Rangka Hidung 5
Patofisiologi1,11,12
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-
ostiumnya dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam
KOM. Mukus mengandung substansi antimikrobial
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh Gambaran endoskopi sinusitis jamur15
terhadap kuman yang masuk saat inspirasi.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
berdekatan sehingga bila terjadi edema, mukosa yang Jamur dapat menstimulasi respon imun mukosa
berhadapan saling bertemu sehingga silia tidak dapat sinonasal, menyebabkan sinusitis alergi jamur.
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi Secara tipikal, mukosa polipoid terlihat di
tekanan negatif dalam sinus, menyebabkan terjadinya bagian anterior membentuk suatu “massa”
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini dianggap yang terdiri dari musin, materi jamur, kristal
sebagai rinosinusitis non-bakterial, biasanya sembuh Charcot-Leyden dan eosinofil.
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini Penebalan mukosa dan bony remodeling adalah
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus tanda khas dari proses ini.
merupakan media baik pertumbuhan kuman. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi Diagnosis
antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena Anamnesis
ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi Gejala Mayor Gejala Minor
hipoksia dan tumbuh bakteri anaerob. Mukosa makin
membengkak dan merupakan rantai siklus yang terus • Nyeri/rasa tertekan di wajah • Nyeri kepala
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi • Rasa penuh di wajah • Demam (pada
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan • Hidung tersumbat RS kronik)
polip. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tidakan • Hidung • Bau mulut
operasi. berair/bernanah/perubahan • Mudah lelah
warna ingus • Sakit gigi
Sinusitis Jamur1,2,10,16 • Penurunan/berkurangnya • Batuk
1. Sinusitis jamur invasif penghidu • Nyeri/rasa
Terjadi pada pasien diabetes dan pasien • Nanah dalam rongga hidung tertekan/rasa
imunosupresi. • Demam (hanya RS akut) penuh di
Jamur patogen: Aspergillus, Mucor dan telinga
Rhizopus Gejala rinosinusitis.1,2
Pada pemeriksaan patologi terlihat invasi
jamur ke jaringan dan pembuluh darah. Kriteria diagnosis:1
Mukosa kavum nasi berwarna biru-kehitaman Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor
disertai septum yang nekrotik. dan dua gejala minor (sangat mendukung riwayat
Bersifat kronis progresif, dapat menginvasi rinosinusitis)
sampai ke orbita atau intrakranial. Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala
2. Fungus ball mayor hidung atau lainnya (tidak mendukung
Merupakan kumpulan jamur di dalam rongga riwayat rinosinusitis)
sinus membentuk suatu massa, tanpa invasi ke Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor
dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang, hidung atau lainnya (tidak mendukung riwayat
sering mengenai sinus maksila. rinosinusitis).
Jamur patogen: Aspergillus
Gejala klinis menyerupai sinusitis kronik Beratnya penyakit11
(rinore purulen, post nasal drip, halitosis)
Medikamentosa
A. Rinosinusitis Akut
Tujuan terapi adalah eradikasi bakteri
Sekret purulen pada meatus medius kiri17 patoetiologi sehingga klirens mukosiliar menjadi
normal kembali, meredakan gejala lebih cepat dan
Pencitraan11 mencegah komplikasi sekunder.1
Foto polos sinus paranasal tidak Terapi empirik antibiotik harus berdasarkan
direkomendasikan. Tomografi komputer juga kuman patogen (S. pneumoniae, H. influenzae dan
tidak direkomendasikan, kecuali terdapat: M. catarrhalis) dan juga pola resisten dari
Penyakit sangat berat pathogen yang dicurigai. Kira-kira 25% S.
Pasien dengan penurunan imunitas pneumoniae tidak sensitif penisilin disebabkan
Tanda komplikasi perubahan penicillin-binding proteins, dan resisten
makrolid dan trimetofin/sulfametoksazol
Pemeriksaan Laboratorium (TMP/SMX). Hampir semua kuman M.
Pemeriksaan mikrobiologik dan kultur catarrhalis (90%) dan H. influenza menghasilkan
resistensi dilakukan dengan mengambil sekret beta-lactamase yang diinaktifkan oleh antibiotik
dari meatus media/superior, untuk mendapat beta-lactamase.1,2
antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila Pemilihan AB tergantung beratnya penyakit
diambil sekret dari sinus maksila.10 dan riwayat pemakaian AB dalam 4-6 minggu:1,2
Jika curiga adanya sinusistis jamur, dapat Ringan dan tidak ada riwayat pemakaian AB.
dilakukan kultur aspirasi secara endoskopi Direkomendasikan amoksisilin klavulanat
dengan pewarnaan jamur. Jika hasilnya negatif (1,75-4 gr/250 mg/hari atau 45-90 mg/6,4
dan gejala klinik mendukung ke arah sinusitis mg/kg/hari untuk anak), amoksisilin (1,5-4
jamur, dapat dilakukan biopsi dengan potong g/hari atau 45-90 mg/kg/hari untuk anak),
beku.18 atau cefpodoksim, cefurosim, atau cefdinir.
Untuk dewasa yang alergi beta-lactamase
Diagnosis Banding2 diberikan TMP/SMX, doksisiklin atau
Rinitis Viral (Common Cold). makrolid, sedangkan anak yang alergi beta-
Common cold/RS viral akut didefinisikan lactamase diberikan TMP/SMX atau
sebagai lamanya gejala < 10 hari. RS non-viral makrolid (azitromisin, klaritromisin dan
akut didefinisikan sebagai perburukan gejala eritromisin).
setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 Sedang dan ada riwayat pemakaian AB.
hari dengan lama sakit < 12 minggu. Direkomendasikan respiratory quinolone
Nyeri Temporomandibular Joint (gatifloksasin, levofloksasin atau
(TMJ). moksifloksasin), amoksisilin/klavulanat,
Sering pasien menunjukkan mimik seperti ceftriakson dan terapi kombinasi.
gejala sinusitis. Nyeri TMJ sering ditemukan Dewasa yang alergi beta-lactamase diberikan
dan kualitas nyerinya juga berbeda-beda. respiratory quinolone atau klindamisin dan
Penting pada palpasi TMJ ditemukan nyeri rifampin, sedangkan untuk anak diberikan
tekan dan “klik”.2 TMP/SMX, makrolid atau klindamisin.
Nyeri Kepala dan Migrain. Bila dalam 72 jam tidak ada perbaikan dan
Migrain ditandai dengan nyeri kepala terjadi perburukan gejala, pasien harus direvaluasi.
berdenyut, unilateral, sekitar 4-72 jam. Migrain Terapi tambahan meliputi cuci hidung hidung dan
dapat terjadi dengan atau tanpa gejala irigasi, analgesik (ibuprofen,
neurologis, seperti gangguan visus atau asetaminofen),mukolitik (guaifenesin) dan
kelumpuhan. Adanya aura, gejala singkat, dan dekongestan oral (pseudoefedrin).1,8
respon terhadap pemberian obat seperti alkaloid
ergot. B. Rinosinusitis Kronik
Nyeri trigeminal. Pemberian AB pada RS kronik adalah
kontroversi bila penyebab dasarnya belum
diketahui.1
2. Antrotomi Caldwell-Luc8
Antrotomi Caldwell-Luc adalah tindakan
pembedahan membuka dinding depan sinus
maksilaris, mengeluarkan pus maupun jaringan
patologis.
Indikasi operasi:
Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai Tumor jinak
area di sekitar hidung16 Empiema kronis yang resisten dengan
pengobatan konservatif
Fraktur komplikata maksila
Eksplorasi
Perawatan pasca bedah:8 Komplikasi
1. Penderita apabila perlu di rawat inap, misalnya Kerusakan saraf infraorbita
operasi dengan anestesi umum.
Kerusakan akar gigi
2. Antibiotik
Kerusakan dasar orbita
3. Penatalaksanaan komplikasi.
4. Follow-up Hipestesi atau parestesi pipi
Pengangkatan tampon. Kerusakan bola mata
Penilaian keberhasilan pengobatan. Emfisema subkutan
Kerusakan saraf alveol superior dan soket
B. Prosedur Terbuka gigi
1. Antrostomi2,8 Edem berkepanjangan
Antrostomi adalah tindakan pembedahan Infeksi
membuat lubang ke sinus maksilaris dengan Perdarahan
menembus dinding medialnya pada meatus Pembengkakan wajah
inferior untuk mengeluarkan pus dan Fistula oroantral
memperbaiki drainase. Perawatan pasca bedah
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris 1. Penderita di rawat inap.
sebagai upaya memfasilitasi pengeluaran pus 2. Antibiotik
dan atau memperbaiki drainase. 3. Penatalaksanaan komplikasi
Komplikasi 4. Follow-up
Cedera orbita : hematom orbita, diplopia, Pengangkatan tampon
kebutaan Penilaian keberhasilan pengobatan
Emboli udara
Insersi trokar lebih didepan dari dinding
depan antrum dan selanjutnya ke jaringan
lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
Perdarahan
Perlukaan saluran dan kantong
nasolakrimal
Mati rasa
Parestesi
Trauma gigi
Perawatan pasca bedah, meliputi:
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya antrostomi dengan anestesi
umum.
2. Antibiotik
3. Penatalaksanaan komplikasi
4. Follow-up
Prognosis2
Prognosis RS akut adalah sangat baik, kira-kira 10. Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar
70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Antibiotik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
hanya diperlukan bila ada gejala. RS kronik memiliki Kepala dan Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
masalah yang lebih rumit, jika penyebabnya adalah 2010.
struktur anatomi yang perlu dikoreksi, maka prognosis
menjadi lebih baik. Lebih dari 90% pasien mengalami 11. Fokkens W, Buku Saku European Position Paper
perbaikan dengan intervensi bedah. Bagaimana pun, on Rhinosinusitis and Nasal Polyp 2007.
penyakit ini sering kambuh, sehingga tindakan
preventif adalah hal yang sangat penting. 12. Berger G, Kattan A, Bernheim J, Ophir D.
polipoid Mucosa with Eosinophilia and glandular
hyperplasia in Chronic Sinusitis. Laryngoscope;
2002; p 112.
Rinitis alergi (RA) adalah suatu proses inflamasi Upaya menghindari alergen penyebab bukan sesuatu
yang diperantarai oleh IgE setelah pajanan allergen yang mudah dilaksanakan, mengingat alergen hirup
pada mukosa hidung yang menyebabkan adanya gejala utama rhinitis alergi ialah debu rumah dan tungau debu
hidung tersumbat, beringus dan bersin.1-2 Walaupun rumah yang setiap saat tetap ada di sekitar penderita.
penyakit ini tidak bersifat fatal dan sering dianggap Penatalaksanaan rinitis alergi atas rekomendasi ARIA-
tidak serius, namun pada keadaan tertentu dapat WHO 2001 ini merupakan strategi yang
menyebabkan masalah dalam gangguan kualitas hidup mengkombinasikan pengobatan penyakit saluran nafas
berupa gangguan belajar disekolah, bekerja, gangguan atas dan bawah dari sudut manfaat dan keamanan yaitu
prestasi kerja, gannguan saat tidur dan bersantai. penghindaran allergen, pengobatan medikamentosa,
Akibat tidur yang terganggu penderita sering merasa imunoterapi spesifik, edukasi, dan tindakan bedah
letih dan lesu di siang hari, sulit berkonsentrasi, sakit dilakukan sebagai tindakan tambahan beberapa
kepala bahkan harus membawa saputangan atau tissue penderita yang sangat selektif.3
kemana-mana untuk membersihkan hidung sehingga
terbatas dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
akibatnya dapat menyebabkan rasa frustasi, lekas Definisi
marah, rasa rendah diri dan depresi.1 Rinitis alergi (RA) adalah suatu gangguan fungsi
Rinitis alergi mempunyai komorbiditas dan hidung yang terjadi setelah pajanan alergen melalui
komplikasi seperti asma, sinusitis, otitis media, polip inflamasi mukosa hidung dengan diperantai IgE.
hidung, infeksi saluran nafas bawah yang dapat saling Gejala utamanya adalah hidung tersumbat, beringus,
memperburuk gejala dgn akibat pengobatan menjadi bersin-bersin, yang dapat sembuh spontan dengan atau
lama dan mahal.1 tanpa pengobatan.1-2
Prevalensi rinitis Alergi cukup tinggi (10-25%) Gejala lainnya dapat berupa rasa gatal di palatum,
maka rinitis alergi merupakan masalah kesehatan dunia kulit, mata dan paru-paru sebagai akibat reaksi
yang harus mendapat perhatian. Apalagi prevalensi hipersensitiv pada organ tersebut. Sebagai akibatnya
rinitis meningkat pada dekade terakhir ini.1 rinitis alergi dapat menyebabkan gangguan kualitas
Berdasarkan penelitian pada penduduk amerika tahun hidup melalui timbulnya rasa lelah, sakit kepala dan
1997 kasus rinitis terbanyak pada kelompok usia 18-34 kelemahan kognitif. Akibat lebih lanjut dapat
tahun (40,1%), selanjutnya pada usia 35-49 tahun menyebabkan gangguan kualitas hidup berupa
(43,4%).3 Sedangkan di Indonesia belum ada angka gangguan belajar di sekolah, bekerja, gangguan
yang pasti walaupun di Jakarta dilaporkan disatu desa bersantai dan gangguan tidur.1
sekitar Jakarta pada kelompok usia kurang dari 14 thn
rinitis alergi sebanyak 10,2%. 4 Sedangkan di Bandung Klasifikasi
prevalensi rinitis Alergi perennial pada usia 10 tahun Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2001
ditemukan cukup tinggi (5,8%).4 Data tersebut (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma- World
menunjukan tingginya angka insiden rinitis alergi pada Health Organization), rinitis alergika diklasifikasikan
usia sekolah dan produktif. menurut adanya gangguan kualitas hidup menjadi
Mengingat penyakit ini mudah terjadi ringan (mild), dan sedang-berat (moderate-severe),
kekambuhan menimpa penduduk dan mahalnya biaya sedangkan berdasar waktu dibagi menjadi sewaktu-
pengobatan, maka perlu diupayakan sedini mungkin waktu (intermitten) dan menetap (persisten).5
penanganannya sebelum terjadi komplikasi. Untuk itu
diperlukan pengetahuan untuk mengenali penyakit Klasifikasi rinitis alergi ARIA-WHO 20075
rhinitis alergika, bagaimana patogenesisnya, Sewaktu-waktu Menetap
menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang Gejala: Gejala:
apa saja yang harus dilakukan serta manajemen < 4 hari per 4 hari per
penatalaksanaan selanjutnya. minggu minggu
Pada saat ini kelompok kerja Allergic Rhinitis Atau < 4 minggu Dan > 4 minggu
and Its Impact on Asthma (ARIA-WHO 2001)
membuat klasifikasi rhinitis alergi menjadi intermiten Ringan Sedang-Berat
atau persisten. Berat ringannya tingkat gejala dapat Satu atau lebih gejala
diklasifikasikan menjadi ringan (mild) atau sedang- Tidur normal Tidur terganggu
berat (moderate-severe). Aktifitas sehari-hari Aktifitas sehari-hari,
Klasifikasi baru rinitis alergi, yaitu dengan saat olahraga dan saat saat olahraga dan saat
menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup santai normal santai terganggu
serta berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam
Bekerja dan sekolah Saat bekerja dan
penyakit “intermiten” atau “persisten” dan berdasarkan
normal sekolah terganggu
derajat berat penyakit dibagi dalam “ringan” atau
Tidak ada keluhan Ada keluhan yang
sedang berat” tergantung dari gejala dan kualitas
yang mengganggu mengganggu
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
2.3 Stapes7,13
Mempunyai bentuk seperti sanggurdi. Tulang
pendengaran ke-3 dan merupakan tulang
terkecil dari tubuh yang mempunyai berat
sekitar 2,5 mg. terdiri dari: kepala
(capitulum), leher, dan 2 buah kaki dan
sebuah alas (footplate). Bagian arkus yang
anterior mempunyai ukuran yang lebih
pendek dari postior. Ke-3 bagian bagian
pertama akan membentuk sebuah arkus
stapedeus yang akan melekat pada footplate.
