Rangka Hidung 5
DAFTAR PUSTAKA
Latar Belakang
Sejak pertengahan tahun 1990-an, istilah hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya
“sinusitis” diganti menjadi “rinosinusitis”. Menurut polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.7
American Academy of Otolaryngology – Head & Neck
Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan Definisi
rinosinusitis (RS) karena dianggap lebih akurat dengan Rinosinusitis adalah semua peradangan mukosa
alasan:1,2 sinus paranasal. Rinosinusitis adalah semua
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan keradangan yang terjadi secara bersamaan pada rongga
lanjutan mukosa hidung hidung dan sinus paranasal.1,2,8,9,10
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis Rinosinusitis (termasuk polip hidung)
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus
dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
Perkembangan penelitian mengenai patofisiologi, gejala, salah satunya termasuk hidung
penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan kelainan tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung
pada sinus secara singkat dapat dilihat dalam dua anterior/posterior):11
rekomendasi para ahli yang dilakukan di Amerika ± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
Serikat dan Eropa. Para ahli di Amerika Serikat, ± penurunan/hilangnya penghidu
melalui rekomendasi Rhinosinusitis Task Force Dan salah satu dari temuan nasoendoskopi; polip
(RSTF) pada tahun 1996, merekomendasikan bahwa dan/atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan
rinosinusistis didiagnosis berdasarkan gejala klinis, atau edema/obstruksi mukosa di meatus medius
durasi gejala, pemeriksaan fisis, nasoendoskopi dan dan/atau gambaran tomografi komputer; perubahan
tomografi komputer.3 mukosa di kompleks ostiomeatal dan/atau sinus.
Namun demikian, gejala dan tanda klinis pada
semua penderita inflamasi kronik pada sinus tampak Klasifikasi
tumpang tindih, baik pada penderita yang disertai polip Menurut The Rhinosinusitis Task Force (RSTF):1,2
hidung atau tanpa polip hidung. Para ahli di Eropa, 1. RS akut : 4 minggu
melalui rekomendasi European Position Paper on 2. RS subakut : > 4-12 minggu
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) menegaskan 3. RS kronik : > 12 minggu
bahwa perbedaan antara penderita polip hidung dan 4. RS akut rekuren : ≥ 4 episode per tahun; tiap
rinosinusitis kronik harus berdasarkan pemeriksaan episode ≥ 7-10 hari resolusi komplit di antara
nasoendoskopi. Selain itu, rekomendasi ini episode
menegaskan bahwa polip hidung merupakan 5. RS kronik eksaserbasi akut : perburukan gejala
subkelainan dari rinosinusitis kronik.4 tiba-tiba dari RS kronik dengan kekambuhan
Bila mengenai beberapa sinus disebut berulang setelah pengobatan
multisinusitis dan bila mengenai seluruh sinus American Academy of Allergy, Asthma and
paranasal, disebut pansinusitis. Sinus maksila sering Immunology; American Academy of Otolaryngic
terkena, kemudian sinus etmoid, sinus frontal dan sinus Allergy; American Academy of Otolaryngology-Head
sfenoid. Penyakit ini berasal dari perluasan infeksi and Neck Surgery; American College of Allergy,
hidung, gigi, faring, tonsil atau adenoid. Tetapi dapat Asthma and Immunology; and American Rhinologic
juga terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, Society mengusulkan subklasifikasi lebih lanjut dari
berenang atau menyelam. Ikut berperan pula beberapa RS kronik adalah:1,2,12
faktor predisposisi yang menyebabkan obstruksi muara 1. RS kronik dengan polip, ditandai dengan mukosa
sinus maksila, sehingga mempermudah terjadinya polipoid dengan edema, infiltrasi eosinofil.
sinusitis seperti deviasi septum,hipertropi konka, Limfosit T dan B, serta kerusakan pada epitel
massa di dalam rongga hidung dan alergi.5,6 yang disebabkan oleh produk-produk aktivasi sel
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan eosinofil. Tipe ini berhubungan dengan
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter meningkatnya prevalensi polip hidung dan juga
umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki berhubungan dengan lebih luasnya gambaran
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan patologis kelainan sinus pada tomografi
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Yang komputer.
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke 2. RS kronik tanpa polip, yaitu bentuk RS kronik
orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat yang tidak disertai oleh tanda-tanda tersebut di
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi atas, namun ditandai oleh hiperplasia kelenjar
yang tak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan seromukosa submukosa yang jelas.
dini terhadap rinosinusitis ini sangat penting. Awalnya Klasifikasi sinusitis yang disebabkan oleh jamur
diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu dikategorikan ke dalam 4 grup:1,2
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Patofisiologi1,11,12
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-
ostiumnya dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam Gambaran
KOM. Mukus mengandung substansi antimikrobial endoskopi sinusitis jamur15
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk saat inspirasi. 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya Jamur dapat menstimulasi respon imun mukosa
berdekatan sehingga bila terjadi edema, mukosa yang sinonasal, menyebabkan sinusitis alergi jamur.
berhadapan saling bertemu sehingga silia tidak dapat Secara tipikal, mukosa polipoid terlihat di
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi bagian anterior membentuk suatu “massa”
tekanan negatif dalam sinus, menyebabkan terjadinya yang terdiri dari musin, materi jamur, kristal
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini dianggap Charcot-Leyden dan eosinofil.
sebagai rinosinusitis non-bakterial, biasanya sembuh Penebalan mukosa dan bony remodeling adalah
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini
tanda khas dari proses ini.
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik pertumbuhan kuman. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
Diagnosis
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
Anamnesis
antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena
ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi Gejala Mayor Gejala Minor
hipoksia dan tumbuh bakteri anaerob. Mukosa makin
• Nyeri/rasa tertekan di wajah • Nyeri
membengkak dan merupakan rantai siklus yang terus
• Rasa penuh di wajah kepala
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
• Hidung tersumbat • Demam
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tidakan • Hidung (pada RS
berair/bernanah/perubahan kronik)
operasi.
warna ingus • Bau
Sinusitis Jamur1,2,10,16 • Penurunan/berkurangnya mulut
1. Sinusitis jamur invasif penghidu • Mudah
• Nanah dalam rongga hidung lelah
Terjadi pada pasien diabetes dan pasien
• Demam (hanya RS akut) • Sakit gigi
imunosupresi.
• Batuk
Jamur patogen: Aspergillus, Mucor dan • Nyeri/ras
Rhizopus a tertekan/rasa
Pada pemeriksaan patologi terlihat invasi penuh di
jamur ke jaringan dan pembuluh darah. telinga
Mukosa kavum nasi berwarna biru-kehitaman
Gejala rinosinusitis.1,2
disertai septum yang nekrotik.
Bersifat kronis progresif, dapat menginvasi Kriteria diagnosis:1
sampai ke orbita atau intrakranial. Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor
2. Fungus ball
dan dua gejala minor (sangat mendukung riwayat
Merupakan kumpulan jamur di dalam rongga rinosinusitis)
sinus membentuk suatu massa, tanpa invasi ke Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala
dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang,
mayor hidung atau lainnya (tidak mendukung
sering mengenai sinus maksila.
riwayat rinosinusitis)
Jamur patogen: Aspergillus Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor
Gejala klinis menyerupai sinusitis kronik hidung atau lainnya (tidak mendukung riwayat
(rinore purulen, post nasal drip, halitosis) rinosinusitis).
Medikamentosa
A. Rinosinusitis Akut
Tujuan terapi adalah eradikasi bakteri
patoetiologi sehingga klirens mukosiliar menjadi
Sekret purulen pada meatus medius kiri17 normal kembali, meredakan gejala lebih cepat dan
mencegah komplikasi sekunder.1
Pencitraan11 Terapi empirik antibiotik harus berdasarkan
Foto polos sinus paranasal tidak kuman patogen (S. pneumoniae, H. influenzae dan
direkomendasikan. Tomografi komputer juga M. catarrhalis) dan juga pola resisten dari
tidak direkomendasikan, kecuali terdapat: pathogen yang dicurigai. Kira-kira 25% S.
Penyakit sangat berat pneumoniae tidak sensitif penisilin disebabkan
Pasien dengan penurunan imunitas perubahan penicillin-binding proteins, dan resisten
makrolid dan trimetofin/sulfametoksazol
Tanda komplikasi
(TMP/SMX). Hampir semua kuman M.
catarrhalis (90%) dan H. influenza menghasilkan
Pemeriksaan Laboratorium
beta-lactamase yang diinaktifkan oleh antibiotik
Pemeriksaan mikrobiologik dan kultur
beta-lactamase.1,2
resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
Pemilihan AB tergantung beratnya penyakit
dari meatus media/superior, untuk mendapat
dan riwayat pemakaian AB dalam 4-6 minggu:1,2
antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila
Ringan dan tidak ada riwayat pemakaian AB.
diambil sekret dari sinus maksila.10
Jika curiga adanya sinusistis jamur, dapat Direkomendasikan amoksisilin klavulanat
dilakukan kultur aspirasi secara endoskopi (1,75-4 gr/250 mg/hari atau 45-90 mg/6,4
dengan pewarnaan jamur. Jika hasilnya negatif mg/kg/hari untuk anak), amoksisilin (1,5-4
dan gejala klinik mendukung ke arah sinusitis g/hari atau 45-90 mg/kg/hari untuk anak),
jamur, dapat dilakukan biopsi dengan potong atau cefpodoksim, cefurosim, atau cefdinir.
beku.18 Untuk dewasa yang alergi beta-lactamase
diberikan TMP/SMX, doksisiklin atau
Diagnosis Banding2 makrolid, sedangkan anak yang alergi beta-
lactamase diberikan TMP/SMX atau makrolid
Rinitis Viral (Common Cold).
(azitromisin, klaritromisin dan eritromisin).
Common cold/RS viral akut didefinisikan
Sedang dan ada riwayat pemakaian AB.
sebagai lamanya gejala < 10 hari. RS non-viral
akut didefinisikan sebagai perburukan gejala Direkomendasikan respiratory quinolone
setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 (gatifloksasin, levofloksasin atau
hari dengan lama sakit < 12 minggu. moksifloksasin), amoksisilin/klavulanat,
ceftriakson dan terapi kombinasi.
Nyeri Temporomandibular Joint (TMJ).
Dewasa yang alergi beta-lactamase diberikan
Sering pasien menunjukkan mimik seperti
respiratory quinolone atau klindamisin dan
gejala sinusitis. Nyeri TMJ sering ditemukan
rifampin, sedangkan untuk anak diberikan
dan kualitas nyerinya juga berbeda-beda.
TMP/SMX, makrolid atau klindamisin.
Penting pada palpasi TMJ ditemukan nyeri
Bila dalam 72 jam tidak ada perbaikan dan
tekan dan “klik”.2
terjadi perburukan gejala, pasien harus direvaluasi.
