara khusus (lihat bagian
digunakan pemeriksa ketika berbicara di ruangan yang gangguan pendengaran non-organik). Tes suara klinik
juga sering dugunakan untuk menguji pasien yang

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


tidak dapat mengikuti audiometri nada murni, misalnya dengan batang untuk memegang garpu tala yang
pada anak miak, penderita cacat mental, dan orang tua. tipenya bervariasi. Jenis garpu tala yang paling sering
digunakan adalah jenis 512 hingga 256 Hz. Meskipun
Tes Garpu Tala garpu tala 256 menghasilkan lebih banyak overtone
Perkembangan tehnologi elektronik dibidang dari garpu tala 512 Hz (Samuel & Eitelberg),
diagnostik- audiologi, menyebabkan penggunaan penggunaan klinisnya telah menunjukkan bahwa jenis
garpu tal a yan g t el ah dikem ukakan sejak ini lebih smitif dalam mendeteksi gap udara - tulang
sat u abad ya ng lalu kurang dirni nati oleh dibandingkan dengan garpu tala 512 Hz (Srankiewicz
audiologist. Dalam kondisi keterbatasan dan Mowry, 1979; Doyle, Anderson dan PiJI. 1984;
pengadaan sarana alat diagnostik elektronik Browning dan Swan.1988). Arah gelombang suara
seperti elektroakustik imitans, garpu tala apabila garpu tala harus sesuai dengan aksis kanalis aurikularis
dilakukan dengan tehnik yang benar dan cara eksternus ( sejajar dengan bidang frontal ). Garpu
interpretasi yang tepat sangat membantu tala tidak boleh diketukkan pada permukaan yang
diagnostik audiologi disamping pemeriksaan keras karena hal ini dapat menghasilkan overtone yang
audiometri rutin memberikan hasil false positif selain kemungkinan
merusak garpu tala (Samuel and Eitelberg. 1989).
Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah Garpu tala sebaiknya diketukkan perlahan pada lutut,
membandingkan antara hantaran udara (AC = air siku, atau bantalan karet keras. Mengetukkan garpu
conduction) dan hantaran tulang (BC = bone tala juga sebaiknya dilakukan pada jarak 2/3 dari
conduction). Pada hantaran udara menggunakan percabangan untuk meminimalisir distorsi suara yang
telinga luar dan tengah untuk menghantarkan bunyi ke dihasilkan.
koklea dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan
yang lazim untuk transmisi bunyi.

Pada hantaran tulang (BC), tulang tengkorak dibuat


bergetar dengan jalan menempelkan benda yang
bergetar secara periodik, misalnya garpu tala.
Rangsang yang dihantarkan tulang diduga
menggetarkan cairan koklearis tanpa melewati telinga
luar dan tengah. Bekesy (1932) memperlihatkan bahwa Garpu Tala
pola getaran koklearis adalah sama tanpa memandang
apakah bunyi dihantarkan melalui tulang atau udara. Tes Rinne
Tes Rinne pertama kali dilakukan oleh Adolf Rinne
Uji hantaran tulang telah dianggap sebagai suatu alat dari Gottingen pada tahun 1855. Sekalipun HuIzing
untuk mengukur integritas koklearis dan struktur di (1985) menemukan bahwa Polansky (1842) telah
atasnya. Pendengaran hantaran tulang yang normal terlebih dahulu, menjabarkan prinsip tes yang
jelas mengisyaratkan fungsi koklearis, saraf dan batang digunakan. Hasil tes garpu tala yang dikenal sebagai
otak yang normal pula. Jika kornponen sensorineural Rinne positif dan negatif untuk penma kalinya
(BC) normal, sedangkan seluruh sistem (AC) dikemukakan oleh Lucae dalam suatu pertemuan ahli
terganggu (BC>AC), maka gangguan diduga otologi di London pada tahun 1882. Terdapat dua
maupakan akibat kerusakan bagian sistem lainnya, variasi dari tes ini yaitu: metode perbandingan
yaitu telinga tengah dan atau telinga luar yang fidak kerasnya suara dan metode perbandingan ambang.
terukur dengan ternuan hantaran tulang yang normal.
Sebaliknya bila hantaran tulang tidak lebih peka dari Metode perbandingan keras suara mcrupakan metode
hantaran udara (BC≤AC), maka gangguan total diduga yang lebih sering digunakan. Garpu tala dibunyikan
sebagai akibat kerusakan atau perubahan pada dan dipegang dengan ujung sejajar maupun tegak lurus
mekanisme koklearis atau retrokoklearis. Akan tetapi dengan sumbu CAE (Swnuel dan Eitelberg.1989)
sejumlah peneliti, dipelopori oleh Tonndorf telah dengan jarak sekitar 2,5 cm dari CAE. Selama
menantang kebenaran interpretasi tidak adanya melakukan tes Rinne dianjurkan untuk melepas
perbedaan udara atau tulang ini. Mereka kacamata, giwang atau anting yang dapat mengganggu
mendemonstrasikan adanya peningkatan arnbang penempatan garpu tala di mastoid . kurangnya tekanan
hantaran tulang yang timbul sekunder dari gangguan- garpu validitas hasil interpretasi. di tulang mastoid
gangguan telinga tengah. dapat menyebabkan suara akan terdengar lebih keras
melalui butaran udara sehingga dapat mengganggu
Tes garpu tala sebaiknya dilakukan dalarn ruangan validitas hasil interpretasi. Pemeriksa harus melakukan
yang sepi karena bunyi penyerta (ambient noise) dapat konfirmasi bahwa pasien dapat mendengar bunyi garpu
mempengaruhi hasil secara signifikan. Garpu tala tala 'di depan telinga'. Garpu tala kemudian diletakkan
umumnya terbuat dari besi, magnesium, atau sedemikian rupa sehingga pangkaInya menekan
alumunium. Terdiri dari dua buah kaki seperti U os.mastoid. Tempat yang baik untuk meletakkan garpu
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


tala dengan posisi ini adalah area yang datar dan tidak konduktif pada gangguan pendengaran, pasien dapat
berwribut di posterosuperior CAE. Penempatan garpu mendengar suara lagi, hal ini disebut hasil positif.
tala diatas proc.mutoideus akan memberikan hasil yang
salah (false results) karena kurang luasnya daerah Metode ini lebih jarang digunakan karena memakan
kontak antara pangkal garpu tala dan tulang. Pinna waktu lebih lama dan lebih rentan terhadap pengaruh
tidak boleh bersentuhan dengan garpu garpu tala. suara penyerta ambient sound. Metode ini juga kurang
Tekanan berlawanan diberikan pada sisi kepala yang sensitif daripada metode perbandingan keras suara
berlawanan dengan tangan peineriksa yang bebas. (Browning dan Swan. 1989).
Perneriksa harus mengkonfirmasi bahwa pasien
mendengar suara 'di belakang telinga' dan menanyakan Masking pada telinga yang tidak diuji terkadang
pasien apakah suara terdengar lebih keras di depan dilakukan. Namun hal ini tidak dianjurkan karena
atau di belakang telinga. menambah sumber kesalahan pada tes. Apabila usap
tragal digunakan, pemeriksa tidak dapat yakin apakah
masking yang adekuat telah dicapai. Jika kotak suara
Barany digunakan, maka hampir dipastikan ada
masking berlebih yang akan mengarah ke over
masking telinga yang diuji (Swan. 1989). Sebagai
tarnbahan, penggunaan kedua bentuk masking ini
mungkin akan mempengaruhi tekanan berlawanan
yang dilakukan perneriksa peda sisi kepala yang
berlawanan. kerasnya suara yang terdengar pada
Tes Rinne hantaran tulang dipengaruhi oleh tekanan garpu tala
pada tulang.
Pada telinga dengan mekanisme hantaran normal
(telinga normal atau pada gangguan pendengaran Tes Rinne memberikan petunjuk adanya kornponen
sensorineural), suara hantaran udara akan terdengar konduktif pada gangguan pendengaran. Jika digunakan
lebih keras dari hantaran tulang. Hal ini disebut hasil untuk mendeteksi gangguan pendengaran konduktif tes
tes positif, sekalipun terdapat kesalahan pengertian Rinne memiliki spesifitas yang tinggi, namun
apabila hasil digambarkan sebagai hantaran udara lebih sensitivitasnya rendah (Crowley dan Ka~1966;Wilson
baik dari hantaran tulang. Apabila hantaran tulang dan Woods. 1 975;Stanklewiez dan
terdengar lebih keras dari hantaran udara, hasil disebut Mowry.1979;Capper, Slack dan Maw.1987; Browning
Rinne negatif dan hal ini menandakan komponen dan Swan. 1988). Para penyusun ini menunjukkan
konduktif yang signifikan pada gangguan bahwa sensitivitas, tes Rinne tidak mencapai 90%
pendengaran. Jika hantaran udara sama dengan hingga gap udara-tulang mencapai 30dB, sekalipun
hantaran tulang, sekalipun hal ini juga dapat spesifisitas tes ini melebihi 95% , tes ini sangat jarang
mengindikisikan adanya gangguan pendengaran menunjukkan hantaran tulang lebih baik dari hantaran
konduktif, sekalipun hal ini disebabkan olch pasien udara tanpa adanya gap udara-tulang diatas IOdB.
yang tidak dapat menentukan suara mana yang Maka gap udara tulang yang kecil (hingga 30dB)
terdengar lebih keras. seringkali tidak dapat dideteksi oleh tes Rinne,
walaupun tes ini merupakan indikator yang reliabel
Perneriksa harus, rnewaspadai 'Rinne false negatif adanya gangguan pendengaran konduktif. Titik dimana
yang dapat terjadi pada gangguan pendengaran tes Rinne cenderung negatif adalah pada gap udara-
sensorineural yang parah pada telinga uji. Pada kasus tulang sekitar 18dB (Sheehy, Gardner dan Hambley,
ini, rangsang hantaran tulang akan terdengar pada 197 1; Golabek dan Stephens. 1979; Capper, Slack dan
telinga yang tidak diuji, sehingga hantaran tulang Maw. 1987). Hal ini mengindikasikan titik dimana tes
terdengar lebih keras dari hantaran udara. Keadaan ini Rinne akan memberikan 50% hasil negatif; respon
umumnya dapat diidentifikasi menggunakan tes Weber. pasien bervariasi pada gap udara-tulang di sekitar titik
Apabila tes suara klinis mengindikasikan adanya ini.
gangguan pendengaran unilateral, tes Weber harus
dilakukan sebelurn tes Rinne. Semakin tinggi frekuensi garpu tala semakin berkurang
kepekaan tes Rinne untuk identifikasi gangguan
Pada metode perbandingan arnbang, garpu tala konduktif. Penelitian menunjukkan hasil yang cukup
diletakkan pada tulang di atas mastoid. Pasien dirninta signiflkan bahwa hasil tes garpu tala frekuensi 128-256
untuk mengangkat tangan apabila ia mendengar suara Hz cenderung lebih mudah menghasilkan tes Rinne
hingga suara fidak terdengar lagi. Ketika pasien negatif daripada positif. Frekunsi lebih besar dari 256
menurunkan tangan sebagai tanda ia tidak dapat Hz menunjukkan hasil tes Rinne yang kurang reliabel
mendengar suara uji lagi, garpu tala segera dan frekuensi 2048 Hz tidak banyak membantu
dipindahkan ke depan CAE. Jika tidak ada komponen diagnostik gangguan konduktif.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Nilai ketepatan tes Rinne cukup tinggi pada anak-anak, hasil audiometri nada murni (Stankiewicz dan
apabila besar A-B gap mencapai 35 dB atau lebih. Mowry.I979;Capper,Slack dan Maw.1987) dan
Hilyard dkk melakukan skrining pendengaran pada hasil yang 'salah' didapatkan pada 25% pasien
920 anak dengan memakai garpu tala frekuensi 1000 dengan gangguan pendengaran unilateral, sehingga
Hz, didapati hasil tes Rinne negatif pada 207 anak sulit untuk secara teoritis memprediksi pada telinga
akan tetapi tes garpu tala dilakukan tanpa mana pasien akan mendengar suara lebih keras.
menggunakan masking. Keterbatasan tes Weber lainnya adalah sulit
Prinsip : membandingkan AC dan BC pada pasien dinilai pada kasus dengan tuli campur.
interpretasi pada praktek adalah tidak mungkin, dan tes
Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus
Tes Weber gangguan pendengaran unilateral.
Tes ini dinamakan sesuai Ernest Heinrich Weber
(1834), seorang profesor di anatomi dan fisiologi dari
Leipzig. Sebenarnya Weber tidak mengernukakan
metode yang selama ini dipakai dalarn klinik dengan
memakai namanya. Fenomena yang dikemukakannya
adalah mengenai lateralisasi hantaran tulang kearah
telinga yang disumbat. Menurut Weber apabila kita
sedang berbicara atau menyanyi, kemudian telinga
dengan jari tangan maka suara akan terdengar lebih
keras di telinga tersebut.
Tes Weber
Menurut Hulzing (1973), Schmalz (1846) adalah
orang pertama yang menjelaskan aplikasi klinis tes Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai
ini. Tujuan tes Weber adalah untuk mendeteksi lateralisasi hantaran tulang kearah telinga yang
koklea dengan fungsi yang lebih balk. Sebuah disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang
garpu tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan berbicara atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari
dan ditempatkan pada garis tengah kepala tangan maka suara akan terdengar lebih keras di
pasien. Tempat yang umum digunakan adalah telinga tersebut.
dahi, batang hidung, vertex, dan incisor atas. Dari
semua tempat ini, batang hidung merupakan tempat Tes Schwabach
yang dianjurkan karena kulit antara tulang dan Tes yang diperkenalkan pertama kalinya oleh
garpu tala paling tipis;vertex hanya dapat Dagabard schawabach, seorang ahli bedah telinga dari
digunakan pada pasien dengan kebotakan. Pasien Jerman pada tahun 1890, digunakan untuk menilai
ditanya apakah suara terdengar lebih balk pada satu kemampuan persepsi mendengar melalui hantaran
telinga atau sama pada kedua telinga (umumnya tulang subyek yang diperiksa dibandingkan
disebut terdengar di tengah kepala). Pada pasien dengan pemeriksa. Penala digetarkan, tangkai penala
dengan pendengaran normal, suara terdengar di diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
tengah, selain normal, suara akan terdengar pada terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
koklea dengan fungsi lebih balk, kecuali bila ada dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
komponen konduktif gangguan pendengaran pada pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pasien. Pada kasus ini, jika fungsi koklea simetris, pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
suara akan terdengar lebih keras pada telinga dengan memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
gangguan konduktif, atau apabila ada gangguan pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu
konduktif bilateral, suara akan terdengar lebih penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa
keras pada telinga dengan komponen konduktif lebib dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
yang lebih besar. Alasan yang mendasari pernyataan disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
ini kompleks. pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut
dengan Schwabach sama dengan pemeriksa
Menurut Tonndorf (1964), kasus – kasus
diskontinuitas osikuler dan fiksasi Osikuler Prinsipnya untuk menilai kemampuan persepsi
bunyi akan terdengar lebih keras pada telinga. mendengar melalui hantaran tulang subyek
Kami membuat hipotesis bahwa pada kasus yang diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.
diskontinuitas osikuler, telinga tengah terisi massa
sehingga terjadi penurunan resonansi frekuensi. T es B i n g
Pada kasus – kasus dengan sumbatan CAE, efek Tes Bing yang dikemukakan oleh Alfred Bing
oklusi dapat terjadi,sehingga mengakibatkan bunyi pada tahun 1891, didasarkan pada prinsip bahwa
terdengar lebih keras pada telinga yang tersumbat. oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang
Sayangnya, hasil tes Weber tidak selalu sesuai dengan terdengar lebih keras pada c, linga dengan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


mekanisme konduksi normal. Fenomena ini persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
pertama kali dijelaskan oleh 'A-heatstone (1827). tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
Prinsip: oklusi CAE akan membuat suara hantaran membrana timpani. Selain itu dapat juga
tulang terdengar lebih keras pada telinga dengan dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
mekanisme konduksi normal. seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya
Cara pemeriksaan: sebuah garpu tala yang sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelled
digetarkan diletakkan pada os.mastoid seperti pada dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana
tes Rinne. Seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode: timpani melalui liang telinga.
perbandingan ambang dan perbandingan keras
suara. Pada metode perbandingan ambang, Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
pasien diminta untuk me n g a n g k a t t a n g a n ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
selama ia masih dapat mendengar suara. melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
K e t i k a p a s i e n m engindikasikan bahwa suara timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup CAE normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
dengan t e k a n a n j a r i p a d a t r a g u s . J i k a p a s i e n di kanalis aurikularis eksternus akan
dapat mendengar suara kembali, hal ini mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
mengindikasikan mekanisme konduksi berfungsi fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
(Bing positif) dan apabila pasien tidak dapat perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
mendengar suara kembali disebut Bing negatif. Pada menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
metode perbandingan keras suara, Bila liang diperhatikan dalam melakukan tes Gelled untuk
telinga ditutup dan dibuka bergantian saat fiksasi kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak
penala yang berget ar ditempelkan pada mastoid, bergeser pada saat pemberian tekanan di kanalis
maka telinga normal akan menangkap bunyi yang aurikularis ekstemus
mengeras dan ( B i n g pos i t i f) . H as i l s e ru p a ak an
d i d ap at pa da ga n ggu a n p en d en ga r a n Prinsip: fenomena berupa penurunan persepsi
sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan kekerasan suara yang dihantarkan melalui
mekanisme konduktif seperti penderita otitis media hantaran tulang apabila tekanan di kanalis
atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan aurikularis ekstemus ditingkatkan . Efek tersebut
kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif). didapati pada kondisi fungsi konduktif normal,
tetapi tidak ada beda persepsi suara pada kasus
ankilosis stapes. Tes ini banyak dipakai untuk
menilai gangguan konduktif pada kasus otosklerosis.

Cara pemeriksaan:
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
Tes Bing persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
Tes Gelle membrana timpani. Selain itu dapat juga
Prinsip tes Gelle berdasarkan pada fenomena dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
yang pertama kalinya ditemukan oleh Wheatstone seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya
pada tahun 1827 , kemudian dikembangkan sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelle
penggunaannya dalam klinik oleh Gelled seorang ahli dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana
bedah otologi dari Paris . Fenomena tersebut berupa timpani melalui liang telinga.
penurunan persepsi kekerasan suara yang Interpretasi: kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
dihantarkan melalui hantaran tulang apabila ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes di kanalis aurikularis eksternus akan
ini banyak dipakai untuk inenilat gangguan mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
konduktif pada kasus otosklerosis. Tehnik:Garpu fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
tala yang sudah digetarkan diletakkan di perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser Cara pemeriksaan:
pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis Dipakai dua buah garpu tala dengan frekuensi
ekstemus. yang sama akan tetapi hanya satu yang
digetarkan. Garpu tala yang digetarkan
Tes Lewis diletakkan di depan telinga yang dikeluhkan
Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur tidak mendengar dan garpu t a l a ya n g t i d a k
dengan komponen konduktif yang minimal dan d i ge t a r k a n d i l e t a k k a n d i p r o s e s u s m a s t o i d
membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes t e l i n g a s i s i ya n g s a m a . Tes dilakukan dengan
Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil mata tertutup, sehingga subyek yang di tes tidak
tes Gelled dan Bing. mengetahui ada dua buah ga r p u t al a ya n g
s al ah s at un ya d i l e t ak ka n di de p an t el i n ga.
Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai S u b ye k h an ya m e r as a k an a da garpu tala
suara tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan di tragus yang menempel di mastoid. Tanpa menyadari
dengan cara menekan tragus sehingga kanalis aurikularis bahwa sebenarn ya bunyi yang ada b e r a s a l
eksternus tertutup. dari garpu tala yang digetarkan didepan
Penilaian tes Lewis: apakah subyek mendengar telinga yang dikeluhkan tidak dapat
kembali suara garpu tala. mendengar, subyek akan melaporkan
Interpetasi: Tes Lewis hanya untuk menilai apakah mendengar suara (subyek menduga suara
suara akan terdengar kembali dengan penempatan berasal dari garpu tala yang menempel di mastoid
garpu tala di tragus apabila pada saat penempatan garpu yang tidak digetarkan).
tala di prosesus mastoid tidak terdengar lagi. Dalam
kondisi membrana timpani utuh dan ada fiksasi osikula Tes Stenger
auditiva, pemindahan garpu tala ke tragus tidak P ri nsi p: suara nad a m urni den gan i nt ensi t as
akan membuat suara terdengar kembali. Kondisi ya n g sama diberikan secara bilateral melalui
kelainan telinga tengah selain fiksasi tulang earphone maka akan terjadi penyatuan (fusi)
pendengaran akan membuat suara terdengar lagi pada persepsi m endengar di pusat pendengaran
saat garpu tala di letakkan di tragus. sentral sehingga han ya akan t erdengar
sebagai s a t u s u a r a d i t e n g a h - t e n g a h
kepala.
Cara Pemeriksaan:
Tes Stenger menggunakan dua garpu
tala dengan intensitas yang b e r b e d a . K e d u a
garpu tala tersebut digetarkan dan masing-
m a s i n g d i l e t a k k a n d i d e p a n li an g t el i nga.
B erd asark an fenom ena Tarch anow, m aka
Tes Lewis suar a dari kedua garpu t al a t ers ebut h a n ya
akan terdengar sebagai satu suara, yaitu
suara dengan intensitas yang lebih keras.
Apabila didepan telinga subyek yang
mengeluh pendengarannya kurang
diberikan suara garpu tala dengan
intensitas yang lebih keras, maka pada
k a s u s t u h o r ga n i k s u b ye k a k a n m el ap or k an
m en de n ga r di si s i t e l i n ga ya n g no rm al
s ek a l i pu n i nt en si t as n ya l e bi h l e m a h
Pada tuli nonorganik, subyek yang
sebenarn ya mendengar suara di sisi
telinga dengan i n t e n s i t a s y a n g l e b i h
tinggi akan menyangkal mendengar
s u a r a d i s i s i t e l i n g a t ers ebut (si si
Rangkuman beberapa tes garpu tala t el i nga ya n g di kel uhkan penden ga rann ya
kur ang).
Tes Garpu tala pada Tuli Nonorganik1,2,3,4
Tes Teal Reabilitas dan Validitas1,2,3,4
S u b ye k y a n g m e n g a t a k a n m e n d e n g a r s u a r a Dengan berulang-ulang melakukan uji penala
melalui hantaran tulang akan tetapi secara cermat, pemeriksa dapat menjadi ahli
menyangkal mendengar melalui hantaran dalam pemakaiannya. Masalah rcliabilitas (atau
udara dapat dilakukan metode Teal. dapat diulang) timbul dari penilaian yang
salah baik oleh pasien manapun pemeriksa
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


mengenai "saat tidak lagi terdengar" di mana membandingkan ambang pendengaran antara
bunyi perlahan-lahan menghilang. Uji-uji ini hantaran udara dengan menggunakan headphone (air
makin sulit dilaksanakan pada anak dan pasien conduction /ac) dan hantaran tulang dengan
dengan perhatian yang terbatas. menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone
conduction /bc). Hasil pemeriksaaan ini berupa
Klinisi harus menghindari penggunaan penala audiogram.
frekuensi rendah (128 dan 256 Hz) karena
memerlukan pengendalian kebisingan Pada hantaran tulang (ac) langsung menggetarkan
lingkungan, misalnya dalam ruangan kedap suara tulang-tulang tengkorak dan cairan didalamnya,
yang biasanya tidak ditemukan pada praktek sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf
dokter biasa. Untuk alasan fisik, Basil uji Bing dan membrana basalis sehingga terjadi perangsangan
yang bermanfaat biasanya akan lebih baik bila sel rambut organon Corti. Hal ini membutuhkan
menggunakan penala 500 Hz dan bukannya 1000 keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII.
atau 2000 Hz. Sedangkan hantaran udara (bc) getaran bunyi masuk
melalui liang telinga, menggetarkan m.timpani,
Kesalahan yang lazim terjadi pada uji Rinne dan tulang – tulang pendengaran dan seterusnya
Schwabach disebabkan oleh sifat - sifat hantaran membutuhkan keutuhan fungsi telinga bagian luar,
tulang. Getaran penala yang ditempelkan pada tengah, dalam dan syaraf VIII.
mastoid kanan tidak hanya menggetarkan tulang
temporal kanan, tapi juga seluruh kepala; dengan Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf
demikian telinga kiri juga terangsang pada saat skala C: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000
yang sama. Peredaman melintasi kepala adalah Hz. Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah
minimal. Pada uji Rinne, jawaban terhadap oktaf (750, 1500, 3000 dan 6000 Hz). Audiometer
stimulus hantaran tulang akan merefleksikan memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan
telinga dengan hantaran tulang yang lebih baik, berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu
tanpa memperhatikan telinga mana yang peredam yang memungkinkan berbagai intensitas
mungkin. Karena itu dimungkinkan untuk bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu
memperoleh respons hantaran tulang dari telinga transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-
kiri saat mengqji telinga kanan. Dan bila hantaran kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik
tulang lebih baik dari hantaran udara, maka menjadi energi akustik.
hasilnya adalah Rinne negatif palsu. Dengan
mekanisme serupa, suatu uji Schwabach yang Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan
meningkat atau memanjang untuk telinga kanan seperti berikut:
sebenamya dapat saja merupakan respons telinga  Nada murni (pure tone)
kiri dengan hantaran tulang lebih baik dan telinga Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
kanan. Insidens Rinne negatif palsu dan frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per
Schwabach memanjang palsu dapat dikurangi detik.
dengan meminta pasien memberitahu letak  Bising
gangguan pendengarannya. Juga dapat Merupakan bunyi yang mempunyai banyak
dikendalikan dengan memasang bising frekuensi, terdiri dari (narrow band), spektrum
penyamar (masking noise) pada telinga yang terbatas dan (white noise) spektrum luas.
tidak diperiksa, misalnya dengan alat penyamar  Frekuensi
seperti "Barany buzzer". Hal in] perlu dilakukan Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran
dengan hat]-hati karena bising penyamar yang suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana
berintensitas tinggi tersebut dapat saja d'lateralisasi (simple harmonic motion). Jumlah getaran per
melintasi tulang tengkorak dan sampai ke telinga. detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara)
Karena masalah-masalah validitas dan yang dapat didengar oleh telinga manusia
reliabilitas ini, maka sebalknya gunakan mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hertz.
serangkaian uji penala yang memberi kesempatan Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20
untuk membandingkan indikasi pengujian, Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang
daripada hanya bergantug pada suatu uji saja. frekuensinya di atas 18.000 Hertz disebut
Hal Ini juga sebagian merupakan penyebab suprasonik (ultra sonik).
perkembangan audiometri elektris
 Intesitas bunyi
Audiometri Nada Murni1,5,6,7
Dinyatakan dalam dB (decibell).
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik
Dikenal : dB HL (hearing level), dB SL
yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising
(sensation level), dB SPL (sound pressure
ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya
level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah
disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan warna merah.
pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan
apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang • Ambang Dengar
sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). lalah bunyi nada murni yang terlemah pada
Contoh : pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar
bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL tidak ada oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar
bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama menurut konduksi udara (AC) dan menurut
intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada konduksi tulang (BC). Bila ambang dengan
SPL. ini dihubunghubungkan dengan garis, baik
AC maupun BC, maka akan didapatkan
Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis
hingga 110 dB. Jika seorang pasien dan derajat ketulian. penilaian:
memerlukan intensitas sebesar 45 dB di atas
intensitas normal untuk menangkap bunyi AMBANG GANGGUAN DENGAR
tertentu, maka tingkat ambang 0 - 20 Dalam batas normal
pendengarannya adalah 45 dB, jika kepekaan >20 - 40 Ringan
pasien lebih dekat ke normal dan hanya >40 - 60 Sedang
memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas >60 - 90 Berat
normal, maka ambang tingkat pendengarannya >110 Berat Sekali
adalah 20 dB. Jika pendengaran pasien 10 dB
lebih peka dari pendengaran rata-rata, maka Tes hantaran udara
tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam Dari seluruh audiometri Subjektif, tes yang
dalam negatif atau – I0dB. paling dasar dan terpenting adalah
audiometri nada murni, yang membandingkan
 Nilai nol audiometrik (audiometric zero) kepekaan sensitivitas pendengaran subjek
Dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada terhadap orang dengan pendengaran normal
murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu pada berbagai frekuensi. Sebuah audiometer
yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata menyediakan rangsang suara terkalibrasi
orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). dengan frekuensi tetap maupun terpulsasi
Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik (pulsed) dalam rentang 125 hingga 8000 Hz.
tidak sama. Telinga manusia paling sensitif Intensitas suara dinyatakan dalam decibel
terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 hearing level (dB HI,), dimana 0 dB HL
Hz yang besar nilai nol audiometriknya adalah intensitas di mana orang dengan
kira-kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi pendengaran normal menangkap suara. 50%
2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm 2 . setiap kalinya. Tingkat pendengaran
Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu minimum dimana didapatkan respons
Standar ISO dan ASA. ISO = International berulang dari subjek disebut ambang dengar.
Standard Organization dan ASA = American Subjek dikatakan mengalami gangguan
Standard Association. pendengaran jika ambang dengarnya di bawah
0 dB ISO = 10 dB ASA atau 20 dBHL.
10 dB ISO = 0 dB ASA
Subjek ditempatkan di dalam ruangan kedap
Pada audiogram angka-angka intensitas suara dengan menggunakan earphone
dalam dB bukan menyatakan kenaikan dengan bantalan sirkumaural dan
tinier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik menekan sebuah tombol yang
secara perbandingan. niengaktllkan nyala lampu pada audiometer
Contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari setiap kali mendengar suara. Seperti yang telah
pada 10 dB. tetapi : 20/10 = 2, jadi 10 dijelaskan jelaskan diatas, tujuan tes ini adalah untuk
kuadrat 100 kali lebih keras. menentukan tingkat nada terendah dengan tinggi
nada berbeda – beda yang dapat didengar subjek.
• Notasi pada Audiogram
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai Tes Hantaran Tulang
grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus Ketika sinyal suara dihantarkan pada tulang di
penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 belakang telinga, atau pada dahi dengan
– 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat menggunakan penggetar tulang, gelombang suara
dengan garis terputus-putus (intensitas mencapai koklea setelah melintasi sistem
yang diperiksa : 250-4000 Hz). Untuk konduksi telinga tengah. Karena itu, pendengaran
telinga kiri dipakai warna biru, melalui hantaran tulang mencenninkan fungsi
sedangkan untuk telinga kanan dipakai dari koklea dan saluran pendengaran luhur
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


yang menghantarkan suara ke otak. Ambang M em as a n g He a dp ho n e
dengar hantaran tulang dibandingkan dengan Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan
ambang hantaran udara untuk menentukan apakah earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan
subjek mengalami lesi telinga luar dan/atau tengah, harus disingkirkan. Bila pasien memakai kacamata atau
maupun lesi koklear dan atau lesi retrokoklear. giwang sebaiknya dilepaskan.. Regangkan headband lebar-
lebar, pasanglah dikepala pasien dengan benar, earphone
Pengukuran kuantitatif dari perbedaan antara kanan di telinga kanan, kemudian kencangkan sehingga
ambang hantaran udara dan hantaran tulang (gap) terasa nyaman di telinga. Denting diperhatikan agar
memungkinkan penilaian besaran gangguan membran earphone tepat didepan liang telinga di kedua
pendengaran konduktif, yang berkontribusi pada sisi.
diagnosis akurat akan penyakit yang
menyebabkan gangguan pendengaran. Seleksi telinga
Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu.
Getaran dari tulang t e n gk o r a k akan
m e n c a p a i k o k l e a k e d u a s i s i d a n menimbulkan Urut an frekuensi
sensasi suara pada kedua telinga. Bagaimanapun, Dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling
umumnya kita hendak mengevaluasi hantaran stabil, kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi
tulang setiap telinga secara terpisah. Ambang dan akhirnya 500 dan 250 Hz. Ulangi tes pads 1000 Hz
terdengarnya sebuah suara akan meningkat ketika untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang
suara lain terdengar, yang disebut masking sound. lain. Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf,
Karenanya, ketika kita memeriksa pendengaran memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz,
hantaran tulang pada satu telinga, masking sound 3000 Hz atau 6000 Hz.
diperdengarkan pada telinga lainnya sehingga
membuat suara tes tidak terdengar oleh telinga ini. Posisi pemeriksaan
Prosedur masking ini diperlukan bahkan ketika Pasien duduk di kursi dan menghadap kearah 30 0 dari posisi
kita memeriksa ambang hantaran udara, tergantung pemeriksa, sehingga pasien tidak dapat melihat gerakan tangan,
dari derajat dan asal dari gangguan pendengaran yang tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas.
terdapat pada masing – masing telinga. Subjek yang
menjalani audiometri harus diberikan penjelasan Pemberian sinyal
bahwa mereka diharuskan untuk memberikan respons Cara yang paling cepat untuk memperoleh intensitas awal
terhadap nada tes, dan bukan pada suara masking. adalah dengan menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh
responss. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan lagi
Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator pada level yang sama. Bila ada responss, maka tes dapat
dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, dimulai pada intensitas tersebut.
suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas Turunkan intensitas secara bertahap, 10 dB setiap kali sampai
bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu responss, menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk
transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang- mendapatkan responss, dan turunkan 5 dB untuk
kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik memperoleh ambang terendah. dimana sinyal terdengar
menjadi energi akustik. 2 kali dari 3 kali perangsangan. Nada harus diberikan selama 0,5
detik secara irregular.
Teknik Pemeriksaan
Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat Ambang pendengaran biasanya direkam, kedalam suatu grafik
pendengaran dibutuhkan kerja sama yang baik antara yang disebut audiogram, walaupun kadang-kadang ada
pemeriksa dan pasien. yang menggunakan tabel. Serangkaian hasil audiotes
pemeriksaan liang telinga yang direkam kedalam, sebuah progress audiogram
Untuk memastikan bahwa liang telinga tidak dapat pula digunakan.
tersumbat. Apabila banyak serumen sebaiknya
dibersihkan dahulu. Simbol-simbol internasional untuk audiometer telah
digunakan sejak 1964. Tetapi simbol ini tidak berlaku di
Memberikan Instruksi Amerika yang menggunakan simbol masking yang
Saat akan memulai tes pasien dijelaskan terlebih berlainan untuk air dan bone conduction. Simbol hantaran
dahulu bahwa saat tes nanti akan terdengar serangkaian udara non masking yang umum digunakan adalah X untuk
bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien kiri dan 0 untuk kanan. Sedangkan simbol masking adalah X+
harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya untuk kiri dan 0 untuk kanan. Data dari telinga kiri ditulis
setiap terdengar bunyi bagamanapun lemahnya. Segera dengan warna biru dan untuk kanan dengan warna merah, tetapi
setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya tidak mutlak. Apabila tidak diperoleh respons, pada batas
kembali. Ulangi instruksi ini sampai pasien benar – benar output pada audiometer, maka tuliskan simbol yang sesuai
mengerti. dengan tambahan tanda panah kebawah. Derajat ketulian
dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu :
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Ambang dengar (AD) =

AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz


3
Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000
Hz berperan penting untuk pendengaran,
sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
derajat ketulian dihitung dengan menambahkan
ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang
dengar diatas, kemudian dibagi 4.
Ambang dengan (AD) =
Audiogram pada tuli konduktif
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000
Hz 3. Gangguan dengar sensorineural
4 Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak
BC-AC < atau = 10
dapat dihitung ambang dengan hantaran udara (AC)
atau hantaran tulang (13). Pada interprestasi
audiogram hares ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli camper
sedang.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung


hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja.