Pada bagian leher merupakan tempat
Membran timpani 11 perlekatan dari m.Ossicles
stapedeus.
2. Tulang pendengaran
Pada daerah telinga tengah terdapat 3 buah tulang
pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar
pada transmisi energi suara dengan proses vibrasi
dan memperkuat energi suara tersebut selama
proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke
telinga bagian dalam melalui foramen
ovale.7,8,9,12,13
Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah:
1. Malleus
2. Inkus 2-6-08 EV/LR 37
Kohlea adalah bagian dari labirin tulang yang Reseptor alat pendengaran terdapat dalam kohlea
berbentuk rumah siput dengan setengah lingkaran. disebut organ korti yang melekat pada zona arkuata
Sumbu axis disebut mediolus adalah suatu bidang membran basilaris. Komponen utama organ korti
khayal berbentuk kerucut yang terdapat dibagian terdiri dari sel rambut luar dan dalam, sel penyangga
dalam kohlea. Bagian dalam kohlea yang disebut (Deiters, Hensen, Claudius), membran tektorial, dan
mediolus ini berlubang, merupakan tempat keluar lamina retikularis. Di bagian tengah organ korti
masuknya pembuluh darah dan saraf untuk daerah terdapat bangunan seperti terowongan yang dibentuk
kohlea. Ruangan bagian dalam kohlea dibagi dua oleh oleh satu lapis sel pilar di bagian dalam, tiga lapis sel
lamina spiralis osea yang merupakan lapisan pilar di bagian luar dan membran basilaris dibagian
periosteum menjadi skala vestibuli dan skala timpani. dasar, sehingga penampangnya berbentuk huruf V. Di
Puncak kohlea bersatu diantara kedua skala ini di dalam terowongan korti terdapat cairan yang disebut
bagian helikotrema. Membran reissner adalah lapisan kortilimfe yang mempunyai komposisi mirip dengan
sel endotel berbentuk membran yang memisahkan cairan perilimfe. Seluruh permukaan atas organ korti
skala vestibuli dengan skala media (duktus ditutupi oleh sejenis lapisan gelatin yang disebut
kohlearis).19 membran tektoria.20-22
Foramen ovale (vestibulum fenestra) merupakan
bagian dari kohlea. Foramen ovale ini terdapat dalam Sel rambut dibedakan atas dua jenis, yaitu sel rambut
skala vestibuli dimana sekelilingnya terdapat dalam dan sel rambut luar. Sel rambut dalam terletak
ligamentum anularis tempat melekatnya foot plate of sebelah medial dari terowongan korti, dekat
stapes. Selain itu terdapat juga foramen rotundum perlekatannya pada lamina spiralis terdiri dari
(fenestra kohlea). Foramen ini terdapat pada skala sederetan sel saja sedangkan sel rambut luar yang
timpani dan tertutup membran gelatinosa sehingga terletak lateral terhadap terowongan korti terdiri dari
disebut juga membran timpani sekunder. Di bagian tiga sampai lima deretan sel dan mempunyai ukuran
basal kohlea terdapat lubang yang lebih kecil dari sel yang lebih kecil dibandingkan dengan sel rambut
kedua foramen tadi, lubang tersebut adalah tempat dalam. Ujung bebas silia sel rambut luar ini menempel
bermuaranya akuaduktus kohlearis yang berisi duktus pada permukaan bawah membran tektoria.20-22
perilimfatikus yang selanjutnya akan berjalan ke
rongga subarahnoid di dasar otak.19 Sel penyangga terdiri dari sel Hansen, Deiter, dan
Claudius, bentuknya panjang pada bagian yang dekat
Duktus kohlearis disebut juga skala media yang ke sel rambut dan menjadi pendek bila menjauhi sel
merupakan bagian labirin membranosa kohlea, rambut, sehingga organ korti berbentuk landai.21
sedangkan bagian labirin tulang kohlea disebut skala
vestibuli dan skala timpani. Dinding lateral duktus Organ korti mengandung 3.500 sel rambut dalam dan
kohlearis terbagi menjadi dua daerah, stria vaskularis 1.200 sel rambut luar. Dekat basis ada tiga deretan sel
dibagian atas, penonjolan spiralis dibagian bawah dan rambut luar kemudian akan bertambah pada putaran
daerah transisi diantaranya. Sel pada stria vaskularis tengah dan biasanya menjadi lima deretan sel pada
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan paling permukaan bagian apeks. Seluruh ujung saraf eferen untuk
Anatomi vestibuler3
Labirin membran, terutama terdiri atas duktus Membran di dalam canalis semicircularis saculus
koklearis, tiga kanalis semisirkularis, dan dua ruangan dan urticulus 3
besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus.
Duktus koklearis merupakan area sensorik luas dari Sel rambut ini akan memprojeksikan silia ke dalam
pendengaran dan sama sekali tak berhubungan dengan lapisan gelatinosa tadi. Pangkal dan sisi-sisi sel-sel
keseimbangan. Biarpun begitu, utrikulus, kanalis rambut bersinaps dengan akson-akson sensorik saraf
semisirkularis dan mungkin sakulus, semuanya ini vestibuler. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagian
merupakan bagian integral (suatu kesatuan) dari besar serat saraf di depan sel-sel rambut terus-menerus
mekanisme keseimbangan. Makula merupakan organ menjalarkan rangkaian impuls saraf, rata-rata berkisar
sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi 200 impuls per detiknya. Tertekuknya silia sel rambut
orientasi kepala sehubungan dengan gravitasi. Di ke salah satu sisinya akan menyebabkan penjalaran
bagian permukaan dalam dari setiap utrikulus dan impuls pada serat saraf meningkat secara nyata;
sakulus ada daerah sensorik kecil yang diameternya sedangkan bila silia tertekuk ke sisi yang berlawanan
lebih sedikit dari dua mm dan disebut sebagai akan menurunkan penjalaran impuls, seringkali dapat
makula.1.3 menghentikan penjalaran secara total. Oleh karena
itu, oleh karena ada perubahan orientasi kepala pada
Makula dari utrikulus terletak pada bidang horizontal ruangan dan oleh karena beratnya otokonia (di mana
permukaan inferior utrikulus dan memegang peran gravitasinya kurang lebih tiga kali gravitasi jaringan
penting dalam menentukan orientasi yang normal dari sekitarnya) akan menekuk silia, maka sinyal-sinyal
kepala sesuai dengan arah gaya gravitasi atau gaya yang sesuai akan dijalarkan ke otak untuk mengatur
percepatan. Sebaliknya, makula yang dari sakulus keseimbangan.1.3.4
terletak dalam bidang vertikal dinding medial sakulus.
Dari beberapa penelitian diduga kerja makula dari
sakulus erat hubungannya dengan duktus koklearis
yang dipakai untuk mendeteksi tipe suara tertentu
dan oleh karena mungkin tak begitu berperan
sebagai alat keseimbangan. Biarpun begitu, mungkin
tapi tak pasti sakulus juga bekerja sebagai alat
keseimbangan, khususnya sewaktu kepala tak dalam
Cupula 5
1. OMSK Benigna
Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat Gambaran Klinik OMSK Maligna10
kolesteatom
proses infeksi kronis dan pengeluaran cairan
(Otorrhea) melalui perforasi membran timpani yang
disertai dengan adanya keterlibatan dari mukosa
telinga tengah dan rongga pneumatisasi pada daerah
tulang temporal.3
1. Rontgen
1.a.Lateral view
Pemeriksaan ini pada daerah telinga kurang begitu Otitis media dapat juga menyebabkan
memegang peranan yang penting, kepentinganya tympanosklerosis, dimana hyalin aselular dan deposit
hanya pada beberapa kasus tertentu. Pada pemeriksaan calcium terakumulasi di membran timpani.
ini daerah tulang petromastoid dan udara pada daerah Tympanosklerosis plak di membran timpani tampak
kavum timpani dan mastoid akan memperlihatkan sebagai gambaran semisirkular atau horseshoe shaped
adanya daerah hitam. Hanya jaringan lunak pada plak berwarna putih. Patogenesis terjadinya
daerah yang berada dalam tulang petrosus temporal tympanosklerosis dapat dilihat pada diagram berikut
yang dapat dengan jelas ditampilkan dan salah satu
keuntungan lainya adalah dengan pemeriksaan ini
dapat diperlihatkan saraf kranialis yang melalui dasar
tengkorak dengan jelas dan beberapa saat terakhir juga
sedang dikembangkan untuk melihat permukaan dari
kokhlea dan sebagai pemeriksaan penunjang yang
mempunyai peranan cukup penting pada pasien dengan
neuroma akustik.
Terjadinya kantung retraksi ini (bisa pada Pembahasan komplikasi pada bab V berikut ini
pars flaccida atau pars tensa) dapat mempresipitasi akan terbagi menjadi komplikasi intratemporal dan
terjadinya kolesteatom. intrakranial.
1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika 3. Ekstratemporal dan kranial
3. Resistensi tubuh penderita
4. Pertahanan anatomi Diantaranya :
5. Drainase
Dua faktor pertama berhubungan dengan a. Abses Bezold
b. Abses subperiosteal
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan
dengan tubuh pasien.13
Sedangkan Adams, dkk mengemukakan klasifikasi
Dari data yang diperoleh, terdapat kecenderungan sebagai berikut:10
untuk timbulnya komplikasi dari pasien OMSK adalah A. Komplikasi di telinga tengah :
sekitar 76%, dan sebagian besar berhubungan dengan 1. Perforasi persisten
kolesteatom. Dimana kolesteatom ini sulit untuk 2. Erosi tulang pendengaran
diketahui sejak dini dan penanganan juga sulit, 3. Paralisis saraf fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam :
sedangkan jika mengalami keterlambatan dalam
1. Fistel labirin
penanganan atau ketidaktepatan dalam penanganan, 2. Labirintitis supuratif
maka dapat mengakibatkan komplikasi yang cepat dan 3. Tuli saraf (sensorineural)
serius.6-9,13 C. Komplikasi di ekstradural :
1. Abses ekstradural
Seiring dengan berkembangnya penyakit yang 2. Trombosis sinus lateralis
menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh yaitu 3. Petrositis
HIV dan AIDS pada abad terakhir ini, sebaiknya perlu D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
dilakukan penelitian lebih mendalam pengaruhnya 1. Meningitis
2. Abses otak
kelainan ini terhadap OMSK. Karena sampai saat ini
3. Hidrosefalus otitis
belum pernah dilakukan penelitian keduanya.6-9,13
Diagnosis
Patofisiologi6-9,13
Penatalaksanaan
Terjadinya penyebaran pada labirin diakibatkan oleh
Penanganan dari labirintitis yang diakibatkan oleh
adanya pnyebaran secara langsung dari infeksi telinga
OMK adalah dengan tindakan kultur dan dilakukan
tengah kronis, yang dapat mengakibatkan terjadinya
tindakan drainase. Pada infeksi akut cukup kita
gangguan pada fungsi keseimbangan maupun
lakukan tindakan miringotomi dan pemakaian
pendengaran. Labirintitis yang disebabkan oleh virus
timpanostomi tube, disamping pemberian antibiotika.
jarang sekali berakibat fatal. Ada 2 jenis labirintitis
Sedangkan pada kasus yang kronis, diperlukan
yang terjadi, yaitu labitintitis purulen dan serous
tindakan masteidektomi. Beberapa ahli
labirintitis.
merekomendasikan untuk dilakukan tindakan ini pada
Posisi kanalis fasialis yang cukup panjang Tes topografi dapat terlihat pada skema di halaman
sepanjang tulang temporal, menyebabkan saraf fasialis berikut .
ini mudah mengalami infeksi atau gangguan lainya jika
terdapat penyakit yang mengenai tulang temporal.