Nyeri Kepala dan Migrain. Terapi tambahan meliputi cuci hidung hidung dan
Migrain ditandai dengan nyeri kepala irigasi, analgesik (ibuprofen,
berdenyut, unilateral, sekitar 4-72 jam. Migrain asetaminofen),mukolitik (guaifenesin) dan
dapat terjadi dengan atau tanpa gejala dekongestan oral (pseudoefedrin).1,8
neurologis, seperti gangguan visus atau
kelumpuhan. Adanya aura, gejala singkat, dan B. Rinosinusitis Kronik
respon terhadap pemberian obat seperti alkaloid Pemberian AB pada RS kronik adalah
ergot. kontroversi bila penyebab dasarnya belum
Nyeri trigeminal. diketahui.1
Neuralgia trigeminal jarang terjadi, tapi Pilihan terapi meliputi:1,2
menyebabkan serangan hebat di sepanjang Antimikroba. Idealnya pilihan AB berdasarkan
nervus trigeminal. kultur secara endoskopik, tetapi bila ini tidak
Neoplasma Sinus.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
2. Antrotomi Caldwell-Luc8
Antrotomi Caldwell-Luc adalah tindakan
pembedahan membuka dinding depan sinus
maksilaris, mengeluarkan pus maupun jaringan
Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai patologis.
area di sekitar hidung16 Indikasi operasi:
Tumor jinak
Empiema kronis yang resisten dengan
pengobatan konservatif
Perawatan pasca bedah:8
Fraktur komplikata maksila
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya operasi dengan anestesi umum. Eksplorasi
2. Antibiotik Komplikasi
3. Penatalaksanaan komplikasi. Kerusakan saraf infraorbita
4. Follow-up Kerusakan akar gigi
Pengangkatan tampon. Kerusakan dasar orbita
Penilaian keberhasilan pengobatan. Hipestesi atau parestesi pipi
Kerusakan bola mata
B. Prosedur Terbuka Emfisema subkutan
1. Antrostomi2,8 Kerusakan saraf alveol superior dan soket
Antrostomi adalah tindakan pembedahan gigi
membuat lubang ke sinus maksilaris dengan Edem berkepanjangan
menembus dinding medialnya pada meatus
Infeksi
inferior untuk mengeluarkan pus dan
memperbaiki drainase. Perdarahan
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris Pembengkakan wajah
sebagai upaya memfasilitasi pengeluaran pus Fistula oroantral
dan atau memperbaiki drainase. Perawatan pasca bedah
Komplikasi 1. Penderita di rawat inap.
Cedera orbita : hematom orbita, diplopia, 2. Antibiotik
kebutaan 3. Penatalaksanaan komplikasi
Emboli udara 4. Follow-up
Insersi trokar lebih didepan dari dinding Pengangkatan tampon
depan antrum dan selanjutnya ke jaringan Penilaian keberhasilan pengobatan
lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
Perdarahan
Perlukaan saluran dan kantong
nasolakrimal
Mati rasa
Parestesi
Trauma gigi
Perawatan pasca bedah, meliputi:
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya antrostomi dengan anestesi
umum.
2. Antibiotik
3. Penatalaksanaan komplikasi
4. Follow-up
3. Benninger M, Ferguson B, Hadley J. Adult 15. Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose,
Chronic Rhinosinusitis Head and Neck Surgery; Throat, Head and Neck Surgery. Second Edition.
2003; p. 129. London; 2000.
4. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. 16. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis
Complication in sinus diseases. Diseases of Current Concept and Management. In : Bailey ed.
sinuses diagnosis and management; 2001;169- Otolaryngology- Head and Neck Surgery. Second
176. Edition. Philadelphia. Lippincot-Raven
Publisher;2006; p. 441-445.
5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and
Phisiology of The Nose and Accessory Sinuses in 17. Piccirillo JF, Merrit MG, Richards ML.
Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck. Psycometric and Clinimetric Validity of the 20-
13th ed. Philadelphia; 2003; p. 1 – 25. item Sino-nasal Outcome Test (SNOT-20).
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2002.
6. Blumenthal MN. Alergic Conditions in
Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR Jr.
Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of
Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia; 2004; p.195
– 205.
DAFTAR PUSTAKA
EMBRIOLOGI TELINGA1,2
1. Telinga Luar e. Tulang-tulang pendengaran mulai
Perkembangan Prenatal berkembang pada 4-6 minggu pertama
a. Perkembangan daun telinga dari lengkung kehamilan.
brachial pertama dan kedua, dimulai umur 6 f. Tulang-tulang pendengaran berasal dari :
minggu kehamilan Kepala malleus, short process dan
b. Lobulus adalah bagian terakhir pembentukan badan incus berasal dari kartilago arkus
daun telinga pertama (mandibular).
c. Cavum concha timbul dari lengkung branchial Manubrium malleus, long process
pertama, mengalami invaginasi pada usia 8 incus, suprastruktur dari stapes berasal
minggu kehamilan untuk membentuk bagian dari kartilago arkus kedua (hyoid).
kartilago canalis auditorius externus. g. Tulang pendengaran mencapai ukuran orang
d. Meatus akustikus externus mengalami dewasa pada usia kehamilan 6 bulan
invaginasi menjadi inti epitel yang
padat/sumbat meatal. Pada usia kehamilan 6 Perkembangan Postnatal
bulan, sel epitel dari sumbat meatal ini a. Tuba eustachius mengalami penggandaan
mengalami degenerasi dan mengakibatkan dalam ukuran panjang disaat antara sejak lahir
kanalisasi bagian tulang dari kanalis smpai dewasa.
auditorius externus pars medial. b. Ujung mastoid kurang berkembang saat
e. Membran timpani berasal dari membrane lahir.
yang berada diantara lengkung brachial c. Sel udara mastoid berkembang secara
pertama dan kantung faringeal pertama signifikan di usia 2-3 tahun pertama
membrane timpani terbentuk dari ectoderm kehidupannya.
dari sumbat meatal, endoderm dari tonjolan d. Foramen stylomastoid menjadi lebih
tubotimpani, dan mesenkim dari arkus medial posisinya dengan berkembangnya
brachial pertama dan kedua. ujung mastoid.
Perkembangan Postnatal 3. Telinga Dalam
a. Bagian medial dari kanalis auditorius externus Perkembangan Prenatal
mengalami ossifikasi sekitar 2 tahun pertama a. Plakoda otic timbul di usia kehamilan 4
kehidupannya. minggu.
b. Kanalis auditorius externus mencapai ukuran b. Plakoda otic membentuk otic pit yang
orang dewasa sekitar usia 9 tahun. akan membentuk vesikula otic.
c. Sejak lahir membrane timpani hamper sama c. Vesikuls otic merupakan precursor labirin
ukurannya dengan oraang dewasa tapi masih membranoseus.
horizontal posisinya, semakin berkembangnya d. Ductus endolimfstikus dan saccus
kanalis auditorius externus maka posisi emanate berasal dari vesikula otic.
membrane timpani menjadi lebih vertical. e. Vesikuls otic terdiri atas 2 bagian :
d. Kartilago pinna berkembang sampai usia 10- Dorsal (utricular) –utriculus,
12 tahun, mencapai sekitar 80% ukuran orang ductus semisrkularis dan ductus
dewasa saat berusia 8 tahun, meskipun endilimfatikus
demikian bagian lobulus masih terus
Ventral (saccular)-sacculus dan
berkembang.
ductus cochlearis.
f. Organon corti terbentuk di dinding dari
2. Telinga Tengah
ductus cochlearis.
Perkembangan Prenatal
g. Kapsula otic terbentuk dari mesenkim di
a. Bagian distal resesus tubotimpani dari
sekitar vesikula otic.
kantung faringeal pertama menjadi cavum
h. Ruang perilimfatikus terbentuk disekitar
timpani
ductus cochlearis, memberi kontribusi untuk
b. Bagian proximal dari resesus tubitimpani
scala timpani dan vestibule.
menjadi tuba auditorius dan tuba eustachius.
i. Bagian dalam telinga matang dalam
c. Sel udara mastoid terbentuk dari ekspansi dari
ukuran dan fungsinya saat lahir.
cavum timpani pada perkembangan janin
lebih lanjut.
Perkembangan Postnatal
d. Landasan kaki stapes dan ligamentum
annulare timbul dari kaapsula otic.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
ANATOMI TELINGA
Anatomi Telinga Luar3,4,5
2.3 Stapes7,13
Mempunyai bentuk seperti sanggurdi. Tulang
pendengaran ke-3 dan merupakan tulang
terkecil dari tubuh yang mempunyai berat
sekitar 2,5 mg. terdiri dari: kepala
(capitulum), leher, dan 2 buah kaki dan
sebuah alas (footplate). Bagian arkus yang
anterior mempunyai ukuran yang lebih
pendek dari postior. Ke-3 bagian bagian
pertama akan membentuk sebuah arkus
stapedeus yang akan melekat pada footplate.
Membran timpani 11 Pada bagian leher merupakan tempat
perlekatan dari m. stapedeus.
2. Tulang pendengaran
Pada daerah telinga tengah terdapat 3 buah tulang
pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar
pada transmisi energi suara dengan proses vibrasi
dan memperkuat energi suara tersebut selama
proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke
telinga bagian dalam melalui foramen
ovale.7,8,9,12,13
Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah:
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Kavum timpani terbagi atas 2 ruangan yaitu: 7,8,9,13 Pada daerah epitimpanum terdapat suatu ruangan
1. Rongga timpani, yang berbeda di sebelah yang disebut Prussak’s space. Ruangan ini
membran timpani merupakan daerah yang sangat penting karena
2. Epitimpani recess yang berada di atas rongga merupakan daerah yang paling sering timbulnya
timpani kolesteatom. Rongga Prussak merupakan daerah
Kavum timpani dilapisi oleh suatu membran berupa kantong yang dangkal yang berada di
mukosa yang merupakan lanjutan dari saluran bagian posterior dari pars flaksida. Kolesteatom
pernafasan. Mukosanya pucat, tipis dan kaya akan yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
vaskularisasi. Selnya mempunyai beberapa tipe, menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari
diantaranya sel bersilia, sel nonsilia dengan atau badan inkus, yang kemudian masuk ke daerah
tanpa kelenjar sekretorius, dan sel goblet. Epitel antrum dan rongga mastoid.14
yang terbentuk epitel kolumnar silindris bertingkat
bersilia terutama umumnya terdapat pada daerah Kolesteatom yang berada dalam rongga Prussak
mukosa kavum timpani, sedangkan yang akan menyebar melalui 3 jalan:14
berbatasan dengan orifisium tuba, yang 1. Rute posterior, merupakan rute yang paling
merupakan kelanjutan dari epitel mukosa saluran sering, perluasan akan melalui ruang inkudal
nafas bagian atas, yaitu sel jenis kolumnar superior, yang berada di luar bagian
pseudostratified bersilia. Terutama terdapat pada posterolateral dari atik, ruang ini berada di
daerah atap, anterior, sebagian promontorium dan atas bagian lateral llipatan inkudal dan tubuh
hipotimpanum. Lapisan sel tersebut mengandung inkus.