Derajat ketulian (PERHATI)


 Normal : 0 - 25 dB
Audiogram pada tuli sensorineural
 Gangguan dengar ringan : 26 - 40 dB
 Gangguan dengar sedang : 41 - 60 dB 4. Gangguan dengar campuran
 Gangguan dengar sedang berat : 61 - 90 Ambang BC meningkat lebih dari 25 dB ,AC > BC dan
dB terdapat gap
 Gangguan dengar sangat berat : > 90 dB

Berikut adalah contoh hasil audiogram


1. Normal
Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit tidak ada gap

Audiogram pd tuli campur

Audiogram Normal 4. Presbikusis

2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss =


CHL )
Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB)
Ambang AC meningkat, Jarak antara BC-AC > 10 dB

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


disebabkan pendengaran silang oleh telinga yang
tidak diuji?

Untuk mensahihkan hasil-hasil pengukuran, maka


telinga yang tidak diuji perlu disingkirkan dengan
menggunakan penyamar yang efektif sehingga
jawaban yang didapat dari pasien dapat
dihubungkan dengan telinga yang diuji. Data
peredaman antar telinga dapat digunakan
untuk membuat "aturan" kapan harus
melakukan penyamaran (masking). p ada
Audiogram pada presbikusis pengujian hantaran udara bilamana tingkat
sinyal pengujian melampaui ambang hantaran
Peredaman antar telinga dan pendengaran tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 dB atau
silang lebih, maka harus dilakukan penyamaran. Pada,
Peredam antar telinga adalah berkurangnya pengujian hantaran tulang, telinga yang tidak diuji
intensitas suatu sinyal saat ditransmisi dari harus disamarkan bilamana terdapat beda udara-
satu telinga ke telinga lainnya. Misalnya, nada tulang pada telinga yang diuji.
1000 Hz dengan intensitas 65 dB yang
diperdengarkan pada satu telinga (re Hal – hal yang mempengaruhi pengukuran nada
audiometrik nol) akan mengalami peredaman murni hantaran udara dan hantaran tulang. Ada 3 hal
antar telinga sebesar 55 dB sebelum akhirnya yang mempengaruhi yaitu pemeriksa, yang diperiksa
mencapai telinga satunya sebagai sinyal 10 dB, (pasien) dan faktor alat.
yang hanya akan ditangkap bila koklea telinga
tersebut peka terhadap sinyal 10 dB. Istilah Pengaruh dari pemeriksa
pendengaran silang (cross hearing) atau lengkung 1. Saat pemasangan earphone. Pemeriksa harus
bayangan (shadow curve) seringkali dipakai bila yakin bahwa diafragma earphone dipasang
pendengar berespons terhadap uji sinyal melalui berlawanan dengan CAE. Ukuran earphone
telinga yang tidak diuji. p endengaran silang harus disesuaikan dengan telinga subjek
seringkali terjadi lewat tulang tengkorak melalui untuk mencegah terjadinya kebocoran
hantaran tulang sekalipun sinyal diberikan melalui frekuensi rendah disekitar earphone.
penerima hantaran udara. 2. Pemasangan penggetar tulang harus dipasang
pada prosessus mastoideus tidak lebih dari
Tampaknya 45 dB merupakan perkiraan yang logis selebar ibujari untuk mencegah radiasi suara
sebagai peredaman minimal antar telinga, 3. Petunjuk visual, missalnya melihat kebawah
sebelum terjadinya pendengaran silang untuk atau membuat gerakan tubuh tertentu setiap
rentang frekuensi 250 sampai 8000 Hz. Oleh nada diperdengarkan tidak diperkenankan
sebab itu bilamana ada perbedaan ambang 4. Hubungan dengan pasien yang bersahabat
hantaran udara, antar telinga sebesar 45 dB atau dapat meningkatkan motivasi dari pasien
lebih, hares dipertanyakan validitas dari hasil- 5. Instruksi yang diberikan harus jelas dan bias
hasil pemeriksaan telinga yang lebih buruk. dimengerti oleh pasien
p
eredaman antar telinga untuk sinyal yang
diberikan melalui hantaran tulang dapat Pengaruh dari pasien
diabaikan. Menempatkan vibrator tulang pada 1. Terjadinya false respon dimana ada 2 tipe
mastoid atau pada dahi akan menimbulkan false respon yaitu false positif dan false
getaran seluruh tulang tengkorak. Keadaan ini negative. False positif terjadi ketika pasien
menghasilkan stimulasi yang sama pada kedua menyatakan mendengar nada padahal
koklear. Tidak adanya peredaman antar telinga sebenarnya tidak ada bunyi yang
yang cukup bermakna pada sinyal hantaran diperdengaarkan. False negative terjadi
tulang seringkali menimbulkan masalah ketika pasien mengindikasikan tidak
dalam mengenali hubungan hantaran tulang dan mendengar bunyi padahal sebenarnya ada
udara yang benar pada telinga yang diuji. bunyi yang diperdengarkan pada level yang
Misalnya, bila terdapat perbedaan ambang audible bagi pasien. Bila false positif
hantaran udara antar telinga, maka secara muncul hal berikut dapat dilakukan untuk
teoretik ambang hantaran tulang setidaknya menurunkan angka dari false positif:
sama baiknya dengan ambang hantaran udara - Pemeriksa harus menginstruksikan ulang
dari telinga yang lebih baik. Apakah beda kepada pasien dan membertahukan kepada
udara-tulang pada telinga yang diperiksa mereka bahwa mereka bereaksi ketika tidak
merupakan beda sejati atau apakah perbedaan itu ada bunyi
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


- Interval antara stimulus harus bervariasi Tone Decay
secara lebih signifikan Prinsip: terjadinya kelelahan saraf karena
perangsangan terus menerus. Bila telinga yang
Bila terjadi false negative, pasien harus diberikan diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut
instruksi ulang dan diperingatkan akan tanda tidak akan mendengar stimulus/rangsangan
tersebut. Pasien seringkali perlu diperingatkan Ada 2 cara: Threshold Tone Decay (TTD) dan
untuk meningkatkan perhatian terhadap tugas Suprathreshold Adaptation Test (STAT)
tersebut.
2. Kolaps dari CAE Pada pasien orang tua Speech Audiometry (Audiometri Tutur)
ketika earphone diletakkan dikepala tekana Berbeda dengan audiometri nada murni yang
dari earphone tersebut menyebabkan kolaps meberikan gambaran mengenai jenis dan derajat
CAE karena menurunnya elastisitas kulit ketullian, audiometri tutur memeriksa kemampuan
pada bagian kartilago dari CAE. Hal ini komunikasi seseorang. Pemeriksaan ini pada
dapat diatasi dengan menggunakan insert dasarnnya terdiri dari Speech Reception Threshold
phone, canal retaining earphone, ataupun (SRT) yaitu pemeriksaan sensitifitas/ambang dan
menarik daun telinga ke atas dan Speech Discrimination Score (pengertian)
mengembalikan posisinya ke penempatan
earphone. Audiometry Bekessy
Audiometri ini otomatis dapat menilai
Faktor alat ambang pendengaran seseorang.
Kalibrasi dari alat diperlukan bila didapatkan Prinsip pemeriksaan: nada yang terputus (interrrupted
berklurangnya akurasi ambang nada murni. Menurut sound) dan nada yang terus menerus (continue
the proffssional service board of the American speech- sound).
language –Hearing Assosiation, Kaliberasi
elektroakustik dari tingkat tekanan suara untuk nada, Pemeriksaan Pendengaran pada Anak
masking noise, dan tutur pada earphone dan lapang Ada empat reflex dasar yaitu:
suara dan tingkat kekuatan penggetar tulang harus - Terbangun dari tidur
dilakukan setiap 3 bulan. - Respon terkejut
- Mengedipkan mata
Audiometri Khusus - Menoleh
Untuk membedakan tuli kohlea dan tuli retrokohlea Peralatan yang sering digunakan boneka pijat, bel dan
diperlukan pemeriksaan khusus. kerincingan yang frekuensi dan intensitasnya
Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment diketahui. Selain peralatan dibutuhkan juga ruangan
dan kelelahan (decay/fatigue) yang sunyi terutama pada bayi berusia 4 bulan.

Recruitment adalah fenomena yang khas untuk Behavioral Observational Audiometry (BOA)6,8
ketulian kohlear, dimana di atas ambang dengar Pada usia empat bulan pertama, pendengaran dinilai
telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada dengan pengamatan perilaku dan respons refleks
telinga yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja terhadap rangsangan yang kuat pada pendengaran.
di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari Bayi berkedip atau mengatupkan kelopak mata yang
normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI sudah tertutup (reflek auropalpebral) sebagai respons
terhadap suara keras. Kegagalan merespons suara keras
Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana yang menetap dapat menunjukkan bayi mengalami
terdapat kelainan rerokohlea, bila diberikan nada yang gangguan pendengaran yang parah.
kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang Interpretasi:
lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay Bila terdapat kegagalan merespons yang menetap,
yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue) menunjukkan bayi mengalami gangguan
pendengaran.
Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)
Prinsip: membandingkan persepsi intensitas antara
kedua telinga pada frekwensi yang konstan

Short Increment Sensitivity Index (SISI)


Prinsip: adanya fenomena recruitment dimana kohlea
dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian
intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut
(1dB)

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Dilakukan pada anak usia 2-5 tahun, atau pada pasien
dengan retardasi mental.
Cara pemeriksaan:
Merupakan permainan audiometri untuk memeriksa
pendengaran. Anak diminta untuk menggunakan
earphone. Diminta agar anak menekan tombol,
memindahkan mainan atau hal lain yang menarik,
apabila dia mendengar suara pada earphone. Dengan
cara ini kita dapat menentukan ambang dengarnya.

Play Audiometry
Behavioral Observational Audiometry
Speech Perception Test
Visual Reinforcement Audiometry6,8 Pada anak dilakukan dengan cara khusus
Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan. yaitu dengan picture pointing test
Cara pemeriksaan: Cara pemeriksaan:
Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara Anak diminta untuk menunjuk gambar,
2 speaker sebagai stumulus suara. Setiap anak setelah mendengar suatu kata, misalnya : “kucing”
merespons dengan melokalisasi suara dengan benar, kemudian anak menunjuk gambar kucing
diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat Beberapa test yang termasuk di dalamnya adalah :
bercahaya (reinforcing respons). WIPI test (Word Intelligibility by Picture
Pertahanan respons (respons reinforcement) ini Identification Test) dan NU-CHIPS tes (Northwestern
memungkinkan anak untuk berpartisipasi dalam tes University Children’s Speech Perception Test).
cukup lama untuk menentukan tingkat ambang Diagram pemeriksaan pada anak sesuai usia dan
berbagai frekwensi. klasifikasi (pemeriksaan subjektif dan objektif) dapat
dilihat pada gambar berikut.
Interpretasi:
Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang
dengar berbagai frekwensi, dan anak dengan
gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak
dapat melokalisasi sumber suara.

Visual Reinforcement Audiometry


Diagram pemeriksaan audiometri anak sesuai
Play Audiometry6,8
usia
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Jenis TEOAE maupun DPOAE digunakan untuk
menilai keadaan kohlea dengan teknik dan daerah
Pemeriksaan Pendengaran Objektif tujuan berbeda, jika digunakan secara bersamaan akan
Emisi otoakustik (Otoacoustic Emission/OAE) saling melengkapi.
OAE adalah alat elektrofisiologis yang digunakan
untuk mengetahui keadaan dan fungsi sel rambut luar
kohlea secara cepat dan objektif.Pemeriksaan OAE
dipengaruhi oleh: keadaan telinga luar, telinga tengah,
telinga dalam, bising lingkungan, dan aktivitas tubuh.

Gelombang OAE yang dihasilkan oleh sel rambut luar


akan dihantarkan melalui tulang pendengaran,
membran timpani, dan masuk ke CAE yang akan
ditangkap oleh mikrofon. Sehingga jika terdapat
gangguan pada telinga luar maupun tengah sdapat
mengakibatkan emisi otoakustik tersebut tidak dapat
diukur dengan baik.

Emisi ini merupakan mekanisme fisiologis yang terjadi


selama proses transduksi mekanis-elektris dari suara.
Emisi otakustik tetap dapat diukur meskipun saraf
kohlearis (N VIII) mengalami kerusakan berat atupun
aktivitas listriknya dihambat oleh zat kimia. Skema Jenis Otoacoustic Emission

Emisi otoakustik ini mudah mengalami kerusakan Kegunaan Klinis OAE


yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab: OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kohlea dan
trauma akustik, hipoksia dan obat ototoksisk. membedakan kerusakan pada kohlea dan retrokohlea
OAE terdiri dari 3 transducer yang berbeda dalam satu secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi awal
probe yaitu : gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan
1. Loudspeaker, untuk memberikan stimulus cepat dan objektif
terhadap sel rambut kohlea
2. Microphone, untuk menerima semua suara Pada skrining pendengaran kita cukup untuk
yang ada di CAE mengetahui adanya emisi sel rambut kohlea. Untuk
3. Signal separating process, untuk tujuan deteksi awal gangguan dengar, TEOAE sering
membedakan suara yang berasal dari kohlea dan digunakan karena menggunakan metode click ataupun
sumber lainnya. toneburst, yang mempunyai sifat sebagai wideband.
TEOAE memberikan hasil mendekati 100% terhadap
Ketiga transducer menyatu dalam satu probe tersebut stimulus yang diberikan pada orang dewasa dengan
dilapisi oleh busa atau karet yang bersifat lentur yang ambang pendengaran < 30dB.
akan menutup seluruh CAE, sehingga pada saat
pemeriksaan emisi otoakustik, emisi yang dihasilkan TEOAE menggunakan frekuensi 1 – 4 kHz. Dengan
akan ditangkap secara maksimal oleh mikrofon. batas pemeriksaan 30 – 35 dBHL. TEOAE paling baik
dugunakan untuk mengidentifikasi gangguan
OAE saat ini ada 2 jenis: pendengaran pada intensiatas 2 – 4 kHz.
1. SOAE (Spontaneous Otoacoustic
Emission) Sedangkan DPOAE menggunakan stimulus puretone
2. EOAE (Evoked Otoacoustoc Emission) yang mempunyai sifat narrowband. DPOAE lebih
yang tdd : banyak digunakan untuk mengetahui kelainan yanng
1. SFOAE (Stimulus-Frequency Otoacoustic lebuh spesifik pada rentang frekwensi yang lebih
Emission) tinggi, yaitu 4 – 8 kHz (pada jenis skrining) dan
2. TEOAE (Transient-Evoked Otoacoustic mencapai 20kHz pada jenis clinical. Dengan batas
Emission) pemeriksaan 40 – 45 dB.
3. DPOAE (Distortion Product Otoacoustic
Emission) TEOAE dan DPOAE akurat untuk mendeteksi
Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda dan gangguan dengar pada frekwensi sedang dan tinggi.
saling membantu untuk menegakkan diagnosis Keuntungan menggunakan OAE adalah :
gangguan dengar. 1. Obyektif
2. Noninvasif
3. Waktu yang digunakan relatif singkat

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


4. Dapat digunakan semua usia, terutama gelombang V bergerak makin ke kanan dan gelombang
skrining pada neonatus, pediatrik, dewasa yang lain semakin kurang jelas.
mempunya resiko tinggi terhadap terjadinya
gangguan pendengaran Instrumentasi BERA
5. Secara teknis, mudah dilakukan Alat ’Evoked Potential’ bekerja berdasarkan pada
6. Dapat digunakan untuk skrining maupun sistem komputer yang meliputi komponen :
diagnostik 1. Generator stimulus
7. Dapat dilakukan oleh personal yang telah 2. Elektroda
dilatih secara khusus 3. Amplifier
8. Tidak diperlukan biaya yang mahal 4. Filter
5. Signal averager dengan artefact refraction
Persiapan Pemeriksaan OAE 6. Responsse display
OAE dilakukan dalam ruangan yang tenang, tapi tidak 7. Responsse processing
perlu soundproof, dan bebas medan listrik 8. Printer
Pasien yang akan diperiksa telinga tengah dalam
keadaan sehat, juga tidak dalam keadaan batuk pilek, Interpretasi Hasil BERA
(timpanometri yang normal). Probe yang digunakan Tugas utama klinikus adalah menentukan apabila hasil
harus sesuai dengan telinga. BERA ada penyimpangan dari nilai normal, apakah
Bayi dengan usia < 3 bulan tidak perlu diberikan karena patologi neural, gangguan pendengaran, atau
sedatif, bayi usia > 3 bulan dapat diberikan sedatif karena faktor yang nonpatologik
berupa chloral hydrat Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
melakukan interpretasi hasil BERA:
BERA (Brain Evoked Responsse Audiometry) - Maturitas susunan saraf pusat
Istilah lain yang sering digunakan untuk BERA: - Neuropatia saraf pendengaran
- ABR (Auditory Brainstem Responsse) - Kondisi susunan saraf pusat
- BAER (Brainstem Auditory Evoked Responsse) - Kondisi pendengaran perifer
- BSEP (Brainstem Evoked Potensial) - Faktor nonpatologik
- BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potensial)
- ERA (Evoked Responsse Audiometry) Tuli Konduktif
Pada tuli konduktif, bentuk gelombang bertahan pada
Prinsip Dasar BERA tingkat sensasi pertengahan sampai tinggi. Namun
AEP merupakan respons listrik N VIII dan sebagian masa laten absolut seluruh gelombang akan bergeser
batang otak yang timbul dalam 10 – 12mdetik setelah ke kanan (masa laten memanjang). Besarnya
suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga pergeseran berbanding langsung dengan beratnya tuli
dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi click konduktif. Apabila masa laten gelombang V ditetapkan
pada telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari sebagai fungsi tingkat sensasi rangsang dari ambang
serabut-serabut auditorik frekwensi tinggi. Respons yang normal, maka untuk sejumlah intensitas,
listrik tunggal sulit dibaca, supaya pola terlihat jelas, penderita tuli konduktif akan memperlihatkan fungsi
digunakan skema untuk membuat rata-rata agar intensitas masa laten yang normal, tetapi bergeser pada
gelombang menjadi nyata. Click dibuat pada 75 atau koordinat intensitas sesuai dengan beratnya ketulian.
80 dB di atas ambang dengar. Click diulangi dengan
kecepatan pengulangan pasti, mis. 11/detik atau Tuli sensorineural
33/detik hingga responss click 1500 atau 2000 kali. Penderita tuli kohlea akan menghasilkan gelombang
Setiap 2000 click yang dirata-ratakan akan BERA yang bentuknya sama dengan orang normal
digambarkan satu garis baru. Elektroda yang dipasang pada tingkat supra ambang rangsang.
pada mastoid dibandingkan denngan elektroda di
tengah dahi, menciptakan suatu EEG. Dengan Masa laten absolut gelombang I dan V hampir normal.
mengambil angka rata-rata gelombang EEG ini, Namun lereng fungsi intensitas masa laten gelombang
terbentuk suatu pola. Bentuk gelombang ini V lebih terjal dibandingkan dengan gelombang orang
dikemukakan oleh Jewett tahun 1971 dan diberi label I normal dan tuli konduktif. Gambaran lereng yanng
sampai VII. Yang dinilai gelombang I-V. terjal disebut sebagai sebagai fungsi penguatan
Gelombang I : berasal dari kohlea (Recruting Function) dan keadaan ini biasanya sangat
Gelombang II : berasal dari nucleus kohlearis jelas pada tuli kohlea denga penurunan pada frekwensi
Gelombang III : berasal dari nucleus olivari superior tinggi yang khas.
Gelombang IV : berasal dari lemniskus lateralis
Gelombang V : berasal dari folikulus inferior Apabila sensitifitas kohlea berkurang secara tajam,
masa laten gelombang V biasanya lebig panjang
Semua garis ini dapat dihasilkan kembali. Makin daripada normal pada tingkat sensasi rendah, akan
dekatnya tingkat bunyi dengan ambang pendengaran,
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


tetapi hampir sama atau bahkan sama dengan keadaan (sesuai frekwensi) dan tidak menilai masa laten
normal pada tingkat sensasi tinggi. masing-masing gelombang. ASSR dapat memberikan
informasi audiometric yang memuaskan pada anak dan
Lesi perifer N VIII dewasa.
Pemeriksaan BERA pada penderita dengan lesi N VIII
akan memperlihatkan berbagai variasi. Puncak I
mungkin terlihat tanpa diikuti puncak-puncak
berikutnya yang jelas, masa laten antar puncak dari Acoustic Immitance
puncak I sampai V bisa memanjang, atau sama sekali 1. Timpanometri
tidak dijumpai puncak yang dapat diidentifikasi. Dapat 2. Acoustic Reflex Threshold
dikatakan penderita dengan lesi perifer N VIII 3. Acoustic Reflex Decay
memperlihatkan BERA dengan kelainan baik pada
bentuk gelombang, maupun pada masa laten absolut Pemeriksaan acoustic immitance dapat memberikan
dan relatif informasi mengenai fungsi telinga tengah.
Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah dan objektif.
Contoh gelombang BERA pada berbagai kondisi dapat
dilihat pada gambar berikut Prinsip Acoustic Immitance
Sistem telinga tengah bukan suatu transducer energi
yang sempurna, dan tentunya memiliki tahanan yang
dikenal dengan acoustic impedance . Aliran energi
yang melalui telinga tengah adalah acoustic
admittance. Acoustic immitance adalah istilah untuk
menggambarkan transfer energi akustik melalui telinga
tengah meskipun ada pengaruh acoustic immitance dan
acoustic admittance.

Pada pemeriksaan ini digunakan probe tip dengan cuff


yang dimasukkan ke CAE. Pada probe tip ini terdapat
beberapa saluran yang berfungsi untuk : memberikan
suara (loudspeaker), sistem pemompaan udara yang
berhubungan dengan manometer, dan sistem analisis
Gelombang BERA pada berbagai kondisi (mirophone)
BERA pada Anak Pada saat pemerikksaan dilakukan, diberikan acoustic
Prosedur BERA pada anak atau bayi, mungkin perlu signal pada telinga dan Sound Presure Level pada
ditidurkan denganmenggunakan sedatif (chloral CAE diukur pada berbagai kondisi.
hydrat) guna mencegah terjadinya artefak yang
berhubungan dengan gerakan, yang dapat mengganggu Timpanometri
respons elektrofisiologi sistem auditori. Tympanometri adalah suatu alat untuk mengetahui
Interpretasi BERA pada anak usia 18 bulan sama immittance dari telinga tengah yang dipengaruhi oleh
dengan pada orang dewasa. Namun dibawah batas usia tekanan udara di CAE.
tersebut, perbedaan kematangan neurologik Tympanometri memberikan informasi mengenai
menghasilkan perbedaan yang berarti pada masa laten tekanan di telinga tengah, baik yang low impedance
puncak dan keadaan ini harus diperhitungkan sebelum (disartikulasi tulang pendengaran) atau yang high
dinyatakan sebagai suatu abnormalitas. impedance (otosclerosis, otitis media)
Tympanogram menurut Liden (1969) dan Jerger
AUDITORY STEADY STATE RESPONSE (ASSR) (1970), terdapat 6 jenis tipe tympanogram:
Akhir-akhir ini dikembangkan tipe evoked potensial 1. Tipe A
denngan menggunakan frequency modulated dan Merupakan tipe tympanogram yang normal,
amplitude modulated berupa Steady State Response dengan peak pressure pada 0 daPa
(SSRs), merupakan pengukuran ambang dengar yang 2. Tipe As
frequency specific. Tipe ini memiliki kurva yang lebih landai dari tipe
A, peak pressure normal. Merupakan indikasi
Berbeda dengan BERA, ASSR stimulus diberikan adanya fiksasi osikular atau tipe tertentu dari efusi
berturut-turut dalam waktu pendek/modulasi teratur & telinga tengah
nada yang diberikan juga terus menerus. Direkam 3. Tipe Ad
dengan kecepatan stimulus 30-50 Hz dan respons 40 Memiliki Peak pressure normal tetapi
Hz, respons ASSR dianalisa berdasarkan jumlah amplitudonya tinggi, menandakan adanya anomali
gelombang yang terulang dalam time window tertentu

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


membran timpani atau kemungkinan disartikulasi -tekanan negatif > 50 daPa  abnormal untuk orang
osikular dewasa
4. Tipe B -tekanan negatif > 150 daPa  abnormal untuk anak
Kurvanya flat dan merupakan indikasi adanya Dilihat pula tipe timpanogramnya untuk melihat
efusi telinga tengah, kolesteatom, serumen, kemungkinan kelainan yang terjadi.
perforasi membran timpani atau penempatan
probe yang kurang tepat Acoustic Reflex
5. Tipe C Prinsip pemeriksaaan
Ditandai dengan adanya peak pressure yang Otot stapedius akan berkontraksi bila distimulasi
negatif, menandakan adanya disfungsi tuba dengan suara keras. Kontraksi dari otot stapedius ini
eustachius akan mengubah aksis dari rotasi stapes footplate, dan
6. Tipe D mengurangi transfer energi akustik ke telinga tengah.
Dilakukan dengan probe yang low frequency. Perubahan konduktifitas ini dapat diukur dengan
Menandakan adanya anomali membrane tympani acoustic imittance
atau disartikulasi osikular
Selama stimulasi akustik yang kuat, impuls saraf dari
cochlea berjalan di N VIII, menuju nukleus kohlearis
ventral ipsilateral, dan melalui badan trapezoid ke
pusat motorik N Facialis, kemudian impuls tersebut
turun ke N VII ke m stapedius ipsilateral.
Beberapa serabut saraf juga disalurkan dari badan
trapezoid ke compleks oliva superior dan dilanjutkan
ke nukleus motorik N VII yaitu 3-4 neuron.

Lengkung reflex kontralateral selalu terdiri dari 4


neuron. Dari N VIII dan nukleus cockhlearis ventral
impuls berjalan melaui trapezoid ke arah oliva medial
superior dan melewati nukleus motoris N VII
kontralateral ke arah m.stapedius

Terjadinya refleks akustik tergantung kepada fungsi-


fungsi normal dari seluruh lengkung refleks yang
terdiri atas:
Tipe timpanogram 1. Kohlea
2. N. VIII
Timpanometri pada anak usia 6-7 bulan biasanya 3. Batang otak
memiliki ’high false negative rate’, karena itu harus 4. N. VII
digabungkan dengan gambaran klinik secara umum. 5. M.stapedius

Teknik pemeriksaan Acoustic Reflex Threshold


1. Sebelum dilakukan tympanometri, lakukan Ambang akustik refleks biasanya berkisar 70-100 dB,
pemeriksaan telinga dulu dengan otoskop. Jangan tetapi bervariasi menurut frekwensi, waktu dan nada
dilakukan pada keadaan infeksi telinga tengah atau Ambang refleks harus diukur keduanya, baik ipsilateral
telinga luar, post trauma, post operasi , kecuali bila maupun kontralateral pada 1000 Hz dan frekwensi
ada permintaan khusus lainnya jika diperlukan.
2. Pilihlah ukuran probe yang ssuai dan masukan Penurunan refleks diukur selama 10 detik, 10 dB di
ke dalam CAE dengan benarsehingga terjadi atas ambang pada 500 Hz dan 1000 Hz.
penutupan sempurna (air tight seal)
3. Set alat pada tulisan TYMP Refleks Decay
4. Baca volume CAE pada penunjuk compliance Cara Pemeriksaan:
dan pasang jarum pada tekanan udara + 200 da Pa Ambang refleks pada 500 dan 1000 Hz direkam lau
pada tombol pengatur, kemudian setelah yakin dibuat nada pada 10 dB diatas ambang selama 10
tidak ada kebocoran, putar ke tanda automatic detik. Kehilangan 50 % selama 5 detik dianggap
5. Lakukan pada telinga sebelahnya abnormal.
6. Hasil pemeriksaan dicetak Interpretasi:
Kehilangan 50 % selama 5 detik menunjukkan adanya
Interpretasi Hasil Tympanometri kelainan retrokohlea.
Bila dari hasil timpanogram diperoleh :
Tes Fungsi Tuba
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Tes ini dilakukan untuk memperkirakan outcome
apabila dilakukan timpanoplasti pada seorang pasien.
Cara dan prinsip pemeriksaan :
Probe tip dipasang pada CAE dan diberi tekanan
positif secra berangsur. Pada tekan 200-300 mmH2O
akan terjadi penurunan mendadak kembali ke 0
mmH2O yang terjadi karena ada peneyimbangan tekan
ke ronnga hidung melaui tuba eustachius
Untuk melihat fungsi pembukaan aktif tua eustachius,
tekanan diturunkan sampai -200 mmH2O dan
penderita melakukan : menelan, manuver Toynbee
(menelan dengan penutupan lubang hidung) dan
manuver Valsava ( ekspirasi maksimal dengan hidung
dan mulut tertutup) disebut juga SSTV Test (Springing
Swallow Toynbee Valsava Test)
Hasil Normal
- Springing tuba terjadi pada < +300 mmH2O
- Perubahan tekanan dari -200 mmH2O kembali ke 0
mmH2O dengan 3 kali test Toynbee serta satu kali
test valsava

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


DAFTAR PUSTAKA

1. Lassman,.FM. Audiolog . Dalam Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition . W.B
Saunders Company. Philadelpia . 1989 ; 46- 66

2. Swan, I.R.C. Clinical tests of Hearing and Balance.D a l a m


A l a n G . K e r r . Scott- Brown's Otolaryngology. Sixth
edition. Butterwerth – Heinemann. Oxford 1997; 1 –6

3. Lutman, M.E .Diagnostic Audiometry. Dalam G. Kerr. S


cott-Brown ' s Otolaryngology Sixth edition. Butterwerth –
Heinemann. Oxford 1997 ; 3-1 1

4. Abiratno, F . Tes Garpu tala :Metode Pemeriksaan dan


Peranannya Di Era Modem. Unit Neuro-otologi Departemen
THT RSPAD Gatot Soebroto. Jakarta..

5. Sutirto,I dkk .Gangguan Pendengaran . Dalam Buku


Ajar Ilmu Kes. Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke-
5. FKUI Jakarta. 2001 ; 9-19

6. Skurr, B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan kuliah.


Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung. 13-14
mei 1991: 12-39

7. Roeser, R J Pure Tone Tests. Dalam Roeser


R.J. Audiology Diagnosis. Thieme Medical
Publishers. New York . 2000.

8. Hendarmin, H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan


Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kes. Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi ke- 5. FKUI .Jakarta. 2001; 28-30.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING

Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh berupa suatu
saluran aerodigestivus dengan struktur tubular ireguler
mulai dari dasar tengkorak sampai batas inferior
setinggi kartilago krikoid di anterior dan setinggi
vertebra servikal ke-6 di posterior. Dimana faring
merupakan jalan untuk udara dan makanan 1-3. Faring
dibungkus oleh sistem otot yang akan dilanjutkan oleh
otot yang menutupi dinding esofagus. Bagian superior
faring pada orang dewasa lebih lebar. Panjang faring
berkisar antara 12 – 14 cm dan memiliki lebar Dinding Posterior Faring
maksimal di daerah hyoid, yaitu sebesar ± 5 cm dan
lebar faring tersempit berada di daerah batas
inferiornya, yaitu sebesar ± 1,5 cm pada daerah yang 1. Nasofaring
berbatasan dengan esofagus. Bagian dinding faring Nasofaring memiliki fungsi respirasi. Organ
posterior merupakan bidang datar yang berada ini berada superior dari palatum molle dan merupakan
memanjang di depan lapisan prevertebra dari fasia ekstensi ke arah posterior dari kavum nasi. Kavum nasi
servikal yang dalam.4-7 Bagian anterior faring berlanjut berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
menjadi trakea dan bagian posteriornya menjadi koana. Dinding atap dan dinding posteriornya
esofagus.2,8,9 membentuk permukaan yang berada inferior dari os
Batas-batas faring adalah sebagai berikut: sphenoid dan merupakan dasar dari os occipital. 7
Superior: oksipital dan sinus sphenoid Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
Inferior : berhubungan dengan esofagus setinggi M. Superior : basis cranii
krikofaringeus Inferior : bidang datar yang melalui palatum
Anterior: kavum nasi, kavum oris dan laring molle
Posterior: kolumna vertebra servikal Anterior : berhubungan dengan cavum nasi
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7 melalui choana
1. Nasofaring (epifaring), yang berada di posterior Posterior : vertebra servikalis
kavum nasi dan superior dari palatum molle. Lateral : otot-otot konstriktor faring
2. Orofaring (mesofaring), yang berada posterior dari Mukosa nasofaring sama seperti mukosa
mulut. hidung dan sinus paranasalis, yaitu terdiri dari epitel
3. Laringofaring (hipofaring), berada posterior dari pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa
laring. kelenjar mukus di bawah selaput (membran) mukosa
dan terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat
melekatnya mukosa.
Ruang nasofaring yang relatif kecil memiliki
beberapa struktur penting, yaitu:
- Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang
kadang disebut tonsila faringea atau tonsil
nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding
anterior basis sphenoid.
- Torus tubarius atau tuba faringotimpanik,
merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan
palatum molle dan 1 cm di belakang tepi posterior
konka inferior.
Anatomi Faring7 - Resesus faringeus, terletak posterosuperior
torus tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuller,
yang merupakan tempat predileksi karsinoma
faring.
- Muara tuba eustachius atau orificium tuba,
terletak di diniding lateral nasofaring dan inferior
torus tubarius setinggi palatum molle.
- Koana atau nares posterior.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


lateralnya dibentuk oleh otot konstriktor media dan
inferior. Di dalamnya, dinding laringofaring dibentuk
oleh otot palatofaringeus dan stilofaringeus.
Laringofaring berhubungan dengan laring melalui inlet
laringeal pada dinding anteriornya.7
Laringofaring terletak di belakang dan sisi
kiri dan kanan laring yang disebut sinus atau fossa
piriformis. Dimulai dari segitiga valekula yang
merupakan batas orofaring dengan laringofaring,
sampi setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat
masuknya sphingter krikofaringeus.
Batas-batas lainnya:
Superior : bidang datar melewati tepi atas
epiglotis atau setinggi valekula
Inferior : tepi bawah kartilago krikoid
Anterior : aditus laring
Posterior : vertebra servikalis 3 sampai 6
Valekula sendiri merupakan suatu cekungan
yang dangkal dengan batas-batas:
Anterior : basis lidah
Posterior : fasies epiglotis anterior
Lateral : plika faringoepiglotika
Medial : plika glossoepiglotika
Fossa piriformis memiliki batas-batas:
Medial : plika ariepiglotika
Lateral : kartilago tiroid dan membran
tirohioid
Dinding Lateral Faring 7

2. Orofaring
Berbeda dengan nasofaring, orofaring
memiliki fungsi digestif. Organ ini dikelilingi oleh
palatum molle di superior, dasar lidah di inferior dan
sudut palatoglossal dan palatopharyngeal di lateralnya.
Orofaring berada memanjang dari palatum molle ke
batas superior epiglotis. 7
Batas-batasnya adalah sebagai berikut: Basis lidah dan valekula 3
Superior : palatum molle
Inferior : bidang datar yang melalui tepi atas Jaringan Limfoid Faring
epiglotis Sekelompok jaringan limfoid pada faring
Anterior : berhubungan dengan kavum oris membentuk komposisi menyerupai cincin yang tidak
melalui isthmus sempurna, yang dinamakan cincin Waldeyer.
Posterior : vertebra servikalis 2 dan 3 bersama Dinamakan cincin Waldeyer (the Waldeyer ring)
dengan otot-otot prevertebra adalah sesuai dengan ahli anatomi Jerman, yaitu
Isthmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus Heinrich von Waldeyer, yang mendeskripsikan
kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri dibentuk oleh jaringan limfoid di nasofaring dan orofaring tersebut. 12
pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat M. Jaringan limfoid berkumpul di tempat tertentu untuk
Palatoglosus dan bagian posterior terdapat M. membentuk massa yang dinamakan tonsil.7 Cincin
Palatofaringeus. Di antara kedua pilar tersebut terdapat Waldeyer dapat ditemukan pada jalan masuk dari
fossa/ruang tonsilaris, yang berisi jaringan limfoid traktus aerodigestivus atas.1
yang disebut tonsila palatina. Cincin Waldeyer terdiri dari: 12
- Tonsila palatina (faucial)
3. Laringofaring - Tonsila faringeal (adenoid)
Laringofaring berada memanjang mulai dari - Tonsila lingualis
batas superior epiglotis dan plika faringoepiglotika - Tonsila tubal (eustachian)
sampai batas inferior kartilago krikoid. Di sana - Lateral pharyngeal bands
laringofaring menyempit dan berlanjut menjadi - Pharyngeal granulations
esofagus. Di posterior organ ini berbatasan dengan - Jaringan limfoid di ventrikel laringeal
vertebra C4 – C6. Dinding posterior dan dinding
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Ketiga tonsil yang disebutkan pertama maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus
(tonsila lingualis, tonsila faringeal atau adenoid dan faringeus ke dalam vena jugularis interna.1
tonsila palatina) merupakan komponen terbesar.
Sedangkan empat yang lain merupakan jaringan-
jaringan limfoid yang kecil.10-12

Adenoid14

Drainase limfatik eferen berjalan dari kelenjar


limfe retrofaringeal ke kelenjar limfe servikal superior
dalam, terutama kelenjar di segitiga posterior.
Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang
N. IX, serta N. Vagus.