Pada OMK, terjadinya infeksi dan peradangan dapat
mengenai saraf fasialis setelah terlebih dahulu
mengerosi tulang yang membentuk kanalis fasialis,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya paresis dan
paralysis. Pada dewasa, komplikasi ini dapat terjadi
pada OMK sendiri ataupun OMK dengan disertai
kolesteatom (80%) dan jaringan granulasi. Jika murni
OMK, maka kelainan ini pada kanalis fasialis ditandai
dengan osteitis pada tulang temporal yang melindungi
kanalis fasialis tersebut. Sedangkan jika disertai
dengan kolesteatom ditandai dengan adanya erosi pada
tulang temporal. Karena hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadi udema dan kompresi pada saraf
fasialis sehingga dapat menimbulkan terjadinya paresis
yang diikuti dengan paralisis saraf fasialis.6-9,13 Tes Topografi Nervus Fasialis7
4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt, 1873) 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan yang
Simple squamous atau cuboidal epithelium dari diakibatkan oleh ekspansi dari kolesteatom sebagai
celah di telinga tengah akan mengalami akumulasi dari sejumlah keratin dan debris purulen.
transpormasi metaplatik menjadi epitel yang 2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri (endotoksin),
produk dari jaringan granulasi (kolagen, asam
berkeratinisasi. Didukung oleh Sade (1971) bahwa
hidrolase), dan subtansi yang berhubungan dengan
sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi kolesteatom itu sendiri (faktor pertumbuhan dan
proses inflamasi untuk berkeratinisasi. Sehingga sitokin).
daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah 3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
dapat membesar karena akumulasi debris dan Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali pada
kontak dengan membran timpani. Dengan adanya baberapa bagian telinga tengah tertentu yang kemudian
infeksi dan inflamasi maka kolestetaom akan menyebar ke ruangan lain dari telinga tengah. Bagian-
menyebakan lisis dari memberan timpani dan bagian tersebut adalah daerah sekitar atik, pars
perforasi (kolesteatom atik) flaksida, dan posterior dari mesotimpanum. Daerah
epitimpanum yang paling sering untuk timbulnya
kolesteatom adalah Prussak’s space (paling sering)
atau resessus epitimpani anterior. Prussak’s space
merupakan daerah berupa kantong yang dangkal yang
berada dibagian posterior dari pars flaksida.
Kolesteatom yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan
inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum dan
rongga mastoid.6-9,13
Diagnosis
Penatalaksanaan
Penanganan modern dari trombosis sinus lateralis MRV pada Kasus Lateral Sinus Thrombosis 7
adalah dengan berdasarkan atas kontrol terhadap
infeksi dengan tehnik bedah yang seminimal mungkin Hidrocephalus otitis
dan antibiotika yang seefektif mungkin. Ketika diduga
Patofisiologi
terdapat trombosis daerah sinus sigmoid, maka
penggunaan antibiotika yang efektif dapat dilakukan Dikenal juga sebagai serebri pseudotumor
untuk mencegah terjadinya penyebaran secara (Symonds, 1931) dan dihasilkan dari proses otitis
hematogen. Antibiotik spektrum luas digunakan media. (Quincke, 1893). Merupakan suatu syndrome
sampai kita mendapatkan kuman yang spesifik dari dengan keadaan peningkatan tekanan intrakranial
hasil kultur. Kuman yang biasanya menyerang adalah dengan keadaan CSF yang normal dan tanpa adanya
dari golongan aerob-anaerob saluran nafas atas abses otak berkaitan dan berhubungan dengan kelainan
(staphylococcus dan streptococcus). Pada umumnya penyakit telinga yang supuratif .Timbulnya kelainan
digunakan kombinasi obat yang mempunyai penetrasi ini setelah beberapa minggu terjadinya proses OMA.
yang baik terhadap sawar darah otak, yaitu dari OMK merupakan suatu keadaan yang potensial untuk
golongan penicillin dan kloramphenikol. Yang terjadinya hal ini. Trombosis sinus lateralis nonseptik
kemudian dikombinasikan dengan obat intravena dari berhubungan dengan adanya kelainan ini. Paling sering
penicillin, nafcillin, ceftriakson, atau metronidazole.6- timbul pada anak-anak atau dewasa muda.6-9,13
9,13
Abses Otak13
Setelah dilakukan operasi, 2 bulan kemudian masih
ada gambaran lesi hiperdens pada CT scan yang
merupakan inflamatory granuloma. Dalam 1 tahun
biasanya gambaran tersebut hilang. 73 % pasien yang
hidup memiliki sekuele neurologis atau tanpa sekuele
neurologis, hidup normal, dapat bekerja atau
bersekolah. Faktor utama yang menyebabkan
mortalitas adalah keadaan saat pasien masuk rumah
sakit, semakin dini diagnosa dan terapi diberikan,
Abses Subdural13
semakin tinggi kemungkinan hidupnya.6-9,13
Lobus frontalis dan lobus temporalis sangat dekat
dengan dura tapi jarang berhubungan dengan
Abses subdural 6-9,13 penumpukkan cairan di subdural. Tetapi ruang
subdural diatas convexity dari hemisphere cerebri
Patofisiologi adalah ruang yang nyata tanpa ada sekat anatomis lain.
Penumpukkan cairan di subdural dapat berupa Patofisiologinya adalah melalui penyebaran secara
abses, empyema dan atau efusi. langsung ataupun tidak langsung dari tulang temporal.
Penyebaran secara langsung, adalah melaui erosi dari
Abses subdural penumpukkan pus yang dibatasi tulang temporal, yang diikuti dengan tereksposnya
oleh satu dinding yang membatasinya dengan ruang duramater dan kemudian terjadi penetrasi kedaerah
duramater.
subdural secara keseluruhan. Dikatakan empyema
Subperiosteal abses
CT scan pada Kasus Abses Subdural22 Subperiosteal abses tampak seperti massa
fluktuatif yang menunjukkan tanda inflamasi, biasanya
Diagnosis
OTITIS MEDIA
1. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the 13. Susilawati S., Chronic Ear Infection., Dalam Hearing
Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of Impairment-An Invisible Disability., Springer-Verlag.
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company. Tokyo. 2004: IV: 278-81.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
16. Nadol JB., Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear
4. Lambert PR., Canalis RF., Chronic Otitis Media and and Temporal Bone., 2nd edition., Edited by Nadol JB.,
Cholesteatoma. Dalam The Ear Comprehensive Otology., McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins.,
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Philadelphia. 2005: 17: 199-218.
Wilkins., Philadelphia. 2000: 25: 409-32.
Vertigo, suatu istilah yang bersumber dari bahasa latin, 3. Teori neural mismatch
vertere yang artinya memutar. Derajat yang lebih Garis besar teori ini ini hampir sama dengan teori
ringan dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan konflik sensorik, namun dikembangkan lebih jauh
lagi disebut giddiness dan unsteadiness.1,2 sehingga dapat dijelaskan terjadinya fenomena
adaptasi. Menurut teori ini, timbulnya gejala
Vertigo dapat merupakan gejala sendiri tanpa ada disebabkan karena ketidaksesuaian antara
gejala lain tetapi dapat juga merupakan kumpulan pengalaman gerakan yang sudah disimpan dalam
gejala (sindroma). Sindroma vertigo biasanya terdiri otak dengan gerakan yang sedang
dari gejala vertigo, mual, muntah, nistagmus, dan berlangsung/dihadapi. Rangsangan gerakan yang
unsteadiness.1,2,3 sedang berlangsung tersebut dirasakan asing atau
tidak sesuai dengan harapan dan merangsang
Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan kegiatan yang berlebihan dari susunan saraf pusat
subjektif dalam bentuk rasa berputar dati tubuh/kepala otonom. Namun bilamana gerakan berlangsung
atau lingkungan disekitarnya. Ada yang mengatakan terus maka pola gerakan yang baru akan merevisi
giddiness adalah vertigo yang berlangsung dalam pola gerakan yang sudah ada dan selanjutnya
waktu sangat singkat. Dizziness adalah rasa pusing terbentuk pola baru yang lebih sesuai dengan pola
yang tidak spesifik, misalnya rasa goyah (unstable, gerakan yang sedang dihadapi. Pada saat inilah
unsteadiness), rasa disorientasi ruangan yang dapat gejalanya menghilang dan orang tersebut dalam
dirasakan berbalikan atau berputar.1,2 keadaan teradaptasi.
4. Teori otonomik
Gejala vertigo dapat ditimbulkan oleh berbagai macam Teori ini menduga bahwa sindrom vertigo timbul
etiologi, antara lain akibat mabuk gerakan/perjalanan. oleh karena terjadinya ketidakseimbangan saraf
Pada keadaan ini gejala vertigo muncul pada awal otonom akibat rangsangan gerakan. Bila
berlangsungnya paparan gerakan dan cepat terabaikan ketidaksesuaian mengarah pada dominasi saraf
oleh penderita manakala paparan berlanjut dan gejala simpatik, maka terjadilah sindroma vertigo.
yang lebih hebat muncul sehingga vertigo bukan Sebaliknya bila mengarah ke dominasi saraf
merupakan gejala yang menonjol.1,2,3 parasimpatis maka sindroma menghilang.
5. Teori neurohumoral
Teori terjadinya vertigo sangatlah banyak, yaitu:1,2,3 Beberapa teori humoral yang cukup terkenal
1. Teori rangsangan berlebihan antara lain teori histamin dari Takeda, teori
Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin dopamin dari Kohl, teori serotonin dari Lucat.
banyak dan makin cepat rangsangan, semakin Masing-masing bahan humoral tersebut meningkat
berpeluang menimbulkan sindroma vertigo akibat kadarnya dalam cairan tubuh saat terjadi
gangguan fungsi alat keseimbangan tubuh. Jenis rangsangan dan memicu timbulnya gejala vertigo.
rangsangan pada kesimbangan ini antara lain kursi 6. Teori sinap
putar Barany, irigasi telinga, kapal laut, dan mobil. Menurut teori ini, rangsangan gerakan dapat
Menurut teori ini sindroma vertigo (vertigo, meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan
nistagmus, mual, dan muntah) timbul akibat memicu pelepasan CRF (corticotropin releasing
rangsangan berlebihan terhadap kanalis factor). CRF dapat mengubah keseimbangan ke
semisirkularis. arah dominasi saraf simpatik terhadap saraf
2. Teori konflik sensorik parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo.
Menurut teori ini sindroma vertigo muncul ketika Selanjutnya ketika keseimbangan berubah ke arah
terjadi disharmoni (discordance) masukan sensoris parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal
yang berasal dari ketiga reseptor tersebut baik dari inhibition antar kedua saraf tersebut maka gejala
sisi kanan maupun sisi kiri akibat rangsangan mual dan muntah akan muncul. Bila rangsangan
gerakan. Masukan sensorik yang tidak sinkron diulang maka jumlah ion Ca dalam sel saraf pra
tersebut menimbulkan kelainan pada pusat sinap akan kian berkurang bersamaam dengan
keseimbangan dan membangkitkan respons dari menyempitnya kanal kalsium yang mempersulit
saraf otonom, otot penggerak mata (nistagmus), masuknya ion Ca. Dengan demikian rangsangan
dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta berulang menimbulkan progressive Ca channel
korteks (vertigo). Kemajuan yang penting dari closure yang diduga merupakan dasar mekanisme
teori ini dibandingkan teori sebelumnya ialah proses adaptasi selanjutnya menurunkan
perubahan lokasi kelainannya tidak pada kanalis kemampuan pengeluaran neurotransmiter dengan
semisirkularis (perifer) melainkan pada pusat alat akibat respons jaringan berkurang dan kemudian
kesimbangan tubuh (sentral). menghilang. Munculnya sindroma vertigo berawal
dari pelepasan corticotropin releasing factor
(CRF) dari hipotalamus akibat rangsangan
Pemeriksaan fisik
Biasanya didapatkan gejala nistagmus (pergelakan
involunter dari mata). Nistagmus klasik terjadi ketika
kepala pasien bergerak ke arah sisi yang sakit.
Nistagmus torsional (atau rotasi) menyebabkan
pergerakan mata cepat ke sisi telinga yang sakit
sedangkan pergerakan lambat ke arah yang
berlawanan. Nistagmus biasanya terjadi sekitar 10
sampai 40 detik setelah perubahan posisi.4
Tes Dix Hallpike6
Tes Dix Hallpike
Perasat ini sering dijadikan pegangan dalam Penatalaksanaan
menentukan diagnosis BPPV.8,9 Pengobatan terhadap BPPV terutama bersifat suportif.
Tes ini dilakukan sebagai berikut:1,10 Komunikasi dan informasi harus diberikan kepada
a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu penderita BPPV. Oleh karena BPPV menimbulkan
mengenai prosedur pemeriksaan supaya tidak vertigo yang hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir
tegang dan vertigo dapat terjadi pada saat akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor
pemeriksaan dilakukan. otak. Maka perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV
b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa, bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,
sehingga pada saat pasien telentang, kepala dapat dapat hilang spontan setelah beberapa waktu walaupun
ekstensi membentuk sudut 45 derajat. Tepi bahu di kadang berlangsung lama dan sewaktu-waktu bisa
ujung tempat tidur dan kepala diletakkan lebih kambuh lagi.1
rendah.
c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit Medikamentosa
mungkin selama pemeriksaan, pada posisi duduk Pengobatan medikamentosa memberikan hasil yang
kepala menengok ke kiri atau kanan, lalu dengan kurang memuaskan. Obat anti vertigo seringkali tidak
cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala dibutuhkan oleh karena vertigonya berlangsung
tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat sebentar saja. Serangan akut vertigo tidak dapat
adanya nistagmus dan keluhan vertigo dengan sepenuhnya ditekan dengan obat antivertigo. Beberapa
masa laten lebih kurang dua sampai sepuluh detik, obat-obatan hanya bersifat simptomatik saja.1,9,10
pertahankan posisi tersebut selama 10 sampai 15
detik. Jika posisi ini dipertahankan, nistagmus dan Contoh obat untuk vertigo adalah:15,16
vertigo akan berkurang dan hilang dalam 10 Supresi vestibuler, misalnya meclizine, lorazepam,
sampai 30 detik. Setelah itu pasien didudukkan clonazepam, dimenhidrinat, diazepam,
kembali, nistagmus akan timbul kembali tapi amitriptiline, dan sebagainya. Obat-obatan
dengan arah yang berlawanan dan intensitas yang tersebut dapat menurunkan nistagmus yang
lebih rendah. Berikutnya manuver diulang dengan dikarenakan keseimbangan vestibuler.
kepala menengok ke sisi yang lain. Untuk melihat Antikolinergik yang memberikan efek kepada
adanya fatigue, manuver dapat diulang dua sampai reseptor muskarinik, misalnya skopolamin. Obat-
tiga kali dan keluhan nistagmus serta vertigo yang obatan memberikan efek sentral.
terjadi akan menjadi semakin berkurang. Antihistamin. Mekanisme obat ini pada vestibuler
sentral masih belum jelas.