sel dan kelenjar yang mengsekresi mukus. 2. Rute inferior merupakan rute ke-2 yang sering
Lapisan mukus yang terdapat di antara silia dilalui oleh kolesteatom untuk penyebarannya
dihasilkan oleh sel-sel goblet. Semakin ke setelah rute pertama. Rongga Prussak
belakang lapisan mukosa tersebut akan berubah mendapat pneumatisasi melalui rongga
inkudal inferior (sakus superior). Jika
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Saraf fasialis
Berasal dari arkus brakhialis kedua, yang berisi serabut Gambar 2.9 Bagian saraf fasialis melalui CPA 13
saraf eferen yang mempersarafi m. fasialis, m.
stylohioid, m. venter posterior, m. digastrikus dan m.
stapedeus. Serabut saraf preganglionik parasimpatis Segmen timpanik n. Fasialis15
akan mempersarafi kelenjar lakrimalis, kelenjar
seromucous di daerah rongga hidung, kelenjar M. tensor timpani dan m. stapedius
submandibular dan sublingual. Sedangkan serabut Pada daerah mesotimpanum terdapat dua otot, yang
afferent akan mempersarafi duapertiga bagian depan pertama adalah m. tensor timpani, yang mempunyai
dari lidah. Saraf fasialis keluar melalui pons melintang panjang sekitar 2 cm dan berasal dari kartilago
melalui cerebellopontine angle, dan masuk ke dalam pharyngotympanic tube dan berjalan secara paralel
kanalis auditorius internus bersama- sama dengan saraf dengan tuba eustakhius dan selanjutnya akan melekat
vestibulokoklearis. Segmen labirin dari saraf fasialis pada dasar dari manubrium mallei, otot ini dipersarafi
terletak antara bagian lateral dari kanalis akustikus oleh cabang mandibular dari segmen saraf trigeminus.
internus sampai ganglion genikulatum. Pada bagian Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan pergerakan
ganglion genikulatum inilah saraf akan memutar ke medial dari manubrium, sehingga akan
kearah posterior dan masuk ke ruangan mesotimpanum menyebabkan terjadinya penebalan membran timpani.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Potensial aksi gabungan berasal dari pelaksanaan all 1. Nguyen Q, Viirre ES. Tinitus. Dalam:Weisman
or none pada serabut saraf auditorius. Potensial aksi MH, Harris JP. Head and Neck Manifestation of
gabungan lebih efektif dicatat dengan elektoda yang Systemic Disease. New York. Informa. 2007.
ditempatkan dekat foramen rotundum atau saraf H.379-84
auditorius dan dengan menggunakan sinyal frekuensi
tinggi dengan onset yang cepat.23 2. Bull, P.D, P.D. Disease of The Ear, Nose and
Throat. Idaho. Blackwell Science. 2002. H.59-60
Fisiologi Sistem Saraf dan Pusat Pendengaran23
Impuls pendengaran yang merupakan hasil proses
transduksi dari energi mekanik (akustik) ke energi
listrik (neural) diteruskan melalui n. VIII menuju 3. Schleuning, AJ. Martin, WH. Shi Y. Tinnitus.
nukleus kohlearis. Serabut saraf yang mempunyai Dalam: Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck
aktifitas tinggi mempunyai dendrit yang tebal, serabut Surgery Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
saraf dengan aktifitas rendah mempunyai terminal Lippincott. 2006. H.2237-45
yang berbeda pada sistem saraf pusat pendengaran
(nukleus kohlearis). Unit serabut saraf dengan 4. Bull TR. Tinnitus. Dalam: Bull TR. Color Atlas of
karakteristik frekuensi rendah mempersarafi sel rambut ENT Diagnosis. Edisi ke-4. New York. Thieme.
dalam di daerah apeks kohlea, sedangkan serabut saraf 2003. H.28
dengan karakteristik frekuensi tinggi mempersarafi sel
rambut dalam di daerah basal kohlea. Kurva nada 5. Mils JH, Hanwalla SS, Webber PC. Anatomy
(tuning curve) dari satu serabut saraf auditori and Physiology of Hearing. Dalam: Bailey BJ,
merupakan dasar untuk mengukur fungsi saraf Johnson JT. Head and Neck Surgery
pendengaran. Serabut saraf dengan karakteristik Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
frekuensi dibawah 11 kHz mempunyai bentuk kurva Lippincott. 2006. H.1883-1903
seperti huruf V. Serabut saraf dengan karakteristik
frekuensi tinggi mempunyai bentuk kurva yang jelas 6. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis
atau runcing. Kerusakan pada sel sensoris, termasuk Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
stereosilia dapat merubah bentuk kurva nada secara Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
dramatis. Bila sel rambut luar dirusak kurva nada Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26: 433-
serabut saraf pendengaran yang berasal dari sel rambut 45.
dalam yang normal akan mengalami perubahan di
beberapa tempat. Aktivitas saraf normal meliputi 7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease.,
deteksi suara rendah dan perubahan frekuensi Dalam Disease of the Nose, Throat, Ear, Head,
tergantung pada keutuhan sel rambut luar dan and Neck., 13th edition., Lea & Febiger.
stereosilia yang normal. Philadelphia. 1985: 57: 1170-96.
Semua serabut n. VIII berakhir di nukleus
kohlearis. Terdapat 5 tipe sel utama di dalam nukleus 8. Ludman H., Complications of suppurative otitis
kohlearis, setiap sel mempunyai morfologi dan fungsi media., Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5 th
yang berbeda, yaitu responss terhadap permulaan edition., Edited by Kerr AG., Butterworth & Co.
stimulus, perubahan stimulus, dan modulasi frekuensi. London. 1987: 12: 264-291.
Dari nukleus kohlea sebagian besar serabut saraf
menyilang batang otak menuju ke nukleus kompleks 9. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and
olivarius superior kontralateral dan sebagian kecil embryology of the Auditory and Vestibular
berjalan ke nucleus kompleks olivarius superior Systems. Dalam The Ear Comprehensive
ipsilateral. Informasi dari kedua telinga pertama kali Otology., Edited by Canalis RF., Lambert PR.,
akan berkonversigensi pada kompleks olivarius Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
superior. Dari kompleks olivarius superior impuls akan 2000: 2: 17-66.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Cupula 5
Ke dalam kupula ada projeksi silia dari sel-sel rambut
yang terletak di sepanjang krista ampularis, dan
sebaliknya sel-sel rambut ini berhubungan dengan
serat-serat saraf sensorik yang berjalan ke nervus
vestibularis. Pembengkokan kupula ke salah satu sisi
akan menyebabkan timbulnya aliran cairan dalam
kanalis, merangsang sel-sel rambut, sedangkan
pembengkokan ke arah yang berlawanan akan
menghambat sel-sel rambut. Jadi, sinyal yang sesuai
akan dikirimkan melewati nervus vestibularis untuk
memberitahukan sistem saraf pusat tentang adanya
gerakan cairan dalam kanalis yang sesuai.1
DAFTAR PUSTAKA
1. OMSK Benigna
Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
media kronik selain terjadinya proses peradangan pada
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat
telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid. 3 Otitis
kolesteatom
media supuratif kronik juga disertai dengan terjadiny
Dari bukti penelitian lain Perubahan tulang temporal pada OMSK pada
didapatkan bukti bahwa, pada cairan otitis media telinga dengan atau tanpa perforasi membran timpani
kronik terdapat enzim yang dapat mengubah mukosa adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah
pada telinga tengah, termasuk didalamnya enzim memperlihatkan proses infiltrasi yang ektensif dari sel-
sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga
pada permukaan lateral dan tengah membran timpani ditemukan infeksi bakteri intraepithelial. Proses infeksi
sehingga akan mengakibatkan terjadinya kelemahan akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang
pada membran timapani dan akhirnya akan kronis pada mukosa yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya kolaps dan perforasi kronis menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut
membran timpani. 2,6,7 menjadi polipoid, yang mana hal ini ditandai dengan
adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh
Perubahan struktur pada mukosa telinga tengah yang diikuti dengan terbentuknya jaringan granulasi.7,14
Gambaran histopatologi jaringan granulasi pada
juga dapat diakibatkan oleh akibat langsung dari
telinga tengah dapat dilihat pada gambar berikut
infeksi bakteri patogen ke telinga tengah dan mastoid Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada
yang mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan penyakit yang dengan proses peradangan kronis pada
peradangan kronis pada telinga tengah dan mastoid. telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel
Perubahan mukosa tersebut akan mengakibatkan sekretori yang banyak, perubahan ini bersifat
terjadinya udema dan degenerasi polipoid pada irreversible dan menyebar keseluruh permukaan
mukosa telinga tengah, yang akan mengakibatkan mukosa dan bertanggung jawab terhadap keluarnya
terjadinya obliterasi sebagian atau total dari antrum cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
mastoid (aditus block), sehingga drainase dari sel Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan
mastoid akan terganggu dan mengakibatkan terjadinya pada mukosa yang ditandai dengan adanya proses
proses peradangan pada mastoid yang lama kelamaan ulserasi yang jika berlangsung lama dapat
akan mengakibatkan terjadinya perubahan dari sel-sel mengakibatkan tereksposnya lapisan kapsul tulang.
udara pada rongga mastoid tersebut secara persisten. Dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis
6,13
kronis dan periosteitis.7,14
1.a.Lateral view
Diantaranya :
a. Mastoiditis
b. Labirintitis
c. Sensorineural Hearing Loss
d. Petrositis
e. Paralisis fasialis
f. Kolesteatoma
g. Fistula labirinti
2. Intrakranial
Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain a. Abses epidural
yang dapat menimbulkan terjadinya komplikasi dari b. Trombosis sinus lateralis
c. Otitic hydrocephalus
penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5
d. Meningitis
kategori : e. Abses otak
f. Abses subdural
1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika
3. Resistensi tubuh penderita 3. Ekstratemporal dan kranial
4. Pertahanan anatomi
5. Drainase Diantaranya :
Dua faktor pertama berhubungan dengan
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan a. Abses Bezold
dengan tubuh pasien.13 b. Abses subperiosteal
Diagnosis
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Merupakan proses peradangan bagian petrosus dari
Penanganan dari labirintitis yang diakibatkan oleh
tulang temporal yang ditandai dengan timbulnya
OMK adalah dengan tindakan kultur dan dilakukan
sindrom Gradenigo.6-9,13 Apex petrosus terdapat pada
tindakan drainase. Pada infeksi akut cukup kita
bagian medial – anterior dari tulang temporal, dengan
lakukan tindakan miringotomi dan pemakaian
posisi tepatnya adalah di depan otic capsule. Pada
timpanostomi tube, disamping pemberian antibiotika.
daerah ini terdapat penonjolan yang dibentuk dari a.