1.2 Tonsil Tuba/Gerlach’s Tonsil


Cincin Waldeyer 7 Tonsil tuba dibentuk terutama oleh perluasan
nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior
1. Jaringan Limfoid Nasofaring mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus
1.1 Adenoid tersebut terutama ditemukan pada submukosa faring,
Tonsila faringeal (biasa disebut adenoid bila dekat orifisium faringeal dari tuba faringotimpanik
membesar) yang berbentuk triangular, berada pada atau pada mukosa tuba eustachius dan fossa
membrana mukosa dinding posterior.1 Rosenmuller. 4 Jaringan limfoid ini disebut juga
Adenoid terbentuk pada bulan ketiga sampai Gerlach’s Tonsil.
ketujuh masa embriogenesis, sehingga pada saat lahir Pertumbuhan limfoid nasofaring dipengaruhi
adenoid sudah tampak dan berkolonisasi dengan umur, seperti pertumbuhan limfoid pada faring, dimana
bakteri pada beberapa minggu awal kehidupan.1 mencapai puncak saat umur 10 – 12 tahun dan
Ukurannya mencapai puncak pada usia 6 hingga 7 mengalami regresi pada saat dewasa.8
tahun dan mengalami atrofi saat pubertas. Pada bayi
dan anak, dapat mengalami hipertrofi dan mengisi 2. Jaringan Limfoid Orofaring12
rongga nasofaring, sehingga akan menyebabkan 2.1 Tonsila Lingualis
obstruksi saluran nafas dan tuba eustachius, serta Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
menyebabkan timbulnya suara sengau.12 tidak berkapsel, terdapat pada basis lidah. Tonsil ini
Organ ini bertindak sebagai kelenjar limfe berkembang paling akhir dibandingkan tonsil oronasal
yang terletak di perifer, yang duktus eferennya menuju lain, namun menetap hingga dewasa. Makin ke lateral
kelenjar limfe leher yang terdekat. Hubungan anatomi jaringan limfoid lebih kecil dan makin jarang. Folikel
adenoid dengan nasofaring berimplikasi penyakit- limfoid ini jumlahnya bervariasi antara 30 – 100 buah.
penyakit pada tuba eustachius dan telinga tengah di Permukaannya dilapisi epitel skuamosa bertingkat dan
lateralnya, hidung, sinus paranasalis, maksila dan terdapat kripta yang dangkal. Sel-sel limfoid sering
mandibula di anteriornya.1 mengalami degenerasi dengan deskuamasi sel epitel
Adenoid memiliki tiga tipe epitel permukaan, dan bakteri membentuk masa detritus.
yaitu epitel kolumnar berlapis bersilia, epitel skuamosa Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A.
berlapis dan epitel transisional. Barisan epitel pada Lingualis cabang A. Karotis eksterna. Darah vena
adenoid tidak begitu rapat, sehingga memungkinan sel- dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis
sel dan antigen melewati lapisan tersebut. Infeksi interna. Aliran getah bening menuju ke kelenjar
kronis atau pembengkakan adenoid ditandai oleh servikalis profunda. Persarafan melalui cabang lingual
meningkatnya proporsi epitel skuamosa yang aktif dari N. IX.
dalam memroses antigen dan menurunnya proporsi
epitel respirasi (aktif dalam fungsi pembersihan 2.2 Tonsila Palatina
mukosilier) dan meningkatnya fibrosis jaringan ikat Embriologi
interfolikel.1 Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan
Adenoid mendapat darah dari A. karotis germinal entoderm dan mesoderm, dimana entoderm
interna dan sebagian kecil cabang palatina A.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


akan membentuk bagian epitel, sedangkan mesoderm
akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.
Pada masa perkembangan janin, faring akan
tumbuh dan meluas ke arah lateral, dimana kantung
kedua akan tumbuh ke arah dalam dinding faring yang Tonsila Palatina4
selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang
terletak antara arkus brakialis kedua dan ketiga. Fossa Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan
tonsilaris ini akan terlihat jelas secara makroskopis limfoid yang terletak di dalam fossa tonsilaris pada
pada minggu keenam belas. kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsila palatina lebih padat
dibandingkan jaringan limfoid lain. Secara
mikroskopik tonsil terdiri dari 3 komponen yaitu
jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel
limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid).13

Keterangan:
1, Epitel skuamosa
2. Epitel reticular
3. Nodus sekunder dengan
Tonsil Lingualis11 zona terang dan zona gelap
yang berisi limfosit kecil
4. Jaringan limfoid dasar
5. Arteriola dan venula
6. Vena postkapiler

Jaringan limfoepitelial 14

Tonsil palatina berbentuk. Pada saat lahir,


ukurannya sekitar 5 mm pada diameter anteroposterior
dan 3,5 mm pada diameter vertikal, dengan berat
sekitar 0,75 gr. 12 Pada masa anak-anak, tonsila palatina
Embriologi Tonsil11 seakan-akan turun bersama fossanya karena panjang
diameter vertikal lebih cepat bertambah daripada
Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis diameter anteroposteriornya. Berbeda dengan jaringan
kedua dan ketiga melalui pertumbuhan ke arah dorsal limfoid orofaring yang lain, tonsila palatina dilapisi
atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh kapsula faringobasilar. Kapsula tersebut dipisahkan
secara progresif saat usia janin tiga sampai enam dari jaringan di sekitarnya oleh jaringan ikat yang
bulan, sebagai massa yang solid yang tumbuh ke arah longgar. Sehingga daerah tersebut dapat menjadi
dalam permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh tempat berkumpulnya pus dan menyebabkan abses
bercabang-cabang dan berongga. Sedangkan limfosit- peritonsilar. Masing-masing tonsil memiliki 10 – 30
limfosit muncul dekat susunan epitel kripta pada bulan kripta yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Kripta
ketiga, lalu tumbuh terorganisir sebagai nodul-nodul tersebut berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel
setelah janin berusia enam bulan. berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di
Pertumbuhan jaringan limfoid tonsil kutub atas, serting menjadi tempat pertumbuhan
memperlihatkan karakteristik yang dipengaruhi oleh kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk
usia. Pada awal kehidupan sampai masa pubertas pertumbuhan kuman, serta karena tersedianya
ukurannya akan terus meningkat atau bertambah besar substansi makanan di daerah tersebut. Tonsil tidak
dan akan mengalami penurunan pada usia dewasa, selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang
serta akan menghilang pada usia lanjut.8 kosong di atasnya dikenal dengan fosa supratonsilar.5,6

Anatomi Tonsila Palatina

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


trismos disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit
dibedakan dengan abses peritonsilar.
 Ruang parafaring (ruang faringomaksilar; ruang
pterigomandibula)
(a) Diagram adenoid Merupakan ruang yang lebih besar dan luas, serta
(b) Diagram tonsila palatina. 1, Lakuna; 2, Kripta; banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila
3, Abses pada kripta 13 terjadi abses berbahaya sekali.
Adapun batas-batas ruang ini:
Fossa tonsilar terletak di lateral orofaring, Superior : basis cranii dekat foramen jugulare
yang dibatasi oleh: Inferior : os hyoid
Lateral : M. Konstriktor faring superior Medial : M. konstriktor faringeus superior
Anterior : M. Platoglosus → plika anterior Lateral : ramus asendens mandibula, tempat
Posterior : M. Palatofaringeus → plika M. pterigoideus interna dan bagian
posterior posterior
Superior : palatum molle kelenjar parotis
Inferior : tonsil lingual Posterior : otot-otot prevertebra
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh
suatu membran jaringan ikat yang disebut kapsul. Ruang parafaring ini terbagi 2 tidak sama
Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya besar oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang
kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul melekat pada prosesus styloideus tersebut.
adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian - Ruang prestyloid: lebih besar, abses dapat
tonsil.5,6 timbul oleh karena radang tonsil, mastoiditis,
Di antara pangkal lidah dan bagian anterior parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang - Ruang poststyloid: lebih kecil, di dalamnya
merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak terdapat A. karotis interna, V. jugularis, N. vagus
masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab dan saraf-saraf simpatis.
kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.
Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa Vaskularisasi
tonsil atau terpotongnya pangkal lidah. 5 Plika ini Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh
penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses darah sebagai berikut:
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam - A. palatina asendens, cabang A. fasialis
fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai memperdarahi bagian posterointerior
sisa tonsil. - A. tonsilaris, cabang A. fasialis memperdarahi
Kutub atas terletak pada cekungan yang daerah anteroinferior
berbentuk bulan sabit, desebut sebagai plika - A. lingualis dorsalis, cabang A. maksilaris
semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, interna memperdarahi daerah anteromedia
letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut - A. faringeal asendens, cabang A. karotis
glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting eksterna memperdarahi daerah posterosuperior
paranannya dalam pembentukan abses peritonsil. 5,6 - A. palatina desendens dan cabangnya, A.
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial palatina mayor dan minor memperdarahi daerah
yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran anterosuperior.
infeksi tonsil, yaitu: Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus
 Ruang Peritonsilar (ruang supratonsil) perikapsular ke V. lingualis dan pleksus venosus
Berbentuk hampir berbentuk segitiga dengan faringeal, yang kemudian bermuara ke V. jugularis
batas-batas: interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,
Anterior : M. Palatoglosus menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya
Lateral dan posterior : M. Palatofaringeus menembus dinding faring.
Dasar segitiga : kutub atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelanjar salivary Weber, yang
bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsilar
menjadi abses peritonsilar.
 Ruang Retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga,
berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh
ramus dan korpus mandibula. Di medial terdapat M.
buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya
terdapat M. pterigoideus internus dan bagian atas
terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi
abses pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


membengkak dengan hebat, sementara tonsil akan
tenang saja, padahal jarak keduanya hanya 3 – 4 mm.

Perbedaan anatomi dan fisiologi adenoid dan tonsil


Vaskularisasi Tonsil11 normal1:
Adenoid
Aliran Getah Bening Tonsil Anatomi Lokasi Dinding belakang nasofaring
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan Gross Bentuk triangular, invaginasi
menuju rangkaian getah bening servikal profunda lipatan dalam dengan beberapa kr
(deep jugular node) bagian superior di bawah M.
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks Mikroskopik 3 jenis sel epitel:
dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya - Pseudoepitel kolumnar bersilia
mempunyai pembuluh getah bening eferen, sedangkan - Epitel squamosa (Ag)
pembuluh getah bening aferen tidak ada.5 - Epitel transisional
Tidak ada limfatik aferen
Persarafan Fisiologi Mukosilier, antigen, imunitas
Terutama melalui N. palatina mayor dan
minor yang merupakan cabang dari N. V2 dan N. Perbedaan anatomi dan fisiologi
lingualis cabang N. IX. Nyeri pada tonsilitis sering Adenoid dan Tonsil Normal1
menjalar ke telinga. Hal ini terjadi karena N. IX juga
mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga 3. Jaringan Limfoid Hipofaring
tengah melalui Jacobson’s Nerve. Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada
jaringan limfoid yang spesifik di daerah
hipofaring/laring faring ini, seperti halnya di
nasofaring dan orofaring. Hanya disebutkan bahwa
jaringan limfoid tersebut banyak tersebar pada seluruh
permukaan mukosa hipofaring sebagai kumpulan
massa yang kecil-kecil (folikel limfoid).
Mengenai jaringan limfoid daerah laring,
disebutkan memegang peranan penting di dalam klinik,
terutama hubungannya dengan proses keganasan.
Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut
elastis, sehingga tidak memiliki jaringan limfoid.
Daerah supraglotis sebaliknya, memiliki jaringan
limfoid yang banyak, terutama pada plika
ventrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi
anterior plika ariepiglotika dan berakhir sebagai
Aliran Limfe Tonsil13 pembuluh yang lebih kecil sebagai bundle
neurovaskular laring. Jaringan limfoid ini bertanggung
jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan
kontralateral.
Jaringan infraglotis, tidak sebanyak di
supraglotis, tetapi dapat terjadi invasi karsinoma
bilateral dan kontralateral melalui jaringan pre dan
paratrakeal.
Seluruh jarignan limfoid daerah laring
bermuara ke jaringan limfoid servikal superior dan
inferior dalam.

Fungsi Tonsil dalam Proses Pertahanan Tubuh


Imunologi Tonsil 5, 8, 11
Tonsil dan juga adenoid merupakan jaringan
Persarafan Tonsil13 limfoid yang mengandung sel-sel limfosit 0,1-0,2%
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.
Nodul-nodul Limfatik Soliter Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50% :
Tersebar pada dinding posterior faring, 50%, sedangkan di darah 55 – 75% : 15 – 30%. Pada
dibawah adenoid, melengkapi terbentuknya cincin tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas
Waldeyer. Nodul-nodul ini bila meradang akan sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs
(Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


transportasi antigen ke sel limfosit, sehingga terjadi hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk
sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa bakteri dengan proses digestif.
IgG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder 2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi Merupakan mekanisme pertahanan yang
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil memiliki 2 terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap udara
fungsi utama, yaitu: pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan
dengan efektif; menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap
2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk
mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel
Fisiologi Tonsil tersebut mengandung granula yang bersifat mediator
Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil vasoaktif, yaitu histamin.
mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar
kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil
nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari
menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di
menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan semua kompartemen tonsil.
dalam menghasilkan IgA, yang menyebabkan jaringan
lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis
tidak mempunyai sentrum germinativum dan biasanya Pemeriksaan Fisik Pada Tonsil
ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, Pemeriksaan tonsil dapat dilakukan dengan
barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, membuka mulut pasien tanpa mengeluarkan lidah, lalu
yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak pertengahan lidah ditekan dengan menggunakan
dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks tongue blade pada 2/3 depan lidah di depan papila
aktivitas sistem imun. sirkumvalata untuk mencegah reflek muntah. Ukuran
Terdapat 2 mekanisme pertahanan, yaitu dan posisi lidah bisa menjadi faktor dalam menilai
pertahanan non spesifik dan spesifik. derajat sumbatan jalan nafas.

1. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik


Mekanisme pertahanan non spesifik berupa
lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk
menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga
menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari
masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman
dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman
ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya
kuman akan mengalami opsonisasi sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.
Setelah terjadi proses opsonisasi, maka sel Pemeriksaan Tonsil
fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan
memakannya dengan cara memasukkannya dalam
suatu kantung yang disebut fagosom. Proses Klasifikasi Pembesaran Tonsil Palatina
selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Klasifikasi tingkat pembesaran tonsil yang
Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga sudah dibakukan adalah dengan membandingkan besar
terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan tonsil dengan orofaring pada bidang medial ke lateral
untuk pembentukan superoksidase yang akan yang diukur diantara pillar anterior.1
membentuk H2O2 yang bersifat bakterisidal. H2O2 yang - 0 : Tonsil berada di dalam fossa tonsillaris
terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi - 1 : Besar tonsil mengisi < 25% orofaring
di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan - 2 : Besar tonsil mengisi 25 – 50% orofaring
proses oksidasi. - 3 : Besar tonsil mengisi 50 – 75% orofaring
Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. - 4 : Besar tonsil mengisi >75% orofaring
Bila fagosit kontak dengan bakteri, maka membran
lisosom akan mengalami ruptur dan enzim
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear, Nose
and Throart Diseases A Pocket Reference. 2 nd ed
Thieme, 1994.p 312-24, 344-61.

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-
08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy>.

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.
Klasifikasi Pembesaran Tonsil.1
13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and
adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
DAFTAR PUSTAKA 89-99.

1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy, 14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.


and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery- Imunobiology of the tonsil and adenoid. In
Otolaryngology. 5th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J Hanbook of mucosal Immunology. Academic
Volume one. Lippincot Williams & Press Inc. 1994:625-640.
WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99.
15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory
2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear, System in: Van De Graaff: Human Anatomy,
Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger, Sixth Edition The McGraw−Hill Companies.
Philadelphia, 1994.p. 347-57. 2001: 277-280.

3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan


Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45.

4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.


Thieme. Newyork 2003.p.196-210.

5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis


dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
2004.

6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In


Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14.

7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A


step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
105.

8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology


2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


5.3 TONSILITIS

Definisi
Tonsilitis akut adalah infeksi pada tonsil yang Bakteri
disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Tonsilektomi Aerobik Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS)
merupakan tindakan pembedahan tertua. Tonsilektomi Group B, C, G Streptococcus
merupakan tindakan pengangkatan seluruh jaringan Hemophyllus influenza (Tipe B dan non tipe)
tonsila palatina dari fossa tonsilaris.1,2 Streptococcus pneumonia
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil Moraxella catarrhalis
palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang Staphylococcus aureus
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,4 Hemophyllus parainfluenza
Neisseria sp.
Epidemiologi Micobacteria sp.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat Anaerob Bacterioides sp.
penyakit pada tonsil dan adenoid sampai saat ini masih Peptococcus sp.
banyak timbul dan mengenai sebagian besar populasi Actinomycosis sp.
masyarakat dunia. Keluhan nyeri tenggorok, infeksi Epstein Barr
saluran pernafasan atas dan penyakit telinga banyak Adenovirus
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien, terutama anak- Influenza A, B
anak. Infeksi kronisi, berulang, dan hiperplasia Bakteri dan Virus pada tonsil dan adenoid1
obstruktif merupakan penyakit yang paling sering
mengenai tonsil dan adenoid.1 Klasifikasi Klinis Penyakit Tonsil dan Adenoid
Penyakit infeksi pada tonsil ini merupakan Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:1
kondisi yang sering ditemui di klinik, terbanyak Infeksi/Inflamasi
frekuensinya diderita oleh anak-anak dengan rentang
usia antara 5-10 tahun dan dewasa muda dengan Tonsil
rentang usia antara 15-25 tahun.5,7,8,9 Tonsilitis akut
Di Poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Tonsilitis akut rekuren
Bandung, sampai bulan Juni 2010 didapatkan sebanyak Tonsilitis kronis/persisten
158 kasus tonsilitis (1,8 %) dan 63 orang (39%) Tonsilolithiasis
dilakukan tindakan tonsilektomi atau Adenoid
tonsiloadenoidektomi. Adenoiditis akut (Nasofaringitis)
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu Adenoiditis rekuren
organ penting dalam mekanisme pertahanan tubuh. 1,2 Adenoiditis kronis/persisten
Akan tetapi ada kalanya tonsil tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi, sehingga tonsil itu sendiri terinfeksi Obstruksi
atau dikenal dengan istilah tonsilitis. Infeksi pada Nasofaringeal
tonsil merupakan proses peradangan tonsil yang dapat Orofaringeal
disebabkan oleh bakteri dan virus, yang kadang dapat Kombinasi
menimbulkan komplikasi ringan sampai berat, yang Neoplasma
memerlukan pengobatan medikamentosa, bahkan Jinak
sampai tindakan bedah.2,3,4 Kelainan Limfoproliferatif
Hiperplasia papilifer limfoid
Patogenesis Penyakit Adenotonsiler Ganas
Beberapa mikroorganisme yang sering
dijumpai dari hasil kultur pada beberapa penyakit pada Penyakit pada Tonsil
tonsil dan adenoid adalah sebagai berikut: 1. Inflamasi Akut pada Tonsil
1.1 Tonsilitis Akut 3,13
Etiologi
Tonsilitis bakteri supuratif akut paling sering
disebabkan oleh grup A Streptococcus beta
hemolyticus. Meskipun Pneumococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae, serta
virus patogen juga dapat terlibat. Kadang-kadang
Streptococcus non haemolyticus atau Streptococcus
viridans ditemukan pada biakan, biasanya hanya ada
pada kasus-kasus yang berat.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Patofisiologi Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan,
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan terutama apakah cairan dapat kontak dengan dinding
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa faring. Oleh karena dalam bebreapa hal cairan tersebut
keluarnya leukosit polimorfonuklear, sehingga tidak dapat mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. berkumur yang dilakukan secara rutin, akan menambah
Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan rasa nyaman pada penderita dan mungkin akan
tampak sebagai bercak kuning. memengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsillitis follikularis. Bila bercak-bercak 1.1.1 Tonsilitis Difteri 3,4
detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur, maka Biasanya terjadi di negara berkembang.
akan terjadi tonsillitis lacunaris. Bercak detritus ini Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat
dapat melebar, sehingga terbentuk membran semu keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab
(pseudomembrane) yang menutupi tonsil. tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae,
yaitu kuman yang termasuk gram positif dan hidup di
saluran nafas bagian atas, yaitu hidung, faring dan
laring.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi
pada usia 2 – 5 tahun, walaupun penyakit ini masih
Tonsilitis Akut1 mungkin terjadi pada orang dewasa.

Gejala dan Tanda Gambaran Klinik dan Gejala


Gejala dan tanda yang sering ditemukan Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan,
adalah nyeri tenggorokan, nyeri sewaktu menelan dan yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala akitbat
pada kasus berat, penderita menolak makan dan eksotoksin.
minum melaui mulut. Biasanya disertai demam dengan Gejala umum seperti juga gejala infeksi lain,
suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, yaitu berupa kenaikan suhu tubuh, biasanya subfebris
tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri pada 38oC, tidak lebih dari 39oC, nyeri kepala, tidak
di telinga ini karena nyeri alih melalui N. nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan
Glossofaringeus. Seringkali disertai adenopati nyeri menelan.
servikalis disertai nyeri tekan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, ditutupi bercak putih kotor yang makin
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke
semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri palatum molle, uvula, nasofaring, laring, trakea dan
tekan. bronkus yang dapat menyumbat saluran nafas.
Pada beberapa kasus, infeksi ini dapat Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,
kambuh dan berulang. Bila hal ini terjadi dinamakan serhingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
tonsilitis akut rekuren, yaitu dimana kekambuhan perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan
terjadi 4 sampai 7 kali dalam setahun atau 2 kali terus, kelenjar limfe lehaer akan membengkak
kambuh dalam 2 tahun berturut-turut, atau tiga kali sedemikian besarnya, sehingga leher menyerupai leher
kambuh dalam setahun selama 3 tahun berturut-turut.1 sapi (bull neck) atau disebut juga Burgermeesters hals.
Pengelolaan Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
Pada umumnya penderita dengan tonsilitis oleh kuman difteri ini akan menimbulkan keursakan
akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian jaringan tubuh, yaitu pada jantung dapat terjadi
cairan adekuat, serta diet ringan. Analgetik oral efektif miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai
untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin palatum dan otot-otot pernafasan/diafragma dan otot-
masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat otot mata. Pada ginjal dapat menimbulkan
resistensi atau penderita sensitif terhadap penisilin. albuminuria.
Pada kasus tersebut, eritromisin atau antibiotik spesifik
yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan.
Pengobatan sebaiknya diberikan selama 5 sampai 10
hari. Jika hasil biakan didapatkan Streptococcus beta Diagnosis
haemolyticus, terapi yang adekuat dipertahankan Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan
selama 10 hari untuk menurunkan kemungkinan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat
komplikasi non supuratif, seperti nefritis dan jantung langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
rematik. membran semu dan akan didapatkan kuman
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Corynebacterium diphteriae. Meskipun dengan bukti bahwa terdapat hubungan antara virus Epstein
perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi Barr dengan mononukleosis infeksiosa.4
kuman difteri masih dapat tinggal di dalam tonsil dan
faring. Bahkan kadang-kadang didapat karier difteri
yang tidak pernah timbul gejala penyakitnya.
Pada karier yang ditemukan sebaiknya
diterapi secepatnya. Disusul tindakan tonsilektomi
maupun adenoidektomi.

Terapi 13
Terapi berupa ADS (Anti Diphteri Serum)
untuk menetralisir toksin bebas. Dosis untuk difteri Mononukleosis Infeksiosa 1
faring ringan 40.000 U, difteri faring sedang 60.000 –
80.000 U dan difteri faring berat dengan bullneck Gambaran Klinik dan Diagnosis
100.000 – 120.000 U. Penderita mengeluh demam dengan suhu
berkisar antara 38o –39oC. Pada pemeriksaan klinis
Cara Pemberian ADS didapat tonsilofaringitis membranosa, hiperemis dan
Diberikan dengan dosis tunggal yang terdapat eksudat dengan lifadenopati servikalis, serta
dilarutkan dalam 100 – 200 ml dekstrosa iv dalam bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut. Kadang-
waktu 1 – 2 jam, sebelumnya dilakukan uji kepekaan. kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Uji kepekaan dilakukan dengan pemberian 1 Setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
tetes antitoksin, dengan pengenceran 1 : 10 pada mencapai 20.000 – 30.000/mm3 dengan 80 – 90% di
konjungtiva atau 0,02 ml. Penyuntikan intradermal antaranya adalah mononuklear limfosit atipikal.12
dengan pengenceran 1 : 100. Bila ada riwayat alergi,
dilakukan pengenceran 1 : 1000. Uji kepekaan (+) bila Terapi
ditemukan indurasi > 3 mm pada tempat suntikan Terapi dengan mengobati gejala dan
sesudah 20 menit atau timbul konjungtivitis atau mata penghentian pemberian antibiotik ampisilin, serta
berair. Bila uji kepekaan (+) maka ADS disensitisasi perbaikan kesehatan mulut. Tonsilektomi dilakukan
masing-masing dengan interval 20 menit sebagai pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi
berikut: jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
0,05 ml larutan 1 : 20 s.k
0,10 ml larutan 1 : 20 s.k Komplikasi
0,10 ml larutan 1 : 10 s.k Komplikasi yang terjadi dapat berupa
0,10 ml tanpa pengenceran s.k paralisis N. VII dan N. IX, meningitis serosa,
0,30 ml tanpa pengenceran i.m ensefalitis, miokarditis, anemia hemolitik, perdarahan
0,50 ml tanpa pengenceran i.m pada saluran cerna. Bercak-bercak perdarahan pada
0,10 ml tanpa pengenceran i.v kulit, hematuri sampai obstruksi jalan nafas.
Bila tidak ada reaksi alergi, sisa diberikan i.v lambat.
Eradikasi Kuman 1.1.3 Candidiasis/Moniliasis/Thrush
Penisilin prokain 25.000 – 50.000 U/kg BB/hr Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
i.m tiap 12 jam selama 14 hari, atau bila hasil biakan jamur Candida albicans. Biasanya timbul pada pasien
medium Loeffler dan medium Tellurite 3 hari berturut- dengan penurunan daya tahan tubuh. Gejala berupa
turut (-). Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hr dibagi nyeri menelan. Pada tonsil, palatum, dinding posterior
dalam 4 dosis maksimal 2 gr/hr p.o atau i.v tiap 6 jam faring, mukosa pipi akan tertutup oleh eksudat mukoid
selama 14 hari. atau punctata dengan ulkus eritematous. Pengobatan
Diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan pemberian antimikosis.12
dengan kalori tinggi.
Prednison 1,0 – 1,5 mg/kg BB/hr/p.o tiap 6 –
8 jam pada kasus berat selama 14 hari.

1.1.2 Mononukleosis Infeksiosa Candidiasis Infeksiosa 4


Merupakan infeksi yang disebabkan oleh
virus Epstein Barr yang penyebarannya terjadi melalui 1.1.4 Vincent’s Angina/ Angina
droplet dengan masa inkubasi 7 – 9 hari. Hal tersebut Ulceromembranocea/Trench Mouth
dibuktikan dengan ditemukannya antibodi VEB Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
melalui tes diagnostik Paul Bunnell, yang merupakan Spirochaeta, Bacillus fusiform. Penderita mengeluh
nyeri menelan unilateral, disertai pembengkakan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


kelenjar getah bening jugulodigastrik ipsilateral. 11 Tonsilitis Kronis Hipertrofikan4
Keluhan disertai bau mulut, ulserasi yang dalam dan
mengenai satu tonsil, disertai membran berwarna abu- Pengelolaan
abu kekuningan yang mudah dilepas dan tidak Antibiotika spektrum luas, antipiretik dan
berdarah. Keluhan tidak disertai dengan demam. obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada
Pengobatan dengan pemberian penisilin keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan
selama 3 – 6 hari. Dapat diberikan juga obat kumur. pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan
adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
1.2 Tonsilitis Kronis 2,3
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang Komplikasi
paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorok Radang kronis tonsil dapat menimbulkan
yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronis,
kronis adalah rangsangan yang menahun dari rokok, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan limfogen dapat timbul. Pada jantung dapat berupa
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil endokarditis, pada sendi dan otot berupa arthritis,
dapat disebabkan oleh kuman Group A Streptococcus miositis, pada ginjal berupa nefritis, pada berupa
beta haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus uveitis, iridosiklitis, pada kulit dapat berupa dermatitis,
viridans dan Streptococcus pyogenes. Gambaran klinis pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
bervariasi dan diagnosis sebagian besar tergantung
pada derajat infeksi. 1.2.3 Tonsilitis TBC 12
Dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
Gambaran Klinis sekunder setelah penyakit aktif dalam paru-paru.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada Keluhan berupa nyeri saat menelan, otalgi disertai
tenggorok, tenggorok terasa kering, nyeri pada waktu pembengkakan kelenjar getah bening servikal.
menelan, bau mulut, demam dengan suhu tubuh yang Pada mukosa faring dan tonsil ditemukan
tinggi, rasa lesu, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak ulserasi yang mengandung tuberkel bakteri tahan asam.
nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa Pada pemeriksaan apus tenggorok ataupun biopsi pada
nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred tonsil ditemukan bakteri tahan asam.
pain) melalui N. Glossopharingeus (N. IX). Pengobatan dengan tonsilektomi dan
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis pemberian OAT (obat antituberkulosis).
bervariasi. Diagnosis pada umumnya bergantung pada
inspeksi. Pada dasarnya terdapat 2 gambaran yang 1.2.4 Tonsilitis Sifilitik 2,10,12
termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu: Disebabkan oleh Treponema pallidum. Masa
inkubasi rata-rata 3,5 minggu. Tekak dan faring
1.2.1 Tonsilitis Kronis Atrofikan/Fibrotik merupakan tempat kedua setelah kulit, terutama dalam
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi). Di stadium kedua. Hal ini dapat dijelaskan dengan
sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat terdapatnya sejumlah besar kelenjar limfoid, gesekan
keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis. berlebihan dan gabungan jaringan embriologis yang
komplek di daerah ini. Sifilis kongenital lebih sering
1.2.2 Tonsilitis Kronis Hipertrofikan terdapat dalam faring.
Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi Terdapat beberapa tahap gejala yang timbul:
dan pembentukan jaringan parut. Kripta mengalami Sifilis primer adanya syanker/lesi/ulkus pada bibir,
stenosis, dapat disertai dengan eksudat yang sering kali tonsil, anterior lidah dan mukosa pipi. Setelah
purulen, yang keluar dari kripta tersebut. beberapa hari ulukus menjadi tidak nyeri dan keras
Hasil biakan dari tonsil pada tonsilitis kronis (ulkus durum). Biasanya lesi menghilang dan sembuh
ini didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan spontan setelah 3 – 6 minggu.
jarang ditemukan Streptococcus beta haemolyticus. Pada sifilis sekunder gejala dimulai pada 8
sampai 10 minggu setelah infeksi. Papula mukosa
merah gelap kehitaman pada tonsil, pillar faucial dan
palatum.
Sifilis tersier ditandai adanya gumma.
Biasanya terjadi pada 3 – 25 tahun setelah infeksi
primer. Adanya nodus infiltrat pada mulut, bibir, lidah,
palatum dan tonsil. Lesi tersebut bersifat destruktif
terhadap jaringan lunak ataupun tulang.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan kultur
iluminasi dan tes serologi positif setelah 4 minggu
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


pada sifilis primer dan sekunder. Treponema
immobilization test (Nelson’s test) positif setelah 9
minggu. Pada stadium tersier reaksi serologis akan
positif.
Pengobatan dengan penisilin cukup efektif,
murah dan aman. Dosis 0,03 U/ml selama 10 – 20 hari. Komplikasi Tonsilogenik 13
Dapat juga diberikan tetrasiklin atau eritromisin 4 x
500 mg/hari. 1. Abses Peritonsiler (Quincy)1
Merupakan pus yang tertampung di antara
kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi
tonsilitis kronis atau berulang. Tapi dapat timbul juga
tanpa didahului oleh tonsilitis akut. Pasien
mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral,
odinofagia, disfagia, drooling, trismus, nafas berbau
dan demam. Pasien juga sulit bicara, kadang bicara
seperti hot potato voice. Trismus karena peradangan
otot mastikator dan otot pterygoid.
Tonsilitis Sifilis Sekunder 4 Dari pemeriksaan fisik didapat adanya
dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil
1.2.5 Tonsil Hiperplasia Obstruktif dan palatum. Secara bakteriologis, abses peritonsiler
Pembesaran tonsil yang menyebabkan suara ditandai dengan infeksi bakteri campuran yang
mendengkur dengan gangguan obstruksi, baik pada melibatkan bekteri aerob, seperti Streptococcus
saat tidur ataupun terbangun. Keluhan disertai dengan pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun bakteri
tidak dapat menelan, perubahan pada bentuk wajah dan anaerob seperti Bacteroidaceae.
perubahan pada saat bersuara menjadi suara hidung Bila tidak cepat ditangani abses peritonsiler
(muffling atau hypernasality). dapat menyebar menjadi abses parafaringeal yang
Biasanya disebabkan oleh infeksi nantinya dapat menyebar jauh ke mediastinum dan
mikrobakteri atipikal dan aktinomikosis. menyebabkan mediastinitis. Jika telah terbentuk abses
memerlukan tindakan drainase, baik dengan teknik
aspirasi jarum atau dengan teknik insisi drainase.

