Anda di halaman 1dari 150

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Anatomi hidung biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang


Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian- tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
bagiannya dari atas ke bawah: etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral
Pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum hidung terdapat rongga sempit yang disebut maetus.
nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela, dan Tergantung dari letaknya ada tiga maetus yaitu maetus
lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk inferior, medius dan superior. Pada maetus inferior
oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi terdapat muara duktus nasolakrimalis, pada maetus
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang media terletak muara sinus maksilaris, sinus frontal,
berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan dan sinus etmoid anterior, pada maetus superior
lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila dan sphenoid.6
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung
rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding
terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk
kartilagi nasalis lateralis superior, sepasang kartilago oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
nasalis lateralis inferior dan disebut juga sebagai tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribriformis
kartilago alar mayor dan tepi kartilago septum.1,2,3,4 merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid,
tulang ini berlubang-lubang (kribrosa) tempat
masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os
sphenoid.3,4,6

Rangka Hidung 5

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk


terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi Dinding Lateral Rongga Hidung 5
bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang Vaskularisasi Rongga hidung
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.3,4 Perdarahan rongga hidung bagian atas didapatkan
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan
ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut cabang dari a. oftalmika cabang dari a. karotis interna.
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi kulit yang Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan
mempunyai banyak kelenjar sabasea dan rambut yang dari cabang a. maksilaris interna, diantaranya a.
disebut vibrise. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah palatina mayor. Bagian depan hidung mendapat
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan perdarahab dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior
tulang adalah: lamina perpedinkularis os etmoid, dan a. palatine mayor yang disebut pleksus
vomer, Krista nasalis os maksila dan Krista nasalis os Kiesselbach yang letaknya superficial dan mudah
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum cedera oleh trauma.3,4
(lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama
oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.
dilapisi oleh mukosa hidung.4 oftalmika yang berhubungan dengan sinus
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang kavernosus.4
terbesar dan letaknya palinga bawah adalah konka
inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka
media, konka superior dan konka suprema yang

1 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa
olfaktorius dan reserfoir udara untuk menampung
stimulus penghidu.
- Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara,
membantu proses bicara dan mencegah hantaran
suara sendiri melalui konduksi tulang.
- Fungsi refleks nasal, mukosa rongga hidung
merupakan reseptor yang berhubungan dengan
saluran pencernaan, kardiovaskuler dan pernafasan
melalui refleks bersin, sekresi kelenjar liur,
lambung dan pankreas.

Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu
rongga berisi udara disekitar rongga hidung yang
dibatasi oleh tulang wajah dan cranial. Memiliki
struktur tidak teratur, dan seperti halnya lapisan epitel
pada hidung, tuba eustachius, telinga tengah dan region
Arteri yang Memperdarahi Rongga Hidung 5
respiratorius dan faring, sinus paranasalis dilapisi
membrana mukosa dengan lapisan epitel
Persarafan Rongga Hidung pseudostratified kolumnar bersilia (respiratory
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat epithelium), namun dengan karakteristik lebih tipis dan
persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang kurang vaskularisasi bila dibandingkan dengan
merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari membrana mukosa hidung. 3
n. oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung lain sebagian Sinus paranalis pada keadaan normal berada
besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila dalam keadaan steril, dimana proses sekresi dan
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina eliminasi berbagai kontaminan tergantung pada
selain memberikan persarafan sensoris juga aktivitas silia dan drainase mucus. Peradangan atau
memberikan persarafan vasomotor/ otonom untuk kondisi alergi pada rongga hidung yang menyebabkan
mukosa rongga hidung. Ganglion ini menerima serabut kongesti vena atau limfatik, dapat mengakibatkan
saraf sensoris dari n. Maksilaris (N. V-2), serabut kongesti sinus dan berpotensi untuk terjadinya
parasimpatis dari n. Petrosus superfisialis mayor dan kegagalan drainase mucus. Secara klasik, sinus
serabut saraf simpatis dari n. Petrosus profundus. paranasalis dikelompokkan dalam 4 pasang sinus,
Ganglion sfesnopalatina terletak di belakang dan yaitu: sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus
sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi maksilaris, sinus sfenoidalis. Berdasarkan kepentingan
penghidu berasal dari n. Olfaktorius yang merupakan klinis, sinus paranasalis dibagi dalam dua kelompok,
serabut saraf yang turun melalui laninankribrosa dari yaitu: kelompok depan meliputi sinus frontalis, sinus
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian maksilaris dan sinus etmoidalis anterior yang bermuara
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa di bawah konka media, serta kelompok belakang
olfaktorius di sepertiga atas hidung.4,6 meliputi sinus etmoidalis posterior dan sinus
sfenoidalis yang bermuara pada beberapa lokasi di atas
konka media.3,4

Perkembangan Sinus Paranasalis


Sinus maksilaris dan sinus etmoidalis mulai
berkembang pada kehidupan 13-4 bulan dan mulai
dapat dikenali secara anatomis pada usia 6-12 bulan
kehidupan ekstra uterin. Sinus maksilaris mengawali
pneumatisasi pertama kali IMB kelahiran hingga 12
bulan, mulai membesar ke arah lateral sepanjang dasar
Persarafan pada Rongga Hidung 3 orbita pada usia 3 tahun. Dasar dari sinus maksilaris
akan mencapai ukuran dewasa pada usia pubertas.
Sinus etmoidalis juga telah terbentuk pada saat
Fisiologi Hidung kelahiran, tetapi tidak membesar hingga usia mencapai
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan 3-7 tahun. Ukuran dewasa dan sinus etmoid dicapai
teori fungsional fungsi fisiologis hidung adalah:4,6 pada usia 12 hingga 14 tahun.3
- Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara,
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologis
lokal.

2 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dan sel posterior. Tulang etmoid memiliki bagian-
bagian vertikal dan horizontal yang membentuk
sudut siku-siku dengan yang lainnya. Lempeng
vertikasl mempunyai bagian yang tebal di superior
disebut krista galli, di bagian bawahnya disebut
perpendicular os.etmoid dan merupakan bagian
dari septum nasi. Lempeng horizontal terdiri dari
lempeng tipis berlubang-lubang disebut lamina
Perkembangan Sinus Paranasalis3 kribriformis. Dinding luar dari sinus etmoidalis
adalah lamina papirasea os etmoid dan os
Sinus sfenoid yang dimulai dan nasal cupola lakrimalis, yang merupakan lapisan tulang yang
belum mencapai ukuran lengkap sampai usia 4-5 tipis. Sinus etmoid dipisahkan dari orbita oleh
tahun, pembentukan sfenoid baru sempurna pada masa lapisan tulang tipis ini (lamina papirasea), dimana
pubertas, dan memiliki derajat pneumatisasi yang keadaan tersebut menyebabkan suatu infeksi yang
sangat bervariasi dan besar atau kecilnya sayap sfenoid mengenai tulang tersebut dapat dengan segera
dan proses pterigoid. Sinus frontalis dibentuk paling mengenai rongga orbita dan menimbulkan
akhir, dan merupakan tipe sinus yang belum terbentuk berbagai komplikasi.4
pada saat lahir. Sinus ini berkembang dari mukosa Sangat penting untuk mengetahui
nasal ke dalam resesus frontalis dan meatus media, dan bahwa sel-sel etmoid tidak selalu berkembang
mencapai ukuran sempurna setelah usia pubertas. secara terbatas dalam tulang etmoid, oleh karena
Seperti juga sinus sfenoid, sinus frontalis juga pada perkembangannya dapat menginvasi meatus
memiliki derajat penumatisasi yang bervariasi. media membentuk concha bullosa, dimana pada
Perbedaan pada pembentukan sinus frontalis kiri dan beberapa keadaan sel-sel bulla etmoid membesar
kanan sering ditemukan dan bersifat sangan ke dalam perlekatan anterior meatus media,
individual.3,4 menyebabkan variasi derajat pneumatisasi meatus
(konka bullosa). Pembesaran meatus
mengakibatkan obstruksi ventilasi dari meatus
media dan sering menyebabkan lateralisasi
prosesus unsinatus mendekati infundibulum
etmoidalis. Dengan prinsip yang hampir sama, sel
dapat menginvasi dasar orbita bagian medial dan
dikenal sebagai ekstramural. Sel-sel tersebut
menempati bagian medial orbita inferior dan
biasanya membentuk dinding medial
infundibulum etmoid, dimana hubungan tersebut
menyebabkan obstruksi sinus maksilaris dan sinus
etmoidalis anterior. Keberadaan sel Haller ini
seringkali berhubungan dengan penyakit sinus.6
Gambar Skematis Letak Sinus Paranasalis 3.
Sinus Etmoidalis Posterior
1. Sinus Frontalis Sinus etmoidalis posterior adalah kumpulan
Sinus frontalis bervariasi dalam bentuk dan dari satu sampai lima sel-sel etmoid yang
ukuran dan terkadang berkembang tidak sempurna drainasenya ke meatus superior dan suprema.
dan asimteris tergantung derajat pneumatisasi dari Terbentuk dari primary furrow kedua dan ketiga.
sinus frontalis. Ukuran rata-rata sinus ini adalah Sinus etmoidalis posterior di batasi anterior oleh
tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm lamella basalis konka media dinding anterior sinus
sedangkan kapsitas rata-rata 6-7 ml. Pada 10-12 sfenoid di posterior, lamina papirasea di lateral, di
% orang dewasa menunjukkan sinus rudimenter. medial oleh bagian vertikal konka superior dan
Sinus frontalis berhubungan dengan meatus media suprema beserta meatusnya, dan di superior di
melalui saluran duktus nasofrontalis yang berjalan batasi oleh atap etmoid. Pengetahuan anatomis
menuju muara frontoetmoidalis. 3,4,6 mengenai batas-batas sinus etmoidalis posterior
sangat penting bagi seorang ahli bedah untuk
2. Sinus Etmoidalis menghindari komplikasi selama operasi. Sinus
Sinus etmoidalis memilki bentuk dan ukuran etmoidalis posterior mempunyai kepentingan
dan jumlah yang bervariasi terdiri dari suatu dalam pembedahan karena kedekatannya dengan
kompleks „ honey comb“ dengan jumlah sel basis cranii dan nervus optikus.4
antara 4 sampai 17, dan rata-rata berjumlah 9, Variasi anatomis sinus etmoidalis posterior
terletak lateral bagian atas rongga hidung pada sangat penting untuk dipahami. Onodi meneliti
dinding medial tulang orbita. Sinus etmoidalis variabilitas anatomi sinus etmoidalis posterior, dan
biasanya terbagi menjadi 2 grup yaitu sel anterior ia menekankan hubungan sel paling posterior dari

3 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
etmoidalis posterior dengan nervus optikus. Ondi anatomi pada abad 18, pertama kali menyatakan
mengemukakan ada 38 variasi pada hubungan “sel etmoidal yang excavates os planum dan os
sinus etmoidalis posterior dengan nervus optikus, maksila, diluar berhubungan dengan kapsula
dan dibagi menjadi 12 kelompok utama. Ia labirin etmoid. Selulae ini adalah selulae etmoid
menemukan bahwa sel paling posterior dari sinus yang mengalami pneumatisasi ke lantai orbita
etmoidalis posterior pneumatisasinya sangat baik ( sinus maksilaris, letaknya inferlateral dai bulla
luas ), sehingga meluas ke posterior sepanjang etmoid, dan berhubungan erat dengan
lamina anterior sinus sfenoid. Diseksi sinus infundibulum etmoid dan ostium sinus maksilaris.
etmoidalis posterior dapat menyebabkan trauma Sel Haller ini dikatakan berasal dari etmoidalis
pada nervus optikus dan menyebabkan kebutaan, anterior (88%) dan etmoidalis posterior (12%).
terutama jika kurang mengetahui variasi Nama-nama lain untuk sel Haller ini antara lain
anatomisnya. Ahli bedah endoskopi yang modern adalah sel maxillo-orbital, sel maxillo-etmoidal,
mulai menyebut variasi anatomis ini sebagai dan sel orbitoetmoidal. Tapi penamaan sel Haller
Onodi Cell, tapi dapat juga dengan istilah untuk sekarang dipakai sel etmoidalis infraorbital
Sphenoetmoidal cell dipergunakan, dimana nama . Istilah ini lebih tepat, berdasarkan lokasi dan asal
ini lebih tepat untuk penamaan anatomisnya. Jika daris sel ini dan membedakannya dari sel
sel sphenoetmoidal ini besar, kanalis karotikus supraorbital dari resesus frontalis atau resesus
dapat menonjol (bulging) ke sinus etmoidalis suprabullar.3,4
posterior.3,4 Variasi anatomis lainnya adalah hipoplasia
Onodi telah mencoba berkali-kali untuk atau atelektasis sinus maksilaris. Pada variasi ini,
meyakinkan para ahli THT pada zamannya bahan sinus maksilaris lebih kecil dan dikelilingi oleh
sinus sfenoid tidak selalu berada di belakang sinus tulang maksila yang lebih tebal, prosesus
etmoidalis posterior. Ia menginginkan para ahli unsinatus juga mengalami hipoplasia dan terletak
bedah bahwa untuk mencapai sinus sfenoid, hanya pada bagian inferomedial orbita; jadi
diperlukan diseksi sampai batas belakang sinus infundibulum juga mengalami atelektasis.
etmoidalis posterior. Diseksi sinus etmoidalis Uncinektomi menjadi sulit pada pasien-pasien ini
posterior arahnya harus inferomedial, bukan karena lateral displacement dari struktur tersbut
superolateral, untuk menghindari trauma kranial darn risiko masuk orbita.4,6
atau orbita.3,4
4. Sinus Sfenoidalis
3. Sinus Maksilaris Terletak di tengah di dalam tengkorak, sinus
Sinus maksilaris atau antrum highmore sfenoid di batasi oleh beberapa struktur penting.
terbesar diantara sinus paranasalis lainnya. Lateral dari sinus terletak arteri karotis, nervus
Menurut Schiffer, ukuran rata-rata untuk bayi optikus, sinus kavernosus, N II, IV, V, VI. Sinus
adalah 7-8 x 4-6 x 3-4 mm, pada umur 18 tahun ini sebelum bayi berusia 3 bulan, ukurannya kecil
adalah 31-32 x 18-20 x 19-20 mm, dan kapasitas dan pertumbuhannya maksimal terjadi pada usia
sinus ini hampir 15 ml. Antrum berhubungan 12 – 15 tahun, pada usia 1 tahun bberukuran 2,5 x
dengan meatus media melalui ostium maksilaris 2,5 x 1,5 mm dan pada usia 9 tahun berukuran 15
dal lokasinya pada bagian atas depan dinding x 12 x 10,5 mm. Sinus sfenoidalis memiliki
medial sinus maksilaris premolar 2, molar 1, dan bentuk yang bervariasi, letaknya pada badan
molar 2.3 tulang sfenoid dan berhubungan dengan tulang
Sinus maksilaris biasanya hanya merupakan hidung pada meatus superior dan sinus ini di bagi
satu ruang yang batas-batasannya antara lain menjadi beberapa bagian oleh septum intra sinus.
orbita di superior, bagian dental dan alveolar
maksila di inferior, prosesus zigomatikus di
lateral, dan sebuah dinding tulang tipis yang
memisahkan rongga tersebut dengan fossa
infratemporal dan pterygopalatina di posterior,
serta prosesus unsinatus, fontanel dan konka
inferior di medial. Ostium sinus maksilaris
terletak di dalam 1/3 bagian paling posteroinferior
infundibulum (71,8%). 4,6
Pada atap sinus ini dijumpai atap dari nervus
infraorbital yang terletak pada alur tulang, nervus
ini dibatasi oleh membran mukosa atau oleh
tulang yang tipis dan akan terpotong waktu
kuretase dari operas sinus.3
Variasi anatomis tersering dari sinus Potongan koronal dari Sinus Maksilaris 5
maksilaris adalah sel-sel etmoidalis infraorbital
atau disebut “ Haller’s Cell”. Haller, seorang ahli

4 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Nervus optikus terletak di atas permukaan lateral Mukus
superior sinus sfenoid dan arteri carotis dalam Merupakan hasil dari sekresi kelenjar di tunika
kavernosus sinus terletak lateral, serta nervus propria dan sel goblet, yang membentuk lapisan mukus
maksilaris (bagian dari N.V) pada bagian anterior pada permukaan mukosa. Mukus terdiri dari 96% air,
terletak inferolateral. Diseksi sinus sfenoid dapat 1-2% garam organik dan 2,5 - 3% mucin. Fungsi
menyebabkan kerusakan dari arteri karotis dan nervus mukus sebagai pertahanan tubuh, bersifat
optikus.3 bakteriostatik karena mukuis mengandung lisosim
Sinus sfenoid kiri dan kanan dipisahkan oleh yang dapat menghancurkan bakteri. Arah dari aliran
septum internus. Struktur ini sangat bervariasi, mukus oleh gerakan silia merupakan arah dari drainase
bentuknya dapat oblik dan bukan sagital. Septum yang normal dan dari dalam sinus menuju ke ostium.3,4
inkomplit juga sering terjadi. Manipulasi septum
sfenoid harus dilakukan dengan sangat hati-hati,
dimana septum intersinus diketahui menempel pada
midline, dekat atau pada kanalis karotikus. 3,4

Fisiologi Sinus Paranasal


Sinus paranasalis merupakan rongga berisi
udara yang dilapisi mukosa epitelium pseudostratified
bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu
cairan mukus kearah ostia. Penyumbatan ostia sinus
akan mengakibatkan penimbunan mukus sehingga
terjadi penurunan oksigenasi rongga sinus dan tekanan
udara sinus. Penurunan oksigenasi sinus akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob. Tekanan
pada rongga sinus yang menurun pada gilirannya akan Epithelium Sinus Paranasal 3
menimbulkan rasa nyeri daerah sinus terutama sinus
frontal dan sinus maksilaris. 3 Mucociliary blanket
Fisiologi dan fungsi sinus paranasal belum jelas Silia dan mukus merupakan selimut yang aktif dan
diketahui dan sampai sekarang masih tetap mantel ruang sinus dan nasal, juga merupakan
diperdebatkan (Knops.dkk 1993), antara lain untuk:3,4 perangkat unsur yang baik. Tidak semua silia
 Menghasilkan dan membuang mukus „memukul“ dengan rate yang sama, tetapi bervariasi
 Mengatur tekanan intranasal dalam seluruh sinus, tiap segmen berbeda dalam
 Resonansi suara kecepatan memukulnya.3
 Memanaskan danmelembabkan udara inspirasi
 Bertindak sebagai shock absorben kepala untuk
melindungi organ-organ yang sensori. Faktor Imunologis
 Sebagai terminal insulator, menurut Proetz untuk Dalam mukus sinus nasal terdapat mekanisme
melindungi orrgan-organ yang sensitif seperti pertahanan imunologi yang penting:3,4
mata, hipofise otak dan medula dan perubahan-  Ig A
perubahan. Berperan dalam pertahanan pertama melawan
 Suhu dalam rongga hidung infeksi, disekresi dari plasma sel yang terdapat di
 Membantu pertumbuhan dan bentuk muka lamina propria yang kemudian di transport aktif
 Mempertahankan keseimbangan kepala ke epitel glandular dan di simpan dalam mukus
Yang paling penting pada proses fisiologi ini adalah blanket. Bekerja menghambat mikroorganisme di
hubungannya dengan peradangan mukosa sinus ialah permukaan sel. Jadi mencegah pemasukan
adanya : Silia, mukus, dan ventilasi hidung.3 kedalam jaringan tubuh.
 Ig G
Silia Bekerja mengatur pertahan tubuh bersama-sama
Sel epitel dan sinus disukung oleh 50-300 silia dengan Ig A. Jumlahnya lebih kecil ari Ig.
dengan ukuran panjang 6-8 microns dan diameter 2-3  Lisosim
microns. Berfungsi mendorong mukus kearah hidung Enzim ini terdapat dalam sel dan sekresi sinus.
dengan efektif dan cepat, sedangkan pengembalian Dapat membunuh secara spesifik terhadap
silia gerakannya lambat. Selama pukulan efektif ujung polisakharida dan mukopeptida yang ditemukan
silia kontak dengan pinggir bawah lapisan gel. dalam dinding sel organisme grampositif.
Pengembaliannya menembus lapisan air (Watery sol  Lactoferin
layer) dengan akibat debu dan partikel lain tertangkap Diproduksi lokal, menghambat pertumbuhan
lapisan gel dan diangkut keluar sinus kearah bakteri.
nasofaring, rata-rata frekuensi pukulan pada silia 14,5  Nonspesifik immune faktor
Hz „ pukulan“ detik dan mucociliary clearance untuk Neutrofil, eosinofil, dan makrofag. 1,2,3
orang dewasa kira-kira 10 menit.3,4

5 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

1. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the Nose


and Paranasal Sinuses dalam Bailey B.J. 2006.
Maxillary, Ethmoid and Sphenoid Sinises in: Atlas
of Head and Neck Surgery Otolaryngology.
Lippincott Raven Publisher. Philadelphia. New
York. Page 1480-1499

2. Lee KJ.Essential Otolaryngology Head and Neck


Surgery: McGraw Hill ; 2003. h.596-608.

3. Andrew, J.M., Ronald, G.A 2001. Sinus Anatomy


and Function. In: Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. Third Edition. Edited by: Bailey
B.J. Lippincott-Raven Publisher. Washington
Square, Philadelphia. USA. 2001. page: 4313-421

4. Ballenger, J.J, Aplikasi Klinis Anatomi dan


Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasalis Dalam
Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher. Edisi 13. Alih Bahasa: Staf Ahli Bagian
THT-RSCM-FKUI. Binarupa Aksara, Jakarta.
Indonesia. 1994. Hal: 1-27

5. Netter, Cinical Anatomy, 2005.

6.Graney, D.O., Baker, S.R. Anatomy. In: Head and


Neck Surgery Otolaryngology. Second Edition.
Edited by Cummings C.w. Mosby Year Book, Inc.
St Louis, Misouri. USA. 1993. page 627-639.

6 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
RINOSINUSITIS

Latar Belakang hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya


Sejak pertengahan tahun 1990-an, istilah polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.7
“sinusitis” diganti menjadi “rinosinusitis”. Menurut
American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Definisi
Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan Rinosinusitis adalah semua peradangan mukosa
rinosinusitis (RS) karena dianggap lebih akurat dengan sinus paranasal. Rinosinusitis adalah semua
alasan:1,2 keradangan yang terjadi secara bersamaan pada rongga
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan hidung dan sinus paranasal.1,2,8,9,10
lanjutan mukosa hidung Rinosinusitis (termasuk polip hidung)
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. gejala, salah satunya termasuk hidung
Perkembangan penelitian mengenai patofisiologi, tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung
penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan kelainan anterior/posterior):11
pada sinus secara singkat dapat dilihat dalam dua ± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
rekomendasi para ahli yang dilakukan di Amerika ± penurunan/hilangnya penghidu
Serikat dan Eropa. Para ahli di Amerika Serikat, Dan salah satu dari temuan nasoendoskopi; polip
melalui rekomendasi Rhinosinusitis Task Force dan/atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan
(RSTF) pada tahun 1996, merekomendasikan bahwa atau edema/obstruksi mukosa di meatus medius
rinosinusistis didiagnosis berdasarkan gejala klinis, dan/atau gambaran tomografi komputer; perubahan
durasi gejala, pemeriksaan fisis, nasoendoskopi dan mukosa di kompleks ostiomeatal dan/atau sinus.
tomografi komputer.3
Namun demikian, gejala dan tanda klinis pada Klasifikasi
semua penderita inflamasi kronik pada sinus tampak Menurut The Rhinosinusitis Task Force (RSTF):1,2
tumpang tindih, baik pada penderita yang disertai polip 1. RS akut : 4 minggu
hidung atau tanpa polip hidung. Para ahli di Eropa, 2. RS subakut : > 4-12 minggu
melalui rekomendasi European Position Paper on 3. RS kronik : > 12 minggu
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) menegaskan 4. RS akut rekuren : ≥ 4 episode per tahun; tiap
bahwa perbedaan antara penderita polip hidung dan episode ≥ 7-10 hari resolusi komplit di antara
rinosinusitis kronik harus berdasarkan pemeriksaan episode
nasoendoskopi. Selain itu, rekomendasi ini 5. RS kronik eksaserbasi akut : perburukan gejala
menegaskan bahwa polip hidung merupakan tiba-tiba dari RS kronik dengan kekambuhan
subkelainan dari rinosinusitis kronik.4 berulang setelah pengobatan
Bila mengenai beberapa sinus disebut American Academy of Allergy, Asthma and
multisinusitis dan bila mengenai seluruh sinus Immunology; American Academy of Otolaryngic
paranasal, disebut pansinusitis. Sinus maksila sering Allergy; American Academy of Otolaryngology-Head
terkena, kemudian sinus etmoid, sinus frontal dan sinus and Neck Surgery; American College of Allergy,
sfenoid. Penyakit ini berasal dari perluasan infeksi Asthma and Immunology; and American Rhinologic
hidung, gigi, faring, tonsil atau adenoid. Tetapi dapat Society mengusulkan subklasifikasi lebih lanjut dari
juga terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, RS kronik adalah:1,2,12
berenang atau menyelam. Ikut berperan pula beberapa 1. RS kronik dengan polip, ditandai dengan mukosa
faktor predisposisi yang menyebabkan obstruksi muara polipoid dengan edema, infiltrasi eosinofil.
sinus maksila, sehingga mempermudah terjadinya Limfosit T dan B, serta kerusakan pada epitel
sinusitis seperti deviasi septum,hipertropi konka, yang disebabkan oleh produk-produk aktivasi sel
massa di dalam rongga hidung dan alergi.5,6 eosinofil. Tipe ini berhubungan dengan
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan meningkatnya prevalensi polip hidung dan juga
kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter berhubungan dengan lebih luasnya gambaran
umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki patologis kelainan sinus pada tomografi
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan komputer.
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Yang 2. RS kronik tanpa polip, yaitu bentuk RS kronik
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke yang tidak disertai oleh tanda-tanda tersebut di
orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat atas, namun ditandai oleh hiperplasia kelenjar
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi seromukosa submukosa yang jelas.
yang tak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan Klasifikasi sinusitis yang disebabkan oleh jamur
dini terhadap rinosinusitis ini sangat penting. Awalnya dikategorikan ke dalam 4 grup:1,2
diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu 1. Fungus ball
2. Allergic fungal rhinosinusitis

7 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. Acute invasive fungal rhinosinusitis yang mengikuti gerakan silia, menuju ostium
4. Chronic granulomatous fungal rhinosinusitis sinus dan dikeluarkan ke kavum nasi.
Beberapa faktor dapat menyebabkan stasis
sekresi sinus, yaitu:
 Tampon hidung
Sinusitis paranasal diklasifikasikan berdasarkan lima  Deviasi septum
hal, yaitu: 8  Hipertrofi konka
- Gambaran klinis : akut, sub akut, kronis  Edema ostium sinus karena rinitis
- Lokasi : sinus etmoid, sinus alergi atau vasomotor
maksila, sinus frontal, sinus sfenoid  Polip nasi
- Organisme penyebab : virus, bakteri, jamur.  Struktur abnormal pada rongga
- Komplikasi : tanpa komplikasi, dengan etmoid
komplikasi.  Neoplasma
- Faktor pemberat : atopi, imunosupresi,  Stasis sekresi dalam kavum nasi. Normalnya,
obstruksi ostiomeatal. sekresi hidung mungkin tidak masuk ke
nasofaring karena kekentalannya (fibrosis
Epidemiologi kistik) dan obstruksi (hipertrofi adenoid dan
Insiden rinosinusistis akut dan kronis terus atresia koanal.
meningkat, diperkirakan sekitar 10 - 15 % terjadi pada  Serangan sinusitis sebelumnya. Pertahanan
populasi di Eropa Tengah setiap tahunnya. Di Amerika local mukosa sinus mengalami kerusakan.
Serikat terdapat 30 juta kasus rinosinusitis akut  Lingkungan. Udara dingin dan kering,
bakterial setiap tahunnya, di negara ini jumlah lingkungan berpolusi, dan kebiasaan
penderita sinusitis akut yang berobat ke dokter adalah merokok.
0,5 – 2,0 % pada dewasa dan 5 – 10 % pada anak dari  Daya tahan tubuh menurun. Adanya defisiensi
semua penyakit infeksi saluran napas atas.13 nutrisi dan kelainan sistemik (diabetes,
Data dari Divisi Rinologi Departemen THT sindrom defisiensi imun), serta perubahan
RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah hormonal (kehamilan).
pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435  Bakteriologi. RS bakterial akut secara tipikal
pasien, 69%nya adalah sinusitis.10 berawal dari infeksi viral pada saluran napas
Survei pendahuluan di bagian Rinologi-alergi atas yang berlanjut lebih dari 10 hari. Dalam
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) beberapa kasus, RS bakterial sekunder bisa
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) didapatkan angka jadi akibat sumbatan ostium karena edema
kunjungan penderita rinosinusitis akut periode Januari- mukosa dan kerusakan silia. Akhirnya, terjadi
Desember 2009 tercatat 260 kasus, terdiri dari 121 stasis mukus dan menjadi media pertumbuhan
laki-laki dan 139 perempuan.14 kuman. Bakteri yang paling banyak
menyebabkan RS akut di antaranya
Etiologi dan Predisposisi Streptococcus pneumonia, Haemophilus
A. Etiologi 1,2,9,10 influenza, dan Moraxella catarrhalis.
 Infeksi hidung. Mukosa sinus adalah lanjutan Genetik/psikologik Lingkungan Struktural
dari mukosa hidung, sehingga infeksi dari
hidung dapat menjalar secara langsung
maupun melalui limfatik submukosa. Hiperaktif jalan Alergi Deviasi
Penyebab terbanyak adalah rhinitis viral, napas septum
diikuti invasi bakteri.
 Berenang dan menyelam. Air yang terinfeksi Imunodefisiensi Merokok Chonca
dapat masuk ke sinus melalui ostium. Gas bullosa
klorin berkadar tinggi dalam kolam renang
Sensitif aspirin Polusi Paradoxic
juga dapat memicu inflamasi oleh zat kimia.
middle
 Trauma. Fraktur atau luka tusuk pada sinus turbinate
frontal, maksila dan etmoid dapat menjadi
infeksi pada mukosa. Sama seperti Disfungsi silia Virus Haller cells
barotraumas yang diikuti oleh infeksi.
 Infeksi gigi. Penyebab utama sinsusitis Fibrosis kistik Bakteri Frontal cells
maksilaris. Infeksi dari gigi molar atau
Penyakit autoimun Jamur Skar
premolar.
B. Predisposisi1,2,9,10
 Obstruksi ventilasi dan drenase sinus. Secara
normal, sinus memiliki ventilasi yang baik
dengan jumlah sekret mukus yang sedikit

8 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Kelainan Stres Inflamasi  Pada operasi ditemukan materi jamur berwarna
granulomatosa tulang coklat kehitaman dan kotor dengan/tanpa pus.
Anomali
kraniofasial
Benda asing
Infeksi gigi
Trauma
mekanik
Barotrauma
Etiologi rinosinusitis16

Patofisiologi1,11,12
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-
ostiumnya dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam
KOM. Mukus mengandung substansi antimikrobial
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh Gambaran endoskopi sinusitis jamur15
terhadap kuman yang masuk saat inspirasi.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
berdekatan sehingga bila terjadi edema, mukosa yang  Jamur dapat menstimulasi respon imun mukosa
berhadapan saling bertemu sehingga silia tidak dapat sinonasal, menyebabkan sinusitis alergi jamur.
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi  Secara tipikal, mukosa polipoid terlihat di
tekanan negatif dalam sinus, menyebabkan terjadinya bagian anterior membentuk suatu “massa”
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini dianggap yang terdiri dari musin, materi jamur, kristal
sebagai rinosinusitis non-bakterial, biasanya sembuh Charcot-Leyden dan eosinofil.
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini  Penebalan mukosa dan bony remodeling adalah
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus tanda khas dari proses ini.
merupakan media baik pertumbuhan kuman. Sekret
menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi Diagnosis
antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena Anamnesis
ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi Gejala Mayor Gejala Minor
hipoksia dan tumbuh bakteri anaerob. Mukosa makin
membengkak dan merupakan rantai siklus yang terus • Nyeri/rasa tertekan di wajah • Nyeri kepala
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi • Rasa penuh di wajah • Demam (pada
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan • Hidung tersumbat RS kronik)
polip. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tidakan • Hidung • Bau mulut
operasi. berair/bernanah/perubahan • Mudah lelah
warna ingus • Sakit gigi
Sinusitis Jamur1,2,10,16 • Penurunan/berkurangnya • Batuk
1. Sinusitis jamur invasif penghidu • Nyeri/rasa
 Terjadi pada pasien diabetes dan pasien • Nanah dalam rongga hidung tertekan/rasa
imunosupresi. • Demam (hanya RS akut) penuh di
 Jamur patogen: Aspergillus, Mucor dan telinga
Rhizopus Gejala rinosinusitis.1,2
 Pada pemeriksaan patologi terlihat invasi
jamur ke jaringan dan pembuluh darah. Kriteria diagnosis:1
 Mukosa kavum nasi berwarna biru-kehitaman  Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor
disertai septum yang nekrotik. dan dua gejala minor (sangat mendukung riwayat
 Bersifat kronis progresif, dapat menginvasi rinosinusitis)
sampai ke orbita atau intrakranial.  Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala
2. Fungus ball mayor hidung atau lainnya (tidak mendukung
 Merupakan kumpulan jamur di dalam rongga riwayat rinosinusitis)
sinus membentuk suatu massa, tanpa invasi ke  Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor
dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang, hidung atau lainnya (tidak mendukung riwayat
sering mengenai sinus maksila. rinosinusitis).
 Jamur patogen: Aspergillus
 Gejala klinis menyerupai sinusitis kronik Beratnya penyakit11
(rinore purulen, post nasal drip, halitosis)

9 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Penyakit ini dibagi menjadi ringan, sedang, dan Gejala tersering dari RS kronik adalah hidung
berat berdasarkan skor total Visual Analog Scale berair, hidung tersumbat, rasa penuh di wajah, dan
(VAS) 0-10 cm; ringan = 0-3 cm, sedang = >3-7 nyeri/rasa tertekan di wajah. Pasien RS dengan
cm, berat = >7-10 cm. polip lebih sering mengeluh hiposmia dan sedikit
Untuk evaluasi nilai total pasien, diminta untuk nyeri/rasa tertekan di wajah daripada pasien RS
menilai pada suatu VAS jawaban dari pertanyaan: tanpa kronik. Pasien RS kronik tanpa polip juga
berapa besar dari gejala rinosinusitis saudara? lebih sering terinfeksi bakteri dan membaik setelah
diobati.2
Gejala lebih dari 12 minggu11
Dua atau lebih gejala, salah satu termasuk
hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
Visual analog pain scale3
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.
Nilai VAS >5 mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Pada anak-anak harus ditanyakan faktor
Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20) merupakan
predisposisi lain seperti defisiensi imun dan GERD.
kuisioner untuk menilai derajat beratnya gejala RS
kronik yang diisi oleh penderita, yang terdiri atas 20
Pemeriksaan Fisik11
pertanyaan gejala RS. Setiap pertanyaan diberi nilai.17
 Pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)
 Skor 1 bila tidak didapatkan gangguan
 Pemeriksaan mulut (post nasal drip)
 Skor 2 bila didapatkan gangguan ringan
 Singkirkan infeksi gigi
 Skor 3 bila keluhan dirasakan cukup mengganggu
 Skor 4 bila keluhan dirasakan sangat mengganggu
Evaluasi Endoskpoik11
 Skor 5 bila keluhan dirasakan mengganggu sangat Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi:
ekstrim  RS kronik tanpa polip. Tidak terlihat adanya
Tingkat skor SNOT secara keseluruhan dinilai polip di meatus medius, jika diperlukan setelah
berdasarkan dari total skor. pemberian dekongestan (definisi ini menerima
bahwa terdapat spektrum dari RS kronik
Lamanya penyakit11 termasuk perubahan polipoid pada sinus/dan
 Akut : < 12 minggu, resolusi komplit atau meatus medius tetapi menyingkirkan
gejala penyakit polipoid yang terdapat pada rongga
 Kronik : > 12 minggu, tanpa resolusi gejala hidung untuk menghindari tumpang tindih).
komplit, termasuk kronik eksaserbasi akut.  RS kronik dengan polip. Polip bilateral yang
terlihat dari meatus medius.
1. Rinosinusitis Akut  Melakukan evaluasi diagnosis dan
Diagnosis RS bakterial akut dibuat bila penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan
infeksi virus pada saluran napas atas tidak teratasi primer
dalam 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.  Mengisi kuisioner untuk alergi, jika positif
Gejala berat secara tidak langsung menimbulkan dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
komplikasi di kemudian hari, dan pasien tentunya
tidak menunggu 5-7 hari sebelum mendapat
pengobatan.1,2
Gejala kurang dari 12 minggu11
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala,
salah satu termasuk hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret
hidung anterior/posterior):
± nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
± penurunan/hilangnya penghidu
Dengan interval bebas gejala bila terjadi
rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis Polip kecil yang terlihat pada meatus medius
tentang gejala alergi, seperti bersin, ingus encer kiri16
seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair.

2. Rinosinusitis Kronik dengan/tanpa polip

10 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Neuralgia trigeminal jarang terjadi, tapi
menyebabkan serangan hebat di sepanjang
nervus trigeminal.
 Neoplasma Sinus.
Ditanyakan apakah ada sumbatan hidung
unilateral, epistaksis, gangguan visus, dan
defisit neurologis. Perlu dilakukan endoskopi
nasal dan pencitraan CT scan.

Medikamentosa
A. Rinosinusitis Akut
Tujuan terapi adalah eradikasi bakteri
Sekret purulen pada meatus medius kiri17 patoetiologi sehingga klirens mukosiliar menjadi
normal kembali, meredakan gejala lebih cepat dan
Pencitraan11 mencegah komplikasi sekunder.1
Foto polos sinus paranasal tidak Terapi empirik antibiotik harus berdasarkan
direkomendasikan. Tomografi komputer juga kuman patogen (S. pneumoniae, H. influenzae dan
tidak direkomendasikan, kecuali terdapat: M. catarrhalis) dan juga pola resisten dari
 Penyakit sangat berat pathogen yang dicurigai. Kira-kira 25% S.
 Pasien dengan penurunan imunitas pneumoniae tidak sensitif penisilin disebabkan
 Tanda komplikasi perubahan penicillin-binding proteins, dan resisten
makrolid dan trimetofin/sulfametoksazol
Pemeriksaan Laboratorium (TMP/SMX). Hampir semua kuman M.
Pemeriksaan mikrobiologik dan kultur catarrhalis (90%) dan H. influenza menghasilkan
resistensi dilakukan dengan mengambil sekret beta-lactamase yang diinaktifkan oleh antibiotik
dari meatus media/superior, untuk mendapat beta-lactamase.1,2
antibiotik yang tepat. Lebih baik lagi bila Pemilihan AB tergantung beratnya penyakit
diambil sekret dari sinus maksila.10 dan riwayat pemakaian AB dalam 4-6 minggu:1,2
Jika curiga adanya sinusistis jamur, dapat  Ringan dan tidak ada riwayat pemakaian AB.
dilakukan kultur aspirasi secara endoskopi Direkomendasikan amoksisilin klavulanat
dengan pewarnaan jamur. Jika hasilnya negatif (1,75-4 gr/250 mg/hari atau 45-90 mg/6,4
dan gejala klinik mendukung ke arah sinusitis mg/kg/hari untuk anak), amoksisilin (1,5-4
jamur, dapat dilakukan biopsi dengan potong g/hari atau 45-90 mg/kg/hari untuk anak),
beku.18 atau cefpodoksim, cefurosim, atau cefdinir.
Untuk dewasa yang alergi beta-lactamase
Diagnosis Banding2 diberikan TMP/SMX, doksisiklin atau
 Rinitis Viral (Common Cold). makrolid, sedangkan anak yang alergi beta-
Common cold/RS viral akut didefinisikan lactamase diberikan TMP/SMX atau
sebagai lamanya gejala < 10 hari. RS non-viral makrolid (azitromisin, klaritromisin dan
akut didefinisikan sebagai perburukan gejala eritromisin).
setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10  Sedang dan ada riwayat pemakaian AB.
hari dengan lama sakit < 12 minggu. Direkomendasikan respiratory quinolone
 Nyeri Temporomandibular Joint (gatifloksasin, levofloksasin atau
(TMJ). moksifloksasin), amoksisilin/klavulanat,
Sering pasien menunjukkan mimik seperti ceftriakson dan terapi kombinasi.
gejala sinusitis. Nyeri TMJ sering ditemukan Dewasa yang alergi beta-lactamase diberikan
dan kualitas nyerinya juga berbeda-beda. respiratory quinolone atau klindamisin dan
Penting pada palpasi TMJ ditemukan nyeri rifampin, sedangkan untuk anak diberikan
tekan dan “klik”.2 TMP/SMX, makrolid atau klindamisin.
 Nyeri Kepala dan Migrain. Bila dalam 72 jam tidak ada perbaikan dan
Migrain ditandai dengan nyeri kepala terjadi perburukan gejala, pasien harus direvaluasi.
berdenyut, unilateral, sekitar 4-72 jam. Migrain Terapi tambahan meliputi cuci hidung hidung dan
dapat terjadi dengan atau tanpa gejala irigasi, analgesik (ibuprofen,
neurologis, seperti gangguan visus atau asetaminofen),mukolitik (guaifenesin) dan
kelumpuhan. Adanya aura, gejala singkat, dan dekongestan oral (pseudoefedrin).1,8
respon terhadap pemberian obat seperti alkaloid
ergot. B. Rinosinusitis Kronik
 Nyeri trigeminal. Pemberian AB pada RS kronik adalah
kontroversi bila penyebab dasarnya belum
diketahui.1

11 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Pilihan terapi meliputi:1,2
 Antimikroba. Idealnya pilihan AB berdasarkan
kultur secara endoskopik, tetapi bila ini tidak
dapat dilakukan, dapat diberikan AB empirik Penatalaksanaan sinusitis jamur meliputi:1,2,10
(paling sedikit 3-6 minggu), misalnya 1. Sinusitis jamur invasif
amoksisilin/klavulanat, respiratory quinolone,  Debridemen (bila perlu termasuk kavum
klaritromisin, sefalosporin generasi kedua orbita)
(sefuroksim, sefpodoksim, sefdinir) dan  Terapi antifungal secara intavena
doksisiklin.  Stabilisasi penyakit
 Kortikosteroid. Steroid nasal topikal adalah immunocompromised
yang paling sering diberikan. Steroid sistemik  Stabilasi penyakit diabetes
juga dapat diberikan, khususnya untuk pasien 2. Fungal ball. Dilakukan ekstirpasi komplit
RS kronik dengan polip. dari massa jamur.
 Terapi tambahan. Irigasi nasal dan mukolitik 3. Allergic fungal rhinosinusitis (AFRS)
(guaifenesin).  Pembedahan primer diikuti pemberian
 Penatalaksanaan alergi. Dilakukan pada pasien steroid nasal topikal pasca operasi
dengan riwayat alergi, dengan cara kontrol  Imunoterapi dan steroid sistemik (bila
lingkungan, steroid topikal dan imunoterapi, perlu) untuk mengurangi rekurensi
sehingga dapat mencegah rinitis eksaserbasi  Antifungal topikal juga dapat diberikan
serta progesifitas dari sinusitis.
Pembedahan
AB RS RS Maksimal terapi medikamentosa adalah 4-6
oral aku kro minggu (AB, steroid nasal dan steroid sistemik),
t nik selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk pembedahan.
S. H. M. S. An Enteric
pneu infl catarr aur aer
Pembedahan dilakukan bila ada kelainan mukosa dan
monia uen halis eus obe sumbatan KOM, dengan panduan CT scan atau
e zae s endoskopik. Pasien dengan kelainan anatomi atau polip
Penisi + 0 0 0 ± 0 sinonasal lebih respon terhadap terapi pembedahan.2
lin/am
oksisil
in A. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
Sefalo FESS adalah tindakan pembedahan pada
sporin ± 0 0 + 0 0 rongga hidung dan atau sekitarnya dengan bantuan
Gen. I + + + + 0 ± endoskop fiber optik.8
Gen. ± + + ± 0 +
II Indikasi pendekatan endoskopi sama dengan
Gen. pendekatan intranasal dan eksternal yang lain dan
III secara umum meliputi :2,8
Amok + + + + + +  Sinusitis akut rekuren
sisilin/
klavul  Sinusitis kronis
anat  Sinusitis karena jamur alergi
Makro ± ± ± + 0 0  Rinosinusitis hipertrofi kronis (polip)
lid
Klind + 0 0 + + 0  Polip antrokoanal
amisin  Mukokel di dalam sinus
Imipe + + + + + + Keberhasilan FESS sangat bergantung pada
nem*/ perawatan pasca operasi, yaitu endoskopi nasal
Merop
enem* serial(dengan debridement), kultur dan resistensi
TMP/ - + + ± 0 + kuman (pemilihan AB) dan terapi lain (steroid
SMX nasal topikal dan steroid sistemik. Perbaikan
Quino ± + + ± 0 + gejala setelah terapi FESS adalah lebih dari
lon
(lama)
90%.1,2
atau
amino Komplikasinya meliputi:2
glikos  Trauma pada dinding medial orbita
id
Quino + + + + ± +
 Hematom dan perdarahan yang dapat menekan
lon nervus optikus dan menyebabkan kebutaan
(terbar  Kerusakan lapisan kribifrom sehingga
u) menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal
Aktivi ± 30- +>
 Herniasi komponen otak
tas 0 80% 90
<30% %  Meningitis
Tingkat efisiensi antibiotik oral2  Perdarahan intrakranial

12 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
 Dilakukan pengulangan antrostomi
apabila diperlukan.
 Apabila tidak ada indikasi antrostomi
ulang, pasien dikontrol di klinik satu
minggu setelah tindakan, untuk
menilai keberhasilan terapi.