Sedangkan pada kasus yang kronis, diperlukan
karotis interna. Tulang temporal mempunyai sel-sel
tindakan masteidektomi. Beberapa ahli
udara sampai daerah apex petrosus sekitar 30% dari
merekomendasikan untuk dilakukan tindakan ini pada
tulang temporal, timbulnya pneumatisasi ini setelah
masa akut untuk menghindari terjadinya komplikasi
anak berusia lebih dari 3 tahun. Dimana sel-sel ini
yang lebih luas. Pasien sebaiknya bedrest total
akan berhubungan dengan telinga tengah maupun
ditempat tidur dengan pergerakan kepala yang
rongga mastoid melalui jalur sempit yang letaknya
seminimal mungkin. Pemberian antibiotika selama
bersebelahan dengan otic capsule. Sehingga infeksi
masih dalam perawatan di RS dilakukan intravena. 6-9,13
daerah telinga tengah maupun mastoid dapat
Tindakan operasi labirintektomi dilakukann jika
mempengaruhi se-sel udara yang terdapat pada apex
terdapat gangguan total dari fungsi labirin tersebut atau
petrosus melalui daerah celah sempit tersebut.
meningitis setelah pasien mendapatkan terapi yang
adekuat dengan antibiotik. Jika ditemukan proses Jadi karakteristik di daerah tulang petrosus ini :
ossifikasi pada labirin sebaiknya dilakukan tindakan
pemasangan kokhlear implant.6-9,13 Drainase lebih terbatas
Proksimal dari apical air cels sampai diploic spaces
merupakan predisposisi terjadinya osteomyelitis
Proksimal dari struktur intrakranial dan drainase
Sensorineural Hearing Loss yang kurang memperedisposisi terjadinya ekstensi
ke intrakranial
Sebenarnya hubungan antara OMK dengan SNHL Kelainan petrositis timbul jika sistim drainase dari
masih kontroversial, walaupun secara klinis terlihat mastoid daerah apex petrosus terganggu sehingga akan
seperti berhubungan. Beberapa faktor yang diduga terjadi peradangan pada daerah tersebut dan
turut berperan adalah endotoksin, patogenesis bakteri, selanjutnya akan menyebar ke daerah sekitarnya. Apex
factor sirkulasi dan faktor mekanik. Teori lain petrosus ini posisinya berdekatan dengan fossa kranial
mengatakan bahwa seringkali terjadinya gangguan medial dan posterior, sehingga jika sampai infeksi
pada aliran darah foramen ovale dan diikuti dengan tersebut menyebabkan terjadinya petrositis dapat
berkurangnya pasokan oksigen ke telinga bagian menyebabkan timbulnya infeksi ke daerah intrakranial.
dalam, sehingga akan menyebabkan kerusakan pada
telinga bagian dalam.6-9,13
4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt, 1873) 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan yang
Simple squamous atau cuboidal epithelium dari diakibatkan oleh ekspansi dari kolesteatom sebagai
akumulasi dari sejumlah keratin dan debris purulen.
celah di telinga tengah akan mengalami
2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri (endotoksin),
transpormasi metaplatik menjadi epitel yang produk dari jaringan granulasi (kolagen, asam
berkeratinisasi. Didukung oleh Sade (1971) bahwa hidrolase), dan subtansi yang berhubungan dengan
sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi kolesteatom itu sendiri (faktor pertumbuhan dan
proses inflamasi untuk berkeratinisasi. Sehingga sitokin).
daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah 3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
dapat membesar karena akumulasi debris dan Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali pada
kontak dengan membran timpani. Dengan adanya baberapa bagian telinga tengah tertentu yang kemudian
infeksi dan inflamasi maka kolestetaom akan menyebar ke ruangan lain dari telinga tengah. Bagian-
menyebakan lisis dari memberan timpani dan bagian tersebut adalah daerah sekitar atik, pars
perforasi (kolesteatom atik) flaksida, dan posterior dari mesotimpanum. Daerah
epitimpanum yang paling sering untuk timbulnya
kolesteatom adalah Prussak’s space (paling sering)
atau resessus epitimpani anterior. Prussak’s space
merupakan daerah berupa kantong yang dangkal yang
berada dibagian posterior dari pars flaksida.
Kolesteatom yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan
inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum dan
rongga mastoid.6-9,13
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Skema Terbentuknya Kolesteatom pada Pars Dari pemeriksaan radiologis didapatkan adanya
Flaccida20 gambaran erosi pada tulang dan daerah radiolusen
yang menyerupai perluasan antrum, dimana sel-sel
Pasien OMK dengan kolesteatom akan udara antrum dan mastoid telah mengalami destruksi.
mengeluhkan seringkali terjadi pengeluaran cairan dari CT scan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan lokasi dan perluasan dari kolesteatom tersebut.6-9,13
pendengaran yang progresif. Kolesteatom dapat
mengakibatkan terjadinya erosi pada tulang
pendengaran daerah kanalis akustikus eksternus.
Fistula labirin
Kolesteatom pada anak mempunyai gejala klinis
yang sama dengan dewasa, usia paling sering Fistula labirin merupakan suatu keadaan dari erosi
tulang dan tereksposnya membran endosteal dari
terjadinya adalah pada usia 10 tahun, lebih sering
telinga bagian dalam, seperti halnya terjadi fistula
terjadi pada anak laki-laki. Sebagian besar kolesteatom kedalam ruangan yang berisi cairan perilimph di
terjadi pada daerah epitimpanum (70%-80%) dan telinga bagian dalam. Ada 2 teori terjadinya erosi pada
gejala yang muncul adalah pengeluaran cairan dari tulang telinga bagian dalam:
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan 1) Osteolysis, dimana tulang akan diresopsi yang
pendengaran yang progresif. Dan didapatkan kantong ditandai dengan adanya peningkatan tekanan dari
retraksi didaerah posterosuperior membran timpani. kolesteatom atau aktivasi dari mediator matriks
kolesteatom.
Penanganannya seringkali mengalami kesulitan
2) Osteitis, terjadi pada penghubung antara jaringan
dikarenakan pasien yang kurang koperatif. granulasi yang timbul dengan lapisan tulang.
Salah satu komplikasi intratemporal yang sering
dari OMK dan kolesteatom adalah fistula labirin.
Prevalensi terjadinya fistula labirin pada pasien OMK
dengan kolesteatom adalah 5% - 10%, dengan lokasi
yang paling sering adalah kanalis semesirkularis
lateralis (90%) dan kokhlea pun dapat terkena melalui
foramen ovale atau promontorium (16%-20%).6-9,13
Diagnosis
Diagnosa
Tanda dan gejala yang timbul berhubungan dengan
thrombophlebits sinus sigmoid sebagai akibat
MRI pada Kasus Abses Epidural 7 inflamasi dan hidrodinamik intrkranial yang terganggu.
Gejala klinis klasik yang terjadi adalah : nyeri
Penatalaksanaan kepala, malaise, spiking fever, mengigil, peningkatan
tekanan intrakranial, dan Griesinger’s sign.
Bila ditemukan jaringan granulasi epidural, tulang Griesinger’s sign adalah adanya edema postauriculer
sekunder karena trombosis pada vena emissary
dan sekitarnya diangkat, jaringan granulasi dilepaskan
mastoid. Griesinger’s sign digambarkan sebagai edema
dengan diseksi tumpul dari duramater. Mungkin saja diatas processus mastoideus, tapi harus dibedakan
terjadi perforasi pada dura, dan dapat menyebabkan dengan subperiosteal edema atau abses pada akut
meningitis. Pada kasus tertentu bisa dilakukan koalesen mastoiditis.11.
pengangkatan dari plate fossa posterior. 6-9,13 Nyeri kepala, iritabilitas, letargi, dan papil edema
dapat terlihat sebagai akibat dari peninggian tekanan
Trombosis sinus lateralis 6-9,13 intrakranial. Pada kasus sinus sigmoid thromboflebitis,
dapat terbentuk abses ekstradural, otitic hydrocephalus
dan abses otak.6-9,13
Patofisiologi
Menduduki peringkat kedua dalam hal komplikasi
Queckenstedt-Stookey dan Tobey-Ayer test dengan
intrakranial OMK yang dapat menyebabkan kematian.
cara pungsi lumbal adalah cara untuk mengetahui
Terdapat 3 sinus dura yang berhubungan sangat
trombosis sinus lateralis, tapi test ini berbahaya dan
dekat dengan tulang temporal yaitu sinus sigmoid,
tidak bisa diandalkan. Tes ini mengukur tekanan CSF
sinus petrosal superior, dan sinus petrosal inferior.
dan melihat perubahannya pada penekanan satu atau
Ketiga sinus ini adalah struktur intradural dengan satu
kedua vena jugularis interna, penekanan dilakukan
bagiannya melekan ke lapisan archnoid dan bagian lain
dengan jari. Pada orang normal, penekanan pada
melekat pada sulkus di tulang temporal.
masing-masing vena jugularis interna akan
Daerah lateral dan sinus sigmoid merupakan daerah
menyebabkan peningkatan tekanan secara cepat pada
yang relatif tidak terlindungi terhadap proses
tekanan CSF 50-100 mmhg di atas level normal. Dan
peradangan didaerah dekatnya sebagai akibat dari
pada saat jari dilepaskan akan terjadi penurunan yang
OMK. Penyebaran secara langsung terjadi melalui
cepat pula.
mastoid karena erosi dari tulang temporal yang
diakibatkan oleh osteitis ataupun nekrosis. Sedangkan
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Pemeriksaan radiologi dengan CT Scan membantu Gejala yang timbul dari hal ini dalah timbulnya
untuk menemukan adanya tempat massa.6-9,13 demam yang sering disertai dengan kekakuan daerah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Abses Subdural13
Abses Subperiosteal14
Subperiosteal abses
Diagnosis
Penatalaksanaan
19. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam Disease of the Teori terjadinya vertigo sangatlah banyak, yaitu: 1,2,3
Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea & 1. Teori rangsangan berlebihan
Febiger. Philadelphia. 1985: 46: 877-923.
Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin
banyak dan makin cepat rangsangan, semakin
20. Ludman H., Complications of suppurative otitis media., berpeluang menimbulkan sindroma vertigo akibat
Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition., Edited gangguan fungsi alat keseimbangan tubuh. Jenis
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 12: 264-
rangsangan pada kesimbangan ini antara lain kursi
291.
putar Barany, irigasi telinga, kapal laut, dan mobil.