Tonsil Hiperplasia Obstruktif4

Keterangan:

Skalpel
A. karotis interna
V. jugularis interna

Hipertrofi Tonsil4

Komplikasi Tonsilitis2
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tonsilitis
di antaranya adalah abses peritonsiler, abses parafaring
dan abses retrofaring.

Keterangan:

V. jugularis interna Abses Peritonsilar4


N. Vagus

A. karotis interna

2. Abses Parafaring 1
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Abses ini terjadi bila pus mengalir dari tonsil atau Tonsilektomi perlu dilakukan untuk menghilangkan
abses peritonsilar melalui M. konstriktor superior. fokus infeksi, pengikatan V. jugularis interna di
Terbanyak berasal dari infeksi tonsil, gigi, faring dan inferior trombus dan dilakukan pemotongan bila perlu,
adenoid. Gejala klinik berupa nyeri tenggorok, demam, serta insisi dan drainase abses di jaringan lunak.
kaku pada leher, pembengkakan kelenjar getah bening
dan parotis. Infeksi dapat terjadi pada
anterior/prestyloid dan posterior/poststyloid.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah Keterangan:

pemberian antibiotik berdasarkan hasil kultur dan


Penyebaran melalui vena
resistensi kuman selama 10 hari. Dilakukan insisi dan Penyebaran melalui kelenjar limfe
V. jugularis interna
drainase terhadap abses. 4. Kel limfe di sekitar V. jugularis
interna
Penyebaran perkontinuitatum
3. Abses Retrofaring 1
Tonsila palatina
Penyebab tersering abses retrofaring adalah
proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus
paranasalis yang mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala
klinik berupa demam, pembengkakan leher disertai Patogenesis sepsis tonsilogenis 14
nyeri, odinofagia dan disfagia, sesak sampai sepsis.
Pengobatan diberikan dengan pemberian
antibiotik, insisi drainase dan trakeostomi bila terjadi
gangguan pada jalan nafas. Penyakit Lain yang Menyerupai Tonsilitis
1. Agranulositosis
4. Sepsis 13 Merupakan penyakit leukopoietik yang jarang
Komplikasi ini ditandai oleh demam, tegang terjadi, yang disebabkan karena keracunan obat
di sepanjang V. jugularis interna yang dapat diraba di golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Gejala yang
bawah sudut anterior M. sternocleidomastoideus, atau timbul berupa demam tinggi, sakit kepala dan sakit
tegang pada kelenjar limfe jugulodigastrikus. Kadang menelan. Pada pemeriksaan tonsil tampak ulserasi dan
timbul kemerahan pada daerah tonsil. nekrosis dengan warna membran eksudat kehitaman.
Gambaran apus darah tepi menunjukkan Pada pemeriksaan laboratorium darah tampak
pergeseran ke kiri (leukositosis), splenomegali dan gambaran leukopeni dengan granulosit yang sangat
adanya kemungkinan penyebaran ke paru, kulit atau sedikit.
hati, dengan lidah kering dan nadi teraba cepat dan Pengobatan berupa eliminasi obat yang
lemah. menjadi penyebab leukotoksik, menghindari terjadinya
Bakteri dari infeksi pada tonsil dapat trauma, mencegah timbulnya infeksi sekunder dengan
memasuki aliran darah dari tonsil atau melalui pus pemberian antibiotika golongan penisilin dosis tinggi,
yang menyebar. Terdapat 3 cara kemunkinan terjadinya transfusi darah dan menjaga kebersihan rongga mulut.
sepsis:
1. Hematogen, melalui vena tonsil dan fasial ke 2. Tonsilolith
V. jugularis interna. Terjadi troboplebitis pada vena Merupakan sumbatan berupa butiran partikel
dan menyebabkan terjadinya trombus yang seperti pasir berwarna kuning yang mengisi kripta
terinfeksi memasuki sirkulasi paru dan tubuh. tonsil. Biasanya lebih sering terjadi pada dewasa.
2. Limfogen, melalui kelenjar limfatik eferen Terjadi karena serangan tonsilitis berulang. Keluhan
tonsil ke kelenjar limfe regional dan sepanjang V. berupa pembengkakan di sekitar kripta dan sensasi
jugularis interna. Vena tersebut mengalami infeksi benda asing. Pengobatan berupa tonsilektomi.
dan penyebaran selanjutnya seperti jalur
hematogen. 3. AIDS/Sindroma HIV
3. Penyebaran langsung dari abses di dalam atau Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
di sekitar tonsil dengan terjadinya ruptur abses Retrovirus HIV yang dapat dideteksi dengan antibodi
tersebut ke rongga parafaringeal atau ke jaringan HIV dalam serum melalui tes penapisan (ELISA).
lunak servikal dengan keterlibatan V. jugularis Gejala yang timbul 35 – 40% bermanifestasi
interna. di telinga, hidung dan tenggorok. Berupa sarkoma
Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan fisik kaposi disertai hairy leukoplakia pada lidah. Biasanya
yang menyokong terjadinya septikemia, adanya disertai dengan limfadenopati servikal, kandidiasis,
riwayat dan gejala tonsilitis kronis. LED meningkat herpes simplex dan herpes zooster, sinusitis, tonsilitis,
dan terdapat leukositosis. gingivitis, faringitis, esofagitis, disertai penurunan
Bila sepsis terjadi harus diberikan segera pendengaran. Gejala umum yang menyertai adalah
penisilin dosis tinggi atau antibiotika spektrum luas demam, anoreksia, sakit kepala, diare dan penurunan
untuk mencegah perjalanan infeksi lebih lanjut. berat badan.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Pengobatan spesifik untuk virus penyebab menimbulkan gangguan mekanik. Tidak terdapat
belum ditemukan. sekret. Gejala hampir serupa dengan tonsilitis
hipertrofikan. Terapi berupa pembedahan untuk
membuang tumor.

Penyakit Adenoid
1. Adenoid Hiperplasi Obstruktif 1 ,2, 11
Terdapat 3 gejala hidung tersumbat kronis
disertai mendengkur dan bernafas lewat mulut,
rhinorrhoe dan suara hidung.

AIDS dengan Candidiasis4

Hairy Leukoplakia4
Gejala adenoid hiperplasia
4. Leukemia Limfoblastik Akut13
Merupakan penyakit keganasan pada alat Penderita juga memiliki wajah adenoid yang
pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel-sel khas, yaitu mulut yang selalu terbuka, bagian tengah
hematopoietik muda seri limfoblas yang ditandai wajah datar, tampak hidung kecil, gigi insisivus ke
dengan adanya kegagalan sumsum tulang pembentuk depan (prominen), arkus faring tinggi yang
sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan menyebabkan kesan wajah pasien tampak bodoh dan
tubuh lainnya. Penyebabnya tidak diketahui pasti. sering disertai gangguan ventilasi dan drainase sinus
Diduga berhubungan dengan faktor genetik, paranasalis, sehingga menimbulkan sinusitis kronis. Di
lingkungan, infeksi virus dan defisiensi imunologis. bawah bola mata pasien juga akan tampak lingkaran
Pada pemeriksaan didapatkan penderita pucat, hitam.1,2
lemah, lesu disertai demam atau infeksi berulang atau Akibat dari hiperplasi ini akan timbul
menetap dan adanya perdarahan.11 Pada pemeriksaan sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius yang
fisik didapatkan tonsil membesar disertai ulserasi dan dapat menyebabkan terjadinya otitis media akut
nyeri hebat. Keluhan disertai juga dengan membran berulang, otitis media kronis dan akhirnya menjadi
kotor pada gusi, rongga mulut dan faring. Didapatkan otitis media supuratif kronis. Selain itu pasien juga
juga limfadenopati dan hepatosplenomegali.2,10 akan mengalami gangguan tidur, tidur mendengkur,
Dari hasil laboratorium sel darah tepi retardasi mental dan pertumbuhan fisik terhambat.
ditemukan anemia, granulositopenia dan limfoblas >
3%. Pada sumsum tulang terlihat selularitas
meningkat, didominasi oleh limfoblas > 25%.2

5. Fibroma Tonsil 2
Fibroma tonsil pada pria dan wanita
ditemukan sama banyaknya. Lebih banyak ditemukan
pada anak daripada dewasa. Merupakan tumor jinak
yang jarang menjadi ganas, biasanya unilateral dengan
pertumbuhan lambat.
Fibroma dapat bertangkai atau tidak
bertangkai. Makin luas fibroma, semakin besar Hiperplasia Adenoid1
tangkainya. Lebih sering tunggal daripada multipel.
Karena berasal dari jaringan ikat, maka sering Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan
mengalami degenerasi kistik, keras dan mengandung gejala klinis, pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan
sedikit pembuluh darah. Tumor ini kadang melekat di melihat tertahannya gerakan velum palatum molle
tonsil atau jaringan ikat sekitar tonsil akibat pada waktu fonasi.
peradangan tonsil berulang. Gangguan jarang terasa Terapi berupa bedah adenoidektomi dengan
kecuali jika bertangkai dan besar, sehingga cara kuretase memakai adenotom.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


nasofaring tanpa melukai otot faring dan torus
tubarius.1,4
Indikasi absolut tonsilektomi:10
a. Episode tonsilitis akut berulang lebih dari 3
kali dalam 1 tahun
b. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi
akut, tapi merupakan fokal infeksi
c. Pasca abses peritonsiler
d. Karier difteri
e. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
f. Pembesaran tonsil yang dapat menyebabkan
Wajah Klasik Adenoid11 obstruksi pernafasan/Obstructive Sleep Apneu
Syndrome (OSAS)1 atau gangguan menelan
2. Adenoiditis Akut (Tonsilitis Faringeal) 10 (abnormal swallowing)1
Adenoid sering terinfeksi apabila terjadi g. Dicurigai adanya keganasan pada tonsil
infeksi pada tonsil, jaringan limfoid sepanjang dinding
lateral faring. Mikroorganisme yang menginfeksi Indikasi absolut untuk adenoidektomi:10
biasanya sama dengan yang ditemukan pada infeksi a. Penyakit telinga tengah sekunder akibat
tonsil. obstruksi tuba eustachius
Pada pasien dengan adenoiditis primer b. Adenoid hipertrofi yang menyebabkan
keluhan berupa nyeri tenggorok mulai dari yang ringan obstruksi pernafasan
sampai tidak dapat menelan. Keluhan disertai demam, c. Sinusitis oleh karena obstruksi ostium sinus
malaise, nyeri kepala dan sinusitis karena obstruksi akibat kelainan adenoid
pada koana posterior. Dapat juga dikeluhkan d. Nasofaringitis menetap dengan gejala paa
pendengaran berkurang dan otalgia karena obstruksi hidung, seperti rhinorrhea, suara sengau atau
tuba eustachius. nafas berbunyi
Pada pemeriksaan tenggorok tampak merah,
edema pada jaringan limfoid faring dengan pustula dan
mukopus. Gejala sering disertai dengan adenopati
servikal. Indikasi relatif untuk tonsiloadenoidektomi:10
Pengobatan sama dengan pada tonsilitis akut. a. Nyeri tenggorok berulang
Pemberian cairan yang adekuat, istirahat, menjaga b. Otalgia berulang
kebersihan mulut dan pemberian analgetik. c. Rhinitis kronis
Dekongestan dan antihistamin dapat diberikan sesuai d. Infeksi saluran nafas berulang
kultur dan resitensi atau diberikan antibiotik spektrum e. Tonsil yang besar atau dengan debris
luas. Pengobatan adenoiditis yang tidak selesai dapat f. Limfadenopati servikal
menyebabkan kekambuhan. g. Tonsilitis TBC atau adenitis TBC
h. Penyakit sistemik akibat infeksi
3. Adenoiditis Kronis Streptococcus beta haemolyticus (rheumatic
Biasanya karena pengobatan adenoiditis akut fever, rheumatic heart disease)
yang tidak selesai atau gagal. Kondisi ini disertai
rhinosinusitis purulen atau bersama dengan tonsilitis Kontraindikasi10
kronis. Inflamasi bisa disebabkan bekteri atau virus. Absolut:
Gejala dapat disertai dengan rhinorrhea, sinusitis, serta a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik,
keluhan pada telinga tengah. hemofilia dan purpura
Pemeriksaan pada nasofaring ditemukan b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol:
hiperplasia pada jaringan limfoid nasofaring, disertai diabetes mellitus, penyakit jantung, dll.
inflamasi kronis dan sekret mukopurulen. Relatif:
a. Palatoschizis
b. Anemia (Hb < 10 gr% atau HCT < 30%)
Tonsilektomi dan Adenoidektomi c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat termasuk abses peritonsiler)
tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis d. Poliomielitis epidemik
lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa e. Usia di bawah 3 tahun
meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan Persiapan operasi10
sekitarnya, seperti uvula dan pilar tonsil.1,2 Terutama keadaan organ-organ vital, seperti jantung,
Adenoidektomi adalah tindakan operasi untuk paru-paru dan ginjal.
mengangkat adenoid (tonsila faringeal) di daerah

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


- Pemeriksaan darah: hemoglobin, jumlah Teknik bedah listrik yang paling umum adalah
leukosit, trombosit, PT, aPTT, ureum, kreatinin, monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan
kadar gula darah, natrium dan kalium prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga
- Pemeriksaan urine rutin listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W
- Pemeriksaan radiologis: foto toraks untuk memotong, menyatukan atau untuk
- Pemeriksaan EKG, khususnya untuk usia > 40 koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya
tahun teknik yang dapat melakukan tindakan memotong
dan hemostasis dalam satu prosedur.
Perawatan Preoperatif:10 d. Radiofrekuensi1
Untuk penderita yang akan dioperasi dengan Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan
narkosa umum, disarankan dirawat dan dipuasakan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar
sedikitnya 6 jam sebelum operasi untuk orang dewasa, ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat
sedangkan untuk anak-anak cukup 4 jam. Pemberian kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan
sedatif sebelum tidur mungkin dapat memberikan panas. Selama periode 4 – 6 minggu, daerah
ketenangan dan menghilangkan perasaan takut atau jaringan yang rusak mengecil dan total volume
stres operasi, membantu mencegah terjadianya cardiac jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga
inhition dan menekan aktivitas sekresi dari kelenjar dapat terjadi bila energi radiofrekuensi dapat
mukus traktus respiratorius bagian atas dan bawah. diberikan pada medium penghantar, seperti
Biasanya digunakan 2 macam obat, yaitu sedatif dan larutan salin. Partikel yang terionisasi pada
drying agent. Untuk operasi dengan anestesi lokal daerah ini dapat menerima cukup energi untuk
tidak ada persiapan khusus. memecah ikatan kimia di jaringan. Oleh karena
Dikenal 2 macam anestesi dalam operasi proses ini terjadi pada suhu rendah (40o – 70o C),
tonsil, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum.10 mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
1. Anestesi Lokal e. Coblation1
- Biasanya dilakukan pada orang dewasa atau Teknik coblation dikenal juga dengan nama
pasien yang kooperatif plasma-mediated tonsillar ablation; ionised field
- Penderita duduk tegak saling berhadapan tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar
dengan operator. Dilakukan tahapan: rongga ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold
mulut disemprot dengan anestesi topikal, tonsillar ablation.
xylocain 2%. Kemudian dilakukan Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe
penyuntikan lidocain 2% sebanyak 10 cc untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi
dengan pembagian 3 cc di kutub atas tonsil, 3 (radiofrequency electrical) baru melalui larutan
cc di daerah tengah tonsil dan 4 cc di kutub natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan
bawah tonsil. aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan
- Keuntungan: mudah, murah dan praktis. sekitar.
- Kerugian: rasa kurang nyaman bagi penderita f. Skalpel Harmonik
dan operator, adanya bahaya aspirasi oleh Skalpel harmonik menggunakan teknologi
karena posisi penderita duduk. ultrasonik untuk memotong dan mengoagulasikan
2. Anestesi Umum jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
- Dilakukan pada semua pasien anak dan orang Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah
dewasa yang tidak kooperatif dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan
- Menggunakan eter, nitrous oxyde atau vinyl elektrokauter atau laser, pemotongan dan
ether. koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi
agar tekanan gas dapat memecah sel tersebut
Beberapa metode tonsilektomi: (biasanya 150o – 400o C). Sedangkan dengan
a. Metode Guillotine Sluder-Ballenger skalpel harmonik, temperatur yang ditimbulkan
Metode ini terutama digunakan pada anak-anak oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 50 o – 100o
oleh karena fossa tonsilaris pada anak-anak masih C).
kecil, serta perlekatan antara kapsul tonsil ke M. g. Intracapsular Partial Tonsillectomy1
konstriktor faringeus masih longgar. Posisi Intracapsular tonsillectomy merupakan
penderita sama seperti pada metode diseksi, tetapi tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan
jenis anestesi yang biasanya diguanakan adalah menggunakan microdebrider endoscopy.
open drops. Meskipun microdebrider endoscopy bukan
b. Metode Diseksi10 merupakan peralatan ideal untuk tindakan
Metode Dissection-Snare. Cara ini adalah yang tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang
paling sering digunakan untuk tonsilektomi. Dapat dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini
dilakukan dengan anestesi umum atau lokal. dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa
c.
Electrosurgery (Bedah Listrik)1 melukai kapsulnya.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Keuntungan teknik ini adalah angka kejadian Pengobatan komplikasi infeksi adalah dengan
nyeri dan perdarahan pascaoperasi lebih rendah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses
dibandingkan dengan tindakan tonsilektomi parafaring dilakukan insisi drainase.
standar. 3. Nyeri Pascaoperasi
h. Laser (CO2-KTP) Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat
Laser Tonsil Ablation (LTA) menggunakan CO2 menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf
atau KTP (Potassium Titanyl Phospate) untuk sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme
menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan
Teknik ini mengurangi volume tonsil dan selanjutnya penderita segera dibiasakan
menghilangkan ’recesses’ pada tonsil yang mengunyah untuk mengurangi spasme faring.
menyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA Dapat juga terjadi elongated styloid processus,
dilakukan selama 15 – 20 menit dan dapat dimana ujung prosessus styloid masuk ke fossa
dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. tonsilaris, hingga timbul rasa nyeri sewaktu
Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, mengunyah, yang dikenal dengan Eagle
morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia Syndrome. Apabila A. karotis terkena, dapat
pascaoperasi berkurang. Teknik ini menyebabkan rasa tidak nyaman di daerah
direkomendasikan untuk tonsilitis kronis dan parietal dan mata. Pengobatan berupa injeksi
rekuren, sore throat kronis, halitosis berat atau kortikosteroid pada daerah yang tertusuk dan
obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembedahan untuk memperpendek ujung styloid
pembesaran tonsil. tersebut.
4. Trauma Jaringan Sekitar Tonsil
Adenoidektomi dapat dilakukan bersamaan Manipulasi terlalu banyak saat opersi dapat
dengan pengangkatan tonsil. Dalam hal ini diperlukan menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar
anestesi yang sempurna agar terjadi relaksasi palatum tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan
dan M. konstriktor faringeus superior, sehingga pembuluh darah. Edema palatum molle dan uvula
memudahkan dilakukannya operasi. adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
Teknik adenoidektomi dapat dilakukan 5. Perubahan Suara
dengan kuretase dan dengan endoskopi dengan Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas
menggunakan microdebrider. esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini
behubungan dengan ujung epiglotis. Kerusakan
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:1 otot ini dengan sendirinya akan menimbulkan
1. Perdarahan gangguan fungsi laring, yaitu perubahan suara
Komplikasi perdarahan dapat terjadi selama yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi
operasi berlangsung atau segera setelah penderita dalam tempo 3 – 4 minggu.
meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama 6. Komplikasi Lain
pascaoperasi). Bahkan meskipun jarang terjadi, Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi,
pada hari ke-5 – 7 pascaoperasi dapat terjadi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di
perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran mukosa mulut karena kauter dan laserasi pada
jaringan granulasi yang terbentuk pada lidah karena mouth gag. Pernah dilaporkan
permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa terjadinya fraktur kondilus mandibula karena
tonsilaris atau trauma makanan keras. pemasangan mouth gag yang terlalu kuat,
Untuk mengatasi perdarahan dapat dilakukan malposisi tube endotrakeal dan stenosis
ligasi ulang, kompresi dengan gaas ke dalam nasofaring.
fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan
anestesi lokal atau umum.
2. Infeksi
Luka opersi pada fossa tonsilaris merupakan port DAFTAR PUSTAKA
d’entre bagi kuman, sehingga merupakan sumber
infeksi. Dapat terjadi faringitis, servikal adenitis, 1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy,
trombosis vena jugularis interna, otitis media, and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery-
pada kasus sistemik dapat terjadi endokarditis, Otolaryngology. 5th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J
nefritis dan poliarthritis. Bahkan pernah Volume one. Lippincot Williams &
dilaporkan adanya meningitis, abses otak dan WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99.
trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi pada paru-paru, seperti pneumonia, 2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear,
bronkitis dan abses paru terjadi karena aspirasi Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger,
sewaktu operasi. Abses parafaring dapat timbul Philadelphia, 1994.p. 347-57
akibat suntikan pada waktu anestesi lokal.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan
Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45

4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.


Thieme. Newyork 2003.p.196-210

5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis


dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
2004

6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In


Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14

7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A


step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
105

8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology


2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99

9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear, Nose


and Throart Diseases A Pocket Reference. 2nd ed
Thieme, 1994.p 312-24, 344-61

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-
08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.

13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and


adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
89-99.

14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.


Imunobiology of the tonsil and adenoid. In
Hanbook of mucosal Immunology. Academic
Press Inc. 1994:625-640.

15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory


System in: Van De Graaff: Human Anatomy,
Sixth Edition The McGraw−Hill Companies.
2001: 277-280.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


KARSINOMA NASOFARING
Latar Belakang
Tumor kepala leher meliputi tumor yang
tumbuh pada bagian atas klavikula kecuali otak dan 749 penderita KNF baru, dan angka ini menempati
medula spinalis. Tumor di daerah kepala dan leher peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10
digabungkan menjadi satu kategori tumor kepala leher Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta
karena mempunyai satu kesamaan etiologi, cara selama periode 1988-1992 didapatkan kasus KNF
penyebarannya, metode pemeriksaan diagnostik, sebanyak 71,77% di antara 712 tumor ganas tubuh, dan
pengobatan, dan rehabilitasi. Dibandingkan kebanyakan penderita KNF tersebut datang pada
pertumbuhan tumor ganas di tempat lain, tumor kepala stadium lanjut.11 Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung,
leher tidak banyak dijumpai.1,2 KNF menempati urutan pertama dari seluruh tumor
Insidensi tumor kepala leher sangat bervariasi. ganas di daerah kepala dan leher.12
Di dunia ditemukan lebih dari 500.000 kasus dengan KNF berasal dari epitel nasofaring. Penyebab
tingkat mortalitas sebanyak 270.000 kasus per tahun, utamanya adalah virus Epstein-Barr. Biasanya tumor
dan umumnya terjadi di negara berkembang.1,2 Di ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat
Eropa dan Amerika Serikat, tumor kepala leher meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak.
merupakan salah satu keganasan yang jarang terjadi, Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung, dan
dengan prevalensi 5-10% dari seluruh tumor, telinga.3,6,13
sedangkan di negara lain seperti India, prevalensinya Sebagian besar penderita KNF berumur di atas
mencapai 45%.3,4 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50–70
Bagian Patologi Badan Registrasi Kanker tahun. Insidensinya meningkat setelah umur 20 tahun
Indonesia di bawah pengawasan Dirjen Kesehatan RI, dan tidak ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun.
mendapatkan tumor kepala leher di urutan ke empat Sedangkan berdasaran jenis kelamin, ditemukan
dari sepuluh besar keganasan serta urutan ke dua dari kecenderungan penderita KNF lebih banyak pada laki-
sepuluh keganasan pada laki-laki.1 laki. Dari beberapa penelitian, ditemukan
Hampir 60% tumor ganas kepala leher perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
merupakan karsinoma nasofaring (KNF), diikuti oleh adalah 2 sampai 4 : 1.6
karsinoma sinonasal (18%), laring (16%), dan tumor Gejala yang timbul pada KNF biasanya
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan
prosentase rendah. KNF menduduki urutan keempat stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah yang
dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak dikenali
payudara, dan kulit.5 sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di lanjut. Kadang-kadang penderita datang dengan gejala
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi. Penelitian di KNF stadium dini, tetapi gejala yang dikeluhkan sangat
17 negara Eropa, ditemukan rata-rata 187 kasus baru umum seperti flu, rinitis atau sinusitis sehingga tidak
setiap tahun, di Rio de Janeiro 16 kasus baru, di terpikir oleh pemeriksa. Hal ini sangat disayangkan,
Nigeria 12 kasus baru, sedangkan di Israel hanya karena “kesalahan” ini akan sangat merugikan. Oleh
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru yang karena itu harus dilakukan berbagai upaya agar dapat
sangat banyak, ditemukan di Hongkong, yaitu 1146 menemukan penderita KNF sedini mungkin agar
kasus setiap tahun.6 prognosis lebih baik.14,15
Insidensi KNF yang paling tinggi adalah pada Kasus kanker di Indonesia termasuk karsinoma
ras Mongoloid di Asia dan China Selatan, dengan nasofaring dari tahun ke tahun semakin menunjukkan
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi KNF pada ras peningkatan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya
Kaukasia. Prevalensi KNF di Provinsi Guangdong usia harapan hidup dan perubahan pola hidup
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.6,7,8 masyarakat kita, seperti kebiasaan menggunakan rokok
Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per dan alkohol yang merupakan salah satu faktor risiko
100.000 penduduk setiap tahun. Di Rumah Sakit H. terjadinya tumor maupun kanker.16 Selain faktor risiko,
Adam Malik Medan, Sumatera Utara, penderita KNF informasi lain seperti faktor usia, riwayat pekerjaan,
paling banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7% stadium tumor, dan jenis terapi juga perlu diketahui
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan, untuk pencegahan secara dini, pengenalan, dan
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9 Dari penanggulangan kasus kanker pada masyarakat secara
seluruh penderita yang menjalani radioterapi di luas untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo selama
periode tahun 1991-1997 tercatat
Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan organ berbentuk kuboid
yang terletak di belakang rongga hidung, superior dari
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


soft palate dengan diameter anteroposterior 2-4 cm dan 5.Parapharyngeal Space, 6.Fossa Rossenmuller,
tinggi 4 cm. Nasofaring dibagi dalam beberapa regio, 7.Stiloid Prosesus, 8.Rouviere Node,
yaitu dinding anterior, posterosuperior, dan lateral. 9.Retropharyngeal Space)
Pada bagian anterior, nasofaring berhubungan dengan
rongga hidung melalui bagian posterior dari koana dan
di dinding lateral berisi muara tuba Eustachius dan Suplai darah nasofaring berasal dari cabang arteri
fossa Rosenmuller (resesus faringeal) yang berbatasan karotis eksternal, sedangkan drainase vena adalah
dengan dinding posterolateral. Dinding posterolateral melalui pleksus faring ke vena jugular internal.
berisi jaringan adenoid yang di belakangnya Persarafan nasofaring berasal dari cabang saraf kranial
berbatasan dengan fasia prevertebralis.4,17 V2, IX, dan X, serta saraf simpatik.4

Anatomi Nasofaring4
Vaskularisasi dan Inervasi Kepala
Fossa Rosenmuller merupakan area yang dan Leher18
menjadi asal dari sebagian besar sel karsinoma
nasofaring. Area ini berhubungan secara anatomis Nasofaring memiliki banyak jaringan limfatik
dengan beberapa organ penting yang menjadi tempat dan saluran getah bening sehingga dapat
penyebaran tumor dan menentukan presentasi klinis mempermudah dan mempercepat terjadinya metastasis.
serta prognosis. Area-area tersebut adalah17 : Kelenjar getah bening eselon pertama berada di ruang
Anterior : tuba Eustachius parafaring dan retrofaring, dimana terdapat kelenjar
Antero-lateral : otot levator veli palatini getah bening yang berpasangan, yang dinamakan
Posterior : retropharyngeal space Rouviere node. Drainase ke daerah jugular dapat
Superior : foramen laserum di bagian melalui kelenjar getah bening parafaring atau melalui
medial, apeks petrosus dan saluran langsung. Sedangkan di bagian segitiga
kanalis karotikus di bagian posterior terdapat jalur langsung terpisah yang
posterior, serta foramen mengarah ke kelenjar getah bening di tulang belakang.
ovale dan spinosum di Drainase lebih lanjut dapat terjadi ke leher bagian
bagian anterolateral kontralateral, ke bagian servikal, kemudian ke kelenjar
Lateral : otot tensor veli palatini dan getah bening di supraklavikula.4
pharyngeal space
Inferior : otot konstriktor superior

Potongan horizontal nasofaring pada tingkat sinus


morgagni17 (A:Pharyngobasilar Fascia,
B:Buccopharyngeal Fascia, C:Alar Fascia,
D:Prevertebral Fascia, S:Kanalis Karotikus; 1.Otot
Pterigoid Lateral, 2.Otot Pterigoid Medial, 3.Otot
Tensor Veli Palatini, 4.Otot Levator Veli Palatini,
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Alaska, diduga penyebabnya adalah karena
mereka memakan makanan yang diawetkan dalam
musim dingin yang menggunakan bahan pengawet
nitrosamin.6,7,8
Prevalensi KNF di Indonesia hampir merata
di seluruh daerah yaitu 3,9 per 100.000 penduduk
setiap tahun. Di Rumah Sakit H. Adam Malik
Medan, Sumatera Utara, penderita KNF paling
banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7%
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan,
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9
Dari seluruh penderita yang menjalani radioterapi
di Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo
selama periode tahun 1991-1997 tercatat 749
penderita KNF baru, dan angka ini menempati
peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10
Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM
Jakarta selama periode 1988-1992 didapatkan
kasus KNF sebanyak 71,77% di antara 712 tumor
ganas tubuh, dan kebanyakan penderita KNF
tersebut datang pada stadium lanjut.11
Kelenjar Getah Bening Kepala dan Leher18
Sebagian besar penderita KNF berumur di
atas 20 tahun yaitu antara 50–70 tahun, dan
Histologi Nasofaring
ditemukan paling banyak pada usia produktif yaitu
Mukosa nasofaring pada saat lahir dilapisi oleh
antara 30-59 tahun (80%), dengan puncak antara
pseudostatified kolumnar epitelium, pada usia sekitar
40–49 tahun. Insidensi KNF meningkat setelah
10 tahun berubah menjadi stratified squamous
umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan
epitelium. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
setelah umur 60 tahun. Sedangkan berdasaran
daerah yang merupakan tempat transisi pertemuan
jenis kelamin, ditemukan kecenderungan penderita
kedua jenis epitel ini, yaitu berisi epitel berbentuk
KNF lebih banyak pada laki-laki daripada
kuboid atau globular yang nantinya berpotensi ke arah
perempuan. Dari beberapa penelitian, ditemukan
keganasan. Membran mukosa nasofaring juga berisi
perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
jaringan limfoid dan kelenjar air liur minor yang bisa
adalah 2-4 : 1.6
menjadi asal dari sel keganasan di nasofaring.17