2. Antrotomi Caldwell-Luc8
Antrotomi Caldwell-Luc adalah tindakan
pembedahan membuka dinding depan sinus
maksilaris, mengeluarkan pus maupun jaringan
patologis.
Indikasi operasi:
Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai  Tumor jinak
area di sekitar hidung16  Empiema kronis yang resisten dengan
pengobatan konservatif
 Fraktur komplikata maksila
 Eksplorasi
Perawatan pasca bedah:8 Komplikasi
1. Penderita apabila perlu di rawat inap, misalnya  Kerusakan saraf infraorbita
operasi dengan anestesi umum.
 Kerusakan akar gigi
2. Antibiotik
 Kerusakan dasar orbita
3. Penatalaksanaan komplikasi.
4. Follow-up  Hipestesi atau parestesi pipi
 Pengangkatan tampon.  Kerusakan bola mata
 Penilaian keberhasilan pengobatan.  Emfisema subkutan
 Kerusakan saraf alveol superior dan soket
B. Prosedur Terbuka gigi
1. Antrostomi2,8  Edem berkepanjangan
Antrostomi adalah tindakan pembedahan  Infeksi
membuat lubang ke sinus maksilaris dengan  Perdarahan
menembus dinding medialnya pada meatus  Pembengkakan wajah
inferior untuk mengeluarkan pus dan  Fistula oroantral
memperbaiki drainase. Perawatan pasca bedah
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris 1. Penderita di rawat inap.
sebagai upaya memfasilitasi pengeluaran pus 2. Antibiotik
dan atau memperbaiki drainase. 3. Penatalaksanaan komplikasi
Komplikasi 4. Follow-up
 Cedera orbita : hematom orbita, diplopia,  Pengangkatan tampon
kebutaan  Penilaian keberhasilan pengobatan
 Emboli udara
 Insersi trokar lebih didepan dari dinding
depan antrum dan selanjutnya ke jaringan
lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
 Perdarahan
 Perlukaan saluran dan kantong
nasolakrimal
 Mati rasa
 Parestesi
 Trauma gigi
Perawatan pasca bedah, meliputi:
1. Penderita apabila perlu di rawat inap,
misalnya antrostomi dengan anestesi
umum.
2. Antibiotik
3. Penatalaksanaan komplikasi
4. Follow-up

13 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung berat, drainase abses
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/posterior):
± nyeri/rasa tertekan di wajah
gannguan visus
± penhidu terganggu/hilang Tromboflebitis Nyeri orbita Medikamentosa,
Pemeriksaan: rinoskopi anterior sinus bilateral, drainase sinus
Foto polos SPN/tomografi komputer tidak direkomendasikan
kavernosus kemosis, (sering),
proptosis, antikoagulan
Gejala
Gejala < 5 menetap atau oftalmoplegia
hari atau memburuk >
membaik 5 hari Tindakan drainase sinus mungkin terbatas pada
setelahnya
aspirasi sinus maksila atau endoskopik atau operasi
Keadaan yang harus
segera dirujuk/dirawat: sinus terbuka, tergantung keparahan gejala,
Sedang Berat*
Common
Edema periorbita pemeriksaan fisik, lamanya pengobatan, dibutuhkan
Pendorongan letak bola
cold mata kultur untuk terapi AB.
Penglihatan ganda
Steroid AB + steroid Oftalmoplegi
topikal topikal
Penurunan visus
Komplikasi orbita dari sinusitis16
Pengobatan
Nyeri frontal unilateral
simtomatik atau bilateral
Tidak ada
Perbaikan
perbaikan Bengkak daerah frontal
Asal Proses penyakit
dalam 48
dalam 48 Tanda meningitis atau dan
jam
jam tanda fokal neurologis
Tidak ada penatalaksanaan
perbaikan >
14 hari Teruskan Rujuk ke Meningitis Sinus etmoid, Komplikasi
terapi untuk dokter
7-14 hari spesialis THT sinus sfenoid paling sering,
Rujuk ke medikamentosa
dokter
spesialis Abses epidural Sinus frontal Medikamentosa,
drainase sinus dan
Skema penatalaksanaan RS akut pada dewasa abses (kadang-
untuk pelayanan kesehatan primer11 kadang)
Abses Sinus frontal Morbiditas dan
subdural mortalitas tinggi
neurologik,
Komplikasi medikamentosa
Disebut komplikasi bila infeksi sudah menembus agresif (steroid
dinding sinus ke organ sekitar, meliputi:11 dan
a. Lokal : mukokel, kista retensi mukus, antikonvulsan),
osteomielitis (tulang frontal dan maksila) drainase sinus dan
b. Orbital abses (kadang-
c. Intrakranial kadang)
d. Descending infection: otitis media akut atau kronik, Abses Sinus frontal Morbiditas dan
faringitis dan tonsillitis, laryngitis persisten dan intraserebral (jarang; sinus mortalitas tinggi
trakeobronkitis etmoid dan neurologik,
e. Fokal infeksi. sinus sfenoid biasanya gejala
tidak tampak,
Temuan klinis Penatalaksanaan medikamentosa
Selulitis Bengkak Medikamentosa agresif (steroid
preseptal kelopak mata, (jarang, dan
otot drainase abses antikonvulsan),
ekstraokular sekunder) drainase sinus dan
intak, visus abses (sering)
normal Tromboflebitis Sinus frontal Morbiditas dan
Selulitis Edema orbita Medikamentosa vena mortalitas tinggi
orbital lebih difus, (drainase sinus) neurologik,
kerusakan otot medikamentosa
ekstraokular, agresif (steroid
biasanya visus dan
normal antikonvulsan),
Abses Proptosis, Medikamentosa, antikoagulan
subperiosteal kerusakan otot drainase sinus, (kontroversi),
ekstraokular drainase abses drainase sinus dan
Abses orbital Exoftalmos Medikamentosa, abses (sering)
berat, kemosis, drainase sinus Paling banyak pasien dengan komplikasi intrakranial
oftalmoplegi (sering), memiliki pansinusitis unilateral atau bilateral

14 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Komplikasi intrakranial dari sinusitis16 9. Dhingra PL, Disease of Ear, nose and Throat.
Fourth Edition. New Delhi; 2009; p. 178-191.

Prognosis2
Prognosis RS akut adalah sangat baik, kira-kira 10. Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar
70% pasien sembuh tanpa pengobatan. Antibiotik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
hanya diperlukan bila ada gejala. RS kronik memiliki Kepala dan Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
masalah yang lebih rumit, jika penyebabnya adalah 2010.
struktur anatomi yang perlu dikoreksi, maka prognosis
menjadi lebih baik. Lebih dari 90% pasien mengalami 11. Fokkens W, Buku Saku European Position Paper
perbaikan dengan intervensi bedah. Bagaimana pun, on Rhinosinusitis and Nasal Polyp 2007.
penyakit ini sering kambuh, sehingga tindakan
preventif adalah hal yang sangat penting. 12. Berger G, Kattan A, Bernheim J, Ophir D.
polipoid Mucosa with Eosinophilia and glandular
hyperplasia in Chronic Sinusitis. Laryngoscope;
2002; p 112.

13. King HC, Antimicrobial treatment guidelines for


acute bacterial rhinosinusitis. Sinus and allergy
Health partnership. Otolaryngology Head-Neck
Surgery. 2000; 123: 5 – 31.
DAFTAR PUSTAKA
14. Bagja P, Pengaruh Larutan Pencuci Hidung Air
1. Lee K.J. Essensial Otolaryngology Head & Neck Laut Fisiologis Terhadap Transpor Mukosiliar
Surgery. Ninth Edition. Mc Graw Hill Medical. Hidung pada Penderita Rinosinusitis Akut. Tesis.
New York; 2008; p. 383-392. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
2. Lalwani K Anil. Current Diagnosis & Treatment Universitas Padjajaran. Bandung; 2010.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second
Edition. Mc Graw Hill Lange. New York; 2008; 15. Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose,
p. 273-281. Throat, Head and Neck Surgery. Second Edition.
London; 2000.
3. Benninger M, Ferguson B, Hadley J. Adult
Chronic Rhinosinusitis Head and Neck Surgery; 16. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis
2003; p. 129. Current Concept and Management. In : Bailey ed.
Otolaryngology- Head and Neck Surgery. Second
4. Sukgi S, Choi, Kenneth M, Grundfast. Edition. Philadelphia. Lippincot-Raven
Complication in sinus diseases. Diseases of Publisher;2006; p. 441-445.
sinuses diagnosis and management; 2001;169-
176. 17. Piccirillo JF, Merrit MG, Richards ML.
Psycometric and Clinimetric Validity of the 20-
5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and item Sino-nasal Outcome Test (SNOT-20).
Phisiology of The Nose and Accessory Sinuses in Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2002.
Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and
Neck. 13th ed. Philadelphia; 2003; p. 1 – 25.

6. Blumenthal MN. Alergic Conditions in


Otolaryngology Patients. Adam GL, Boies LR Jr.
Hilger P. (Eds). Boies Fundametal of
Otolaryngology, 6th ed. Philadelphia; 2004;
p.195 – 205.

7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. FKUI. Jakarta; 2007.

8. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Bedah Kepala Leher. Buku Acuan
Modul Sinus Paranasal. 2008.

15 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
16 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3.3 RINITIS ALERGI

Rinitis alergi (RA) adalah suatu proses inflamasi Upaya menghindari alergen penyebab bukan sesuatu
yang diperantarai oleh IgE setelah pajanan allergen yang mudah dilaksanakan, mengingat alergen hirup
pada mukosa hidung yang menyebabkan adanya gejala utama rhinitis alergi ialah debu rumah dan tungau debu
hidung tersumbat, beringus dan bersin.1-2 Walaupun rumah yang setiap saat tetap ada di sekitar penderita.
penyakit ini tidak bersifat fatal dan sering dianggap Penatalaksanaan rinitis alergi atas rekomendasi ARIA-
tidak serius, namun pada keadaan tertentu dapat WHO 2001 ini merupakan strategi yang
menyebabkan masalah dalam gangguan kualitas hidup mengkombinasikan pengobatan penyakit saluran nafas
berupa gangguan belajar disekolah, bekerja, gangguan atas dan bawah dari sudut manfaat dan keamanan yaitu
prestasi kerja, gannguan saat tidur dan bersantai. penghindaran allergen, pengobatan medikamentosa,
Akibat tidur yang terganggu penderita sering merasa imunoterapi spesifik, edukasi, dan tindakan bedah
letih dan lesu di siang hari, sulit berkonsentrasi, sakit dilakukan sebagai tindakan tambahan beberapa
kepala bahkan harus membawa saputangan atau tissue penderita yang sangat selektif.3
kemana-mana untuk membersihkan hidung sehingga
terbatas dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
akibatnya dapat menyebabkan rasa frustasi, lekas Definisi
marah, rasa rendah diri dan depresi.1 Rinitis alergi (RA) adalah suatu gangguan fungsi
Rinitis alergi mempunyai komorbiditas dan hidung yang terjadi setelah pajanan alergen melalui
komplikasi seperti asma, sinusitis, otitis media, polip inflamasi mukosa hidung dengan diperantai IgE.
hidung, infeksi saluran nafas bawah yang dapat saling Gejala utamanya adalah hidung tersumbat, beringus,
memperburuk gejala dgn akibat pengobatan menjadi bersin-bersin, yang dapat sembuh spontan dengan atau
lama dan mahal.1 tanpa pengobatan.1-2
Prevalensi rinitis Alergi cukup tinggi (10-25%) Gejala lainnya dapat berupa rasa gatal di palatum,
maka rinitis alergi merupakan masalah kesehatan dunia kulit, mata dan paru-paru sebagai akibat reaksi
yang harus mendapat perhatian. Apalagi prevalensi hipersensitiv pada organ tersebut. Sebagai akibatnya
rinitis meningkat pada dekade terakhir ini.1 rinitis alergi dapat menyebabkan gangguan kualitas
Berdasarkan penelitian pada penduduk amerika tahun hidup melalui timbulnya rasa lelah, sakit kepala dan
1997 kasus rinitis terbanyak pada kelompok usia 18-34 kelemahan kognitif. Akibat lebih lanjut dapat
tahun (40,1%), selanjutnya pada usia 35-49 tahun menyebabkan gangguan kualitas hidup berupa
(43,4%).3 Sedangkan di Indonesia belum ada angka gangguan belajar di sekolah, bekerja, gangguan
yang pasti walaupun di Jakarta dilaporkan disatu desa bersantai dan gangguan tidur.1
sekitar Jakarta pada kelompok usia kurang dari 14 thn
rinitis alergi sebanyak 10,2%. 4 Sedangkan di Bandung Klasifikasi
prevalensi rinitis Alergi perennial pada usia 10 tahun Berdasarkan konsensus ARIA-WHO 2001
ditemukan cukup tinggi (5,8%).4 Data tersebut (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma- World
menunjukan tingginya angka insiden rinitis alergi pada Health Organization), rinitis alergika diklasifikasikan
usia sekolah dan produktif. menurut adanya gangguan kualitas hidup menjadi
Mengingat penyakit ini mudah terjadi ringan (mild), dan sedang-berat (moderate-severe),
kekambuhan menimpa penduduk dan mahalnya biaya sedangkan berdasar waktu dibagi menjadi sewaktu-
pengobatan, maka perlu diupayakan sedini mungkin waktu (intermitten) dan menetap (persisten).5
penanganannya sebelum terjadi komplikasi. Untuk itu
diperlukan pengetahuan untuk mengenali penyakit Klasifikasi rinitis alergi ARIA-WHO 20075
rhinitis alergika, bagaimana patogenesisnya, Sewaktu-waktu Menetap
menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang Gejala: Gejala:
apa saja yang harus dilakukan serta manajemen  < 4 hari per  4 hari per
penatalaksanaan selanjutnya. minggu minggu
Pada saat ini kelompok kerja Allergic Rhinitis  Atau < 4 minggu  Dan > 4 minggu
and Its Impact on Asthma (ARIA-WHO 2001)
membuat klasifikasi rhinitis alergi menjadi intermiten Ringan Sedang-Berat
atau persisten. Berat ringannya tingkat gejala dapat Satu atau lebih gejala
diklasifikasikan menjadi ringan (mild) atau sedang-  Tidur normal  Tidur terganggu
berat (moderate-severe).  Aktifitas sehari-hari  Aktifitas sehari-hari,
Klasifikasi baru rinitis alergi, yaitu dengan saat olahraga dan saat saat olahraga dan saat
menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup santai normal santai terganggu
serta berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam
 Bekerja dan sekolah  Saat bekerja dan
penyakit “intermiten” atau “persisten” dan berdasarkan
normal sekolah terganggu
derajat berat penyakit dibagi dalam “ringan” atau
 Tidak ada keluhan  Ada keluhan yang
sedang berat” tergantung dari gejala dan kualitas
yang mengganggu mengganggu
hidup.

17 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Berdasarkan ARIA-WHO dikenal klasifikasi sistem imun tidak hanya membutuhkan paparan
rinitis alergi sebagai berikut: protein asing tapi juga disertai dengan adanya
1. Rinitis alergi ringan sewaktu-waktu (mild sinyal tanda bahaya (danger signal).
intermittent) Jika antigen asing berupa virus, bakteri, atau
2. Rinitis alergi sedang berat sewaktu-waktu parasit; danger signal diduga karena rusaknya
(moderate severe intermittent) jaringan oleh organisme-organisme tersebut, maka
3. Rinitis alergi ringan menetap (mild persistent) pada alergen yang berupa protein asing, diduga
4. Rinitis alergi sedang berat menetap (moderate danger signal terjadi karena aktivitas enzim
severe persistent) proteolitik yang dimiliki oleh alergen tersebut
(ditemukan bahwa banyak alergen memiliki
Alergen dan Sumber Alergen aktivitas enzim proteolitik). Sebagai tambahan,
Alergen adalah antigen yang menginduksi dan aeroalergen yang terinhalasi sebagai partikel
bereaksi dengan antibodi IgE spesifik. Alergen dapat (pollen grains, mold spores, house dust mite fecal
berasal dari binatang, serangga, tumbuhan, jamur dan particles, animal dander, dll), yang berinteraksi
molekul kimia dengan berat molekul rendah seperti dengan jaringan saluran nafas akan menimbulkan
protein atau glikoprotein dan alergen hirup dan inflamasi jaringan yang nonspesifik, yang dapat
makanan. Alergen hirup ini sangat berperan terhadap juga berfungsi sebagai danger signal. Jika protein
terjadinya rinitis alergi. Peningkatan prevalensi rinitis antigen terpapar pada sistem imun tanpa adanya
alergi juga akibat peningkatan allergen tersebut. danger signal, yang terjadi adalah toleransi
Terdapat 2 asal allergen yaitu dari dalam rumah dan imunologis. Beberapa peneliti mempercayai bahwa
luar rumah. Alergen yang berada di dalam kamar tidur mungkin terdapat efek ko-patogeni pada infeksi
terutama tungau debu rumah menjadi sumber allergen virus, yaitu pada fase sensitasi dan dalam
utama. Badan tungau dan butiran fesesnya meupakan menimbulkan reaksi alergi. Paparan terhadap
sumber utama allergen ini. Alergen luar rumah dapat berbagai virus (misal RSV, dll) pada umur muda
berupa serbuk bunga dan jamur.2,6 dapat merupakan predisposisi terjadinya sensitasi
Di Amerika prevalensi tungau debu rumah yang alergi.
terbanyak adalah tungau debu rumah
Dermatophagoides pteronyssinus (Dpt) dan b. Proses Sensitasi
Dermatophagoides farina (Df) sedangkan didaerah Terjadinya reaksi alergi diawali dengan
subtropis dan tropis tungau debu terbanyak adalah pengenalan antigen/alergen oleh sel makrofag,
Blomia tropicalis (Bt). Keberadaan tungau debu rumah monosit dan atau sel dendritik, yang ketiganya
itu jua dipengaruhi dengan kelembaban udara dan berperan sebagai sel penyaji (APC, antigen
suhu. Suhu berkisar 15-33oC dan kelembaban 55-75% presenting cells) dan berada di mukosa saluran
merupakan kondisi yang ideal untuk hidup tungau. nafas (antara lain dalam mukosa hidung).
Bila kelembaban kurang dari 50% tungau akan Antigen/alergen yang menempel pada permukaan
mengering dan mati. Alergen lain yang banyak mukosa tersebut ditangkap oleh sel-sel APC.
dilaporkan adalah kecoa yang hidup disekitar air, Kemudian terjadi proses internalisasi ke dalam sel
kamar mandi, dan tempat makanan. APC, kemudian antigen/alergen tersebut
Jamur merupakan allergen yang berasal dari dari terfragmentasi, yang disebut fragmen pendek
dalam dan luar rumah. Alergen ini menyukai tempat peptida imunogenik. Fragmen pendek peptida ini
yang kurang ventilasinya, gelap, lembab sebagai kemudian bergabung dengan molekul MHC kelas
tempat tumbuh. II (major histocompatibility complex class II) di
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan dalam retikulum endoplasma sel APC. Kompleks
dapat memperberat rinitis. Polutan yang termasuk peptida-MHC kelas II ini kemudian akan
allergen domestic dan polutan gas diantaranya asap dipresentasikan di permukaan sel APC. Jika APC
rokok sebagai sumber utama, gas buang kendaraan juga terpapar oleh danger signal, maka APC akan
bermotor dan polutan atmosfir termasuk ozon, oksida mengekspresikan molekul pada permukaan selnya
dari nitrogen dan sulfur dioksida.2,6 yang disebut B7. Molekul tersebut merupakan
aktivator poten untuk sel T-antigen spesifik.
Patogenesis Kompleks peptida-MHC kelas II yang
dipresentasikan kepada sel limfosit T (T- CD4+,
sel Th0). Apabila sel Th0 ini memiliki molekul
Menurut Peter S. Creticos, MD pada tahun 1988.7
reseptor spesifik terhadap molekul kompleks
Tahap Sensitasi
peptida-MHC II, maka akan terjadi penggabungan
a. Paparan Antigen Pertama
kedua molekul tersebut. Selanjutnya sel APC akan
Penyakit alergi terjadi karena paparan antigen,
melepaskan sitokin, yaitu interleukin-1 (IL-1). IL-
yang tergantung pada faktor-faktor seperti umur
1 ini akan mempengaruhi Th0, yang apabila
saat paparan pertama, banyaknya zat paparan
sinyal-kostimulator (pro-inflamatory second
(contoh: jumlah antigen), tipe paparan (oral atau
signals) induksinya cukup memadai, maka akan
inhalasi), asal alergen, dan lain-lain. Aktivasi

18 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
terj
adi
akti
vas
i
dan
pro
life Skema peradangan alergi.8,9
rasi
sel Th0 menjadi sel Th1 dan Th2. Mediator yang telah terbentuk sebelumnya
(preformed), yang terlepas (histamin), mula-mula
akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi, sehingga hidung beringus
(rhinorrhea). Efek lainnya adalah pada saraf vidianus
yaitu rasa gatal pada hidung, bersin-bersin, dan juga
hipersekresi ketenjar (Sumarman, 2002). Selain itu
yang terjadi adalah vasodilatasi dan penurunan
permeabilitas pembuluh darah dengan akibat
pembengkakan mukosa sehingga terjadi gejala
sumbatan hidung. Selama RAFD mastosit juga
melepas molekul-molekul kemotaktik yang terdiri dari
ECFA (eosinophil chemotactic factor of anaphylactic)
dan NCFA (neutrophil chemotactic factor of
anaphylactic). Kedua molekul tersebut menyebabkan
Skema peradangan alergi.8,9 akumulasi sel eosinofil dan netrofil di organ sasaran.
Mastosit juga melepas berbagai newly-formed
Sel Th1 dan Th2 akan memproduksi berbagai mediators antara lain prostaglandin-D2 (PGD2),
macam imunoregulator (sitokin) antara lain leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, platelet activating
interleukin-3 (IL-3), IL-4, IL-5 dan 1L-13. Sitokin IL- factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5,
4 dan IL-13 akan ditangkap reseptornya pada IL-6, GM-CSF, TGF, dll).
permukaan limfosit B-istirahat (resting B-cells), Molekul-molekul mediator dan sitokin tersebut akan
sehingga terjadi aktivasi limfosit B. Limfosit B yang masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan berperan
menjadi aktif ini akan memproduksi IgE. Selain itu, kemudian dalam meningkatkan serta memperpanjang
IL-13 dapat berperan sendiri dalam keadaan dimana reaksi alergi selanjutnya.
kadar IL-4 rendah, sehingga molekul IgE akan
berlimpah dan berada di mukosa atau di peredaran Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
darah. (Sumarman, 2001 yang dikutip dari Naclerio Reaksi alergi fase cepat bila berlanjut terus akan
dkk, 1985 dan Geha, 1988). menjadi reaksi a1ergi fase lambat, yang berlangsung
sampai 24-48 jam kemudian (Sumarman, 2002; yang
Reaksi Alergi Fase Cepat Dini (RAFD) dikutip dari Kaliner, 1987; Lichienstein, 1988). RAFL
Molekul IgE yang beredar dalam sirkulasi darah ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel-sel
akan memasuki jaringan dan akan ditangkap oleh radang yang berakumulasi di jaringan sasaran, dimana
reseptor IgE yang berada pada permukaan sel puncak akumulasi pada 4 jam setelah paparan alergen.
metakromatik (mastosit atau basofil). Mastosit dan Akumulasi sel-sel radang ini merupakan tanda khas
atau basofil tersebut menjadi aktif. Apabila dua light RAFL. Sel-sel yang mudah terlihat selama RAFL
chain 1gE berkontak dengan alergen spesifiknya, adalah eosinofil dan limfosit, selain itu dapat pula
maka akan terjadi degranulasi mastosit/basofil dengan dijumpai mastosit dan basofil (Bascom dkk, 1988;
akibat terlepasnya mediator-mediator alergis. Reaksi Bentley dkk, 1989; Sumarman, 1996).7
alergi yang terjadi akibat histamin tersebut dinamakan Setelah provokasi alergen, sel-sel inflamasi dalam
reaksi alergi fase dini (RAFD), yang mencapai mukosa hidung yang jumlahnya paling konsisten
puncaknya pada 15-20 menit setelah paparan alergen menunjukkan hubungan dengan tingkat beratnya
dan berakhir sekitar 60 menit kemudian. gejala adalah eosinofil.7 Sedangkan di permukaan
mukosa hidung hanya jumlah eosinofil aktif (EOS-
aktif) yang menunjukkan korelasi dengan tingkat
beratnya gejala pasca provokasi alergen. Walaupun
ditemukan juga penambahan jumlah akumulasi sel-
sel radang lainnya (mastosit, basofil, dan netrofil)
tidak selalu menunjukkan hubungan konsisten
dengan tingkat gejala. Produk protein sel-sel tersebut
lebih berperan daripada jumlahnya. Misalnya basofil

19 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
akan melepas histamin, leukotrien dan berbagai
sitokin; sedangkan sel-sel mononuklear akan
melepaskan histamin releasing factors (HRFs) yang
akan memacu mastosit dan basofil melepas histamin
lebih banyak lagi.
Selama RAFL sel EOS-aktif akan melepas
berbagai mediator antara lain basic protein (MBP,
ECP, EPO, dll), leukotrien, dan berbagai sitokin.

Skema peradangan alergi.7

Meningkatnya serta berkelanjutannya gejala


rinitis alergi selama RAFL terutama merupakan akibat
langsung akumulasi sel eosinofil, mastosit/basofil, dan
limfosit dibantu oleh berbagai mediator dan sitokin
produk sel-sel radang tersebut. Sebagai indikator
sederhana untuk mengukur beratnya reaksi alergi
adalah jumlah sel eosinofil-aktif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bosquet J, van Cauwenberge, Khaltev N, Gruber-


Tapsoba T, Annesi I, Bacher C dkk. WHO Initiative
Allergic Rhinitis and its impact on asthma (ARIA). Supplm J
Allergy Clin Immunology. 2001. h108-47, 270

2. Li JT, Lockey RF, Bernstein IL, Portnoy JM, Nicklas RA.


Allergen Immunotherapy: a practice parameter. An Allegy
Asthma Immunology. 2003. h1-40

3. Sudiro, M. Kesesuaian Antara Jumlah Eosinofil Kerokan


Mukosa Hidung dan Tes Kulit Tusuk Dalam Menegakkan
Diagnosis Rinitis Alergi. Tesis. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung.2005.

4. Harianto. Sumarman, I. Madiadipoera, T. Prevalensi dan


Tingkat Gejala Rinitis Alergi Perenial Serta Sumber Alergen
Mite Dalam Kamar Tidur Penderita Pada Penduduk Usia
Diatas 10 tahun Didaerah Bandung Tahun 1998. Tesis. Bagian
THT-KL Fakultas Kedokteran Unpad. Bandung.2000.

5. Madiadipoera, T. Rinitis Alergi Dan Penatalaksanaannya


dalam: Pedoman Penatalaksanaan Alergi & Imunologi.
Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Cabang Bandung.
2006. h220-37

6. Naclerio, Robert. Clinical manifestations of the release of


histamine and other inflammatory mediators. J Allergy Clin
Immunol, 1999.h 103: S382-5.

7. Creticos PS. The consideration of immunotherapy in the


treatment of allergic asthma. J Allergy Clin Immunol 1998. h
105,559-74.

8. Sumarman, I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostik Rinitis


Alergi. Dalam Simposium Current and Future Aproach in The
Treatment of Allergic Rhinitis. Perhati Jaya THT
FKUI/RSCM-Aventis Pharma. Jakarta, 2001. h1-20

20 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

EMBRIOLOGI TELINGA1,2 e. Tulang-tulang pendengaran mulai


1. Telinga Luar berkembang pada 4-6 minggu pertama
Perkembangan Prenatal kehamilan.
a. Perkembangan daun telinga dari lengkung f. Tulang-tulang pendengaran berasal dari :
brachial pertama dan kedua, dimulai umur 6  Kepala malleus, short process dan badan
minggu kehamilan incus berasal dari kartilago arkus pertama
b. Lobulus adalah bagian terakhir pembentukan (mandibular).
daun telinga  Manubrium malleus, long process incus,
c. Cavum concha timbul dari lengkung branchial suprastruktur dari stapes berasal dari
pertama, mengalami invaginasi pada usia 8 kartilago arkus kedua (hyoid).
minggu kehamilan untuk membentuk bagian g. Tulang pendengaran mencapai ukuran orang
kartilago canalis auditorius externus. dewasa pada usia kehamilan 6 bulan
d. Meatus akustikus externus mengalami
invaginasi menjadi inti epitel yang Perkembangan Postnatal
padat/sumbat meatal. Pada usia kehamilan 6 a. Tuba eustachius mengalami penggandaan
bulan, sel epitel dari sumbat meatal ini dalam ukuran panjang disaat antara sejak lahir
mengalami degenerasi dan mengakibatkan smpai dewasa.
kanalisasi bagian tulang dari kanalis b. Ujung mastoid kurang berkembang saat lahir.
auditorius externus pars medial. c. Sel udara mastoid berkembang secara
e. Membran timpani berasal dari membrane signifikan di usia 2-3 tahun pertama
yang berada diantara lengkung brachial kehidupannya.
pertama dan kantung faringeal pertama d. Foramen stylomastoid menjadi lebih medial
membrane timpani terbentuk dari ectoderm posisinya dengan berkembangnya ujung
dari sumbat meatal, endoderm dari tonjolan mastoid.
tubotimpani, dan mesenkim dari arkus
brachial pertama dan kedua. 3. Telinga Dalam
Perkembangan Prenatal
Perkembangan Postnatal a. Plakoda otic timbul di usia kehamilan 4
a. Bagian medial dari kanalis auditorius externus minggu.
mengalami ossifikasi sekitar 2 tahun pertama b. Plakoda otic membentuk otic pit yang akan
kehidupannya. membentuk vesikula otic.
b. Kanalis auditorius externus mencapai ukuran c. Vesikuls otic merupakan precursor labirin
orang dewasa sekitar usia 9 tahun. membranoseus.
c. Sejak lahir membrane timpani hamper sama d. Ductus endolimfstikus dan saccus emanate
ukurannya dengan oraang dewasa tapi masih berasal dari vesikula otic.
horizontal posisinya, semakin berkembangnya e. Vesikuls otic terdiri atas 2 bagian :
kanalis auditorius externus maka posisi  Dorsal (utricular) –utriculus, ductus
membrane timpani menjadi lebih vertical. semisrkularis dan ductus endilimfatikus
d. Kartilago pinna berkembang sampai usia 10-  Ventral (saccular)-sacculus dan ductus
12 tahun, mencapai sekitar 80% ukuran orang cochlearis.
dewasa saat berusia 8 tahun, meskipun f. Organon corti terbentuk di dinding dari
demikian bagian lobulus masih terus ductus cochlearis.
berkembang. g. Kapsula otic terbentuk dari mesenkim di
sekitar vesikula otic.
2. Telinga Tengah h. Ruang perilimfatikus terbentuk disekitar
Perkembangan Prenatal ductus cochlearis, memberi kontribusi untuk
a. Bagian distal resesus tubotimpani dari scala timpani dan vestibule.
kantung faringeal pertama menjadi cavum i. Bagian dalam telinga matang dalam ukuran
timpani dan fungsinya saat lahir.
b. Bagian proximal dari resesus tubitimpani
menjadi tuba auditorius dan tuba eustachius. Perkembangan Postnatal
c. Sel udara mastoid terbentuk dari ekspansi dari Saccus dan ductus endolimfatikus berkembang
cavum timpani pada perkembangan janin setelah lahir.
lebih lanjut.
d. Landasan kaki stapes dan ligamentum
annulare timbul dari kaapsula otic.

21 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI TELINGA
Anatomi Telinga Luar3,4,5

Telinga bagian luar memiliki 2 bagian utama, yaitu


daun telinga (auricle) dan liang telinga (CAE). Daun
telinga yang berlekuk terdiri dari beberapa bagian yaitu
heliks, antiheliks, tragus, antitragus, konka, lobulus,
fossa triangularis, fossa skafoid. Yang berfungsi untuk
mengumpulkan sumber bunyi dan membantu
menentukan lokalisasi suara. Daun telinga terdiri dari
jaringan otot, kulit, dan tulang rawan. Liang telinga
mempunyai panjang sekitar 25 mm pada bagian
posterosuperior dan karena membran timpani yang
Anatomi telinga tengah
berbentuk oblik pada bagian anteroinferior mempunyai
1. Membran timpani
panjang sekitar 30 mm. Liang telinga ini berhubungan
Membran timpani memisahkan kavum timpani
dengan membran timpani pada bagian medial dan
dari kanalis akustikus eksternus pada daerah
berbentuk seperti huruf S. Liang telinga terbagi atas 2
lateral dari telinga tengah. Berbentuk ellips,
bagian, yaitu 1/3 luar merupakan tulang rawan dengan
sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
lapisan epitel kulit dan submukosanya mengandung
pendeknya 8-9 mm, dengan radius sekitar 4-5 mm.
kelenjar apokrin, sebasea, pembuluh darah, dan sel-sel
dengan ketebalan 0.1 mm dan pada anak letak
rambut yang berfungsi untuk menghasilkan serumen,
membran timpani hampir vertical, sedangkan pada
sedangkan 2/3 bagian dalam merupakan bagian tulang
orang dewasa membentuk sudut 55o dengan dasar
dilapisi oleh kulit tipis yang melekat pada periosteum.
kanalis akustikus eksternus. Bagian pinggir
Bagian dalam ini tidak mengandung sel rambut
membran timpani lebih tebal dan disebut annulus
maupun lapisan kelenjar. Lapisan epitel kulit pada
timpanikus yang melekat ke sulkus timpani dari os
liang telinga merupakan kelanjutan dari lapisan
temporal oleh cincin fibrokartilago, kecuali bagian
epidermal (skuamosa) yang melapisi membran timpani
yang tidak bersulkus sepanjang 5 mm yang
bagian luar.
disebut tympanic notch of Rivinus. Membran
timpani melekat pada manubrium malleus pada
daerah short (lateral) processus sampai dengan
umbo. Umbo merupakan bagian ujung medial dari
membran timpani.7,8,10

Bagian utama dan terbesar dari membran timpani


adalah pars tensa, sedang bagian atas dari
membran timpani adalah pars flaksida (membran
Shrapnell) yang melekat langsung pada daerah
prosessus lateralis malleus antara kedua daerah
ujung tympanic notch of Rivinus, sampai daerah
annular rim sehingga membentuk segitiga kecil
yang ditutupi oleh membran tipis dan longgar.
Anatomi telinga luar5 Membran timpani terdiri dari 3 lapisan:7,8,10
1. Lapisan lateral (luar), merupakan lapisan
Anatomi Telinga Tengah epitel skuamousa, yang merupakan kelanjutan
dari lapisan epitel kulit kanalis akustikus
Telinga tengah merupakan suatu ruangan yang berisi eksternus.
udara yang dibayangkan sebagai suatu kotak dengan 2. Lapisan tengah, yang terdiri dari lapisan
enam sisi, dengan dinding posterior yang lebih luas
serabut serat fibrosa kolagen dalam jumlah
dari dinding anteriornya sehingga membentuk kotak
yang banyak, dan terdiri dari serabut yang
seperti baji.6
berjalan radier dari arah manubium mallei
Ada beberapa bangunan yang turut menyusun telinga perifer, di mana pada lapisan pars flaksida
tengah : mengandung jumlah yang sedikit, serta
1. Membran timpani serabut yang berjalan sirkuler yang terletak di
2. Tulang pendengaran, dan
sebelah dalam dari serabut radier. Serabut
3. Kavum timpani
sirkuler pada daerah perifer membran timpani
Di samping itu, terdapat pula beberapa struktur yang akan mengalami penebalan fibrous annulus
terdapat dalam telinga tengah, diantaranya: saraf tympanikus. Kedua struktur ini bertanggung
fasialis, tuba eustakhius, m. tensor timpani dan m. jawab terhadap ketebalan dari pars tensa dan
stapedius.7,8,9

22 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kualitas dari penutupan pars flaksida pada
daerah prosessus leteralis malleus. 2.1 Malleus7,13
3. Lapisan dalam, merupakan lapisan mukosa Tulang pendengaran yang berbentuk seperti
yang merupakan kelanjutan dari lapisan kampak (hammer), merupakan tulang
mukosa kavum timpani.1,9,10 pendengaran terbesar dengan panjang sekitar
8-9mm dan berat sekitar 23 mg yang terdiri
Bagian medial dari pars flaksida sampai medial dari kepala, leher dan 3 buah prosessus:
dari leher malleus disebut dengan ruang Prussak, 1. Manubrium, yang akan berjalan sepanjang
di mana ruangan ini merupakan tempat utama membran timpani sampai ke umbo
terjadinya ekstensi kolesteatom. Di daerah lateral 2. Prosessus anterior
inkus sampai dengan bagian lateral dari attic 3. Prosessus lateral (pendek)
terdapat ruangan yang meupakan tempat sering Bagian kepala dari malleus merupakan bagian
terdapatnya kolesteatom kedua setelah ruang utama dari epitimpanum (atik) yang didukung
Prussak. Pars tensa normalnya translucent, oleh banyak ligament yang melekat.
sehingga kita dapat prosussus longus dari inkus
dan sendi incudistapedial pada kuadran posterior 2.2 Inkus7,13
dari membran timpani.7,8,9 Inkus mempunyai bentuk seperti anvil.
Tulang pendengan ke 2 dan terbesar
Bagian atap dari membran timpani adalah tegmen mempunyai berat sekitar 27 mg. Terdiri dari
timpani, yamg merupakan lapisan tulang tipis badan dengan 2 prosessus, yaitu prossesus
yang memisahkan rongga telinga tengah dengan panjang dan pendek. Badan dari malleus
rongga cranial. Di bagian depannya akan terdapat berhubungan dengan kepala dari inkus
saluran kanal untuk keluarnya m. tensor timpani. melalui incudomalleal joint. Prosessus yang
Pada anak, di manna sutura petroskuamosanya pendek terproyeksi pada daerah
tidak mengeras di daerah tegmen timpani ini akan posteroinferior dari resessus epitimpani.
menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi secara Posisi ini menjadi tanda penting (landmark)
langsung dari kavum timpani ke lapisan meningen pada operasi mastoidektomi. Sedangkan
middle cranial fossa. Pada orang dewasa, perforasi prosessus panjang akan berjalan ke bawah
pada daerah ini akan mengakibatkan infeksi pada sejalan dengan manubrium mallei dan pada
daerah middle cranial fossa secara langsung. Pada bagian akhirnya akan berputar ke arah medial
bagian posterior dari tegmen timpani tersebut membentuk peosessus lentikularis, yang akan
akan berlanjut menjadi tegmen mastoid.9,10,11 berhubungan dengan kepala (capitulum) dari
stapes melalui incudostapedeal joint.