Menurut teori ini sindroma vertigo (vertigo,
21. Browning GG., Pathology of inflammatory conditions of the nistagmus, mual, dan muntah) timbul akibat
external and middle ear., Dalam Scott-Brown’s rangsangan berlebihan terhadap kanalis
Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 3: 53-87
semisirkularis.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini sindroma vertigo muncul ketika
22. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the terjadi disharmoni (discordance) masukan sensoris
Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of yang berasal dari ketiga reseptor tersebut baik dari
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
sisi kanan maupun sisi kiri akibat rangsangan
gerakan. Masukan sensorik yang tidak sinkron
tersebut menimbulkan kelainan pada pusat
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Perasaan akan jatuh menunjukkan adanya lesi di BPPV adalah vertigo yang terjadi pada posisi kepala
labirin. Pasien akan jatuh ke sisi labirin yang rusak. tertentu disebabkan oleh keadaan patologis berupa
Jatuh yang tiba-tiba disebabkan adanya rangsangan degenerasi debris (otokonia) pada kupula
utrikulus. Jatuh dapat juga disebabkan oleh lesi semisirkularis posterior atau pada cairan endolimf
rombenselafon. Pada insufiensi arteri basilaris, pasien disekitarnya yang ditandai dengan serangan vertigo
biasanya jatuh ke satu sisi.4 yang berat, singkat, serta dapat disertai mual dan
muntah.1,2
Lama serangan menurut Alpers terbagi menjadi
serangan sampai beberapa saat, serangan paroksismal Epidemiologi
yang berlangsung dalam beberapa jam atau hari, serta Insidensi terjadinya BPPV di US sekitar 64 kasus per
serangan yang berlangsung beberapa minggu. 100.000 populasi per tahun. Pada salah satu penelitian
Serangan sementara biasanya berlangsung beberapa di Jepang, ditemukan insidensi BPPV adalah 11 kasus
detik sampai menit. Setelah serangan, pasien mungkin per 100.000 populasi per tahun.2,3
membutuhkan istirahat beberapa menit sebelum ia
sembuh secara keseluruhan. Serangan sementara ini BPPV dapat terjadi pada semua usia, tetapi
dapat terjadi karena kelainan perifer atau sentral. kebanyakan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Seringkali dimulai dengan perubahan posisi.4 Penelitian Baloh mendapatkan usia rata-rata penderita
BPPV adalah 54 tahun dengan rentang usia antara 11
Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo sampai dengan 84 tahun. Vertigo yang terjadi pada usia
dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. muda lebih disebabkan karena labirintitis
Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi (berhubungan dengan gangguan dengar) atau
mulai dari organ vestibuler sampai saraf kedelapan. neuronitis vestibuler (pendengaran normal).
Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 1,6 :
batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf 1,0, sedangkan pada yang idiopatik 2 : 1.1,2
pusat.4,5
Etiologi
Secara umum kedua tipe gangguan keseimbangan ini Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan etiologi
dapat dibedakan sebagai berikut:1,4 yang pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan,
antara lain: 2,5
Tipe Gangguan Keseimbangan 1. Idiopatik
Perifer Yang paling sering terjadi yaitu sekitar 50%-70%.
Perasaan berputar Jelas Harrison dan Ozsahinoglu (1975) mendapatkan
Serangan Paroksismal 60% dari 365 pasien yang diteliti. Kasus ini lebih
Intensitas Sering berat sering terjadi pada dekade ke 5,6, dan 7.
Kurang dari 1 menit sampaiSchuknecht (1974) menduga bahwa BPPV dapat
Lamanya
beberapa minggu terjadi karena degenerasi spontan dari otokonia
Hubungan dengan posisi kepala Sering pada makula utrikulus.
Gejala sistem otonom 2. Trauma kepala
Jelas Merupakan penyebab kedua terbanyak. Barbes
(mual/muntah)
Gangguan dengar Sering ada (1964) mendapatkan 47% pasien dengan fraktur
Gangguan kesadaran Biasanya tidak ada tulang temporal longitudinal mempunyai gejala
Gejala neurologis lain Biasanya tidak ada BPPV. Pada pasien trauma kepala tanpa fraktur
didapatkan angka sebanyak 20%. Harrison
Berdasarkan proses terjadinya, vertigo dapat dibedakan mendapatkan 24% pasien BPPV mempunyai
sebagai vertigo spontan dan vertigo posisi. Vertigo riwayat trauma kepala. Trauma kepala
spontan timbul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang menyebabkan pelepasan sejumlah otokonia ke
Patofisiologi
Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi
BPPV, yaitu:3,4
1. Teori kupulolitiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat
berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari
makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel
pada permukaan kupula kanalis semisirkularis
posterior yang letaknya langsung di bawah makula
utrikulus. Debris tersebut lebih berat daripada
endolimf sekitarnya, sehingga lebih sensitif Mekanisme Teori Kupulolitiasis dan Kanalitiasis6
terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana
pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring Utrikulus berhubungan dengan duktus semisirkularis.
dengan kepala tergantung seperti pada tes Dix Otolit dapat berpindah dari utrikulus karena
Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari bertambahnya umur, trauma kepala, atau kelainan
inferior ke superior, kupula bergerak secara labirin. Ketika hal ini terjadi, otolit selalu masuk ke
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dalam duktus semisirkularis posterior.2
dan keluhan vertigo.
Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan Perubahan posisi kepala karena gravitasi menyebabkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa otolit secara bebas bergerak longitudinal melalui
laten sebelum timbul nistagmus dan keluhan kanalis. Aliran endolimf yang terjadi bersama ini
vertigo.Gerakan posisi kepala yang berulang akan menstimulasi sel rambut pada kanalis semisirkularis
menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke yang terkena sehingga menyebabkan vertigo. Ketika
dalam endolimf sehingga menyebabkan timbulnya otokonia mencapai batas serangannya, hidrodinamik
fatique, yaitu berkurangnya atau menghilangnya terhenti menyebabkan nistagmus berhenti. Manuver
nistagmus/vertigo disamping adanya mekanisme kepala yang dilakukan menyebabkan partikel bergerak
kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul kearah yang berlawanan, menimbulkan nistagmus pada
secara paroksismal pada bidang kanalis posterior sisi yang sama tetapi terjadi kebalikannya pada arah
telinga yang berada pada posisi di bawah dengan dari rotasi. Ketika dilakukan pengulangan pada
arah komponen cepat ke atas. manuver kepala, partikel menjadi tersebar dan secara
2. Teori kanalitiasis progresif menyebabkan kurang efektif untuk
menimbulkan nistagmus.2
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Semont Manuver6
Manuver Epley
Metode ini diperkenalkan oleh Epley (1979) dan
disebut canalith repositioning procedure (CRP)
menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada
pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan
sebanyak 97,7% dari 30 pasien, sedangkan 2,3%
kurang memuaskan. Dengan menggunakan metode
yang sama, Weider mendapatkan angka keberhasilan
87,7% dari 44 pasien BPPV. Dia menyebutkan cara ini
telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa
cara ini mudah dilakukan pada semua usia. Pada saat
Penyebab Sudden bilateral sensoryneural hearing loss: Central Auditory Processing Disorder
Suatu kelainan yang ditandai dengan adanya defisit
Infeksi : meningitis
dalam memproses informasi yang berhubungan dengan
Tuli fungsional modalitas pendengaran.
Obat-obatan ototoksik
Multiple sklerosis Central Auditory Processing (CAP) adalah suatu
Syphillis system yang aktif, kompleks yang dilakukan susunan
Penyakit otoimun saraf pusat terhadap input auditori. Sistem ini
melibatkan sinyal auditori, telinga luar samapi kohlea,
Penyebab Sudden unilateral sensoryneural hearing N VIII dan susunan saraf pusat.
loss:
Mumps Gejala CAPD, diantaranya:
Trauma kepala dan taruma akustik - salah pengertian atau salah interpretasi
- sulit berkonsentrasi
Infeksi virus
- sulit membedakan kata
Ruptur membran foramen rotundum atau - sulit mengeja
membran telinga tengah
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
DAFTAR PUSTAKA
Pemeriksaan Pendengaran Subjektif1,2,3 Suara penulis direkam pada setiap intensitas untuk 10
Pemeriksaan pendengaran subjektif adalah menilai bahan tes setiap 4 hari untuk menilai konsistensi suara
pendengaran berdasarkan respons subjektif terhadap yang direkam. Intensitas suara yang digunakan dalam
berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes yang tiga kategori oleh pemeriksa yang berbeda juga. akan
dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: berbeda pula, namun seorang pemeriksa harus dapat
- Tes klinis sederhana: mempertahankan konsistensi suaranya sendiri.
Tes suara Pemeriksa harus mengingat kecenderungan untuk
Tes Garpu Tala meningkatkan volume suaranya saat jarak antara
- Audiometri Subjektif: pasien dan pemeriksa semakin jauh (misalnya, suara
Dewasa: Tes Bisik, yang digunakan pada jarak 60 em cenderung lebih
Garputala, Audiometri Nada Murni, keras dari suara yang digunakan pada jarak 15 em
Audiometri tutur kecuali pemeriksa mengerti untuk menghindari
Anak: Behavioral kejadian ini).
Observation Audiometry (BOA), Visual
Reinforcement Audiometry (VRA), Play Tes bisik pada jarak 60 em dapat mendeteksi gangguan
Audiometry, Speech Audiometry pendengaran pada frekuensi tutur dengan intensitas
Khusus: Short Increment diatas 30 dB dengan sensitivitas 96% dan spesifitas
Sensitivity Index (SISI), Alternate Binaural 91% (Browning, Swan, dan Chew, 1989). Data - data
Loudness Balance Test (ABLB), Tone decay, ini memberikan gambaran kasar mengenai interpretasi
Audiometri tutur, Audiometri Bakessy tes suara, namun pengalaman pemeriksa dalarn
membandingkan tes suara mereka sendiri dengan
Tes Klinis Sederhana1,2,3,4 ambang audiometri nada murni tetap tidak tergantikan.
Cara pemeriksaan:
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
Tes Bing persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
Tes Gelle membrana timpani. Selain itu dapat juga
Prinsip tes Gelle berdasarkan pada fenomena dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
yang pertama kalinya ditemukan oleh Wheatstone seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya
pada tahun 1827 , kemudian dikembangkan sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelle
penggunaannya dalam klinik oleh Gelled seorang ahli dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana
bedah otologi dari Paris . Fenomena tersebut berupa timpani melalui liang telinga.
penurunan persepsi kekerasan suara yang Interpretasi: kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
dihantarkan melalui hantaran tulang apabila ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes di kanalis aurikularis eksternus akan
ini banyak dipakai untuk inenilat gangguan mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
konduktif pada kasus otosklerosis. Tehnik:Garpu fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
tala yang sudah digetarkan diletakkan di perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Recruitment adalah fenomena yang khas untuk Behavioral Observational Audiometry (BOA)6,8
ketulian kohlear, dimana di atas ambang dengar Pada usia empat bulan pertama, pendengaran dinilai
telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada dengan pengamatan perilaku dan respons refleks
telinga yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja terhadap rangsangan yang kuat pada pendengaran.
di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari Bayi berkedip atau mengatupkan kelopak mata yang
normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI sudah tertutup (reflek auropalpebral) sebagai respons
terhadap suara keras. Kegagalan merespons suara keras
Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana yang menetap dapat menunjukkan bayi mengalami
terdapat kelainan rerokohlea, bila diberikan nada yang gangguan pendengaran yang parah.
kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang Interpretasi:
lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay Bila terdapat kegagalan merespons yang menetap,
yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue) menunjukkan bayi mengalami gangguan
pendengaran.
Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)
Prinsip: membandingkan persepsi intensitas antara
kedua telinga pada frekwensi yang konstan
Play Audiometry
Behavioral Observational Audiometry
Speech Perception Test
Visual Reinforcement Audiometry6,8 Pada anak dilakukan dengan cara khusus
Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan. yaitu dengan picture pointing test
Cara pemeriksaan: Cara pemeriksaan:
Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara Anak diminta untuk menunjuk gambar,
2 speaker sebagai stumulus suara. Setiap anak setelah mendengar suatu kata, misalnya : “kucing”
merespons dengan melokalisasi suara dengan benar, kemudian anak menunjuk gambar kucing
diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat Beberapa test yang termasuk di dalamnya adalah :
bercahaya (reinforcing respons). WIPI test (Word Intelligibility by Picture
Pertahanan respons (respons reinforcement) ini Identification Test) dan NU-CHIPS tes (Northwestern
memungkinkan anak untuk berpartisipasi dalam tes University Children’s Speech Perception Test).
cukup lama untuk menentukan tingkat ambang Diagram pemeriksaan pada anak sesuai usia dan
berbagai frekwensi. klasifikasi (pemeriksaan subjektif dan objektif) dapat
dilihat pada gambar berikut.
Interpretasi:
Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang
dengar berbagai frekwensi, dan anak dengan
gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak
dapat melokalisasi sumber suara.
Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh berupa suatu
saluran aerodigestivus dengan struktur tubular ireguler
mulai dari dasar tengkorak sampai batas inferior
setinggi kartilago krikoid di anterior dan setinggi
vertebra servikal ke-6 di posterior. Dimana faring
merupakan jalan untuk udara dan makanan 1-3. Faring
dibungkus oleh sistem otot yang akan dilanjutkan oleh
otot yang menutupi dinding esofagus. Bagian superior
faring pada orang dewasa lebih lebar. Panjang faring
berkisar antara 12 – 14 cm dan memiliki lebar Dinding Posterior Faring
maksimal di daerah hyoid, yaitu sebesar ± 5 cm dan
lebar faring tersempit berada di daerah batas
inferiornya, yaitu sebesar ± 1,5 cm pada daerah yang 1. Nasofaring
berbatasan dengan esofagus. Bagian dinding faring Nasofaring memiliki fungsi respirasi. Organ
posterior merupakan bidang datar yang berada ini berada superior dari palatum molle dan merupakan
memanjang di depan lapisan prevertebra dari fasia ekstensi ke arah posterior dari kavum nasi. Kavum nasi
servikal yang dalam.4-7 Bagian anterior faring berlanjut berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
menjadi trakea dan bagian posteriornya menjadi koana. Dinding atap dan dinding posteriornya
esofagus.2,8,9 membentuk permukaan yang berada inferior dari os
Batas-batas faring adalah sebagai berikut: sphenoid dan merupakan dasar dari os occipital. 7
Superior: oksipital dan sinus sphenoid Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
Inferior : berhubungan dengan esofagus setinggi M. Superior : basis cranii
krikofaringeus Inferior : bidang datar yang melalui palatum
Anterior: kavum nasi, kavum oris dan laring molle
Posterior: kolumna vertebra servikal Anterior : berhubungan dengan cavum nasi
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7 melalui choana
1. Nasofaring (epifaring), yang berada di posterior Posterior : vertebra servikalis
kavum nasi dan superior dari palatum molle. Lateral : otot-otot konstriktor faring
2. Orofaring (mesofaring), yang berada posterior dari Mukosa nasofaring sama seperti mukosa
mulut. hidung dan sinus paranasalis, yaitu terdiri dari epitel
3. Laringofaring (hipofaring), berada posterior dari pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa
laring. kelenjar mukus di bawah selaput (membran) mukosa
dan terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat
melekatnya mukosa.
Ruang nasofaring yang relatif kecil memiliki
beberapa struktur penting, yaitu:
- Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang
kadang disebut tonsila faringea atau tonsil
nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding
anterior basis sphenoid.
- Torus tubarius atau tuba faringotimpanik,
merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan
palatum molle dan 1 cm di belakang tepi posterior
konka inferior.
Anatomi Faring7 - Resesus faringeus, terletak posterosuperior
torus tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuller,
yang merupakan tempat predileksi karsinoma
faring.
- Muara tuba eustachius atau orificium tuba,
terletak di diniding lateral nasofaring dan inferior
torus tubarius setinggi palatum molle.
- Koana atau nares posterior.
2. Orofaring
Berbeda dengan nasofaring, orofaring
memiliki fungsi digestif. Organ ini dikelilingi oleh
palatum molle di superior, dasar lidah di inferior dan
sudut palatoglossal dan palatopharyngeal di lateralnya.
Orofaring berada memanjang dari palatum molle ke
batas superior epiglotis. 7
Batas-batasnya adalah sebagai berikut: Basis lidah dan valekula 3
Superior : palatum molle
Inferior : bidang datar yang melalui tepi atas Jaringan Limfoid Faring
epiglotis Sekelompok jaringan limfoid pada faring
Anterior : berhubungan dengan kavum oris membentuk komposisi menyerupai cincin yang tidak
melalui isthmus sempurna, yang dinamakan cincin Waldeyer.
Posterior : vertebra servikalis 2 dan 3 bersama Dinamakan cincin Waldeyer (the Waldeyer ring)
dengan otot-otot prevertebra adalah sesuai dengan ahli anatomi Jerman, yaitu
Isthmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus Heinrich von Waldeyer, yang mendeskripsikan
kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri dibentuk oleh jaringan limfoid di nasofaring dan orofaring tersebut. 12
pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat M. Jaringan limfoid berkumpul di tempat tertentu untuk
Palatoglosus dan bagian posterior terdapat M. membentuk massa yang dinamakan tonsil.7 Cincin
Palatofaringeus. Di antara kedua pilar tersebut terdapat Waldeyer dapat ditemukan pada jalan masuk dari
fossa/ruang tonsilaris, yang berisi jaringan limfoid traktus aerodigestivus atas.1
yang disebut tonsila palatina. Cincin Waldeyer terdiri dari: 12
- Tonsila palatina (faucial)
3. Laringofaring - Tonsila faringeal (adenoid)
Laringofaring berada memanjang mulai dari - Tonsila lingualis
batas superior epiglotis dan plika faringoepiglotika - Tonsila tubal (eustachian)
sampai batas inferior kartilago krikoid. Di sana - Lateral pharyngeal bands
laringofaring menyempit dan berlanjut menjadi - Pharyngeal granulations
esofagus. Di posterior organ ini berbatasan dengan - Jaringan limfoid di ventrikel laringeal
vertebra C4 – C6. Dinding posterior dan dinding
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Adenoid14
Keterangan:
1, Epitel skuamosa
2. Epitel reticular
3. Nodus sekunder dengan
Tonsil Lingualis11 zona terang dan zona gelap
yang berisi limfosit kecil
4. Jaringan limfoid dasar
5. Arteriola dan venula
6. Vena postkapiler
Jaringan limfoepitelial 14
Definisi
Tonsilitis akut adalah infeksi pada tonsil yang Bakteri
disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Tonsilektomi Aerobik Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS)
merupakan tindakan pembedahan tertua. Tonsilektomi Group B, C, G Streptococcus
merupakan tindakan pengangkatan seluruh jaringan Hemophyllus influenza (Tipe B dan non tipe)
tonsila palatina dari fossa tonsilaris.1,2 Streptococcus pneumonia
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil Moraxella catarrhalis
palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang Staphylococcus aureus
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,4 Hemophyllus parainfluenza
Neisseria sp.
Epidemiologi Micobacteria sp.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat Anaerob Bacterioides sp.
penyakit pada tonsil dan adenoid sampai saat ini masih Peptococcus sp.
banyak timbul dan mengenai sebagian besar populasi Actinomycosis sp.
masyarakat dunia. Keluhan nyeri tenggorok, infeksi Epstein Barr
saluran pernafasan atas dan penyakit telinga banyak Adenovirus
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien, terutama anak- Influenza A, B
anak. Infeksi kronisi, berulang, dan hiperplasia Bakteri dan Virus pada tonsil dan adenoid1
obstruktif merupakan penyakit yang paling sering
mengenai tonsil dan adenoid.1 Klasifikasi Klinis Penyakit Tonsil dan Adenoid
Penyakit infeksi pada tonsil ini merupakan Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:1
kondisi yang sering ditemui di klinik, terbanyak Infeksi/Inflamasi
frekuensinya diderita oleh anak-anak dengan rentang
usia antara 5-10 tahun dan dewasa muda dengan Tonsil
rentang usia antara 15-25 tahun.5,7,8,9 Tonsilitis akut
Di Poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Tonsilitis akut rekuren
Bandung, sampai bulan Juni 2010 didapatkan sebanyak Tonsilitis kronis/persisten
158 kasus tonsilitis (1,8 %) dan 63 orang (39%) Tonsilolithiasis
dilakukan tindakan tonsilektomi atau Adenoid
tonsiloadenoidektomi. Adenoiditis akut (Nasofaringitis)
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu Adenoiditis rekuren
organ penting dalam mekanisme pertahanan tubuh. 1,2 Adenoiditis kronis/persisten
Akan tetapi ada kalanya tonsil tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi, sehingga tonsil itu sendiri terinfeksi Obstruksi
atau dikenal dengan istilah tonsilitis. Infeksi pada Nasofaringeal
tonsil merupakan proses peradangan tonsil yang dapat Orofaringeal
disebabkan oleh bakteri dan virus, yang kadang dapat Kombinasi
menimbulkan komplikasi ringan sampai berat, yang Neoplasma
memerlukan pengobatan medikamentosa, bahkan Jinak
sampai tindakan bedah.2,3,4 Kelainan Limfoproliferatif
Hiperplasia papilifer limfoid
Patogenesis Penyakit Adenotonsiler Ganas
Beberapa mikroorganisme yang sering
dijumpai dari hasil kultur pada beberapa penyakit pada Penyakit pada Tonsil
tonsil dan adenoid adalah sebagai berikut: 1. Inflamasi Akut pada Tonsil
1.1 Tonsilitis Akut 3,13
Etiologi
Tonsilitis bakteri supuratif akut paling sering
disebabkan oleh grup A Streptococcus beta
hemolyticus. Meskipun Pneumococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae, serta
virus patogen juga dapat terlibat. Kadang-kadang
Streptococcus non haemolyticus atau Streptococcus
viridans ditemukan pada biakan, biasanya hanya ada
pada kasus-kasus yang berat.