Interpestasi tes Dix Hallpike:1,10 Antiemetik, contohnya droperidol, granisetron,
- Normal: tidak timbul vertigo dan nistagmus meclizine, metoclopramide, ondansetron,
dengan mata terbuka. Kadang dengan mata perphenazine, ptochlorperazine, promethazine,
tertutup bisa terekam dengan menggunakan trimethobenzamine, dan lain-lain. Pada pasien
elektronistagmografi adanya beberapa detak dengan vertigo yang berat dapat diberikan
nistagmus. antiemetik 30 menit sebelum dilakukannya
- Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang manuver. Pilihan utamanya adalah prometazine.
pada BPPV mempunyai 4 ciri yaitu adanya masa
laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai Selain obat-obatan diatas, terdapat beberapa golongan
vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan obat yang dapat dipakai untuk mengobati vertigo,
adanya fatigue, yaitu diantaranya adalah:15,16,17,18
nistagmus dan vertigo Calcium channel blockers. Merupakan obat yang
yang makin berkurang paling sering digunakan dan sangat menjanjikan
68 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
untuk pengobatan vertigo, contohnya flunarizin selama terapi diperpanjang walaupun terdapat
dan cinnarizine. Obat golongan ini juga variasi antar individu. Kadar plasma berkisar
mempunyai efek antikolinergik dan atau antara 39 dan 115 ng/ml.
antihistamin. Pada 50 pasien tua rata-rata umur 61 tahun dengan
Cinnarizine intermittent claudication, pemberian flunarizin
Merupakan salah satu golongan obat ini tetapi jangka panjang (median 6 bulan) 10 mg per hari,
kurang poten. Dosis yang biasa digunakan adalah mencapai kadar tetap plasma yang konstan
30 mg per oral dua jam sebelum adanya walalupun terdapat perbedaan antar individu.
rangsangan mabuk perjalanan. Pada saat terjadi Kadar flunarizin plasma berkisar antara 50 dan
paparan terhadap stimulus, obat ini dapat 100 ng/ml pada 46% pasien, nilai individual
dilanjutkan 15 mg tiga kali sehari. Anak-anak usia berkisar antara kurang dari 20 ng sampai 580
5 sampai 12 tahun dapat diberikan setengah dari ng/ml. Flunarizin tidak terlihat memiliki efek
dosis dewasa. Pada salah satu penelitian dengan kumulatif yang terlihat pada pengukuran yang
menggunakan rotasi lambat, cinnarizine terlihat berulang.
meningkatkan jumlah rotasi yang dapat ditoleransi Flunarizin terdistribusi luas ke jaringan, konsentrai
sebelum timbulnya mabuk perjalanan. Cinnarizine obat dalam jaringan, terutama jaringan lemak dan
juga terbukti efektif dibandingkan plasebo pada otot lurik beberapa kali lebih tinggi daripada kadar
salah satu penelitian pada mabuk laut. plasma.
Flunarizin Flunarizin dalam keadaan terikat sebanyak 99,1%;
Flunarizin adalah salah satu calcium channel 90% terikat dengan protein plasma dan 9%
blockers merupakan derivate cinnarizine dengan terdistribusi dengan sel-sel darah, serta kurang
efek yang lebih kuat dan mempunyai waktu paruh dari 1% berbentuk bebas dalam cairan plasma.
yang lebih lama.yang merupakan supresan labirin Metabolisme flunarizin terutama melalui oksidasi
perifer yang sangat kuat. Dosis 10 mg terbukti N dan hidrokliasi aromatik. Selama periode 48
lebih efektif menekan respon kalori daripada 5 jam setelah pemberian dosis tunggal 10 mg,
mg. Flunarizine juga mengurangi refleks eksrersi flunarizin dan atau metaboltnya
vestibulookular yang ditimbulkan dalam tes ditemukan minimal pada urine (<0,2%) dan feses
akselerasi harmonik dan secara klinis berguna (<6%). Hal ini menandakan bahwa obat ini dan
dalam mencegah vertigo. metabolitnya dieksresi secara sangat lambat dalam
Pada salah satu penelitian mengenai saccadic eye jangka waktu yang panjang. Flunarizin
movement setelah diberikan flunarizin dan mempunyai waktu paruh eliminasi yang panjang
cinnarizine pada 10 pasien, Supac dkk sekitar 19 hari. Ell dan Gresty (1983) menemukan
menemukan bahwa puncak kecepatan sakadik efek flunarizin untuk menurunkan atau
lebih rendah secara bermakna pada kelompok menghilangkan nistagmus khususnya pada fase
flunarizin (kecepatan sakadik berhubungan dengan sekunder. Obat ini tidak memberikan efek pada
pancaran neuron pada batang otak). Subjek yang sakade yang volunter tetapi dapat menurunkan
menggunakan cinnarizine hanya memperlihatkan efek dari sakade vestibuler. Lee dkk (1986)
kecenderungan sedikit penurunan kecepatan pada melaporkan bahwa flunarizin merupakan obat
puncak sakadik. untuk menekan efek pada labirin. Penurunan efek
Flunarizin dan cinnarizine digunakan di Eropa supresi vestibuler oleh flunarizin berdasarkan
tetapi tidak secara luas diseluruh dunia. Flunarizin karena dihambatnya ion kalsium untuk masuk ke
mempunyai waktu paruh yang panjang dan dalam sel krista ampularis. Puncak dari kecepatan
kadarnya dalam plasma tidak sampai 2 bulan. VOR pada fase lambat dapat diturunkan sampai
Konsentrasi residu dapat terdeteksi samapi dengan 70% setelah dua jam. Flunarizin diabsorpsi
4 bulan setelah terapi dihentikan. dengan baik, mencapai puncaknya setelah dua
Flunarizin mencegah efek buruk dari kelebihan sampai empat jam per oral. Konsentrasi pada
kalsium selular dengan mengurangi aliran kalsium plasma meningkat secara bertahap selama
transmembran yang berlebihan. Flunarizin tidak menggunakan dosis 10 mg per hari. Oosterveldt
menganggu kalsium hemostasis seluler yang (1974) melaporkan adanya efek penurunan pada
normal dan memiliki kemampuan antihistamin. rotatory nystagmus. Tolu dan Mameli (1984)
Efek dari flunarizin sebagai pencegahan vertigo menduga bahwa flunarizin bekerja pada korteks
telah banyak dikemukakan berdasarkan serebral.
berkurangnya frekuensi serangan. Tingkat Efek samping
beratnya serangan vertigo juga berkurang. Efek samping potensial termasuk rasa mengantuk
Flunarizin diabsorpsi secara baik, kadar puncak atau lelah dan peningkatan berat badan (dan atau
plasma dicapai dalam 2 sampai 4 jam setelah meningkatnya nafsu makan) terjadi pada 20 dan
pemberian oral. Konsentrasi plasma meningkat 15%. Efek samping yang paling serius adalah
secara bertahap selama pemberian jangka panjang depresi sebanyak 1,3%. Efek samping yang lain
10 mg per hari, yang mencapai kadar tetap setelah antara lain gastrointestinal: rasa terbakar di dada,
5 sampai 6 mg. Kadar tetap plasma tetap konstan mual, muntah, nyeri lambung. Sistem saraf pusat:
Manuver
Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien
menerima pengobatan berdasarkan patofisiologi
penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada Manuver Brandt Daroff12
BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat
pada kupula kanalis semisirkularis posterior Manuver Semont
(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan
pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis suatu pendekatan yang lebih agresif yang dinamakan
posterior (kanalitiasis).9 liberatory maneuver. Cara ini didasarkan pada teori
kupulolitiasis dengan tujuan mencegah debris
Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat menempel pada kupula. Pada cara ini pasien
pada kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari didudukkan di atas tempat tidur dengan posisi kepala
kanalis posterior akan dapat menghilangkan keluhan 45 menoleh menjauhi telinga sakit dan kemudian
pasien. Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik yang digerakkan dengan cepat ke posisi yang menimbulkan
dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah vertigo dan dipertahankan selama 4 menit. Selanjutnya
memberikan tantangan pada pasien untuk melakukan digerakkan dengan cepat melalui posisi duduk ke
posisi kepala tertentu dalam waktu yang berulang- posisi yang berlawanan. Telinga di bawah dan tetap
ulang. Ada dua jenis terapi fisik, pertama terapi pada posisi kedua selama 4 menit dan posisi kepala
habituasi vestibuler seperti yang dijelaskan oleh Norre seperti semula. Bila selama menit pertama pada posisi
dkk (1987). Terapi ini didasarkan pada konsep ini pasien tidak merasa vertigo, kepala pasien digoyang
kompensasi susunan saraf pusat terhadap gerakan yang beberapa kali untuk melepas debris. Setelah 4 menit
merangsang terjadinya vertigo. Jenis kedua seperti terakhir, pasien dengan lambat digerakkan ke posisi
yang dijelaskan oleh Brandt dan Daroff (1980), duduk. Perasat Semont terutama efektif untuk pasien
mendasarkan teorinya pada usaha menghilangkan atau dengan debris yang melekat pada kupula kanalis
memecah debris pada cairan endolimf yang disebutkan semisirkularis posterior.20
sebagai penyebab vertigo.3
Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang
Metode Brandt Daroff dilakukan terapi dengan perasat ini, 70% mengalami
Cara Brandt dan Daroff berupa perubahan posisi kesembuhan, 20% perbaikan. Dan 10% tanpa
kepala yang dilakukan beberapa kali dalam sehari perbaikan. Walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi
selama dua sampai tiga minggu. Pasien duduk tegak menyebabkan pasien terlalu banyak melakukan
ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung. gerakan memutar leher dan badan secara cepat yang
Dengan posisi kepala diputar 45° ke satu sisi dan memungkinkan akan menyulitkan bagi pasien yang
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke sudah tua.14,20
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik, setelah itu
duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan
dengan cepat ke sisi lain, pertahankan selama 30 detik
lalu duduk tegak kembali. Manuver ini dilakukan tiga
kali pada pagi hari sebelum bangun tidur dan tiga kali
pada malam hari sebelum tidur sampai dua kali
berturut-turut tidak timbul vertigo lagi. Terapi ini dapat
mengurangi keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi
sulit dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus
melakukan perubahan posisi secara berulang-
ulang.1,10,19
Manuver Epley
Metode ini diperkenalkan oleh Epley (1979) dan
disebut canalith repositioning procedure (CRP)
menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada
pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan
sebanyak 97,7% dari 30 pasien, sedangkan 2,3%
kurang memuaskan. Dengan menggunakan metode
yang sama, Weider mendapatkan angka keberhasilan
87,7% dari 44 pasien BPPV. Dia menyebutkan cara ini
telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa
cara ini mudah dilakukan pada semua usia. Pada saat
ini para ahli lebih memilih modifikasi manuver Epley Modifikasi manuver Epley6
yang tidak menggunakan sedasi dan vibrator.1,6,10,21
Pembedahan
Tujuan dari manuver ini adalah mengeluarkan debris Dapat dilakukan pembedahan pada penderita
(otolit) dari kanalis semisirkularis posterior dan BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
memasukkannya ke dalam utrikulus. Prinsip manuver terapi konservatif serta menganggu aktifitas sehari-hari
ini adalah:1,10,21 dengan keluhan yang berlangsung satu tahun atau
Kanalis posterior diputar kearah belakang lebih.3
mendekati orientasi planar. Arah ini menyebabkan
debris keluar dai kanalis dan masuk ke dalam Singular Neurectomy
utrikulus. Pembedahan ini dilakukan dengan pemotongan nervus
Merubah posisi angular kepala sekitar 90° pada ampularis posterior yang terletak dekat dengan round
setiap perubahan posisi. window untuk menghilangkan gejala vertigo. Angka
Pertahankan setiap posisi sampai nistagmus keberhasilan operasi ini mencapai 94%. Meyerhoff
menghilang, menandakan terhentinya aliran melaporkan 16 pasien yang dilakukan singular
endolinf. neurectomy mendapatkan 15 pasien mengalami
Perubahan posisi kepala dari belakang serta kesembuhan total dan satu pasien mengalami
lakukan perubahan posisi setiap 1 detik, perbaikan. Tindakan operatif ini bisa menimbulkan
pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik. komplikasi berupa tuli sensorineural.6,13
Jika didapatkan gejala vertigo yang berat,
berikanlah obat premedikasi sedatif vestibuler Oklusi Kanalis Semisirkularis Posterior
seperti proklorperazine atau dimenhidrinate 30-60 Parnes dan McClure melakukan operasi oklusi kanalis
menit sebelum dilakukannya manuver. semisirkularis posterior dengan membuat penetrasi dan
memasukkan serpihan tulang serta fibrin kedalamnya.
Cara ini akan menekan labirin membranosa dan
Langkah modifikasi manuver Epley adalah:6 menghentikan aliran endolimf dari dan ke arah kupula
Penderita berada pada posisi duduk. yang akan mengurangi gerakan kupula dan
Penderita ditidurkan dengan posisi kepala menghilangkan vertigo.6,7
menggantung seperti posisi Dix-Hallpike dengan
kepala dirotasikan 45.
Perhatikan adanya nistagmus.
Penatalaksanaan Gangguan Dengar Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada
Pasien dengan gangguan dengar, biasanya datang anak
dengan keluhan utama hearing loss/ketulian atau
tinitus.
Audiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien.
pendengaran dan keseimbangan, yang mempelajari Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka
pengukuran pendengaran maupun keseimbangan (misainya 6-1-4). Pasien diminta untuk mengulangi
manusia dan pengelolaan maupun rehabilitasi suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien
penderita dengan gangguan pendengaran maupun dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang
gangguan keseimbangan.1 diberikan. Tes ini biasanya dilakukan pada jarak 60 cm
dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan
Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites,
meliputi besar gangguan pendengaran (derajat hal ini penting untuk masking telinga yang tidak diuji
gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai
yaitu membedakan antara kelainan di telinga tengah, dengan forced whisper pada jarak yang lebih jauh.
kohlea atau retrokohlear.1 Orang normal dapat mendengar bisikan dengan mudah
pada jarak 10 m.
Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis
pendengaran yaitu: perkiraan ambang dengar, Suara penulis direkam pada setiap intensitas untuk 10
diferensiasi gangguan pendengaran konduktif bahan tes setiap 4 hari untuk menilai konsistensi suara
dengan gangguan pendengaran sensorineural, dan yang direkam. Intensitas suara yang digunakan dalam
identifikasi gangguan pendengaran non organik.1 tiga kategori oleh pemeriksa yang berbeda juga. akan
berbeda pula, namun seorang pemeriksa harus dapat
Pemeriksaan Pendengaran Subjektif1,2,3 mempertahankan konsistensi suaranya sendiri.