2.3 Stapes7,13
Mempunyai bentuk seperti sanggurdi. Tulang
pendengaran ke-3 dan merupakan tulang
terkecil dari tubuh yang mempunyai berat
sekitar 2,5 mg. terdiri dari: kepala
(capitulum), leher, dan 2 buah kaki dan
sebuah alas (footplate). Bagian arkus yang
anterior mempunyai ukuran yang lebih
pendek dari postior. Ke-3 bagian bagian
pertama akan membentuk sebuah arkus
stapedeus yang akan melekat pada footplate.
Pada bagian leher merupakan tempat
Membran timpani 11 perlekatan dari m.Ossicles
stapedeus.

2. Tulang pendengaran
Pada daerah telinga tengah terdapat 3 buah tulang
pendengaran yang berfungsi sebagai penghantar
pada transmisi energi suara dengan proses vibrasi
dan memperkuat energi suara tersebut selama
proses di telinga tengah sebelum dilanjutkan ke
telinga bagian dalam melalui foramen
ovale.7,8,9,12,13
Tulang-tulang pendengaran tersebut adalah:
1. Malleus
2. Inkus 2-6-08 EV/LR 37

3. Stapes Tulang-tulang pendengaran11

23 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. Kavum timpani segmen horizontal dari kanalis fasialis. Pada
Merupakan suatu ruangan di telinga tengah yang bagian lateral akan berhubungan dengan pars
terletak di dalam tulang temporalis, berbentuk flaksida dan tepi posterosuperior dari liang telinga
irregular yang berisi udara, yang berasal dari (scutum). Pada bagian depan dari kepala malleus
ruang nasofaring melalui tuba eustakhius untuk terdapat the anterior epitympanic recess
selanjutnya ke nasofaring dan pada bagian (supratubal recess). Di mana resessus ini sangat
posteriornya akan berhubungan dengan system sel penting untuk dilihat pada saat operasi, terutama
udara dari rongga mastoid dan bagian petrosus untuk mengangkat penyakit secara utuh.7
dari tulang temporal. Pada bagian lateral akan
berbatasan dengan membran timpani.7,8,9,13 Pada daerah epitimpanum terdapat suatu ruangan
yang disebut Prussak’s space. Ruangan ini
Kavum timpani terbagi atas 2 ruangan yaitu: 7,8,9,13 merupakan daerah yang sangat penting karena
1. Rongga timpani, yang berbeda di sebelah merupakan daerah yang paling sering timbulnya
membran timpani kolesteatom. Rongga Prussak merupakan daerah
2. Epitimpani recess yang berada di atas rongga berupa kantong yang dangkal yang berada di
timpani bagian posterior dari pars flaksida. Kolesteatom
Kavum timpani dilapisi oleh suatu membran yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
mukosa yang merupakan lanjutan dari saluran menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari
pernafasan. Mukosanya pucat, tipis dan kaya akan badan inkus, yang kemudian masuk ke daerah
vaskularisasi. Selnya mempunyai beberapa tipe, antrum dan rongga mastoid.14
diantaranya sel bersilia, sel nonsilia dengan atau
tanpa kelenjar sekretorius, dan sel goblet. Epitel Kolesteatom yang berada dalam rongga Prussak
yang terbentuk epitel kolumnar silindris bertingkat akan menyebar melalui 3 jalan:14
bersilia terutama umumnya terdapat pada daerah 1. Rute posterior, merupakan rute yang paling
mukosa kavum timpani, sedangkan yang sering, perluasan akan melalui ruang inkudal
berbatasan dengan orifisium tuba, yang superior, yang berada di luar bagian
merupakan kelanjutan dari epitel mukosa saluran posterolateral dari atik, ruang ini berada di
nafas bagian atas, yaitu sel jenis kolumnar atas bagian lateral llipatan inkudal dan tubuh
pseudostratified bersilia. Terutama terdapat pada inkus.
daerah atap, anterior, sebagian promontorium dan 2. Rute inferior merupakan rute ke-2 yang sering
hipotimpanum. Lapisan sel tersebut mengandung dilalui oleh kolesteatom untuk penyebarannya
sel dan kelenjar yang mengsekresi mukus. setelah rute pertama. Rongga Prussak
Lapisan mukus yang terdapat di antara silia mendapat pneumatisasi melalui rongga
dihasilkan oleh sel-sel goblet. Semakin ke inkudal inferior (sakus superior). Jika
belakang lapisan mukosa tersebut akan berubah kolesteatom keluar melalui ruang ini, maka
menjadi sel kuboid dan epitel strarified yang tidak akan mudah dilihat di daerah belakang
mengandung kelenjar untuk sekresi. Silia membran timpani dalam rongga inkudal
berfungsi untuk menyapu lender atau benda asing inferior.
ke arah nasofaring dan gerakannya melawan 3. Rute anterior, merupakan rute yang paling
gravitasi. Aktivitasi silia ini berlangsung dengan jarang. Partama kali kkolesteatom akan
baik pada pH 7,5 dengan suhu terendah 13oC dan masuk melalui kantong anterior dari von
suhu maksimal 40oC. 7,8,9,13 Troltsch dan selanjutnya masuk ke
protimpanum dan mesotimpanum.
Kavum timpani berdasarkan bentuk topografinya
dibagi atas 3 ruangan: 7,8,9,13
1. Epitimpanum (atik): di daerah batas atas
membran timpani
2. Mesotimpanum: di antara membran timpani
dan promontorium
3. Hipotimpanum: di bawah batas bawah
membran timpani.

Epitimpanum berisi beberapa organ seperti:


kepala malleus, incudostapedeal joint, badan
inkus dengan berbagai macam ligament yang
melekat padanya. Pada bagian anterior akan
berhubungan langsung dengan sistem sel udara
dari mastoid. Pada bagian medial akan
berhubungan dengan bagian anterior dari kanalis
semisirkularis superior dan lateral dan bagian Dinding lateral kavum timpani14

24 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
5. Medial : promontorium, foramen ovale dan
window, kanalis fasialis untuk segmen horizontal
dan perlekatan untuk tendon otot tensor timpani.
6. Lateral : membran timpani. Rongga mastoid
berisi sel-sel udara mastoid mempunyai jumlah,
bentuk, dan ukuran yang bermacam-macam.
Lapisan mukosa yang melapisinya merupakan
kelanjutan dari antrum mastoid dan rongga
timpani. Sel-sel udara tersebut mengisi seluruh
rongga yang ada dalam prosesus mastoid, sampai
ke ujung mastoid (tip mastoid). Rongga mastoid
terpisah dengan sinus sigmoid dan fossa kranialis
posterior hanya oleh tulang yang tipis.

Dinding medial kavum timpani 14

Mesotimpanum, merupakan bagian terbesar dari


ruangan pada telinga tengah. Pada bagian lateral akan
berbatasan dengan pars tensa. Pada bagian
superomedial terdapat segmen horizontal dari kanalis
fasialis. Pada bagian medial terdapat promontorium
dari koklea, yang memisahkan foramen ovale dari the
round window niche. Pada bagian inferior terdapat
bagian inferior dari mesotimpanum. Bagian anterior
dari mesotimpanum akan bergabung dengan bagian Batas-batas kavum timpani 15
anterior dari epitimpanum untuk membentuk
protimpanum ( bagian tulang tuba eustakhius yang
terbuka). Sepanjang bagian posterior dari
mesotimpanum merupakan sinus timpani, yang
merupakan suatu resessus yang pada bagian lateralnya
dibatasi oleh segmen mastoid dari kanalis fasialis.
Resessus ini mempunyai ukuran yang bermacam-
macam dan merupakan bagian yang mempunyai fungsi
klinis yang penting pada pembedahan untuk mengatasi
OMSK dan kolesteatom, karena jika penyakit melekat
pada bagian ini akan sulit untuk dibersihkan. Di
bagaian lateral dari segmen mastoid juga mempunyai
resessus lain yaitu facial resess, bagian ini penting
dalam operasi mastoidektomi, sebagai jalan masuk ke
daerah mesotimpanum dari mastoid. Facial recess ini
juga pada bagian lateralnya dibatasi oleh N. korda
timpani dan pada bagian superior oleh fossa incudis. Hubungan Aditus dan Antrum13
Mesotimpanum berisi bagian leher dan manubrium
mallei, prosessus longus dari inkus, stapes dan foramen Pada fase awal dari proses infeksi akan terjadi
ovale dan the round window niche.7 vasodilatasi dari lapisan submukosa, sehingga kelenjar
mukosa akan terpicu untuk menghasilkan sekret
Hipotimpanum, merupakan bagian terendah dari mukoid yang kental, beberapa sel epitel akan mati dan
ruangan telinga tengah dan mempunyai dasar berupa bakteri yang normalnya terdapat dalam ruang tersebut
atap dari bulbus jugularis.7 akan memperburuk keadaan. Selanjutnya akan
Kavum timpani terdiri dari 4 dinding, atap dan lantai:13 terbentuk PMN dalam darah dan secret mukopurulent
1. Superior : tegmen timpani yang stagnan dalam telinga tengah dan mastoid akan
2. Inferior : bulbus jugularis terbentuk sebagai akibat dari kehilangan pergerakan
3. Posterior : facial recess, sinus timpani, silia dari telinga tengah dan tuba eustakhius. Jika
pyramidal eminence. keadaan membaik, maka keadaan tersebut akan pulih
4. Anterior : sebagai landmark utama adalah kembali. Tetapi jika keadaan terus memburuk, maka
semikanal untuk m. tensor timpani, dinding untuk dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini akan
a. karotis interna dan orifisium tuba. mengakibatkan penumpukan cairan dalam ruang

25 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
tersebut, penambahan dari jumlah sel kelenjar dan sel Segmen n. fasialis 12
goblet yang akan menutupi sel epitel kuboid,
sedangkan sel kuboid itu sendiri akan mengalami
perubahan menjadi sel goblet atau kelenjar dan ada
sebagian yang berubah menjadi sel skuamousa Gambar 2.8 Perjalanan n. fasialis 12
terutama tipe non-keratinizing. Pada akhirnya akan
terbentuk jaringan granulasi sebagai akhir dari proses
peradangan tersebut. Lokasi dari mukosa yang
mengalami kelainan selanjutnya akan berubah menjadi
hiperplastik dengan disertai invasi dari fibroblast dan
sel kronis lainnya seperti makrofag, plasma sel dan
limfosit.9

Struktur yang terdapat pada telinga tengah


Gambar 2.9 Bagian saraf fasialis melalui CPA 13
Saraf fasialis
Berasal dari arkus brakhialis kedua, yang berisi serabut
saraf eferen yang mempersarafi m. fasialis, m. Segmen timpanik n. Fasialis15
stylohioid, m. venter posterior, m. digastrikus dan m.
stapedeus. Serabut saraf preganglionik parasimpatis M. tensor timpani dan m. stapedius
akan mempersarafi kelenjar lakrimalis, kelenjar Pada daerah mesotimpanum terdapat dua otot, yang
seromucous di daerah rongga hidung, kelenjar pertama adalah m. tensor timpani, yang mempunyai
submandibular dan sublingual. Sedangkan serabut panjang sekitar 2 cm dan berasal dari kartilago
afferent akan mempersarafi duapertiga bagian depan pharyngotympanic tube dan berjalan secara paralel
dari lidah. Saraf fasialis keluar melalui pons melintang dengan tuba eustakhius dan selanjutnya akan melekat
melalui cerebellopontine angle, dan masuk ke dalam pada dasar dari manubrium mallei, otot ini dipersarafi
kanalis auditorius internus bersama- sama dengan saraf oleh cabang mandibular dari segmen saraf trigeminus.
vestibulokoklearis. Segmen labirin dari saraf fasialis Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan pergerakan
terletak antara bagian lateral dari kanalis akustikus ke medial dari manubrium, sehingga akan
internus sampai ganglion genikulatum. Pada bagian menyebabkan terjadinya penebalan membran timpani.
ganglion genikulatum inilah saraf akan memutar
kearah posterior dan masuk ke ruangan mesotimpanum M. stapedius berasal dari penonjolan pyramidal yang
bagian atas. Segmen horizontal atau segmen timpani berlokasi di daerah inferior dari lateral genu dari saraf
terletak di bagian superior dari foramen ovale yang fasialis. Otot ini akan melekat pada daerah leher dari
kemudian akan berbelok ke arah inferior di dekat stapes dan otot ini akan dipersarafi oleh saraf fasialis.
kanalis semisirkularis horizontal. Untuk selanjutnya Kontraksi dari otot ini akan mengakibatkan terbatasnya
saraf fasialis akan masuk ke dalam sistem mastoid dan pergerakan dari stapes dan hal ini menjadi dasar untuk
disebut segmen vertical atau segmen mastoid. Pada tes refleks akustik. Kedua otot ini akan berkontraksi
akhirnya saraf ini akan keluar ke daerah parotis setelah bersamaan yang merupakan respon terhadap suara
melalui foramen stilomastoid.7,8,13 yang mempunyai intensitas tinggi yang dikenalkan
oleh hallpike, 1935 sebagai protective damping effect
Panjang before vibration reach the internal ear. M. tensor
Segmen Letak
(mm) timpani akan menarik membran timpani ke dalam dan
Supranuklear Korteks serebri pendek mendorong stapes untuk lebih merapat ke fenestra
Nukleus motorik n. vestibule. M. stapedius bergerak berlawanan dengan
Batang otak fasialis, slivatorius superior pendek m.tensor timpani. Paralysis dari m. stapedius akan
dari traktus solitarius menyebabkan terjadinya hiperakusis.7,8,13
Segmen Batang otak ke kanalis
13-15 Tuba eustakhius
maetal akustikus internus
Fundus dari maetus Tuba eustakhius mempunyai panjang sekitar 3,5 cm,
Segmen yang terdiri dari sepertiga lateral adalah tulang
akustikus internus ke 3-4
labirin sedangkan dua pertiga bagian medialnya adalah tulang
hiatus fasialis
Segmen Ganglion genikulatum ke rawan. Tuba menghubungkan daerah nasofaring
8-11 dengan telinga tengah. Bagian tulang dari tuba tersebut
timpani eminentia piramidalis
Segmen Prossesus piramidalis ke mempunyai bentuk seperti kerucut, dengan puncak
10-14 pada daerah istmus (daerah paling sempit dari tuba
mastoid foramen stilomastoideus
Segmen eustakhius yang terletak pada pertemuan antara
Foramen stilomastoid ke sepertiga lapisan tulang di bagian lateral dengan
ekstra 15-20
pes anserinus duapertiga bagian tulang rawan di medial). Di sisi
temporal
medial akan membuka kea rah lateral dari nasofaring

26 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
pada daerah resessus faringealis (fossa of rossenfuller). a. meningea media, a. faringeal ascenden, a. aurikularis
Di mana pada bagian superomedialnya dikelilingi oleh posterior dan a. karotis interna. Pembuluh darah
tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C, yang tersebut adalah a. timpani anterior, posterior, inferior,
menjadi perlekatan 2 buah otot yaitu m. tensor velli dan superior, arteri stilomastoid, dan yang merupakan
palatine (lateral) dan m. levator velli palatine (medial). cabang dari a. karotis interna adalah a. petrosus
Tidak seperti bagian tualng di sisi lateral yang selalu superfisisalis dan a. karotikotimpani.
terbuka, pada bagian medial ini biasanya akan selalu
dalam keadaan tertutup karena cincin kartilago yang Vena
tidak lengkap mengelilinginya. Pada saat tuba sisi Sistem vena dari telinga tengah akan berjalan paralel
medial tersebut akan terbuka, karena kontraksi m. dengan system arterinya dan mempunyai system
levator velli palatine. Mukosa pada daerah tuba drainase ke dalam pleksus pterigoid dan sinus petrosus.
eustakhius merupakan kelanjutan dari mukosa kavum
timpani, dan sangat kaya akan silia. Sel-sel goblet Persarafan telinga tengah7,8,13
terdapat di semua bagian tuba eustakhius, hanya Secara umum persarafan sensoris dari telinga tengah
distribusinya saja yang tidak merata.7,10,13 adalah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, servikalis
ke 2 dan ke 3. persarafan spesifikm, termasuk di
dalamnya cabang aurikulotemporalis dari saraf
trigeminal, cabang timpani dari saraf glossofaringeus
(saraf Jacobson). Cabang aurikuler dari saraf vagus
(saraf Arnold), lesser cervical nerve dari cervical 2 dan
greater auricular nerve dari cervical 2 dan 3.
permukaan medial dari membran timpani seperti
halnya juga persarafan darimukosa kavum timpani
akan dipersarafi oleh pleksus timpanikus. Bagian
sensoris dari pleksus timpanikus ini merupakan cabang
timpani dan serabut perasimpatis preganglionik dari
saraf glossofaringeal.

Korda timpani tidak melakukan persarafan sepanjang


telinga tengah, hanya melintas di rongga telinga
tengah. Korda timpani berisi serabut sensoris (untuk
Tuba eustakhius terbuka dan tertutup15 rasa) dan serabut preganglionik parasimpatis. Korda
tompani berasal dari segmen mastoid saraf fasiallis,
sekitar 5mm proksimal dari foramen stilomastoid, yang
kemudian akan masuk ke rongga telinga tengah
melalui dinding posterior dan berjalan ke anterior
melalui sisi lateral dari prosessus longus inkus dan
medial dari manubrium malleus, dan akan bergabung
dengan saraf lingualis untuk mempersarafi dua pertiga
anterior lidah dan ganglion submandibularis.

Jacobson’s nerve (cabang timpani dari saraf


glossofaringeus) berisi cabang sensoris untuk mukosa
telinga tengah, termasuk di dalamnya tuba eustakhius
dan serabut preganglion parasimpatik untuk kelenjar
parotis melaui ganglion otik. Jacobson’s nerve berasal
dari bagian ganglion inferior (petrosal) dari saraf
Tuba eustakhius pada anak dan dewasa16 glossofaringeus, setelah saraf tersebut masuk ke daerah
dasar tengkorak. Saraf tersebut selanjutnya akan
Perdarahan di telinga tengah7,8,13 bergerak ke atas untuk masuik ke daerah
hipotimpanum melalui kanalikulus timpanik inferior
Arteri dan akan bergabung dengan saraf karotikotimpanikum
Daerah telinga tengah diperdarahi oleh cabang a. (dari pleksus simpatik a. karotis interna) untuk
karotis eksterna melalui a. maksilaris interna yang membentuk pleksus timpani. Berdekatan dengan
akan memberikan suplai darah ke membran timpani
prosessus cocleoformis, pleksus timpani akan
bagian eksternal melalui cabang aurikuler dan ke
membentuk the lesser superficial petrosal nerve yang
membran timpani bagian medial melalui cabang
akan menembus m tensor timpani dan masuk ke dalam
timpani anterior. Kavum timpani, termasuk di
fossa kranialis bagian tengah.
dalamnya tulang-tulang pendengaran, diperdarahi oleh
sejumlah arteri yang berasal dari a. maksilaris interna,

27 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
(sel marginal) sangat kaya dengan mitokondria, alat
golgi, dan retikulum endoplasma. Sepanjang duktus
kohlearis di atas membran basilaris terdapat organ
reseptor untuk pendengaran yang disebut organ korti.19

Perdarahan dan persarafan telinga tengah17

Anatomi telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang meliputi: vestibulum,
kanalis semisirkularis, dan kohlea. Yang termasuk
labirin membranosa adalah utrikulus, sakulus, duktus
semisirkularis, dan duktus kohlearis.18 Duktus Kohlearis19

Kohlea adalah bagian dari labirin tulang yang Reseptor alat pendengaran terdapat dalam kohlea
berbentuk rumah siput dengan setengah lingkaran. disebut organ korti yang melekat pada zona arkuata
Sumbu axis disebut mediolus adalah suatu bidang membran basilaris. Komponen utama organ korti
khayal berbentuk kerucut yang terdapat dibagian terdiri dari sel rambut luar dan dalam, sel penyangga
dalam kohlea. Bagian dalam kohlea yang disebut (Deiters, Hensen, Claudius), membran tektorial, dan
mediolus ini berlubang, merupakan tempat keluar lamina retikularis. Di bagian tengah organ korti
masuknya pembuluh darah dan saraf untuk daerah terdapat bangunan seperti terowongan yang dibentuk
kohlea. Ruangan bagian dalam kohlea dibagi dua oleh oleh satu lapis sel pilar di bagian dalam, tiga lapis sel
lamina spiralis osea yang merupakan lapisan pilar di bagian luar dan membran basilaris dibagian
periosteum menjadi skala vestibuli dan skala timpani. dasar, sehingga penampangnya berbentuk huruf V. Di
Puncak kohlea bersatu diantara kedua skala ini di dalam terowongan korti terdapat cairan yang disebut
bagian helikotrema. Membran reissner adalah lapisan kortilimfe yang mempunyai komposisi mirip dengan
sel endotel berbentuk membran yang memisahkan cairan perilimfe. Seluruh permukaan atas organ korti
skala vestibuli dengan skala media (duktus ditutupi oleh sejenis lapisan gelatin yang disebut
kohlearis).19 membran tektoria.20-22
Foramen ovale (vestibulum fenestra) merupakan
bagian dari kohlea. Foramen ovale ini terdapat dalam Sel rambut dibedakan atas dua jenis, yaitu sel rambut
skala vestibuli dimana sekelilingnya terdapat dalam dan sel rambut luar. Sel rambut dalam terletak
ligamentum anularis tempat melekatnya foot plate of sebelah medial dari terowongan korti, dekat
stapes. Selain itu terdapat juga foramen rotundum perlekatannya pada lamina spiralis terdiri dari
(fenestra kohlea). Foramen ini terdapat pada skala sederetan sel saja sedangkan sel rambut luar yang
timpani dan tertutup membran gelatinosa sehingga terletak lateral terhadap terowongan korti terdiri dari
disebut juga membran timpani sekunder. Di bagian tiga sampai lima deretan sel dan mempunyai ukuran
basal kohlea terdapat lubang yang lebih kecil dari sel yang lebih kecil dibandingkan dengan sel rambut
kedua foramen tadi, lubang tersebut adalah tempat dalam. Ujung bebas silia sel rambut luar ini menempel
bermuaranya akuaduktus kohlearis yang berisi duktus pada permukaan bawah membran tektoria.20-22
perilimfatikus yang selanjutnya akan berjalan ke
rongga subarahnoid di dasar otak.19 Sel penyangga terdiri dari sel Hansen, Deiter, dan
Claudius, bentuknya panjang pada bagian yang dekat
Duktus kohlearis disebut juga skala media yang ke sel rambut dan menjadi pendek bila menjauhi sel
merupakan bagian labirin membranosa kohlea, rambut, sehingga organ korti berbentuk landai.21
sedangkan bagian labirin tulang kohlea disebut skala
vestibuli dan skala timpani. Dinding lateral duktus Organ korti mengandung 3.500 sel rambut dalam dan
kohlearis terbagi menjadi dua daerah, stria vaskularis 1.200 sel rambut luar. Dekat basis ada tiga deretan sel
dibagian atas, penonjolan spiralis dibagian bawah dan rambut luar kemudian akan bertambah pada putaran
daerah transisi diantaranya. Sel pada stria vaskularis tengah dan biasanya menjadi lima deretan sel pada
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan paling permukaan bagian apeks. Seluruh ujung saraf eferen untuk

28 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
pendengaran berhubungan dengan sel rambut dalam
dan luar.20-22

Persarafan Telinga Dalam


Nervus vestibulokohlearis (n. akustikus) dibentuk oleh
bagian kohlear dan vestibulir, di dalam meatus
akustikus internus pada sisi lateral akar n. fasialis dan
masuk batang otak antara pons dan medula. Sel
sensoris vestibularis dipersarafi oleh ganglion
vestibularis (Scarpa) terletak di dasar meatus akustikus
internus. Sel sensoris pendengaran dipersarafi n.
kohlearis yang terletak pada ganglion spiralis di dalam
modiolus dan lamina spiralis oseus. Pada manusia
terdapat 30.000 neuron yang mempersarafi kohlea, 90-
95% neuron tersebut langsung bersinap dengan sel
rambut dalam dan disebut neuron tipe I. Setiap sel
rambut dalam dipersarafi oleh 15 sampai 20 neuron
tipe I. Hanya 5-10% dari 30.000 neuron yang
mempersarafi sel rambut luar dan disebut neuron tipe
II. Setiap neuron tipe II bercabang untuk mempersarafi
sekitar 10 sel rambut luar. Selain itu terdapat sekitar
1.800 serabut eferen yang berasal dari superior olivari
kompleks ipsilateral dan kontralateral.18

Sistem Pendengaran Sentral


Skema Alur Eferen Sistem Pendengaran Sentral
Sistem pendengaran sentral menerima impuls dari
dari Kohlea Kanan ke Korteks Pendengaran19
kohlea melalui serabut saraf akustikus. Serabut saraf
akustikus menuju inti kohlearis dorsalis dan ventralis.
Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah
Telinga tengah dengan tulang pendengarannya
dan berjalan naik menuju superior olivari kompleks
membentuk sistem pengungkit untuk menghantarkan
kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan
suara dari membran timpani ke fenestra ovale.38
ipsilateral. Penyilangan selajutnya terjadi pada inti
Transmisi energi suara melalui telinga tengah ke
lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari
telinga dalam diawali dengan membran timpani yang
kolikulus inferior, jaras pendengaran berlanjut ke
menggerakkan maleus. Lengan maleus dan prosesus
korpus genikulatum dan kemudian ke korteks
longus inkus bergerak bersama-sama karena sensi
pendengaran pada lobus temporalis. Karena seringnya
maleoinkus terfiksasi, sebaliknya sensi inkus stapes
penyilangan serabut saraf tersebut, maka lesi sentral
sangat fleksibel. Selanjunya gerakan membran timpani
jaras pendengaran hampir tidak pernah menyebabkan
akan menyebabkan stapes bergerak seperti piston di
ketulian unilateral.19,21
dalam fenestra ovale dan perubahan tekanan yang
diakibatkannya akan dihantarkan melalui perilimfe ke
Serabut saraf vestibularis berjalan menuju salah satu
sekat kohlea kemudian keluar melalui fenestra
dari keempat inti vestibularis dan dari sana disebarkan
rotundum. Transmisi tekanan akan mengakibatkan
secara luas menuju medula spinalis, serebelum, dan
sekat kohlea menggelembung ke atas dan ke bawah,
bagian susunan saraf pusat lainnya.19,21
serta akan mengakibatkan sel rambut di dalam organ
korti merangsang saraf auditorius.21
Fisiologi Pendengaran
Sistem pendengaran dapat dibagi dalam empat bagian
Kohlea terdiri dari skala vestibuli, skala media, dan
yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam, dan
skala timpani. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
sistem saraf pendengaran disertai pusat pendengaran di
perilimfe, suatu media yang mirip dengan cairan
otak.20,21
ekstraselular, mempunyai konsentrasi K+ 4 mEq/L dan
konsentrasi Na+ 139 mEq/L. Skala media berisi
Telinga luar berperan pasif tetapi sangat penting dalam
endolimfe, suatu media yang mirip dengan cairan
proses pendengaran. Aurikula berfungsi
intraselular, mempunyai konsentrasi K+ 144 mEq/L
mengumpulkan suara dan untuk mengetahui lokasi
konsentrasi Na+ 13 mEq/L. Skala media mempunyai
datangnya suara, sedangkan kanalis akustikus
potensial istirahat positif arus searah (DC) sekitar 80
eksternus karena bentuk dan dimensinya bersifat
mV dan sedikit menurun dari basis ke apeks. Potensial
resonator dapat menambah intensitas bunyi dalam
endokohlea tersebut dihasilkan oleh stria vaskularis
rentang frekuensi 2-4 kHz sebesar 10-15 dB.23
yang mempunyai banyak vaskular dan pompa Na+/K+-
ATP ase pada sejumlah sel stria vaskularis.23

29 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
pada sel rambut, sel rambut dalam 45 mV dan sel
Sel rambut luar dan dalam mempunyai peranan utama rambut luar 70 mV. Hal tersebut menghasilkan
dalam proses transduksi energi mekanik (akustik) ke depolarisasi intraselular yang menyebabkan enzim
dalam energi listrik (neural). Proses transduksi diawali mengalir termasuk kalsium ke dalam sel rambut,
dengan pergeseran (naik turun) membran basilaris kemudian terjadi pelepasan transmiter kimia ke ruang
sebagai responss pada gerakan piston kaki stapes sinaps dan menghasilkan potensial aksi yang akan
dalam fenestra ovale akibat energi akustik yang diteruskan ke serabut n. VIII menuju nukleus
kemudian menggerakkan perilimfe di sekitar sekat kohlearis.23
kohlea. Bila stapes bergerak ke dalam dan keluar
dengan cepat, cairan tidak semuanya melalui Terdapat 4 potensial ekstraselular yang dapat dicatat di
helikotrema, kemudian ke foramen rotundum dan kohlea, yaitu potensial endolimfatik (endokohlea),
kembali ke foramen ovale diantara dua getaran yang mikrofonik kohlea, potensial sumasi, dan potensial
berurutan. Sebagai gantinya gelombang cairan aksi gabungan. Tidak seperti potensial kohlea yang
mengambil cara pintas melalui membran basilaris lain potensial endolimfatik tidak digerakan oleh
menonjol bolak balik pada setiap getaran suara. Pola stimulus akustik, merupakan potensial DC 80-100 mV
pergeseran membran basilaris membentuk gelombang yang dicatat di skala media. Potensial endokohlea
berjalan (traveling wave). Karena membran basilaris berasal dari stria vaskularis pada dinding lateral
lebih kaku di daerah basis daripada di apeks dan kohlea. Stria vaskularis merupakan sumber energi atau
kekakuan tersebut didistribusikan secara terus baterai pada kohlea, yang sangat penting untuk proses
menerus, maka traveling wave selalu bergerak dari transduksi. Sifat sebagai sumber bunyi memungkinkan
basis ke apeks. Amplitudo maksimum membran karena stria vaskularis mempunyai banyak vaskular
basilaris bervariasi tergantung stimulus frekuensi. dan Na+,K+ATP-ase. Na+,K+ATP-ase merupakan salah
Gerak gelombang membran basilaris yang dihasilkan satu pengangkut enzim yang sangat penting dalam
oleh suara dengan frekuensi tinggi amplitude kohlea.23
maksimumnya jatuh di dekat basal kohlea, sedangkan
gelombang akibat suara dengan frekuensi rendah Mikrofonik kohlea merupakan voltase AC yang dapat
amplitude maksimumnya jatuh di daerah apeks. dicatat di dekat foramen rotundum. Mikrofonik kohlea
Gelombang akibat suara frekuensi tinggi tidak dapat menggambarkan aliran arus K+ terutama melalui sel
mencapai apeks kohlea, tetapi gelombang akibat suara rambut luar, merupakan hantaran listrik pada sel
frekuensi rendah dapat bergerak di sepanjang membran rambut luar yang diubah oleh gerakan membran
basilaris. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan basilaris. Bila stereosilia membengkok menjauhi
corak gerakan yang tidak sama pada membran basilaris modiolus hambatan sel rambut berkurang,
dan ini merupakan cara untuk membedakan menimbulkan peningkatan aliran ion K+ ke korpus sel
frekuensi.23 rambut dan sedikit mengurangi endolimfatik potensial.
Bila stereosilia membengkok ke arah modiolus,
Mekanisme amplitudo maksimal pada gerakan hambatan meningkat dan aliran ion K+ menurun serta
gelombang mekanik membran basilaris melibatkan sel meningkatkan endolimfatik potensial. Bentuk
rambut luar yang dapat meningkatkan gerakan gelombang mikrofonik kohlea mencerminkan gerakan
membran basilaris. Peningkatkan gerakan ini disebut membran basilaris.23
cochlear amplifier yang memberi kemampuan sangat
baik pada telinga untuk menyeleksi frekuensi, telinga Sumasi potensial adalah potensial DC yang dapat
menjadi sensitif dan mampu mendeteksi suara yang direkam di dalam kohlea sebagai responss pada suara.
lemah. Adanya proses cochlear amplifier tersebut Pencatatan potensial DC dapat dibuat di skala timpani,
didukung oleh fenomena emisi otoakustik yaitu bila skala media atau vestibuli, dan di liang telinga.
telinga diberi rangsangan akustik yang dapat Potensial dapat positif atau negatif tergantung lokasi
memberikan pantulan energi yang lebih besar dari elektroda atau frekuensi dan tingkat rangsangan.
rangsangan yang diberikan. Faktor yang memberi Potensial sumasi mungkin mempunyai beberapa
kontribusi pada cochlear amplifier gerakan sel rambut sumber, tetapi sebagian besar menggambarkan
luar, sifat mekanik stereosilia, dan membran perubahan DC yang disebabkan oleh perjalanan
tektorial.23 stimulus potensial intraselular sel rambut dan sebagian
kecil sel rambut dalam.23
Stereosilia sel rambut sangat penting untuk proses
transduksi. Stereosilia adalah berkas serabut aktin yang Potensial aksi gabungan berasal dari pelaksanaan all or
membentuk pipa dan masuk ke dalam lapisan none pada serabut saraf auditorius. Potensial aksi
kutikular. Membengkoknya stereosilia akibat gerakan gabungan lebih efektif dicatat dengan elektoda yang
gelombang membran basilaris akan membuka dan ditempatkan dekat foramen rotundum atau saraf
menutup saluran ion nonspesifik pada ujung auditorius dan dengan menggunakan sinyal frekuensi
stereosilia, menimbulkan aliran arus (K+) ke dalam sel tinggi dengan onset yang cepat.23
sensoris. Aliran kalium timbul karena potensial
endokohlea +80 mV dan potensial intraselular negatif

30 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Fisiologi Sistem Saraf dan Pusat Pendengaran23
Impuls pendengaran yang merupakan hasil proses 3. Schleuning, AJ. Martin, WH. Shi Y. Tinnitus.
transduksi dari energi mekanik (akustik) ke energi Dalam: Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck
listrik (neural) diteruskan melalui n. VIII menuju Surgery Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
nukleus kohlearis. Serabut saraf yang mempunyai Lippincott. 2006. H.2237-45
aktifitas tinggi mempunyai dendrit yang tebal, serabut
saraf dengan aktifitas rendah mempunyai terminal 4. Bull TR. Tinnitus. Dalam: Bull TR. Color Atlas
yang berbeda pada sistem saraf pusat pendengaran of ENT Diagnosis. Edisi ke-4. New York. Thieme.
(nukleus kohlearis). Unit serabut saraf dengan 2003. H.28
karakteristik frekuensi rendah mempersarafi sel rambut
dalam di daerah apeks kohlea, sedangkan serabut saraf 5. Mils JH, Hanwalla SS, Webber PC. Anatomy
dengan karakteristik frekuensi tinggi mempersarafi sel and Physiology of Hearing. Dalam: Bailey BJ,
rambut dalam di daerah basal kohlea. Kurva nada Johnson JT. Head and Neck Surgery
(tuning curve) dari satu serabut saraf auditori Otolaryngology Edisi ke-4. Philladelphia.
merupakan dasar untuk mengukur fungsi saraf Lippincott. 2006. H.1883-1903
pendengaran. Serabut saraf dengan karakteristik
frekuensi dibawah 11 kHz mempunyai bentuk kurva 6. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis
seperti huruf V. Serabut saraf dengan karakteristik Media. Dalam The Ear Comprehensive Otology.,
frekuensi tinggi mempunyai bentuk kurva yang jelas Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott
atau runcing. Kerusakan pada sel sensoris, termasuk Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 26: 433-
stereosilia dapat merubah bentuk kurva nada secara 45.
dramatis. Bila sel rambut luar dirusak kurva nada
serabut saraf pendengaran yang berasal dari sel rambut 7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease.,
dalam yang normal akan mengalami perubahan di Dalam Disease of the Nose, Throat, Ear, Head,
beberapa tempat. Aktivitas saraf normal meliputi and Neck., 13th edition., Lea & Febiger.
deteksi suara rendah dan perubahan frekuensi Philadelphia. 1985: 57: 1170-96.
tergantung pada keutuhan sel rambut luar dan
stereosilia yang normal. 8. Ludman H., Complications of suppurative otitis
Semua serabut n. VIII berakhir di nukleus media., Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th
kohlearis. Terdapat 5 tipe sel utama di dalam nukleus edition., Edited by Kerr AG., Butterworth & Co.
kohlearis, setiap sel mempunyai morfologi dan fungsi London. 1987: 12: 264-291.
yang berbeda, yaitu responss terhadap permulaan
stimulus, perubahan stimulus, dan modulasi frekuensi. 9. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and
Dari nukleus kohlea sebagian besar serabut saraf embryology of the Auditory and Vestibular
menyilang batang otak menuju ke nukleus kompleks Systems. Dalam The Ear Comprehensive
olivarius superior kontralateral dan sebagian kecil Otology., Edited by Canalis RF., Lambert PR.,
berjalan ke nucleus kompleks olivarius superior Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia.
ipsilateral. Informasi dari kedua telinga pertama kali 2000: 2: 17-66.
akan berkonversigensi pada kompleks olivarius
superior. Dari kompleks olivarius superior impuls akan 10. Paparella MM., Adams GL., Levine SC.,
berjalan ke kolikulus inferior. Sedikitnya ada 18 tipe Disease of the Middle Ear and Mastoid., Dalam
sel utama dan 5 area khusus pada nukleus kolikulus Boeis Fundamental of Otolaryngology., 6th
inferior, hal ini berhubungan dengan seluruh perilaku edition. WB Saunders Company. Philadelphia.
pendengaran, meliputi sensitivitas yang berbeda untuk 1989: 6: 88-118.
frekuensi, intensitas, kekerasan suara, dan pendengaran
untuk kedua telinga. Kemudian impuls diteruskan ke 11. Paparella MM., Adams GL., Levine SC.,
korteks auditorius melalui medial geniculatum body. Disease of the Middle Ear and Mastoid., Dalam
Pada tingkat yang lebih tinggi sebagian neuron Boeis Fundamental of Otolaryngology., 6th
memberikan respons terhadap impuls dari kedua sisi. edition. WB Saunders Company. Philadelphia.
1989: 6: 88-118.
DAFTAR PUSTAKA
12. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for
1. Nguyen Q, Viirre ES. Tinitus. Dalam:Weisman Surgeons: Volume 1: The Head & Neck., A
MH, Harris JP. Head and Neck Manifestation of Hoeber-Harper International Edition. London.
Systemic Disease. New York. Informa. 2007. 1966: 166-228.
H.379-84
13. Browning GG., Pathology of inflammatory
2. Bull, P.D, P.D. Disease of The Ear, Nose and conditions of the external and middle ear., Dalam
Throat. Idaho. Blackwell Science. 2002. H.59-60 Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition.,

31 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Edited by Kerr AG., Butterworth & Co. London.
1987: 3: 53-87

14. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam


Disease of the Nose, Throat, Ear, Head, and
Neck., 13th edition., Lea & Febiger. Philadelphia.
1985: 46: 877-923.

15. Gray H., The Auditory and Vestibular Apparatus.,


Dalam Gray’s Anatomy., 37th edition . Edited by
Williams PL., Warwick R., Dyson M., et all.
ELBS-TePress. London. 1992: 1219-43.

16. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis.,


dalam Otolaryngology. 2nd edition. Volume II.,
edited by Paparella, Shrumrick., WB Saunders
company., Philadelphia., 1980: 18: 1455-89.

17. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management


of Complications of Chronic Otitis Media. Dalam
Otologic Surgery. 2nd Edition., Edited by
Brackmann DE., WB Saunders Company.
Philadelphia. 2001: 19: 197-215.

18. Lambert PR, Canalis RF. The ear


comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2000.

19. Mills JH, Weber PC. Anatomy and physiology of


hearing. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head and
neck surgery-otolaryngology. Edisi ke-3
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2001. h. 1621-40.

20. Austin DF. The ear. Dalam: Ballenger JJ,


penyunting. Diseases of the nose, throat, ear, head,
and neck. Edisi ke-13. Philadelphia: Lea and
Febinger. 1991. h. 877-1035.
21. Wright A. Anatomy and ultrasucture of the
human ear. Dalam: Kerr AG, penyunting. Scott-
brown’s otolaryngology basic science. Edisi ke-6.
London: Butterworth; 1997. h. 1-150.

22. Adam G, Boies LR, Paparella MR. Anatomy of


the ear. Dalam: Boies, penyunting. Fundamental
of otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: WB
Saunders Co; 1976. h. 228-64.

23. Durrant JD, Ferraro JA. Physiologic acoustics-


the auditory periphery. Dalam: Canalis RF,
Lambert PR, penyunting. The ear comprehensive
otology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2000. h. 89-112.