Terapi 13
Terapi berupa ADS (Anti Diphteri Serum)
untuk menetralisir toksin bebas. Dosis untuk difteri Mononukleosis Infeksiosa 1
faring ringan 40.000 U, difteri faring sedang 60.000 –
80.000 U dan difteri faring berat dengan bullneck Gambaran Klinik dan Diagnosis
100.000 – 120.000 U. Penderita mengeluh demam dengan suhu
berkisar antara 38o –39oC. Pada pemeriksaan klinis
Cara Pemberian ADS didapat tonsilofaringitis membranosa, hiperemis dan
Diberikan dengan dosis tunggal yang terdapat eksudat dengan lifadenopati servikalis, serta
dilarutkan dalam 100 – 200 ml dekstrosa iv dalam bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut. Kadang-
waktu 1 – 2 jam, sebelumnya dilakukan uji kepekaan. kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Uji kepekaan dilakukan dengan pemberian 1 Setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
tetes antitoksin, dengan pengenceran 1 : 10 pada mencapai 20.000 – 30.000/mm3 dengan 80 – 90% di
konjungtiva atau 0,02 ml. Penyuntikan intradermal antaranya adalah mononuklear limfosit atipikal.12
dengan pengenceran 1 : 100. Bila ada riwayat alergi,
dilakukan pengenceran 1 : 1000. Uji kepekaan (+) bila Terapi
ditemukan indurasi > 3 mm pada tempat suntikan Terapi dengan mengobati gejala dan
sesudah 20 menit atau timbul konjungtivitis atau mata penghentian pemberian antibiotik ampisilin, serta
berair. Bila uji kepekaan (+) maka ADS disensitisasi perbaikan kesehatan mulut. Tonsilektomi dilakukan
masing-masing dengan interval 20 menit sebagai pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi
berikut: jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
0,05 ml larutan 1 : 20 s.k
0,10 ml larutan 1 : 20 s.k Komplikasi
0,10 ml larutan 1 : 10 s.k Komplikasi yang terjadi dapat berupa
0,10 ml tanpa pengenceran s.k paralisis N. VII dan N. IX, meningitis serosa,
0,30 ml tanpa pengenceran i.m ensefalitis, miokarditis, anemia hemolitik, perdarahan
0,50 ml tanpa pengenceran i.m pada saluran cerna. Bercak-bercak perdarahan pada
0,10 ml tanpa pengenceran i.v kulit, hematuri sampai obstruksi jalan nafas.
Bila tidak ada reaksi alergi, sisa diberikan i.v lambat.
Eradikasi Kuman 1.1.3 Candidiasis/Moniliasis/Thrush
Penisilin prokain 25.000 – 50.000 U/kg BB/hr Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
i.m tiap 12 jam selama 14 hari, atau bila hasil biakan jamur Candida albicans. Biasanya timbul pada pasien
medium Loeffler dan medium Tellurite 3 hari berturut- dengan penurunan daya tahan tubuh. Gejala berupa
turut (-). Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hr dibagi nyeri menelan. Pada tonsil, palatum, dinding posterior
dalam 4 dosis maksimal 2 gr/hr p.o atau i.v tiap 6 jam faring, mukosa pipi akan tertutup oleh eksudat mukoid
selama 14 hari. atau punctata dengan ulkus eritematous. Pengobatan
Diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan pemberian antimikosis.12
dengan kalori tinggi.
Prednison 1,0 – 1,5 mg/kg BB/hr/p.o tiap 6 –
8 jam pada kasus berat selama 14 hari.
Keterangan:
Skalpel
A. karotis interna
V. jugularis interna
Hipertrofi Tonsil4
Komplikasi Tonsilitis2
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tonsilitis
di antaranya adalah abses peritonsiler, abses parafaring
dan abses retrofaring.
Keterangan:
A. karotis interna
2. Abses Parafaring 1
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Penyakit Adenoid
1. Adenoid Hiperplasi Obstruktif 1 ,2, 11
Terdapat 3 gejala hidung tersumbat kronis
disertai mendengkur dan bernafas lewat mulut,
rhinorrhoe dan suara hidung.
Hairy Leukoplakia4
Gejala adenoid hiperplasia
4. Leukemia Limfoblastik Akut13
Merupakan penyakit keganasan pada alat Penderita juga memiliki wajah adenoid yang
pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel-sel khas, yaitu mulut yang selalu terbuka, bagian tengah
hematopoietik muda seri limfoblas yang ditandai wajah datar, tampak hidung kecil, gigi insisivus ke
dengan adanya kegagalan sumsum tulang pembentuk depan (prominen), arkus faring tinggi yang
sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan menyebabkan kesan wajah pasien tampak bodoh dan
tubuh lainnya. Penyebabnya tidak diketahui pasti. sering disertai gangguan ventilasi dan drainase sinus
Diduga berhubungan dengan faktor genetik, paranasalis, sehingga menimbulkan sinusitis kronis. Di
lingkungan, infeksi virus dan defisiensi imunologis. bawah bola mata pasien juga akan tampak lingkaran
Pada pemeriksaan didapatkan penderita pucat, hitam.1,2
lemah, lesu disertai demam atau infeksi berulang atau Akibat dari hiperplasi ini akan timbul
menetap dan adanya perdarahan.11 Pada pemeriksaan sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius yang
fisik didapatkan tonsil membesar disertai ulserasi dan dapat menyebabkan terjadinya otitis media akut
nyeri hebat. Keluhan disertai juga dengan membran berulang, otitis media kronis dan akhirnya menjadi
kotor pada gusi, rongga mulut dan faring. Didapatkan otitis media supuratif kronis. Selain itu pasien juga
juga limfadenopati dan hepatosplenomegali.2,10 akan mengalami gangguan tidur, tidur mendengkur,
Dari hasil laboratorium sel darah tepi retardasi mental dan pertumbuhan fisik terhambat.
ditemukan anemia, granulositopenia dan limfoblas >
3%. Pada sumsum tulang terlihat selularitas
meningkat, didominasi oleh limfoblas > 25%.2
5. Fibroma Tonsil 2
Fibroma tonsil pada pria dan wanita
ditemukan sama banyaknya. Lebih banyak ditemukan
pada anak daripada dewasa. Merupakan tumor jinak
yang jarang menjadi ganas, biasanya unilateral dengan
pertumbuhan lambat.
Fibroma dapat bertangkai atau tidak
bertangkai. Makin luas fibroma, semakin besar Hiperplasia Adenoid1
tangkainya. Lebih sering tunggal daripada multipel.
Karena berasal dari jaringan ikat, maka sering Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan
mengalami degenerasi kistik, keras dan mengandung gejala klinis, pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan
sedikit pembuluh darah. Tumor ini kadang melekat di melihat tertahannya gerakan velum palatum molle
tonsil atau jaringan ikat sekitar tonsil akibat pada waktu fonasi.
peradangan tonsil berulang. Gangguan jarang terasa Terapi berupa bedah adenoidektomi dengan
kecuali jika bertangkai dan besar, sehingga cara kuretase memakai adenotom.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Anatomi Nasofaring4
Vaskularisasi dan Inervasi Kepala
Fossa Rosenmuller merupakan area yang dan Leher18
menjadi asal dari sebagian besar sel karsinoma
nasofaring. Area ini berhubungan secara anatomis Nasofaring memiliki banyak jaringan limfatik
dengan beberapa organ penting yang menjadi tempat dan saluran getah bening sehingga dapat
penyebaran tumor dan menentukan presentasi klinis mempermudah dan mempercepat terjadinya metastasis.
serta prognosis. Area-area tersebut adalah17 : Kelenjar getah bening eselon pertama berada di ruang
Anterior : tuba Eustachius parafaring dan retrofaring, dimana terdapat kelenjar
Antero-lateral : otot levator veli palatini getah bening yang berpasangan, yang dinamakan
Posterior : retropharyngeal space Rouviere node. Drainase ke daerah jugular dapat
Superior : foramen laserum di bagian melalui kelenjar getah bening parafaring atau melalui
medial, apeks petrosus dan saluran langsung. Sedangkan di bagian segitiga
kanalis karotikus di bagian posterior terdapat jalur langsung terpisah yang
posterior, serta foramen mengarah ke kelenjar getah bening di tulang belakang.
ovale dan spinosum di Drainase lebih lanjut dapat terjadi ke leher bagian
bagian anterolateral kontralateral, ke bagian servikal, kemudian ke kelenjar
Lateral : otot tensor veli palatini dan getah bening di supraklavikula.4
pharyngeal space
Inferior : otot konstriktor superior
Deteksi Dini
1. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher 13. Razak ARA, Siu LL, Liu FF, Ito E, O’Sullivan
Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS. B, Chan K. Nasopharyngeal Carcinoma: The
Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – Next Challenges. European Journal of Cancer.
31 Desember 2005. 2006. 2010;46(11):1967-78.
2. Attar E, Dey S, Hablas A, Seifeldin IA, Ramadan 14. Dewi YA. Karsinoma Nasofaring. Bandung:
M, Rozek LS, et al. Head and Neck Cancer in a Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
Developing Country: A Population-based THT-KL; 2010.
Perspective Across 8 Years. European Journal of
Cancer. 2010;46(8):591-6. 15. Fles R, Wildeman MA, Sulistiono B, Haryana
SM, Tan IB. Knowledge of General Practitioners
3. Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. About Nasopharyngeal Cancer at the Puskesmas
Principles and Practice of Head and Neck in Yogyakarta, Indonesia. BMC Medical
Oncology. London and New York: Martin Dunitz; Education. 2010;10(1):1-6.
2003.
16. Head and Neck Cancer : Question and Answer.
4. Shah JP. Atlas of Clinical Oncology Cancer of National Cancer Institute; 2005 [cited 2010 02
the Head and Neck. Hamilton, London: BC 12]; Available from:
Decker Inc; 2001. http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/Site
s-Types/head-and-neck.
5. Karsinoma Nasofaring. 2009 [cited 2010 01 12];
Available from: 17. Hasselt CAV, Gibb AG. Nasopharyngeal
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma Carcinoma. Hong Kong and London: The
-nasofaring.html. Chinesse University Press, Greenwich Medical
Media LTD.; 1999.
6. Munir D. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU
press; 2009. 18. Standring S. Gray's Anatomy - The Anatomical
Basis of Clinical Practice. London: Elsevier;
7. Cao S, Simons M, Qian C. The Prevalence and 2008.
Prevention of Nasopharyngeal Carcinoma in
China. Pubmed. 2011;30(2):114-9. 19. Ren ZF, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD,
Fenga QS, et al. Effect of Family History of
8. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Cancers and Environmental Factors on Risk of
Z, et al. Epidemiological Trends of Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong,
Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian China. ScienceDirect - Cancer Epidemiology.
Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32. 2010;34(4):419-24
9. Dharishini P. Gambaran Karakteristik Penderita 20. Jia W, Luo X, Feng B, Ruan H, Bei J, Liu W, et
Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum al. Traditional Cantonese Diet and
Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember Nasopharyngeal Carcinoma Risk: a Large-Scale
2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Case-Control Study in Guangdong, China.