Pemeriksaan pendengaran subjektif adalah menilai Pemeriksa harus mengingat kecenderungan untuk
pendengaran berdasarkan respons subjektif terhadap meningkatkan volume suaranya saat jarak antara
berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes pasien dan pemeriksa semakin jauh (misalnya, suara
yang dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: yang digunakan pada jarak 60 em cenderung lebih
- Tes klinis sederhana: keras dari suara yang digunakan pada jarak 15 em
Tes suara kecuali pemeriksa mengerti untuk menghindari
Tes Garpu Tala kejadian ini).
- Audiometri Subjektif:
Dewasa: Tes Bisik, Garputala, Audiometri Tes bisik pada jarak 60 em dapat mendeteksi gangguan
Nada Murni, Audiometri tutur pendengaran pada frekuensi tutur dengan intensitas
Anak: Behavioral Observation Audiometry diatas 30 dB dengan sensitivitas 96% dan spesifitas
(BOA), Visual Reinforcement Audiometry 91% (Browning, Swan, dan Chew, 1989). Data - data
(VRA), Play Audiometry, Speech Audiometry ini memberikan gambaran kasar mengenai interpretasi
Khusus: Short Increment Sensitivity Index tes suara, namun pengalaman pemeriksa dalarn
(SISI), Alternate Binaural Loudness Balance membandingkan tes suara mereka sendiri dengan
Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur, ambang audiometri nada murni tetap tidak tergantikan.
Audiometri Bakessy
Berbicara pada jarak 30 inci Kehilangan
Tes Klinis Sederhana1,2,3,4 Pendengaran
Mengerti bisikan perlahan < 30 dB
Tes Suara Mengerti bisikan keras < 45 dB
Suara manusia memiliki rentang intensitas yang Mengerti suara sedang < 60 dB
berbeda, namun hanya tiga intensitas yang digunakan Mengerti suara keras < 70 dB
secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara
bisikan, suara percakapan, dan suara keras. Keterbatasan tes suara
Tes suara klinik bukanlah pengganti bagi audiometri
Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced nada murni, namun merupakan alat yang penting bagi
whisper, yakni suara bisik terkeras yang dapat otolog untuk memeriksa audiometri yang tidak reliabel
dikeluarkan pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus (Browning, Swan dan Chew. 1989) dan pasien - pasien
ekshalasi nafas secara norinal sebelum berbicara yang tidak reliabel secara khusus (lihat bagian
dengan intensitas forced whisper, Suara percakapan gangguan pendengaran non-organik). Tes suara klinik
diartikan sebagai suara dengan intensitas yang juga sering dugunakan untuk menguji pasien yang
digunakan pemeriksa ketika berbicara di ruangan yang tidak dapat mengikuti audiometri nada murni, misalnya
tenang. Suara keras adalah sekeras teriakan yang masih pada anak miak, penderita cacat mental, dan orang tua.
dapat dibuat pemeriksa dengan nyaman.
Tes Garpu Tala
Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana Perkembangan tehnologi elektronik dibidang
petunjuk visual tidak dapat terlihat. Rangsang harus diagnostik- audiologi, menyebabkan penggunaan
77 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
garp u tala yan g telah d ikemuka kan sej ak dibandingkan dengan garpu tala 512 Hz (Srankiewicz
satu ab ad yan g lal u k ur ang d ir ninati o le h dan Mowry, 1979; Doyle, Anderson dan PiJI. 1984;
audiologist. Dalam kondisi keterbatasan Browning dan Swan.1988). Arah gelombang suara
pengadaan sarana alat diagnostik elektronik garpu tala harus sesuai dengan aksis kanalis aurikularis
seperti elektroakustik imitans, garpu tala apabila eksternus ( sejajar dengan bidang frontal ). Garpu
dilakukan dengan tehnik yang benar dan cara tala tidak boleh diketukkan pada permukaan yang
interpretasi yang tepat sangat membantu keras karena hal ini dapat menghasilkan overtone yang
diagnostik audiologi disamping pemeriksaan memberikan hasil false positif selain kemungkinan
audiometri rutin merusak garpu tala (Samuel and Eitelberg. 1989).
Garpu tala sebaiknya diketukkan perlahan pada lutut,
Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah siku, atau bantalan karet keras. Mengetukkan garpu
membandingkan antara hantaran udara (AC = air tala juga sebaiknya dilakukan pada jarak 2/3 dari
conduction) dan hantaran tulang (BC = bone percabangan untuk meminimalisir distorsi suara yang
conduction). Pada hantaran udara menggunakan dihasilkan.
telinga luar dan tengah untuk menghantarkan bunyi ke
koklea dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan
yang lazim untuk transmisi bunyi.
Pada telinga dengan mekanisme hantaran normal Tes Rinne memberikan petunjuk adanya kornponen
(telinga normal atau pada gangguan pendengaran konduktif pada gangguan pendengaran. Jika digunakan
sensorineural), suara hantaran udara akan terdengar untuk mendeteksi gangguan pendengaran konduktif tes
lebih keras dari hantaran tulang. Hal ini disebut hasil Rinne memiliki spesifitas yang tinggi, namun
tes positif, sekalipun terdapat kesalahan pengertian sensitivitasnya rendah (Crowley dan Ka~1966;Wilson
apabila hasil digambarkan sebagai hantaran udara lebih dan Woods. 1 975;Stanklewiez dan
baik dari hantaran tulang. Apabila hantaran tulang Mowry.1979;Capper, Slack dan Maw.1987; Browning
terdengar lebih keras dari hantaran udara, hasil disebut dan Swan. 1988). Para penyusun ini menunjukkan
Rinne negatif dan hal ini menandakan komponen bahwa sensitivitas, tes Rinne tidak mencapai 90%
konduktif yang signifikan pada gangguan hingga gap udara-tulang mencapai 30dB, sekalipun
pendengaran. Jika hantaran udara sama dengan spesifisitas tes ini melebihi 95% , tes ini sangat jarang
hantaran tulang, sekalipun hal ini juga dapat menunjukkan hantaran tulang lebih baik dari hantaran
mengindikisikan adanya gangguan pendengaran udara tanpa adanya gap udara-tulang diatas IOdB.
konduktif, sekalipun hal ini disebabkan olch pasien Maka gap udara tulang yang kecil (hingga 30dB)
yang tidak dapat menentukan suara mana yang seringkali tidak dapat dideteksi oleh tes Rinne,
terdengar lebih keras. walaupun tes ini merupakan indikator yang reliabel
adanya gangguan pendengaran konduktif. Titik dimana
Perneriksa harus, rnewaspadai 'Rinne false negatif tes Rinne cenderung negatif adalah pada gap udara-
yang dapat terjadi pada gangguan pendengaran tulang sekitar 18dB (Sheehy, Gardner dan Hambley,
sensorineural yang parah pada telinga uji. Pada kasus 197 1; Golabek dan Stephens. 1979; Capper, Slack dan
ini, rangsang hantaran tulang akan terdengar pada Maw. 1987). Hal ini mengindikasikan titik dimana tes
telinga yang tidak diuji, sehingga hantaran tulang Rinne akan memberikan 50% hasil negatif; respon
terdengar lebih keras dari hantaran udara. Keadaan ini pasien bervariasi pada gap udara-tulang di sekitar titik
umumnya dapat diidentifikasi menggunakan tes ini.
Weber. Apabila tes suara klinis mengindikasikan
adanya gangguan pendengaran unilateral, tes Weber Semakin tinggi frekuensi garpu tala semakin berkurang
harus dilakukan sebelurn tes Rinne. kepekaan tes Rinne untuk identifikasi gangguan
konduktif. Penelitian menunjukkan hasil yang cukup
Pada metode perbandingan arnbang, garpu tala signiflkan bahwa hasil tes garpu tala frekuensi 128-256
diletakkan pada tulang di atas mastoid. Pasien dirninta Hz cenderung lebih mudah menghasilkan tes Rinne
untuk mengangkat tangan apabila ia mendengar suara negatif daripada positif. Frekunsi lebih besar dari 256
hingga suara fidak terdengar lagi. Ketika pasien Hz menunjukkan hasil tes Rinne yang kurang reliabel
menurunkan tangan sebagai tanda ia tidak dapat dan frekuensi 2048 Hz tidak banyak membantu
mendengar suara uji lagi, garpu tala segera diagnostik gangguan konduktif.
dipindahkan ke depan CAE. Jika tidak ada komponen
konduktif pada gangguan pendengaran, pasien dapat Nilai ketepatan tes Rinne cukup tinggi pada anak-anak,
mendengar suara lagi, hal ini disebut hasil positif. apabila besar A-B gap mencapai 35 dB atau lebih.
Hilyard dkk melakukan skrining pendengaran pada
Metode ini lebih jarang digunakan karena memakan 920 anak dengan memakai garpu tala frekuensi 1000
waktu lebih lama dan lebih rentan terhadap pengaruh Hz, didapati hasil tes Rinne negatif pada 207 anak
suara penyerta ambient sound. Metode ini juga kurang akan tetapi tes garpu tala dilakukan tanpa
sensitif daripada metode perbandingan keras suara menggunakan masking.
(Browning dan Swan. 1989). Prinsip : membandingkan AC dan BC pada pasien
Menurut Hulzing (1973), Schmalz (1846) adalah Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai
orang pertama yang menjelaskan aplikasi klinis tes lateralisasi hantaran tulang kearah telinga yang
ini. Tujuan tes Weber adalah untuk mendeteksi disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang
koklea dengan fungsi yang lebih balk. Sebuah berbicara atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari
garpu tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan tangan maka suara akan terdengar lebih keras di
dan ditempatkan pada garis tengah kepala telinga tersebut.
pasien. Tempat yang umum digunakan adalah
dahi, batang hidung, vertex, dan incisor atas. Dari Tes Schwabach
semua tempat ini, batang hidung merupakan tempat Tes yang diperkenalkan pertama kalinya oleh
yang dianjurkan karena kulit antara tulang dan Dagabard schawabach, seorang ahli bedah telinga dari
garpu tala paling tipis;vertex hanya dapat Jerman pada tahun 1890, digunakan untuk menilai
digunakan pada pasien dengan kebotakan. Pasien kemampuan persepsi mendengar melalui hantaran
ditanya apakah suara terdengar lebih balk pada satu tulang subyek yang diperiksa dibandingkan
telinga atau sama pada kedua telinga (umumnya dengan pemeriksa. Penala digetarkan, tangkai penala
disebut terdengar di tengah kepala). Pada pasien diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
dengan pendengaran normal, suara terdengar di terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
tengah, selain normal, suara akan terdengar pada dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
koklea dengan fungsi lebih balk, kecuali bila ada pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
komponen konduktif gangguan pendengaran pada pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
pasien. Pada kasus ini, jika fungsi koklea simetris, memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
suara akan terdengar lebih keras pada telinga dengan pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu
gangguan konduktif, atau apabila ada gangguan penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa
konduktif bilateral, suara akan terdengar lebih lebib dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
keras pada telinga dengan komponen konduktif disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
yang lebih besar. Alasan yang mendasari pernyataan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut
ini kompleks. dengan Schwabach sama dengan pemeriksa
Menurut Tonndorf (1964), kasus – kasus Prinsipnya untuk menilai kemampuan persepsi
diskontinuitas osikuler dan fiksasi Osikuler mendengar melalui hantaran tulang subyek
bunyi akan terdengar lebih keras pada telinga. yang diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.
Kami membuat hipotesis bahwa pada kasus
diskontinuitas osikuler, telinga tengah terisi massa Tes Bing
sehingga terjadi penurunan resonansi frekuensi. Tes Bing yang dikemukakan oleh Alfred Bing
Pada kasus – kasus dengan sumbatan CAE, efek pada tahun 1891, didasarkan pada prinsip bahwa
oklusi dapat terjadi,sehingga mengakibatkan bunyi oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang
terdengar lebih keras pada telinga yang tersumbat. terdengar lebih keras pada c, linga dengan
Sayangnya, hasil tes Weber tidak selalu sesuai dengan mekanisme konduksi normal. Fenomena ini
hasil audiometri nada murni (Stankiewicz dan pertama kali dijelaskan oleh 'A-heatstone (1827).
Mowry.I979;Capper,Slack dan Maw.1987) dan
hasil yang 'salah' didapatkan pada 25% pasien Prinsip: oklusi CAE akan membuat suara hantaran
dengan gangguan pendengaran unilateral, sehingga tulang terdengar lebih keras pada telinga dengan
sulit untuk secara teoritis memprediksi pada telinga mekanisme konduksi normal.
mana pasien akan mendengar suara lebih keras. Cara pemeriksaan: sebuah garpu tala yang
Keterbatasan tes Weber lainnya adalah sulit digetarkan diletakkan pada os.mastoid seperti pada
dinilai pada kasus dengan tuli campur. tes Rinne. Seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode:
interpretasi pada praktek adalah tidak mungkin, dan tes perbandingan ambang dan perbandingan keras
Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus suara. Pada metode perbandingan ambang,
gangguan pendengaran unilateral. pasien diminta untuk me n g a n g k a t t a n g a n
Cara pemeriksaan:
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
Tes Bing tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
membrana timpani. Selain itu dapat juga
Tes Gelle dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
Prinsip tes Gelle berdasarkan pada fenomena seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya
yang pertama kalinya ditemukan oleh Wheatstone sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelle
pada tahun 1827 , kemudian dikembangkan dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana
penggunaannya dalam klinik oleh Gelled seorang ahli timpani melalui liang telinga.
bedah otologi dari Paris . Fenomena tersebut berupa Interpretasi: kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
penurunan persepsi kekerasan suara yang ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
dihantarkan melalui hantaran tulang apabila melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda di kanalis aurikularis eksternus akan
persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
ini banyak dipakai untuk inenilat gangguan fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
konduktif pada kasus otosklerosis. Tehnik:Garpu perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
tala yang sudah digetarkan diletakkan di menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis
tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop ekstemus.
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
membrana timpani. Selain itu dapat juga Tes Lewis
dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur
seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya dengan komponen konduktif yang minimal dan
sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelled membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes
dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil
timpani melalui liang telinga. tes Gelled dan Bing.
Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai
ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar suara tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan di tragus
melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana dengan cara menekan tragus sehingga kanalis aurikularis
Audiogram Normal
Tone Decay
Prinsip: terjadinya kelelahan saraf karena
perangsangan terus menerus. Bila telinga yang
diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut
tidak akan mendengar stimulus/rangsangan
Ada 2 cara: Threshold Tone Decay (TTD) dan
Suprathreshold Adaptation Test (STAT)
Audiometry Bekessy
Audiometri ini otomatis dapat menilai
ambang pendengaran seseorang.
Prinsip pemeriksaan: nada yang terputus (interrrupted
sound) dan nada yang terus menerus (continue sound). Behavioral Observational Audiometry
Visual Reinforcement 24
Umur (bulan)
Audiometry (VRA)
30
Conditioned Play Audiometry (CPA)
36
Diskriminasi Kata (WIPI, Kendal toy test )
42
Auditory Brainstem Response (ABR)
Prosedur 48
Audiometri Elektroakustik impedans
Non 54
Behavioral Otoacoustic emissions ( OAE)
(obyektif) 60
Tes Pendengaran Pada Anak
Spontaneous Evoked
Persiapan Pemeriksaan OAE
OAE dilakukan dalam ruangan yang tenang, tapi tidak
perlu soundproof, dan bebas medan listrik
Transient/TEOAE Pasien yang akan diperiksa telinga tengah dalam
keadaan sehat, juga tidak dalam keadaan batuk pilek,
Distortion (timpanometri yang normal). Probe yang digunakan
Product/DPOAE harus sesuai dengan telinga.
Bayi dengan usia < 3 bulan tidak perlu diberikan
sedatif, bayi usia > 3 bulan dapat diberikan sedatif
Stimulus frequency/ berupa chloral hydrat
SFOAE
BERA (Brain Evoked Responsse Audiometry)
Skema Jenis Otoacoustic Emission Istilah lain yang sering digunakan untuk BERA:
- ABR (Auditory Brainstem Responsse)
Kegunaan Klinis OAE - BAER (Brainstem Auditory Evoked Responsse)
OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kohlea dan - BSEP (Brainstem Evoked Potensial)
membedakan kerusakan pada kohlea dan retrokohlea - BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potensial)
secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi awal - ERA (Evoked Responsse Audiometry)
gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan
cepat dan objektif Prinsip Dasar BERA
AEP merupakan respons listrik N VIII dan sebagian
Pada skrining pendengaran kita cukup untuk batang otak yang timbul dalam 10 – 12mdetik setelah
mengetahui adanya emisi sel rambut kohlea. Untuk suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga
tujuan deteksi awal gangguan dengar, TEOAE sering dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi click
digunakan karena menggunakan metode click ataupun pada telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari
toneburst, yang mempunyai sifat sebagai wideband. serabut-serabut auditorik frekwensi tinggi. Respons
TEOAE memberikan hasil mendekati 100% terhadap listrik tunggal sulit dibaca, supaya pola terlihat jelas,
Good Morphology
- Maturitas susunan saraf pusat Sensory Hearing Loss
- Neuropatia saraf pendengaran Late Latency Wave I sdt
terlambat
Wave I kecil/-
kecil/-
- Kondisi susunan saraf pusat Interwave latency N
Bad Morphology
- Kondisi pendengaran perifer
Neural Loss
- Faktor nonpatologik Wave I N
Late Latency Wave I-I-III
Late Interwave latency
Bad Morphology
Tuli Konduktif Latency in msec
Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh berupa suatu
saluran aerodigestivus dengan struktur tubular ireguler
mulai dari dasar tengkorak sampai batas inferior
setinggi kartilago krikoid di anterior dan setinggi
vertebra servikal ke-6 di posterior. Dimana faring
merupakan jalan untuk udara dan makanan1-3. Faring
dibungkus oleh sistem otot yang akan dilanjutkan oleh
otot yang menutupi dinding esofagus. Bagian superior
faring pada orang dewasa lebih lebar. Panjang faring
berkisar antara 12 – 14 cm dan memiliki lebar
maksimal di daerah hyoid, yaitu sebesar ± 5 cm dan
lebar faring tersempit berada di daerah batas
inferiornya, yaitu sebesar ± 1,5 cm pada daerah yang
berbatasan dengan esofagus. Bagian dinding faring
posterior merupakan bidang datar yang berada Dinding Posterior Faring
memanjang di depan lapisan prevertebra dari fasia
servikal yang dalam.4-7 Bagian anterior faring berlanjut
menjadi trakea dan bagian posteriornya menjadi 1. Nasofaring
Nasofaring memiliki fungsi respirasi. Organ
esofagus.2,8,9
Batas-batas faring adalah sebagai berikut: ini berada superior dari palatum molle dan merupakan
Superior: oksipital dan sinus sphenoid ekstensi ke arah posterior dari kavum nasi. Kavum nasi
berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
Inferior : berhubungan dengan esofagus setinggi M.
koana. Dinding atap dan dinding posteriornya
krikofaringeus
membentuk permukaan yang berada inferior dari os
Anterior: kavum nasi, kavum oris dan laring
Posterior: kolumna vertebra servikal sphenoid dan merupakan dasar dari os occipital. 7
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7 Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
1. Nasofaring (epifaring), yang berada di posterior Superior : basis cranii
Inferior : bidang datar yang melalui palatum
kavum nasi dan superior dari palatum molle.
molle
2. Orofaring (mesofaring), yang berada posterior dari
Anterior : berhubungan dengan cavum nasi
mulut.
3. Laringofaring (hipofaring), berada posterior dari melalui choana
laring. Posterior : vertebra servikalis
Lateral : otot-otot konstriktor faring
Mukosa nasofaring sama seperti mukosa
hidung dan sinus paranasalis, yaitu terdiri dari epitel
pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa
kelenjar mukus di bawah selaput (membran) mukosa
dan terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat
melekatnya mukosa.
Ruang nasofaring yang relatif kecil memiliki
beberapa struktur penting, yaitu:
- Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang
kadang disebut tonsila faringea atau tonsil
nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding
anterior basis sphenoid.
- Torus tubarius atau tuba faringotimpanik,
merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan
Anatomi Faring7 palatum molle dan 1 cm di belakang tepi posterior
konka inferior.
- Resesus faringeus, terletak posterosuperior torus
tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuller, yang
merupakan tempat predileksi karsinoma faring.
2. Orofaring
Berbeda dengan nasofaring, orofaring
memiliki fungsi digestif. Organ ini dikelilingi oleh
palatum molle di superior, dasar lidah di inferior dan
sudut palatoglossal dan palatopharyngeal di lateralnya.
Orofaring berada memanjang dari palatum molle ke
batas superior epiglotis. 7
Batas-batasnya adalah sebagai berikut:
Superior : palatum molle
Basis lidah dan valekula 3
Inferior : bidang datar yang melalui tepi atas
epiglotis
Jaringan Limfoid Faring
Anterior : berhubungan dengan kavum oris Sekelompok jaringan limfoid pada faring
melalui isthmus membentuk komposisi menyerupai cincin yang tidak
Posterior : vertebra servikalis 2 dan 3 bersama
sempurna, yang dinamakan cincin Waldeyer.
dengan otot-otot prevertebra
Dinamakan cincin Waldeyer (the Waldeyer ring)
Isthmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus
adalah sesuai dengan ahli anatomi Jerman, yaitu
kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri dibentuk oleh
Heinrich von Waldeyer, yang mendeskripsikan
pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat M. jaringan limfoid di nasofaring dan orofaring tersebut. 12
Palatoglosus dan bagian posterior terdapat M.
Jaringan limfoid berkumpul di tempat tertentu untuk
Palatofaringeus. Di antara kedua pilar tersebut terdapat
membentuk massa yang dinamakan tonsil.7 Cincin
fossa/ruang tonsilaris, yang berisi jaringan limfoid
Waldeyer dapat ditemukan pada jalan masuk dari
yang disebut tonsila palatina.
traktus aerodigestivus atas.1
Cincin Waldeyer terdiri dari: 12
3. Laringofaring - Tonsila palatina (faucial)
Laringofaring berada memanjang mulai dari
- Tonsila faringeal (adenoid)
batas superior epiglotis dan plika faringoepiglotika
Adenoid14
Keterangan:
1, Epitel skuamosa
2. Epitel reticular
3. Nodus sekunder dengan zona
terang dan zona gelap yang berisi
Tonsil Lingualis11 limfosit kecil
4. Jaringan limfoid dasar
5. Arteriola dan venula
6. Vena postkapiler
Jaringan limfoepitelial 14
Definisi Bakteri
Tonsilitis akut adalah infeksi pada tonsil yang Aerobik Group A Beta Hemolytic Streptococcus
disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Tonsilektomi (GABHS)
merupakan tindakan pembedahan tertua. Tonsilektomi Group B, C, G Streptococcus
merupakan tindakan pengangkatan seluruh jaringan Hemophyllus influenza (Tipe B dan
tonsila palatina dari fossa tonsilaris.1,2 non tipe)
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil Streptococcus pneumonia
palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang Moraxella catarrhalis
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,4 Staphylococcus aureus
Hemophyllus parainfluenza
Epidemiologi Neisseria sp.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat Micobacteria sp.
penyakit pada tonsil dan adenoid sampai saat ini masih Anaerob Bacterioides sp.
banyak timbul dan mengenai sebagian besar populasi Peptococcus sp.
masyarakat dunia. Keluhan nyeri tenggorok, infeksi Actinomycosis sp.
saluran pernafasan atas dan penyakit telinga banyak Virus Epstein Barr
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien, terutama anak- Adenovirus
anak. Infeksi kronisi, berulang, dan hiperplasia Influenza A, B
obstruktif merupakan penyakit yang paling sering Bakteri dan Virus pada tonsil dan adenoid1
mengenai tonsil dan adenoid.1
Penyakit infeksi pada tonsil ini merupakan Klasifikasi Klinis Penyakit Tonsil dan Adenoid
kondisi yang sering ditemui di klinik, terbanyak Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:1
frekuensinya diderita oleh anak-anak dengan rentang Infeksi/Inflamasi
usia antara 5-10 tahun dan dewasa muda dengan
rentang usia antara 15-25 tahun.5,7,8,9 Tonsil
Di Poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Tonsilitis akut
Bandung, sampai bulan Juni 2010 didapatkan sebanyak Tonsilitis akut rekuren
158 kasus tonsilitis (1,8 %) dan 63 orang (39%) Tonsilitis kronis/persisten
dilakukan tindakan tonsilektomi atau Tonsilolithiasis
tonsiloadenoidektomi. Adenoid
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu Adenoiditis akut (Nasofaringitis)
organ penting dalam mekanisme pertahanan tubuh.1,2 Adenoiditis rekuren
Akan tetapi ada kalanya tonsil tidak cukup kuat untuk Adenoiditis kronis/persisten
melawan infeksi, sehingga tonsil itu sendiri terinfeksi
Obstruksi
atau dikenal dengan istilah tonsilitis. Infeksi pada
Nasofaringeal
tonsil merupakan proses peradangan tonsil yang dapat
Orofaringeal
disebabkan oleh bakteri dan virus, yang kadang dapat
Kombinasi
menimbulkan komplikasi ringan sampai berat, yang
Neoplasma
memerlukan pengobatan medikamentosa, bahkan
Jinak
sampai tindakan bedah.2,3,4
Kelainan Limfoproliferatif
Hiperplasia papilifer limfoid
Patogenesis Penyakit Adenotonsiler
Ganas
Beberapa mikroorganisme yang sering
dijumpai dari hasil kultur pada beberapa penyakit pada
tonsil dan adenoid adalah sebagai berikut: Penyakit pada Tonsil
1. Inflamasi Akut pada Tonsil
1.1 Tonsilitis Akut 3,13
Etiologi
Tonsilitis bakteri supuratif akut paling sering
disebabkan oleh grup A Streptococcus beta
hemolyticus. Meskipun Pneumococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae, serta
virus patogen juga dapat terlibat. Kadang-kadang
Streptococcus non haemolyticus atau Streptococcus
viridans ditemukan pada biakan, biasanya hanya ada
pada kasus-kasus yang berat.
Terapi 13
Terapi berupa ADS (Anti Diphteri Serum)
untuk menetralisir toksin bebas. Dosis untuk difteri Mononukleosis Infeksiosa 1
faring ringan 40.000 U, difteri faring sedang 60.000 –
80.000 U dan difteri faring berat dengan bullneck Gambaran Klinik dan Diagnosis
100.000 – 120.000 U. Penderita mengeluh demam dengan suhu
berkisar antara 38o –39oC. Pada pemeriksaan klinis
Cara Pemberian ADS didapat tonsilofaringitis membranosa, hiperemis dan
Diberikan dengan dosis tunggal yang terdapat eksudat dengan lifadenopati servikalis, serta
dilarutkan dalam 100 – 200 ml dekstrosa iv dalam bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut. Kadang-
waktu 1 – 2 jam, sebelumnya dilakukan uji kepekaan. kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Uji kepekaan dilakukan dengan pemberian 1 Setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
tetes antitoksin, dengan pengenceran 1 : 10 pada mencapai 20.000 – 30.000/mm3 dengan 80 – 90% di
konjungtiva atau 0,02 ml. Penyuntikan intradermal antaranya adalah mononuklear limfosit atipikal.12
dengan pengenceran 1 : 100. Bila ada riwayat alergi,
dilakukan pengenceran 1 : 1000. Uji kepekaan (+) bila Terapi
ditemukan indurasi > 3 mm pada tempat suntikan Terapi dengan mengobati gejala dan
sesudah 20 menit atau timbul konjungtivitis atau mata penghentian pemberian antibiotik ampisilin, serta
berair. Bila uji kepekaan (+) maka ADS disensitisasi perbaikan kesehatan mulut. Tonsilektomi dilakukan
masing-masing dengan interval 20 menit sebagai pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi
berikut: jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
0,05 ml larutan 1 : 20 s.k
0,10 ml larutan 1 : 20 s.k Komplikasi
0,10 ml larutan 1 : 10 s.k Komplikasi yang terjadi dapat berupa
0,10 ml tanpa pengenceran s.k paralisis N. VII dan N. IX, meningitis serosa,
0,30 ml tanpa pengenceran i.m ensefalitis, miokarditis, anemia hemolitik, perdarahan
0,50 ml tanpa pengenceran i.m pada saluran cerna. Bercak-bercak perdarahan pada
0,10 ml tanpa pengenceran i.v kulit, hematuri sampai obstruksi jalan nafas.