32 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN
posisi VESTIBULER
vertikal. 1,3

Aparatus vestibuler merupakan organ yang dapat


dipakai untuk mendeteksi sensasi yang berhubungan Setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang
dengan keseimbangan. Alat ini terdiri atas suatu sistem dilekati oleh banyak kristal kalsium karbonat kecil-
tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak kecil yang disebut statokonia (atau otolit). Dalam ma-
dalam bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian kula juga didapati beribu-ribu sel rambut.1.3
keras) dan tulang temporal yang disebut labirin tulang
(bony labyrinth) dan dalam labirin tulang ada tabung
membran dan ruangan yang disebut membran labirin,
yang merupakan bagian fungsional dari aparatus
ini.1,2,3

Anatomi vestibuler3

Labirin membran, terutama terdiri atas duktus Membran di dalam canalis semicircularis saculus
koklearis, tiga kanalis semisirkularis, dan dua ruangan dan urticulus 3
besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus.
Duktus koklearis merupakan area sensorik luas dari Sel rambut ini akan memprojeksikan silia ke dalam
pendengaran dan sama sekali tak berhubungan dengan lapisan gelatinosa tadi. Pangkal dan sisi-sisi sel-sel
keseimbangan. Biarpun begitu, utrikulus, kanalis rambut bersinaps dengan akson-akson sensorik saraf
semisirkularis dan mungkin sakulus, semuanya ini vestibuler. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagian
merupakan bagian integral (suatu kesatuan) dari besar serat saraf di depan sel-sel rambut terus-menerus
mekanisme keseimbangan. Makula merupakan organ menjalarkan rangkaian impuls saraf, rata-rata berkisar
sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi 200 impuls per detiknya. Tertekuknya silia sel rambut
orientasi kepala sehubungan dengan gravitasi. Di ke salah satu sisinya akan menyebabkan penjalaran
bagian permukaan dalam dari setiap utrikulus dan impuls pada serat saraf meningkat secara nyata;
sakulus ada daerah sensorik kecil yang diameternya sedangkan bila silia tertekuk ke sisi yang berlawanan
lebih sedikit dari dua mm dan disebut sebagai akan menurunkan penjalaran impuls, seringkali dapat
makula.1.3 menghentikan penjalaran secara total. Oleh karena
itu, oleh karena ada perubahan orientasi kepala pada
Makula dari utrikulus terletak pada bidang horizontal ruangan dan oleh karena beratnya otokonia (di mana
permukaan inferior utrikulus dan memegang peran gravitasinya kurang lebih tiga kali gravitasi jaringan
penting dalam menentukan orientasi yang normal dari sekitarnya) akan menekuk silia, maka sinyal-sinyal
kepala sesuai dengan arah gaya gravitasi atau gaya yang sesuai akan dijalarkan ke otak untuk mengatur
percepatan. Sebaliknya, makula yang dari sakulus keseimbangan.1.3.4
terletak dalam bidang vertikal dinding medial sakulus.
Dari beberapa penelitian diduga kerja makula dari
sakulus erat hubungannya dengan duktus koklearis
yang dipakai untuk mendeteksi tipe suara tertentu
dan oleh karena mungkin tak begitu berperan
sebagai alat keseimbangan. Biarpun begitu, mungkin
tapi tak pasti sakulus juga bekerja sebagai alat
keseimbangan, khususnya sewaktu kepala tak dalam

33 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
akan terletak pada bidang yang sejajar dengan kanalis
posterior sisi kepala yang berlawanan, sedangkan
kedua kanalis horisontalis pada kedua sisi kepala
kira-kira terletak pada bidang yang sama.1.3.4,5

Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkularis ada


pembesaran yang disebut ampula, dan kanalis ini terisi
dengan cairan kental yang disebut endolimfe. Adanya
aliran atau pengaliran cairan dalam kanalis akan
merangsang organ sensorik yang terdapat dalam
ampula. Dalam setiap ampula ada kuncung kecil (small
crest) yang disebut krista ampularis, dan pada puncak
krista ada massa gelatinosa seperti yang terdapat pada
utrikulus dan dikenal sebagai kupula.1
Sel rambut

Dalam setiap makula, bermacam-macam sel rambut


ditempatkan dalam arah yang berbeda-beda sehingga
beberapa di antaranya dapat terstimulasi sewaktu
kepala tertekuk ke depan, beberapa sewaktu kepala
tertekuk ke belakang, lainnya sewaktu kepala tertekuk
ke salah satu sisi, dan sebagainya. Karena itu, untuk
setiap posisi kepala dalam makula dapat timbul pola
eksitasi yang berbeda-beda. Pola inilah yang nantinya
akan memberitahukan pada otak perihal orientasi
kepala.1.3.4

Cupula 5

Ke dalam kupula ada projeksi silia dari sel-sel rambut


yang terletak di sepanjang krista ampularis, dan
sebaliknya sel-sel rambut ini berhubungan dengan
serat-serat saraf sensorik yang berjalan ke nervus
vestibularis. Pembengkokan kupula ke salah satu sisi
akan menyebabkan timbulnya aliran cairan dalam
kanalis, merangsang sel-sel rambut, sedangkan
pembengkokan ke arah yang berlawanan akan
menghambat sel-sel rambut. Jadi, sinyal yang sesuai
akan dikirimkan melewati nervus vestibularis untuk
memberitahukan sistem saraf pusat tentang adanya
gerakan cairan dalam kanalis yang sesuai. 1

Arah Kepekaaan Sel-sel Rambut Kinosilium.


Posisi sel rambut 1 pada setiap sel rambut, baik dalam makula atau dalam
kupula, mempunyai kira-kira 50 silia kecil, yang
Kanalis Semisirkularis. Dalam setiap aparatus disebut sebagai stereosilia, serta ada satu silia yang
vestibuler terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, sangat besar yang disebut kinosilium. Kinosilium ini
yang dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, terletak pada salah satu sisi sel rambut, jadi selalu
posterior, dan horizontal, yang satu sama lain saling terletak pada sisi yang sama dari sel yang sesuai
tegak lurus, sehingga ketiga kanalis ini terdapat dalam dengan orientasinya pada krista ampularis. Keadaan ini
tiga bidang. Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke merupakan penyebab timbulnya sensitivitas langsung
depan, maka kedua kanalis semisirkularis horisontalis sel-sel rambut itu: yaitu, perangsangan bila silia
akan terletak kira-kira pada bidang horisontal sesuai membengkok ke arah sisi kinosilium dan
dengan permukaan bumi. Maka kemudian kanalis penghambatan bila ada pembengkokan ke sisi yang
anterior akan terletak pada bidang vertikal yang arah berlawanan.1
proyeksinya akan ke depan dan 45 derajat keluar dan
kanalis posterior juga akan terletak pada bidang
vertikal tapi projeksinya ke belakang dan 45 derajat
keluar. Jadi, kanalis anterior pada setiap sisi kepala

34 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Hubungan saraf vestibuler4

Perhatikan secara khusus adanya hubungan yang


sangat erat antara aparatus vestibuler, nuklei
vestibuler, dan serebelum. Lintasan primer refleks-
refleks keseimbangan dimulai dalam saraf vestibuler
dan selanjutnya akan berjalan menuju ke nuklei
vestibuler dan serebe1um. Selanjutnya, bersama-sama
dengan penjalaran dua arah dari kedua impuls, sinyal-
sinyal juga dikirim ke nuklei retikuler batang otak
Kepekaaan sel rambut-kinosilium dan aliran maupun ke bawah melalui traktus vestibulospinal dan
endolymph 5 traktus retikulospinal menuju ke medula spinalis.
Sebaliknya, sinyal-sinyal ke medula dipakai untuk
mengatur fasilitasi dan inhibisi otot-otot antigravitasi
yang saling mengatur satu sama lain, jadi secara
otomatis mengatur keseimbangan.1,3.4

Tampaknya lobus flokulonoduler khusus berhubungan


dengan fungsi keseimbangan dari kanalis
semisirkularis sebab bila ada kerusakan lobus ini
maka gejala-gejala klinik yang timbul hampir sama
dengan gejala-gejala akibat kerusakan kanalis
semisirkularis sendiri. yaitu, bila ada cedera berat
pada salah satu struktur ini maka keseimbangan akan
hilang selama ada perubahan arah gerak yang cepat,
namun pada keadaan statik gangguan keseimbangan
ini tak begitu serius, seperti yang akan dibicarakan
Kinocilium dan stereocilia 1 dalam bagian bab ini selanjutnya. Juga ada anggapan
bahwa bagian uvula serebelum juga mempunyai peran
Hubungan Neuronal antara Aparatus yang sama pentingnya dalam keseimbangan statik.1,3.4
Vestibuler dengan Sistem Saraf Pusat. Sebagian
besar serat-serat saraf vestibuler ini berakhir di dalam Sinyal-sinyal dari nuklei vestibuler dan serebelum
nuklei vestibuler, yang terletak dekat dengan tempat melalui fasikulus longitudinalis medial akan dijalarkan
gabungan antara medula dan pons, namun beberapa ke atas menuju ke batang otak dan akan menyebabkan
serat saraf ini lewat tanpa bersinaps ke nuklei perbaikan dari gerakan mata setiap kali kepala
fastigial, uvula, dan lobus flokulonoduler serebeli. berputar, agar mata tetap terfiksasi pada suatu objek
Serat-serat yang berakhir di nuklei vestibuler akan penglihatan yang spesifik. Sinyal-sinyal juga akan
bersinaps dengan neuron urutan kedua yang juga akan dijalarkan ke atas (baik melalui traktus yang sama
mengirimkan serat-serat menuju ke area serebelum atau melalui traktus retikularis) menuju ke korteks
maupun ke korteks bagian lain dari serebelum, ke serebri, mungkin akan berakhir di pusat korteks
dalam traktus vestibulospinal, ke dalam fasikulus primer untuk keseimbangan, yang terletak di bagian
longitudinalis medialis, dan bagian-bagian lain batang dalam fisura Sylvian lobus parietalis, yakni di sisi lain
otak, khususnya formasio retikularis. 1,3 fisura dari area auditorik girus temporalis superior.
Sinyal-sinyal iru akan mengabarkan tentang keadaan
jiwa akibat dari keadaan keseimbangan tubuh.1,3.4

Nuklei vestibuler pada kedua sisi batang otak terbagi


dalam empat bagian yang terpisah. Yakni:
(1 dan 2) Nuklei vestibuler medial dan nuklei vestibular
superior yang terutama menerima sinyal-sinyal dari
kanalis semisirkularis dan nuklei-nuklei ini sebaliknya

35 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
akan mengirimkan banyak sekali sinyal saraf ke fungsi utama aparatus vestibuler.1,3.4
jasikrdus longitudinalis medial guna menimbulkan ge-
rakan koreksi dari mata seperti halnya sinyal-sinyal Deteksi Percepatan Linear oleh Makula. Bila tubuh
yang melalui traktus vestibulospinal medial guna tiba-tiba didorong dengan kasar ke depan-yakni,
menimbulkan gerakan yang sesuai dari leher dan sewaktu tubuh mengalami percepatan-maka
kepala. statokonia, yang mempunyai kelembaman (inersia)
(3) Nukleus vestibuler lateral yang menerima yang lebih besar dari cairan sekelilingnya, akan jatuh
persarafan terutama dari utrikulus dan mungkin dari ke belakang yakni ke silia sel-sel rambut, dan
sakulus, dan nuklei ini sebaliknya akan mengeluarkan informasi mengenai ketidakseimbangan akan
sinyal yang melalui traktus vestibulospinal lateral dikabarkan ke pusat-pusat saraf, sehingga orang akan
menuju ke medula spinalis guna mengatur gerakan merasakan sepertinya ia akan jatuh ke belakang.
tubuh. Keadaan ini akan menyebabkan orang secara automatis
(4) Nukleus vestibuler inferior yang menetima sinyal- menyondongkan badannya ke arah depan sampai
sinyal dari kanalis semisirkularis dan utrikulus dan pergeseran ke anterior dari statokonia akibat gerakan
sebaliknya nuklei ini akan mengirimkan sinyal menuju condong tadi sama dengan kecenderungan statokonia
ke serebelum dan formasio retikularis batang otak. untuk jatuh ke belakang. Pada titik ini, sistem saraf akan
dapat mendeteksi keadaan sebenarnya dari
. keseimbangan sehingga gerakan condong ke depan dari
tubuh tak akan berlanjut. Jadi, makula bertugas untuk
menjaga agar keadaan keseimbangan selama ada
penambahan kecepatan secara linear dengan pola yang
tepat sama seperti sewaktu makula bekerja pada
keseimbangan statik. 1,3.

Makula tak bekerja untuk mendeteksi kecepatan


linear. Bila seorang pelari mau mulai lari, pelari harus
mencondongkan diri jauh ke depan dulu agar tak
sampai jatuh ke belakang oleh karena mengalami
percepatan, namun begitu ia dapat mencapai kecepatan
lari yang maksimum, bila pelari lari dalam ruang yang
Nuklei Vestibuler 3 hampa, pelari itu tak usah lagi menyondongkan
badannya terlalu ke depan. Bila pelari lari dalam udara
(ruang ada udaranya), pelari akan menyondongkan
dirinya ke depan untuk menjaga agar keseimbangannya
tetap dan kcadaan ini tercapai hanya oleh karena
Fungsi Utrikulus dan Sakulus dalam adanya tahanan udara terhadap badan pelari, dan pada
Keseimbangan Statik3,4 contoh ini, bukan makula yang menyebabkan
condongnya badan ke depan tapi tekanan udara yang
Kiranya penting diingatkan bahwa bermacam-
bekerja pada reseptor tekanan yang terdapat pada kulit,
macam sel rambut ditempatkan dengan bermacam-
yang akan memulai terjadinya penyetelan
macam arah dalam makula dari utrikulus dan sakulus
keseimbangan yang sesuai agar tak sampai jatuh.1,3.4
sehingga pada berbagai posisi kepala yang terangsang
juga bermacam-macam sel rambut. Pola perangsangan
bermacam-macam sel rambut akan mengabarkan pada
sistem saraf tentang posisi kepala sehubungan dengan
daya tarik dari gravitasi. Sebaliknya, sistem motorik
vestibuler, sistem motorik serebelar dan sistem motorik
retikuler secara refleks akan merangsang otot-otot yang
menjaga keseimbangan yang tepat. Makula di dalam
utrikulus berfungsi secara ekstrem efektif dalam
menjaga keseimbangan sewaktu kepala pada posisi
hampir vertikal. Memang, seseorang akan dapat
menentukan ketidakseimbangan sebesar setengah
derajat bila kepala dimiringkan dari posisi tegak.
Sebaliknya, bila kepala semakin miring dari posisi
tegaknya, maka penentuan orientasi kepala oleh indera
vestibuler akan semakin berkurang. Jadi jelasnya,
sensitivitas yang ekstrem dari posisi tegak mempunyai
peran yang penting untuk menjaga keseimbangan statik
dalam bidang vertikal yang tepat, yang merupakan

36 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Respons sel rambut terhadap perputaran4

Deteksi Percepatan Linear oleh Makula 5

Fungsi Kanalis Semisirkularis DAFTAR PUSTAKA


Bila kepala tiba-tiba mulai berputar kearah setiap arah
(ini disebut sebagai percepatan angular/bersiku-siku), 1. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and
maka endolimfe yang terdapat dalam kanalis physiology of the vestibular system. Dalam:
semisirkularis membranosa, oleh karena adanya Roeser RJ, penyunting Audiology diagnosis.
inersia, cenderung untuk menetap, sedangkan kanalis New York: Thieme; 2000. h. 73-84.
semisirkularis akan berbelok/berputar. Keadaan ini
akan menimbulkan aliran cairan kanalis relatif dengan 2. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function
arah yang berlawanan dengan arah perputaran Evaluation and Treatment. New York,
kepala.1,3.4 Thieme 2004, h 85-110.
Penyebab timbulnya adaptasi pada reseptor yang
timbul sewaktu diputar selama satu detik atau lebih 3. Barin K, Duran JD. Applied physiology of
adalah adanya gesekan di dalam kanalis the vestibular system. Dalam: Lambert PR,
semisirkularis yang akan menyebabkan endolimfe penyunting: The ear comprehensive otology.
berputar dengan kecepatan yang sama cepatnya Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins;
dengan kecepatan kanalis semisirkularis itu sendiri, 2000. h. 113-39.
dan selanjutnya selama 15 sampai 20 detik berikutnya
kupula secara perlahan kembali ke posisi istirahat, 4. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD.
yakni di bagian tengah ampula sebab sifat rekoil Anatomy of vestibular end organs and neural
elastiknya. Bila putaran dengan tiba-tiba dihentikan, pathways. Dalam: Cummings CW,
maka jelas akan timbul akibat yang sebaliknya: cairan penyunting Otolaryngology-head and neck
endolimfe tetap terus bergerak sedangkan kanalis surgery. Edisi ke-2. St. Loius: Mosby; 1993.
semisirkularisnya berhenti. Pada saat ini, h. 2525-47.
kupulanya akan berbelok ke arah yang berlawanan,
sehingga sel-sel rambut tak akan mengeluarkan rabas 5. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance.
samasekali. Sesudah beberapa detik kemudian, cairan Available from:
endolimfe akan berhenti bergerak dan dalam waktu kira- http://www/emedicinespecialties/neurology/n
kira 20 detik kupula secara bertahap akan kembali ke euro-otology.
posisi istirahat, jadi pengeluaran rabas dari sel-sel
rambut akan kembali ke nilai normal yang tonik.1,3.4

Jadi bila kepala mulai berputar, kanalis semisirkularis


akan menjalarkan sinyal-sinyal positif dan bila kepala
berhenti berputar ,maka kanalis semisirkularis akan
menjalarkan sinyal-sinyal negatif. Selanjutnya paling
sedikitnya ada beberapa sel rambut yang selalu
mengeluarkan respon terhadap perputaran yang terjadi
dalam setiap bidang-bidang horizontal, sagital atau
koronal. 1,3.4

37 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronis terbagi atas 2 bagian,


berdasarkan ada tidaknya kolesteatom:10-11

1. OMSK Benigna
Proses peradangan OMSK benigna terbatas pada
mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat Gambaran Klinik OMSK Maligna10
kolesteatom
proses infeksi kronis dan pengeluaran cairan
(Otorrhea) melalui perforasi membran timpani yang
disertai dengan adanya keterlibatan dari mukosa
telinga tengah dan rongga pneumatisasi pada daerah
tulang temporal.3

Komplikasi Otitis media kronik adalah penyebaran


infeksi diluar daerah rongga pneumatisasi dari tulang
temporal dan mukosanya.3

Etiologi Otitis Media Supuratif Kronik


Meskipun sumber penyakit dari OMSK ini masih
Gambaran Klinik OMSK Benigna11 menjadi perdebatan, tetapi sebagian besar ahli percaya
bahwa penyakit ini timbul karena proses efusi pada
2. OMSK Maligna telinga tengah yang telah berlangsung lama, baik efusi
OMSK disertai kolesteatom, perforasi biasanya
yang bersifat purulen, serous, maupun mukoid. Dasar
terletak di marginal atau atik. Sebagian besar
dari hipotesis ini adalah penelitian Jhon dkk, pada 2
komplikasi yang berbahaya dapat timbul pada tipe
dekade silam, yang melakukan penelitian pada serologi
ini.
pada contoh tulang temporal pasien dan digabungkan
Definisi Otitis Media Supuratif Kronik dengan berbagai disiplin ilmu, didapatkan bahwa
proses inflamasi yang terjadi pada telinga tengah
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
proses peradangan akibat infeksi mukoperiosteum terjadinya produksi cairan efusi dari telinga tengah
rongga telinga tengah yang ditandai oleh perforasi yang menetap sehingga terjadi perubahan mukosa yang
membran timpani, keluar sekret yang terus-menerus menetap. 2,6,7
atau hilang timbul, dan dapat menyebabkan perubahan
patologik yang permanen.1 Proctor (1980) memberikan
batas waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses
kronis pada OMSK, sedangkan Paparella (1983)
mengatakan bahwa kronisitas cenderung berdasarkan
atas kelainan patologis yang telah terjadi, dan pada
umumnya peradangan setelah peradangan berlangsung
12 minggu.3

Di kepustakaan lain disebutkan bahwa pada otitis


media kronik selain terjadinya proses peradangan pada
telinga tengah juga terjadi pada daerah mastoid.3 Otitis
media supuratif kronik juga disertai dengan terjadiny

38 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Peradangan pada Telinga Tengah12 Patologi Otitis Media Supuratif Kronik

Perubahan tulang temporal pada OMSK pada


telinga dengan atau tanpa perforasi membran timpani
Dari bukti penelitian lain didapatkan bukti bahwa, adalah sama. Selama fase aktif, mukosa telinga tengah
pada cairan otitis media kronik terdapat enzim yang memperlihatkan proses infiltrasi yang ektensif dari sel-
dapat mengubah mukosa pada telinga tengah, termasuk sel akut maupun kronis. Sel-sel limfosit dan plasma
paling menonjol dalm fase ini, dan terkadang juga
didalamnya enzim tersebut dapat mengakibatkan
ditemukan infeksi bakteri intraepithelial. Proses infeksi
terjadinya perubahan pada permukaan lateral dan akan mengakibatkan terjadinya proses udema yang
tengah membran timpani sehingga akan kronis pada mukosa yang pada akhirnya akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada membran menyebabkan terjadinya perubahan mukosa tersebut
timapani dan akhirnya akan menyebabkan terjadinya menjadi polipoid, yang mana hal ini ditandai dengan
kolaps dan perforasi kronis membran timpani. 2,6,7 adanya pembentukan mukosa kapiler baru yang rapuh
yang diikuti dengan terbentuknya jaringan
Perubahan struktur pada mukosa telinga tengah granulasi.7,14
juga dapat diakibatkan oleh akibat langsung dari Gambaran histopatologi jaringan granulasi pada
telinga tengah dapat dilihat pada gambar berikut
infeksi bakteri patogen ke telinga tengah dan mastoid
Dari penelitian Sade didapatkan bahwa pada
yang mengakibatkan terjadinya proses infeksi dan
penyakit yang dengan proses peradangan kronis pada
peradangan kronis pada telinga tengah dan mastoid.
telinga tengah ditandai dengan adanya yang epitel
Perubahan mukosa tersebut akan mengakibatkan
sekretori yang banyak, perubahan ini bersifat
terjadinya udema dan degenerasi polipoid pada
irreversible dan menyebar keseluruh permukaan
mukosa telinga tengah, yang akan mengakibatkan
mukosa dan bertanggung jawab terhadap keluarnya
terjadinya obliterasi sebagian atau total dari antrum
cairan sekret yang bersifat mukoid dan mukopurulen.
mastoid (aditus block), sehingga drainase dari sel
Dalam hal ini juga ditandai dengan adanya kerusakan
mastoid akan terganggu dan mengakibatkan terjadinya
pada mukosa yang ditandai dengan adanya proses
proses peradangan pada mastoid yang lama kelamaan
ulserasi yang jika berlangsung lama dapat
akan mengakibatkan terjadinya perubahan dari sel-sel
mengakibatkan tereksposnya lapisan kapsul tulang.
udara pada rongga mastoid tersebut secara persisten.
6,13
Dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya osteitis
kronis dan periosteitis.7,14

Membran timpani juga dapat mengalami perubahan


yang beragam, yang pada akhirnya akan
Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik
mengakibatkan terjadinya perubahan proses perforasi
Jenis bakteri yang aktif pada penyakit OMSK kronis dan kehilangan lapisan kolagen yang difus.
berbeda dengan pada OMA, sebagian besar penelitian
memperlihatkan bakteri Pseudomonas aeruginosa, Perubahan erosi pada tulang pendengaran sering
dengan tingkat prevalensi 40%-65%, kemudian terjadi pada pasien yang disebabkan oleh proses infeksi
Staphylococcus aerius, dengan tingkat prevalensi 10% kronis dan kemudian diikuti dengan proses nekrosis
- 20%. Sedangkan bakteri lain dari golongan aerob pada tulang tersebut yang kemudian diikuti dengan
adalah Escherichia colli, proteus dan S. epidermidis. trombosis vaskular. Hal ini biasanya berpengaruh
Bakteri golongan anaerob adalah Bacteroides, terhadap prosessus lentikularis yang ada pada daerah
terutama dari golongan B. melaninogenicus dan B. inkus dan kepala stapes, dimana daerah tersebut akan
fragilis (grup basil gram negative). Bakteri aerob gram digantikan oleh jaringan fibrous. Tulang yang
positif grup kokus adalah peptostreptococcus. Dari mengalami proses periostitis dan osteotis akan diikuti
golongan jamur, terkadang juga didapatkan pada sekret dengan perubahan osteoklas, dekalsifikasi dan
biakan OMK. kehilangan matriks tulang. Perubahan tersebut
terutama terjadi pada daerah mastoid yang ditandai
Tingkat insidensi (golongan aerob dan anaerob) dengan proses destruksi dan perbaikan, tetapi yang
dari bakteri yang memproduksi β-laktamase sekitar paling menonjol adalah proses perusakan tulang
70%.7,14 tersebut yang pada akhirnya ditandai terbentuknya
proses sklerotik pada tulang tersebut.6,7,13

39 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Ossifikasi pada daerah labirin (labyrinthitis penyembuhan dengan baik dengan menggunakan
ossificans) merupakan proses yang jarang terjadi, antibiotika lokal maupun sistemik yang tepat. Jika
dimana hal ini terbentuknya proses pembentukan tidak memberikan respon yang baik, kemungkinan
formasi tulang didaerah membranaseus labirin dan hal telah terjadi resistensi bakteri,
ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran.
Proses ossifikasi Labirintitis biasanya sebagai akibat perubahan jaringan mukosa yang irreversible, ataupun
dari proses supuratif meningitis. Bakteri masuk ke kolesteatom. Sedangkan jika cairan otorrhea purulen
telinga dalam melalui kanalis auditorius internus dan yang berbau menandakan adanya suatu nekrosis
akuaduktus kokhlea, sehingga mengakibatkan jaringan yang biasanya berhubungan dengan suatu
destruksi daerah membranasesus yang luas. Proses kolesteatoma ataupun keganasan (seperti karsinoma sel
ossifikasi ini terjadi pada minggu ke 2 dan 3 setelah skuamosa maupun glomus tumor).7,8,14,17
proses akut purulen. 6,7,13
- Mikroskop operasi, sangat direkomendasikan
untuk pemeriksaan manipulasi yang atraumatik dan
membutuhkan ketepatan yang tinggi.
Gejala Otitis Media Supuratif Kronik
- Riwayat penyakit infeksi saluran nafas atas yang
Gejala yang paling utama adalah otorrhea yang berulang.7
sangat bau dan penurunan pendengaran. Sedangkan
gejala berupa otalgia jarang ditemukan, kecuali pada Pemeriksaan Penunjang Otitis Media Supuratif
eksaserbasi akut. Otalgia yang menetap, khususnya Kronik
yang sering berhubungan dengan sakit kepala biasanya
telah terjadi proses penyebaran penyakit ke susunan Pemeriksaan audiologi
saraf pusat. Vertigo, jarang dijumpai. Jika keluhan ini
muncul, maka dicurigai kemungkinan keterlibatan Pada pemeriksaan audiometri akan dijumpai hasil
labirintitis atau fistula labirin, vertigo muncul terutama berupa tuli konduktif atau campur, dimana derajat
pada saat kita akan melakukan pembersihan sekret, gangguannya tergantung kepada berat ringannya
aspirasi sekret. Sedangkan nistagmus yang spontan OMSK tersebut. Pemeriksaanya dengan melakukan tes
yang muncul pada saat tersebut juga dicurigai garputala, audiometri nada murni, speech reception
kemungkinan telah terjadi fistula labirin.7,8,14 test (SRT), Word Diskrimination Score (WDS).
Terjadinya tuli saraf menandakan adanya proses
Pemeriksaan Fisik Otitis Media Supuratif penyakit tersebut sudah dalam tahap lanjut.
Kronik7,8,14
Pemeriksaan dengan menggunakan timpanometri
- Pemeriksaan kanalis akustikus eksternus akan bisa digunakan untuk menilai keadaan membran
dijumpai suatu proses peradangan, dan terkadang timpani, tulang pendengaran, dan memberikan
krusta. informasi tentang keadaan telinga tengah. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan jika membran timpani dalam
- Otoskopi, akan dijumpai otorrhea yang berbau,
keadaan utuh atau sklerotik.7,17
membran timpani yang perforasi, jaringan granulasi,
polip, ataupun kolesteatom.

Otoskop pneumatik diperlukan untuk evaluasi dari Evaluasi vestibular


membran timpani dan malleus dan untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadinya otitis media Pemeriksaan fungsi vestibular bukan merupakan
serosa. pemeriksaan rutin pada sebagian besar pasien OMSK.
Pemeriksaan ini dilakukan jika ada gejala vertigo,
Karakter dari otorrhea sendiri harus diperhatikan. meliputi tes rotasi sinusoidal, nistagmus spontan dan
Cairan otorrhea mukoid yang tidak berbau merupakan posisional, dan fistula tes, baik dalam keadaan mata
indikasi adanya suatu penyakit pada mukosa telinga terbuka maupun mata tertutup.7,17
tengah dan gangguan fungsi tuba eustachius. Cairan
otorrhea yang purulen menandakan adanya suatu
proses infeksi, biasanya lapisan mukosa yang terinfeksi
oleh bakteri yang opurtunistik dan bisa mengalami

40 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Pemeriksaan Radiologi7,17 Dilakukan jika keadaan memang sangat
membutuhkan pemeriksaan ini, hal ini
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan jika terdapat disebabkan adanya efek radiasi yang besar pada
otorrhea yang berlebihan, dan terjadinya kemungkinan daerah mata. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
komplikasi, seperti disfungsi saraf, gangguan labirin mengetahui keadaan meatus akustikus internus,
dan susunan saraf pusat. labirin dan telinga tengah.

1. Rontgen

Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan


untuk menunjang diagnosis dan prognosis penyakit
tersebut adalah :

1.a.Lateral view

Pemeriksaan dari lateral untuk melihat atik


(resessus epitimpanum), antrum, pneumatisasi
dari rongga mastoid, hubungan sinus sigmoid
terhadap tegmen timpani, dan massa tulang yang
mengelilingi daerah labirin. Foto ini terkadang Towne’s view 7
mengalami kendala superimposisi dengan telinga
sisi yang sebelahnya, untuk mengatasi hal ini,
dilakukan modifikasi dengan membentuk sudut
pemeriksaan (menempatkan alatnya) dalam posisi 2. Computerized Tomography Scan (CT Scan)
15° terhadap garis horizontal.
CT Scan terutama digunakan untuk menilai sejauh
1.b. Stenver’s view mana proses perluasan dari penyakit tersebut dan
pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya. Pada
Dari pemeriksaan ini kita berharap dapat keadaan untuk menilai komplikasi OMSK ke daerah
mengetahui keadaan tulang petrosus, meatus intrakranial, seperti abses otak, pemeriksaan ini
akustikus internus, kanalis semisirkularis lateral mempunyai nilai yang sangat penting. CT Scan dapat
dan superior, kavum timpani, antrum mastoid,
menilai keadaan tulang – tulang petromastoid dengan
dan prosessus mastoid.
1. c. Schuller view baik dan jika terdapat kecurigaan terdapat massa dapat
digunakan kontras, untuk membedakan massa dengan
Dilakukan untuk melihat keadaan dari tegmen jaringan sekitarnya. Sebaiknya digunakan CT Scan
mastoid, sinus sigmoid, ukuran mastoid secara yang mempunyai nilai resolusi yang tinggi (potongan 1
keseluruhan, visualisasi atik (epitimpanum). mm, baik aksial maupun koronal).

1.d. Submentovertical view Komplikasi intrakranial dari OMSK (terutama


abses) dapat dinilai dengan adanya daerah terlokalisasi
Mempunyai peranan yang penting pada dengan penguatan yang rendah dan setelah dilakukan
pemeriksaan telinga, sehingga ada istilah bahwa pemasukan kontras, akan memperlihatkan adanya
tidak lengkap melakukan pemeriksaan radiologi
daerah dengan penguatan yang tinggi mengelilingi
telinga tanpa melakukan pemeriksaan pada posisi
ini. Ini merupakan posisi klasik. Dari daerah yang penguatanya rendah (hipodens) tersebut.
pemeriksaan ini kita mendapatkan gambaran Jika lesi pada otak cukup besar, maka akan didapatkan
tentang Telinga tengah, meatus akustikus adanya penekanan pada daerah ventrikel, dan dalam
internus-eksternus dan bagian tulang dari tuba hal ini pemeriksaan serial CT Scan dibutuhkan untuk
eustachius. Dikatakan bahwa pada posisi ini, kita menilai perkembangan dari lesi tersebut dan
dapat melakukan penilaian terbaik untuk keadaan memberikan peringatan sedini mungkin terhadap
udara pada telinga tengah, dengan menilai
tranlusenya dan tulang-tulang pendengaran, kemungkinan terjadinya ruptur lesi kedalam ventrikel
terutama malleus dan inkus. Disamping itu, kita tersebut, disamping itu pemeriksaan serial ini berguna
dapat pula menilai kokhlea. untuk menilai keadaan setelah operasi, baik penilaian
1.e. Town’s view terhadap rongga telinga tengah-mastoid maupun lesi
didaerah otaknya.

41 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Tynpanosclerosis7,8

Pemeriksaan ini pada daerah telinga kurang begitu Otitis media dapat juga menyebabkan
memegang peranan yang penting, kepentinganya tympanosklerosis, dimana hyalin aselular dan deposit
hanya pada beberapa kasus tertentu. Pada pemeriksaan calcium terakumulasi di membran timpani.
ini daerah tulang petromastoid dan udara pada daerah Tympanosklerosis plak di membran timpani tampak
kavum timpani dan mastoid akan memperlihatkan sebagai gambaran semisirkular atau horseshoe shaped
adanya daerah hitam. Hanya jaringan lunak pada plak berwarna putih. Patogenesis terjadinya
daerah yang berada dalam tulang petrosus temporal tympanosklerosis dapat dilihat pada diagram berikut
yang dapat dengan jelas ditampilkan dan salah satu
keuntungan lainya adalah dengan pemeriksaan ini
dapat diperlihatkan saraf kranialis yang melalui dasar
tengkorak dengan jelas dan beberapa saat terakhir juga
sedang dikembangkan untuk melihat permukaan dari
kokhlea dan sebagai pemeriksaan penunjang yang
mempunyai peranan cukup penting pada pasien dengan
neuroma akustik.

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA

Secara umum otitis media baik yang akut maupun


kronis dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi
yang infeksius maupun yang noninfeksius
menunjukkan angka morbiditas yang nyata.
Komplikasi yang infeksius termasuk akut dan kronik
mastoiditis, petrositis dan infeksi intrakranial. Tympanosklerosis 16
Sedangkan komplikasi yang tidak infeksius termasuk
di dalamnya perforasi akut atau kronik membran
timpani, atelektasis telinga tengah, dan
tympanosklerosis.7,8
Komplikasi non infeksius yang mungkin terjadi Connective tissue degeneration

pada otitis media adalah : Various pathogenic factors


(such as inflamation, autoimunity, trauma

1. Perforasi membran timpani Fibrolysis Fibrocyte degeneration


2. Atelektasis telinga tengah7,8
Hyalinization Extracellular matrix vesicles with Ca-PO4
Sade dan Berco menjelaskan 4 tahap terjadinya
retraksi membran timpani.(Gambar 25 ) Change in pH Supersaturation

Ca-phosphate precipitates Ca phosphate precipitates


Tahap I : retraksi membran timpani
Dystrophic calcification Matrix vesicle calcification

Tahap II : retraksi sampai kontak dengan inkus Calcified tympanosclerotic plaques

Tahap III : atelektasis telinga tengah


Skema Terjadinya Timpanosklerosis7
Tahap IV : adhesive otitis media

Komplikasi lain yang infeksius dapat terlihat pada


Tahapan Retraksi Membran Timpani 7 skema berikut, baik pada otitis

media akut maupun kronis .

Terjadinya kantung retraksi ini (bisa pada Pembahasan komplikasi pada bab V berikut ini
pars flaccida atau pars tensa) dapat mempresipitasi akan terbagi menjadi komplikasi intratemporal dan
terjadinya kolesteatom. intrakranial.

42 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2. Penyebaran melalui darah yang terinfeksi melalui
vena melewati tulang dan dura ke sinus venosus –
petrosus lateral dan superior – struktur intrakranial.
Otitis media akut Otitis media kronis Ternyata tulang yang intak memungkinkan
terjadinya tromboflebitis di dalam sistem vascular
Fasial paralisis Mastoiditis/petrositis Serous labirintitis
Meningitis
akut Havers. Penyebaran tromboflebitis dari sinus
Abses subdural
Mastoiditis/petrositis
kronis
Labirintitis kronik lateralis ke serebelum dan dari sinus petrosus
superior ke lobus temporalis menjelaskan
Subperiosteal abses Supuratif labirintitis
komplikasi yang sering terjadi.

Ekstradural abses Secara umum penyebaran dengan cara ini terjadi


Sigmoid sinus tromboflebitis
dalam waktu 10 hari setelah masa infeksi pertama.
Otitic hydrocephalus 3. Melalui jalur anatomi yang normal - oval window
Abses otak atau round window ke meatus
Auditori internus, koklea dan aquaduktus
Komplikasi dari Otitis Media7 vestibular, dehiscence dari tulang tipis pada bulbus
jugularis, dehiscence garis sutur pada tulang
temporal

KOMPLIKASI INTRATEMPORAL & Dapat diketahui bila:


INTRAKRANIAL PADA OTITIS MEDIA
a. Komplikasi terjadi pada awal dari penyakit
b. Serangan labirintis atau meningitis berulang
c. Pada saat operasi ditemukan penjalaran melalui
Suatu otitis media terutama OMSK akan tulang yang bukan disebabkan oleh proses
mempunyai potensi untuk menjadi serius karena erosi.9,11,18
4. Melalui defek tulang yang non anatomis, yang
sejumlah komplikasinya yang dapat mengancam
disebabkan trauma, operasi, atau erosi karena
kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. keganasan.
Komplikasi tersebut timbul jika pasien tidak mendapat 5. Melalui defek karena pembedahan, misalnya
penanganan yang tepat terhadap penyakitnya dan fenestrasi ke semisirkular kanal lateral pada operasi
adanya keterlambatan dalam penanganannya. stapedektomi.
Komplikasi dari otitis media dengan atau tanpa 6. Ke dalam jaringan otak sepanjang ruang
kolesteatom dapat terjadi apabila pertahanan telinga periarteriolar Virchow-Robin. Penyebaran ini tidak
mempengaruhi arteri di kortikal, sehingga
tengah yang normal terlewati, sehingga
menjelaskan pembentukan abses hanya di white
memungkinkan untuk penjalaran infeksi ke struktur area tanpa terlihat infeksi di permukaan otak
sekitarnya.6,7-9,13

Cara Penyebaran Infeksi Diagram yang menggambarkan rute penyebaran


infeksi dari telinga tengah, dapat dilihat pada gambar
Ada beberapa jalan yang dapat menyebabkan
berikut.
terjadinya proses penyebaran infeksi tersebut,
diantaranya:13

1. Ekstensi melalui tulang yang telah mengalami


demineralisasi selama infeksi akut atau karena
terjadi resorpsi oleh kolestetatom atau osteitis pada
penyakit kronis yang destruktif
Dapat diketahui bila:

a. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih


setelah awal penyakit.
b. Gejala infeksi lokal mendahului gejala infeksi
sistemik
c. Pada proses operasi ditemukan lapisan tulang
yang rusak diantara fokus supurasi dengan
jaringan sekitarnya. Rute Penyebaran Infeksi dari Telinga Tengah13

43 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Selain dari beberapa faktor diatas, ada faktor lain c. Otitic hydrocephalus
yang dapat menimbulkan terjadinya komplikasi dari d. Meningitis
penyakit tersebut, Nelly menggolongkannya dalam 5 e. Abses otak
f. Abses subdural
kategori :

1. Bakteriologi
2. Terapi antibiotika 3. Ekstratemporal dan kranial
3. Resistensi tubuh penderita
4. Pertahanan anatomi Diantaranya :
5. Drainase
Dua faktor pertama berhubungan dengan a. Abses Bezold
b. Abses subperiosteal
mikrobiologi, dan tiga faktor terakhir berhubungan
dengan tubuh pasien.13
Sedangkan Adams, dkk mengemukakan klasifikasi
Dari data yang diperoleh, terdapat kecenderungan sebagai berikut:10
untuk timbulnya komplikasi dari pasien OMSK adalah A. Komplikasi di telinga tengah :
sekitar 76%, dan sebagian besar berhubungan dengan 1. Perforasi persisten
kolesteatom. Dimana kolesteatom ini sulit untuk 2. Erosi tulang pendengaran
diketahui sejak dini dan penanganan juga sulit, 3. Paralisis saraf fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam :
sedangkan jika mengalami keterlambatan dalam
1. Fistel labirin
penanganan atau ketidaktepatan dalam penanganan, 2. Labirintitis supuratif
maka dapat mengakibatkan komplikasi yang cepat dan 3. Tuli saraf (sensorineural)
serius.6-9,13 C. Komplikasi di ekstradural :
1. Abses ekstradural
Seiring dengan berkembangnya penyakit yang 2. Trombosis sinus lateralis
menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh yaitu 3. Petrositis
HIV dan AIDS pada abad terakhir ini, sebaiknya perlu D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :
dilakukan penelitian lebih mendalam pengaruhnya 1. Meningitis
2. Abses otak
kelainan ini terhadap OMSK. Karena sampai saat ini
3. Hidrosefalus otitis
belum pernah dilakukan penelitian keduanya.6-9,13

Paparella dan Shumrick (1980) membaginya dalam:10


A. Komplikasi otologik :
Klasifikasi Komplikasi OMSK 1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
Nelly, membagi komplikasi OMSK berdasarkan 3. Paresis fasial
anatominya dapat dibagi menjadi 3:13 4. Labirintitis
B. Komplikasi intrakranial :
1. Intratemporal 1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
Diantaranya : 3. Abses subdural
4. Meningitis
a. Mastoiditis 5. Abses otak
b. Labirintitis 6. Hidrosefalus otitis
c. Sensorineural Hearing Loss
d. Petrositis Shambaugh (1980) membaginya atas komplikasi
e. Paralisis fasialis meningeal dan nonmeningeal :
f. Kolesteatoma A. Komplikasi meningeal :
g. Fistula labirinti 1. Abses ekstradural dan abses perisinus
2. Meningitis
3. Tromboflebitis sinus lateral
2. Intrakranial 4. Hidrosefalus otitis
5. Otore likuor serebrospinal
Diantaranya : B. Komplikasi nonmeningeal :
1. Abses otak
a. Abses epidural 2. Labirintitis
b. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis

44 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
4. Paresis fasial Mastoiditis yang disebabkan oleh OMK dapat
digolongkan dalam 2 jenis yaitu mastoiditis koalesens
Skema tempat terjadinya infeksi pada komplikasi otitis akut dan mastoiditis kronis.
media dapat dilihat pada gambar berikut.
Penyebab terjadinya komplikasi mastoiditis ini
disebabkan oleh proses infeksi pada rongga telinga
tengah dan rongga mastoid yang kemudian diikuti
dengan adanya perubahan pada mukosa telinga tengah,
dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan baik secara parsial maupun total pada antrum
mastoid sehingga sistim drainase dari rongga mastoid
terganggu dan pada akhirnya proses infeksi pada
rongga mastoid menjadi berlanjut dan menjadi kronis.6-
9,13
Mastoiditis Koalensen akut lebih sering
berhubungan dengan dengan otitis media akut, tetapi
juga dapat berhubungan otitis media kronis.
Koalensen mastoiditis akut terjadi pada proses
Tempat Terjadinya Infeksi pada Komplikasi Otitis pneumatisasi sebagian atau keseluruhan dari sel-sel
Media13 udara yang berada dalam rongga mastoid. Biasanya hal
ini terjadi dalam waktu 2 minggu setelah proses akut
Komplikasi intrakranial yang sering terjadi adalah
meningitis (34%), abses otak (25%) lobus temporalis supuratif otitis media.6-9,13
(15%), serebelum (10%), labyrintitis (12%), otitic
hydrocephalus (12%), thrombosis sinus duramater
(10%), abses ekstradural (3%), petrositis (3%), abses Diagnosa
ekstradural (3%), dan subdural abses (1%). Terjadinya
komplikasi intrakranial sudah jauh berkurang seiring Mastoiditis ditandai dengan gejala sbb:
dengan adanya penggunaan antibiotik, dari 35%
menjadi 5%.6 1. Demam
2. Nyeri
3. Gangguan pendengaran
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan :
didapatkan data dalam periode penelitian selama 8
tahun di Thailand didapatkan data bahwa sekitar 1. Membran timpani yang menonjol
17.144 pasien datang dengan keluhan OMSK dengan 2. Dinding kanalis posterior yang menggantung
prevalensi terjadinya komplikasi pada daerah 3. Pembengkakan daerah telinga bagian belakang,
intrakranial adalah sekitar 0.24% dan 0.45% sehingga mendorong pinna keluar dan ke depan.
komplikasi pada daerah ekstrakranial. Dari jumlah 4. Nyeri tekan daerah mastoid, terutama pada
posterior dan sedikit diatas liang telinga (segitiga
komplikasi 28% dari OMSK di Sudan, dua pertiga dari
Mc Ewen)
komplikasi tersebut adalah komplikasi intrakranial. 5. Dari pemeriksaan radiologis dan CT Scan
Sedangkan dari penelitian yang dilakukan di India didapatkan gambaran : destruksi secara hebat dari
didapatkan data bahwa angka kematian yang sel-sel udara mastoid, opasifikasi sel-sel udara
diakibatkan oleh komplikasi intrakranial berupa abses mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi
otak adalah 57 %.6-9,13 normal dari se-sel tersebut.4,5,7,14,19
Mastoiditis kronis ditandai dengan adanya proses
nekrosis dan erosi (osteolisis) dari septa sel-sel udara
Berikut ini akan dibahas patofisiologi dan terapi mastoid sehingga pada ruangan mastoid tersebut akan
dari masing-masing komplikasi terkumpul materi yang purulen. Erosi tulang yang terus
menerus akan menyebabkan terjadinya penyebaran
infeksi, yang jika ke medial dapat menyebabkan
Komplikasi Intratemporal6-9,13
infeksi intrakranial, ke lateral atau superfisial akan
Mastoiditis menyebabkan terjadinya proses abses bezold atau
abses subperiosteal.
Patofisiologi

45 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sedangkan mastoiditis kronis ditandai dengan Proses labirintitis supuratif terjadi setelah bakteri
adanya cairan purulen kronis yang berbau busuk dari OMK menginfiltrasi cairan yang berada dalam
berwarna kuning kehijauan atau keabu-abuan yang rongga labirin, sehingga timbul pus. Beberapa keadaan
menandakan adanya kesan kolesteatom dan produk yang mengakibatkan masuknya bakteri dalam rongga
degenerasinya, nyeri pada daerah belakang telinga labirin adalah erosi dari tulang labirin, tulang temporal
yang telah berlangsung lama. Nyeri merupakan suatu yang patah, dan labirin fistula. Kerusakan labirin dapat
hal yang patut diwaspadai, karena nyeri ini dapat mengakibatkan terjadinya vertigo dan penurunan
menimbulkan suatu kesan adanya proses terkenanya pendengaran. Pada fase peradangan, vertigo
duramater, sinus lateralis, ataupun pembentukan abses merupakan hasil dari perangsangan organ vestibular,
otak. Disertai pula dengan adanya gangguan fungsi sedangkan jika telah berlangsung lama, vertigo
pendengaran yang bersifat konduktif maupun merupakan hasil dari kerusakan organ vestibular yang
campuran.6-9,13 permanen. Sedangkan gangguan pendengaran yang
biasanya bersifat permanen. Hal ini disebabkan karena
Dari pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran adanya kerusakan organ korti.
adanya gambaran lesi yang irregular didaerah mastoid
dan daerah sinus sigmoid dikelilingi oleh daerah Serous labirintitis lebih sering terjadi karena proses
hyperostotic. Pada pamariksaan dengan CT Scan peradangan dari labirin tanpa disertai dengan
seringkali tidak didaptkan gambaran yang signifikan pembentukan pus, peradangan merupakan respon
dan seringkali yang dipakai adalah yang sesuai dengan terhadap racun bakteri ataupun sel-sel mediator
gambaran klinis. MRI didapatkan gambaran peradangan. Reaksi peradangan juga menghasilkan
nonspesifik, dengan gambaran peradangan yang gejala timbulnya vertigo dan gangguan pendengaran.
persisten.6-9,13 Daerah yang paling sering sebagai pintu masuk reaksi
tersebut adalah foramen rotundum maupun foramen
ovale. 7,9,18

Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan


tes fistel.