Pubmed. 2010;10:446.
10. Hadi W. Aspek Klinis dan Histopatologis
Karsinoma Nasofaring di Lab/SMF THT FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1997.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Peritonsiler abses
Gejala klinis:
Nyeri tenggorokan yang makin hebat dan biasanya
satu sisi
Nyeri dan sukar menelan
Panas badan
Sekresi ludah berlebihan (drooling)
Trismus karena peradangan otot mastikator dan m.
Angina ludwig11 Pterigoid
Sukar bicara, karena bica seperti “hot potato voice”
1.8 Infeksi Ruang Mastikator
Sumber infeksi: infeksi gigi molar 2 dan 3 Nafas berbau
Gejala klinis: Tonsil bergeser ke tengah, keatas dan kebawah
Sukar menelan Uvula bergeser ke sisi kontralateral
Sakit hebat dan bengkak pada ramus mandibula Pada pemeriksaan klinis: didapatkan jaringan
Trismus iritasi dan spasme otot-otot mastikator unilateral mengalami radang berat tanpa edema dan
hiperemis disertai pembengkakan pilar tonsil dan
Lidah tidak mungkin ditekan karena pembengkakan
posterolateral palatum molle, uvula terdorong ke sisi
dan edema dasar mulut. yang sehat. Pada pemeriksaan digital: Menunjukan
adanya fluktuasi sedangkan tonsil sendiri dapat
1.9 Infeksi Ruang Perintosilar2,7 tertutup oleh edema jaringan sekitarnya.
Sumber infeksi:
Peradangan tonsil 1.10 Infeksi Ruang Temporal
Peritonsilitis akibat infeksi kripta pada fossa supra Gejala klinis:
tonsiler yang meluas Nyeri di daerah m. Temporalis
Etiologi dan patogenesa, bakteri penyebab sama Trismus
dengan bakteri pada tonsilitis lakunaris, yaitu:
Deviasi rahang ke sisi yang terkena
Streptococcus ß hemolyticus
Stapphylococcus aureus 1.11 Infeksi Ruang Visceral Anterior
Streptococcus pneumonia Sumber infeksi, kebanyakan infeksi ruang
Merupakan penyebab terbanyak dari infeksi pretrakheal disebabkan oleh perforasi dinding anterior
ruang leher (deep neck space). Kemungkinan besar esofagus oleh instrumentasi, benda asing atau trauma
disebabkan karena infeksi kripta pada bagian superior eksterna. Infeksi kadang-kadang menyebar dari
yang menembus kapsul tonsil dan meluas ke jaringan kelenjar tiroid atau ruang leher yang lainnya.
ikat diantara kapsul dan dinding posterior fossa Penyebarannya: terjadi secara langsung dari
tonsilaris. Peradangan dapat terlokalisir disini atau ruang parafaringeal dari prevertebral, faring esofagus,
menembus m. Konstriktor superior, atau melalui vena laring dan tiroid.
sehingga terjadi abses parafaring bahkan dapat meluas Gejala klinis:
sampai mediastinum. Disfagia
Odinofagia
Serak
Dyspnea
Obstruksi jalan nafas
Emfisema
Pemeriksaan fisik:
DAFTAR PUSTAKA
FRAKTUR HIDUNG
Berdasarkan susunan tulang yang mengalami Pemeriksaan pada hidung bagian luar harus
fraktur, maka fraktur pada tulang hidung dapat dinilai dari semua sudut. Pada pemeriksaan dinilai
diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) tipe I : adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris
fraktur tulang hidung uniteral sederhana; (2) tipe II : akibat pergeseran struktur tulang hidung ataupun
fraktur tulang hidung bilateral sederhana; (3) tipe III : kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan,
fraktur tulang hidung berkeping baik unilateral, laserasi pada kulit, ekimosis dan hematoma.
bilateral atau frontal; (4) tipe IV : fraktur tulang hidung Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan
yang melibatkan septum, yang dapat dibagi lagi dengan rinoskopi anterior. Bila terdapat bekuan darah
menjadi tipe IV a : terdapat hematoma septum; tipe IV maka harus dibersihkan terlebih dahulu dan bila perlu
b : terdapat robekan pada mukosa. menggunakan nasal dekongestan dan anestesi topikal.
Pada pemeriksaan dinilai aliran udara hidung, adanya
pembengkakan mukosa hidung, ada tidaknya robekan
DIAGNOSIS pada mukosa septum, epistaksis, deformitas dan
hematoma septum.
Anamnesis
Palpasi pada struktur hidung luar harus
Diagnosis yang tepat pada fraktur tulang dilakukan untuk menilai stabilitasnya. Pada
hidung ditegakkan berdasarkan riwayat trauma dan kebanyakan kasus adanya depresi atau pergeseran pada
pemerikasaan fisik secara menyeluruh. Riwayat trauma tulang hidung merupakan tanda terdapatnya fraktur
yang meliputi : (1) kekuatan, arah dan mekanisme pada hidung. Kartilago pada hidung dan septum harus
terjadinya trauma; (2) adanya epistaksis atau diperiksa untuk kemungkinan terdapatnya dislokasi.
kebocoran cairan serebrospinalis; (3) riwayat trauma Puncak hidung harus didorong ke arah oksiput untuk
atau operasi sebelum terjadi fraktur hidung; (4) adanya memeriksa keutuhan kartilago penunjang septum.
sumbatan atau deformitas pada hidung setelah trauma.
Teknik reduksi tertutup ini idealnya dilakukan Reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung
pada fraktur hidung baru yang sebelumnya terjadinya dapat dilakukan dengan analgesia lokal atau anantesia
trauma tidak terdapat deformitas, tidak ada keluhan umum.
hidung tersumbat dan pada pasien-pasien yang Anestesi lokal dapat dilakukan dengan
mengalami fraktur depresi tulang ipsilateral. pemasangan tampon lidokain 1-2% atau kokain 4%
yang dicampur dengan epinefrin 1 : 100.000. tampon
kapas ini ditempatkan pada meatus superior persis
Indikasi
dibawah tulang hidung, di antar konka media dan
Indikasi melakukan teknik reduksi tertutup, septum dan bagian distal dari kapas tipis tersebut
pada prisipnya dilakukan pada pasien-pasien yang terletak dekat foramen sfenopalatina, antara konka
mengalami fraktur hidung baru, yaitu : (1) fraktur inferior dan septum nasi. Tambahan suntikan anestesi
tulang hidung uniteral atau bilateral; (2) fraktur tulang (infiltrasi lokal) dengan lidocain 2% yang mengandung
hidung dan septum (nasal-septal complex) yang epinefrin konsentrasi 1:100.000 dilakukan disepanjang
disertai deviasi piramid hidung (nasal framework) dorsum nasi, lateral sampai piramid hidung dan bagian
kurang dari setengah lebar nasal bridge. bawah dari septum nasi anterior untuk memblok n.
infratrokhlearis, n. infraorbitalls, n. alveolaris superior
Waktu dan ganglion sfenopalatina. Kadang-kadang diperlukan
penambahan penyemprotan lidokain spray beberapa
Sampai saat ini masih terdapat kontroversi
kali untuk memperoleh efek vasokonstriksi yang baik.
waktu yang paling tepat dilakukannya terapi pada
Pemeriksa sebaiknya menunggu selama 10 sampai 20
fraktur tulang hidung. Penelitian fraktur tulang hidung
menit agar obat anestesi yang telah diberikan bekerja
dilakukan segera setelah terjadinya trauma, sebelum
efektif. Premedikasi dengan diazepam 5 sampai 10 mg
terdapat edema, karena edema yang terjadi pada
dapat diberikan 30 menit sebelum tindakan reduksi
jaringan lunak biasanya akan menutupi fraktur tulang
tertutup dimulai. Keuntungan dengan analgesia lokal
hidung yang ringan sampai sedang, sehingga tindakan
ialah biayanya murah, risikonya lebih kecil dan waktu
reduksi tertutup sulit untuk dilakukan secepatnya.
lebih fleksibel.
Dengan demikian, pasien-pasien tersebut harus
dilakukan evaluasi kembali dalam 3 sampai 4 hari lagi. Akan tetapi pada anak-anak, orang dewasa
Apabila terdapat edema, maka pasien-pasien tersebut muda atau pasien yang tidak begitu kooperatif,
akan dilakukan pemeriksaan kembali pada 3 sampai 4 tindakan reduksi tertutup sebaiknya dilakukan dengan
hari yang akan datang, dan tindakan reduksi tertutup anestesi umum.
sebaiknya dilakukan antara 3 dan 10 hari sesudah
trauma. Akan tetapi waktu terbaik untuk melakukan
tindakan reduksi tertutup agar didapatkan hasil yang
memuaskan adalah 3 jam pertama setelah terjadinya
trauma. Staffel menekankan pentingnya menangani
fraktur tulang hidung dalam 2 minggu setelah FRAKTUR MAKSILA
terjadinya trauma, karena pada fraktur yang terjadi
lebih dari 2 minggu dan sudah terbentuk kalus, sangat
tidak mungkin untuk melakukan teknik tersebut di
atas, sehingga memerlukan teknik reduksi terbuka.
Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
- LeFort II
Klasifikasi : - Palatum bergeser ke belakang
- Maloklusi gigi
Le Fort I ( Prosesus alveolaris ) : Fraktur maksila
rendah yang memisahkan maksila setinggi dasar - LeFort III
hidung
- Terdapat mobilitas dan pergeseran kompleks
Le Fort II ( Fraktur Piramidal ) : Fraktur pada palatum zigomatikomaksilaris
dan sepertiga tengah wajah yang berakibat terpisahnya
bagian sepertiga tengah wajah dari dasar kranium. - komplikasi intrakranial misalnya : kebocoran
cairan serebrospinal melalui sel atap
Le fort III (Craniofacial disjunction) : Fraktur yang ethmoid dan lamina cribiformis.
mengakibatkan pemisahan lengkap kompleks
zygomaticomaxillaris dari dasar kranium. Diagnosis banding : - Fraktur multiple wajah
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan/terapi
B. Pemeriksaan Fisik :
- secara inspeksi wajah tampak tidak simetris - Perbaikan keadaan umum
atau tidak proporsional
- Medikamentosa kausal
- Inspeksi : kelainan lokal,luka, asimetri wajah,
- transfusi darah (bila perlu)
adakah gangguan fungsi mata, gangguan
oklusi, trismus, paresis fascialis dan - Operatif : Repair (atau Reduksi) fraktur maksila
sebagainya.
Dapat berupa :
- edema jaringan lunak dan ekimosis
LeFort I :
- palpasi : daerah supraorbital, lateral orbital rim, Fiksasi interdental dan intermaksilar selama 4 –
zygoma, infra orbital, hidung, mandibula, 6 minggu
sendi temporomandibular, palpasi bimanual
(ekstra – intra oral). LeFort II :