Bila tidak ada reaksi alergi, sisa diberikan i.v lambat.
Eradikasi Kuman 1.1.3 Candidiasis/Moniliasis/Thrush
Penisilin prokain 25.000 – 50.000 U/kg BB/hr Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
i.m tiap 12 jam selama 14 hari, atau bila hasil biakan jamur Candida albicans. Biasanya timbul pada pasien
medium Loeffler dan medium Tellurite 3 hari berturut- dengan penurunan daya tahan tubuh. Gejala berupa
turut (-). Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hr dibagi nyeri menelan. Pada tonsil, palatum, dinding posterior
dalam 4 dosis maksimal 2 gr/hr p.o atau i.v tiap 6 jam faring, mukosa pipi akan tertutup oleh eksudat mukoid
selama 14 hari. atau punctata dengan ulkus eritematous. Pengobatan
Diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan pemberian antimikosis.12
dengan kalori tinggi.
Prednison 1,0 – 1,5 mg/kg BB/hr/p.o tiap 6 –
8 jam pada kasus berat selama 14 hari.
Keterangan:
1. Skalpel
2. A. karotis interna
3. V. jugularis interna
Hipertrofi Tonsil4
3. Abses Retrofaring 1
Penyebab tersering abses retrofaring adalah
proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus
paranasalis yang mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala Patogenesis sepsis tonsilogenis 14
klinik berupa demam, pembengkakan leher disertai
nyeri, odinofagia dan disfagia, sesak sampai sepsis.
Pengobatan diberikan dengan pemberian
antibiotik, insisi drainase dan trakeostomi bila terjadi Penyakit Lain yang Menyerupai Tonsilitis
gangguan pada jalan nafas. 1. Agranulositosis
Merupakan penyakit leukopoietik yang jarang
4. Sepsis 13 terjadi, yang disebabkan karena keracunan obat
Komplikasi ini ditandai oleh demam, tegang golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Gejala yang
di sepanjang V. jugularis interna yang dapat diraba di timbul berupa demam tinggi, sakit kepala dan sakit
bawah sudut anterior M. sternocleidomastoideus, atau menelan. Pada pemeriksaan tonsil tampak ulserasi dan
tegang pada kelenjar limfe jugulodigastrikus. Kadang nekrosis dengan warna membran eksudat kehitaman.
timbul kemerahan pada daerah tonsil. Pada pemeriksaan laboratorium darah tampak
Gambaran apus darah tepi menunjukkan gambaran leukopeni dengan granulosit yang sangat
pergeseran ke kiri (leukositosis), splenomegali dan sedikit.
adanya kemungkinan penyebaran ke paru, kulit atau Pengobatan berupa eliminasi obat yang
hati, dengan lidah kering dan nadi teraba cepat dan menjadi penyebab leukotoksik, menghindari terjadinya
lemah. trauma, mencegah timbulnya infeksi sekunder dengan
Bakteri dari infeksi pada tonsil dapat pemberian antibiotika golongan penisilin dosis tinggi,
memasuki aliran darah dari tonsil atau melalui pus transfusi darah dan menjaga kebersihan rongga mulut.
yang menyebar. Terdapat 3 cara kemunkinan
terjadinya sepsis: 2. Tonsilolith
1. Hematogen, melalui vena tonsil dan fasial ke V. Merupakan sumbatan berupa butiran partikel
jugularis interna. Terjadi troboplebitis pada vena seperti pasir berwarna kuning yang mengisi kripta
dan menyebabkan terjadinya trombus yang tonsil. Biasanya lebih sering terjadi pada dewasa.
terinfeksi memasuki sirkulasi paru dan tubuh. Terjadi karena serangan tonsilitis berulang. Keluhan
2. Limfogen, melalui kelenjar limfatik eferen tonsil ke berupa pembengkakan di sekitar kripta dan sensasi
kelenjar limfe regional dan sepanjang V. jugularis benda asing. Pengobatan berupa tonsilektomi.
Penyakit Adenoid
1. Adenoid Hiperplasi Obstruktif 1 ,2, 11
Terdapat 3 gejala hidung tersumbat kronis
disertai mendengkur dan bernafas lewat mulut,
rhinorrhoe dan suara hidung.
5. Fibroma Tonsil 2
Fibroma tonsil pada pria dan wanita
ditemukan sama banyaknya. Lebih banyak ditemukan
Deteksi Dini
5. Karsinoma Nasofaring. 2009 [cited 2010 01 12]; 17. Hasselt CAV, Gibb AG. Nasopharyngeal
Available from: Carcinoma. Hong Kong and London: The
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma Chinesse University Press, Greenwich Medical
-nasofaring.html. Media LTD.; 1999.
6. Munir D. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU 18. Standring S. Gray's Anatomy - The Anatomical
press; 2009. Basis of Clinical Practice. London: Elsevier;
2008.
7. Cao S, Simons M, Qian C. The Prevalence and
Prevention of Nasopharyngeal Carcinoma in 19. Ren ZF, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD,
China. Pubmed. 2011;30(2):114-9. Fenga QS, et al. Effect of Family History of
Cancers and Environmental Factors on Risk of
8. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong,
Z, et al. Epidemiological Trends of China. ScienceDirect - Cancer Epidemiology.
Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian 2010;34(4):419-24
Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32.
20. Jia W, Luo X, Feng B, Ruan H, Bei J, Liu W, et
9. Dharishini P. Gambaran Karakteristik Penderita al. Traditional Cantonese Diet and
Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Nasopharyngeal Carcinoma Risk: a Large-Scale
Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember Case-Control Study in Guangdong, China.
2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Pubmed. 2010;10:446.
10. Hadi W. Aspek Klinis dan Histopatologis 21. Wee J, Ha T, Loong S, Qian C. Is
Karsinoma Nasofaring di Lab/SMF THT FK Nasopharyngeal Cancer Really a "Cantonese
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1997. Cancer"? Pubmed. 2010;29(5):517-26.
Lab/SMF THT FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 1998. Referat 22. Friborg J, Yuan J, Wang R, Koh W, Lee H, Yu
M. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol
11. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas
Nasopharyngeal Carcinoma in
Sumbatan jalan napas bagian atas yang untuk setiap kasus insufisiensi respirasi karena
merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang THT hipoventilasi alveoli, untuk mengeluarkan sekret atau
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan antara lain untuk keperluan pemasangan alat bantu pernafasan.
kelainan kongenital, benda asing, infeksi, trauma, Tindakan trakeostomi mempunyai sejarah yang
paralisis plika vokalis, dan tumor. Gejala klinis dari panjang dimaa Mc Clelland percaya terdapat 5 periode
sumbatan jalan nafas ini bervariasi tergantung berat dalam perkembangan dan penerimaan tindakan
ringannya sumbatan yang terjadi gejala klinisnya trakeostomi. Periode I, Asclepiades yang lahir sekitar
seperti dispnea, pernapasan cuping hidung, disagia, tahun 124 SM merupakan orang yang pertama
stridor inspiratoar, suara serak atau parau, retraksi otot melakukan trakeostomi ini. Keberhasilan tindakan ini
pernapasan (suprasternal, supraklavikula, interkostal, dicatat oleh Brasallova pada tahun 1546, pada kasus
epigastrik) dan takikardia disertai kelelahan. Bila Ludwig Angina. Periode II, antara tahun 1546-1833,
gejala menghebat penderita tampak gelisah kehilangan dimana pada masa ini tindakan trakeostomi sangat
orientasi, pucat, sianosis, dan akhirnya menjadi lemah. ditakuti karena tingginya angka kegagalan. Periode III,
Infeksi pada saluran napas atas termasuk dipopulerkan oleh Chevallier Jackson, 1921, yang
infeksi laring akut dan kronis dapat berlanjut menjadi mengemukakan teknik-teknik modern untuk
suatu obstruksi jalan nafas. Infeksi laring ini dapat trakeostomi dan menentang dilakukanya insisi pada
diderita oleh semua tingkatan usia. berdasarkan kondisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama untuk
anatominya, infeksi laring pada anak lebih mengurangi angka komplikasi yang tinggi akibat
menimbulkan masalah dibandingkan orang dewasa. stenosis subglotik latrogenik. Pada masa ini indikasi
Penyebab tersering untuk obstruksi jalan trakeostomi adalah sumbatan jalan nafas bagian atas.
napas karna infeksi pada laringo-trakeo-bronkitis akut. Periode IV, dimulai tahun 1932, saat Wilson dan
Kondisi ini timbul paling banyak pada anak anak. Galloway mengemukaan bahwa koreksi jalan nafas
Obstruksi disebabkan oleh edema mukosa laring, dapat dilakukan pada kasus-kasus seperti poliomielitis,
trakea, dan bronkus, dan juga oleh sekret yang kental. cedera kepala dan dada yang beat, intoksikasi
Serak, batuk kering, stridor, dispne, kelelahan dan barbiturat dan pasca operasi. Periode V, mulai tahun
demam dapat timbul bila penyakit bertambah berat. 1960, dimana indikasi trakeostomi berkenbang untuk
Peningkatan frekuensi pernapasan dan retraksi mengatasi akumulasi sekret dan kegagalan
suprasternal selama inspirasi merupakan tanda yang hipoventilasi. Saat ini trakeostomi lebih
harus diwaspadai oleh dokter untuk melakukan dipertimbangkan dibandingkan intubasi endotrakea
trakeostomi. untuk pemakaian jangka panjang yaitu lebih dari 72
Tindakan trakeostomi selain itu untuk jam hingga 96 jam untuk orang dewasa dan 6 hari
menyelamatkan nyawa pasien juga untuk memperbaiki untuk anak-anak.
keadaan umum pasien. Dengan tindakan trakeotosmi
diharapkan oksigeniasi ke jaringan lebih baik. Indikasi
Sehingga pasien menjadi lebih tenang dan dapat Tindakan trakeostomi terutama dilakukan
melanjutkan pengobatan selanjutnya. Diharapkan para dalam usaha mencegah terjadinya asfiksia yang
dokter khususnya dibidang THT dapat melakukan disebabkan oleh adanya obstruksi laring dan sering
trakeostomi dengan terampil dan aman untuk berakhir dengan kematian. Tindakan ini merupakan
menyelamatkan jiwa pasien dan dapat menghindari pembebasan jalan napas sehingga diharapkan aliran
berbagai komplikasi semaksimal mungkin. udara ke paru-paru dapat lancar kembali sehingga
keadaan asfiksia dapat dicegah. Obstruksi laring
Definisi dan Sejarah merupakan gangguan tersering dari jalan nafas
Trakeotomi dan trakeostomi merupakan istilah terutama keadaan yang menyebabkan penyempitan
yang sering digunakan untuk pembukaan dinding ritma glotis. Gejala yang timbul tergantung dari tingkat
anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat penyempitna ritma glois, kausa dan lokasi
sementara. Trakeotomi adalah suatu insisi yang dibuat obstruksinya.
pada trakea, sedangkan trakeostomi merupakan Menurut Jackson gejala obstruksi saluran nafas atas
tindakan membuat stoma yang selanjutnya diikuti (laring) dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat Stadium I : adanya retraksi pada fosa suprasternal
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas yang ringan dan penderita dalam keadaan tenang
bagian atas. Trakeostomi permanen merupakan Stadium II : retraksi pada fosa suprasternal lebih
tindakan menjahit stoma permanen ke mukosa trakea dalam disertai retraksi epigastrium dan penderita
setelah laringektomi. Trakeostomi elektif dilakukan mulai tampak gelisah
apabila diduga akan dilakukan timbul problem Stadium III : retraksi pada fosa suprasternal, supra
pernapasan dalam periode pasca operasi leher, kepala dan infra klavikula, interkostal dan penderita lebih
dan thoraks atau pada pasien dengan insufisiensi paru- gelisah
paru kronik. Trakeostomi terapeutik diindikasikan
Infeksi Ruang Leher adalah suatu proses Kematian karena infeksi ruang leher sering
infeksi yang terjadi di dalam ruang-ruang yang saling terjadi, biasanya disebabkan oleh septikemia, asfiksia,
berhubungan yang dibatasi oleh otot dan fasia yang atau akibat perdarahan. Sebelum antibiotika dikenal,
terdapat didaerah leher. Untuk menegakkan diagnosis septicemia merupakan penyebab kematian terbanyak,
dan melakukan tindakan pengobatan pada infeksi akan tetapi dengan adanya antibiotika dapat
ruang leher terutama secara pembedahan, maka menurunkan insidens dan angka kematian akibat
diperlukan pengetahuan mengenai anatomi ruang infeksi pada ruang leher dalam.2,6 Meskipun demikian
leher, komplikasi yang sering ditimbulkan seperti pernah dilaporkan rata-rata angka kematian masih
perdarahan, asfiksia, disfagia, dan mediastinisis. sampai sebesar 40% pada era antibiotik modern pun.1
Infeksi ruang leher meliputi infeksi pada ruang Ada beberapa masalah yang kita hadapi
submandibular, faringeal lateral, retrofaringeal, danger dalam penatalaksanaan infeksi ruang leher:6
space, dan ruang prevertebral.1,2,3 Anatomi di leher yang bersifat kompleks sehingga
Kuman pada infeksi ruang leher masuk mempersulit penetapan lokasi yang tepat dari
melalui infeksi di gigi, infeksi tonsil, benda asing, dan lokasi infeksi.
melalui faring. Sumber infeksi lain adalah melalui kulit Lokasi ruang leher berada di dalam leher yang
misalnya akibat furunkel, karbunkel, trauma, tertutup oleh jaringan lunak superfisial yang
instrumentasi, aspirasi benda asing, limfadenitis belum tentu terpengaruh oleh proses infeksi. Hal
servikal, kista tiroglosus, tiroiditis, dan laserasi ini membuat diagnosis cukup sulit untuk
superficial yang terinfeksi. Sumber lain adalah infeksi ditegakkan karena infeksi ruang leher sulit untuk
pada kelenjar ludah, sinus paranasalis, esophagus, atau dipalpasi dan tidak mungkin divisualisasi.