Diagnosis

Diagnosis pasti dari kedua hal ini sulit dibedakan,


hal ini disebabkan munculnya gejala yang hampir
sama, tidak ada satu tes pun yang dapat membedakan
kedua kelainan tersebut. Diagnosis serous labirintitis
MRI pada Kasus Mastoiditis7 dapat dibuat retrospektif, yang ditandai dengan adanya
pemulihan gejala vertigo dan gangguan pendengaran.
Penatalaksanaan Sedangkan jika terkena supuratif labirintitis biasanya
kedua gejala tersebut akan menetap walaupun telah
Tindakan mastoidektomi
diambil tindakan operasi.6-9,13
Labyrintitis

Patofisiologi6-9,13
Penatalaksanaan
Terjadinya penyebaran pada labirin diakibatkan oleh
Penanganan dari labirintitis yang diakibatkan oleh
adanya pnyebaran secara langsung dari infeksi telinga
OMK adalah dengan tindakan kultur dan dilakukan
tengah kronis, yang dapat mengakibatkan terjadinya
tindakan drainase. Pada infeksi akut cukup kita
gangguan pada fungsi keseimbangan maupun
lakukan tindakan miringotomi dan pemakaian
pendengaran. Labirintitis yang disebabkan oleh virus
timpanostomi tube, disamping pemberian antibiotika.
jarang sekali berakibat fatal. Ada 2 jenis labirintitis
Sedangkan pada kasus yang kronis, diperlukan
yang terjadi, yaitu labitintitis purulen dan serous
tindakan masteidektomi. Beberapa ahli
labirintitis.
merekomendasikan untuk dilakukan tindakan ini pada

46 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
masa akut untuk menghindari terjadinya komplikasi rongga mastoid melalui jalur sempit yang letaknya
yang lebih luas. Pasien sebaiknya bedrest total bersebelahan dengan otic capsule. Sehingga infeksi
ditempat tidur dengan pergerakan kepala yang daerah telinga tengah maupun mastoid dapat
seminimal mungkin. Pemberian antibiotika selama mempengaruhi se-sel udara yang terdapat pada apex
masih dalam perawatan di RS dilakukan intravena.6-9,13 petrosus melalui daerah celah sempit tersebut.
Tindakan operasi labirintektomi dilakukann jika
terdapat gangguan total dari fungsi labirin tersebut atau Jadi karakteristik di daerah tulang petrosus ini :
meningitis setelah pasien mendapatkan terapi yang
 Drainase lebih terbatas
adekuat dengan antibiotik. Jika ditemukan proses
 Proksimal dari apical air cels sampai diploic spaces
ossifikasi pada labirin sebaiknya dilakukan tindakan merupakan predisposisi terjadinya osteomyelitis
pemasangan kokhlear implant.6-9,13  Proksimal dari struktur intrakranial dan drainase
yang kurang memperedisposisi terjadinya ekstensi
ke intrakranial
Kelainan petrositis timbul jika sistim drainase dari
Sensorineural Hearing Loss mastoid daerah apex petrosus terganggu sehingga akan
Sebenarnya hubungan antara OMK dengan SNHL terjadi peradangan pada daerah tersebut dan
masih kontroversial, walaupun secara klinis terlihat selanjutnya akan menyebar ke daerah sekitarnya. Apex
petrosus ini posisinya berdekatan dengan fossa kranial
seperti berhubungan. Beberapa faktor yang diduga
medial dan posterior, sehingga jika sampai infeksi
turut berperan adalah endotoksin, patogenesis bakteri,
factor sirkulasi dan faktor mekanik. Teori lain tersebut menyebabkan terjadinya petrositis dapat
mengatakan bahwa seringkali terjadinya gangguan menyebabkan timbulnya infeksi ke daerah intrakranial.
pada aliran darah foramen ovale dan diikuti dengan
berkurangnya pasokan oksigen ke telinga bagian
dalam, sehingga akan menyebabkan kerusakan pada Diagnosa
telinga bagian dalam.6-9,13
Petrositis sendiri berhubungan dengan timbulnya
Paparella menunjukkan bahwa otitis media kronik Sindrom Gradenigo, yang terdiri dari trias klasik:6,7,13
dapat menyebabkan permanen SNHL karena pasase
substansi toksik melalui membran round window. 1) Nyeri di belakang mata atau telinga yang hebat
2) Keluarnya cairan dari telinga
SNHL yang terjadi merupakan pengaruh sekunder 3) Kelumpuhan dari saraf kranialis ke-6 (N.
dari kelainan primernya, diantaranya serous dan Abducens) yang terletak pada Dorello’s canal, pada
sisi ipsilateral sehingga timbul keluhan diplopia.
supuratif labirintitis, fistula labirintitis, dan
kolesteatom yang telah masuk ke labirin.6-9,13
Di samping timbulnya sindrom gradenigo tersebut,
Untuk mengetahui derajat penurunanya dapat
ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan
dilakukan dengan pemeriksaan serial audiometri.
berkaitan dengan timbulnya petrositis ini yaitu nanah
yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang
Petrositis menetap pascamastoidektomi.

Patofisiologi Diagnosis dari penyakit ini dapat dilihat dari


adanya gejala yang penting, berupa nyeri yang hebat
Merupakan proses peradangan bagian petrosus dari sepanjang perjalanan saraf trigeminus pada saat OMK
tulang temporal yang ditandai dengan timbulnya terjadi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
sindrom Gradenigo.6-9,13 Apex petrosus terdapat pada adalah dengan pemeriksaan CT Scan setinggi tulang
bagian medial – anterior dari tulang temporal, dengan temporal, didaerah apex petrosus akan ditemukan
posisi tepatnya adalah di depan otic capsule. Pada tulang yang mengalami destruksi dan jika dicurigai
daerah ini terdapat penonjolan yang dibentuk dari a. adanya kemungkinan penyebaran kedaerah
karotis interna. Tulang temporal mempunyai sel-sel intrakranial, dapat dilakukan pemeriksaan lumbal
udara sampai daerah apex petrosus sekitar 30% dari pungsi ataupun MRI otak.6-9,13
tulang temporal, timbulnya pneumatisasi ini setelah
anak berusia lebih dari 3 tahun. Dimana sel-sel ini
akan berhubungan dengan telinga tengah maupun
47 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Pada anak, paralisis fasialis yang terjadi sering
merupakan akibat dari otitits media akut dan
mastoiditis dengan efusi supuratif.

Asumsi bahwa paralisis fasialis in timbul sekunder


karena proses inflamasi , harus memenuhi kriteria
diagnostik:

- Proses inflamasi harus berada pada sisi yang sama


dengan paralisis fasialis yang terjadi

- Onset dari infeksi akut atau eksaserbasi dari infeksi


kronikharus berhubungan dengan onset paralisis

Karena sangat sedikit spesimen untuk studi


histologi, patogenesis terjadinya paralisis fasialis
berdasarkan asumsi. Infeksi bisa terjadi di berbagai
titik saraf fasialis. Yang paling sering terkena adalah
segmen tympani dari canal fallopian, proksimal dari
CT scan pada Kasus Petrositis16
piramidal genu, karena segman ini sering tererosi oleh
Penatalaksanaan kolestetatom dan penutupan inkomplit pada kanal ini
ditemukan pada 57 % tulang temporal.
Penanganan kasus petrositis yang akut adalah
dengan menggunakan intravena antibiotika yang tepat Telah diketahui pula bahwa kongesti vena,
dan tindakan masteidektomi. Pada pasien petrositis edema jaringan, direct neural toxicity adalah faktor
yang disebabkan oleh OMK seringkali diikuti dengan utama yang berhubungan dengan paralisis, keadaan
adanya osteomielitis pada tulang petrosus yang subakut dan kronik lebih kepada erosi tulanag dan
menjadi resisten terhadap tindakan terapi konservatif menyebabkan kerusakan saraf
antibiotika. Sehingga diperlukan tindakan eksplorasi
Pada pemeriksaan fisik, kita dapat melakukan tes
dari tulang apex petrosus disamping tindakan
topografi untuk mengetahui posisi dari kerusakan saraf
masteidektomi.6-9,13
fasialis tersebut. Apakah terdapat kelainan dari segmen
Paralisis Fasialis intratemporal ataukah segmen mastoid.

Posisi kanalis fasialis yang cukup panjang Tes topografi dapat terlihat pada skema di halaman
sepanjang tulang temporal, menyebabkan saraf fasialis berikut .
ini mudah mengalami infeksi atau gangguan lainya jika
terdapat penyakit yang mengenai tulang temporal.
Pada OMK, terjadinya infeksi dan peradangan dapat
mengenai saraf fasialis setelah terlebih dahulu
mengerosi tulang yang membentuk kanalis fasialis,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya paresis dan
paralysis. Pada dewasa, komplikasi ini dapat terjadi
pada OMK sendiri ataupun OMK dengan disertai
kolesteatom (80%) dan jaringan granulasi. Jika murni
OMK, maka kelainan ini pada kanalis fasialis ditandai
dengan osteitis pada tulang temporal yang melindungi
kanalis fasialis tersebut. Sedangkan jika disertai
dengan kolesteatom ditandai dengan adanya erosi pada
tulang temporal. Karena hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadi udema dan kompresi pada saraf
fasialis sehingga dapat menimbulkan terjadinya paresis
yang diikuti dengan paralisis saraf fasialis.6-9,13 Tes Topografi Nervus Fasialis7

48 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Penanganan yang perlu dilakukan jika kita sempit sehingga akan mempercepat proses osteolitik
mendapatkan adanya paralisis saraf fasialis yang dari tulang. Reaksi enzimatik memegang peranan yang
diakibatkan oleh adanya OMK adalah dengan sangat penting untuk terjadinya proses osteolitik
melakukan eksplorasi segera daerah telinga tengah tersebut.6-9,13
dengan melakukan tindakan masteidektomi untuk
menghilangkan semua jaringan patologik, baik tulang
yang terinfeksi maupun kolesteatom, jika saraf fasialis
telah terkena, maka sebaiknya kita bersihkan
semaksimal mungkin jaringan patologiknya dengan
tetap meninggalkan jaringan granulasi yang telah
menempel pada saraf fasialis seminimal mungkin, hal
ini kita lakukan untuk menghindari terjadinya trauma
pada saraf tersebut yang akhirnya berakibat lebih
parah. Beberapa penulis, mengemukakan bahwa
sebaiknya dilakukan tindakan eksplorasi kanalis
fasialis dari ganglion genikulatum sampai foramen
stilomastoideum, jika ada daerah sepanjang
epineurium saraf fasialis yang telah terkena, maka Skema Kolesteatom di Telinga Tengah20
sebaiknya dilakukan tindakan pembukaan dari
selubung sarafnya kemudian dibersihkan dan Ada 4 teori dasar mengenai patogenesis
selanjutnya dilakukan tindakan pencangkokan terhadap terjadinya acquired kolesteatom : 7
daerah yang terkena. Selama proses operasi sebaiknya
1. Invaginasi membran timpani (Witmaack,1933)
dilakukan juga tindakan pengambilan contoh jaringan
Merupakan proses primer tejadinya kolesteatom di
untuk dilakukan tes kultur dan setelah operasi
atik. Retraksi pocket di pars flaccida semakin
diberikan antibiotik yang adekuat.6-9,13
dalam karena tekanan negatif telinga tengah dan
Kolesteatoma inflamasi yang berulang. Hal ini menyebabkan
keratin yang berdeskuamasi tidak dapat dibersihkan
Kolesteatoma menyerupai kista, merupakan lesi dari kantung tersebut, berakumulasi dan
yang berkembang didaerah tulang temporal, dibatasi membentuk kolesteatom. Kolesteatom di retraction
oleh epitel stratified skuamosa dan berisi keratin yang pocket ini terjadi karena disfungsi tuba eustachius
terdeskuamasi dan purulen. Kolesteatom dengan resultan tekanan negatif telinga tengah
mempengaruhi telinga tengah dan mastoid, tetapi pada (teori ”ex vacuo”)
prinsipnya kolesteatom dapat timbul dimanapun daerah
tulang temporal yang mengalami pneumatisasi atau 2. Hiperplasia sel basal (Lange, 1925)
Sel epitel (prickle cells) pada pars flaccida dapat
yang berisi sel-sel udara. Kolesteatom dapat berasal
menginvasi jaringan subepitel dengan cara
dari kongenital ataupun didapat.
berproliferasinya lapisan pada sel epitel. Jadi
Pada kolesteatom yang didapat, teori terbentuknya lamina basalis bisa ditembus oleh lapisan epitel ini
masih merupakan hal yang kontraversial. diduga sehingga terbentuk mikrokolestetatom. Hal ini
kolesteatom merupakan hasil dari komplikasi OMK, menjelaskan mengapa dapt terjadi kolestetatom
dimana OMK dapat mengakibatkan terjadinya pada membran timpani yang intak. Menurut teori
transformasi mukosa dan epitel. Proses yang terjadi ini mikrokolesteatom dapat membesar dan
adalah metaplasia dari epitel kolumnar pseudostratified menyebabkan perforasi sekunder pada membran
bersilia menjadi epitel skuamosa berlapis, yang timpani
memegang peranan penting untuk terbentuknya
3. Epithelial ingrowth melalui perforasi (Habermann,
kolesteatom. Para ahli masih belum sependapat sama
1889)
seluruhnya tentang teori terjadinya proses resopsi dari Epitel skuamosa yang berkeratinisasi dari membran
tulang oleh kolesteatom. Dikatakan bahwa resopsi dari timpani bermigrasi ke telinga tengah melalui
tulang merupakan hasil proses sekunder dari reaksi perforasi (contact guidance) dan bila menemukan
ensimatik dan reaksi yang diperantai sel. Supreinfeksi permukaan epitel lain akan berhenti bermigrasi
dan peningkatan tekanan dari kolesteatom disebabkan (contact inhibition). Jadi pada perforasi membran
oleh terperangkapnya kolesteatom dalam ruangan timpani, proses inflamasi akan menghancurkan
49 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
inner mucosal lining dari membran timpani, akan Kerusakan tulang temporal pada kasus OMSK
memudahkan epitel berkeratinisasi dari luar untuk dapat atau tanpa disertai dengan kolesteatom. Ada 3
bermigrasi ke dalam dan membentuk kolesteatom. hal yang mempengaruhinya :

4. Metaplasia epitel telinga tengah (Wendt, 1873) 1. Mekanik, berhubungan dengan tekanan yang
Simple squamous atau cuboidal epithelium dari diakibatkan oleh ekspansi dari kolesteatom sebagai
celah di telinga tengah akan mengalami akumulasi dari sejumlah keratin dan debris purulen.
transpormasi metaplatik menjadi epitel yang 2. Biokemikal, disebabkan oleh bakteri (endotoksin),
produk dari jaringan granulasi (kolagen, asam
berkeratinisasi. Didukung oleh Sade (1971) bahwa
hidrolase), dan subtansi yang berhubungan dengan
sel epitel sangat pluripoten dan dapat distimulasi kolesteatom itu sendiri (faktor pertumbuhan dan
proses inflamasi untuk berkeratinisasi. Sehingga sitokin).
daerah epitel yang berkeratinisasi di telinga tengah 3. Sellular, oleh karena aktivitas osteoklas.
dapat membesar karena akumulasi debris dan Kolesteatom biasanya tumbuh pertama kali pada
kontak dengan membran timpani. Dengan adanya baberapa bagian telinga tengah tertentu yang kemudian
infeksi dan inflamasi maka kolestetaom akan menyebar ke ruangan lain dari telinga tengah. Bagian-
menyebakan lisis dari memberan timpani dan bagian tersebut adalah daerah sekitar atik, pars
perforasi (kolesteatom atik) flaksida, dan posterior dari mesotimpanum. Daerah
epitimpanum yang paling sering untuk timbulnya
kolesteatom adalah Prussak’s space (paling sering)
atau resessus epitimpani anterior. Prussak’s space
merupakan daerah berupa kantong yang dangkal yang
berada dibagian posterior dari pars flaksida.
Kolesteatom yang tumbuh dalam Prussak’s space akan
menyebar ke daerah posterior sepanjang sisi dari badan
inkus, yang kemudian masuk ke daerah antrum dan
rongga mastoid.6-9,13

Sedangkan kolesteatom yang berasal dari daerah


epitimpani anterior akan tumbuh ke daerah anterior
sepanjang prosessus kokhleoformis dan kemudian
Teori Terjadinya Kolesteatom7 masuk ke resessus supratubal, yang kemudian akan
masuk ke daerah mesotimpanum melalui kantong
Kolesteatom yang mengadung debris keratin yang anterior dari Von Troltsch.
terperangkap di ruang antar jaringan, merupakan
subyek untuk terjadinya infeksi rekuren. Bakteri yang
terdapat pada kolesteatom adalah :

Skema Terbentuknya Kolesteatom pada Pars


Flaccida20

Pasien OMK dengan kolesteatom akan


mengeluhkan seringkali terjadi pengeluaran cairan dari
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan
pendengaran yang progresif. Kolesteatom dapat
mengakibatkan terjadinya erosi pada tulang
pendengaran daerah kanalis akustikus eksternus.
Bakteri pada Kolesteatom7
Kolesteatom pada anak mempunyai gejala klinis
yang sama dengan dewasa, usia paling sering
terjadinya adalah pada usia 10 tahun, lebih sering
50 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
terjadi pada anak laki-laki. Sebagian besar kolesteatom telinga bagian dalam, seperti halnya terjadi fistula
terjadi pada daerah epitimpanum (70%-80%) dan kedalam ruangan yang berisi cairan perilimph di
gejala yang muncul adalah pengeluaran cairan dari telinga bagian dalam. Ada 2 teori terjadinya erosi pada
tulang telinga bagian dalam:
telinga yang sangat berbau dan adanya penurunan
1) Osteolysis, dimana tulang akan diresopsi yang
pendengaran yang progresif. Dan didapatkan kantong ditandai dengan adanya peningkatan tekanan dari
retraksi didaerah posterosuperior membran timpani. kolesteatom atau aktivasi dari mediator matriks
Penanganannya seringkali mengalami kesulitan kolesteatom.
dikarenakan pasien yang kurang koperatif. 2) Osteitis, terjadi pada penghubung antara jaringan
granulasi yang timbul dengan lapisan tulang.
Salah satu komplikasi intratemporal yang sering
dari OMK dan kolesteatom adalah fistula labirin.
Prevalensi terjadinya fistula labirin pada pasien OMK
dengan kolesteatom adalah 5% - 10%, dengan lokasi
yang paling sering adalah kanalis semesirkularis
lateralis (90%) dan kokhlea pun dapat terkena melalui
foramen ovale atau promontorium (16%-20%).6-9,13

Gejala yang muncul tergantung kepada berat-


ringannya fistula yang terjadi. Apabila hanya terjadi
erosi tulang kanalis semisirkularis “blue-line” , maka
masih belum ada gejala signifikan yang muncul
(asimtomatik), yang paling mungkin hanya gejala
vertigo yang disebabkan oleh perubahan tekanan dan
suhu. Sedangkan jika terjadi ekspos dari lapisan
membranaseus maka gejala yang muncul adalah
vertigo dan gangguan pendengaran, jika sampai terjadi
Kolesteatom pada Telinga Tengah16 gangguan pada cairan perilimph, maka dapat terjadi
gangguan sensorineural dan vertigo yang sangat berat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pada Gangguan pendengaran bersifat menetap.
Pemeriksaan dapat kita lakukan dengan melakukan
keadaan membran timpani yang utuh, didapatkan
tes fistel, yaitu dengan memberikan tekanan udara
gambaran massa putih dibelakang membran timpani yang positif maupun negatif keliang telinga, bisa
yang sulit dibedakan dari plak karena dengan menggunakan otoskop Siegel, bila fistel
timpanosklerotik. Yang mana hal ini dapat dibuktikan tersebut masih dalam keadaan paten, maka akan terjadi
dengan pemeriksaan pneumatoskopi. Dari pemeriksaan ekspansi dan kompresi membran labirin. Bila terdapat
garputala didapatkan kesan adanya gangguan tuli fistula (positif) maka akan terjadi nistagmus atau
konduktif pada sebagian besar pasien. Pada tes Weber vertigo. Tes fistula bisa bernilai negatif apabila
fistulanya tertutup oleh jaringan granulasi, oleh sebab
lateralisasi pada telinga yang mengalami kelainan,
lain atau labirin tersebut sudah mati.
sedangkan dari tes Rinne fungsi dari hantaran tulang Pemeriksaan CT Scan yang beresolusi tinggi,
lebih baik dari pada hantaran udara. Pemeriksaan potongan 1 mm, akan memberikan informasi mengenai
timpanometri tidak memberikan informasi yang adanya fistel labirin tersebut, yang biasanya terdapat
signifikan terhadap evaluasi dari kolesteatom. pada daerah kanalis semisirkularis horisontalis.6-9,13
Dari pemeriksaan radiologis didapatkan adanya
gambaran erosi pada tulang dan daerah radiolusen
yang menyerupai perluasan antrum, dimana sel-sel Komplikasi Intrakranial 6-9,13
udara antrum dan mastoid telah mengalami destruksi.
CT scan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana Pada masa sekarang ini, insidensi terjadinya
lokasi dan perluasan dari kolesteatom tersebut.6-9,13 komplikasi intrakranial dari OMSK sudah jauh
berkurang, seiring dengan membaiknya kesadaran
masyarakan akan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
pengobatan yang tepat. Pemakaian antibiotik yang
Fistula labirin tepat dan cepat, juga mempengaruhi OMK sehingga
dapat mempengaruhi insidensi komplikasi intrakranial.
Fistula labirin merupakan suatu keadaan dari erosi
tulang dan tereksposnya membran endosteal dari Dalam masa preantibiotik disebutkan bahwa, tingkat

51 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
insidensi terjadinya metastase intrakranial pada pasien intrakranial. Perubahan keadaan status mental, lemah
OMK adalah 2%-6%, yang kemudian berdasarkan anggota badan, aphasia, kekakuan daerah leher, dan
penelitian tahun 1962, insidensi tersebut menjadi jauh sampai koma, merupakan gejala yang timbul lambat,
berkurang menjadi sekitar 0,15%. 7,9 Berdasarkan sesudah proses komplikasi berlangsung cukup lama
hasil penelitian yang dikemukakan oleh McGuirt, dan meluas.5,7
1983, bahwa komplikasi intrakranial yang diakibatkan
ole OMSK mencapai 0,5%, dan angka kematian yang Secara umum CT Scan dan MRI merupakan
pemeriksaan penunjang yang penting untuk
terjadi sekitar 10%. Sedangkan berdasarkan hasil
mengetahui terjadinya proses komplikasi tersebut. CT
penelitian oleh Prellner dan Rydell, tingkat terjadinya Scan akan memberikan gambaran yang jelas tentang
insidensi komplikasi intrakranial berkurang setelah terjadinya proses kerusakan dari struktur tulang, dan
pemakaian antibiotik yang tepat, dari 2% menjadi dengan menggunakan kontras, CT Scan dapat
0,02%. 6-9,13 memberikan gambaran terjadinya abses, perangsangan
daerah selaput otak, dan pengumpulan cairan. MRI
Proses patofisiologi terjadinya komplikasi digunakan lebih sensitif untuk mengetahui adanya
intrakranial dari OMSK merupakan hal yang kompleks cairan intra dan ekstrakranial. Sensitif untuk
antara faktor mikrobiologi dengan tubuh manusia. membedakan kelainan didaerah ekstradura dan subdura
Pada saat terjadi OMSK, pertahanan tubuh manusia dan secara sensitif mengetahui kelainan daerah
secara anatomi maupun immunologi akan mengalami parenkim.
gangguan bahkan jika infeksinya berlangsung hebat Pemeriksaan dengan menggunakan MR angiografi
sampai dapat merusak sistim pertahanan tubuh kita akan memberikan evaluasi tambahan terhadap aliran
baik yang lokal maupun yang sistemik. darah di daerah sinus duramater, bulbus jugularis, vena
Terjadinya proses penyebaran penyakit ke didaerah korteks dan vene-vena kecil lainya.7
intrakranial melalui 3 tahapan :
Abses Epidural
1. Dari telinga tengah ke lapisan meningen
2. Melintasi meningen Abses ini terjadi dekat dengan daerah tulang
3. Masuk kedalam lapisan otak. temporal. Proses peradangan yang berlangsung kronis
Penyebaran komplikasi terjadi melalui proses
pada daerah telinga tengah dan tulang temporal akan
hematogenous juga dapat terjadi, walaupun jarang.
menyebabkan penyebaran kedarah epidural melalui
Sebagian besar proses komplikasi intrakranial terjadi
vena yang berada dalam tulang tersebut ataupun
melalui infeksi langsung dari telinga tengah ataupun
melalui erosi tulang . Timbulnya osteitis yang
mastoid.
dihasilkan dari erosi tulang, biasanya hal ini tidak
Karena perluasan infeksi langsung dari ke struktur dijumpai jika tidak disertai dengan adanya
intrakranial oleh bakteri, maka fase bakteriemia kolesteatom. Tempat yang paling sering dari terjadinya
mungkin saja tidak terjadi. Sehingga salah satu erosi tulang tersabut adalah melalui daerah tulang yang
pertahanan tubuh, berupa sirkulasi, menjadi tidak tipis yang berada di fossa kranial media atau melalui
teraktivasi untuk membentuk pertahanan humoral tulang di dekatnya melalui fossa cranial posterior atau
tubuh terhadap invasi bakteri tersebut. Sekalinya sinus sigmoid. Daerah rongga epidural merupakan
bakteri masuk kedalam struktur intrakranial, maka daerah yang potensial, terjadi ketika lapisan
bakteri tersebut akan mengalami proses replikasi yang periosteum atau lapisan duramater terluar terpisahkan
tidak dapat dihalangi oleh sampai terbentuknya reaksi dari lapisan dalam yang melapisi tulang kranial.
immunologi yang diperantarai oleh sel. Sitokin Duramater sendiri resistensi yang cukup tinggi untuk
Eksogenus seperti interleukin 1β, interleukin 6, dan menahan perluasan penyakit.6-9,13
tumor nekrosis faktor (TNFα) akan menyebabkan
terjadinya reaksi peradangan yang kompleks. Proses
penyakit yang luas akan sangat dipengaruhi oleh
virulensi bakteri, respon peradangan dari tubuh,
pertahanan anatomi, dan pengobatan dari tubuh.6-9,13

Dalam penanganan OMSK, kemungkinan untuk


terjadinya proses komplikasi intrakranial harus selalu
dipikirkan. Adanya otalgia otorrhea yang berbau
busuk, demam yang tinggi, dan nyeri kepala,
Abses Epidural 13
merupakan gejala awal dari timbulnya komplikasi
52 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Terkadang pada proses tersebut disertai Ekstensi ke posterior sekitar sinus sigmoid akan
pembentukan jaringan granulasi disamping menyebabkan sigmoid sinus-perisinus abses. Hal ini
pembentukan pus. Jika selama proses infeksi disertai berhubungan thromboflebitis yang terjadi pada sinus
dengan pemberian terapi antibiotika yang tepat, maka sigmoid san sinus tranversus. Meskipun jarang terjadi
akan terbentuk abses yang purulen. Terkadang abses perisinus dapat berekstensi melalui foramen
bersamaan dengan terjadinya penyebaran ini juga jugular ke leher.6-9,13
disertai dengan penyebaran kedaerah intrakranial
lainya. 9

Diagnosis

Adanya nyeri lokal yang dalam atau nyeri


kepala dengan demam low-grade dapat disebabkan
karena infeksi epidural ini. Tetapi dapat pula
asimptomatik.

Penggunaan kontras pada pemeriksaan CT Scan


ataupun MRI akan membantu sekali untuk menegakan
diagnosis abses epidural ini. Dikatakan bahwa
pemeriksaan dengan MRI mempunyai nilai sensitifitas
Abses Epidural dan Abses Subperiosteal 13 yang lebih baik daripada CT Scan, hal ini dikarenakan
abses tersebut mengenai jaringan lunak. MRI dengan
Abses epidural ini dapat meningkatkan tekanan kontras gadolinium dapat mendeteksi adanya
intrakranial sehingga kita dapat menemukan adanya penebalan lapisan duramater dan peradangan. Bukti
defisit neurologis dan papil edema. Erosi dari kranium bahwa terdapatnya proses erosi pada daerah tulang
ke luar sehingga membentuk abses subperiosteal, dapat dilihat dengan menggunakan CT Scan, dengan
misalnya pada tumor Potts puffy.6-9,13 menggunakan potongan axial maupun koronal. Daerah
tegmen timpani paling baik dievaluasi dengan
Abses epidural dapat pula berkembang ke arah menggunakan potongan koronal dan daerah fossa
medial, di atas apeks petrosus, sehingga dapat kranialis posterior paling baik dengan menggunakan
mengiritasi Gasserian ganglion dari nervus trigeminal, potongan aksial.7,8
dan nervus abducens, sehingga timbul Gradenigo’s
syndrome (nyeri daerah wajah, diplopia, dan
ottorrhea).

MRI pada Kasus Abses Epidural 7


Abses Epidural yang Meluas ke Apeks Petrosus 13
Penatalaksanaan

Bila ditemukan jaringan granulasi epidural, tulang


dan sekitarnya diangkat, jaringan granulasi dilepaskan

53 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dengan diseksi tumpul dari duramater. Mungkin saja diatas processus mastoideus, tapi harus dibedakan
terjadi perforasi pada dura, dan dapat menyebabkan dengan subperiosteal edema atau abses pada akut
meningitis. Pada kasus tertentu bisa dilakukan koalesen mastoiditis.11.
Nyeri kepala, iritabilitas, letargi, dan papil edema
pengangkatan dari plate fossa posterior. 6-9,13
dapat terlihat sebagai akibat dari peninggian tekanan
Trombosis sinus lateralis 6-9,13 intrakranial. Pada kasus sinus sigmoid thromboflebitis,
dapat terbentuk abses ekstradural, otitic hydrocephalus
dan abses otak.6-9,13
Patofisiologi
Menduduki peringkat kedua dalam hal komplikasi Queckenstedt-Stookey dan Tobey-Ayer test dengan
intrakranial OMK yang dapat menyebabkan kematian. cara pungsi lumbal adalah cara untuk mengetahui
Terdapat 3 sinus dura yang berhubungan sangat trombosis sinus lateralis, tapi test ini berbahaya dan
dekat dengan tulang temporal yaitu sinus sigmoid, tidak bisa diandalkan. Tes ini mengukur tekanan CSF
sinus petrosal superior, dan sinus petrosal inferior. dan melihat perubahannya pada penekanan satu atau
Ketiga sinus ini adalah struktur intradural dengan satu kedua vena jugularis interna, penekanan dilakukan
bagiannya melekan ke lapisan archnoid dan bagian lain dengan jari. Pada orang normal, penekanan pada
melekat pada sulkus di tulang temporal. masing-masing vena jugularis interna akan
Daerah lateral dan sinus sigmoid merupakan daerah menyebabkan peningkatan tekanan secara cepat pada
yang relatif tidak terlindungi terhadap proses tekanan CSF 50-100 mmhg di atas level normal. Dan
peradangan didaerah dekatnya sebagai akibat dari pada saat jari dilepaskan akan terjadi penurunan yang
OMK. Penyebaran secara langsung terjadi melalui cepat pula.
mastoid karena erosi dari tulang temporal yang Pada kasus sinus lateralis trombosis , penekanan
diakibatkan oleh osteitis ataupun nekrosis. Sedangkan vena tidak akan menyebabkan peningkatan tekanan
penyebaran secara tidak langsung terjadi melalui CSF atau peningkatan secara perlahan 10-20 mmhg
thromboflebitis yang retrograde yang melibatkan vena- saja. 13
vana kecil daerah mastoid. Infeksi daerah perisinus
akan menyebabkan terbentuknya thrombus mural
dalam lumen sinus. Thrombus mural dapat membesar
intralumen dan dapat menyumbat lumen kemudian
terinfeksi atau mengalami proses inflamasi. Bila tidak
mengalami infeksi, trhombus akan bertumpuk. Bila
mengalami infeksi, thrombus akan menjadi nekrotik
dan melepaskan septic emboli, menyebabkan
septikemia dan high spiking fevers satu atau dua kali
sehari. Obstruksi dari sistim drainase sinus dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial dan sakit kepala yang tidak jelas
penyebabnya. Hidrocephalus otitis merupakan
komplikasi yang serius dari trombosis sinus lateralis,
yang dapat menyebabkan terjadinya proses perubahan
pandangan dan kelemahan saraf abducens. Skema Tobey-Ayer Test13

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT


Scan dan MRI akan didapatkan gambaran trombosis
sinus duramater. Dengan menggunakan kontras pada
pemeriksaan CT Scan, maka dapat dilihat daerah
Perkembangan Venous Sinus Thrombophlebitis14 trombosis sinus duramater yang mengalami kelainan.
Potongan aksial memperlihatkan adanya “delta sign”.13
Diagnosa
Tanda dan gejala yang timbul berhubungan dengan Sedangkan dengan pemeriksaan MRI kita akan
thrombophlebits sinus sigmoid sebagai akibat menjumpai adanya peningkatan sinyal intraluminal
inflamasi dan hidrodinamik intrkranial yang terganggu. dalam sinus yang terlibat.13
Gejala klinis klasik yang terjadi adalah : nyeri Pemeriksaan gold standarnya adalah dengan
kepala, malaise, spiking fever, mengigil, peningkatan menggunakan angiografi serebral, dimana kita akan
tekanan intrakranial, dan Griesinger’s sign. mendapatkan gambaran anatomi dari sisitim vena
Griesinger’s sign adalah adanya edema postauriculer serebral, sehingga kita akan mendapatkan gambaran
sekunder karena trombosis pada vena emissary
oklusi dari sistim vena tersebut.7,13
mastoid. Griesinger’s sign digambarkan sebagai edema

54 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
lagi, tetapi jika jasil aspirasinya tidak didapatkan
darah, maka dapat diduga adanya trombosis atau jika
kita dapatkan adanya pus, maka hal ini menandakan
adanya thrombus yang terinfeksi. Yang selanjutnya
dilakukan tindakan aspirasi lanjutan dan drainase dari
pus dan jaringan trombosis tersebut.6-9,13

Angiografi pada Kasus Obstruksi Sinus Tranversus


Dekstra7

Penatalaksanaan
Penanganan modern dari trombosis sinus lateralis MRV pada Kasus Lateral Sinus Thrombosis 7
adalah dengan berdasarkan atas kontrol terhadap
infeksi dengan tehnik bedah yang seminimal mungkin Hidrocephalus otitis
dan antibiotika yang seefektif mungkin. Ketika diduga
Patofisiologi
terdapat trombosis daerah sinus sigmoid, maka
penggunaan antibiotika yang efektif dapat dilakukan Dikenal juga sebagai serebri pseudotumor
untuk mencegah terjadinya penyebaran secara (Symonds, 1931) dan dihasilkan dari proses otitis
hematogen. Antibiotik spektrum luas digunakan media. (Quincke, 1893). Merupakan suatu syndrome
sampai kita mendapatkan kuman yang spesifik dari dengan keadaan peningkatan tekanan intrakranial
hasil kultur. Kuman yang biasanya menyerang adalah dengan keadaan CSF yang normal dan tanpa adanya
dari golongan aerob-anaerob saluran nafas atas abses otak berkaitan dan berhubungan dengan kelainan
(staphylococcus dan streptococcus). Pada umumnya penyakit telinga yang supuratif .Timbulnya kelainan
digunakan kombinasi obat yang mempunyai penetrasi ini setelah beberapa minggu terjadinya proses OMA.
yang baik terhadap sawar darah otak, yaitu dari OMK merupakan suatu keadaan yang potensial untuk
golongan penicillin dan kloramphenikol. Yang terjadinya hal ini. Trombosis sinus lateralis nonseptik
kemudian dikombinasikan dengan obat intravena dari berhubungan dengan adanya kelainan ini. Paling sering
penicillin, nafcillin, ceftriakson, atau metronidazole.6- timbul pada anak-anak atau dewasa muda.6-9,13
9,13

Patofisiologi terjadinya kelainan ini masih belum


Tindakan masteidektomi ditujukan untuk diketahui secara jelas. Kelainan ini bukan merupakan
menampilkan ekspos yang luas dari sinus sigmoid. hidrocephalus yang sebenarnya, karena keadaan
Tulang dibuang sampai terekspos duramater, semua ventrikel otak yang tidak mengalami pembesaran,
jaringan granulasi dibuang dan dinding dari sinus tetapi tekanan CSF mengalami peningkatan tekanan.
Secara teoritis, terjadinya peningkatan tekanan
diperiksa. Daerah dinding sinus jika tampak normal,
intrakranial ini disebabkan oleh adanya produksi CSF
maka tidak memerlukan tindakan lanjutan, tetapi jika yang berlebihan disertai dengan pengurangan resopsi
dinding sinus tampak merah, saat palpasi tampak tidak dari CSF tersebut, hal ini diduga disebabkan oleh
bergerak, maka sebaiknya kita lakukan tindakan adanya obstruksi aliran vena daerah duramater karena
aspirasi dari sinus tersebut dengan menggunakan jarum produksi thrombus atau adanya proses meningitis
yang ukurannya kecil. Jika hasil aspirasi tersebut sehingga mengakibatkan obstruksi. Dari penelitian
adalah darah, maka kita tidak perlu untuk intervensi Lenz dan McDonald didapatkan kesimpulan bahwa

55 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
sekitar 78% dari 54 pasien dengan otitis hidrocephalus melalui proses penyebaran infeksi secara
mempunyai kelainan trombosis sinus lateralis, hematogenous kedaerah subarakhnoid dan selaput otak
trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau jaringan (meningen). Otogenik daerah infeksi daerah disus
granulasi perisinus.
merupakan sumber yang sering menyebabkan hal ini.
Diagnosis OMA, terutama pada anak, lebih sering menyebabkan
Gejala yang timbul pada kelainan ini berkaitan meningitis dari pada OMK.
dengan adanya peningkatan tekanan CSF. Sakit kepala
Patifisiologi terjadinya meningitis yang berasal dari
merupakan gejala yang paling sering, dan penurunan
OMK mesih belum jelas sepenuhnya. Pada kasus
kesadaran (letargi) dapat disertai pula dengan paralysis
OMK, terjadinya meningitis diduga dari kontaminasi
saraf abdusen ipsilateral, adanya papiledema bilateral,
bakteri melalui erosi tulang yang kemudian disertai
diplopia, dan muntah. Dengan adanya peningkatan
dengan abses epidural, ataupun trombosis sinus
tekanan CSF yang persisten hal ini akan menyebabkan
lateralis. Setelah lapisan duramater terkena, pada
timbulnya penekanan pada daerah saraf optikus
tempat yang bersamaan lapisan blood-brain barrier
didaerah kribriform, yang akan mengakibatkan atropi
(jalan untuk penyebaran hematogen) juga terkena
dari saraf optikus dan kehilangan penglihatan.. Demam
sehingga didapatkan akses dari bakteri untuk masuk ke
dan muntah merupakan gejala terkadang jumpai.4,7,11,18
ruang subarakhnoid.
Pemeriksaan radiologi dengan CT Scan membantu
Gejala yang timbul dari hal ini dalah timbulnya
untuk menemukan adanya tempat massa.6-9,13
demam yang sering disertai dengan kekakuan daerah
leher (kaku kuduk), kenaikan suhu tubuh, mual,
Penatalaksanaan muntah proyektil, tanda Kernig dan Brudzinski positif
Ditujukan untuk meneradikasi penyakit dan perubahan status mental. Dengan menggunakan
supuratif pada telinga dengan antimikroba yang sesuai CT Scan atau MRI yang diberi kontras maka kita dapat
dan terapi pembedahan dan mengurangi peningkatan melihat adanya penguatan daerah meningen secara
tekanan intrakranial secara agresif untuk mencegah luas. Jika kita tidak menjumpai adanya massa, maka
sekuele yang timbul akibat tekanan intrakranial yang tindakan untuk melakukan pemeriksaan pungsi lumbal
sangat berat .Hal ini dapat mengakibatkan atropi saraf dan CSF adalah suatu keharusan. CSF yang bersifat
optikus sehingga mengakibatkan papil edema bilateral, leukositosis, disertai dengan kadar glukosa yang
sehingga papil edema bilateral yang persisten dapat rendah, peningkatan kadar protein dan laktat. Selain
dihindari. Biasanya lapang pandang (visual field) lebih itu, pada saat melakukan pemeriksaan CSF sebaiknya
terganggu bila dibadingkan dengan ketajaman kita juga melakukan pemeriksaan gram stain, kultur
penglihatan (visual acuity). Jadi penting untuk dan antigen bakteri.4,7,9,18
memonitor lapang pandang, ketajaman penglihatan dan
derajat papil edema. Juga dapat dilakukan serial Penanganan utamanya adalah dengan
lumbal pungsi atau pemasangan drain daerah lumbal menggunakan antibiotik dosis tinggi yang dapat yang
selama beberapa minggu. Jika kelainan berlangsung dapat menembus CSF. Pada pasien OMK, seringkali
dalam jangka waktu yang lama, pemasangan didapatkan adanya bakteri gram negatif. Sebagai first
ventrikular shunting atau dekompresi subtemporal lined therapy adalah dengan menggunakan ceftriaxone
dapat dilakukan. Penggunaan obat-obatan diuretik, atau cefotaxime yang dikombinasikan dengan
steroid, dan agen dehidrasi hiperosmolar dapat ampicillin atau penicillin G. Kloramfenicol juga sering
digunakan. Mastoidektomi dapat dilakukan setelah digunakan, tetapi mengingat beratnya efek samping
kondisi stabil untuk mengatasi sumber infeksi kronis di yang ditimbulkan maka sekarang jarang digunakan
telinga.6-9,13 kembali. Pemantauan efektifitas teraoi dapat dilakukan
dengan menggunakan serial kultur CSF, lama terapi
yang dilakukan sepanjang 7-21 hari dengan kombinasi
antibiotik untuk gram negatif dan bakteri anaerob.
4.4.4. Meningitis Kultur CSF menjadi negatif terhadap kuman setelah 2-
3 hari terapi.
Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang
paling sering terjadi. Insidensinya sekitar 50%. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
Meningitis merupakan masalah infeksi yang sering intrakranial, dapat dilakukan tindakan dekompresi dan
terjadi. Sebagian besar kejadian dari meningitis terjadi pencegahan gejala sisa neurologis dengan melakukan

56 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
lumbal pungsi dan pemberian deksametason. masuk ke vena terminal di white matter, dimana
Deksametason terbukti dapat mengurangi pertahanan terhadap infeksi sangat minimal, dan
kemungkinan terjadinya kematian dan gangguan saraf penyebaran dengan cepat dari liquification necrosis
pendengaran. Setelah pasien stabil, dapat dilakukan menyebabkan pembentukan abses.
tindakan mastoidektomi untuk mengatasi sumber
infeksinya.6-9,13 Kemudian daerah sekitar abses yang mengalami
ensefalitis membentuk semacam kapsul yang berasal
dari fibroblast otak dan sel glia. Pelunakan jaringan
sekitar abses dan kapsel yang tidak sempurna
menyebabkan infeksi dapat menyebar ke ventrikel,
bahkan ke korteks, sampai akhirnya dapat ruptur ke
ventrikel dan ruang subarachnoid.