Karsinoma Nasofaring B. Etiologi


A. Insidensi Penyebab pasti KNF masih belum
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di diketahui, namun gabungan dari beberapa faktor
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi. intrinsik dan ektrinsik diyakini sebagai penyebab,
Penelitian di 17 negara Eropa, ditemukan rata-rata yaitu faktor genetik, lingkungan, dan virus Epstein
187 kasus baru setiap tahun. Di Rio de Janeiro Barr (EBV).
ditemukan 16 kasus baru dan di Nigeria 12 kasus Faktor Genetik
baru setiap tahun, sedangkan di Israel hanya Kerentanan genetik sebagai faktor
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru predisposisi KNF didasarkan atas fakta banyaknya
yang sangat banyak, ditemukan di Hongkong, penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF
yaitu 1146 kasus setiap tahun.6 juga banyak dijumpai pada ras mongoloid, termasuk
Insidensi KNF yang paling tinggi bangsa-bangsa di Asia terutama Asia Tenggara yang
ditemukan di daerah Cina Selatan, dengan masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi karsinoma China maupun negara di Asia Tenggara lebih besar 10-
nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi 50 kali dibandingkan negara lainnya. Adanya riwayat
karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdong tumor ganas dalam keluarga merupakan salah satu
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk. faktor resiko KNF. Secara umum didapatkan sekitar
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan 10% dari penderita KNF mempunyai keluarga yang
timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan
terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, 5% diantaranya sama-sama menderita KNF dalam
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, keluarganya.14,19
Singapura, dan Indonesia. Ditemukan cukup Hilangnya alel HLA kelas I atau kelas II
banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti (alelle HLA loss) pada gen HLA tertentu diperkirakan
Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di menyebabkan kegagalan interaksi HLA- peptide
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


complex dengan limfosit T c/s (CD8+) atau limfosit T terutama NDMA dan NDEA bersifat karsinogenik
helper (CD4+). Hal ini disebabkan karena tidak aktif (epigenetic carcinogen). Selain ikan asin,
dimunculkannya antigen virus/tumor pada epitop nitrosamin juga ditemukan pada ikan atau makanan
(antigenic determinant) sehingga keberadaan virus EB yang diawetkan dengan nitrit atau nitrat sebagai
didalam sel inang (limfosit B dan sel epitel faring) atau bahan aditif, sayuran yang diawetkan dengan cara
sel kanker tidak dapat dikenali oleh sel fermentasi atau diasinkan dan taoco di Cina Kadar
imunokompeten. Adanya kelainan genetik ini akan NDMA diketemukan dalam jumlah yang lebih tinggi
sangat merugikan karena sel yang terinfeksi virus setelah ikan asin bereaksi dengan asam lambung dan
maupun sel kanker dapat terhindar dari penghancuran nitrit. Hal ini menunjukkan bahwa nitrosamin dapat
melalui mekanisme imunologik, berakibat dibuat secara endogen pada proses pencernaan ikan
pertumbuhan kanker yang terus berlangsung.14,19 asin di lambung. Selain nitrosamin, diduga ada
substrat atau bahan kimiawi lain yang terdapat di ikan
Faktor Lingkungan asin yang dapat menyebabkan replikasi dan aktivasi
Insidensi KNF yang tinggi di lokasi virus EB yang secara laten berada dalam epitel
geografi tertentu mengindikasikan adanya faktor atau nasofaring dan limfosit B.14,21
bahan kimia tertentu di lingkungan yang dapat Kebiasaan makan termasuk minum jamu,
menginduksi terjadinya KNF (environmental merokok, dan minum alkohol serta kebersihan
carcinogens) antara lain adat kebiasaan atau gaya lingkungan yang buruk diduga dapat meningkatkan
hidup (life style related cancer), termasuk kebiasaan risiko terkena KNF. Sejumlah makanan dan tanaman
makan (diet habits). Karsinogen lingkungan bertindak obat, baik yang tradisional (jamu) ataupun yang
sebagai kofaktor atau promotor timbulnya KNF.19 berasal dari Cina (Chinese herbal medicine) dan
Penelitian in vitro membuktikan bahwa minyak untuk hidung ternyata mengandung ester
aktivasi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan forbol dan N-butyric acid yang selain dapat bertindak
perubahan sel normal menjadi sel kanker. Penelitian sebagai EBV inducer, juga mutagenik. Semacam teh
epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat antara dari Cina dan Tunisia dapat merupakan bahan
meningkatnya kejadian KNF dengan konsumsi bahan karsinogenik. Selain menyebabkan iritasi menahun
makanan berupa ikan atau udang yang diawetkan pada tenggorok (nasofaringitis kronik), makanan
dengan garam (diasinkan), seperti ikan asin (dry panas atau pedas dan asap pembakaran hio diduga
salted fish), pindang asin dan udang asin, atau yang dapat mengaktifkan virus EB.14,22
dikeringkan dengan pengasapan. Penelitian pada Dilaporkan juga bahwa risiko terkena KNF
penduduk ras Cina di Hongkong dan Malaysia pada perokok yang merokok lebih dari 20 batang
ditemukan ikan asin terbukti sebagai faktor risiko yang sehari ternyata dua kali lipat lebih besar dari pada
sangat kuat terhadap kejadian KNF. Bubur ikan asin yang bukan perokok.22 Bahan karsinogenik di asap
yang banyak di konsumsi penduduk di daerah Cina rokok yang diperkirakan berperan sebagai promotor
Selatan sejak kecil, dikenal sebagai “Cantonese salted terjadinya KNF yaitu 3,4- benzypyrene dan polycyclic
fish” terbukti mengandung nitrosamin. Nitrosamin aromatic hydrocarbon. Namun demikian, Roezin
merupakan pro karsinogen dan promotor aktivasi EBV mengatakan bahwa meskipun kebiasaan merokok
diketemukan dalam kadar yang tinggi pada ikan asin. lebih sering dijumpai pada kelompok penderita KNF
Pro karsinogen merupakan karsinogen yang (49,38%) dibandingkan non KNF (32,10%) ternyata
memerlukan perubahan metabolis agar menjadi tidak menunjukkan kemaknaan secara statistik. Bahan
karsinogen aktif (ultimate carcinogen), sehingga dapat lainnya yang diduga dapat mengaktifkan virus EB
menimbulkan perubahan DNA, RNA, atau protein sel antara lain debu yang mengandung kromium, nikel,
tubuh.14,17,20,21 arsen, asap dari pembakaran dupa, rumput, tembakau,
Hubungan yang konsisten dan kuat antara candu, kemenyan, kayu atau minyak tanah serta obat
kejadian KNF dengan konsumsi ikan asin dalam nyamuk. Beberapa bumbu masak tertentu, makanan
waktu yang panjang dan dimulai sejak usia dini di yang terlalu panas dan pedas juga dapat
Hongkong pada sekitar 90 % kasus KNF. Pada proses meningkatkan kejadian KNF. Bahan-bahan ini
pengasinan atau pengeringan ikan (protein) dengan mungkin berperan dalam mempercepat timbulnya
pemanasan sinar matahari terjadi reaksi biokimiawi KNF bersama faktor predisposisi lainnya. Bahan
berupa nitrosasi. Gugus nitrit dan nitrat yang karsinogen dapat mencapai nasofaring melalui
terbentuk akan bereaksi dengan ekstrak ikan asin inhalasi, per-oral, subkutan dan intra vena.
menjadi nitrosamin dan beberapa volatile Kelembaban tinggi yang disertai adanya asap (polusi
nitrosamines antara lain senyawa N- udara) dalam jangka waktu yang lama akan
nitrosodimethylamine (NDMA), N- memperbesar kemungkinan terjadinya KNF. Hal ini
nitrosodiethylamine (NDEA), N-nitrosodi-n- terutama didasarkan atas kenyataan bahwa sebagian
propylamine (NDPA), N-nitrosodi-butylamine besar penderita KNF berasal dari golongan status
(NDBA) dan N-nitrosomorpholine (NMOR). ekonomi yang lebih rendah. Selain kondisi
Disamping sebagai pemicu aktifnya virus EB lingkungan yang buruk, terdapat beberapa bukti
(promotor, EBV inducer), beberapa senyawa ini bahwa KNF berkaitan dengan kurangnya makan buah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


atau sayuran segar. Defisiensi nutrisi khususnya Patogenesis infeksi EBV dimulai dengan masuknya
hipovitaminose-A berhubungan erat dengan kejadian virus EB pada epitel faring yang kemudian di ikuti
KNF. Hal ini mungkin disebabkan karena difisiensi dengan replikasi virus. Proliferasi limfosit B yang
vitamin A, B, dan C menyebabkan terganggunya pasif akibat provokasi virus EB diduga mendorong
pertumbuhan epitel. Konsumsi vitamin C dan E dapat terjadinya translokasi gen c-myc dengan menghasilkan
mencegah pembentukan nitrosamin dalam tubuh.14 suatu klon sel-sel limfosit B yang neoplastik.
Gangguan ekspresi protoonkogen karena terjadinya
Virus Epstein-Barr translokasi gen c-myc mengakibatkan turunnya
Virus Epstein-Barr (EBV) termasuk famili ekspresi gen-gen MHC (mayor histocompatibility
virus herpes yang merupakan penyebab complex) kelas I yang diperlukan untuk mengenali
mononukleosis akut dan salah satu faktor etiologi antigen asing oleh limfosit T sitotoksik (CD8).
pada KNF, karsinoma gaster serta limfoma akut.6 Menurunnya kemampuan sT CD8 dalam mengenal dan
Bukti kuat adanya peran EBV sebagai menghancurkan sel kanker berakibat perkembangan sel
penyebab KNF didasarkan atas laporan hasil kanker yang seakan tanpa hambatan. EBV dalam
penelitian epidemiologi maupun laboratorik terutama siklus litik menghasilkan protein yang disebut BZLF1
serologi, virologi, patologi, dan biologi molekuler yang dapat menghilangkan fungsi protein p53.
dengan ditemukannya23 : Inaktivasi dari oncoprotein yang merupakan produk
dari tumor suppressor gene (p53) menyebabkan
1. Antibodi dengan titer yang tinggi terhadap hilangnya hambatan proliferasi sel yang berakibat
antigen EBV dalam serum proliferasi yang tak terkendali.14
2. Antigen inti EBV (EBNA) di dalam sel tumor Mekanisme karsinogenesis lainnya yaitu
nasofaring melalui insersi sebagian atau seluruh DNA virus EB
3. Genom EBV dalam bentuk plasmid di jaringan pada kromosom sel inang (hospes). Penggabungan
tumor nasofaring dan isolasi virus DNA ini dalam waktu yang lama menimbulkan mutasi
4. DNA EBV pada jaringan kanker nasofaring gen p53 sehingga sel bebas mengadakan replikasi
5. mRNA-EBV (EBERs) di sel kanker nasofaring DNA.14
Keganasan yang disertai meningkatnya titer Infeksi virus EB secara tersendiri tidak akan
antibodi terhadap virus EB hanya diketemukan pada menimbulkan KNF. Virus EB baru akan menimbulkan
KNF, dan tidak didapatkan pada keganasan di daerah perubahan pada sel inang (hospes) apabila di aktifkan
kepala dan leher lainnya. Peningkatan titer antibodi oleh promotor. Walaupun untaian ganda DNA (double
terhadap virus EB hanya dijumpai pada KNF dengan stranded DNA) dari virus EB pada penelitian in vitro
jenis WHO tipe 3 dan 2, sedangkan pada jenis WHO terbukti dapat menyebabkan proliferasi dan
tipe 1 tidak diketemukan peningkatan titer atau transformasi morfologik dari limfosit B maupun epitel
meningkat dalam titer yang sangat rendah.6 nasofaring, namun mekanisme virus EB dalam
Penularan EBV lewat orofaring terjadi karena menyebabkan transformasi sel epitel nasofaring masih
kontak oral yang intim, atau melalui saliva yang belum diketahui dengan jelas.14
tertinggal pada peralatan makan. Kebiasaan makan Virus EB akan mengekspresikan berbagai
secara tradisional dengan menggunakan sumpit untuk macam antigen spesifik tergantung pada siklus
mengambil hidangan makanan diduga berkaitan hidupnya dalam sel inang. Pada fase infeksi laten,
dengan tingginya infeksi virus EB pada ras Cina. dibentuk protein inti (Epstein Barr nuclear antigen /
Karena mudah dan cepatnya terjadi penularan maka EBNA) dan protein membran (latent membrane
hampir semua individu dibawah 25 tahun sudah protein / LMP). Kedua antigen ini mempunyai
terinfeksi virus EB.14 pengaruh terhadap proliferasi dan replikasi virus,
Infeksi primer alamiah dimulai pada masa menyebabkan sel yang terinfeksi menjadi imortal.
anak-anak, biasanya gejala klinik ringan atau bahkan Antigen pada fase replikasi dini disebut early antigen
tanpa gejala. Di negara berkembang, hampir semua (EA) yang dibentuk sebelum sintesa DNA virus. Pada
(99,9 %) anak umur 3 tahun telah terinfeksi virus EB. fase lanjut dibentuk antigen kapsul (viral capsid
Infeksi virus EB diperkirakan mengenai 80-90% antigen / VCA) yang di-ekspresikan pada saat infeksi
populasi di negara maju. Survei di Hongkong aktif.23
menunjukkan bahwa semua anak ras Cina sebelum Masuknya virus EB dalam tubuh menyebabkan
umur 15 tahun telah mempunyai antibodi terhadap dibentuknya beberapa antibodi antara lain antibodi
virus EB. Keadaan ini menunjukkan bahwa meskipun terhadap antigen kapsul (anti VCA) yang dapat
hanya memberikan gejala klinik ringan, virus EB digunakan sebagai petunjuk (petanda) infeksi virus EB.
yang memasuki tubuh manusia akan menetap seumur Selanjutnya genom EBV yang berada dalam sel inang
hidup (persisten). Hal ini mendukung pendapat bahwa yaitu limfosit B dan / atau sel epitel faring akan
EBV infected lymphocytes and pharyngeal epithelium mengalami fusi (terminal repeat EBV genome)
banyak diketemukan pada orang normal.14 sehingga terbentuk episom berbentuk lingkaran, atau
integrasi DNA EBV pada genom (kromosom) sel
inang. Nukleus sel inang yang mengandung DNA
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


virus EB (integrated EBV genome) akan memberi terjadi spontan atau karena induksi bahan kimiawi
sinyal terbentuknya protein baru. Perubahan fase laten karsinogenik.14
ke bentuk litik dimulai dengan adanya aktivasi protein Meskipun hubungan EBV dengan kejadian
ZEBRA yang di sandi oleh gen BZLF-1. Ekspresi KNF sangat kuat, namun pada kenyataannya tidak
protein ini mengawali sintesis berbagai protein lainnya. semua individu yang terinfeksi EBV akan berkembang
Sebanyak sekitar 85 gen EBV di transkripsi selama menjadi KNF. Keadaan ini menunjukkan bahwa EBV
fase litik. Fase litik ditandai dengan berbagai ekspresi secara tersendiri masih belum dapat menginduksi
gen EBV antara lain protein transkripsi (BZLF-1), 6 transformasi maligna dari sel mukosa nasofaring
protein inti (EBV associated nuclear antigen/EBNA 1- normal. Transformasi sel baru terjadi bila EBV
6) dan beberapa protein membran (latent membrane mengalami aktivasi terlebih dahulu, baru kemudian
protein/LMP). EBNA dan LMP yang di ekspresikan dapat mempengaruhi sel inang (host cell) sehingga
dipermukaan limfosit B, disebut sebagai LYDMA menjadi maligna dan mengadakan replikasi tanpa
(lymphocyte detected membrane antigen) merupakan kontrol. Aktivasi EBV terjadi oleh karena faktor
kompleks antigen yang dapat dikenali oleh sel NK dan pendukung lain.14
limfosit T cytotoxic / suppressor melalui HLA (MHC).
Sel limfosit B yang terinfeksi virus EB dapat Patogenesis
dihancurkan (lisis) oleh sel NK dan limfosit T c/s KNF terjadi akibat perubahan genetik yang
melalui ikatan HLA - antigen restricted limfosit T c/s. dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik virus maupun
Adanya EBNA menimbulkan reaksi tubuh dengan faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik
membentuk anti EBNA.23 dan delesi pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap
Salah satu protein produk onkogen virus EB awal perkembangan kanker. Hal ini menunjukkan
yang secara in vitro terbukti menyebabkan bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh
transformasi sel epitel faring maupun limfosit B karsinogen kimia di lingkungan yang menyebabkan
menjadi bentuk yang imortal adalah EBV-nuclear transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat
antigen 1 (EBNA-1) dan latent membrane protein 1 rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya
dan 2 (EBV-LMP 1, 2). Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa infeksi laten virus EB berperan
menunjukkan bahwa untuk dapat menimbulkan dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke
terjadinya perubahan keganasan dan replikasi tanpa tingkat tinggi yaitu NPIN III. Infeksi laten virus EB
kontrol pada sel “host” (in vivo), virus EB harus juga berperan penting dalam proses seleksi klonal dan
mengalami aktivasi terlebih dahulu. Berdasarkan perkembangan lebih lanjut.17
penelitian pada hewan, beberapa bahan diduga dapat Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel
bertindak sebagai mediator yang dapat mengaktifkan displastik dari lesi pra-kanker tingkat tinggi (NPIN III)
virus EB antara lain yaitu nitrosamine, benzopyrene, berperan dalam menghambat proses apoptosis.
bensoanthracene dan beberapa hydrocarbon. Zat-zat Kemudian faktor lingkungan, perubahan genetik
ini terutama nitrosamin, banyak dijumpai pada bahan seperti aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15,
makanan yang di awetkan dengan cara di asinkan delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam
(misalnya ikan asin, sayur asin, soy beans salted) tahap awal perkembangan KNF.17
maupun dengan pengasapan misalnya smoked salmon. Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada
Beberapa pengobatan dengan menggunakan bahan dari kromosom 14q dan overekspresi dari gen c-myc,
tumbuh-tumbuhan (herbal) pada pengobatan protein ras dan p53 berperan dalam progresi karsinoma
tradisional yang berasal dari Cina (Chinese traditional yang invasif. Selain itu, mutasi gen p53 dan perubahan
medicine) diduga mengandung N - butyric acid yang genetik lainnya juga berperan dalam proses
juga dapat bertindak sebagai ko-faktor atau promotor metastasis.17
terjadinya KNF melalui aktivasi virus EB. Bahan yang
di produksi oleh bakteri yang hidup di mukosa
nasofaring juga berpengaruh terhadap replikasi dan
reaktivasi virus EB.14,23
Keganasan di nasofaring yang dihubungkan
dengan virus EB ini terutama jenis karsinoma
anaplastik atau undifferentiated (WHO tipe 3) dan
sebagian jenis karsinoma sel skuamosa non keratinisasi
(WHO tipe 2). Karena tidak diketemukan DNA virus
EB pada jaringan tumor, maka jenis karsinoma sel
skuamosa (WHO tipe 1) diperkirakan tidak berkaitan
dengan infeksi virus EB. Tidak adanya peningkatan Patogenesis Karsinoma Nasofaring17
titer antibodi atau peningkatan titer antibodi terhadap
virus EB yang sangat sedikit, maka KNF jenis WHO Histopatologi
tipe 1 diduga disebabkan karena mutasi genetik yang Sejak tahun 1991, WHO membagi KNF ke dalam
tiga tipe, yaitu24 :
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (keratinized Karsinoma tidak berdiferensiasi25
squamous cell carcinoma). Tipe ini mempunyai
sifat pertumbuhan yang jelas pada permukaan Di Amerika Utara, ditemukan pasien KNF
mukosa nasofaring. Sel-sel kanker dapat dengan jenis histopatologi WHO tipe 1 sekitar 25%,
berdiferensiasi baik sampai sedang, dan WHO tipe 2 12%, dan WHO tipe 3 63%. Sedangkan di
menghasilkan relatif cukup banyak bahan keratin Cina Selatan ditemukan sekitar 3% WHO tipe 1, 2%
didalam maupun diluar sel. WHO tipe 2, dan 95% WHO tipe 3.24 WHO tipe 3 pada
2. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratin karsinoma nasofaring merupakan tipe histopatologi
(nonkeratinized squamous cell carcinoma). Tipe yang paling sering dan endemik, terutama di Asia
ini paling banyak variasinya, sebagian tumor Tenggara.6
dengan diferensiasi sedang dan sebagian lainnya
dengan sel-sel yang lebih kearah diferensiasi baik.
Seringkali menyerupai gambaran pada karsinoma Diagnosis
sel transisional.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
carcinoma). Kelompok disini mempunyai klinis, pemeriksaan nasofaring, pemeriksaan radiologi,
gambaran patologi yang sangat heterogen. pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan patologi.4,14,26
Termasuk disini karsinoma anaplastik,
limfoepitelioma, clear cell carcinoma dan varian a. Gejala Klinis
sel spindel. Gejala yang timbul pada KNF biasanya
berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan
stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah
yang sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak
dikenali sehingga penderita kebanyakan datang
dengan keluhan benjolan di leher akibat
penyebaran tumor ke kelenjar getah bening
regional. Biasanya keluhan pertama yang muncul
adalah keluhan pada telinga atau hidung yang
bersifat unilateral. Keluhan di telinga dapat berupa
gejala oklusi tuba Eustachius sampai otitis media
serosa dan perforasi membran timpani. Gejala
pada hidung dapat berupa sumbatan hidung
Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin25 dengan atau tanpa ingus yang bercampur darah
atau berupa epistaksis. Gangguan penciuman dan
obstruksi biasanya menetap dan bertambah berat
akibat massa tumor yang menutupi koana. Gejala
lanjut yang paling sering dijumpai dan mendorong
pasien untuk datang berobat adalah pembesaran
kelenjar getah bening leher unilateral atau
bilateral.17
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kelumpuhan
saraf intrakranial. Tumor dapat meluas kearah
superior menuju ke intra kranial dan menjalar
sepanjang fosa kranii media (penjalaran
petrosfenoid). Biasanya tumor masuk rongga
tengkorak melalui foramen laserum, menimbulkan
Karsinoma Sel Skuamosa Tidak Berkeratin25 kerusakan atau lesi pada grup anterior saraf otak
yaitu N. III, IV, V dan N VI. Paling sering terjadi
gangguan N.VI (keluhan diplopia) yang disusul
N.V (keluhan neuralgi trigeminal dan parestesi
wajah). Peneliti luar negeri melaporkan saraf
kranial yang tersering mengalami gangguan
adalah N. V, kemudian disusul N. VI. Bila semua
saraf grup anterior terkena gangguan maka timbul
kumpulan gejala yang disebut sebagai sindroma
petrosfenoid yaitu neuralgia trigeminal dan
oftalmoplegia unilateral, amaurosis dan nyeri
kepala hebat karena penekanan tumor pada dura
mater. Terkenanya N. III menimbulkan gejala
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ptosis dan klinis didapatkan fiksasi bolamata pterigoideus yang menyebabkan gangguan membuka
(oftalmoplegi) kecuali untuk pergerakan ke lateral mulut. Apabila tumor telah menginvasi otot levator
karena kelumpuhan muskulus rektus internus velli palatini maka akan mengakibatkan paralisis
superior dan inferior serta muskulus palpebrae palatum. Keadaan ini jarang terjadi, dan biasanya
inferior dan obliqus. Gangguan N.IV akibat gejala sisa radioterapi berupa fibrosis otot
menimbulkan kelumpuhan muskulus obliqus tersebut.17
inferior bolamata. Lesi saraf ini jarang merupakan Gejala metastasis jauh jarang terjadi, dan
kelainan yang berdiri sendiri tetapi lebih sering yang paling sering adalah metastasis ke paru-paru,
diikuti kelumpuhan N.III. Biasanya penekanan tulang, dan hepar. Metastase ke otak terjadi melalui
saraf-saraf ini terjadi didalam atau pada dinding penjalaran secara hematogen, sedangkan penyebaran
lateral sinus kavernosus. Gangguan N.VI ke hipofisis dapat terjadi akibat perluasan langsung
mengakibatkan kelumpuhan m. rektus bulbi lateral dari tumor primer. Metastasis KNF ke epidural medula
sehingga timbul keluhan penglihatan dobel dan spinalis dapat menyebabkan penekanan medula
mata tampak juling (strabismus konvergen). spinalis, dengan gejala sisa paraplegia dan
Keluhan lain akibat perluasan ke intra kranial inkontinensia.6
berupa sakit kepala yang sering kali hebat.
Perluasan tumor kearah anterior menuju rongga b. Pemeriksaan Nasofaring
hidung, sinus paranasal, fosa pterigopalatina dan Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat
dapat sampai apeks orbita. Tumor besar dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak
mendesak palatum mole, menimbulkan gejala langsung) dengan menggunakan kaca laring yang
obstruksi jalan napas atas dan jalan makanan. kecil, dan cara nasofaringoskopi langsung dengan
Perluasan tumor kearah postero-lateral menuju ke alat endoskop/nasofaringoskop kaku (rigid
ruang parafaring dan fosa pterigopalatina yang nasopharyngoscope). Alat ini terdiri dari berbagai
kemudian masuk foramen jugulare (penjalaran sudut pencahayaan, biasanya dihubungkan dengan
retroparotidian). Disini yang terkena adalah grup sumber cahaya dan monitor TV. Penggunaan alat
posterior syaraf otak yaitu N. VII sampai dengan ini dapat melalui hidung (transnasal), atau mulut
N. XII, serta nervus simpatikus servikalis yang (trans-oral). Alat-alat tersebut dapat digunakan
berjalan menuju fasia orbitalis. Bila terjadi untuk melihat keadaan massa di nasofaring,
kelumpuhan N. IX, X, XI dan XII disebut sebagai berupa massa yang eksofitik atau berupa
sindroma retroparotidean, atau sindroma penonjolan submukosa.14
Jackson.17 Manifestasi kelumpuhan saraf tersebut Dengan pemeriksaan rinoskopi posterior sering
adalah sebagai berikut17: ditemukan kesulitan karena yang dilihat hanya
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot berupa gambaran atau bayangan yang ada di kaca.
konstriktor superior, dan gangguan pengecapan Pada kasus yang sulit, diperlukan pemeriksaan
pada sepertiga belakang lidah. dengan teknik nasofaringoskopi, dan jika perlu
N. X : hiper/hipo/anestesi mukosa palatum mole, digunakan anestesi lokal. Flexible fibrescope atau
faring dan laring (gejala regurgitasi, bindeng) disertai endoskop Hopkins kaku 00 dan 300 cukup baik
gangguan menelan, respirasi dan salivasi. dipakai untuk pemeriksaan nasofaring secara lebih
N. XI : hemiparesis palatum mole dan sulit rinci. Dengan alat ini dapat dideteksi seluruh
mengangkat bahu karena kelumpuhan atau atrofi otot permukaan rongga hidung dan nasofaring.6
trapesius dan sternokleidomastoid.
N. XII : gangguan menelan, hemiparalisis dan atrofi
lidah unilateral.
Gejala penekanan saraf-saraf ini dapat disertai
gejala akibat kelumpuhan dari nervus simpatikus
servikalis berupa penyempitan fisura palpebralis,
enoftalmi dan miosis yang dikenal sebagai sindroma
Horner. Nervus VII dan N.VIII jarang terkena karena
letaknya tinggi dan berada dalam kanal tulang.
Kelainan neurologik pada KNF ini berkisar antara 29-
53%. Tumor di postero-lateral nasofaring dapat
menginfiltrasi otot-otot mengunyah, terutama otot
pterigoid internus yang berakibat trismus. Perluasan
tumor kearah inferior menuju rongga mulut atau regio
retrotonsil yang juga dapat berakibat sumbatan jalan
makan dan napas.14.17
Gejala lain KNF adalah trismus yang
disebabkan oleh infiltrasi tumor pada muskulus

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Nasofaringoskopi tumor14 d. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi sangat menunjang
c. Pemeriksaan Radiologi diagnosis KNF. Virus Epstein-Barr yang
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk diketahui sebagai etiologi KNF mengandung
mendapatkan informasi adanya tumor, antigen virus, antara lain EBV- VCA, EA,
perluasan, serta kekambuhan paska terapi. LMA 1-6 dan EBNA 1-3. Pemeriksaan
Pemeriksaan radiologi untuk karsinoma serologi dilakukan untuk mendeteksi antibodi
nasofaring terdiri dari foto polos tengkorak, yang terbentuk yaitu IgA anti EBV-VCA, IgA
CT scan, dan MRI.17,26,28 anti EBV-EA, antibodi terhadap antigen
1. Foto polos tengkorak dilakukan untuk membran, antibodi terhadap inti virus
mengetahui adanya jaringan lunak di (Epstein Barr Nuclear Antigen/EBNA),
dinding posterior pada proyeksi lateral, antibodi terhadap EBV-Dnase dan antibody
melihat struktur tulang dan foramen pada dependent cellular cytotoxicity (ADCC). Titer
proyeksi basis, serta mengetahui ekspansi antibodi spesifik ini dapat ditemukan dengan
tumor ke hidung dan sinus paranasal pada pemeriksaan imunofluoresensi (IF), enzyme
proyeksi antero-posterior dan Waters. linked immunosorbent assay (ELISA) dan
2. Tomografi Komputer (CT scan) radio-immuno assay. Dapat juga
mempunyai keuntungan dan nilai menggunakan teknik PCR pada material yang
diagnosis tinggi yaitu kemampuan diperoleh dari aspirasi biopsi jarum halus
membedakan berbagai densitas di pada metastase kelenjar getah bening leher.
nasofaring dan dapat menilai perluasan Virus Epstein Barr biasanya ditemukan pada
tumor, penyebaran ke kelenjar limfa leher, undifferentiated carcinoma dan
destruksi tulang serta penyebaran ke nonkeratinizing squamous cell carcinoma.
intrakranial. Pada pasien KNF dapat dideteksi antibodi
IgG yang ditemukan pada awal infeksi virus
dan antibodi IgA yang ditemukan pada kapsid
antigen virus. Ig A anti VCA adalah antibodi yang
paling spesifik untuk diagnosis dini KNF dan dapat
dipakai sebagai tumor marker. Antibodi ini
dianggap positif bila titernya > 5. Kadang-kadang
titernya meninggi sebelum gejala KNF timbul.
Antibodi IgA terhadap viral capsid antigen
EBV ternyata lebih spesifik dibandingkan
dengan IgG. Pembentukan IgA anti EBV-
T Scan Karsinoma Nasofaring26 VCA terjadi setelah sintesis DNA virus,
dengan demikian antibodi ini berkaitan
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan dengan fase lanjut dari infeksi virus EB.
pemeriksaan tambahan dari CT scan karena dapat Imunoglobulin A anti VCA ini akan tetap ada
membedakan antara jaringan lunak dan cairan seumur hidup, titernya akan meningkat sesuai
misalnya retensi cairan akibat invasi ke sinus dengan stadium penyakitnya. Imunoglobulin
paranasal. A anti EBV-VCA ini dapat merupakan
pertanda tumor (tumor marker) yang spesifik
untuk deteksi KNF terutama pada stadium
dini (nilai diagnostik), memantau hasil
pengobatan dan memperkirakan kekambuhan
(nilai prognostik).14

IgG anti EBV-EA terbentuk sebelum sintesis


DNA virus yaitu pada fase dini siklus
replikasi virus. Adanya kenaikan titer IgG anti
EBV-EA sudah ditemukan sebelum metastasis
secara klinik terjadi. Titer IgG anti EBV-EA
dianggap positif bila  1/80. Berdasarkan
MRI sagital menunjukkan tumor pemeriksaan imunofluoresensi, IgG anti EBV-
pada atap dan dinding posterior EA dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe
nasofaring3 terbatas (EA-restricted) dan tipe menyebar
(EA-diffuse). Penurunan titer IgG anti EBV-
EA (D) didapatkan pada semua penderita
KNF yang telah mendapatkan pengobatan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


dengan radiasi dan tidak pada penderita M1 : Terdapat metastasis jauh
dengan kanker kepala dan leher lainnya. Bila
titernya meningkat lagi harus dicurigai adanya Stadium
kekambuhan atau metastasis. Dengan
demikian pemeriksaan IgG anti EBV-EA lebih Stadium 0 : Tis – N0 – M0
berguna untuk menentukan perjalanan Stadium I : T1 – N0 – M0
penyakit dan prognosis KNF.14 Stadium IIA : T2a – N0 – M0
Stadium IIB : T1 – N1 – M0; T2a – N1 – M0
Stadium III : T1 – N2 – M0; T2a,T2b – N2
e. Pemeriksaan Patologi (Biopsi) Stadium IVA : T4 – N0,N1,N2 – M0
Diagnosis pasti KNF ditegakkan berdasarkan Stadium IVB : Semua T – N3 – M0
hasil pemeriksaan jaringan tumor di Stadium IVC : Semua T – semua N – M1
nasofaring (ditemukan sel-sel ganas) yang
diperoleh dari jaringan hasil biopsi. Apabila
penderita yang menunjukkan hasil Penatalaksanaan
pemeriksaan serologi yang positif, tetapi hasil a. Radioterapi
biopsi negatif tetap tidak dapat dianggap Radioterapi merupakan pengobatan utama pada
menderita KNF. Ada beberapa cara melakukan kKNF. Radioterapi juga efektif terhadap terapi
biopsi, yaitu biopsi buta (blind biopsy), biopsi paliatif pada kasus yang sudah metastasis jauh.
buta terpimpin (guided biposy), biopsi dengan Radioterapi pada penderita KNF tanpa metastasis
nasofaringoskopi direkta, dan biopsi dengan merupakan terapi kuratif utama yang dapat
fibernasolaringoskop.14 diberikan dalam dua tipe yaitu radioterapi eksternal
dan brakhiterapi.6
Stadium Tumor
Radioterapi mematikan sel dengan cara merusak
DNA dan mengakibatkan destruksi sel tumor.
Klasifikasi stadium karsinoma nasofaring menurut Disamping itu radioterapi memiliki kemampuan
American Joint Comittee on Cancer (AJCC) tahun untuk mempercepat proses apoptosis sel tumor.
200229 Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat
mematikan sel tumor. Radioterapi memiliki
T : Tumor primer kemampuan mengurangi rasa sakit dengan
mengecilkan ukuran tumor sehingga mengurangi
Tx : Tumor primer tidak dapat ditemukan pendesakan di area sekitarnya. Disamping itu juga
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primerberguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan
Tis : Karsinoma in situ perdarahan dari massa tumor.6
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
T2 : Tumor meluas sampai jaringan lunak pada orofaring
Dosis dan yang
radiasi ronggadibutuhkan
hidung untuk eradikasi
T2a : Tumor tanpa perluasan ke daerah
tumorparafaring
tergantung dari besarnya tumor. Untuk KNF
T2b : Dengan perluasan ke daerahyang parafaring
masih dini (T1 dan T2) diberikan radiasi
T3 : Tumor meluas ke struktur tulang sekitarnya dan atau
dengan kesebesar
dosis sinus paranasal
1,8-20 Gy per fraksi, 5 kali
T4 : Tumor meluas ke daerah intrakranial atauseminggu
terlibatnyatanpa
saraf kranialis,
istirahat fossa
selama sekitar 6–7,5
infratemporal, hipofaring, orbita, atau ruang mastikator
minggu sampai mencapai dosis total 60-70 Gy.
Sedangkan untuk KNF dengan ukuran tumor yang
N : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) lebihregional
besar (T3 dan T4) diberikan dosis total radiasi
pada tumor primer di nasofaring yang lebih tinggi
Nx : Pembesaran KGB regional tidak dapat ditentukan
yaitu 70–75 Gy. Bila tidak didapatkan metastasis di
N0 : Tidak ada pembesaran KGB regional KGB leher (N0) maka diberikan radiasi profilaktik
N1 : Metastasis unilateral KGB dengan ukurandengan≤ 6 cmdosis
dalamsekitar
ukuran40-50
terbesar,
Gyterletak
dalam diempat atau
atas fosa supraklavikular empat setengah minggu, sedangkan bila ada
N2 : Metastasis bilateral KGB dengan ukuran pembesaran
≤ 6 cm dalamKGB ukuranditerbesar, terletak di regional)
leher (metastasis
atas fosa supraklavikular diberikan radiasi yang dosisnya sama dengan tumor
N3 : Metastasis KGB dengan ukuran > 6 cm atau terletak pada
primernya. Bila fosa
masihsupraklavikular
didapatkan residu tumor,
N3a : Ukuran KGB > 6 cm diberikan radiasi tambahan (booster) dengan area
N3b : menginvasi KGB fosa supraklavikular diperkecil hanya pada tumornya saja sebesar 10-15
Gy sehingga mencapai dosis total sebesar 75-80
M : Metastasis jauh Gy. Selain radiasi eksterna, radiasi tambahan dapat
diberikan dengan cara radiasi interna
Mx : Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
(brakhitherapi).14,17
M0 : Tidak ada metastasis jauh

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Brakhiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis sebagainya. Pencegahan KNF harus ditujukan untuk
tinggi terhadap jaringan dengan volume kecil. menghindarkan, mengurangi atau menghilangkan
Pemberian brakhiterapi terhadap tumor primer faktor-faktor tersebut. Salah satu hambatan utama
KNF dapat dibagi berdasarkan beberapa indikasi. dalam pencegahan adalah belum diketahuinya dengan
Indikasi tersebut adalah tumor persisten lokal pasti bagaimana, dalam keadaan apa dan sejauh
setelah 4 bulan pemberian radioterapi primer mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
sebagai terapi tambahan setelah radioterapi patogenesis KNF.14
eksternal dan untuk tumor persisten regional Di Indonesia, beberapa faktor yang dapat
dimana brakhiterapi diberikan pada penderita yang diidentifikasi terutama berhubungan dengan faktor
akan menjalani diseksi leher.6 kebiasaan dan lingkungan terutama pada penduduk
Brakhiterapi dilakukan dengan menggunakan golongan sosial ekonomi rendah. Faktor-faktor
endotracheal tube. Pada awalnya brakhiterapi tersebut misalnya makan ikan asin, pemakaian
hanya diberikan pada tumor primer T1 atau T2 kecap, pemakaian kayu bakar, lampu minyak, dan
yang rekuren setalah pemberian radioterapi asap obat nyamuk. Faktor lingkungan yang buruk,
eksternal. Biasanya diberikan pada tumor yang baik di rumah maupun di tempat kerja dengan
hanya melibatkan nasofaring, para-nasofaring, dan ventilasi yang kurang akan menambah besarnya
atau fosa posterior nasal. Diberikan dosis 45–50 faktor risiko.14
Gy kemudian diikuti dengan tambahan dosis 20 Untuk menghindari, mengurangi, atau
Gy.6 menghilangkan faktor-faktor risiko tersebut perlu
diadakan penyuluhan kepada masyarakat, baik oleh
pemerintah maupun badan-badan swasta (LSM) yang
b. Kemoterapi bergerak dalam usaha penanggulangan kanker. Usaha
Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF yang tak kalah pentingnya yaitu upaya yang untuk
yang rekuren atau yang telah mengalami meningkatkan status sosial ekonomi penduduk
metastasis. Mekanisme kerja kemoterapi adalah terutama penduduk pedesaan.14
sebagai antimetabolit, mengganggu struktur dan Dengan ditemukan bukti-bukti yang kuat bahwa
fungsi DNA serta inhibitor mitosis. Antimetabolit virus EB memegang peranan yang penting dalam
bekerja dengan menghambat biosintesis purin atau patogenesis KNF maka saat ini telah mulai dilakukan
pirimidin, sehingga dapat mengubah struktur DNA berbagai penelitian untuk membuat vaksin terhadap
dan menahan replikasi sel.6, 17 virus EB. Apabila vaksin yang efektif telah ditemukan,
Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat maka vaksinasi dapat segera diberikan terutama pada
pembelahan sel pada semua siklus sel (Cell Cycle golongan penduduk dengan risiko tinggi terkena
non Specific) baik dalam siklus pertumbuhan sel KNF.14
maupun dalam keadaan istirahat, yaitu cisplatin, Selain itu, mengingat letak nasofaring tidak
doxorubicin, dan bleomycin. Disamping itu ada mudah diperiksa, gejala dini sering tidak dikenali
juga obat kemoterapi yang hanya bekerja sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
menghambat pembelahan sel pada siklus lanjut, perlu dilakukan skrining KNF untuk deteksi
pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase specific), dini, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih awal
yaitu metrotrexate dan 5-fluorouracil (5-FU).6, 17 dan menurunkan tingkat mortalitas.17 Untuk mencapai
Kemoterapi dapat diberikan secara tujuan ini perlu kerjasama dari berbagai sektor terkait
bersamaan dengan radioterapi (kemoradioterapi) seperti Dinas Kesehatan, Pemda, LSM, Institusi
yang dimaksudkan untuk mempertinggi manfaat Pendidikan Dokter/Perawat, IDI dan profesi (Perhati-
radioterapi. Kemoradioterapi dapat mengontrol KL, IAPI). Selain itu dokter atau tenaga kesehatan
tumor secara lokoregional dan meningkatkan pada lini pertama perlu meningkatkan pengetahuan
survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker mengenai KNF.14,15
secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Kemoradioterapi juga dapat mengontrol metatasis
jauh dan mengontrol mikrometastasis. Dengan
cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker
yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah
sel kanker yang radioresisten menjadi lebih
sensitif terhadap radiasi.6,17,30

Deteksi Dini

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,


KNF disebabkan oleh multifaktor yaitu infeksi virus
EB, pengaruh faktor lingkungan, ras (genetik), dan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Lab/SMF THT FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 1998. Referat

11. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A.