saluran nafas. Sebanyak 20%-50% pasien dengan Akses menuju ruang leher harus dicapai dengan
infeksi ruang leher tidak teridentifikasi sumbernya.1,4,5 cara insisi. Hal ini dapat memungkinkan risiko
Faktor risiko lain yang berpengaruh adalah terjadinya kerusakan struktur neurovaskuler dan
pada pasien-pasien dengan immunocompromise karena jaringan lunak.
infeksi HIV, kemoterapi atau pada pengguna obat- Ruang leher dikelilingi oleh suatu struktur yang
obat imunosupresan.6 mungkin terlibat dalam proses infeksi. Sekuele
Ancaman jiwa akibat infeksi pada daerah potensial terjadi, misalnya disfungsi saraf, erosi
kepala dan leher sedikit lebih berkurang sejak vaskuler atau thrombosis dan osteomyelitis.
ditemukannya antibiotika dan angka kematiannya Ruang leher memiliki hubungan satu sama lain.
relatif rendah. Penggunaan antibiotika secara luas tidak Infeksi pada satu ruang dapat menyebar ke ruang
hanya menurunkan insidensi ancaman jiwa tetapi juga lain, dapat juga menyebar ke ruang di luar daerah
merubah tampilan klinisnya. Tanda-tanda sistemik kepala dan leher seperti ke arah mediastinum atau
seperti demam, menggigil, dan tanda-tanda klasik dari cocigeus.
infeksi akan berkurang pada pasien-pasien yang Frans pada periode Februari–Agustus 2006
sudah diobati dengan antibiotika. melakukan penelitian tentang abses ruang leher dalam
Infeksi ruang leher dalam berbahaya, karena di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan
kecenderungan penyebaran bakterinya baik secara Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Jejaring
hematogen ataupun langsung melalui fasia dapat mendapatkan hasil lokasi abses leher dalam yang
mengenai mediastinum anterior, ruang terbanyak yaitu ruang peritonsiler dan ruang
pleuropulmonary, ruang retrofaring, ruang prevertebra, submandibuler, kemudian diikuti ruang koli
danger space dan katup jantung. Untuk itu kita harus posterolateral, koli anterior dan m.
mengenali faktor risiko dari infeksi ruang leher dalam Strenokleidomastoideus, parafaring, parotis.9
termasuk abses dentoalveolar, trauma leher, intubasi Sumber infeksi dan gejala klinis berbeda pada
endotrakheal, trauma akibat tertelan benda asing, dan anak–anak dan dewasa. Pada era sebelum antibiotik,
pada penyalahgunaan obat secara intra vena. 2,7,8 sekitar 70% infeksi berasal dari tonsil dan faring dan
Keterlambatan atau kesalahan dalam sering menyebabkab terjadinya komplikasi infeksi
diagnosis dapat menyebabkan konsequensi yang sangat ruang parafaring terutama pada anak-anak karena
menakutkan termasuk mediastinitis bahkan kematian.1 infeksi tonsil dan faring lebih sering pada kelompok
Penatalaksanaan bisa diawali dengan dosis ini.1 Sedangkan pada kelompok umur dewasa sumber
antibiotik intravena, bila jalan nafas berada dalam infeksi lebih banyak berasal dari infeksi odontogenik
keadaan berbahaya diperlukan tindakan trakeostomi. dan sebagian kecil dari infeksi kelenjar ludah, trauma
Bila infeksi tersebut menyebabkan pembentukan abses, penetrasi, trauma saat pembedahan, benda asing dan
maka tindakan bedah perlu dilakukan.2 Tindakan penyebaran dari lapisan superficial serta dari sumber
secara aggressive baik secara medikamentosa maupun infeksi yang tidak diketahui penyebabnya.1
pembedahan bertujuan mencegah komplikasi yang
tidak diinginkan.1
2. Mikrobiologi
Pada abses leher ditemukan berbagai macam
organisme. Pada kebanyakan abses biasanya banyak
mengandung bakteri (ditunjukan pada tabel 9.1). pada
satu penelitian, rata-rata ditemukan lebih dari lima
spesies pada tiap kasus. Karena jalan masuk dan
organisme penyebab masing-masing ruang leher
berbeda, maka penemuan ini lebih memperlihatkan
Peritonsiler abses ruang-ruang leher yang terkena daripada menunjukan
kuman-kuman penyebab infeksi ruang leher.1
Gejala klinis: Diantara kuman-kuman aerob, streptococcus,
Nyeri tenggorokan yang makin hebat dan biasanya terutama streptococcus viridians, streptococcus β-
satu sisi hemolitikus dan stafilokokus merupakan organisme
Nyeri dan sukar menelan aerob penyebab utama pada korban penyalahgunaan
Panas badan obat secara intravena (intravenous drug abuser).
Sekresi ludah berlebihan (drooling) Kuman-kuman penyebab lainnya adalah difteroid,
Trismus karena peradangan otot mastikator dan m. Neisseria, Klebsiella dan Haemophillus.1
Pterigoid Bakteri-bekteri anaerob sering terlewatkan
Sukar bicara, karena bica seperti “hot potato voice” dalam penelitian bakteriologis karena sulitnya untuk
Nafas berbau mengisolasi kuman tersebut. Kebanyakan abses-abses
Tonsil bergeser ke tengah, keatas dan kebawah yang berasal dari infeksi odontogenik melibatkan
Uvula bergeser ke sisi kontralateral bakteri-bekteri anaerob yang tersering adalah
Pada pemeriksaan klinis: didapatkan jaringan Bacteroides terutama B. Melaninogenicus dan
unilateral mengalami radang berat tanpa edema dan peptostreptococcus.1 Eikenella corrodens dan B.
hiperemis disertai pembengkakan pilar tonsil dan Fragilis lebih jarang ditemukan. Eikenella corrodens
posterolateral palatum molle, uvula terdorong ke sisi seringkali resisten terhadap klindamisin. Bau busuk
yang sehat. Pada pemeriksaan digital: Menunjukan pada pus biasanya menunjukan adanya keterlibatan
adanya fluktuasi sedangkan tonsil sendiri dapat bakteri anaerob, tapi tidak adanya bau busuk tidak
tertutup oleh edema jaringan sekitarnya. menepis kemungkinan adanya bakteri anaerob
tersebut. Pada kasus anak-anak kurang dari 9 bulan,
1.10 Infeksi Ruang Temporal Staphylococcus aureus merupakan kuman yang
Gejala klinis: dominan (80% dari hasil penelitian Brook) diikuti oleh
Nyeri di daerah m. Temporalis organisme kedua ß-laktamase meningkat. Hal tersebut
Trismus penting untuk kita dalam memilih antibiotik untuk
melawan organisme penyebab.1
Deviasi rahang ke sisi yang terkena
FRAKTUR HIDUNG
sedangkan usia lebih dari 60 tahun pada wanita.
Fraktur tulang hidung merupakan jenis fraktur Penelitian yang dilakukan Fernandes pada tahun 2004,
yang sering terjadi pada wajah. Fraktur tulang hidung dari 52 pasien fraktur tulang hidung, 38 orang pria dan
menempati urutan ketiga setelah fraktur klavikula dan 14 orang wanita dengan usia 14-52 tahun (rata-rata
24.6). Penelitian yang dilakukan di sebuah klinik
pergelangan tangan. 1 Illum dkk menyatakan bahwa
fraktur tulang hidung di Inggris bulan Juli-September
sekitar 39% kasus trauma muka melibatkan hidung. 2001 melaporkan dari 91 pasien yang diteliti, 59 orang
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat trauma adalah pria dengan usia terbanyak 11-30 tahun dan 32
langsung maupun tidak langsung. Bentuk fraktur orang wanita dengan kelompok usia bervariasi.
bervariasi tergantung dari arah mana dan kekuatan Umumnya fraktur tulang hidung terjadi
traumanya. karena perkelahian (34%), kecelakaan (28%) dan
olahraga (23%). Fernandes melaporkan dari 52 kasus
Fraktur tulang hidung sering terjadi yang diteliti, sebanyak 22 (42%) kasus karena
olahraga, 6 kasus (11.5%) karena kecelakaan kerja, 2
berhubungan dengan letak hidung yang berada di
kasus (3.8%) karena terjatuh, dan 6 kasus (11.5%)
bagian tengah wajah dan menonjol. Disusun oleh karena trauma lain. Penyebab tersering pada anak-
kartilago dan kerangka tulang yang tidak fleksibel anak adalah terjatuh dan olahraga. Selain itu, sebanyak
menyebabkan rentannya terjadi fraktur pada hidung. 30-50% anak-anak korban kekerasan menderita fraktur
Selain tulang yang tipis, hidung disusun juga oleh tulang hidung.
jaringan ikat yang tipis dan tidak adanya otot yang kuat Wild dkk melakukan tindakan reduksi pada
sehingga bila terjadi deviasi walaupun hanya beberapa 37 pasien fraktur tulang hidung dan sebanyak 80 %
menyatakan puas dengan hasilnya. Staffle seperti
millimeter dapat dengan mudah terlihat dengan mata
yang dikutip oleh Reily MJ dkk mengemukakan bahwa
‘biasa’. Selain fungsi estetika, hidung juga berperan tingkat kepuasan pasien dengan prosedur ini bervariasi
sebagai pintu masuk jalan napas. Adanya gangguan mulai dari 62% sampai 92%, sedangkan kepuasan
akan menyebabkan ketidaknyamanan dan gejala yang pembedah lebih rendah (21%-65%).
berhubungan dengan sumbatan hidung dan bahkan
terganggunya penciuman. ANATOMI
Kerangka tulang hidung terdiri dari tulang
Diagnosis yang akurat dan pemilihan operasi dan tulang rawan yang saling terikat. Nasion
yang tepat adalah kunci dalam penatalaksanaan fraktur merupakan daerah pertautan sepasang tulang hidung
tulang hidung. Riwayat yang lengkap dan penilaian dengan prosesus nasalis os frontal. Sepasang tulang
fisik yang menyeluruh cukup adekuat untuk hidung ini menunjang setengah bagian atas dari
mendiagnosis fraktur tulang hidung. Penatalaksanaan piramid hidung. Sebelah lateral tulang hidung akan
fraktur tulang hidung dilakukan pertama kali oleh berartikulasi dengan prossesus frontalis maksila. Pada
bangsa Mesir dan Yunani dengan cara reduksi. bagian superior tulang hidung, kulit dan jaringan lunak
Meskipun trauma ini tidak mengancam sangat tebal dan berartikulasi dengan tulang frontal,
nyawa, penatalaksanaan yang salah atau kurang tepat sedangkan pada bagian inferior tulang hidung jaringan
dapat menyebabkan deformitas baik secara estetika lunak dan kulitnya lebih tipis dan berartikulasi dengan
maupun fungsional. kartilago lateral atas. hidung, kartilago dan septum .
Sehingga sering fraktur hidung terjadi pada setengah
KEKERAPAN bagian bawah dari tulang hidung. Bagian posterior
Beberapa penelitian menunjukkan tingginya septum dibentuk oleh tulang vomer dan lamina
insiden fraktur tulang hidung baik pada anak-anak perpendikularis os etmoid, terletak di bagian tengah
maupun dewasa. Pada kasus-kasus trauma yang berada di bagian dalam tulang hidung. Akan
maksilofasial, ditemukan insiden fraktur tulang hidung tetapi tulang-tulang tersebut tipis dan hanya sedikit
pada anak-anak mencapai 45% dan pada sebanyak menunjang setengah bagian atas hidung.
39% fraktur tulang hidung terjadi pada 1000 pasien
dengan trauma maksilofasial. Insiden fraktur tulang anatomi hidung, hubungan antara tulang
hidung di Denmark dilaporkan mencapai 53 per
100.000.
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur, fraktur tulang hidung terjadi 2 kali lebih banyak
pada pria dibandingkan wanita. Pada pria, insiden
fraktur tulang hidung tertinggi di usia 15-20 tahun
144 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Anatomi septum 1, Os frontal; 2, Os nasal; 3,
Lamina perpendicular os etmoid; 4, Vomer; 5,
Krista nasalis os platina; , Krista nasalis os Patofisiologi trauma
maksila; 7, Kartilago kuadrangularis
Berdasarkan struktur tulang yang terlibat, Pemeriksaan fisik merupakan kunci dalam
maka fraktur pada tulang hidung dapat diklasifikasikan mendiagnosis fraktur pada tulang hidung dan akan
menjadi 5 tipe, yaitu: (1) tipe I : setengah bagian lebih tepat apabila dilakukan segera setelah terjadinya
bawah tulang hidung: (2) tipe II : seluruh tulang trauma dan sebelum terdapatnya edema. Pemeriksaan
hidung terpisah dari sutura noso frontal; (3) tipe III : lokal yang meliputi hidung luar dan rongga hidung
tulang hidung dan prosesus frontal maksila ; (4) tipe IV harus dilakukan. Inspeksi dan palpasi pada hidung
: tulang hidung, prosesus frontal maksila, spina tulang harus dilakukan, baik eksternal maupun internal untuk
frontal dan tulang etmoid; (5) tipe S/modifikasi : mengetahui adanya deformitas, deviasi ataupun bentuk
termasuk fraktur pada septum. Klasifikasi tersebut di yang abnormal.
atas sangat sederhana, berdasarkan anatomi dan
Pemeriksaan pada hidung bagian luar harus
dengan demikian dapat langsung ditentukan jenis
dinilai dari semua sudut. Pada pemeriksaan dinilai
operasi yang akan dilakukan.
adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris
Berdasarkan susunan tulang yang mengalami akibat pergeseran struktur tulang hidung ataupun
fraktur, maka fraktur pada tulang hidung dapat kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan,
diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) tipe I : laserasi pada kulit, ekimosis dan hematoma.
fraktur tulang hidung uniteral sederhana; (2) tipe II :
Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan
fraktur tulang hidung bilateral sederhana; (3) tipe III :
dengan rinoskopi anterior. Bila terdapat bekuan darah
fraktur tulang hidung berkeping baik unilateral,
maka harus dibersihkan terlebih dahulu dan bila perlu
bilateral atau frontal; (4) tipe IV : fraktur tulang hidung
menggunakan nasal dekongestan dan anestesi topikal.
yang melibatkan septum, yang dapat dibagi lagi
Pada pemeriksaan dinilai aliran udara hidung, adanya
menjadi tipe IV a : terdapat hematoma septum; tipe IV
pembengkakan mukosa hidung, ada tidaknya robekan
b : terdapat robekan pada mukosa.
pada mukosa septum, epistaksis, deformitas dan
hematoma septum.