Bakteri yang dapat ditemukan pada abses otak


dapat dilihat pada tabel berikut.

Mikroorganisme pada Abses Otak7

Tingginya insiden streptococi dan staphylococci


MRI pada Kasus Meningitis dan Efusi Subdural7
dan Bacteroides sesuai dengan baketri sering kita
Abses otak6-9,13 temukan pada OMSK eksaserbasi akut. Adanya sekret
telinga yang mengadung bakteri tersebut menunjukkan
Patofisiologi adanya aerasi yang buruk, penyumbatan dan destruksi
tulang.
Abses otak adalah akumulasi dari pus, yang
dikelilingi oleh daerah yang mengalami ensefalitis di Abses otak menempati peringkat pertama dalam hal
dalam cerecrum atau cerebellum. komplikasi yang disebabkan oleh OMK ke intrakranial
yang akan menyebabkan kematian. Komplikasi abses
Abses otak sering terjadi pada pria terutama pada otak ini mempunyai tingkat mortalitas dan morbiditas
usia dekade ke tiga, tetapi abses otak ini dapat terjadi yang tinggi, sehingga merupakan salah satu komplikasi
pada usia berapapun. Etiologi dari abses otak ini yang paling ditakutkan. Penelitian di Skotlandia, 1990,
didapatkan angka kejadian komplikasi abses otak dari
banyak ditemukan berasal dari otogenik. Pada anak 35
OMK adalah 1 dari 12.467 pasien, sedangkan dari
% abses otak berasal dari infeksi telinga, hidung dan penelitian di Thailand, 1993, didapatkan angka 1 dari
tenggorok. 11.905.
Abses otak terjadi karena proses penyebaran
Abses otak otogenik terutama berasal dari melalui proses hematogen dari bakteri. Pada kasus
venous thrombophlebitis dan bukan ekstensi langsung OMK, abses otak terjadi karena ektensi langsung
dari duramater. Lobus temporal sering terkena, sepanjang jalan yang sudah ada ataupun melalui jalan
berikutnya cerebellum. perivaskular yang sudah ada. Sekitar 62% proses
berlangsung didaerah lobus temporalis dan 34%
Duramater sangat resisten terhadap infeksi, tetapi didaerah serebellum. Sedangkan penyebaran kedaerah
infeksi persisten dapat menyebebkan inflamasi lokal frontal dan parietal terjadi sekitar 4%. Tulang yang
tipis pada daerah tegmen timpani akan mempermudah
pada dura, dimana thrombophlebitis dapat timbul pada penyebaran penyakit ini kedaerah fossa
pembuluh darah serebral. Thrombophlebitis retrograd posteriorcranial. Pada saat duramater telah terekspos,
pada vena serebral meupun serebellar dengan cepat maka penyebaran secara tromboflebitis dapat terjadi

57 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dan menyebar ke daerah bagian temporal dari Elektroencephalography positif pada 96 % kasus
serebrum, serebellum ataupun epidural. (adanya gelombang delta)
Angka mortalitas dari abses otak ini mempunyai
nilai yang tinggi, sekitar 6% - 42%.4,7 Gejala yang muncul adalah sesuai dengan fase dari
penyakit tersebut. Tanda spesifik lainya berhubungan
Berdasarkan otoposi yang dilakukan oleh Evans, dengan lokalisasi dari abses tersebut.
1933, pada pasien yang meninggal dunia disebabkan Pemeriksaan neurologi diperlukan untuk
oleh abses otak, didapatkan data sekitar 56% abses mengetahui lokalisasi dari abses tersebut. Pemeriksaan
otak tersebut berhubungan dengan OMK. Sedangkan laboratorium rutin hanya sedikit membantu dalam
dari penelitian yang dilakukan oleh Courville, terhadap penegakan diagnosisnya.11
hal yang sama, didapatkan data sekitar 43%.11
Diagnosis standar pada saat sekarang ini adalah
Diagnosis dengan menggunakan CT Scan dan MRI dengan
menggunakan kontras. Pada pemeriksaan CT Scan
Gejala klasik dari abses otak adalah: demam, akan didapatkan gambaran hipodens yang dikelilingi
semacam cincin, daerah abses tersebut merupakan
kesadaran terganggu, nyeri kepala, vomiting, kaku
material yang bersifat piogenik. CT Scan juga
kuduk, focal motor seizures dan papil edema (Hirsch, membantu untuk mengetahui adanya suatu kerusakan
1983) tulang daerah temporal yang menyokong untuk
diagnosis abses otak ini.
Tetapi tidak selalu semua gejala ini muncul pada
penderita abses otak (Harrison, 1982)

Abses otak berkembang melalui 4 fase selama


periode mingguan atau bulanan.

Tahap perkembangan dari penyakit ini menurut


Kornblut terbagi menjadi 4 fase:

 Fase awal, dikenal sebagai fase invasi (initial


encephalitis), dengan terjadinya encephalitis dan
terbentuknya mikrofokus yang terlokalisir didaerah CT scan pada Kasus Abses Otak20
serebri dan terjadi peradangan daerah vaskular.
Gejala yang timbul : lemah, nyeri kepala, demam, MRI lebih sensitif untuk mengetahui kelainan ini
menggigil, mual dan muntah. bila dibandingkan dengan CT scan . MRI dapat
 Fase kedua, dikenal sebagai fase lokalisasi abses mengetahui penyebaran ke extraparenchymal ke ruang
atau fase laten, ditandai dengan terjadinya fibrosis subarachnoid atau ventrikel.
pada daerah yang mengalami peradangan dengan
dikelilingi oleh jaringan nekrosis. Gejala yang
timbul biasanya menghilang.
 Fase ketiga, dikenal sebagai fase perluasan
(cerebritis). Ditandai dengan ekspansi dan
gambaran abses lebih jelas. Gejala yang muncul
adalah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai adanya tanda-tanda iritasi
dan kompresi daerah yang terkena. Sakit kepala
yang hebat dan papil edema merupakan gejala yang
menonjol pada sekitar 70-90 % pasien. Diikuti
dengan mual, muntah proyektil, perubahan
MRI pada Kasus Abses Otak7
penglihatan.
 Fase keempat, adanya usaha untuk perbaikan dari
Penatalaksanaan
abses dengan meninggalkan adanya jaringan
Terapi harus dilakukan dengan segera. Pasien
sikatrik fibroglial atau ruptur dari abses tersebut.
dirawat di rumah sakit, diberika antibiotik yang dapat
Ruptur dari abses akan menyebabkan material dari
menembus sawar darah otak, pemberian kortikosteroid.
abses tersebut akan masuk ke dalam rongga
Telinga diberikan antibiotik topikal.
ventrikel atau ruangan subarakhnoid. Ruptur dari
Pemberian antibiotika segera setelah diketahui
abses merupakan keadaan yang dapat
infeksi daerah otak. Beberapa penulis mengemukakan
menyebabkan kematian.
bahwa pemakaian obat golongan nafcillin atau

58 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
oxacillin dan kloramfenikol dosis tinggi sambil subdural bila pus sudah menyebar ke area yang lebih
menunggu hasil kultur resistensi terbukti cukup efektif. luas, biasanya mengikuti convexity dari serebrum.
Jika pasien tersebut telah lama menderita OMK, maka Sedangkan efusi subdural adalah penumpukkan cairan
pemakaian cephalosporin generasi ketiga, anti
secara lokal atau difus yang tidak tampak purulen
pseudomanal penisillin, atau aminoglikosida
disamping kombinasi dengan metronidazole patut pada inspeksi secara makroskopis.
dipertimbangkan.9
Pasien segera dilakukan operasi, sebelumnya Duramater yang utuh menyediakan perlindungan
diberikan infus manitol. yang efektif terhadap penyebaran infeksi.
Pada saat operasi, perlu dilakukan aspirasi abses
untuk kepentingan kultur dan resistensi, pada rongga Ruang subdural adalah ruang potensial yang
abses dilakukan irigasi dengan saline dan antibiotik. dibatasi oleh selapis sel mesothelial antara bagian
Penanganan abses otak secara tradisional dan masih terdalam dari duramater dan bagian terluar dari
menjadi pilihan utama adalah dengan tindakan operasi, arachnoid. Sebelah dalam arachoid adalah CSF
biasanya dilakukan tindakan aspirasi dan eksisi dari compartement.
lesi. Tindakan pembedahan ini mengurangi lama masa
terapi dengan pengobatan dan lama tinggal di RS. Abses ini sering terjadi pada anak-anak.
Tindakan aspirasi dilakukan dengan memasang jarum
yang besar dan panjang melalui tehnik burr hole, yang
kemudian dapat dilanjutkan dengan tindakan irigasi.
Sedangkan tindakan eksisi ditujukan untuk
menghilangkan semua jaringan infeksius dan
nekrotik.4,7

Abses Otak13
Setelah dilakukan operasi, 2 bulan kemudian masih
ada gambaran lesi hiperdens pada CT scan yang
merupakan inflamatory granuloma. Dalam 1 tahun
biasanya gambaran tersebut hilang. 73 % pasien yang
hidup memiliki sekuele neurologis atau tanpa sekuele
neurologis, hidup normal, dapat bekerja atau
bersekolah. Faktor utama yang menyebabkan
mortalitas adalah keadaan saat pasien masuk rumah
sakit, semakin dini diagnosa dan terapi diberikan,
Abses Subdural13
semakin tinggi kemungkinan hidupnya.6-9,13
Lobus frontalis dan lobus temporalis sangat dekat
dengan dura tapi jarang berhubungan dengan
Abses subdural 6-9,13 penumpukkan cairan di subdural. Tetapi ruang
subdural diatas convexity dari hemisphere cerebri
Patofisiologi adalah ruang yang nyata tanpa ada sekat anatomis lain.

Penumpukkan cairan di subdural dapat berupa Patofisiologinya adalah melalui penyebaran secara
abses, empyema dan atau efusi. langsung ataupun tidak langsung dari tulang temporal.
Penyebaran secara langsung, adalah melaui erosi dari
Abses subdural penumpukkan pus yang dibatasi tulang temporal, yang diikuti dengan tereksposnya
oleh satu dinding yang membatasinya dengan ruang duramater dan kemudian terjadi penetrasi kedaerah
duramater.
subdural secara keseluruhan. Dikatakan empyema

59 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sedangkan penyebaran secara tidak langsung
melalui thromboflebitis setelah melalui pembuluh
darah yang melalui tulang dan duramater. Terkadang Penatalaksanaan
kita menjumpai adanya pus yang terperangkap oleh
jaringan granulasi dan adanya jaringan fibrotik yang Penangannanya merupakan suatu tindakan
mengelilinginya sebagai suatu respon terhadap infeksi gabungan dengan bagian bedah saraf, dilakukan
tersebut. tindakan burr hole untuk diagnosis, dan dilanjutkan
Organisma penyebab abese subdural berbeda pada
dengan drainase dan irigasi jika diperlukan. Irigasi
infant dan pada anak/dewasa. Pada infant etiologinya
adalah H. Influanzae, S. Penumoniae, dan Paracolon intraoperatif dengan bacitracin, neomycin, dan
escherichia, terjadi sekunder dari meningitis. polimyxin serta irigasi lewat drain pada saat post op
Sedangkan pada anak dan dewaa infeksi kebanyakan dapat dilakukan. Penggunaan antibiotika juga
berasal dari infeksi sinus frontal, biasanya didapatkan ditujukan untuk mengatasi infeksi pada daerah telinga
Stretococci dan Staphylococcus aureus. dan diberikan sesuai dengan hasil kultur. Pada infant
terapi dapat dilakukan dengan beberapa kali subdural
Diagnosa
tap dan penggunaan antibiotik
Gejala yang ditimbulkan berhubungan dengan
penyebaran dari pus, gejala yang muncul adalah Setelah keadaan pasien membaik dan stabil, maka
stupor/koma, hemiparesis, kejang, nyeri kepala, mual, tindakan mastoidektomi dari bagian THT dapat
demam, meningismus/kaku kuduk yang terjadi karena dilakukan, untuk mengatasi sumber infeksi daerah
peradangan daerah serebrum dan edema pada daerah telinganya.4,7,21
yang berhubungan dengan abses dan seringkali
dijumpai adanya suatu tanda focal cortical, yang
ditandai dengan hemiplegi dan aphasia.

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan CT


Scan dan MRI dengan kontras, potongan aksial akan
memperlihatkan adanya hipodens didaerah sekitar lesi.
MRI lebih sensitif dan dapat mengetahui terjadinya
abses pada masa awal dan dapat secara tepat
membedakanya dengan epidural, subdural, dan abses
otak.7,21

MRI pada Kasus Abses Epidural dan Subdural7

Komplikasi ekstrakranial dan ekstratemporal

Subperiosteal abses

Subperisosteal abses terjadi karena penumpukan


pus yang berhubungan dengan mastoid, yang
disebabkan akut atu kronik otitis media dengan
mastoiditis dan destruksi tulang. Biasanya sering
terjadi pada korteks mastoid pada Macewen’s triangle
tapi dapat juga timbul di root of zygoma atau leher
bagian atas (Bezold’s abscess) yang telah berpenetrasi
ke periosteum mastoid tip bagian medial.

CT scan pada Kasus Abses Subdural22 Subperiosteal abses tampak seperti massa
fluktuatif yang menunjukkan tanda inflamasi, biasanya

60 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
disertai ottorhea. Tanda klasik dapat berupa massa di Abses Bezold
belakang telinga, aurikel tampak terdorong ke depan.
Bila terletak di mestoid, subperiosteal abses ini Abses Bezold timbul karena adanya mastoiditid
menyerupai postaurikular supuratif adenitis pada otitis purulen yang mengerosi tip mastoid dan menginfeksi
eksterna, tapi pada Towne’s radiograf kasus adenitis jaringan lunak pada leher, ke dalam musculus
ini tidak menunjukkan destruksi tulang dan tidak ada sternocleidomastoideus.
opasifikasi
Gejala klinik menunjukkan benjolan di leher,
Penatalaksanaan musculus sternocleidomastoideus terdorong. Bila tidak
segera dilakukan tindakan akan berekstensi ke inferior
Dilakukan insisi drainase, untuk mengevakuasi pus. ke carotid sheath. Bila infeksi berada di tulang
Jaringan sekitar yang berbentuk nekrotik memerlukan occipital dan menyebabkan osteomyelitis di calvarium
juga debridement disebut abses Citelli .

Lokasi Terjadinya Abses Bezold21

Diagnosis

Dengan adanya infeksi telinga, ditemukan pula


massa di daerah leher, biasanya disertai dengan
demam, leher terasa kaku. Pada CT scan terlihat di
mastoid region, akan ditemukan bone dehiscence dekat
massa abses, jaringan lunak leher edema.

Abses Subperiosteal14 Penatalaksanaan

Dengan cara drainase abses

CT scan pada Kasus Abses Bezold20

CT scan pada Kasus Abses Subperiosteal20

61 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ALGORITMA PENATALAKSANAAN

OTITIS MEDIA

62 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA Paparella, Shrumrick., WB Saunders company.,
Philadelphia., 1980: 18: 1455-89.

1. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the 13. Susilawati S., Chronic Ear Infection., Dalam Hearing
Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of Impairment-An Invisible Disability., Springer-Verlag.
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company. Tokyo. 2004: IV: 278-81.
Philadelphia. 1989: 6: 88-118.

14. Ballenger JJ., Chronic Ear Disease., Dalam Disease of the


2. Boesoirie MTS., Miringoplasti Pascaradang Telinga Tengah., Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea &
Bagian I.K Telinga, Hidung, Tenggogorok – Bedah Kepala Febiger. Philadelphia. 1985: 55: 1135-1145.
dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Bandung. 2000.
15. Harris JP., Kim DW., Darrow DH., Complications of
Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear and
3. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media. Temporal Bone., 2nd edition., Edited by Nadol JB.,
Dalam The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins.,
RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2005: 18: 219-40.
Philadelphia. 2000: 26: 433-45.

16. Nadol JB., Chronic Otitis Media., Dalam Surgery of the Ear
4. Lambert PR., Canalis RF., Chronic Otitis Media and and Temporal Bone., 2nd edition., Edited by Nadol JB.,
Cholesteatoma. Dalam The Ear Comprehensive Otology., McKenna MJ., Lippincott Williams & Wilkins.,
Edited by Canalis RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Philadelphia. 2005: 17: 199-218.
Wilkins., Philadelphia. 2000: 25: 409-32.

17. Hollinshead WH., The Ear., Dalam Anatomy for Surgeons:


5. Hashisaki GT., Complications of Chronic Otitis Media. Volume 1: The Head & Neck., A Hoeber-Harper
Dalam The Ear Comprehensive Otology., Edited by Canalis International Edition. London. 1966: 166-228.
RF., Lambert PR., Lippincott Williams & Wilkins.,
Philadelphia. 2000: 26: 433-45.
18. Wiet RJ., Harvey SA., Bauer GP., Management of
Complications of Chronic Otitis Media. Dalam Otologic
6. Neely JG., Arts HA., Intratemporal & Intracranial Surgery. 2nd Edition., Edited by Brackmann DE., WB
Complications of Otitis Media., Dalam Head & Neck Saunders Company. Philadelphia. 2001: 19: 197-215.
Surgery – Otolaryngology. 4th edition., Edited by Bailey
BJ., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2006:
138: 2041-56. 19. Austin DF., Anatomy and embryology., Dalam Disease of the
Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea &
Febiger. Philadelphia. 1985: 46: 877-923.
7. Ballenger JJ., Complications of Ear Disease., Dalam Disease
of the Nose, Throat, Ear, Head, and Neck., 13th edition., Lea
& Febiger. Philadelphia. 1985: 57: 1170-96. 20. Ludman H., Complications of suppurative otitis media.,
Dalam Scott-Brown’s Otolaryngology., 5th edition., Edited
by Kerr AG., Butterworth & Co. London. 1987: 12: 264-
8. Lambert PR., Canalis RF., Anatomy and embryology of the 291.
Auditory and Vestibular Systems. Dalam The Ear
Comprehensive Otology., Edited by Canalis RF., Lambert
PR., Lippincott Williams & Wilkins., Philadelphia. 2000: 2: 21. Browning GG., Pathology of inflammatory conditions of the
17-66. external and middle ear., Dalam Scott-Brown’s
Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 3: 53-87
9. Lee KJ., Infections of the Ear., Dalam Essential
Otolaryngology – Head & Neck Surgery., 8th edition.
Appleton & Lange. Connecticut. 2003: 23: 462-511. 22. Paparella MM., Adams GL., Levine SC., Disease of the
Middle Ear and Mastoid., Dalam Boeis Fundamental of
Otolaryngology., 6th edition. WB Saunders Company.
10. Phelps PD., Radiology of the ear., Dalam Scott-Brown’s Philadelphia. 1989: 6: 88-118.
Otolaryngology., 5th edition., Edited by Kerr AG.,
Butterworth & Co. London. 1987: 2: 15-52.

11. Djaafar ZA., Kelainan Telinga Tengah., Dalam Buku Ajar I.


P Telinga Hidung Tenggorok., Edisi 5., editor Soepardi
HA., Iskandar N., Balai Penerbitan FK UI. Jakarta. 2006: II:
49-62.

12. Proctor B., Chronic otitis media and mastoiditis., dalam


Otolaryngology. 2nd edition. Volume II., edited by

63 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
BPPV (BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO)

Vertigo, suatu istilah yang bersumber dari bahasa latin, 3. Teori neural mismatch
vertere yang artinya memutar. Derajat yang lebih Garis besar teori ini ini hampir sama dengan teori
ringan dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan konflik sensorik, namun dikembangkan lebih jauh
lagi disebut giddiness dan unsteadiness.1,2 sehingga dapat dijelaskan terjadinya fenomena
adaptasi. Menurut teori ini, timbulnya gejala
Vertigo dapat merupakan gejala sendiri tanpa ada disebabkan karena ketidaksesuaian antara
gejala lain tetapi dapat juga merupakan kumpulan pengalaman gerakan yang sudah disimpan dalam
gejala (sindroma). Sindroma vertigo biasanya terdiri otak dengan gerakan yang sedang
dari gejala vertigo, mual, muntah, nistagmus, dan berlangsung/dihadapi. Rangsangan gerakan yang
unsteadiness.1,2,3 sedang berlangsung tersebut dirasakan asing atau
tidak sesuai dengan harapan dan merangsang
Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan kegiatan yang berlebihan dari susunan saraf pusat
subjektif dalam bentuk rasa berputar dati tubuh/kepala otonom. Namun bilamana gerakan berlangsung
atau lingkungan disekitarnya. Ada yang mengatakan terus maka pola gerakan yang baru akan merevisi
giddiness adalah vertigo yang berlangsung dalam pola gerakan yang sudah ada dan selanjutnya
waktu sangat singkat. Dizziness adalah rasa pusing terbentuk pola baru yang lebih sesuai dengan pola
yang tidak spesifik, misalnya rasa goyah (unstable, gerakan yang sedang dihadapi. Pada saat inilah
unsteadiness), rasa disorientasi ruangan yang dapat gejalanya menghilang dan orang tersebut dalam
dirasakan berbalikan atau berputar.1,2 keadaan teradaptasi.
4. Teori otonomik
Gejala vertigo dapat ditimbulkan oleh berbagai macam Teori ini menduga bahwa sindrom vertigo timbul
etiologi, antara lain akibat mabuk gerakan/perjalanan. oleh karena terjadinya ketidakseimbangan saraf
Pada keadaan ini gejala vertigo muncul pada awal otonom akibat rangsangan gerakan. Bila
berlangsungnya paparan gerakan dan cepat terabaikan ketidaksesuaian mengarah pada dominasi saraf
oleh penderita manakala paparan berlanjut dan gejala simpatik, maka terjadilah sindroma vertigo.
yang lebih hebat muncul sehingga vertigo bukan Sebaliknya bila mengarah ke dominasi saraf
merupakan gejala yang menonjol.1,2,3 parasimpatis maka sindroma menghilang.
5. Teori neurohumoral
Teori terjadinya vertigo sangatlah banyak, yaitu:1,2,3 Beberapa teori humoral yang cukup terkenal
1. Teori rangsangan berlebihan antara lain teori histamin dari Takeda, teori
Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin dopamin dari Kohl, teori serotonin dari Lucat.
banyak dan makin cepat rangsangan, semakin Masing-masing bahan humoral tersebut meningkat
berpeluang menimbulkan sindroma vertigo akibat kadarnya dalam cairan tubuh saat terjadi
gangguan fungsi alat keseimbangan tubuh. Jenis rangsangan dan memicu timbulnya gejala vertigo.
rangsangan pada kesimbangan ini antara lain kursi 6. Teori sinap
putar Barany, irigasi telinga, kapal laut, dan mobil. Menurut teori ini, rangsangan gerakan dapat
Menurut teori ini sindroma vertigo (vertigo, meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan
nistagmus, mual, dan muntah) timbul akibat memicu pelepasan CRF (corticotropin releasing
rangsangan berlebihan terhadap kanalis factor). CRF dapat mengubah keseimbangan ke
semisirkularis. arah dominasi saraf simpatik terhadap saraf
2. Teori konflik sensorik parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo.
Menurut teori ini sindroma vertigo muncul ketika Selanjutnya ketika keseimbangan berubah ke arah
terjadi disharmoni (discordance) masukan sensoris parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal
yang berasal dari ketiga reseptor tersebut baik dari inhibition antar kedua saraf tersebut maka gejala
sisi kanan maupun sisi kiri akibat rangsangan mual dan muntah akan muncul. Bila rangsangan
gerakan. Masukan sensorik yang tidak sinkron diulang maka jumlah ion Ca dalam sel saraf pra
tersebut menimbulkan kelainan pada pusat sinap akan kian berkurang bersamaam dengan
keseimbangan dan membangkitkan respons dari menyempitnya kanal kalsium yang mempersulit
saraf otonom, otot penggerak mata (nistagmus), masuknya ion Ca. Dengan demikian rangsangan
dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta berulang menimbulkan progressive Ca channel
korteks (vertigo). Kemajuan yang penting dari closure yang diduga merupakan dasar mekanisme
teori ini dibandingkan teori sebelumnya ialah proses adaptasi selanjutnya menurunkan
perubahan lokasi kelainannya tidak pada kanalis kemampuan pengeluaran neurotransmiter dengan
semisirkularis (perifer) melainkan pada pusat alat akibat respons jaringan berkurang dan kemudian
kesimbangan tubuh (sentral). menghilang. Munculnya sindroma vertigo berawal
dari pelepasan corticotropin releasing factor
(CRF) dari hipotalamus akibat rangsangan

64 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
gerakan. CRF selanjutnya merangsang kegiatan Perasaan akan jatuh menunjukkan adanya lesi di
susunan saraf simpatik di locus caeruleus, labirin. Pasien akan jatuh ke sisi labirin yang rusak.
hipokampus, korteks serebri, dan sebagainya. CRF Jatuh yang tiba-tiba disebabkan adanya rangsangan
membangkitkan respons susunan saraf terhadap utrikulus. Jatuh dapat juga disebabkan oleh lesi
stres fisik maupun psikis yang dapat dihambat rombenselafon. Pada insufiensi arteri basilaris, pasien
oleh pemberian obat anticemas, benzodiazepin. biasanya jatuh ke satu sisi.4
Dalam hal ini mekanisme kerja CRF diduga lewat
peningkatan influks kalsium oleh karena dapat Lama serangan menurut Alpers terbagi menjadi
dihambat dengan pemberian obat golongan serangan sampai beberapa saat, serangan paroksismal
calcium entry blocker. CRF meningkatkan sekresi yang berlangsung dalam beberapa jam atau hari, serta
stres hormon lewat jalur hipotalamo-hipofisa- serangan yang berlangsung beberapa minggu.
adrenalis. Rangsangan terhadap korteks limbik Serangan sementara biasanya berlangsung beberapa
hipokampus menimbulkan gejala ansietas dan atau detik sampai menit. Setelah serangan, pasien mungkin
depresi. Peningkatan kegiatan di locus coeroleus membutuhkan istirahat beberapa menit sebelum ia
oleh CRF menyebabkan keseimbangan saraf sembuh secara keseluruhan. Serangan sementara ini
otonom mengarah ke dominasi saraf simpatik dan dapat terjadi karena kelainan perifer atau sentral.
timbul sindroma: pucat dan dingin pada kulit, serta Seringkali dimulai dengan perubahan posisi.4
keringat dingin, dan vertigo. Bila dominasi
berubah ke arah saraf parasimpatis, sebagai akibat Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo
mekanisme reciprocal inhibition, maka muncul dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral.
gejala mual, hipersalivasi, dan muntah. Bila Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi
sindroma tersebut berulang akibat rangsangan, mulai dari organ vestibuler sampai saraf kedelapan.
maka siklus perubahan dominasi saraf simpatik Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis,
dan parasimpatik juga berulang sampai suatu saat batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf
terjadi perubahan sensitifitas reseptor dan jumlah pusat.4,5
reseptor serta perubahan terhadap influks kalsium.
Dalam keadaan ini sindroma vertigo akan Secara umum kedua tipe gangguan keseimbangan ini
menghilang dan disebut dalam kondisi teradaptasi. dapat dibedakan sebagai berikut:1,4

Tingkat beratnya serangan vertigo bervariasi. Pada Tipe Gangguan Keseimbangan


vertigo berat, pasien hanya berbaring di tempat tidur, Perifer Sentral
takut jika gerakannya akan menimbulkan serangan. Perasaan berputar Jelas Kurang jelas
Jika pasien cenderung untuk jatuh dan tidak dapat Jarang
berdiri tanpa penyokong menandakan vertigo berat.4 Serangan Paroksismal
paroksismal
Biasanya tidak
Rasa takut yang dikeluhkan pasien pada saat serangan Intensitas Sering berat
berat
vertigo yang hebat adalah:4 Kurang dari 1
Saya takut muntah menit sampai
Saya khawatir selama serangan akan meninggal Lamanya Lebih lama
beberapa
Saya menyangka saya punya tumor di otak minggu
Saya takut akan terjatuh dan mencederai diri saya Hubungan
Saya khawatir akan jatuh pingsan dengan posisi Sering Jarang
Saya khawatir hilang kontrol kepala
Saya takut terkena serangan jantung Gejala sistem
Saya khawatir tidak dapat berjalan lagi otonom Jelas Jarang
(mual/muntah)
Jumlah serangan vertigo ditentukan dengan satu kali Biasanya tidak
serangan atau lebih misalnya akibat lesi vaskuler atau Gangguan dengar Sering ada
ada
labirintitis toksin akut. Penyakit Meniere ditandai Gangguan Biasanya tidak
dengan serangan vertigo yang berulang kali. Penentuan Sering ada
kesadaran ada
serangan vertigo apakah mendadak atau gradual Gejala neurologis Biasanya tidak
penting ditentukan untuk prognosis. Serangan vertigo Sering ada
lain ada
yang berat dan hanya satu kali akan diikuti dengan
penyembuhan yang lambat dan gradual. Penyembuhan
Berdasarkan proses terjadinya, vertigo dapat dibedakan
dapat sempurna atau ada gejala sisa. Pada lesi kanalis
sebagai vertigo spontan dan vertigo posisi. Vertigo
semisirkularis, sebagian gejala datang tiba-tiba dan
spontan timbul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang
akan sembuh dalam beberapa jam. Gejala gradual
jelas, sedangkan vertigo posisi muncul pada saat
biasanya pada lesi organ akhir (end organ) vestibuler
pergerakan tertentu khususnya pergerakan atau
atau saraf.4
perubahan posisi kepala.4

65 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
4. Penyakit meniere dengan insidensinya sekitar
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) 0,5% sampai 31% pada kasus BPPV. Mekanisme
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah kelainan ini belum dapat dijelaskan tetapi diduga
salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang karena hasil dari hydropically menyebabkan
paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari kerusakan pada makula dari utrikulus atau karena
ditandai dengan serangan yang dapat menghilang terjadinya obstruksi parsial pada labirin
secara spontan. BPPV bukan suatu penyakit, membranosa.
melainkan suatu sindroma sebagai gejala sisa dari 5. Pembedahan telinga dalam yang menyebabkan
kelainan pada telinga dalam.1,2 kerusakan labirin. Hal ini terjadi karena kerusakan
utrikulus selama prosedur pembedahan yang
BPPV adalah vertigo yang terjadi pada posisi kepala menyebabkan pelepasan otokonia.
tertentu disebabkan oleh keadaan patologis berupa 6. Otitis media
degenerasi debris (otokonia) pada kupula Dix dan Hallpike (1952) menemukan hubungan
semisirkularis posterior atau pada cairan endolimf antara otitis media supuratif dengan BPPV.
disekitarnya yang ditandai dengan serangan vertigo Mereka mendapatkan 26% dari 100 pasien otitis
yang berat, singkat, serta dapat disertai mual dan media mempunyai gejala nistagmus posisi.
muntah.1,2 7. Penyebab lain seperti insufisiensi
vertebrobasilaris, ototoksisitas (alkohol, fenitoin,
Epidemiologi diuretik, salisilat, quinidine, quinine, barbiturat),
Insidensi terjadinya BPPV di US sekitar 64 kasus per neuroma akustik, kelainan kongenital (telinga
100.000 populasi per tahun. Pada salah satu penelitian dalam).
di Jepang, ditemukan insidensi BPPV adalah 11 kasus
per 100.000 populasi per tahun.2,3
Patofisiologi
BPPV dapat terjadi pada semua usia, tetapi Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi
kebanyakan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. BPPV, yaitu:3,4
Penelitian Baloh mendapatkan usia rata-rata penderita 1. Teori kupulolitiasis
BPPV adalah 54 tahun dengan rentang usia antara 11 Adanya debris yang berisi kalsium karbonat
sampai dengan 84 tahun. Vertigo yang terjadi pada berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari
usia muda lebih disebabkan karena labirintitis makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel
(berhubungan dengan gangguan dengar) atau pada permukaan kupula kanalis semisirkularis
neuronitis vestibuler (pendengaran normal). posterior yang letaknya langsung di bawah makula
Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 1,6 : utrikulus. Debris tersebut lebih berat daripada
1,0, sedangkan pada yang idiopatik 2 : 1.1,2 endolimf sekitarnya, sehingga lebih sensitif
terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana
Etiologi pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring
Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan etiologi dengan kepala tergantung seperti pada tes Dix
yang pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan, Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari
antara lain: 2,5 inferior ke superior, kupula bergerak secara
1. Idiopatik utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
Yang paling sering terjadi yaitu sekitar 50%-70%. dan keluhan vertigo.
Harrison dan Ozsahinoglu (1975) mendapatkan Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan
60% dari 365 pasien yang diteliti. Kasus ini lebih waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
sering terjadi pada dekade ke 5,6, dan 7. laten sebelum timbul nistagmus dan keluhan
Schuknecht (1974) menduga bahwa BPPV dapat vertigo.Gerakan posisi kepala yang berulang akan
terjadi karena degenerasi spontan dari otokonia menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke
pada makula utrikulus. dalam endolimf sehingga menyebabkan timbulnya
2. Trauma kepala fatique, yaitu berkurangnya atau menghilangnya
Merupakan penyebab kedua terbanyak. Barbes nistagmus/vertigo disamping adanya mekanisme
(1964) mendapatkan 47% pasien dengan fraktur kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul
tulang temporal longitudinal mempunyai gejala secara paroksismal pada bidang kanalis posterior
BPPV. Pada pasien trauma kepala tanpa fraktur telinga yang berada pada posisi di bawah dengan
didapatkan angka sebanyak 20%. Harrison arah komponen cepat ke atas.
mendapatkan 24% pasien BPPV mempunyai 2. Teori kanalitiasis
riwayat trauma kepala. Trauma kepala Menurut teori ini, debris otokonia tidak melekat
menyebabkan pelepasan sejumlah otokonia ke pada kupula melainkan bergerak bebas di dalam
dalam endolimf, hal ini menjelaskan bahwa pada endolimf kanalis semisirkularis posterior. Pada
penderita ini terjadi BPPV yang bilateral. perubahan posisi kepala, debris tersebut akan
3. Neurolabirintitis viral atau disebut juga neuronitis bergerak ke posisi paling bawah, endolimf
vestibularis terjadi sekitar 15% pada kasus BPPV. bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus

66 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ampularis. Bila kepala digerakkan maka debris berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang
akan keluar dari kanalis posterior ke dalam krus dari 30 detik.5,7
komunis lalu masuk ke dalam vestibulum
kemudian vertigo/nistagmus akan menghilang. Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai
Teori kanalitiasis inilah yang mendasari prosedur rasa mual kadang muntah. Setelah rasa berputar
pengobatan dari Epley. menghilang, pasien bisa merasa melayang. Umumnya
BPPV dapat mengilang sendiri dalam beberapa hari
Semont dkk (1988) menganggap bahwa kedua teori ini sampai minggu dan kadang bisa kambuh lagi.6
saling mendukung sehingga ia tidak membedakannya
di dalam penentuan prosedur pergerakan dari Pasien BPPV biasanya mengeluh dengan seringnya
terapinya.4 serangan vertigo berulang oleh karena perubahan
posisi. Biasanya serangan berlangsung singkat, diikuti
dengan perasaan berputar yang hebat, terkadang
disertai mual atau muntah. Serangan akan berakhir
biasanya dalam waktu 30 sampai 60 detik.29-31 Gejala
dirasakan pada saat berbaring dan bangun dari tempat
tidur atau ketika berbalik ke satu sisi. Kadang-kadang
pasien terbangun dari tidurnya dengan perasaan
berputar yang hebat saat ia berbalik. Serangan juga
dapat terjadi saat menengadahkan kepala ketika
mencuci rambut, saat membungkuk, dan menegakkan
kepala. Walaupun masa serangan vertigo pada pasien
BPPV kurang dari satu menit, tetapi pasien dapat
merasakan perasaaan gangguan orientasi ruangan yang
tidak spesifik lebih lama. Seperti perasaan ringan di
kepala dan perasaan melayang yang dapat berlangsung
beberapa jam sampai hari. Pada kebanyakan kasus,
serangan akan berkurang secara perlahan baik
frekuensinya maupun intensitasnya dalam beberapa
minggu, bulan, atau tahun. Pada BPPV yang idiopatik,
kemungkinan gejala akan muncul kembali setelah
Mekanisme Teori Kupulolitiasis dan Kanalitiasis6 beberapa bulan atau tahun. Kebanyakan pasien tidak
mempunyai keluhan kohlea, kecuali gejala yang terjadi
Utrikulus berhubungan dengan duktus semisirkularis. berhubungan dengan penyakit telinga dan bedah
Otolit dapat berpindah dari utrikulus karena otologi.4
bertambahnya umur, trauma kepala, atau kelainan
labirin. Ketika hal ini terjadi, otolit selalu masuk ke Diagnosis
dalam duktus semisirkularis posterior.2 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
Perubahan posisi kepala karena gravitasi menyebabkan penunjang. Pemeriksaan neurologi juga normal.
otolit secara bebas bergerak longitudinal melalui Pendengaran biasanya tidak terganggu, kecuali pada
kanalis. Aliran endolimf yang terjadi bersama ini infeksi telinga, presbiakusis, bekas operasi telinga atau
menstimulasi sel rambut pada kanalis semisirkularis trauma kepala. Pada keadaan ini gangguan dengar dan
yang terkena sehingga menyebabkan vertigo. Ketika vertigo kemungkinan secara bersama-sama terjadi
otokonia mencapai batas serangannya, hidrodinamik sebagai akibat dari faktor pencetus tersebut.4
terhenti menyebabkan nistagmus berhenti. Manuver
kepala yang dilakukan menyebabkan partikel bergerak Anamnesis
kearah yang berlawanan, menimbulkan nistagmus pada Adanya vertigo yang terasa berputar, timbul mendadak
sisi yang sama tetapi terjadi kebalikannya pada arah pada perubahan posisi kepala atau badan, lamanya
dari rotasi. Ketika dilakukan pengulangan pada kurang dari 30 detik, bisa disertai oleh rasa mual
manuver kepala, partikel menjadi tersebar dan secara ataupun muntah. Karakteristik pasien dengan BPPV
progresif menyebabkan kurang efektif untuk merasakan bahwa ruangan terasa berputar, ataupun
menimbulkan nistagmus.2 bisa mengeluhkan bahwa pasien merasa bergoyang,
miring, berbalik.1,4
Gejala Klinis
Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, Semua keluhan itu terjadi karena ilusi dari pergerakan
misalnya miring ke satu sisi pada waktu berbaring, yang disebabkan salah persepsi terhadap stimulus
bangkit dari tidur, membungkuk, menegakkan kembali (otolit).4
badan, menunduk atau menengadah. Serangan