Nasopharyngeal Carcinoma in
Ciptomangunkusumo General Hospital. In :
Tjokronegoro A. et al. Eds. Cancer in Asia
Algoritma Skrining Karsinoma Nasofaring31 Pacific. Vol 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 1988 : 499-513

12. Data Pasien Onkologi di Bagian/SMF Ilmu


DAFTAR PUSTAKA Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Hasan Sadikin.
2005-2009. Bandung.

1. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher 13. Razak ARA, Siu LL, Liu FF, Ito E, O’Sullivan
Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS. B, Chan K. Nasopharyngeal Carcinoma: The
Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – Next Challenges. European Journal of Cancer.
31 Desember 2005. 2006. 2010;46(11):1967-78.

2. Attar E, Dey S, Hablas A, Seifeldin IA, Ramadan 14. Dewi YA. Karsinoma Nasofaring. Bandung:
M, Rozek LS, et al. Head and Neck Cancer in a Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
Developing Country: A Population-based THT-KL; 2010.
Perspective Across 8 Years. European Journal of
Cancer. 2010;46(8):591-6. 15. Fles R, Wildeman MA, Sulistiono B, Haryana
SM, Tan IB. Knowledge of General Practitioners
3. Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. About Nasopharyngeal Cancer at the Puskesmas
Principles and Practice of Head and Neck in Yogyakarta, Indonesia. BMC Medical
Oncology. London and New York: Martin Dunitz; Education. 2010;10(1):1-6.
2003.
16. Head and Neck Cancer : Question and Answer.
4. Shah JP. Atlas of Clinical Oncology Cancer of National Cancer Institute; 2005 [cited 2010 02
the Head and Neck. Hamilton, London: BC 12]; Available from:
Decker Inc; 2001. http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/Site
s-Types/head-and-neck.
5. Karsinoma Nasofaring. 2009 [cited 2010 01 12];
Available from: 17. Hasselt CAV, Gibb AG. Nasopharyngeal
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma Carcinoma. Hong Kong and London: The
-nasofaring.html. Chinesse University Press, Greenwich Medical
Media LTD.; 1999.
6. Munir D. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU
press; 2009. 18. Standring S. Gray's Anatomy - The Anatomical
Basis of Clinical Practice. London: Elsevier;
7. Cao S, Simons M, Qian C. The Prevalence and 2008.
Prevention of Nasopharyngeal Carcinoma in
China. Pubmed. 2011;30(2):114-9. 19. Ren ZF, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD,
Fenga QS, et al. Effect of Family History of
8. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Cancers and Environmental Factors on Risk of
Z, et al. Epidemiological Trends of Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong,
Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian China. ScienceDirect - Cancer Epidemiology.
Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32. 2010;34(4):419-24

9. Dharishini P. Gambaran Karakteristik Penderita 20. Jia W, Luo X, Feng B, Ruan H, Bei J, Liu W, et
Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum al. Traditional Cantonese Diet and
Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember Nasopharyngeal Carcinoma Risk: a Large-Scale
2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Case-Control Study in Guangdong, China.
Pubmed. 2010;10:446.
10. Hadi W. Aspek Klinis dan Histopatologis
Karsinoma Nasofaring di Lab/SMF THT FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1997.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


21. Wee J, Ha T, Loong S, Qian C. Is
Nasopharyngeal Cancer Really a "Cantonese
Cancer"? Pubmed. 2010;29(5):517-26.

22. Friborg J, Yuan J, Wang R, Koh W, Lee H, Yu


M. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol
Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas
in Singapore Chinese. Pubmed.
2007;109(6):1183-91.

23. Thompson MP, Kurzrock R. Epstein-Barr Virus


and Cancer. American Association for Cancer
Research. 2004 February 1;10:803-21.

24. Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery


- Otolaryngology. Texas, Pennsylvania:
Lippincott Williams and Wilkins; 2006.
25. Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
Pathology. Philadelphia: Mosby; 2004.

26. Surarso B. Tanda dan Gejala Klinis Karsinoma


Nasofaring. Surabaya: THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.
Soetomo2009.

27. Hawke M, Bingham B, Stammberger H,


Benjamin B. Diagnostic Handbook of
Otolaryngology: Martin Dunitz.

28. King AD, Bhatia KSS. Magnetic Resonance


Imaging Staging of Nasopharyngeal Carcinoma
in the Head and Neck. World Journal of
Radiology. 2010;2(5):159-65.

29. Lee KJ, editor. Essential Otolaryngology Head


and Neck Surgery. 9 ed. Connecticut: McGraw-
Hill; 2008.

30. Xu T, Hu C, Wang X, Shen C. Role of


Chemoradiotherapy in Intermediate Prognosis
Nasopharyngeal Carcinoma. European Journal of
Cancer. 2011;47(5):408-13.

31. Guidelines on Cancer Prevention, Early Detection


& Screening Nasopharyngeal carcinoma (NPC).
The Hong Kong Anti-Cancer Society. 2008.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


SUMBATAN JALAN NAFAS dan
BAGIAN
thoraksATAS
atau pada pasien dengan insufisiensi paru-
paru kronik. Trakeostomi terapeutik diindikasikan

Sumbatan jalan napas bagian atas yang


merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang THT
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan antara lain untuk setiap kasus insufisiensi respirasi karena
kelainan kongenital, benda asing, infeksi, trauma, hipoventilasi alveoli, untuk mengeluarkan sekret atau
paralisis plika vokalis, dan tumor. Gejala klinis dari untuk keperluan pemasangan alat bantu pernafasan.
sumbatan jalan nafas ini bervariasi tergantung berat Tindakan trakeostomi mempunyai sejarah yang
ringannya sumbatan yang terjadi gejala klinisnya panjang dimaa Mc Clelland percaya terdapat 5 periode
seperti dispnea, pernapasan cuping hidung, disagia, dalam perkembangan dan penerimaan tindakan
stridor inspiratoar, suara serak atau parau, retraksi otot trakeostomi. Periode I, Asclepiades yang lahir sekitar
pernapasan (suprasternal, supraklavikula, interkostal, tahun 124 SM merupakan orang yang pertama
epigastrik) dan takikardia disertai kelelahan. Bila melakukan trakeostomi ini. Keberhasilan tindakan ini
gejala menghebat penderita tampak gelisah kehilangan dicatat oleh Brasallova pada tahun 1546, pada kasus
orientasi, pucat, sianosis, dan akhirnya menjadi lemah. Ludwig Angina. Periode II, antara tahun 1546-1833,
Infeksi pada saluran napas atas termasuk dimana pada masa ini tindakan trakeostomi sangat
infeksi laring akut dan kronis dapat berlanjut menjadi ditakuti karena tingginya angka kegagalan. Periode III,
suatu obstruksi jalan nafas. Infeksi laring ini dapat dipopulerkan oleh Chevallier Jackson, 1921, yang
diderita oleh semua tingkatan usia. berdasarkan kondisi mengemukakan teknik-teknik modern untuk
anatominya, infeksi laring pada anak lebih trakeostomi dan menentang dilakukanya insisi pada
menimbulkan masalah dibandingkan orang dewasa. kartilago krikoid atau cincin trakea pertama untuk
Penyebab tersering untuk obstruksi jalan mengurangi angka komplikasi yang tinggi akibat
napas karna infeksi pada laringo-trakeo-bronkitis akut. stenosis subglotik latrogenik. Pada masa ini indikasi
Kondisi ini timbul paling banyak pada anak anak. trakeostomi adalah sumbatan jalan nafas bagian atas.
Obstruksi disebabkan oleh edema mukosa laring, Periode IV, dimulai tahun 1932, saat Wilson dan
trakea, dan bronkus, dan juga oleh sekret yang kental. Galloway mengemukaan bahwa koreksi jalan nafas
Serak, batuk kering, stridor, dispne, kelelahan dan dapat dilakukan pada kasus-kasus seperti poliomielitis,
demam dapat timbul bila penyakit bertambah berat. cedera kepala dan dada yang beat, intoksikasi
Peningkatan frekuensi pernapasan dan retraksi barbiturat dan pasca operasi. Periode V, mulai tahun
suprasternal selama inspirasi merupakan tanda yang 1960, dimana indikasi trakeostomi berkenbang untuk
harus diwaspadai oleh dokter untuk melakukan mengatasi akumulasi sekret dan kegagalan
trakeostomi. hipoventilasi. Saat ini trakeostomi lebih
Tindakan trakeostomi selain itu untuk dipertimbangkan dibandingkan intubasi endotrakea
menyelamatkan nyawa pasien juga untuk memperbaiki untuk pemakaian jangka panjang yaitu lebih dari 72
keadaan umum pasien. Dengan tindakan trakeotosmi jam hingga 96 jam untuk orang dewasa dan 6 hari
diharapkan oksigeniasi ke jaringan lebih baik. untuk anak-anak.
Sehingga pasien menjadi lebih tenang dan dapat
melanjutkan pengobatan selanjutnya. Diharapkan para Indikasi
dokter khususnya dibidang THT dapat melakukan Tindakan trakeostomi terutama dilakukan
trakeostomi dengan terampil dan aman untuk dalam usaha mencegah terjadinya asfiksia yang
menyelamatkan jiwa pasien dan dapat menghindari disebabkan oleh adanya obstruksi laring dan sering
berbagai komplikasi semaksimal mungkin. berakhir dengan kematian. Tindakan ini merupakan
pembebasan jalan napas sehingga diharapkan aliran
Definisi dan Sejarah udara ke paru-paru dapat lancar kembali sehingga
Trakeotomi dan trakeostomi merupakan istilah keadaan asfiksia dapat dicegah. Obstruksi laring
yang sering digunakan untuk pembukaan dinding merupakan gangguan tersering dari jalan nafas
anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat terutama keadaan yang menyebabkan penyempitan
sementara. Trakeotomi adalah suatu insisi yang dibuat ritma glotis. Gejala yang timbul tergantung dari tingkat
pada trakea, sedangkan trakeostomi merupakan penyempitna ritma glois, kausa dan lokasi
tindakan membuat stoma yang selanjutnya diikuti obstruksinya.
dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat Menurut Jackson gejala obstruksi saluran nafas atas
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas (laring) dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
bagian atas. Trakeostomi permanen merupakan  Stadium I : adanya retraksi pada fosa suprasternal
tindakan menjahit stoma permanen ke mukosa trakea yang ringan dan penderita dalam keadaan tenang
setelah laringektomi. Trakeostomi elektif dilakukan  Stadium II : retraksi pada fosa suprasternal lebih
apabila diduga akan dilakukan timbul problem dalam disertai retraksi epigastrium dan penderita
pernapasan dalam periode pasca operasi leher, kepala mulai tampak gelisah

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


 Stadium III : retraksi pada fosa suprasternal, supra jalan nafas, trakeostomi juga mempunyai beberapa
dan infra klavikula, interkostal dan penderita lebih fungsi seperti:
gelisah 1. Menurunkan ‘anatomical dead space’pada saluran
 Stadium IV : seperti stadium III disertai pucat dan trakeobronkial
tampak cemas. Frekuensi pernafasan makin cepat 2. Menurunkan resistensi aliran udara sehingga bisa
yang kemudian makin melambat dan akhirnya meningkatkan efektivitas ventilasi alveolar
berhenti 3. Perlindungan terhadap terjadinya aspirasi
Secara garis besar terdapat tiga kelompok dasar 4. Memungkinkan penderita menelan tanpa terjadinya
indikasi untuk melakukan trakeostomi, yaitu: apneu
5. Memudahkan pembersihan trakea
Obstruksi saluran nafas bagian atas 6. Sebagai jalan untuk pemberian obat-obatan dan
a. Obstruksi oleh tumor di trakea bagian atas, esofagus, humidifikasi saluran trakeobronkial
laring, faring dan kelenjar tiroid, seperti pada 7. Menurunkan tekanna batuk, yang diperlukan pada
tumor pada stadium lanjut dan edema setelah beberapa kasus neurologi dan post operasi
radioterapi atau operasi
b. Kelumpuhan (paralisis) pita suara bilateral Kontra Indikasi
c. Lesi laring kongenital seperti pada stenosis subglotis, Tindak ada kontra indikasi mutlak untuk
laringeal web, hipoplasia atau displasia laring dan tindakan trakeostomi. Untuk kasus-kasus tertentu yang
anomali trakeosofageal. tidak emegensi misalnya tumor subglotis, tindakan
d. Trauma yang menyebabkan fraktur atau luka pada trakeostomi bisa ditangguhkan. Dalam hal ini
laring dan trakea, inhalasi panas trakeostomi sebaiknya dilakukan pada saat atau dekat
e. Trauma maksilofasial dengan kerusakan luas tulang dengan waktu laringektomi. Hal ini untuk menghindari
dan jaringan lunak seperti pada Le Fort II-III, kemungkinan tumor mencapai stoma.
fraktur multipel mandibula dan maksila disertai
perdrahan. Keuntungan Trakeotomi
f. Benda asing pada saluran nafas bagian atas a. Membebaskan jalan nafas dari obstruksi yang
g. Penyakit inflamasi pada laring, trakea, faring, dan ada diatas lubang yang dibuat di trakea
lidah seperti angina Ludwig, epiglotis akut, croup b. Mengurangi dead space pada cabang
viral dan lain-lain trakeobronkial, sehingga jumlah udara yang tidak
h. Sleep apneu syndrome (SAS) diperlukan pada saat inspirasi dan ekspirasi pada
tiap kali berbafas akan berkurang
1. Insufisiensi ventilasi akibat penumpukan sekret c. Usaha untuk mengatasi kesulitan bernafas
a. Batuk yang tidaka dekuat akibat operasi di berkurang, sehingga kerja otot pernapasan lebih
perut dan dada ringan
b. Bronkopneumonia d. Cabang bronkial akan lebih mudah diaspirasi
c. Muntahan dan aspirasi isi lambung e. Cabang bronkial terlindung dari penghisapan dari
d. Luka bakar wajah, leher dan cabang bronkus isi faring
e. Keadaan yang mengakibatkan koma seperti f. Penderita dapat lebih bebas untuk bernafas
pada DM, uremia, septikemia, hepatic failure
Kerugian Trakeostomi
2. Sindrom hipoventilasi aleveoli a. Filtrasi udara tidak sempurna, sehingga
1. Obstruksi paru-paru kronik (PPOM) yang kemungkina terkena infeksi kuman lebih besar
disertai hipoventilasi alveoli seperti pada b. Humidifikasi kurang sempurna
bronkhitis kronis, emfisema, bronkiektasi dan c. Menimbulkan jaringan-jaringan parur di leher
asma d. Dapat timbul komplikasi yang tidak diinginkan,
2. Depresi pernafasan sekunder karena keracunan seperti perdarahan, emfisema subkutan,
obat dan makanan pneumototaks dan sebagainya,
3. Tertekannya dinding dada akibat flail chest, patah
tulang iga dan emfisema akibat pembedahan Jenis-Jenis Trakeostomi
4. Paralisis dinding dada 1. Menurut letak stoma :
5. Eklamsia  Trakeostomi letak tinggi
6. Cedera kepala dan dada yang berat Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
7. Emboli udara dan lemak cincin trakea 1, di sebelah atas isthmus tiroid
8. Koma pasca operasi bedah saraf sebagai patokan. Cara ini mempunyai resiko
9. Penyakit-penyakit SSP seperti, stroke, ensefalitis, seperti :
Gullian Barre Syndrome, poliomielitis dan tetanus - Kemungkinan mengenai plika vialis lebih
Pada keadaan-keadana diatas, trakeostomi besar
dilakukan dengan menilai beat ringanya gangguan - Dapat terjadi stenosis laring
pernapasan yang terjadi. Selain untuk membebaskan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


- Insisi pada cincin trakea 1 dapat  Catgut untuk ligasi
menyebabkan perikondritis trakea  Spuit hipodermik, untuk anestesi lokal
 Pita linen, kasa pembalut, plester
 Trakeostomi letak tengah  Aspirator listrik, kateter karet
Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
bagian yang ditutupi isthmus tiroid, pada B. Metode dan Pelaksanaan
cincin trakea III-IV. Merupakan cara yang Pre Trakeostomi
paling banyak dipakai karena relatif paling Sebelum melakukan tindakan trakeostomi, operator
aman harus menjelaskan kepada penderita tentang
tindakanyang akan dilakukan dengan segala resikonya
 Trakeostomi letak rendah sehingga dalam hal ini perlu informed consent seperti
Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada tindakan bedah lainya.
bagian bawah isthmus tiroid. Jenis ini sangat
jarang dilakukan karena : Anestesi
- Merupakan daerah yang aling banyak Biasanya dilakukan anestesi lokal, yaitu dengan
mengandung pembuluh darah besar infiltrasi novokain (xylocain, lidokain) 2% atau
sehingga sangat berbahaya prokain 1% dengan atau tanpa epinerfin ke jaringan
- Letak trakea daerah ini terlalu dalam intra dan subkutan pada linea mediana leher setinggi
- Bila kanul lepas, sulit untuk dilakukan batas kartilagi tiroidea menelusur ke bawah sampai
reinsersi batas bawah isthmus tiroid. Pada anak kecil, anestesi
- Kemungkinan terjadinya emfisema lokal kurang memuaskan, sebaiknya dilakukan narkose
mediastinum lebih besar umum yang ringan atau bila ahli anestesinya telah
- Ujung kanul dapat melewati karina, berpenglaman dapat dilakukan pemasangan
sehingga dapat menimbulkan laserasi endotrakeal tube sehingga palpasi trakea lebih mudah.
dinding bifurkasio
- Jarak antara stoma dan kulit terlalu jauh Posisi Penderita
sehingga janul mudah tertarik keluar Pasien berbaring terlentang dengan bagian kai lebih
rendah 30 derajat guna menurunkan tekanan vena
2. Menurut Saat Melakukannya sentral pada vena-vena leher. Suatu selimut terlipat
 Trakeostomi Emergensi atau bantal ditempatkan diantara skapula agar leher
Merupakan tindakan trakeostomi untuk cukup terekstensi sehingga trakea lebih mudah dicapai.
mengatasi keadaan gawat darurat dengan Agar ekstensi kepala dan kelurusan trakea terjaga
waktu yang sangat mendesak, karena bila selama tindakan, dimana tangan kanan asisten
tidak segera dilakukan trakeostomi akan memegang dahi dan tangan kiri pada oksiput.
membahayakan jiwa pasien. Dilakukan tanpa
harus dengan persiapan yang lengkap dan tak Metode Digby
harus di kamar opeasi. Metode ini dilakukan pada trakeostomi elektif dengan
urutan:
 Trakeostomi Elektif  Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah
Merupakan tindakan trakeostomi yang leher depan dan sekitarnya
terencana, sehingga persiapan dapat dilakukan  Dilakukan anestesi infiltrasi di daearh operasi
dengan lebih sempurna, termasuk persiapan  Dilakukan insisi kulit sampai otot plastima secara
alat dan bila memungkinkan dilakukan di vertikal (di garis mediana, mulai dari batas atas
kamar operasi kartilagi krikoid smpai 4-6 cm kebawah) atau
horisontal (2 cm di bawah kartilago krikoid
Teknik Operasi sepanjang 5 cm)
A. Persiapan Alat  Fascia dipisahkan dengan hemostat secara tumpul
 Trakea kanul dengan ukuran yang sesuai untuk vertikal
pasien  Fascia disisihkan ke lateral dengan retraktor kecil
 Skalpel, klem  Perdrahan diklem atau diligasi
 Bisturi lengkung  Dilakukan diseksi secara tjam atau tumpul sampai
 Tenaklumum model Chevalier Jackson terlihat Fascia pretrakealis
 Retraktor kecil, dua buah  Isthmus tiroid bila perlu dipotong atau diligasi
 Trousseau dilator  Dilakukan palpasi trakea berulang-ulang selam
 Klem hemstat, enam buah adiseksi atau insisi untuk memastikan arah diseksi
 Gunting tajam, untuk diseksi  Memastikan trakea, dilakukan aspirasi udara
 Jarum kecil, untuk ligasi dan jahitan kulit trakea
 Needle holder
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


 Dilakukan anestesi infiltrasi transtrakea untuk Walaupun tindakan trakeostomi berjalan lancar,
mencegah spasme batuk hebat setelah insisi cincin hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah
trakea perawatan selanjutnya selama kanul masih terpasang.
 Dengan skalpel yang dipegang seperti memegang Perawatan yang kurang adekuat dapat menyebabkan
pinsil, dilakukan insisi vertikal melalui cincin kematian terutama pada bayi dan anak.
trakea II dan III, bila perlu IV. Hindari cincin I,
karena bisa menimbulkan stenosis Humidifikasi
 Tepi luka cincin trakea III dijepit dengan hemostat Humidifikasi atau pengaturan kelembaban udara
dan digunting melingkar sehingga terbentuk stoma penting untuk mencegah trakeitis atau krusta. Trakeitis
 Asisten melakukan penghisapan sekret via stoma atau krusta dapat terjadi karena udara inspirasi masuk
dan menjaga slang oksigen tetap terpasang di kedalam saluran pernafasan tanpa filtrasi yang
hidung selama operasi dan memindahkan ke depan sempurna, sehingga menyebabkan gangguan aktivitas
stoma bila trakea telah terbuka dari silia mukosa bronkus serta gangguan irama silia
 Kanul trakea dipasang, balon dikembangkan untuk mengeluarkan sekret/partikel dari saluran
(kalau ada) pernafasan. Akibatnya sekresi mukus berkurang dan
 Dipasang gaas steril yang telah dibasahi antiseptik dapat terjadi metaplasia dari epitel skuamosa trakea
yang akhirnya membentuk krusta. Karena epitel
antara sayap kanul dan kulit
mukosa tidak bisa melakukan proteksi terhadap kuman
 Kanul difiksasi dengan pita dililitkan di leher
yang masuk, dapat terjadi trakeitis
Insisi horizontal mempunyai keuntungan kosmetik,
Humidifikasi dapat dilakukan dengan nebulizer
tetapi mempunyai beberapa kerugian, misalnya :
atau alat yang berbentuk kancing yang diletakan di
 Kulit dapat terlipat akibat terdorong kanul kearah
deoan kanul. Bila sekret yang timbul menjadi keras
dalam atau kering sehingga terbentuk krusta dapat diteteskan
 Sering terjadi penumpukan sektret pada lipatan NaCl 0,9% steril sampai 2 cc dengan atau tanap Na.
insisi kulit bagian bawah Bikarbonat.
 Ujung kanul sering menekan dinding depan trakea
sehingga mudah terjadi granulasi, nekrosis, Penghisapan Sekret
stenosis atau perdarahan Untuk menjaga kebersihan kanul, trakea dan bronkus
 Lapang pandang operasi lebih sempit dibanding dari sekret yang timbul, maka diperlukan penghisapan
insisi vertikal dari sekret tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan tindakan ini adalah :
Metode Chevalier Jackson  Mencuci tangan sebelum melakukan penghisapan
Cata ini dilakukan pada trakeostomi emergensi  Usahakan memisahkan kateter hidung dan kateter
sehingga alat-alat yang disiapkan tidak harus lengkap. trakea
Bila tak ada pisau bisa digunakan pisau biasa dan  Lakukan penghisapan dengan hati-hati
kanul pun dapat diganti dengan slang dari karet.  Gunakan konektor Y sehingga lebih nyaman bagi
Walaupun tindakan trakeostomi ini dapat dilakukan
penderita
dimana saja, jangan lupa untuk melakukan tindakan a
 Lakukan penghisapan selama 15 detik atau kurang
dan antiseptik semaksimal mungkin. Uritan-uturannya
setelah insersi kateter ke trakea bagian distal
adalah sebagai berikut :
sambil diputar dan ditarik
 Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah lehr
bagian depan dan sekitarnya
Penggantian Kanul
 Ibu jari dan jari tengah tangan kiri menekan m.
Pada kanul metal ada kalanya sekret atau krusta sulit
Sternokleidomastoideus pada kedua sisinya untuk dibersihkan, maka perlu dipertimbangkan untuk
melindungi pembuluh darah dan sekaligus mengganti kanul dengan yang bersih. Sekarang banyak
menfiksir kartilago laring dan trakea dipergunakan kanul dari bahan Polyvynil Chlorida dan
 Dengan skalpel dibuat insisi di linea madiana, karet silikon, karena mempunyai keuntungan seperti :
vertikal mulai dari kartilago krikoid sampai  Sedikit menimbulkan reaksi jaringan
isthmus tiroid dan tampak trakea  Sedikit menimbulkan ulserasi bila digunakan
 Dengan telunjuk sebagai penuntun, cincin trakea
bersama respirator
II-IV dipotong vertikal  Monitoring lebih mudah karena tidak memakai
 Dibantu tangkai skalpel, celah insisi trakea
kanul dalam
dilebarkan sehingga kanul dapat masuk  Panjang kanul dapat disesuaikan dengan keperluan
 Bila ada perdarahan, dilakukan ligasi
Walaupun demikian, kanul non logam ini mempunyai
 Dipasang gaas steril antara sayap kanul dengan kerugian yaitu tidak bisa disterilkan dengan “Ethilen
kulit dan kanul difiksasi dengan pita Oxyde”, sebab zat yang dihasilkan akibat reaksinya
yaitu ethilen glikon dan ethilen chloride dpat
C. Perawatan Pasca Trakeostomi menyebabkan kerusakan mukosa yang berat. Jadi

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


untuk mendapatkan perawatan yang adekuat, perlu  Pneumomediastinum, timbul karena peresapan
diperhatikan hal-hal dibawah ini : udara melalui luka atau karena batuk, sehingga
 Harus ada perawat khusus yang mendampingi udara di jaringan servikal turun diantara lapisan-
pasien. Bila tidak memungkinkan sebaiknya lapisan mediastinum. Hal ini dapat dicegah dengan
penderita ditempatkan dekat kamar perawat jaga membungkus luka yang terbuka.
 Karena tidak bisa berbicara atau suaranya tidak Pneumomediastinum dapat menyebabkan
bisa keras, penderita dapat diberi alat bantu robeknya pleura parietalis, sehingga timbul
komunikasi seperti bel atau alat tulis tension atau simplwe pnemothotax
 Bagian dalam kanul harus dibersihkan secara  Pneumotoraks, walaupun kasusnya jarang, tetapi
berkala. Ada penderita yang melakukannya setiap harus tetap diwaspadai khususnya pada anak. Pada
30 menit sekali, tetapi ada juga yang anak-anak, kupula pleura letaknya lebih tinggi
membersihkannay bila dirasakan perlu saja. sehingga udara bisa merambat ke kavum pleura
Sangat diharapkan pada pasien dengan pada trakeostomi letak rendah. Hal ini dapat
trakeostomi jangka panjang untuk mempunyai dicegah dengan endotrakeal tube. Terapinya
kanul cadangan, sehingga saat dekanulasi untuk dengan memasang “chest tube” secara “water seal
pembersihan, dapat langsung diinsersi dengan drainage”
kanul yang lain. Hal tersebut dilakukan untuk  Cedera kartilago krikoid, terjadi karena
mencegah menutupnya stoma saat kanul trakeostomi letak tinggi, dicegah dengan
dibersihkan. melakukan trakeostomi dibawah level isthmus
tiroid.
D. Komplikasi  Trakeitis dan trakeobronkitis, sering terjadi pada
Sebagai akibat dari tindakan trakeostomi, dapat bayi karena asfiksia udara via kanul tidak
terjadi komplikasi yang saat menurut terjadinya dibagi mengalami humidifikasi yang sempurna. Bisa
atas : dicegah dengan humidig=fikasi dan nebulizer
Komplikasi segera: terjadi dalam waktu 24 jam sehubungan dengan trakeal collar
pertama setelah trakeostomi, yaitu:  Fistula trakeo-esofageal, disebabkan diseksi yang
 Apneu, terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia terlalu dalam sehingga terjadi penetrasi pada otot
dari respirasi. Pada pasien hipoksia berat yang di- bagian posterior trakea
trakeostomi, mulanay pasien masih bernafas  Paralise n. Laringeus rekuren, terjadi karena
dengan benar untuk 1-2 kali, lalu terjadi apneu. diseksi terlalu ke lateral, dapat dicegah dengan
Hal tersebut terjadi akibat denervasi fisiologis dari diseksi di median dan menfiksasi trakea di tengah
kemoreseptor perifer karena peningkatan p CO2 atau memasang endotrakeal tube
tiba-tiba dari udara pernafasan  Aspirasi
 Perdarahan, terjadi bila hemostasis saat  Malposisi kanul, terjadi karena ikatan kanul
trakeostomi tidak sempurna serta dipengaruhi kurang tegang atau karena ukuran kanul kurang
naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah panjang, sehingga bisa menggeser kanul terutama
tindakan operasi dan peningkata tekanan vena bila kepala fleksi. Kanul yang terlalu panjag dapat
karena batuk. Perdarahan yang terjadi biasanya menyebabkan cedera dinding anterior trakea atau
tidak berbahaya, cukup diatasidg pembalutan gaas karia, ulserasi dan obstruksi partial trakea, ruptur
steril sekitar kanul. Bila tidak berhasil harus a. inominata dana telektasis satu sisi paru-paru
dilakukan ligasi dengan meleps kanul karena kanul masuk ke bronkus sebelahnya.
 Trauma struktur sekitar luka operasi, dapat Komplikasi ini sering terjadi dan bisa dicegah
disebabkan oleh diseksi yang terlalu dalam yang dengan pemilihan ukuran kanul yang sesuai dan
dapat mengenai esofagus, n. Laringeus rekuren evaluasi rradiologis
atau kupula pleura. Untuk mengatasi hal tersebut,  Aerophagia, komplikasi ini sering terjadi pada
dapat dipasang endotrakeal tube sebelum anak dan bayi, serta bisa menyebabkan dispneu
trakeostomi, terutama pada anak-anak. menetap dan kematian. Diperlukan tindakan
 Emfisema subkutan, biasanya terjadi sekitar dekompresi dengan pemasangan NGT
stoma, tetapi bisa juga meluas ke daerah muka dan  Obstruksi kanul, biasanya oleh sumbatan sekret
dada atas.hal ini terjadi karena terlalu rpatnya atau darah beku karena perawatan yang kurang
jahitan luka insisi sehingga udara yang adekuat. Bila penghisapan sekret tidak
terperangkap didalamnya dapat masuk ke jaringan menghilangkan gejala obstruksi, maka merupakan
subkutan pada saat batuk atau karena terlalu indikasi untuk penggantian kanul.
sempitnya lubang pada fascia pretrakeal sekitar
kanul. Untuk mengatasinya dilakukan “multiple Komplikasi kemudian
puncture” dan longgarkan semua jahitan untuk  Perdarahan yang terhambat, timbul karena terjadi
mencegah komplikasi lebih lanjut seperti erosi pembuluh darah seperti a. inomita atau a.
pneumomediastinum dan pneumotoraks thyroidea superior dan inferior, akibat tekanan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


ujung kanul pada trakea yang menyebabkan pada cincin trakea diatasnya dan dinding posterior.
nekrosis. Bila hal ini terjadi, lakukan brknkoskopi Hal ini menyebabkan hilangnya rigiditas trakea.
untuk melihat penyebabnya dan erosi dijahit lewat  Dekanulasi yang sulit, merupakan komplikasi
m,edian sternotomi. Untuk pencegahan, lakukan yang tersering pada anak-anak, biasanya sekunder
insisi yang adekuat, hindarkan melakukan dari faktor psikis dan organis karena pemakaian
trakeostomi letak rendah, gunakan kanul palstik kanul yang terlalu lama. Penyebab sulitnya
atau silikon. Perhatikan tindakan aseptik saat dekanulasi karena:
melakukan trakeostomi dan perawatan pasca a. Anak terbiasa dengan resistensi jalan nafas
trakeostomi yang adekuat yang kurang karena trakeostomi menurunkan
 Stenosis trakea, menimbulkan gejala seperti dead space
stridor, biasanya terlambat yaitu setelah b. Anak cenderung melupakan refleks apneu
stenosisnya hebat. Sering terjadi pada anak-anak, selama deglutasi sehingga dapat menyebabkan
karena kartilagi krikoid terpotong pada saat aspirasi
melakukan trakeostomi letak tinggi. Hal ini c. Terjadi kolaps trakea
menimbulkan jaringan granulasi dan defek yang d. Kesalahan prosedur dan perawatan pasca
besar serta obstruksi laring. Disamping penyebab trakeostomi
diatas ada faktor predisposisi seperti ulserasi e. Pemakaian kanul yang tidak sesuai
mukosa, kerusakan dan absorbsi kartilago yang f. Paralise n. Laringeus rekuren
bisa menimbulkan kontraktur sekitar cuff kanul g. Pemakaian endotrakeal tube yang terlalu lama
serta pemakaian obat steroid yang dpat
menyebabkan infeksi. Untuk mengatasi stenosis E. Dekanulasi
dpat dilakukan reseksi daerah stenosis dilanjutkan Sebelum dilakukan dekanulasi, harus dipastikan
anastomosis end to end bahwa pasase udara melalui rima glotis berjalan lancar,
 Fistul trakea-esofageal, disamping karena insisi untuk itu perlu dilakukan laringoskopi. Sebaiknya
yang terlau dalam bisa juga karena insisi ujung dekanulasi dilakukan secepat mungkin dan secara
kanul kearah posterior trakea dan dinding anterior berthap, yaitu lumen kanul ditutupi dengan gabus kecil
esofagus. Hal ini bisa menyebakan aspirasi isi yang setiap hari diperbesar sampai menutup seluruh
lambung sehingga bisa terjadi pneumonitis. lumen. Bila yakin pasien tidak sesak, maka kanul dapat
Penutupan fistel secara spontan sulit diharapkan dicabut dan luka operasi ditutup dengan gaas steril
sehingga diperlukan tindakan operatif dengan setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi dengan atau
membuat rotation flap dari otot untuk menutup tanpa penjahitan luka.
bagian yang terbuka.
 Disphagia, diperkirakan terjadi karena adanya Penyakit dekanulasi
hambatan langsung jugulo mandibular refleks  Kondisi yang memerlukan trakeostomi yang
pada saat menelan, yang disebabkan oleh fiksasi menetap
trakea ke kulit dan strap muscle oleh kanul, yang  Dislokasi dinding trakea
dikelilingi oleh derah fibrosis, sehingga otot  Jaringan granulasi sekitar stoma
suprahloid terganggu.  Edema mukosa laring
 Fistula trakeokutaneus, disebabkan adanya  Perasaan tergantung pada trakeostomi
epitelialisasi, mengakibatkan gangguan penutupan  Tindak mampu menyesuaikan diri dengan bernfas
dari stoma, sehingga diperlukan tindakanoperasi biasa
plastik  Stenosis subglotis
 Infeksi, biasanya merupakan infeksi sekunder dari  Trakeomalasia
perawatan yang kurang adekuat seperti  Ganguan pertumbuhan laring
penghisapan dan humidifikasi
 Malposisi kanul, dapat menimbulkan obstruksi Dekanulasi pada anak-anak memerlukan
total sehingga dapat menyebabkan kematian. penanganan yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu
 Henti jantung, akibat sekunder dari efek hipoksia dalam hal:
dan asidosis.  Tempat dekanulasi harus di kamar operasi,
 Jaringan parut, terjadi pada insisi vertikal dan dilakukan oleh ahli THT yang didampingi oleh
trakeostomi lama. Dapat berupa perlengketan kulit perawat terlatih dan ahli anestesi
ke trakea, sehingga mengganggu gerakan trakea.  Peralatan reintubasi harus telah disiapkan
Diperlukan tindakan operatif untuk mengatasinya.  Observasi pasca dekanulasi dilakukan sampai
 Trakeomalasia, biasanya terlokalisir, meliputi beberapa jam dan bila perlu dilakuka pemeriksana
daerah superior dari sayatan trakea. Dapat terjadi kadar gas darah
karena ukuran kanul yang terlalu besar serta  Evaluasi diagnostik harus dilakukan bila ada
bersudut tjam, menyebabkan gesekan tekanan kesulitan dekanulasi