67 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Episodik vertigo dapat terjadi diikuti dengan setiap kali manuver diulang.
pergerakan dari kepala ketika bergerak di tempat tidur,
duduk, berdiri, cenderung berdiri ke depan,
menggerakkan kepala pada arah horisontal. 1,4

Pemeriksaan fisik
Biasanya didapatkan gejala nistagmus (pergelakan
involunter dari mata). Nistagmus klasik terjadi ketika
kepala pasien bergerak ke arah sisi yang sakit.
Nistagmus torsional (atau rotasi) menyebabkan
pergerakan mata cepat ke sisi telinga yang sakit
sedangkan pergerakan lambat ke arah yang
berlawanan. Nistagmus biasanya terjadi sekitar 10
sampai 40 detik setelah perubahan posisi.4
Tes Dix Hallpike6
Tes Dix Hallpike
Perasat ini sering dijadikan pegangan dalam Penatalaksanaan
menentukan diagnosis BPPV.8,9 Pengobatan terhadap BPPV terutama bersifat suportif.
Tes ini dilakukan sebagai berikut:1,10 Komunikasi dan informasi harus diberikan kepada
a. Sebelumnya pasien diberi penjelasan dulu penderita BPPV. Oleh karena BPPV menimbulkan
mengenai prosedur pemeriksaan supaya tidak vertigo yang hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir
tegang dan vertigo dapat terjadi pada saat akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor
pemeriksaan dilakukan. otak. Maka perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV
b. Pasien duduk dekat bagian ujung meja periksa, bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik,
sehingga pada saat pasien telentang, kepala dapat dapat hilang spontan setelah beberapa waktu walaupun
ekstensi membentuk sudut 45 derajat. Tepi bahu di kadang berlangsung lama dan sewaktu-waktu bisa
ujung tempat tidur dan kepala diletakkan lebih kambuh lagi.1
rendah.
c. Dengan mata terbuka dan berkedip sedikit Medikamentosa
mungkin selama pemeriksaan, pada posisi duduk Pengobatan medikamentosa memberikan hasil yang
kepala menengok ke kiri atau kanan, lalu dengan kurang memuaskan. Obat anti vertigo seringkali tidak
cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala dibutuhkan oleh karena vertigonya berlangsung
tergantung pada ujung meja periksa, lalu dilihat sebentar saja. Serangan akut vertigo tidak dapat
adanya nistagmus dan keluhan vertigo dengan sepenuhnya ditekan dengan obat antivertigo. Beberapa
masa laten lebih kurang dua sampai sepuluh detik, obat-obatan hanya bersifat simptomatik saja.1,9,10
pertahankan posisi tersebut selama 10 sampai 15
detik. Jika posisi ini dipertahankan, nistagmus dan Contoh obat untuk vertigo adalah:15,16
vertigo akan berkurang dan hilang dalam 10  Supresi vestibuler, misalnya meclizine, lorazepam,
sampai 30 detik. Setelah itu pasien didudukkan clonazepam, dimenhidrinat, diazepam,
kembali, nistagmus akan timbul kembali tapi amitriptiline, dan sebagainya. Obat-obatan
dengan arah yang berlawanan dan intensitas yang tersebut dapat menurunkan nistagmus yang
lebih rendah. Berikutnya manuver diulang dengan dikarenakan keseimbangan vestibuler.
kepala menengok ke sisi yang lain. Untuk melihat  Antikolinergik yang memberikan efek kepada
adanya fatigue, manuver dapat diulang dua sampai reseptor muskarinik, misalnya skopolamin. Obat-
tiga kali dan keluhan nistagmus serta vertigo yang obatan memberikan efek sentral.
terjadi akan menjadi semakin berkurang.  Antihistamin. Mekanisme obat ini pada vestibuler
sentral masih belum jelas.
Interpestasi tes Dix Hallpike:1,10  Antiemetik, contohnya droperidol, granisetron,
- Normal: tidak timbul vertigo dan nistagmus meclizine, metoclopramide, ondansetron,
dengan mata terbuka. Kadang dengan mata perphenazine, ptochlorperazine, promethazine,
tertutup bisa terekam dengan menggunakan trimethobenzamine, dan lain-lain. Pada pasien
elektronistagmografi adanya beberapa detak dengan vertigo yang berat dapat diberikan
nistagmus. antiemetik 30 menit sebelum dilakukannya
- Abnormal: timbulnya nistagmus posisional yang manuver. Pilihan utamanya adalah prometazine.
pada BPPV mempunyai 4 ciri yaitu adanya masa
laten, lamanya kurang dari 30 detik, disertai Selain obat-obatan diatas, terdapat beberapa golongan
vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus, dan obat yang dapat dipakai untuk mengobati vertigo,
adanya fatigue, yaitu diantaranya adalah:15,16,17,18
nistagmus dan vertigo  Calcium channel blockers. Merupakan obat yang
yang makin berkurang paling sering digunakan dan sangat menjanjikan
68 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
untuk pengobatan vertigo, contohnya flunarizin selama terapi diperpanjang walaupun terdapat
dan cinnarizine. Obat golongan ini juga variasi antar individu. Kadar plasma berkisar
mempunyai efek antikolinergik dan atau antara 39 dan 115 ng/ml.
antihistamin. Pada 50 pasien tua rata-rata umur 61 tahun dengan
Cinnarizine intermittent claudication, pemberian flunarizin
Merupakan salah satu golongan obat ini tetapi jangka panjang (median 6 bulan) 10 mg per hari,
kurang poten. Dosis yang biasa digunakan adalah mencapai kadar tetap plasma yang konstan
30 mg per oral dua jam sebelum adanya walalupun terdapat perbedaan antar individu.
rangsangan mabuk perjalanan. Pada saat terjadi Kadar flunarizin plasma berkisar antara 50 dan
paparan terhadap stimulus, obat ini dapat 100 ng/ml pada 46% pasien, nilai individual
dilanjutkan 15 mg tiga kali sehari. Anak-anak usia berkisar antara kurang dari 20 ng sampai 580
5 sampai 12 tahun dapat diberikan setengah dari ng/ml. Flunarizin tidak terlihat memiliki efek
dosis dewasa. Pada salah satu penelitian dengan kumulatif yang terlihat pada pengukuran yang
menggunakan rotasi lambat, cinnarizine terlihat berulang.
meningkatkan jumlah rotasi yang dapat ditoleransi Flunarizin terdistribusi luas ke jaringan, konsentrai
sebelum timbulnya mabuk perjalanan. Cinnarizine obat dalam jaringan, terutama jaringan lemak dan
juga terbukti efektif dibandingkan plasebo pada otot lurik beberapa kali lebih tinggi daripada kadar
salah satu penelitian pada mabuk laut. plasma.
Flunarizin Flunarizin dalam keadaan terikat sebanyak 99,1%;
Flunarizin adalah salah satu calcium channel 90% terikat dengan protein plasma dan 9%
blockers merupakan derivate cinnarizine dengan terdistribusi dengan sel-sel darah, serta kurang
efek yang lebih kuat dan mempunyai waktu paruh dari 1% berbentuk bebas dalam cairan plasma.
yang lebih lama.yang merupakan supresan labirin Metabolisme flunarizin terutama melalui oksidasi
perifer yang sangat kuat. Dosis 10 mg terbukti N dan hidrokliasi aromatik. Selama periode 48
lebih efektif menekan respon kalori daripada 5 jam setelah pemberian dosis tunggal 10 mg,
mg. Flunarizine juga mengurangi refleks eksrersi flunarizin dan atau metaboltnya
vestibulookular yang ditimbulkan dalam tes ditemukan minimal pada urine (<0,2%) dan feses
akselerasi harmonik dan secara klinis berguna (<6%). Hal ini menandakan bahwa obat ini dan
dalam mencegah vertigo. metabolitnya dieksresi secara sangat lambat dalam
Pada salah satu penelitian mengenai saccadic eye jangka waktu yang panjang. Flunarizin
movement setelah diberikan flunarizin dan mempunyai waktu paruh eliminasi yang panjang
cinnarizine pada 10 pasien, Supac dkk sekitar 19 hari. Ell dan Gresty (1983) menemukan
menemukan bahwa puncak kecepatan sakadik efek flunarizin untuk menurunkan atau
lebih rendah secara bermakna pada kelompok menghilangkan nistagmus khususnya pada fase
flunarizin (kecepatan sakadik berhubungan dengan sekunder. Obat ini tidak memberikan efek pada
pancaran neuron pada batang otak). Subjek yang sakade yang volunter tetapi dapat menurunkan
menggunakan cinnarizine hanya memperlihatkan efek dari sakade vestibuler. Lee dkk (1986)
kecenderungan sedikit penurunan kecepatan pada melaporkan bahwa flunarizin merupakan obat
puncak sakadik. untuk menekan efek pada labirin. Penurunan efek
Flunarizin dan cinnarizine digunakan di Eropa supresi vestibuler oleh flunarizin berdasarkan
tetapi tidak secara luas diseluruh dunia. Flunarizin karena dihambatnya ion kalsium untuk masuk ke
mempunyai waktu paruh yang panjang dan dalam sel krista ampularis. Puncak dari kecepatan
kadarnya dalam plasma tidak sampai 2 bulan. VOR pada fase lambat dapat diturunkan sampai
Konsentrasi residu dapat terdeteksi samapi dengan 70% setelah dua jam. Flunarizin diabsorpsi
4 bulan setelah terapi dihentikan. dengan baik, mencapai puncaknya setelah dua
Flunarizin mencegah efek buruk dari kelebihan sampai empat jam per oral. Konsentrasi pada
kalsium selular dengan mengurangi aliran kalsium plasma meningkat secara bertahap selama
transmembran yang berlebihan. Flunarizin tidak menggunakan dosis 10 mg per hari. Oosterveldt
menganggu kalsium hemostasis seluler yang (1974) melaporkan adanya efek penurunan pada
normal dan memiliki kemampuan antihistamin. rotatory nystagmus. Tolu dan Mameli (1984)
Efek dari flunarizin sebagai pencegahan vertigo menduga bahwa flunarizin bekerja pada korteks
telah banyak dikemukakan berdasarkan serebral.
berkurangnya frekuensi serangan. Tingkat Efek samping
beratnya serangan vertigo juga berkurang. Efek samping potensial termasuk rasa mengantuk
Flunarizin diabsorpsi secara baik, kadar puncak atau lelah dan peningkatan berat badan (dan atau
plasma dicapai dalam 2 sampai 4 jam setelah meningkatnya nafsu makan) terjadi pada 20 dan
pemberian oral. Konsentrasi plasma meningkat 15%. Efek samping yang paling serius adalah
secara bertahap selama pemberian jangka panjang depresi sebanyak 1,3%. Efek samping yang lain
10 mg per hari, yang mencapai kadar tetap setelah antara lain gastrointestinal: rasa terbakar di dada,
5 sampai 6 mg. Kadar tetap plasma tetap konstan mual, muntah, nyeri lambung. Sistem saraf pusat:

69 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
insomia dan perubahan pola tidur, cemas. Lain-
lain: mulut kering, astenia, nyeri otot, dan ruam
kulit.
 Sodium channel blocker, contohnya adalah
fenitoin (dilantin), neurontin, tegretol. Tetapi para
peneliti mengatakan bahwa obat-obatan ini
memberikan hasil yang kurang memuaskan
sebagai pengobatan terhadap vertigo.
 Obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk
pengobatan vertigo tetapi memberikan hasil yang
kurang memuaskan adalah obat golongan
histamine agonist, steroid, simpatomimetik,
acetyl-leucine, gingkobiloba, selective ACH
antagonist.

Manuver
Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien
menerima pengobatan berdasarkan patofisiologi
penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada Manuver Brandt Daroff12
BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat
pada kupula kanalis semisirkularis posterior Manuver Semont
(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan
pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis suatu pendekatan yang lebih agresif yang dinamakan
posterior (kanalitiasis).9 liberatory maneuver. Cara ini didasarkan pada teori
kupulolitiasis dengan tujuan mencegah debris
Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat menempel pada kupula. Pada cara ini pasien
pada kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari didudukkan di atas tempat tidur dengan posisi kepala
kanalis posterior akan dapat menghilangkan keluhan 45 menoleh menjauhi telinga sakit dan kemudian
pasien. Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik yang digerakkan dengan cepat ke posisi yang menimbulkan
dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah vertigo dan dipertahankan selama 4 menit. Selanjutnya
memberikan tantangan pada pasien untuk melakukan digerakkan dengan cepat melalui posisi duduk ke
posisi kepala tertentu dalam waktu yang berulang- posisi yang berlawanan. Telinga di bawah dan tetap
ulang. Ada dua jenis terapi fisik, pertama terapi pada posisi kedua selama 4 menit dan posisi kepala
habituasi vestibuler seperti yang dijelaskan oleh Norre seperti semula. Bila selama menit pertama pada posisi
dkk (1987). Terapi ini didasarkan pada konsep ini pasien tidak merasa vertigo, kepala pasien digoyang
kompensasi susunan saraf pusat terhadap gerakan yang beberapa kali untuk melepas debris. Setelah 4 menit
merangsang terjadinya vertigo. Jenis kedua seperti terakhir, pasien dengan lambat digerakkan ke posisi
yang dijelaskan oleh Brandt dan Daroff (1980), duduk. Perasat Semont terutama efektif untuk pasien
mendasarkan teorinya pada usaha menghilangkan atau dengan debris yang melekat pada kupula kanalis
memecah debris pada cairan endolimf yang disebutkan semisirkularis posterior.20
sebagai penyebab vertigo.3
Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang
Metode Brandt Daroff dilakukan terapi dengan perasat ini, 70% mengalami
Cara Brandt dan Daroff berupa perubahan posisi kesembuhan, 20% perbaikan. Dan 10% tanpa
kepala yang dilakukan beberapa kali dalam sehari perbaikan. Walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi
selama dua sampai tiga minggu. Pasien duduk tegak menyebabkan pasien terlalu banyak melakukan
ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung. gerakan memutar leher dan badan secara cepat yang
Dengan posisi kepala diputar 45° ke satu sisi dan memungkinkan akan menyulitkan bagi pasien yang
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke sudah tua.14,20
salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik, setelah itu
duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan
dengan cepat ke sisi lain, pertahankan selama 30 detik
lalu duduk tegak kembali. Manuver ini dilakukan tiga
kali pada pagi hari sebelum bangun tidur dan tiga kali
pada malam hari sebelum tidur sampai dua kali
berturut-turut tidak timbul vertigo lagi. Terapi ini dapat
mengurangi keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi
sulit dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus
melakukan perubahan posisi secara berulang-
ulang.1,10,19

70 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
 Pertahankan posisi ini selama satu sampai dua
menit (posisi B).
 Kepala diputar 90 kearah yang berlawanan, leher
tetap diekstensikan (posisi C).
 Kemudian tubuh penderita diputar 90 dengan
kepala diputar berlawanan arah secara diagonal
(posisi D).
 Perhatikan adanya nistagmus.
 Posisi ini dilakukan selama 30 sampai 60 detik
kemudian penderita duduk kembali.
 Jika vertigo tidak muncul, maka tindakan selesai.
Bila vertigo masih muncul, maka prosedur
direncanakan untuk diulang kembali tiga sampai
tujuh hari kemudian. Pasien dianjurkan untuk tidur
dengan kepala ditinggikan selama dua malam
Semont Manuver6 berturut-turut.

Manuver Epley
Metode ini diperkenalkan oleh Epley (1979) dan
disebut canalith repositioning procedure (CRP)
menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada
pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan
sebanyak 97,7% dari 30 pasien, sedangkan 2,3%
kurang memuaskan. Dengan menggunakan metode
yang sama, Weider mendapatkan angka keberhasilan
87,7% dari 44 pasien BPPV. Dia menyebutkan cara ini
telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa
cara ini mudah dilakukan pada semua usia. Pada saat
ini para ahli lebih memilih modifikasi manuver Epley Modifikasi manuver Epley6
yang tidak menggunakan sedasi dan vibrator.1,6,10,21
Pembedahan
Tujuan dari manuver ini adalah mengeluarkan debris Dapat dilakukan pembedahan pada penderita
(otolit) dari kanalis semisirkularis posterior dan BPPV yang berkepanjangan dan tidak sembuh dengan
memasukkannya ke dalam utrikulus. Prinsip manuver terapi konservatif serta menganggu aktifitas sehari-hari
ini adalah:1,10,21 dengan keluhan yang berlangsung satu tahun atau
 Kanalis posterior diputar kearah belakang lebih.3
mendekati orientasi planar. Arah ini menyebabkan
debris keluar dai kanalis dan masuk ke dalam Singular Neurectomy
utrikulus. Pembedahan ini dilakukan dengan pemotongan nervus
 Merubah posisi angular kepala sekitar 90° pada ampularis posterior yang terletak dekat dengan round
setiap perubahan posisi. window untuk menghilangkan gejala vertigo. Angka
 Pertahankan setiap posisi sampai nistagmus keberhasilan operasi ini mencapai 94%. Meyerhoff
menghilang, menandakan terhentinya aliran melaporkan 16 pasien yang dilakukan singular
endolinf. neurectomy mendapatkan 15 pasien mengalami
 Perubahan posisi kepala dari belakang serta kesembuhan total dan satu pasien mengalami
lakukan perubahan posisi setiap 1 detik, perbaikan. Tindakan operatif ini bisa menimbulkan
pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik. komplikasi berupa tuli sensorineural.6,13
 Jika didapatkan gejala vertigo yang berat,
berikanlah obat premedikasi sedatif vestibuler Oklusi Kanalis Semisirkularis Posterior
seperti proklorperazine atau dimenhidrinate 30-60 Parnes dan McClure melakukan operasi oklusi kanalis
menit sebelum dilakukannya manuver. semisirkularis posterior dengan membuat penetrasi dan
memasukkan serpihan tulang serta fibrin kedalamnya.
Cara ini akan menekan labirin membranosa dan
Langkah modifikasi manuver Epley adalah:6 menghentikan aliran endolimf dari dan ke arah kupula
 Penderita berada pada posisi duduk. yang akan mengurangi gerakan kupula dan
 Penderita ditidurkan dengan posisi kepala menghilangkan vertigo.6,7
menggantung seperti posisi Dix-Hallpike dengan
kepala dirotasikan 45.
 Perhatikan adanya nistagmus.

71 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

6. Timothy CH. Drug treatment of vertigo. Available from:


http://www/tchain.com/otoneurology/practise/drugrx.html.

7. Hamid M. Dizziness, vertigo, and imbalance. Available from:


http://www/emedicinespecialties/neurology/neuro-otology.

8. Timothy CH. Benign paroxysmal positional vertigo. Available


from:
http://www/tchain.com/otoneurology/causes/diagnosis/treatme
nt.html.

9. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular


system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear
comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams &
Wilkins; 2000. h. 113-39.

10. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD. Anatomy of


vestibular end organs and neural pathways. Dalam: Cummings
CW, penyunting Otolaryngology-head and neck surgery. Edisi
ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.

11. Desmon Alan, Au.D.Vestibular Function Evaluation and


Treatment. New York, Thieme 2004, h 85-110.

12. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and physiology of the


vestibular system. Dalam: Roeser RJ, penyunting Audiology
diagnosis. New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

72 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2.4 GANGGUAN DENGAR

Gangguan Dengar Konduktif - Infeksi : otitis eksterna, OMA, OMSK, perforasi


Ada beberapa karakteristik yang ditemukan pada tuli membran tympani, tympanosclerosis,
konduktif, yang paling utama adalah pasien dapat otosklerosis
mendengar lebih baik dengan hantaran tulang - Trauma : Hemotympanum
dibandingkan dengan hantaran udara, dan biasanya
hantaran tulang mendekati normal. Pada tuli konduktif - Tumor di nasofaring
murni hantaran tulang normal atau mendekati normal - alergi
karena tidak ada kerusakan di telinga dalam atau jaras
pendengaran. Dari semua penyebab tuli konduktif, sebagian besar
memiliki prognosis yang baik. Cukup dengan
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa didapatkan pemberian medikamentosa dan tindakan pembedahan
beberapa karakteristik dari tuli konduktif, yaitu : apabila diperlukan, hampir semua keadaan tersebut
1. Anamnesis menunjukkan adanya riwayat keluar bisa diperbaiki.
cairan dari telinga, atau pernah mengalami infeksi Hasil pemeriksaan pada tuli konduktif dapat
telinga, bisa disertai dengan gangguan ditemukan:
pendengaran, atau tuli mendadak sesaat setelah Audiometri : BC normal, AC menurun
mencoba membersihkan telinga dengan jari. ATAU
2. Tinitus, digambarkan sebagai dengungan nada GANGGUAN DENGAR CAMPURAN
rendah Audiometri : terdapat gap antara AC & BC > 10 dB,
3. Apabila tuli bilateral, penderita biasanya berbicara AC & BC menurun
dengan suara pelan, terutama pada tuli yang Tympanometer untuk memastikan ada tidaknya
disebabkan oleh otosklerosis. patologi telinga tengah.
4. Mendengar lebih baik pada tempat yang ramai Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
(paracusis of willis). konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
5. Pada saat mengunyah, pendengaran menjadi lebih mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
terganggu. biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
6. Treshold hantaran tulang normal atau mendekati otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
normal sensorineural.
7. Ditemukan Air bone gap (ABG)
8. Pada pemeriksaan otologis ditemukan adanya Gangguan Dengar Sensorineural
kelainan di canalis acusticus externus, gendang Tuli sensorineural menjadi masalah yang cukup
telinga, atau telinga tengah. Kadang ditemukan menyulitkan bagi para dokter. Berjuta-juta pekerja
gambaran gelembung dan ‘fluid level’ di belakang industri dan usia tua menderita jenis gangguan dengar
gendang telinga. ini. Secara umum tuli ini bersifat irreversibel dan
9. Tidak ada kesulitan dalam komunikasi terutama sangat menganggu komunikasi sehari-hari.
bila suara cukup keras.
10. Tuli konduktif murni, maksimum sampai 70 dB Kerusakan jaras pendengaran dapat terjadi, baik di
telinga dalam (sensory loss) ataupun di syaraf
Apabila pada pemeriksaan aodiologis ditemukan pendengaran (neural loss). Ditekankan bahwa
adanya tuli konduktif, dan di temukan obstruksi pada kerusakan biasanya terjadi pada keduanya (sesuai
CAE, kemungkinan penyebab hal itu adalah: namanya sensorineural). Tetapi ada juga yang
- Aplasia congenital, tidak terbentuknya CAE pada membuat diagnosis lebih spesifik tipe sensori atau tipe
saat lahir, akibat defek pada pertumbuhan janin neural, tergantung dimana ditemukan kerusakannya.
- Traecher collins syndrome, tidak terbentuk daun
telinga, CAE, gendang telinga, dan tulang2 Ciri-ciri utama dari tuli sensori, kerusakan pada telinga
pendengaran tengah terutama pada cairan labyrin dan sel rambut:
- Stenosis CAE - adanya riwayat serangan vertigo yang berulang
- Exostosis CAE, adanya penonjolan tulang yang dengan rasa penuh ditelinga, bunyi tinitus seperti
menimbulkan obstruksi CAE suara ombak, dan intermitten hearing loss . Sangat
- Serumen mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa macam
- Karsinoma CAE syndrom yang di sebut : menierre disease,
- Kolaps CAE saat pemeriksaan audiometri hipertensi kohlear, atau hydrops labyrynth.
- Pada menierre disease biasanya tuli unilateral
Apabila tidak ditemukan adanya obstruksi dari CAE, - Pemeriksaan otologis biasanya normal
dan masih di temukan adanya penurunan hantaran - Penurunan hantaran tulang dan udara, tanpa ada
udara, segera di curigai keadaan dibawah ini : ABG
- Apabila terdapat tuli sedang atau tuli pada
frekwensi percakapan, kemampuan berbicara

73 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menjadi sangat berkurang, terutama suara yang  Anoksia
keras  Virus
- Ditemukan ‘recruitment’  Penyebab lain yang tidak diketahui
- Normal tone decay dan stapedius reflex decay,
bakesy audiometri type II Walaupun sangat sulit dalam menentukan penyebab
- Dengan pengecualian, tes garpu tala lateralisasi ke spesifik dari tuli sensori neural, klasifikasi diatas
telinga yang lebih sehat memberikan informasi yang sangat penting dalam
menentukan tindakan yang akan kita pilih. Klasifikasi
diatas juga bisa untuk menentukan prognosis dari
Ciri-ciri tuli neural, disebabkan oleh kerusakan serabut kelainan tersebut
syaraf pendengaran:
- riwayatnya bermacam-macam, ketulian bisa
mendadak terjadi unilateral oleh karena fraktur Jadi hasil pemeriksaan pada tuli sensorineural dapat
yang melibatkan meatus auditori interna, atau bisa ditemukan :
juga bertahap dan bilateral karena tuli progresive - Audiometri : AC dan BC menurun
herediter. Usia pasien tidak begitu membantu - Tympanogram : normal
menegakkan diagnosis karena kelainan ini bisa - BERA
terjadi pada usia kapan saja. Dilakukan apabila pemeriksaan biasa tidak dapat
- Hantaran tulang dan udara menurun, tanpa ABG dipercaya atau tidak mungkin dilaksanakan, seperti
- Tidak ditemukan ‘rekruitment’, bila ada biasanya pada tuna grahita berat atau kasus pura-pura tuli
minimal. (malingering)
- Bakesy audiometri type III atau IV
Tuli Campur
Klasifikasi Tuli sensorineural Apabila pada penderita ditemukan gambaran tuli
Penyebab Tuli sensorineural dengan onset gradual: konduktif dan tuli sensorineural, dikatakan penderita
 presbikusis mengalami tuli campur. Penurunan pendengaran
 occupasional hearing loss biasanya diawali dengan tuli konduktif seperti
 otosklerosis dan OMSK aspek sensorineural otosklerosis lalu diikuti dengan penurunan komponen
 paget’s dan Van der Hoeve’s disease aspek sensorineural.
sensorineural
 pengaruh dari penguatan alat bantu dengar Central Auditory Processing Disorder
 neritis syaraf auditori dan penyakit systemik (DM) Suatu kelainan yang ditandai dengan adanya defisit
dalam memproses informasi yang berhubungan dengan
Penyebab Sudden bilateral sensoryneural hearing loss: modalitas pendengaran.
 Infeksi : meningitis
 Tuli fungsional Central Auditory Processing (CAP) adalah suatu
 Obat-obatan ototoksik system yang aktif, kompleks yang dilakukan susunan
saraf pusat terhadap input auditori. Sistem ini
 Multiple sklerosis
melibatkan sinyal auditori, telinga luar samapi kohlea,
 Syphillis
N VIII dan susunan saraf pusat.
 Penyakit otoimun
Gejala CAPD, diantaranya:
Penyebab Sudden unilateral sensoryneural hearing
- salah pengertian atau salah interpretasi
loss:
- sulit berkonsentrasi
 Mumps - sulit membedakan kata
 Trauma kepala dan taruma akustik - sulit mengeja
 Infeksi virus - gangguan berbahasa, baik reseptif meupun
 Ruptur membran foramen rotundum atau ekspresif
membran telinga tengah - reduksi auditory memory
 Kelainan pembuluh darah
 Komplikasi setelah tindakan pembedahan telinga Pasien dengan CAPD sering gejalanya overlapping
 Fistula di foramen ovale dengan gangguan dengar perifer, karena itu kita harus
 Komplikasi tindakan anestesi menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan dengar
 Syphillis perifer dengan melakukan permeriksaan audiometric,
speech audiometry, akustik refleks, BERA.
Penyebab Congenital sensoryneural hearing loss:
 Herediter Auditory Neuropathy
 Kern Kriteria Diagnostik
 ikterus 1. Terbukti adanya fungsi auditori (pendengaran)
terganggu

74 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2. Terbukti adanya fungsi saraf auditori terganggu
3. Terbukti fungsi sel rambut normal Sesuai tipe dan derajat gangguan dengar,
penatalaksanaan gangguan dengar adalah penggunaan:
Faktor risiko yang menyebabkan auditory neuropathy: 1. Hearing Aid
- Anoksia 2. Assistive device (FM system)
- Hiperbilirubinemia 3. Cochlear implant
- Proses infeksi (mis. Mumps) 4. Terapi bicara & mendengar (pada anak)
- Kelainan imunologi (mis. Guillain Barre syndrome)
- Genetik dan beberapa sindroma:
1. Hereditary sensory motor neuropathy
2. Mitochondrial enzymatic deficit
3. Olivo-pontine- cerebellar degeneration
4. Freidrichs’s ataxia
5. Steven Johnson syndrome
6. Ehlers-Danlos syndrome
7. Charcot-Marie-Tooth syndrome
Hal tersebut di atas dapat menyebabkan auditory
neuropathy yang permanent, sedangkan yang
transient bisa disebabkan anoksia dan
hiperbilirubinemia, yang intermitten bisa disebabkan Alat bantu mendengar
oleh anoksia

Hasil pemeriksaan pendengaran pada beberapa jenis


gangguan dengar, tercantum pada tabel di bawah ini:

Pemeriksa CHL Tuli T.Ret CAP A.N


an Coch ro- D
lear Cocle
ar
Pure Tone BC>A BC= BC= Norm ~SN
Audiometr C AC AC al HL
i menu menu ringa
Cochlear Implant
run run n –
berat
OAE Abnor Abno Abno Norm Norm
mal rmal rmal al al
BERA Abnor Abno Abno No No
mal rmal rmal respo respo
ns ns
Tympano Reduce Norm Norm Norm Norm
metri d al al al al
compli
ance
Acoustic Negatif Positi Negat Positi Negat
Reflex f if f if
Recruitme Positi Negat
nt f if
Speech baik Buru Sanga Buru Buru
Discrimina k t k k
tion Buru
k
Tone negati positi
Decay f f

Penatalaksanaan Gangguan Dengar Deteksi dini gangguan bicara dan dengar pada
Pasien dengan gangguan dengar, biasanya datang anak
dengan keluhan utama hearing loss/ketulian atau
tinitus.

75 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

1. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive


Otology. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2000;559-570.

2. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of


Clinical Audiology. Fifth edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205-
232.

3. Cummings,W Charles. Auditory Function Test.


Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second
edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-
2715

4. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology.


Eight edition. Mc Graw Hill Companies. United
States. 2003;24-64.

5. Sininger, Yvonne. Auditory Neuropathy A New


Perspective on Hearing Disorders. Singular
Thomson Learning. Canada. 2001;1-50.

6. Lassman,FM. Audiology. Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition.
W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1989; 46
– 66.

7. Hendarmin,H. Gangguan Pendengaran Pada


Bayi dan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke 5. FKUI.
Jakarta. 2001; 28-30.

8. Skurr,B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan


Kuliah. Pada Kursus Audiologi Praktis. Bandung.
13-14 Mei 1991; 12-63.

76 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2.3 PEMERIKSAAN GANGGUAN DENGAR

Audiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai sederhana supaya dapat dimengerti oleh semua pasien.
pendengaran dan keseimbangan, yang mempelajari Rangsang yang cocok terdiri dari kombinasi tiga angka
pengukuran pendengaran maupun keseimbangan (misainya 6-1-4). Pasien diminta untuk mengulangi
manusia dan pengelolaan maupun rehabilitasi suara yang didengar. Tes dikatakan positif bila pasien
penderita dengan gangguan pendengaran maupun dapat mengulangi lebih dari 50% dari rangsang yang
gangguan keseimbangan.1 diberikan. Tes ini biasanya dilakukan pada jarak 60 cm
dan 15 cm dari telinga pasien. 60 cm menggambarkan
Audiometri adalah pengukuran pendengaran yang jarak sepanjang lengan dari telinga yang tidak dites,
meliputi besar gangguan pendengaran (derajat hal ini penting untuk masking telinga yang tidak diuji
gangguan dengar) dan lokalisasi gangguan dengar selama tes dilakukan. Pendengaran dapat dinilai
yaitu membedakan antara kelainan di telinga tengah, dengan forced whisper pada jarak yang lebih jauh.
kohlea atau retrokohlear.1 Orang normal dapat mendengar bisikan dengan mudah
pada jarak 10 m.
Terdapat tiga tujuan dalam penilaian klinis
pendengaran yaitu: perkiraan ambang dengar, Suara penulis direkam pada setiap intensitas untuk 10
diferensiasi gangguan pendengaran konduktif bahan tes setiap 4 hari untuk menilai konsistensi suara
dengan gangguan pendengaran sensorineural, dan yang direkam. Intensitas suara yang digunakan dalam
identifikasi gangguan pendengaran non organik.1 tiga kategori oleh pemeriksa yang berbeda juga. akan
berbeda pula, namun seorang pemeriksa harus dapat
Pemeriksaan Pendengaran Subjektif1,2,3 mempertahankan konsistensi suaranya sendiri.
Pemeriksaan pendengaran subjektif adalah menilai Pemeriksa harus mengingat kecenderungan untuk
pendengaran berdasarkan respons subjektif terhadap meningkatkan volume suaranya saat jarak antara
berbagai rangsang suara. Ada berbagai macam tes pasien dan pemeriksa semakin jauh (misalnya, suara
yang dapat dilihat pembagiannya dibawah ini: yang digunakan pada jarak 60 em cenderung lebih
- Tes klinis sederhana: keras dari suara yang digunakan pada jarak 15 em
 Tes suara kecuali pemeriksa mengerti untuk menghindari
 Tes Garpu Tala kejadian ini).
- Audiometri Subjektif:
 Dewasa: Tes Bisik, Garputala, Audiometri Tes bisik pada jarak 60 em dapat mendeteksi gangguan
Nada Murni, Audiometri tutur pendengaran pada frekuensi tutur dengan intensitas
 Anak: Behavioral Observation Audiometry diatas 30 dB dengan sensitivitas 96% dan spesifitas
(BOA), Visual Reinforcement Audiometry 91% (Browning, Swan, dan Chew, 1989). Data - data
(VRA), Play Audiometry, Speech Audiometry ini memberikan gambaran kasar mengenai interpretasi
 Khusus: Short Increment Sensitivity Index tes suara, namun pengalaman pemeriksa dalarn
(SISI), Alternate Binaural Loudness Balance membandingkan tes suara mereka sendiri dengan
Test (ABLB), Tone decay, Audiometri tutur, ambang audiometri nada murni tetap tidak tergantikan.
Audiometri Bakessy
Berbicara pada jarak 30 inci Kehilangan
Tes Klinis Sederhana1,2,3,4 Pendengaran
Mengerti bisikan perlahan < 30 dB
Tes Suara Mengerti bisikan keras < 45 dB
Suara manusia memiliki rentang intensitas yang Mengerti suara sedang < 60 dB
berbeda, namun hanya tiga intensitas yang digunakan Mengerti suara keras < 70 dB
secara klinis untuk menetapkan standarisasi: suara
bisikan, suara percakapan, dan suara keras. Keterbatasan tes suara
Tes suara klinik bukanlah pengganti bagi audiometri
Suara bisik umumnya diartikan sebagai forced nada murni, namun merupakan alat yang penting bagi
whisper, yakni suara bisik terkeras yang dapat otolog untuk memeriksa audiometri yang tidak reliabel
dikeluarkan pemeriksa. Umumnya pemeriksa harus (Browning, Swan dan Chew. 1989) dan pasien - pasien
ekshalasi nafas secara norinal sebelum berbicara yang tidak reliabel secara khusus (lihat bagian
dengan intensitas forced whisper, Suara percakapan gangguan pendengaran non-organik). Tes suara klinik
diartikan sebagai suara dengan intensitas yang juga sering dugunakan untuk menguji pasien yang
digunakan pemeriksa ketika berbicara di ruangan yang tidak dapat mengikuti audiometri nada murni, misalnya
tenang. Suara keras adalah sekeras teriakan yang masih pada anak miak, penderita cacat mental, dan orang tua.
dapat dibuat pemeriksa dengan nyaman.
Tes Garpu Tala
Pemeriksa harus berdiri pada sisi pasien dimana Perkembangan tehnologi elektronik dibidang
petunjuk visual tidak dapat terlihat. Rangsang harus diagnostik- audiologi, menyebabkan penggunaan
77 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
garp u tala yan g telah d ikemuka kan sej ak dibandingkan dengan garpu tala 512 Hz (Srankiewicz
satu ab ad yan g lal u k ur ang d ir ninati o le h dan Mowry, 1979; Doyle, Anderson dan PiJI. 1984;
audiologist. Dalam kondisi keterbatasan Browning dan Swan.1988). Arah gelombang suara
pengadaan sarana alat diagnostik elektronik garpu tala harus sesuai dengan aksis kanalis aurikularis
seperti elektroakustik imitans, garpu tala apabila eksternus ( sejajar dengan bidang frontal ). Garpu
dilakukan dengan tehnik yang benar dan cara tala tidak boleh diketukkan pada permukaan yang
interpretasi yang tepat sangat membantu keras karena hal ini dapat menghasilkan overtone yang
diagnostik audiologi disamping pemeriksaan memberikan hasil false positif selain kemungkinan
audiometri rutin merusak garpu tala (Samuel and Eitelberg. 1989).
Garpu tala sebaiknya diketukkan perlahan pada lutut,
Prinsip pemeriksaan dengan garpu tala adalah siku, atau bantalan karet keras. Mengetukkan garpu
membandingkan antara hantaran udara (AC = air tala juga sebaiknya dilakukan pada jarak 2/3 dari
conduction) dan hantaran tulang (BC = bone percabangan untuk meminimalisir distorsi suara yang
conduction). Pada hantaran udara menggunakan dihasilkan.
telinga luar dan tengah untuk menghantarkan bunyi ke
koklea dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan
yang lazim untuk transmisi bunyi.

Pada hantaran tulang (BC), tulang tengkorak dibuat


bergetar dengan jalan menempelkan benda yang
bergetar secara periodik, misalnya garpu tala.
Rangsang yang dihantarkan tulang diduga
menggetarkan cairan koklearis tanpa melewati telinga Garpu Tala
luar dan tengah. Bekesy (1932) memperlihatkan bahwa
pola getaran koklearis adalah sama tanpa memandang Tes Rinne
apakah bunyi dihantarkan melalui tulang atau udara. Tes Rinne pertama kali dilakukan oleh Adolf Rinne
dari Gottingen pada tahun 1855. Sekalipun HuIzing
Uji hantaran tulang telah dianggap sebagai suatu alat (1985) menemukan bahwa Polansky (1842) telah
untuk mengukur integritas koklearis dan struktur di terlebih dahulu, menjabarkan prinsip tes yang
atasnya. Pendengaran hantaran tulang yang normal digunakan. Hasil tes garpu tala yang dikenal sebagai
jelas mengisyaratkan fungsi koklearis, saraf dan batang Rinne positif dan negatif untuk penma kalinya
otak yang normal pula. Jika kornponen sensorineural dikemukakan oleh Lucae dalam suatu pertemuan ahli
(BC) normal, sedangkan seluruh sistem (AC) otologi di London pada tahun 1882. Terdapat dua
terganggu (BC>AC), maka gangguan diduga variasi dari tes ini yaitu: metode perbandingan
maupakan akibat kerusakan bagian sistem lainnya, kerasnya suara dan metode perbandingan ambang.
yaitu telinga tengah dan atau telinga luar yang fidak
terukur dengan ternuan hantaran tulang yang normal. Metode perbandingan keras suara mcrupakan metode
Sebaliknya bila hantaran tulang tidak lebih peka dari yang lebih sering digunakan. Garpu tala dibunyikan
hantaran udara (BC≤AC), maka gangguan total diduga dan dipegang dengan ujung sejajar maupun tegak lurus
sebagai akibat kerusakan atau perubahan pada dengan sumbu CAE (Swnuel dan Eitelberg.1989)
mekanisme koklearis atau retrokoklearis. Akan tetapi dengan jarak sekitar 2,5 cm dari CAE. Selama
sejumlah peneliti, dipelopori oleh Tonndorf telah melakukan tes Rinne dianjurkan untuk melepas
menantang kebenaran interpretasi tidak adanya kacamata, giwang atau anting yang dapat mengganggu
perbedaan udara atau tulang ini. Mereka penempatan garpu tala di mastoid . kurangnya tekanan
mendemonstrasikan adanya peningkatan arnbang garpu validitas hasil interpretasi. di tulang mastoid
hantaran tulang yang timbul sekunder dari gangguan- dapat menyebabkan suara akan terdengar lebih keras
gangguan telinga tengah. melalui butaran udara sehingga dapat mengganggu
validitas hasil interpretasi. Pemeriksa harus melakukan
Tes garpu tala sebaiknya dilakukan dalarn ruangan konfirmasi bahwa pasien dapat mendengar bunyi garpu
yang sepi karena bunyi penyerta (ambient noise) dapat tala 'di depan telinga'. Garpu tala kemudian diletakkan
mempengaruhi hasil secara signifikan. Garpu tala sedemikian rupa sehingga pangkaInya menekan
umumnya terbuat dari besi, magnesium, atau os.mastoid. Tempat yang baik untuk meletakkan garpu
alumunium. Terdiri dari dua buah kaki seperti U tala dengan posisi ini adalah area yang datar dan tidak
dengan batang untuk memegang garpu tala yang berwribut di posterosuperior CAE. Penempatan garpu
tipenya bervariasi. Jenis garpu tala yang paling sering tala diatas proc.mutoideus akan memberikan hasil yang
digunakan adalah jenis 512 hingga 256 Hz. Meskipun salah (false results) karena kurang luasnya daerah
garpu tala 256 menghasilkan lebih banyak overtone kontak antara pangkal garpu tala dan tulang. Pinna
dari garpu tala 512 Hz (Samuel & Eitelberg), tidak boleh bersentuhan dengan garpu garpu tala.
penggunaan klinisnya telah menunjukkan bahwa jenis Tekanan berlawanan diberikan pada sisi kepala yang
ini lebih smitif dalam mendeteksi gap udara - tulang berlawanan dengan tangan peineriksa yang bebas.