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


F. Perawatan Trakeostomi di Rumah sambil memasukan jari telunjuk diantara tali
Merawat pasien dengan trakeostomi dalam jangka ikatan dan leher.
waktu lama di rumah sakit tidak hanya mahal tapi juga  Menganti kanul trakeostomi, pada umumnya
mubazir dan menjauhkan mereka dari lingkungan cukup dilakukan satu kali sminggu, tetapi apabila
keluarga. Pasien dengan trakeostomi, khususnya anak- krusta cepat terbentuk sehingga dapat menyebakan
anak seharusnya dirawat di rumah. Para orang tua dan obstruksi lumen kanul, diperlukan penggantian
keluarga yang lainnya dapat diajarkan merawat pasien yang lebih sering. Pada saat penggantian kanul,
dengan trakeostomi. Merupakan tanggung jawab perlu diperhatikan :
dokter dan perawat untuk mempersiapkan orang tua a. Harus dilakukan oleh dua orang dewasa
atau keluarga lainya, sehingga mereka menjadi percaya b. Pencahayaan yang cukup
diri dalam merawat pasien dengan trakeostomi. c. Kanul cadangan dan alat penghisap harus
sudah disediakan
Nasehat bagi keluarga pasien dengan trakeostomi d. Stoma dibersihkan terlebih dahulu sebelum
Reaksi orang tua au keluarga lainnya kanul diganti
sehubungan dengan trakeostomi ini bermacam-macam,  Fisioterapi dada
dijelaskan pada mereka bahwa perasan-peasaan seperti  Deteksi dan penanganan komplikasi :
itu adalah wajar. Harus ada komunikasi dua arah mulai a. Infeksi saluran nafas
dari perasaan marah, tidak percaya diri, bersalah b. Resusitasi
sampai yang bisa menerima dan mengerti. Perlu arah  Membersihkan dan sterlisasi perlengkapan, untuk
antara pasien dengan keluarga lainnya dan kesadaran alat yang terbuat dari bahan non metal cukup
akan kenyataan yang dihadapi, sehingga mereka dicuci dengan air sabun hangat, sementara yang
menjadi lebih percaya diri. terbuat dari metal dapat disterilkan dengan
“autoclav” atau direbus.
Latihan Perawatan di Rumah  Masalah lain yang berhubungan dengan
Latihan perawatan di rumah telah dapat trakeostomi:
dimulai sebelum tindakan trakeostomi dilakukan, a. Disiplin, kesiapan alat penghisap, pasien
seperti memberi penjelasan tentang anatomi dan fungsi jangan ditinggal sendirian
laring. Perlu diberi pengertian tentang : b. Belajar berbicara dan berbahasa
 Sebab-sebab mengapa dilakukan tindakan c. Gaas yang menutupi kanul
trakeostomi d. Makan, minum dan bermain, mandi serta
 Bahwa trakeostomi dapat mengembalikan mencuci rambut.
sebagian dari fungsi laring
 Udara pernapasan melalui kanul tidak cukup
hangat, lembab dan tidak tersaring dengan baik.
Supaya orang tua dapat dengan cepat mempelajari
perawatan trakeostomi, mereka harus menyediakan DAFTAR PUSTAKA
banyak waktu sg seluruh program pendidikan bisa
mereka ikuti, mulanya mereka diajak untuk 1. Ballanger, J.J. : Diseases of the Nose, Throat, Ear,
mengamati, kemudian mengerjakan dibawah Head and Neck. 13th ed. Philadelphia, Lea &
pengawasan, sampai akhirnya mereka dapat Febiger. 1985. page 424-434, 511-539.
melakukanya sendiri. Para orang tua diberi
pengetahuan tentang: 2. Boies : Fundamental of Otolaryngology a textbok of
 Perawatan stoma dan kulit, karena epitelialisasi Ear, Nose and Throat Deseases. 6th ed.
berlangsung dengan cepat, maka stoma dan kulit Philadelphia, W.B. Saunders Company. 1989. page
harus dijaga tetap kering dan bersih, dengan garam 369-387, 473-484.
fisiologis dan antiseptik ringan, sehingga bebas
dari iritasi dan infeksi. 3. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1.
 Irigasi dan penghisapan, dapat dipermudah dengan Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997. page
memasukkan 0,5 – 1 cc larutan garam Isotonis 1/12/1-1/12/18.
kedalam kanul trakea. Kateter penghisap
dimasukan sambil diputar dan ditarik kembali, 4. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 5.
tidak boleh lebih dari 20 detik setiap penghisapan. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997.
 Mengganti verban trakeostomi, dapat dilakukan page5/5/1-5/5/18.
setiap hari atau sewaktu-waktu kotor atau basah
dan sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Penting 5. Cumming C.W. : Otolaryngology-Head and Neck
untuk memeriksa ketegangan ikatan kanul, agar Surgery. 2nd ed. Vol. 3. St Louis. Mosby Year Book.
kanul tetap pada psoisisinya ygtepat, yaitu dengan 193. page 1854-1862, 2389-2391.
cara pada posisi duduk, kepala anak difleksikan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


6. Lee KJ : Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery. 6th ed. Connecticut, Appleton & Lange.
1993. page 757-777, 805-810.

7. Montgomery William : Surgery of the Upper


Respiratory System. 2nd ed. Vol. 2. Philadelphia, Lea
& Febiger. 1989. page 365-400.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


7.1.2 Keterlambatan
INFEKSI RUANG LEHER atau kesalahan dalam
diagnosis dapat menyebabkan konsequensi yang sangat
menakutkan termasuk mediastinitis bahkan kematian.1
Infeksi Ruang Leher adalah suatu proses
infeksi yang terjadi di dalam ruang-ruang yang saling Penatalaksanaan bisa diawali dengan dosis
berhubungan yang dibatasi oleh otot dan fasia yang antibiotik intravena, bila jalan nafas berada dalam
terdapat didaerah leher. Untuk menegakkan diagnosis keadaan berbahaya diperlukan tindakan trakeostomi.
dan melakukan tindakan pengobatan pada infeksi Bila infeksi tersebut menyebabkan pembentukan abses,
ruang leher terutama secara pembedahan, maka maka tindakan bedah perlu dilakukan. 2 Tindakan
diperlukan pengetahuan mengenai anatomi ruang secara aggressive baik secara medikamentosa maupun
leher, komplikasi yang sering ditimbulkan seperti
pembedahan bertujuan mencegah komplikasi yang
perdarahan, asfiksia, disfagia, dan mediastinisis.
Infeksi ruang leher meliputi infeksi pada ruang tidak diinginkan.1
submandibular, faringeal lateral, retrofaringeal, danger
space, dan ruang prevertebral.1,2,3
Kuman pada infeksi ruang leher masuk
melalui infeksi di gigi, infeksi tonsil, benda asing, dan
melalui faring. Sumber infeksi lain adalah melalui kulit
misalnya akibat furunkel, karbunkel, trauma,
instrumentasi, aspirasi benda asing, limfadenitis
servikal, kista tiroglosus, tiroiditis, dan laserasi
superficial yang terinfeksi. Sumber lain adalah infeksi
pada kelenjar ludah, sinus paranasalis, esophagus, atau
saluran nafas. Sebanyak 20%-50% pasien dengan
Kematian karena infeksi ruang leher sering
infeksi ruang leher tidak teridentifikasi sumbernya.1,4,5
terjadi, biasanya disebabkan oleh septikemia, asfiksia,
Faktor risiko lain yang berpengaruh adalah atau akibat perdarahan. Sebelum antibiotika dikenal,
pada pasien-pasien dengan immunocompromise karena septicemia merupakan penyebab kematian terbanyak,
infeksi HIV, kemoterapi atau pada pengguna obat-obat akan tetapi dengan adanya antibiotika dapat
imunosupresan.6 menurunkan insidens dan angka kematian akibat
infeksi pada ruang leher dalam.2,6 Meskipun demikian
pernah dilaporkan rata-rata angka kematian masih
Ancaman jiwa akibat infeksi pada daerah
sampai sebesar 40% pada era antibiotik modern pun.1
kepala dan leher sedikit lebih berkurang sejak
ditemukannya antibiotika dan angka kematiannya
relatif rendah. Penggunaan antibiotika secara luas tidak Ada beberapa masalah yang kita hadapi
dalam penatalaksanaan infeksi ruang leher:6
hanya menurunkan insidensi ancaman jiwa tetapi juga
 Anatomi di leher yang bersifat kompleks
merubah tampilan klinisnya. Tanda-tanda sistemik sehingga mempersulit penetapan lokasi yang tepat
seperti demam, menggigil, dan tanda-tanda klasik dari dari lokasi infeksi.
infeksi akan berkurang pada pasien-pasien yang  Lokasi ruang leher berada di dalam leher
sudah diobati dengan antibiotika. yang tertutup oleh jaringan lunak superfisial yang
belum tentu terpengaruh oleh proses infeksi. Hal
Infeksi ruang leher dalam berbahaya, karena ini membuat diagnosis cukup sulit untuk
ditegakkan karena infeksi ruang leher sulit untuk
kecenderungan penyebaran bakterinya baik secara
dipalpasi dan tidak mungkin divisualisasi.
hematogen ataupun langsung melalui fasia dapat  Akses menuju ruang leher harus dicapai
mengenai mediastinum anterior, ruang dengan cara insisi. Hal ini dapat memungkinkan
pleuropulmonary, ruang retrofaring, ruang prevertebra, risiko terjadinya kerusakan struktur neurovaskuler
danger space dan katup jantung. Untuk itu kita harus dan jaringan lunak.
mengenali faktor risiko dari infeksi ruang leher dalam  Ruang leher dikelilingi oleh suatu struktur
termasuk abses dentoalveolar, trauma leher, intubasi yang mungkin terlibat dalam proses infeksi.
endotrakheal, trauma akibat tertelan benda asing, dan Sekuele potensial terjadi, misalnya disfungsi saraf,
erosi vaskuler atau thrombosis dan osteomyelitis.
pada penyalahgunaan obat secara intra vena. 2,7,8
 Ruang leher memiliki hubungan satu sama
lain. Infeksi pada satu ruang dapat menyebar ke
ruang lain, dapat juga menyebar ke ruang di luar

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


daerah kepala dan leher seperti ke arah  Noisy breathing
mediastinum atau cocigeus.  “Hot Potato Voice”
Frans pada periode Februari–Agustus 2006  Sepsis
melakukan penelitian tentang abses ruang leher dalam
di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan
Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Jejaring
mendapatkan hasil lokasi abses leher dalam yang
terbanyak yaitu ruang peritonsiler dan ruang
submandibuler, kemudian diikuti ruang koli
posterolateral, koli anterior dan m.
Strenokleidomastoideus, parafaring, parotis.9
Sumber infeksi dan gejala klinis berbeda pada
anak–anak dan dewasa. Pada era sebelum antibiotik,
sekitar 70% infeksi berasal dari tonsil dan faring dan
sering menyebabkab terjadinya komplikasi infeksi
ruang parafaring terutama pada anak-anak karena
infeksi tonsil dan faring lebih sering pada kelompok Abses Retrofaring5
ini.1 Sedangkan pada kelompok umur dewasa sumber
infeksi lebih banyak berasal dari infeksi odontogenik Pemeriksaan Penunjang:
dan sebagian kecil dari infeksi kelenjar ludah, trauma Pada pemeriksaan radiografi Soft Tissue Lateral,
penetrasi, trauma saat pembedahan, benda asing dan kecurigaan akan abses retrofaring bila didapatkan
penyebaran dari lapisan superficial serta dari sumber penebalan jaringan lebih dari 7mm pada daerah C2
infeksi yang tidak diketahui penyebabnya.1 atau lebih dari 14 mm pada anak-anak dan lebih dari
22 mm pada orang dewasa pada C6.10

1.2 Infeksi Danger Space


Sumber infeksi:
1. Sumber Infeksi dan Gejala Klinis
 Infeksi ruang retrofaringeal
1.1 Infeksi Ruang Retrofaring
Abses retrofaring pada umumnya terbentuk  Infeksi ruang prevertebral
akibat supurasi dari nodus rouviere. Sumber infeksi  Infeksi ruang pharyngomaxillary
paling sering adalah proses infeksi di daerah hidung, Penyebaran secara limfatik dari hidung dan
adenoid, nasofaring dan sinus parasinalis yang tenggorokan (jarang)
mengalir ke kelenjar getah bening retrofaringeal. Gejala klinis :
Karena kelenjar getah bening retrofaring ini  Sama dengan infeksi pada ruang primer
mengalami regresi pada usia 4-5 tahun dan pada usia  Sepsis berat (pada keadaan lanjut)
yang lebih besar hanya mempunyai beberapa kelenjar
getah bening, sehingga kebanyakan abses retrofaring 1.3 Infeksi Ruang Prevertebra
diderita oleh anak-anak.2,3,6 Infeksi pada ruang ini jarang terjadi. Sumber infeksi:
Infeksi dapat masuk secara langsung akibat  Infeksi pada corpus vertebra oleh kuman pyogenic
dari trauma yang menyebabkan perforasi pada dinding atau tubercolusa
posterior faring atau esofagus, atau secara tidak  Luka penetrasi (iatrogenic)
langsung dari ruang parafaring. Lebih dari 60% abses Gejala:
retrofaring pada anak disebabkan oleh infeksi saluran  Nyeri pada punggung, bahu dan leher yang
pernapasan akut, sedangkan pada orang dewasa lebih
diperberat oleh gerakan menelan
banyak disebabkan oleh trauma dan benda asing.
 Disfagia atau dispneu
Penyebab infeksi yang lain yang sering pada ruang
retrofaring ini adalah hidung, adenoid, nasofaring dan Penyebarannya:
sinus.2,3,6  Langsung dari corpus vertebra atau ruang yang
Gejala klinik : berbatasan
 Demam  Tubercolusis vertebral (cervical Pott’s abses)
 Pembengkakan leher dengan disertai nyeri
 Bulging dinding posterior faring unilateral
(sesuai dengan lokasi KGB)
 Odinofagia dan disfagia
 Rigiditas nuchal, adenopati cervical dengan
leher miring pada posisi sehat
 Snoring

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Gejala bervariasi tergantung pada sumber
infeksi dan lokasinya apakah anterior atau posterior
terhadap parafaringeal space. Pada umumnya infeksi di
ruang parafaring memberikan gejala:
 Demam menggigil
 Edema
 Nyeri, dysphagia, trismus
 Odinofagi
 Kaku pada leher
 Pembengkakan dan indurasi sepanjang angulus
Hubungan antara infeksi preveertebra dan
mandibula
paravertebra dengan fasial layer4
 Pembengkakan medial dinding lateral pharing
Infeksi pada bagian anterior (prestiloid) :
Inflamasi akut yang terjadi pada ruang
 Penggeseran dinding lateral faring ke daerah tonsil
retrofaring, danger space dan ruang prevertebral dapat
mengakibatkan spame otot-otot prevertebral sehingga (prolaps tonsil dan fossa tonsilaris)
menimbulkan kehilangan lordosis cervikalis yang  Trismus
normal.1  Pembengkakan daerah parotis
Infeksi bagian anterior ini dapat meluas sepanjang m.
1.4 Infeksi Ruang Vaskular Dalam (Carotid Styloglossus sehingga dapat menimbulkan abses di
Sheath) dasar mulut yang dikenal sebagai abses Brunner.
Sumber: Infeksi pada bagian (posterior) poststyloid :
 Ruang faringomaksilaris (paling sering)  Pembengkakan pada daerah pilar posterior
 Ruang submandibular  Trismus yang minimal
 Ruang visceral  Infeksi dapat meluas ke atas sepanjang selubung
 Trauma atau instrumentasi karotis, dapat menyebabkan infeksi intrakranial
Penyebaran: invasi lokal dari ruang yang berbatasan atau erosi arteri karotis interna
Gejala klinis: Penyebarannya :
 Pitting edema di atas musculus  Hubungan langsung dengan ruang parotis
sternocleidomastoid submandibula retrofaringeal, mastikator dan carotid
 Torticollis sheath
 Dari peritonsilar abses melalui dinding faring,
limfatik, perivaskuler atau septik trombosis
1.5 Infeksi Ruang Faringomaksila/Parafaring
Ruang parafaring berhubungan dengan setiap 1.6.1 Infeksi Ruang Parotis
ruang yang ada pada leher sehingga menempati posisi Sumber infeksi: parotitis, sialolithiasis, sjorgen’s
kunci pada leher. Ruang parafaring ini ke inferior syndrome
berhubungan dengan ruang submandibular melalui Gejala:
celah terbuka antara m. Kontriktor superior, medius  Nyeri, trismus
dan m. Mylohyoid.2,3,7  Bulging di bagian medial pada posterior dinding
Ke posterior ruang parafaring ini lateral faring
berhubungan dengan ruang retrofaring sehingga ada
kalanya sulit dibedakan secara klinis diantara 1.7 Infeksi Ruang Submandibular
keduanya, sedangkan ke lateral ruang parafaring Sumber infeksi:
berhubungan dengan ruang mastikator dan parotis.2,3,7  Infeksi gigi (>80%)
Sumber infeksi:  PM1-M1: sublingual
 Paling sering infeksi dari tonsil (60%), gigi molar 3  M1-2-3 : submandibular
bawah (30%), faring, dan adenoid.  Infeksi kelenjar saliva
 Kelenjar parotis lobus sebelah dalam (abses parotis)  Infeksi basis lidah
 Infeksi telingan tengah dengan destruksi mastoid  Infeksi lidah dan tonsil
tip dapat mengalami ekstensi kedalam ruang ini  Infeksi sinus paranasalis
(abses bezold) dan petrositis Penyebarannya: secara langsung dan limfatik
 Kelenjar getah bening (drainase dari hidung dan Prevalensi: biasanya mengenai umur antara 20 dan 50
faring) tahun (karena caries dentis dan pyorrhea)
 Sesudah tonsilektomi dengan lokal anestesi Gejala klinis:
(melalui jarum suntik)  Disfagi dan odinofagi
 Dasar mulut bengkak dan sakit
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


 Lidah terdorong ke atas dan ke belakang
 Trismus
 Dispnea
 Segitiga submental bengkak

Peritonsiler abses

Gejala klinis:
 Nyeri tenggorokan yang makin hebat dan biasanya
satu sisi
 Nyeri dan sukar menelan
 Panas badan
 Sekresi ludah berlebihan (drooling)
 Trismus karena peradangan otot mastikator dan m.
Angina ludwig11 Pterigoid
 Sukar bicara, karena bica seperti “hot potato voice”
1.8 Infeksi Ruang Mastikator
Sumber infeksi: infeksi gigi molar 2 dan 3  Nafas berbau
Gejala klinis:  Tonsil bergeser ke tengah, keatas dan kebawah
 Sukar menelan  Uvula bergeser ke sisi kontralateral
 Sakit hebat dan bengkak pada ramus mandibula Pada pemeriksaan klinis: didapatkan jaringan
 Trismus iritasi dan spasme otot-otot mastikator unilateral mengalami radang berat tanpa edema dan
hiperemis disertai pembengkakan pilar tonsil dan
 Lidah tidak mungkin ditekan karena pembengkakan
posterolateral palatum molle, uvula terdorong ke sisi
dan edema dasar mulut. yang sehat. Pada pemeriksaan digital: Menunjukan
adanya fluktuasi sedangkan tonsil sendiri dapat
1.9 Infeksi Ruang Perintosilar2,7 tertutup oleh edema jaringan sekitarnya.
Sumber infeksi:
 Peradangan tonsil 1.10 Infeksi Ruang Temporal
 Peritonsilitis akibat infeksi kripta pada fossa supra Gejala klinis:
tonsiler yang meluas  Nyeri di daerah m. Temporalis
Etiologi dan patogenesa, bakteri penyebab sama  Trismus
dengan bakteri pada tonsilitis lakunaris, yaitu:
 Deviasi rahang ke sisi yang terkena
 Streptococcus ß hemolyticus
 Stapphylococcus aureus 1.11 Infeksi Ruang Visceral Anterior
 Streptococcus pneumonia Sumber infeksi, kebanyakan infeksi ruang
Merupakan penyebab terbanyak dari infeksi pretrakheal disebabkan oleh perforasi dinding anterior
ruang leher (deep neck space). Kemungkinan besar esofagus oleh instrumentasi, benda asing atau trauma
disebabkan karena infeksi kripta pada bagian superior eksterna. Infeksi kadang-kadang menyebar dari
yang menembus kapsul tonsil dan meluas ke jaringan kelenjar tiroid atau ruang leher yang lainnya.
ikat diantara kapsul dan dinding posterior fossa Penyebarannya: terjadi secara langsung dari
tonsilaris. Peradangan dapat terlokalisir disini atau ruang parafaringeal dari prevertebral, faring esofagus,
menembus m. Konstriktor superior, atau melalui vena laring dan tiroid.
sehingga terjadi abses parafaring bahkan dapat meluas Gejala klinis:
sampai mediastinum.  Disfagia
 Odinofagia
 Serak
 Dyspnea
 Obstruksi jalan nafas
 Emfisema
Pemeriksaan fisik:

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


 Laringoskopi: pembengkakan dan eritema dinding Gamma not 3 Fragilis 1
hipofaring group D
 Palpasi leher: krepitasi dari emfisema jaringan Microaeriphil 4 Other spesies 3
subkutan ic
Peptostreptococ 15
2. Mikrobiologi cus
Pada abses leher ditemukan berbagai macam Staphylococc 11 Peptococcus 6
organisme. Pada kebanyakan abses biasanya banyak us
mengandung bakteri (ditunjukan pada tabel 9.1). pada S. aureus 7 Eubacterium 6
satu penelitian, rata-rata ditemukan lebih dari lima S. epidermis 4 Fusobacterium 6
spesies pada tiap kasus. Karena jalan masuk dan Eikenella 5
organisme penyebab masing-masing ruang leher corrodens
berbeda, maka penemuan ini lebih memperlihatkan Dipthheroids 3 Veillonella 5
ruang-ruang leher yang terkena daripada menunjukan parvula
kuman-kuman penyebab infeksi ruang leher.1 Neisseria 3 Lactobacilus 4
Diantara kuman-kuman aerob, streptococcus, Klebsiella 2 Pro 3
terutama streptococcus viridians, streptococcus β- pneumoniae pionibacterium
hemolitikus dan stafilokokus merupakan organisme Haemophillus 1 Unidentified 5
aerob penyebab utama pada korban penyalahgunaan infl. gram positive
obat secara intravena (intravenous drug abuser). Pseudomonas 1 Unidentified 4
Kuman-kuman penyebab lainnya adalah difteroid, gram negative
Neisseria, Klebsiella dan Haemophillus.1
Bakteri-bekteri anaerob sering terlewatkan Sebuah penelitian mikrobiologis oleh Asmar
dalam penelitian bakteriologis karena sulitnya untuk dari infeksi retrofaring, didapatkan bahwa hampir 90%
mengisolasi kuman tersebut. Kebanyakan abses-abses pasien menggambarkan hasil kultur polimikrobial.
yang berasal dari infeksi odontogenik melibatkan Kuman aerob ditemukan pada seluruh kultur, dan
bakteri-bekteri anaerob yang tersering adalah anaerob ditemukan lebih dari 50% pasien.1
Bacteroides terutama B. Melaninogenicus dan
peptostreptococcus.1 Eikenella corrodens dan B. 3. Pemeriksaan Radiologi
Fragilis lebih jarang ditemukan. Eikenella corrodens 3.1 STL (Soft Tissue Lateral)
seringkali resisten terhadap klindamisin. Bau busuk
pada pus biasanya menunjukan adanya keterlibatan
bakteri anaerob, tapi tidak adanya bau busuk tidak Foto Soft Tissue leher dapat mengkonfirmasi
menepis kemungkinan adanya bakteri anaerob suatu infeksi retrofaring. Dimensi normal dari ruang
tersebut. Pada kasus anak-anak kurang dari 9 bulan, retrofaring dan ruang retrotrachea diperkenalkan oleh
Staphylococcus aureus merupakan kuman yang Wholley pada tahun 1958. Dimensi normal dari ruang
dominan (80% dari hasil penelitian Brook) diikuti oleh retrofaring adalah 7 mm yang diukur dari bagian
organisme kedua ß-laktamase meningkat. Hal tersebut terdepan dari C2 ke arah jaringan lunak di dinding
penting untuk kita dalam memilih antibiotik untuk
faring posterior. Sedangkan ruang retrotracheal diukur
melawan organisme penyebab.1
dari aspek anterior-inferior dari C6 ke arah jaringan
lunak faring posterior tidak boleh melebihi 14 mm
pada anak-anak dan 22 mm pada orang dewasa. Tanda
radiologis lain yang bermanfaat dalam mendiagnosa
retrofaringeal abses adalah hilangnya lordosis servikal
yang normal dengan straightening vertebra servikal
seperti gambaran udara dalam jaringan lunak. Dalam
Bacteri isolated from neck abcess (66 patients)1
penelitian yang dilakukan oleh Nagy dkk dikatakan
AEROBIC NO. OF ANAEROBIC NO.
PATIE OF bahwa foto STL 83% lebih sensitif dibanding CT
NTS PATIE scan.12
NTS
Streptococci 50 Bacteroides 23
Alpha not 23 Melaninogenicu 13
group D s
Group D 2 Oralis 3
Beta group A 11 Ruminicola 2
Not A, B or D 7 Bivius 1

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


pasien. Biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan
spasme laring atau abses yang besar dengan bahaya
ruptur dan aspirasi.2,3,6
Pada kasus tertentu, trakeostomi atau
krikotirotomi dapat dilakukan untuk mengatasi
sumbatan jalan nafas, dimana 24 jam setelah dilakukan
krikotirotomi, dilakukan persiapan untuk tindakan
trakeostomi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
pada daerah laryng. Pada saat jalan nafas telah
diamankan, kultur dan test resistensi dari abses harus
dilakukan. Terapi empirik harus diberikan untuk
eradikasi kuman patogen. Biasanya infeksi dari kuman
Gambaran Abses retrofraning pada Soft Tissue patogen polimikrobial (gram positif, gram negatif,
Leher aerobik, anaerobik dan kuman yang memproduksi β-
laktamase). Untuk itu antbiotik dari golongan
ampicillin-sulbactam atau clindamycin dengan
golongan ke III sefalosporin seperti contohnya
ceftazidin dapat diberikan sambil menunggu hasil
Modalitas yang lain adalah Ultrasonografi Resolusi kultur.2,8
tinggi. Dengan Saat terjadi pembentukan abses, biasanya
terapi medikamentosa saja tidak cukup, apabila dengan
terapi medikamentosa yang adequate selama 48 jam
Keuntungan: terhindar dari bahaya radiasi serta
tidak ada perubahan, diperlukan tindakan pembedahan
bentuknya yang portabel.
seperti insisi dandrainase abses. Pemberian cairan yang
Kerugian: operator dependent, tidak jelas memberikan
adequant, monitor output-input, observasi status
gambaran anatomi
sirkulasi dan pulmonologi dari pasien harus terus
Fungsi: untuk follow up dan guidens untuk aspirasi
dilakukan untuk mencegah komplikasi dari infeksi
Frans (2006) mendapatkan pemeriksaan
ruang leher.2,7
aspirasi abses ruang leher dalam dengan panduan
Insisi dan drainase atau pembedahan harus
ultrasonografi didapatkan hasil perhitungan sensitivitas
dilakukan, pada kasus-kasus infeksi ruang leher yang
sebesar 81%, spesifisitas 100% dan akurasi 81,8%.9
telah terjadi komplikasi, atau antisipasi komplikasi
yang terjadi.
3.2 CT Scan dengan Kontras
Perbandingan keuntungan dan kerugian
Teknik insisi dan drainase :
penggunaan CT Scan dengan kontras
Pada abses retrofaring
. KEUNTUNGAN KERUGIAN Abses yang kecil dan terlokalisir dapat
Cepat, mudah Radiasi ionisasi diinsisi dengan menggunakan approach perioral untuk
Membedakan abses dan selulitis Menimbulkan alergi mencegah terbentuknya scar dan mencegah terjadinya
Secara anatomi gambaran lebih detail Gambran detail dari jaringan lunak jaringan leher.
kontaminasi
Merupakan pilihan utama Jalan nafas dilindungi dari bahaya aspirasi
dengan cara menempatkan pasien pada posisi Rose
dengan leher dalam posisi ekstensi. Kepala
3.3 MRI direndahkan sehingga pengeluaran pus tidak akan
Perbandingan keuntungan dan kerugian teraspirasi, dan dengan menggunakan skapel tajam
penggunaan MRI yang kecil dilakukan insisi vertikal yang pendek pada
No. Keuntungan titik dimana pembengkakan paling besar.
1 Nol radiasi Untuk faktor keamanan, pisau sebaiknya
2 Detail jaringan lunak lebih baik diarahkan oleh jari telunjuk yang diletakan pada abses.
3 Multiplan Jika pus tidak keluar, dimasukan hemostat tertutup
4 Tidak ada artefak yang kecil pada luka, kemudian dengan lembut
didorong kearah yang lebih dalam dan meluas.2,7
4 Penatalaksanaan
Infeksi ruang leher dapat mengancam jiwa.
Membebaskan jalan nafas adalah hal yang utama,
pemasangan pipa Endotracheal mungkin dapat
dilakukan, tapi hati-hati pada pemasangan pipa
Endotracheal pada pasien yang masih sadar karena
prosedurnya yang rumit dan dapat membahayakan

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Daerah untuk melakukan insisi pada abses
Insisi & drainase abses retrofaring7 peritonsiler. Insisi dilakukan pada pertengahan
garis yang menghubungkan molar terakhir dan
Pada abses retrofaring yang lebih lanjut uvula4
dilakukan drainase dengan external approach. Sebuah
insisi dibuat di sepanjang tepi anterior m. Pada Abses Submandibular
Sternocleidomastoideus antara level os hyoid dan Cara insisi dan drainase pada abses tergantung
clavicula. Cara insisi yang lain dan sesuai dengan segi lokasi dan penyebaran dari infeksinya yaitu: bila abses
kosmetika adalah dengan membuat insisi horizontal masih terlokalisir maka dapat dilakukan insisi dan
setinggi cricoid.1,2,7 drainase, penyembuhan dapat terjadi sempurna.
Bila abses meluas dan menembus m.
Mylohyoid maka infeksi dapat menjalar ke ruang
submaksilaris sehingga leher akan terkena, kalau
mengenai leher secara bilateral disebut Angina
Ludwig, proses ini biasanya akan berlangsung dengan
cepat, kira-kira 3-10 jam, sehingga perlu pengobatan
yang segera. Ditandai oleh penyebaran selulitis
gangrenosa yang cepat dari daerah kelenjar
submaksilaris, berbau busuk dengan sedikit atau tidak
jelas adanya pus dan terjadi pembengkakan seperti
Pembedahan pada abses retrofaringeal (external papan yang nyeri di daerah submandibula dan dasar
approach)7 mulut, gusi serta lidah dan dapat jauh ke bawah sampai
Tarikan pada bagian posterior m. kedaerah klavikula. Juga disertai adanya edema laring
Sternocleidomastoideus dan carotid sheath sehingga timbul efek sesak nafas, suara serak, lidah
memperlihatkan daerah antara faring dan vertebra, sakit bila digerakan dan imobilisasi rahang oleh karena
dengan menjaga N. Hypoglossus dan superior laringeal adanya regangan dan indurasi dari struktur di arkus
neurovascular bundle.2,7 mandibula.
Tindakan insisi horizontal dilakukan
Pada Abses Peritonsiler submental, yaitu 1 cm diatas tulang hyoid dari sudut
Sebaiknya menggunakan anestesi topikal mandibula yang satu ke sudut mandibula yang lain
yaitu lidokain 5% intranasal pada ganglion kemudian fasia leher profunda dan mylohyoid diinsisi
sfenopalatina ipsilateral, disini dapat mengurangi nyeri secara vertikal dari simphisis mandibula ke tulang
sehingga dapat mengurangi trismus. hyoid. Drain ditempatkan disebelah dalam m.
Pada anak-anak atau penderita tidak Mylohyoid yaitu di dalam ruang sublingual.
kooperatif, dilakukan narkose umum. Insisi dilakukan Bila abses mengenai ruang submandibula
pada daerah fluktuasi, biasanya pada daerah yang unilateral, insisi dilakukan sejajar dengan bagian
supratonsiler sehingga pilar anterior terhindar dari inferior mandibula ±2 cm dibawahnya dan dilakukan
pembentukan jaringan parut. Pada abses peritonsiler dari angulus mandibula ke simphisis.2,6
disini atau selulitis peritonsiler tidak akan terjadi
drainase pus, maka dilakukan punksi dulu dengan Pada Abses Parafaring:
jarum no. 12. Insisi abses pada daerah ini ada 3 cara :
Untuk mencegah kekambuhan, tonsilektomi a. Intraoral, bila penonjolan yang timbul kearah
dilakukan 5 minggu setelah peradangan teratasi.2,3,8 faring yaitu di dinding faring lateral
b. Ekstra oral, dimana insisi dari sebelah luar,
dibawah angulus mandibula dan diseksi
secara tumpul sepanjang batas medial dari m.
Pterigoid internus menuju prosesus styloideus

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


c. Melalui fossa submaksilaris secara Komplikasi Infeksi ruang leher dapat
“MOSHER”, cara dipergunakan bila lokasi berupai:1,2
pus tidak jelas dan terdapat tanda-tanda Komplikasi Infeksi :
sepsis.  Erosi dan Perdarahan arteri Karotis
Teknik Mosher yaitu dengan insisi bentuk  Trombosis V.Jugular Interna
huruf T yang cukup lebar. Garis horizontal dari huruf T  Trombosis sinus Cavernosus
sejajar dengan pinggir bawah mandibula dan garis
 Defisit Neurologis: Horner Syndrome, Nervus
vertikal dibuat di sepanjang tepi anterior otot
Kranisalis IX-XI
sternocleidomastoideus sehingga kelenjar
submaksilaris terbuka, vena fasialis diikat dan  Osteomielitis Mandibula
dipotong, kemudian pinggir bawah kelenjar disisihkan  Osteomielitis Vertebra
secara tumpul terus kearah belakang dan keatas sampai  Mediastinitis
ligamentum Stylomandibula dibawah mandibula, jari  Edema Paru
diteruskan ke atas sampai teraba prosesus stiloideus,  Perikarditis
kemudian diseksi diteruskan secara tumpul sampai  Aspirasi (Ruptur Spontan)
batas carnii fossa faringomaksilaris.2  sepsis
Kompliksi bedah:
 Kerusakan struktur neurovaskuler
 Infeksi luka
 Septikemi
 Pembentukan skar
 Aspirasi
Komplikasi ini biasanya terjadi pada
penanganan yang terlambat, dimana proses infeksinya
telah mempengaruhi ruang disekitarnya. Host faktor
Teknik Mosher5 juga sangat berpengaruh terhadap perjalanan infeksi
pada ruang leher, seperti pada penyakit sistemik,
contohnya diabetes.
Perawatan rumah sakit lebih dari 11 hari biasanya lebih Komplikasi yang terjadi juga erat kaitannya
sering pada dewasa dibandingkan dengan anak-anak. dengan struktur anatomi yang berdekatan dari infeksi
Bagan 3.1 menjelaskan mengenai algoritme ruang leher itu sendiri. Organ yang sangat berisiko
penanganan infeksi ruang leher. apabila terjadi komplikasi karena letaknya yang saling
berhubungan adalah arteri karotis, vena jugularis,
trunchus simfatikus, nervus kranial IX-X-XII.
Tromboflebitis pada vena jugularis interna dan
septikemia sampai terjadinya septik emboli pada paru
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa.
Sindrom Lemierre yang disebabkan oleh bakteri
fusobacterium necrophorum, dimana gejalanya
terdapat “spiking fever” (demam yang tiba-tiba tinggi,
tiba-tiba normal), nyeri pada daerah m.
Sternokleidomastoideus, kaku uduk, arthritis septic,
emboli paru.
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan
CT Scan adanya gambaran cincin yang mengelilingi
daerah radiolusen yang menandakan adanya fokal pus
didalamnya. Terapi yang diberikan meliputi antibiotik,
insisi drainase, ligasi dari vena jugularis interna,
antikoagulan.
Penyebaran infeksi juga dapat terjadi dari
sarung karotis yang terinfeksi, contohnya pada
sindroma Homer dan aneurisma myotic pada sistem
arteri karotis, dengan terjadinya pembentukan formasi
pseudoaneurisma sampai ruptur dari dinding pembuluh
Algoritme Penanganan Infeksi ruang leher1
darah. Perdarahan hebat dari canal auditorius, yang
memerlukan terapi segera melalui pembedahan
ataupun intervensi radiologis. Osteomyelitis pada
5. Komplikasi

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


tulang belakang dan os mandibula dapat merupakan
sumber terjadinya infeksi pada ruang leher. 9. Frans, R. Ketepatan Aspirasi Abses Ruang Leher
Komplikasi yang paling ditakuti dari infeksi Dalam Dengan Atau Tanpa Panduan
ruang leher adalah mediastinis. Pemeriksaan radiologi Ultrasonografi. Tesis. Unpad, 2006.
terdapat gambaran pelebaran dari mediastinum,
pneumothorax dan pneumomediastinum atau edema 10. Putz, R. Pabst, R. Atlas anatomi manusia, 20th
pulmoner sampai pada gambaran ARDS (Acute edition. EGC, 1995 : page: 141.
Respiratory Distress Syndrome). Kasus kematian yang
terjadi pada mediastinis dapat disebabkan oleh 11. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th
perforasi esofagus.2 edition. Thieme, Stutgart. 2003.

6. Prognosis 12. Lalakea MC, Messner AH. Retropharyngeal


Pasien dengan infeksi ruang leher mempunyai abscess management in children: current practice.
prognosis yang baik, apabila mendapatkan penanganan Otolaryngology. Head and Neck Surgery.
yang cepat dan tepat. Apabila terjadi keterlambatan 1999:121:398-405.
pada terapi, akan timbul penyulit, dan angka
kesembuhan yang rendah. Apabila murni kasus infeksi
dan sumbernya telah dieliminir, kemungkinan infeksi
berulang sangatlah kecil.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Byron J. Bailey, Head & Neck Surgery-


Otilaryngology, 4th editon, Lippincot Williams &
Wilkins, Philadephia, 2006.

2. Ballenger, JJ, Disease of the Nose, Throat, Ear,


Head & Neck, 13th edition, Lea and Febringer,
Philadelphia, 1985, page 306-316.

3. K. J. Lee, Essential Otolaryngology Head & Neck


Surgery, 8th edition, The McGraw-Hill
Companies, Inc, USA, 2003, page 422-438.

4. Hollingshead WH. Anatomy for Surgeons, Head


& Neck, 1982.

5. Lore & Medina, An Atlas of Head & Neck


Surgery, 4th edition, Elsevier Saunder, Inc,
Philadelphia, 2005, page 854-855.

6. Brown, David F, MD & Ritchmeter, William J,


MD, PhD, Infection of the Deep Fasial Spaces of
the Head & Neck, 2nd edition, American Academy
of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
Foundation, Inc, Washington DC, 1987, page 5-
47.

7. Byrne, Maria N.Md & Lee, Kj, MD FACS,


Neck Spaces and Fascial Planes, in Essential
Otolaryngology Head & Neck Surgery, 6th edition,
Appleton & Lange, Stamford, Connecticut, 1995,
page 443-460.

8. Joseph, Donal J & Templer, Jerry, Gerald,


English M, Tonsilectomy and Adenoidectomy in
English Otolaryngology, Vol III, Revised Edition,
JB. Lippincot-Co, Philadelphia, 1998, page 1-22.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


pada pria dibandingkan wanita. Pada pria, insiden
TRAUMA MAKSILOFASIAL
fraktur tulang hidung tertinggi di usia 15-20 tahun

FRAKTUR HIDUNG

Fraktur tulang hidung merupakan jenis fraktur


yang sering terjadi pada wajah. Fraktur tulang hidung sedangkan usia lebih dari 60 tahun pada wanita.
menempati urutan ketiga setelah fraktur klavikula dan Penelitian yang dilakukan Fernandes pada tahun 2004,
dari 52 pasien fraktur tulang hidung, 38 orang pria dan
pergelangan tangan. 1 Illum dkk menyatakan bahwa
14 orang wanita dengan usia 14-52 tahun (rata-rata
sekitar 39% kasus trauma muka melibatkan hidung. 24.6). Penelitian yang dilakukan di sebuah klinik
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat trauma fraktur tulang hidung di Inggris bulan Juli-September
langsung maupun tidak langsung. Bentuk fraktur 2001 melaporkan dari 91 pasien yang diteliti, 59 orang
bervariasi tergantung dari arah mana dan kekuatan adalah pria dengan usia terbanyak 11-30 tahun dan 32
traumanya. orang wanita dengan kelompok usia bervariasi.
Umumnya fraktur tulang hidung terjadi
Fraktur tulang hidung sering terjadi karena perkelahian (34%), kecelakaan (28%) dan
berhubungan dengan letak hidung yang berada di olahraga (23%). Fernandes melaporkan dari 52 kasus
yang diteliti, sebanyak 22 (42%) kasus karena
bagian tengah wajah dan menonjol. Disusun oleh
olahraga, 6 kasus (11.5%) karena kecelakaan kerja, 2
kartilago dan kerangka tulang yang tidak fleksibel kasus (3.8%) karena terjatuh, dan 6 kasus (11.5%)
menyebabkan rentannya terjadi fraktur pada hidung. karena trauma lain. Penyebab tersering pada anak-
Selain tulang yang tipis, hidung disusun juga oleh anak adalah terjatuh dan olahraga. Selain itu, sebanyak
jaringan ikat yang tipis dan tidak adanya otot yang kuat 30-50% anak-anak korban kekerasan menderita fraktur
sehingga bila terjadi deviasi walaupun hanya beberapa tulang hidung.
Wild dkk melakukan tindakan reduksi pada
millimeter dapat dengan mudah terlihat dengan mata
37 pasien fraktur tulang hidung dan sebanyak 80 %
‘biasa’. Selain fungsi estetika, hidung juga berperan menyatakan puas dengan hasilnya. Staffle seperti
sebagai pintu masuk jalan napas. Adanya gangguan yang dikutip oleh Reily MJ dkk mengemukakan bahwa
akan menyebabkan ketidaknyamanan dan gejala yang tingkat kepuasan pasien dengan prosedur ini bervariasi
berhubungan dengan sumbatan hidung dan bahkan mulai dari 62% sampai 92%, sedangkan kepuasan
terganggunya penciuman. pembedah lebih rendah (21%-65%).

Diagnosis yang akurat dan pemilihan operasi ANATOMI


yang tepat adalah kunci dalam penatalaksanaan fraktur Kerangka tulang hidung terdiri dari tulang
tulang hidung. Riwayat yang lengkap dan penilaian dan tulang rawan yang saling terikat. Nasion
fisik yang menyeluruh cukup adekuat untuk merupakan daerah pertautan sepasang tulang hidung
mendiagnosis fraktur tulang hidung. Penatalaksanaan dengan prosesus nasalis os frontal. Sepasang tulang
fraktur tulang hidung dilakukan pertama kali oleh hidung ini menunjang setengah bagian atas dari
bangsa Mesir dan Yunani dengan cara reduksi. piramid hidung. Sebelah lateral tulang hidung akan
Meskipun trauma ini tidak mengancam berartikulasi dengan prossesus frontalis maksila. Pada
nyawa, penatalaksanaan yang salah atau kurang tepat bagian superior tulang hidung, kulit dan jaringan lunak
dapat menyebabkan deformitas baik secara estetika sangat tebal dan berartikulasi dengan tulang frontal,
maupun fungsional. sedangkan pada bagian inferior tulang hidung jaringan
lunak dan kulitnya lebih tipis dan berartikulasi dengan
KEKERAPAN kartilago lateral atas. hidung, kartilago dan septum .
Beberapa penelitian menunjukkan tingginya Sehingga sering fraktur hidung terjadi pada setengah
insiden fraktur tulang hidung baik pada anak-anak bagian bawah dari tulang hidung. Bagian posterior
maupun dewasa. Pada kasus-kasus trauma septum dibentuk oleh tulang vomer dan lamina
maksilofasial, ditemukan insiden fraktur tulang hidung perpendikularis os etmoid, terletak di bagian tengah
pada anak-anak mencapai 45% dan pada sebanyak yang berada di bagian dalam tulang hidung. Akan
39% fraktur tulang hidung terjadi pada 1000 pasien tetapi tulang-tulang tersebut tipis dan hanya sedikit
dengan trauma maksilofasial. Insiden fraktur tulang menunjang setengah bagian atas hidung.
hidung di Denmark dilaporkan mencapai 53 per
100.000. anatomi hidung, hubungan antara tulang
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur, fraktur tulang hidung terjadi 2 kali lebih banyak

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Anatomi septum 1, Os frontal; 2, Os nasal; 3,
Lamina perpendicular os etmoid; 4, Vomer; 5, Patofisiologi trauma
Krista nasalis os platina; , Krista nasalis os
maksila; 7, Kartilago kuadrangularis
Trauma yang mengenai tulang hidung
maupun tulang rawan hidung dapat menyebabkan
Setengah bagian bawah dari hidung ditunjang deformitas dan sumbatan hidung. Tipe dan seberapa
oleh sepasang kartilago lataral atas, sepasang kartilago parah fraktur tulang hidung yang terjadi tergantung
lateral bawah dan kartilago kuadrangularis (Gambar 1 dari kekuatan, arah dan mekanisme terjadinya trauma.
dan 2). Kartilago lateral atas mempunyai artikulasi Objek penyebab yang kecil dengan kecepatan tinggi
berupa jaringan ikat dengan tulang hidung di bagian dapat menyebabkan kerusakan yang sama dengan
superior yang menyatu dari periosteum dan objek penyebab yang besar dengan kecepatan lebih
perikondrium, dengan kartilago kuadrangularis di rendah. Trauma hidung dari arah lateral merupakan
bagian medial dan dengan kartilago lateral bawah di trauma yang paling sering terjadi dan dapat
bagian inferior. Kerangka tulang rawan ini membentuk mengakibatkan fraktur pada satu atau kedua tulang
huruf “T” yang menyatu di garis tengah septum. hidung yang sering disertai dengan dislokasi pada
Kerangka tulang rawan yang berbentuk huruf “T” septum hidung (Gambar 3, A dan B). Dislokasi septum
tersebut sangat penting untuk menunjang area katup, dapat menyebabkan dorsum nasi berbentuk S, puncak
dan memberi kekuatan yang cukup untuk menahan hidung tidak simetris dan sumbatan hidung. Trauma
tekanan dari daerah tulang di sekitarnya. Kartilago dari arah frontal pada hidung dapat mengakibatkan
lateral bawah terdiri dari krus medial dan lateral yang kedua tulang hidung tertekan (depresi), dorsum nasi
hampir menyerupai kerangka tulang rawan yang menjadi lebar dan sumbatan hidung yang berat
berbentuk huruf “T” tadi (Gambar 1). Disini terdapat (Gambar 3, C). Trauma yang lebih berat dapat
perlekatan berupa jaringan ikat, yaitu dengan kertilago mengakibatkan seluruh piramid hidung patah
lateral atas di bagian superior dan dengan kartilago berkeping-keping, biasanya disebabkan oleh trauma
septum di bagian medial. Kartilago lateral bawah ini hidung yang datang dari arah frontal (Gambar 3, D).
cukup tebal dan memberi bentuk pada lubang hidung Selain itu arah trauma yang jarang terjadi adalah ke
dan puncak hidung, sedangkan kartilago arah superior (dari bawah). Trauma dari arah ini akan
kuadrangularis berfungsi sebagai tiang penunjang menyebabkan fraktur septum yang parah dan dislokasi
daerah dorsum nasi dan juga puncak hidung. kartilago kuadringularis. Apabila trauma yang terjadi
tidak didiagnosis dan dikoreksi dengan tepat maka
pasien dengan keadaan tersebut akan mengalami
PATOFISIOLOGI
gangguan estetika dan fungsional.
Trauma yang terjadi pada hidung bervariasi,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia,
besarnya kekuatan trauma, arah trauma dan objek KLASIFIKASI
penyebab trauma.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Berdasarkan waktu, fraktur hidung dibagi Memahami mekanisme terjadinya trauma
menjadi fraktur hidung baru dan lama. Pembagian akan sangat membantu dalam menentukan perluasan
menurut waktu ini berdasarkan atas pembentukan dari trauma. Hal tersebut berguna untuk mengetahui
kalus (callus). Bila kalus belum terbentuk sempurna penyebab trauma, arah datangnya trauma serta
maka fraktur digolongkan dalam fraktur baru, besarnya kekuatan trauma yang diterima oleh hidung.
sedangkan bila kalus sudah mengeras digolongkan Setiap benturan keras yang mengenai hidung harus
dalam fraktur lama (biasanya pada akhir minggu kedua dicurigai terdapatnya fraktur pada tulang hidung.
setelah trauma). Adanya deformitas pada hidung menunjukan bahwa
telah terjadi fraktur pada tulang hidung. Akan tetapi
Fraktur tulang hidung berdasarkan keutuhan
kadang-kadang epiktaksis mungkin merupakan satu-
kulit atau mukosa pada saat terjadinya trauma dibagi
satunya gejala klinis yang ditemukan tanpa disertai
menjadi; fraktur tulang hidung tertutup, fraktur tulang
adanya deformitas yang jelas pada hidung.
hidung terbuka atau kombinasi keduanya.
Berdasarkan struktur tulang yang terlibat,
maka fraktur pada tulang hidung dapat diklasifikasikan Pemeriksaan Fisik
menjadi 5 tipe, yaitu: (1) tipe I : setengah bagian
bawah tulang hidung: (2) tipe II : seluruh tulang Pemeriksaan fisik merupakan kunci dalam
hidung terpisah dari sutura noso frontal; (3) tipe III : mendiagnosis fraktur pada tulang hidung dan akan
tulang hidung dan prosesus frontal maksila ; (4) tipe IV lebih tepat apabila dilakukan segera setelah terjadinya
: tulang hidung, prosesus frontal maksila, spina tulang trauma dan sebelum terdapatnya edema. Pemeriksaan
frontal dan tulang etmoid; (5) tipe S/modifikasi : lokal yang meliputi hidung luar dan rongga hidung
termasuk fraktur pada septum. Klasifikasi tersebut di harus dilakukan. Inspeksi dan palpasi pada hidung
atas sangat sederhana, berdasarkan anatomi dan harus dilakukan, baik eksternal maupun internal untuk
dengan demikian dapat langsung ditentukan jenis mengetahui adanya deformitas, deviasi ataupun bentuk
operasi yang akan dilakukan. yang abnormal.

Berdasarkan susunan tulang yang mengalami Pemeriksaan pada hidung bagian luar harus
fraktur, maka fraktur pada tulang hidung dapat dinilai dari semua sudut. Pada pemeriksaan dinilai
diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) tipe I : adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris
fraktur tulang hidung uniteral sederhana; (2) tipe II : akibat pergeseran struktur tulang hidung ataupun
fraktur tulang hidung bilateral sederhana; (3) tipe III : kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan,
fraktur tulang hidung berkeping baik unilateral, laserasi pada kulit, ekimosis dan hematoma.
bilateral atau frontal; (4) tipe IV : fraktur tulang hidung Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan
yang melibatkan septum, yang dapat dibagi lagi dengan rinoskopi anterior. Bila terdapat bekuan darah
menjadi tipe IV a : terdapat hematoma septum; tipe IV maka harus dibersihkan terlebih dahulu dan bila perlu
b : terdapat robekan pada mukosa. menggunakan nasal dekongestan dan anestesi topikal.
Pada pemeriksaan dinilai aliran udara hidung, adanya
pembengkakan mukosa hidung, ada tidaknya robekan
DIAGNOSIS pada mukosa septum, epistaksis, deformitas dan
hematoma septum.
Anamnesis
Palpasi pada struktur hidung luar harus
Diagnosis yang tepat pada fraktur tulang dilakukan untuk menilai stabilitasnya. Pada
hidung ditegakkan berdasarkan riwayat trauma dan kebanyakan kasus adanya depresi atau pergeseran pada
pemerikasaan fisik secara menyeluruh. Riwayat trauma tulang hidung merupakan tanda terdapatnya fraktur
yang meliputi : (1) kekuatan, arah dan mekanisme pada hidung. Kartilago pada hidung dan septum harus
terjadinya trauma; (2) adanya epistaksis atau diperiksa untuk kemungkinan terdapatnya dislokasi.
kebocoran cairan serebrospinalis; (3) riwayat trauma Puncak hidung harus didorong ke arah oksiput untuk
atau operasi sebelum terjadi fraktur hidung; (4) adanya memeriksa keutuhan kartilago penunjang septum.
sumbatan atau deformitas pada hidung setelah trauma.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Adanya krepitasi dan nyeri tekan juga merupakan salah
satu tanda terdapatnya fraktur pada tulang hidung.
PENATALAKSANAAN

Dalam penatalaksanaan fraktur tulang hidung


Pemeriksaan Radiologi harus dipertimbangakn tiga aspek untuk mendapatkan
hasil yang baik, yaitu : waktu, jenis anestesi dan tehnik
Kegunaan pemeriksaan radiologi berupa foto
operasi.
polos os nasal untuk mendiagnosis fraktur pada hidung
sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa penulis Pada prinsipnya apabila terjadi fraktur hidung
menyatakan perlunya dokumentasi berupa foto polos baru sederhana dan tertutup maka reposisi dilakukan
os nasal untuk kepentingan medikolegal pada kasus- segera bila keadaan umum memungkinkan. Tetapi bila
kasus fraktur tulang hidung. Akan tetapi penelitian- terdapat edema atau hematoma yang luas maka akan
penelitian sebelumnya menunjukan pemeriksaan sulit untuk menegakkan diagnosis adanya fraktur dan
radiologi (foto polos os nasal) memiliki sensitivitas sulit pula menentukan posisi fragmen fraktur, maka
dan spesifisitas yang buruk dalam mendignosis fraktur sebaiknya reposisi ditunda sampai akhir minggu
tulang hidung. Mereka juga menyimpulkan pertama. Diharapkan dalam waktu tersebut edema serta
pemeriksaan radiologi tidak bermanfaat dan tidak hematoma akan hilang dan deformitas akan lebih jelas
berpengaruh dalam penatalaksanaan fraktur tulang terlihat. Setelah itu reposisi dilakukan secara tertutup.
hidung. Pemeriksaan radiologi dengan tomografi Akan tetapi apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan
komputer dinilai lebih bermanfaat. Penelitian terbaru adanya hematoma pada septum maka aspirasi atau
menemukan ultrasonografi dapat menjadi pemeriksaan insisi dan drainase harus segera dilakukan agar tidak
radiologi alternatif untuk mengevaluasi fraktur pada terjadi nekrosis pada kartilago septum. Reduksi
tulang hidung. dibutuhkan hanya untuk fraktur tulang hidung yang
mnyebabkan deformitas dan sumbatan hidung.
Pada fraktur lama yang lebih dari 2 minggu
Dokumentasi dan sudah terbentuk kalus, reposisi secara tertutup
tidak akan memberi hasil ynag memuaskan. Dengan
Foto dokumentasi sebelum dan sesudah
demikian perlu dilakukan tindakan reposisi secara
tindakan sangat diperlukan. Foto standar yang
terbuka.
digunakan dalam menganalisa wajah adalah: tampak
frontal, kedua sisi lateral, kedua sisi oblik dan tampak Pada kasus fraktur hidung terbuka dilakukan
basal. Hal ini diperlukan selain untuk kepentingan eksplorasi segera ditempat luka dan bila terdapat
medikolegal juga untuk perbadingan sebelum dan avulsi, jaringan itu dijahitkan kembali kemudian
sesudah dilakukan tindakan serta merekam adanya fragmen tulang direposisi.
kemungkinan pasien telah mengalami deformitas pada
hidung sebelum terjadi trauma.
PENATALAKSANAAN REDUKSI TERTUTUP

KOMPLIKASI Tujuan utama penatalaksanaan fraktur tulang


hidung adalah untuk mengembalikan fungsi dan
Komplikasi pada fraktur hidung terjadi segera bentuk hidung seperti sebelum terjadinya trauma.
ataupun lambat. Yang termasuk komplikasi segera
Di antara fraktur tulang hidung yang sering
adalah: edema, ekimosis, hematoma septum,
dijumpai adalah fraktur tulang hidung uniteral yang
epistaksis, infeksi, adanya kebocoran cairan
disertai dengan pergeseran piramid hidung kesisi
serebrospinalis dan juga pernah dilaporkan
lainnya dan fraktur hidung yang disertai dislokasi atau
trigeminovagal reflek. Sedangkan yang termasuk
deviasi septum nasi. Kebanyakan fraktur tulang
komplikasi lambat antara lain: obstruksi hidung,
hidung dapat ditangani secara adekuat dengan
jaringan parut, deformitas sekunder, sinekia, hidung
menggunakan teknik reduksi tertutup. Teknik reduksi
pelana dan perforasi septum.
tertutup ini biasanya memberikan hasil yang

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


memuaskan pada kebanyakan kasus fraktur tulang Apabila terjadi deviasi septum bersamaan dengan
hidung, karena teknik ini mudah dilakukan, memiliki deviasi hidung, suatu tindakan untuk meluruskan
angka kesakitan yang rendah dan waktu penyembuhan septum dapat dilakukan bersamaan dengan reduksi
cepat. Oleh karena itu seorang dokter THT harus atau rinoplasti dan tindakan ini dikenal sebagai
mengusai teknik reduksi tertutup ini dengan baik septorinoplasti.
karena trauma pada hidung akan sering ditemukan
pada praktek sehari-hari, yaitu berupa fraktur pada
tulang hidung yang sederhana (simple fracture). Anestesi

Teknik reduksi tertutup ini idealnya dilakukan Reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung
pada fraktur hidung baru yang sebelumnya terjadinya dapat dilakukan dengan analgesia lokal atau anantesia
trauma tidak terdapat deformitas, tidak ada keluhan umum.
hidung tersumbat dan pada pasien-pasien yang Anestesi lokal dapat dilakukan dengan
mengalami fraktur depresi tulang ipsilateral. pemasangan tampon lidokain 1-2% atau kokain 4%
yang dicampur dengan epinefrin 1 : 100.000. tampon
kapas ini ditempatkan pada meatus superior persis
Indikasi
dibawah tulang hidung, di antar konka media dan
Indikasi melakukan teknik reduksi tertutup, septum dan bagian distal dari kapas tipis tersebut
pada prisipnya dilakukan pada pasien-pasien yang terletak dekat foramen sfenopalatina, antara konka
mengalami fraktur hidung baru, yaitu : (1) fraktur inferior dan septum nasi. Tambahan suntikan anestesi
tulang hidung uniteral atau bilateral; (2) fraktur tulang (infiltrasi lokal) dengan lidocain 2% yang mengandung
hidung dan septum (nasal-septal complex) yang epinefrin konsentrasi 1:100.000 dilakukan disepanjang
disertai deviasi piramid hidung (nasal framework) dorsum nasi, lateral sampai piramid hidung dan bagian
kurang dari setengah lebar nasal bridge. bawah dari septum nasi anterior untuk memblok n.
infratrokhlearis, n. infraorbitalls, n. alveolaris superior
Waktu dan ganglion sfenopalatina. Kadang-kadang diperlukan
penambahan penyemprotan lidokain spray beberapa
Sampai saat ini masih terdapat kontroversi
kali untuk memperoleh efek vasokonstriksi yang baik.
waktu yang paling tepat dilakukannya terapi pada
Pemeriksa sebaiknya menunggu selama 10 sampai 20
fraktur tulang hidung. Penelitian fraktur tulang hidung
menit agar obat anestesi yang telah diberikan bekerja
dilakukan segera setelah terjadinya trauma, sebelum
efektif. Premedikasi dengan diazepam 5 sampai 10 mg
terdapat edema, karena edema yang terjadi pada
dapat diberikan 30 menit sebelum tindakan reduksi
jaringan lunak biasanya akan menutupi fraktur tulang
tertutup dimulai. Keuntungan dengan analgesia lokal
hidung yang ringan sampai sedang, sehingga tindakan
ialah biayanya murah, risikonya lebih kecil dan waktu
reduksi tertutup sulit untuk dilakukan secepatnya.
lebih fleksibel.
Dengan demikian, pasien-pasien tersebut harus
dilakukan evaluasi kembali dalam 3 sampai 4 hari lagi. Akan tetapi pada anak-anak, orang dewasa
Apabila terdapat edema, maka pasien-pasien tersebut muda atau pasien yang tidak begitu kooperatif,
akan dilakukan pemeriksaan kembali pada 3 sampai 4 tindakan reduksi tertutup sebaiknya dilakukan dengan
hari yang akan datang, dan tindakan reduksi tertutup anestesi umum.
sebaiknya dilakukan antara 3 dan 10 hari sesudah
trauma. Akan tetapi waktu terbaik untuk melakukan
tindakan reduksi tertutup agar didapatkan hasil yang
memuaskan adalah 3 jam pertama setelah terjadinya
trauma. Staffel menekankan pentingnya menangani
fraktur tulang hidung dalam 2 minggu setelah FRAKTUR MAKSILA
terjadinya trauma, karena pada fraktur yang terjadi
lebih dari 2 minggu dan sudah terbentuk kalus, sangat
tidak mungkin untuk melakukan teknik tersebut di
atas, sehingga memerlukan teknik reduksi terbuka.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Definisi fraktur maksila : Fraktur yang berhubungan - LeFort I
dengan sistem pilar vertikal dari sepertiga tengah - Terdapat mobilitas atau pergeseran arkus
wajah. dentalis, maksila dan palatum
- Maloklusi gigi

- LeFort II
Klasifikasi : - Palatum bergeser ke belakang
- Maloklusi gigi
Le Fort I ( Prosesus alveolaris ) : Fraktur maksila
rendah yang memisahkan maksila setinggi dasar - LeFort III
hidung
- Terdapat mobilitas dan pergeseran kompleks
Le Fort II ( Fraktur Piramidal ) : Fraktur pada palatum zigomatikomaksilaris
dan sepertiga tengah wajah yang berakibat terpisahnya
bagian sepertiga tengah wajah dari dasar kranium. - komplikasi intrakranial misalnya : kebocoran
cairan serebrospinal melalui sel atap
Le fort III (Craniofacial disjunction) : Fraktur yang ethmoid dan lamina cribiformis.
mengakibatkan pemisahan lengkap kompleks
zygomaticomaxillaris dari dasar kranium. Diagnosis banding : - Fraktur multiple wajah

Pemeriksaan Penunjang

Kriteria diagnosis:  Pemeriksaan radiologi baik berupa foto polos


maupun CT Scan
A. Anamnesis :  Foto polos : posisi Waters, foto kepala lateral
- Pembengkakan infra orbital maupun servikal lateral.
- Hipestesi cabang N.V2  CT Scan baik potongan axial maupun coronal.
- Maloklusi (Le Fort I – II)  pemeriksaan untuk persiapan operasi :
- Epistaksis (Le Fort II – III) lab darah : Hb, Lekosit, Trombosit, BT, CT,
- LCS leak (Le Fort III) bila perlu PT dan aPTT, SGOT,SGPT, Ureum,
- mekanisme trauma : tentang kekuatan, lokasi
Kreatinin, Na, Kalium.
dan arah benturan yang terjadi
- cedera di bagian tubuh yang lain
Radiologik : foto Thoraks
- riwayat perubahan status mental dan penuruna
kesadaran
Lain-lain : EKG bila perlu
- adanya defisiensi fungsional lainnya,
misalnya berhubungan dengan jalan nafas,
penglihatan, syaraf otak ataupun pendengaran

Penatalaksanaan/terapi
B. Pemeriksaan Fisik :
- secara inspeksi wajah tampak tidak simetris - Perbaikan keadaan umum
atau tidak proporsional
- Medikamentosa kausal
- Inspeksi : kelainan lokal,luka, asimetri wajah,
- transfusi darah (bila perlu)
adakah gangguan fungsi mata, gangguan
oklusi, trismus, paresis fascialis dan - Operatif : Repair (atau Reduksi) fraktur maksila
sebagainya.
Dapat berupa :
- edema jaringan lunak dan ekimosis
 LeFort I :
- palpasi : daerah supraorbital, lateral orbital rim, Fiksasi interdental dan intermaksilar selama 4 –
zygoma, infra orbital, hidung, mandibula, 6 minggu
sendi temporomandibular, palpasi bimanual
(ekstra – intra oral).  LeFort II :

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS


Seperti LeFort I disertai fiksasi dari sutura Pemasangan splint bila terdapat displacement gigi,
zigomatikum atau rim orbita traktur alveolar atau maloklusi

 LeFort III : Penyulit :


Reduksi terbuka dengan fiksasi interdental dan
intermaksilar, suspensi dari sutura Perdarahan
zigometikum dan pemasangan kawat dari rim Anemia
orbita. Obstruksi jalan nafas
Cedera saraf
Dapat digunakan mini/microplate untuk mobilisasi Kebocoran CSF
segmen fraktur sebagai pengganti kawat. Infeksi
Syok
Bila dengan teknik diatas tidak didapatkan fiksasi
yang adekuat, digunakan alat fiksasi eksterna untuk
membuat traksi lateral atau anterior.

Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL

Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS

Anda mungkin juga menyukai