78 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Perneriksa harus mengkonfirmasi bahwa pasien Masking pada telinga yang tidak diuji terkadang
mendengar suara 'di belakang telinga' dan menanyakan dilakukan. Namun hal ini tidak dianjurkan karena
pasien apakah suara terdengar lebih keras di depan menambah sumber kesalahan pada tes. Apabila usap
atau di belakang telinga. tragal digunakan, pemeriksa tidak dapat yakin apakah
masking yang adekuat telah dicapai. Jika kotak suara
Barany digunakan, maka hampir dipastikan ada
masking berlebih yang akan mengarah ke over
masking telinga yang diuji (Swan. 1989). Sebagai
tarnbahan, penggunaan kedua bentuk masking ini
mungkin akan mempengaruhi tekanan berlawanan
yang dilakukan perneriksa peda sisi kepala yang
berlawanan. kerasnya suara yang terdengar pada
hantaran tulang dipengaruhi oleh tekanan garpu tala
Tes Rinne pada tulang.

Pada telinga dengan mekanisme hantaran normal Tes Rinne memberikan petunjuk adanya kornponen
(telinga normal atau pada gangguan pendengaran konduktif pada gangguan pendengaran. Jika digunakan
sensorineural), suara hantaran udara akan terdengar untuk mendeteksi gangguan pendengaran konduktif tes
lebih keras dari hantaran tulang. Hal ini disebut hasil Rinne memiliki spesifitas yang tinggi, namun
tes positif, sekalipun terdapat kesalahan pengertian sensitivitasnya rendah (Crowley dan Ka~1966;Wilson
apabila hasil digambarkan sebagai hantaran udara lebih dan Woods. 1 975;Stanklewiez dan
baik dari hantaran tulang. Apabila hantaran tulang Mowry.1979;Capper, Slack dan Maw.1987; Browning
terdengar lebih keras dari hantaran udara, hasil disebut dan Swan. 1988). Para penyusun ini menunjukkan
Rinne negatif dan hal ini menandakan komponen bahwa sensitivitas, tes Rinne tidak mencapai 90%
konduktif yang signifikan pada gangguan hingga gap udara-tulang mencapai 30dB, sekalipun
pendengaran. Jika hantaran udara sama dengan spesifisitas tes ini melebihi 95% , tes ini sangat jarang
hantaran tulang, sekalipun hal ini juga dapat menunjukkan hantaran tulang lebih baik dari hantaran
mengindikisikan adanya gangguan pendengaran udara tanpa adanya gap udara-tulang diatas IOdB.
konduktif, sekalipun hal ini disebabkan olch pasien Maka gap udara tulang yang kecil (hingga 30dB)
yang tidak dapat menentukan suara mana yang seringkali tidak dapat dideteksi oleh tes Rinne,
terdengar lebih keras. walaupun tes ini merupakan indikator yang reliabel
adanya gangguan pendengaran konduktif. Titik dimana
Perneriksa harus, rnewaspadai 'Rinne false negatif tes Rinne cenderung negatif adalah pada gap udara-
yang dapat terjadi pada gangguan pendengaran tulang sekitar 18dB (Sheehy, Gardner dan Hambley,
sensorineural yang parah pada telinga uji. Pada kasus 197 1; Golabek dan Stephens. 1979; Capper, Slack dan
ini, rangsang hantaran tulang akan terdengar pada Maw. 1987). Hal ini mengindikasikan titik dimana tes
telinga yang tidak diuji, sehingga hantaran tulang Rinne akan memberikan 50% hasil negatif; respon
terdengar lebih keras dari hantaran udara. Keadaan ini pasien bervariasi pada gap udara-tulang di sekitar titik
umumnya dapat diidentifikasi menggunakan tes ini.
Weber. Apabila tes suara klinis mengindikasikan
adanya gangguan pendengaran unilateral, tes Weber Semakin tinggi frekuensi garpu tala semakin berkurang
harus dilakukan sebelurn tes Rinne. kepekaan tes Rinne untuk identifikasi gangguan
konduktif. Penelitian menunjukkan hasil yang cukup
Pada metode perbandingan arnbang, garpu tala signiflkan bahwa hasil tes garpu tala frekuensi 128-256
diletakkan pada tulang di atas mastoid. Pasien dirninta Hz cenderung lebih mudah menghasilkan tes Rinne
untuk mengangkat tangan apabila ia mendengar suara negatif daripada positif. Frekunsi lebih besar dari 256
hingga suara fidak terdengar lagi. Ketika pasien Hz menunjukkan hasil tes Rinne yang kurang reliabel
menurunkan tangan sebagai tanda ia tidak dapat dan frekuensi 2048 Hz tidak banyak membantu
mendengar suara uji lagi, garpu tala segera diagnostik gangguan konduktif.
dipindahkan ke depan CAE. Jika tidak ada komponen
konduktif pada gangguan pendengaran, pasien dapat Nilai ketepatan tes Rinne cukup tinggi pada anak-anak,
mendengar suara lagi, hal ini disebut hasil positif. apabila besar A-B gap mencapai 35 dB atau lebih.
Hilyard dkk melakukan skrining pendengaran pada
Metode ini lebih jarang digunakan karena memakan 920 anak dengan memakai garpu tala frekuensi 1000
waktu lebih lama dan lebih rentan terhadap pengaruh Hz, didapati hasil tes Rinne negatif pada 207 anak
suara penyerta ambient sound. Metode ini juga kurang akan tetapi tes garpu tala dilakukan tanpa
sensitif daripada metode perbandingan keras suara menggunakan masking.
(Browning dan Swan. 1989). Prinsip : membandingkan AC dan BC pada pasien

79 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Tes Weber
Tes ini dinamakan sesuai Ernest Heinrich Weber
(1834), seorang profesor di anatomi dan fisiologi dari
Leipzig. Sebenarnya Weber tidak mengernukakan
metode yang selama ini dipakai dalarn klinik dengan
memakai namanya. Fenomena yang dikemukakannya
adalah mengenai lateralisasi hantaran tulang kearah
telinga yang disumbat. Menurut Weber apabila kita
sedang berbicara atau menyanyi, kemudian telinga
dengan jari tangan maka suara akan terdengar lebih
keras di telinga tersebut. Tes Weber

Menurut Hulzing (1973), Schmalz (1846) adalah Fenomena yang dikemukakannya adalah mengenai
orang pertama yang menjelaskan aplikasi klinis tes lateralisasi hantaran tulang kearah telinga yang
ini. Tujuan tes Weber adalah untuk mendeteksi disumbat. Menurut Weber apabila kita sedang
koklea dengan fungsi yang lebih balk. Sebuah berbicara atau menyanyi, kemudian telinga dengan jari
garpu tala (biasanya 512 atau 256 Hz) digetarkan tangan maka suara akan terdengar lebih keras di
dan ditempatkan pada garis tengah kepala telinga tersebut.
pasien. Tempat yang umum digunakan adalah
dahi, batang hidung, vertex, dan incisor atas. Dari Tes Schwabach
semua tempat ini, batang hidung merupakan tempat Tes yang diperkenalkan pertama kalinya oleh
yang dianjurkan karena kulit antara tulang dan Dagabard schawabach, seorang ahli bedah telinga dari
garpu tala paling tipis;vertex hanya dapat Jerman pada tahun 1890, digunakan untuk menilai
digunakan pada pasien dengan kebotakan. Pasien kemampuan persepsi mendengar melalui hantaran
ditanya apakah suara terdengar lebih balk pada satu tulang subyek yang diperiksa dibandingkan
telinga atau sama pada kedua telinga (umumnya dengan pemeriksa. Penala digetarkan, tangkai penala
disebut terdengar di tengah kepala). Pada pasien diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
dengan pendengaran normal, suara terdengar di terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
tengah, selain normal, suara akan terdengar pada dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
koklea dengan fungsi lebih balk, kecuali bila ada pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
komponen konduktif gangguan pendengaran pada pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
pasien. Pada kasus ini, jika fungsi koklea simetris, memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
suara akan terdengar lebih keras pada telinga dengan pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu
gangguan konduktif, atau apabila ada gangguan penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa
konduktif bilateral, suara akan terdengar lebih lebib dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
keras pada telinga dengan komponen konduktif disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
yang lebih besar. Alasan yang mendasari pernyataan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut
ini kompleks. dengan Schwabach sama dengan pemeriksa

Menurut Tonndorf (1964), kasus – kasus Prinsipnya untuk menilai kemampuan persepsi
diskontinuitas osikuler dan fiksasi Osikuler mendengar melalui hantaran tulang subyek
bunyi akan terdengar lebih keras pada telinga. yang diperiksa dibandingkan dengan pemeriksa.
Kami membuat hipotesis bahwa pada kasus
diskontinuitas osikuler, telinga tengah terisi massa Tes Bing
sehingga terjadi penurunan resonansi frekuensi. Tes Bing yang dikemukakan oleh Alfred Bing
Pada kasus – kasus dengan sumbatan CAE, efek pada tahun 1891, didasarkan pada prinsip bahwa
oklusi dapat terjadi,sehingga mengakibatkan bunyi oklusi CAE akan membuat suara hantaran tulang
terdengar lebih keras pada telinga yang tersumbat. terdengar lebih keras pada c, linga dengan
Sayangnya, hasil tes Weber tidak selalu sesuai dengan mekanisme konduksi normal. Fenomena ini
hasil audiometri nada murni (Stankiewicz dan pertama kali dijelaskan oleh 'A-heatstone (1827).
Mowry.I979;Capper,Slack dan Maw.1987) dan
hasil yang 'salah' didapatkan pada 25% pasien Prinsip: oklusi CAE akan membuat suara hantaran
dengan gangguan pendengaran unilateral, sehingga tulang terdengar lebih keras pada telinga dengan
sulit untuk secara teoritis memprediksi pada telinga mekanisme konduksi normal.
mana pasien akan mendengar suara lebih keras. Cara pemeriksaan: sebuah garpu tala yang
Keterbatasan tes Weber lainnya adalah sulit digetarkan diletakkan pada os.mastoid seperti pada
dinilai pada kasus dengan tuli campur. tes Rinne. Seperti juga tes Rinne, terdapat dua metode:
interpretasi pada praktek adalah tidak mungkin, dan tes perbandingan ambang dan perbandingan keras
Weber sebaiknya hanya dilakukan pada kasus suara. Pada metode perbandingan ambang,
gangguan pendengaran unilateral. pasien diminta untuk me n g a n g k a t t a n g a n

80 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
selama ia masih dapat mendengar suara. timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
K e t i k a p a s i e n m engindikasikan bahwa suara normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
sudah tidak terdengar lagi, pemeriksa menutup CAE di kanalis aurikularis eksternus akan
dengan t e k a n a n j a r i p a d a t r a g u s . J i k a p a s i e n mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
d a p a t m e n d e n g a r s u a r a k e mb a l i , h a l i n i fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
mengindikasikan mekanisme konduksi berfungsi perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
(Bing positif) dan apabila pasien tidak dapat menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
mendengar suara kembali disebut Bing negatif. Pada diperhatikan dalam melakukan tes Gelled untuk
metode perbandingan keras suar a, Bila liang fiksasi kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak
telinga ditutup dan dibuka b er gantian saat bergeser pada saat pemberian tekanan di kanalis
p enala yang b er getar ditempelkan pada mastoid, aurikularis ekstemus
maka telinga normal akan menangkap bunyi yang
mengeras dan ( B i n g p o si t i f ) . H a s i l s er u p a Prinsip: fenomena berupa penurunan persepsi
a k a n d i d ap a t p ad a g a n g g u a n p e n d e n g a r a n kekerasan suara yang dihantarkan melalui
sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan hantaran tulang apabila tekanan di kanalis
mekanisme konduktif seperti penderita otitis media aurikularis ekstemus ditingkatkan . Efek tersebut
atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan didapati pada kondisi fungsi konduktif normal,
kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif). tetapi tidak ada beda persepsi suara pada kasus
ankilosis stapes. Tes ini banyak dipakai untuk
menilai gangguan konduktif pada kasus otosklerosis.

Cara pemeriksaan:
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran
Tes Bing tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
membrana timpani. Selain itu dapat juga
Tes Gelle dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari
Prinsip tes Gelle berdasarkan pada fenomena seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya
yang pertama kalinya ditemukan oleh Wheatstone sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelle
pada tahun 1827 , kemudian dikembangkan dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana
penggunaannya dalam klinik oleh Gelled seorang ahli timpani melalui liang telinga.
bedah otologi dari Paris . Fenomena tersebut berupa Interpretasi: kenaikan tekanan di kanalis aurikularis
penurunan persepsi kekerasan suara yang ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar
dihantarkan melalui hantaran tulang apabila melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana
tekanan di kanalis aurikularis ekstemus timpani utuh dan mobilitas osikula auditiva
ditingkatkan . Efek tersebut didapati pada kondisi normal. Pada telinga normal, perubahan tekanan
fungsi konduktif normal, tetapi tidak ada beda di kanalis aurikularis eksternus akan
persepsi suara pada kasus ankilosis stapes. Tes mengakibatkan fluktuasi persepsi suara. Pada kondisi
ini banyak dipakai untuk inenilat gangguan fiksasi atau diskontinuitas tulang pendengaran,
konduktif pada kasus otosklerosis. Tehnik:Garpu perubahan tekanan kearah membrana timpani tidak
tala yang sudah digetarkan diletakkan di menyebabkan fluktuasi persepsi suara. Penting
mastoid. Tekanan di kanalis aurikularis ekstemus diperhatikan dalam melakukan tes Gelle untuk fiksasi
diubah-ubah dan dinilai ada atau tidaknya perubahan kepala dengan 'headrest' agar kepala tidak bergeser
persepsi suara yang terdengar melalui hantaran pada saat pemberian tekanan di kanalis aurikularis
tulang. Dipakai 'Pulitzer hag' atau otoskop ekstemus.
pneumatik untuk menaikkan tekanan di depan
membrana timpani. Selain itu dapat juga Tes Lewis
dipakai metode menutup Hang telinga dengan jari Tes Lewis sangat berharga pada kasus tuli campur
seperti tes Bing, tetapi tes Bing dilakukan hanya dengan komponen konduktif yang minimal dan
sekedar menutup liang telinga, sedangkan tes Gelled membrana timpani utuh. Interpretasi hasil tes
dengan meningkatkan tekanan ke arah membrana Lewis sebaiknya dilakukan dengan kombinasi hasil
timpani melalui liang telinga. tes Gelled dan Bing.

Interpretasi : kenaikan tekanan di kanalis aurikularis Tehnik: Garpu tala diletakkan di prosesus mastoid sampai
ekstemus akan menurunkan persepsi mendengar suara tidak terdengar lagi kemudian dipindahkan di tragus
melalui hantaran tulang apabila kondisi membrana dengan cara menekan tragus sehingga kanalis aurikularis

81 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
eksternus tertutup. tala yang menempel di mastoid. Tanpa
Penilaian tes Lewis: apakah subyek mendengar menyadari bahwa sebenarnya b unyi yang ada
kembali suara garpu tala. berasal dari garpu tala yang digetarkan
Interpetasi: Tes Lewis hanya untuk menilai apakah didepan telinga yang dikeluhkan tidak
suara akan terdengar kembali dengan penempatan d a p a t mendengar, sub yek akan melaporkan
garpu tala di tragus apabila pada saat penempatan garpu mendengar suara (sub yek menduga suara
tala di prosesus mastoid tidak terdengar lagi. Dalam berasal dari garpu tala yang menempel di mastoid
kondisi membrana timpani utuh dan ada fiksasi osikula yang tidak digetarkan).
auditiva, pemindahan garpu tala ke tragus tidak
akan membuat suara terdengar kembali. Kondisi Tes Stenger
kelainan telinga tengah selain fiksasi tulang P rin s ip : s uar a nad a mu r ni d e n ga n i n te n si ta s
pendengaran akan membuat suara terdengar lagi pada ya n g sama diberikan secara bilateral melalui
saat garpu tala di letakkan di tragus. earphone maka akan terjadi penyatuan (fusi)
p ersep si mend e ngar d i p usat p end engaran
sentral sehi n gga han ya a kan terd en gar
seb agai s a t u s u a r a d i t e n g a h - t e n g a h
kepala.
Cara Pemeriksaan:
Tes Stenger menggunakan d ua garp u
tala dengan intensitas yang b e r b e d a . K e d u a
garpu tala tersebut digetarkan dan
m a s i n g - m a s i n g d i l e t a k k a n d i d e p a n lia n g
tel i n ga. B erd a sar k a n fe no me n a T arc ha no w,
ma k a s uara d ari ked u a garp u ta la t er seb ut
Tes Lewis hanya akan terdengar sebagai satu suara,
yaitu suara denga n intensitas ya ng lebih
keras. Apabila didepan telinga subyek
yang mengeluh pendengarannya kurang
diberikan suara garpu tala dengan
intensitas yang lebih keras, maka pada
k a s u s t u h o r g a n i k s u b y e k a k a n me l a p o r k a n
me n d e n g a r d i s i s i t el i n g a ya n g n o r ma l
s e k a l i p u n i n t e n s i t a s n ya l e b i h l e ma h
Pada tuli nonorganik, sub yek yang
sebenarnya mendengar suara di sisi
telinga dengan i n t e n s i t a s y a n g l e b i h
tinggi akan menyangkal mendengar
s u a r a d i s i s i t e l i n g a ter seb u t ( si s i
tel i n ga ya n g d i ke l u h k an p e nd e n g ara n n ya
Rangkuman beberapa tes garpu tala k ura n g ).

Tes Garpu tala pada Tuli Nonorganik1,2,3,4 Reabilitas dan Validitas1,2,3,4


Tes Teal Dengan berulang -ulang melakukan uji penala
Subyek yang mengatakan mendengar suara secara cermat, pemeriksa dapat menjadi ahli
melalui hantaran tulang akan tetapi dalam pemakaiannya. Masalah rcliabilitas (atau
menyangkal mendengar melalui hantaran dapat diulang) timbul dari penilaian yang
udara dapat dilakukan metode Teal. salah baik oleh pasien manap un pemeriksa
mengenai "saat tidak lagi terdengar" di mana
Cara pemeriksaan: bunyi perlahan-lahan menghilang. Uji-uji ini
Dipakai dua buah garpu tala dengan frekuensi makin sulit dilaksanakan pada anak dan pasien
yang sama akan tetapi hanya satu yang dengan perhatian yang terbatas.
digetarkan. Garpu tala yang digetarkan
diletakkan di depan telinga yang dikeluhkan Klinisi harus menghindari penggunaan penala
tidak mendengar dan garpu t a l a y a n g t i d a k frekuensi rendah (128 dan 256 Hz) karena
digetarkan diletakkan di prosesus mastoid memerlukan pengendalian kebisingan
t e l i n g a s i s i y a n g s a m a . T e s dilakukan lingkungan, misalnya dalam ruangan kedap
dengan mata tertutup, sehingga subyek yang di suara yang biasanya tidak ditemukan pada praktek
tes tidak mengetahui ada dua buah g a r p u t a l a dokter biasa. Untuk alasan fisik, Basil uji Bing
ya n g s a l a h s a t u n ya d i l e t a k k a n d id ep a n yang bermanfaat biasanya akan lebih baik bila
t e l i n g a . S u b ye k h a n ya me r a s a k a n a d a garpu menggunakan penala 500 Hz dan bukannya 1000

82 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
atau 2000 Hz. melalui liang telinga, menggetarkan m.timpani,
tulang – tulang pendengaran dan seterusnya
Kesalahan yang lazim terjadi pada uji Rinne dan membutuhkan keutuhan fungsi telinga bagian luar,
Schwabach disebabkan oleh sifat - sifat hantaran tengah, dalam dan syaraf VIII.
tulang. Getaran penala yang ditempelkan pada
mastoid kanan tidak hanya menggetarkan tulang Terdapat beberapa pilihan nada terutama dari oktaf
temporal kanan, tapi juga seluruh kepala; dengan skala C: 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000
demikian telinga kiri juga terangsang pada saat Hz. Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah
yang sama. Peredaman melintasi kepala adalah oktaf (750, 1500, 3000 dan 6000 Hz). Audiometer
minimal. Pada uji Rinne, jawaban terhadap memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dengan
stimulus hantaran tulang akan merefleksikan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu
telinga dengan hantaran tulang yang lebih baik, peredam yang memungkinkan berbagai intensitas
tanpa memperhatikan telinga mana yang bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu
mungkin. Karena itu dimungkinkan untuk transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-
memperoleh respons hantaran tulang dari telinga kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik
kiri saat mengqji telinga kanan. Dan bila hantaran menjadi energi akustik.
tulang lebih baik dari hantaran udara, maka
hasilnya adalah Rinne negatif palsu. Dengan Terdapat beberapa istilah yang sering ditemukan
mekanisme serupa, suatu uji Schwabach yang seperti berikut:
meningkat atau memanjang untuk telinga kanan  Nada murni (pure tone)
sebenamya dapat saja merupakan respons telinga Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu
kiri dengan hantaran tulang lebih baik dan telinga frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per
kanan. Insidens Rinne negatif palsu dan detik.
Schwabach memanjang palsu dapat dikurangi
dengan meminta pasien memberitahu letak
 Bising
Merupakan bunyi yang mempunyai banyak
gangguan pendengarannya. Juga dapat
frekuensi, terdiri dari (narrow band), spektrum
dikendalikan dengan memasang bising
terbatas dan (white noise) spektrum luas.
penyamar (masking noise) pada telinga yang
tidak diperiksa, misalnya dengan alat penyamar  Frekuensi
seperti "Barany buzzer". Hal in] perlu dilakukan Ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran
dengan hat]-hati karena bising penyamar yang suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana
berintensitas tinggi tersebut dapat saja d'lateralisasi (simple harmonic motion). Jumlah getaran per
melintasi tulang tengkorak dan sampai ke telinga. detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi (suara)
Karena masalah-masalah validitas dan yang dapat didengar oleh telinga manusia
reliabilitas ini, maka sebalknya gunakan mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hertz.
serangkaian uji penala yang memberi kesempatan Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20
untuk membandingkan indikasi pengujian, Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang
daripada hanya bergantug pada suatu uji saja. frekuensinya di atas 18.000 Hertz disebut
Hal Ini juga sebagian merupakan penyebab suprasonik (ultra sonik).
perkembangan audiometri elektris
 Intesitas bunyi
Audiometri Nada Murni1,5,6,7 Dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik : dB HL (hearing level), dB SL (sensation
yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising level), dB SPL (sound pressure level). dB
ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya HL dan dB SL dasarnya adalah subyektif, dan
disebut nada "murni". Dengan audiometri kita dapat inilah yang biasanya digunakan pada
membandingkan ambang pendengaran antara audiometer, sedangkan dB SPL digunakan
hantaran udara dengan menggunakan headphone (air apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang
conduction /ac) dan hantaran tulang dengan sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).
menempelkan alat vibrator pada tulang mastoid (bone Contoh : pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada
conduction /bc). Hasil pemeriksaaan ini berupa bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL tidak ada
audiogram. bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama
intensitas dalam HL/SL lebih besar daripada
Pada hantaran tulang (ac) langsung menggetarkan SPL.
tulang-tulang tengkorak dan cairan didalamnya,
sehingga langsung menggetarkan perilimf, endolimf Intensitas audiometer berkisar antara -I0dB
dan membrana basalis sehingga terjadi perangsangan hingga 110 dB. Jika seorang pasien
sel rambut organon Corti. Hal ini membutuhkan memerlukan intensitas sebesar 45 dB di atas
keutuhan fungsi telinga dalam dan syaraf VIII. intensitas normal untuk menangkap bunyi
Sedangkan hantaran udara (bc) getaran bunyi masuk tertentu, maka tingkat ambang

83 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
pendengarannya adalah 45 dB, jika kepekaan >40 - 60 Sedang
pasien lebih dekat ke normal dan hanya >60 - 90 Berat
memerlukan peningkatan sebesar 20 dB di atas >110 Berat Sekali
normal, maka ambang tingkat pendengarannya
adalah 20 dB. Jika pendengaran pasien 10 dB Tes hantaran udara
lebih peka dari pendengaran rata-rata, maka Dari seluruh audiometri Subjektif, te s yang
tingkat ambang pendengarannya ditulis dalam paling dasar dan terpenting adalah
dalam negatif atau – I0dB. audiometri nada murni, yang
membandingkan kepekaan sensitivitas
 Nilai nol audiometrik (audiometric zero) pendengaran subjek terhadap orang dengan
Dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada pendengaran normal pada berbagai frekuensi.
murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu Sebuah audiometer menyediakan rangsang
yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata suara terkalibrasi dengan frekuensi tetap
orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). maupun terpulsasi (pulsed) dalam rentang 125
Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik hingga 8000 Hz. Intensitas suara dinyatakan
tidak sama. Telinga manusia paling sensitif dalam decibel hearing level (dB HI,), dimana
terhad ap b unyi d engan fr ekuensi 10 00 0 dB HL adalah intensitas di mana orang
Hz yang b esar nilai no l audiometriknya dengan pendengaran normal menangkap
kira-kira 0,0002 dyne/cm2. Jadi pada frekuensi suara. 50% setiap kalinya. Tingkat
2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm 2 . pendengaran minimum dimana didapatkan
Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu respons berulang dari subjek disebut
Standar ISO dan ASA. ISO = International ambang dengar. Subjek dikatakan mengalami
Standard Organization dan ASA = American gangguan pendengaran jika ambang dengarnya
Standard Association. di bawah 20 dBHL.
0 dB ISO = 10 dB ASA atau
10 dB ISO = 0 dB ASA Subjek ditempatkan di dalam ruangan kedap
suara dengan menggunakan earphone
Pada audiogram angka -angka intensitas dengan bantalan sirkumaural dan
dalam dB bukan menyatakan ke naikan menekan sebuah tombol yang
tinier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik niengaktllkan nyala lampu pada audiometer
secara perbandingan. setiap kali mendengar suara. Seperti yang telah
Contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari dijelaskan jelaskan diatas, tujuan tes ini adalah untuk
pada 10 dB. tetapi : 20/10 = 2, jadi 10 menentukan tingkat nada terendah dengan tinggi
kuadrat 100 kali lebih keras. nada berbeda – beda yang dapat didengar subjek.

• Notasi pada Audiogram Tes Hantaran Tulang


Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai Ketika sinyal suara dihantarkan pada tulang di
grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus belakang telinga, atau pada dahi dengan
penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 menggunakan penggetar tulang, gelombang suara
– 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat mencapai koklea setelah melintasi sistem
dengan garis terputus -putus (intensitas konduksi telinga tengah. Karena itu, pendengaran
yang diperiksa : 250 -4000 Hz). Untuk melalui hantaran tulang mencenninkan fungsi
telinga kiri dipakai warna biru, dari koklea dan saluran pendengaran luhur
sedangkan untuk telinga kanan dipakai yang menghantarkan suara ke otak. Ambang
warna merah. dengar hantaran tulang dibandingkan dengan
ambang hantaran udara untuk menentukan apakah
• Ambang Dengar subjek mengalami lesi telinga luar dan/atau tengah,
lalah bunyi nada murni yang terlemah pada maupun lesi koklear dan atau lesi retrokoklear.
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar
oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar Pengukuran kuantitatif dari perbedaan antara
menurut konduksi udara (AC) dan menurut ambang hantaran udara dan hantaran tulang (gap)
konduksi tulang (BC). Bila ambang dengan memungkinkan penilaian besaran gangguan
ini dihubunghubungkan dengan garis, baik pendengaran konduktif, yang berkontribusi pada
AC maupun BC, maka akan didapatkan diagnosis akurat akan penyakit yang
audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis menyebabkan gangguan pendengaran.
dan derajat ketulian. penilaian:
Getaran dari tulang tengkorak akan
AMBANG GANGGUAN DENGAR m e n c a p a i k o k l e a k e d u a s i s i d a n menimbulkan
0 - 20 Dalam batas normal sensasi suara pada kedua telinga. Bagaimanapun,
>20 - 40 Ringan umumnya kita hendak mengevaluasi hantaran

84 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
tulang setiap telinga secara terpisah. Ambang untuk meyakinkan sebelum beralih kepada telinga yang
terdengarnya sebuah suara akan meningkat ketika lain. Perubahan diatas 20 dB atau lebih diantara dua oktaf,
suara lain terdengar, yang disebut masking sound. memerlukan pemeriksaan setengah oktaf yaitu 1500 Hz,
Karenanya, ketika kita memeriksa pendengaran 3000 Hz atau 6000 Hz.
hantaran tulang pada satu telinga, masking sound
diperdengarkan pada telinga lainnya sehingga Posisi pemeriksaan
membuat suara tes tidak terdengar oleh telinga ini. Pasien duduk di kursi dan menghadap kearah 300 dari posisi
Prosedur masking ini diperlukan bahkan ketika pemeriksa, sehingga pasien tidak dapat melihat gerakan tangan,
kita memeriksa ambang hantaran udara, tergantung tetapi pemeriksa dapat mengamati pasien dengan bebas.
dari derajat dan asal dari gangguan pendengaran yang
terdapat pada masing – masing telinga. Subjek yang Pemberian sinyal
menjalani audiometri harus diberikan penjelasan Cara yang paling cepat untuk memperoleh intensitas awal
bahwa mereka diharuskan untuk memberikan respons adalah dengan menyusurnya mulai dari 0 dB sampai diperoleh
terhadap nada tes, dan bukan pada suara masking. responss. Matikan sinyal satu-dua detik, kemudian berikan lagi
pada level yang sama. Bila ada responss, maka tes dapat
Audiometer memiliki tiga bagian penting: suatu osilator dimulai pada intensitas tersebut.
dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, Turunkan intensitas secara bertahap, 10 dB setiap kali sampai
suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas responss, menghilang, kemudian naikkan 10 dB untuk
bunyi (umumnya dengan meningkatan 5dB), dan suatu mendapatkan responss, dan turunkan 5 dB untuk
transduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang- memperoleh ambang terendah. dimana sinyal terdengar 2
kadang pengeras suara) untuk mengubah energi listrik kali dari 3 kali perangsangan. Nada harus diberikan selama 0,5
menjadi energi akustik. detik secara irregular.

Teknik Pemeriksaan Ambang pendengaran biasanya direkam, kedalam suatu grafik


Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat yang disebut audiogram, walaupun kadang-kadang ada
pendengaran dibutuhkan kerja sama yang baik antara yang menggunakan tabel. Serangkaian hasil audiotes
pemeriksa dan pasien. yang direkam kedalam, sebuah progress audiogram
pemeriksaan liang telinga dapat pula digunakan.
Untuk memastikan bahwa liang telinga tidak
tersumbat. Apabila banyak serumen sebaiknya Simbol-simbol internasional untuk audiometer telah
dibersihkan dahulu. digunakan sejak 1964. Tetapi simbol ini tidak berlaku di
Amerika yang menggunakan simbol masking yang
Memberikan Instruksi berlainan untuk air dan bone conduction. Simbol hantaran
Saat akan memulai tes pasien dijelaskan terlebih udara non masking yang umum digunakan adalah X untuk kiri
dahulu bahwa saat tes nanti akan terdengar serangkaian dan 0 untuk kanan. Sedangkan simbol masking adalah X+
bunyi yang akan terdengar pada sebelah telinga. Pasien untuk kiri dan 0 untuk kanan. Data dari telinga kiri ditulis
harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya dengan warna biru dan untuk kanan dengan warna merah, tetapi
setiap terdengar bunyi bagamanapun lemahnya. Segera tidak mutlak. Apabila tidak diperoleh respons, pada batas
setelah suara hilang, ia harus menurunkan tangannya output pada audiometer, maka tuliskan simbol yang sesuai
kembali. Ulangi instruksi ini sampai pasien benar – benar dengan tambahan tanda panah kebawah. Derajat ketulian
mengerti. dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu :
Ambang dengar (AD) =
M e ma s a n g H e a d p ho n e
Benda-benda yang dapat mengganggu pemasangan AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
earphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan 3
harus disingkirkan. Bila pasien memakai kacamata atau Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000
giwang sebaiknya dilepaskan.. Regangkan headband lebar- Hz berperan penting untuk pendengaran,
lebar, pasanglah dikepala pasien dengan benar, earphone sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
kanan di telinga kanan, kemudian kencangkan sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan
terasa nyaman di telinga. Denting diperhatikan agar ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang
membran earphone tepat didepan liang telinga di kedua dengar diatas, kemudian dibagi 4.
sisi. Ambang dengan (AD) =

Seleksi telinga AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000


Pemeriksaan dimulai dari telinga yang lebih baik dulu. Hz
4
Urutan fre kue nsi
Dimulai pada 1000 Hz, dimana pendengaran paling dapat dihitung ambang dengan hantaran udara (AC)
stabil, kemudian meningkat ke oktaf yang lebih tinggi atau hantaran tulang (13). Pada interprestasi
dan akhirnya 500 dan 250 Hz. Ulangi tes pads 1000 Hz audiogram hares ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa

85 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
jenis ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli camper
sedang.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung


hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja.

Derajat ketulian (PERHATI)


 Normal : 0 - 25 dB
 Gangguan dengar ringan : 26 - 40 dB
 Gangguan dengar sedang : 41 - 60 dB
 Gangguan dengar sedang berat : 61 - 90 dB Audiogram pada tuli sensorineural
 Gangguan dengar sangat berat : > 90 dB
4. Gangguan dengar campuran
Ambang BC meningkat lebih dari 25 dB ,AC > BC dan
Berikut adalah contoh hasil audiogram terdapat gap
1. Normal
Ambang AB dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit tidak ada gap

Audiogram Normal

2. Gangguan dengar konduktif ( Conductive hearing loss = Audiogram pd tuli campur


CHL )
Ambang BC dalam batas normal ( 0-20dB) 4. Presbikusis
Ambang AC meningkat, Jarak antara BC-AC > 10 dB

Audiogram pada presbikusis


Audiogram pada tuli konduktif
Peredaman antar telinga dan pendengaran
silang
3. Gangguan dengar sensorineural
Peredam antar telinga adalah berkurangnya
Ambang BC meningkat ,Ambang AC meningkat , Jarak
intensitas suatu sinyal saat ditransmisi dari
BC-AC < atau = 10
satu telinga ke telinga lainnya. Misalnya, nada
1000 Hz dengan intensitas 65 dB yang
diperdengarkan pada satu telinga (re
audiometrik nol) akan mengalami peredaman
antar telinga sebesar 55 dB sebelum akhirnya
mencapai telinga satunya sebagai sinyal 10 dB,
yang hanya akan ditangkap bila koklea telinga

86 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
tersebut peka terhadap sinyal 10 dB. Istilah Pengaruh dari pemeriksa
pendengaran silang (cross hearing) atau lengkung 1. Saat pemasangan earphone. Pemeriksa harus
bayangan (shadow curve) seringkali dipakai bila yakin bahwa diafragma earphone dipasang
pendengar berespons terhadap uji sinyal melalui berlawanan dengan CAE. Ukuran earphone harus
telinga yang tidak diuji. p endengaran silang disesuaikan dengan telinga subjek untuk
seringkali terjadi lewat tulang tengkorak melalui mencegah terjadinya kebocoran frekuensi rendah
hantaran tulang sekalipun sinyal diberikan melalui disekitar earphone.
penerima hantaran udara. 2. Pemasangan penggetar tulang harus dipasang
pada prosessus mastoideus tidak lebih dari
Tampaknya 45 dB merupakan perkiraan yang logis selebar ibujari untuk mencegah radiasi suara
sebagai peredaman minimal antar telinga, 3. Petunjuk visual, missalnya melihat kebawah atau
sebelum terjadinya pendengaran silang untuk membuat gerakan tubuh tertentu setiap nada
rentang frekuensi 250 sampai 8000 Hz. Oleh diperdengarkan tidak diperkenankan
sebab itu bilamana ada perbedaan ambang 4. Hubungan dengan pasien yang bersahabat dapat
hantaran udara, antar telinga sebesar 45 dB atau meningkatkan motivasi dari pasien
lebih, hares dipertanyakan validitas dari hasil- 5. Instruksi yang diberikan harus jelas dan bias
hasil pemeriksaan telinga yang lebih buruk. dimengerti oleh pasien
p
eredaman antar telinga untuk sinyal yang Pengaruh dari pasien
diberikan melalui hantaran tulang dapat 1. Terjadinya false respon dimana ada 2 tipe false
diabaikan. Menempatkan vibrator tulang pada respon yaitu false positif dan false negative.
mastoid atau pada dahi akan menimbulkan False positif terjadi ketika pasien menyatakan
getaran seluruh tulang tengkorak. Keadaan ini mendengar nada padahal sebenarnya tidak ada
menghasilkan stimulasi yang sama pada kedua bunyi yang diperdengaarkan. False negative
koklear. Tidak adanya peredaman antar telinga terjadi ketika pasien mengindikasikan tidak
yang cukup bermakna pada sinyal hantaran mendengar bunyi padahal sebenarnya ada bunyi
tulang seringkali menimbulkan masalah yang diperdengarkan pada level yang audible
dalam mengenali hubungan hantaran tulang dan bagi pasien. Bila false positif muncul hal berikut
udara yang benar pada telinga yang diuji. dapat dilakukan untuk menurunkan angka dari
Misalnya, bila terdapat perbedaan ambang false positif:
hantaran udara antar telinga, maka secara - Pemeriksa harus menginstruksikan ulang
teoretik ambang hantaran tulang setidaknya kepada pasien dan membertahukan kepada
sama baiknya dengan ambang hantaran udara mereka bahwa mereka bereaksi ketika tidak
dari telinga yang lebih baik. Apakah beda ada bunyi
udara-tulang pada telinga yang diperiksa - Interval antara stimulus harus bervariasi
merupakan beda sejati atau apakah perbedaan itu secara lebih signifikan
disebabkan pendengaran silang oleh telinga yang
tidak diuji? Bila terjadi false negative, pasien harus diberikan
instruksi ulang dan diperingatkan akan tanda
Untuk mensahihkan hasil-hasil pengukuran, maka tersebut. Pasien seringkali perlu diperingatkan
telinga yang tidak diuji perlu disingkirkan dengan untuk meningkatkan perhatian terhadap tugas
menggunakan penyamar yang efektif sehingga tersebut.
jawaban yang didapat dari pasien dapat 2. Kolaps dari CAE Pada pasien orang tua ketika
dihubungkan dengan telinga yang diuji. Data earphone diletakkan dikepala tekana dari
peredaman antar telinga dapat digunakan earphone tersebut menyebabkan kolaps CAE
untuk membuat "aturan" kapan harus karena menurunnya elastisitas kulit pada bagian
melakukan penyamaran (masking). p ada kartilago dari CAE. Hal ini dapat diatasi dengan
pengujian hantaran udara bilamana tingkat menggunakan insert phone, canal retaining
sinyal pengujian melampaui ambang hantaran earphone, ataupun menarik daun telinga ke atas
tulang telinga yang tidak diuji sebesar 45 dB atau dan mengembalikan posisinya ke penempatan
lebih, maka harus dilakukan penyamaran. Pada, earphone.
pengujian hantaran tulang, telinga yang tidak diuji
harus disamarkan bilamana terdapat beda udara- Faktor alat
tulang pada telinga yang diuji. Kalibrasi dari alat diperlukan bila didapatkan
berklurangnya akurasi ambang nada murni. Menurut
Hal – hal yang mempengaruhi pengukuran nada the proffssional service board of the American
murni hantaran udara dan hantaran tulang. Ada 3 hal speech- language –Hearing Assosiation, Kaliberasi
yang mempengaruhi yaitu pemeriksa, yang diperiksa elektroakustik dari tingkat tekanan suara untuk nada,
(pasien) dan faktor alat. masking noise, dan tutur pada earphone dan lapang
suara dan tingkat kekuatan penggetar tulang harus

87 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
dilakukan setiap 3 bulan. - Menoleh
Peralatan yang sering digunakan boneka pijat, bel dan
Audiometri Khusus kerincingan yang frekuensi dan intensitasnya
Untuk membedakan tuli kohlea dan tuli retrokohlea diketahui. Selain peralatan dibutuhkan juga ruangan
diperlukan pemeriksaan khusus. yang sunyi terutama pada bayi berusia 4 bulan.
Diperlukan pemahaman mengenai istilah recruitment
dan kelelahan (decay/fatigue) Behavioral Observational Audiometry (BOA)6,8
Pada usia empat bulan pertama, pendengaran dinilai
Recruitment adalah fenomena yang khas untuk dengan pengamatan perilaku dan respons refleks
ketulian kohlear, dimana di atas ambang dengar terhadap rangsangan yang kuat pada pendengaran.
telinga yang terganggu akan lebih sensitif daripada Bayi berkedip atau mengatupkan kelopak mata yang
telinga yang normal. Peninggian intensitas sedikit saja sudah tertutup (reflek auropalpebral) sebagai respons
di telinga yang sakit akan dirasakan lebih keras dari terhadap suara keras. Kegagalan merespons suara keras
normal. Dapat diperiksa dengan tes ABLB dan SISI yang menetap dapat menunjukkan bayi mengalami
gangguan pendengaran yang parah.
Adaptasi abnormal merupakan keadaan dimana Interpretasi:
terdapat kelainan rerokohlea, bila diberikan nada yang Bila terdapat kegagalan merespons yang menetap,
kontinu akan tak terdengar lagi dalam waktu yang menunjukkan bayi mengalami gangguan
lebih pendek dari normal. Disebut juga tone decay pendengaran.
yang disebabkan kelelahan saraf (fatigue)

Alternate Binaural Loudness Balance Test (ABLB)


Prinsip: membandingkan persepsi intensitas antara
kedua telinga pada frekwensi yang konstan

Short Increment Sensitivity Index (SISI)


Prinsip: adanya fenomena recruitment dimana kohlea
dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian
intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat
membedakan selisih intensitas yang kecil tersebut
(1dB)

Tone Decay
Prinsip: terjadinya kelelahan saraf karena
perangsangan terus menerus. Bila telinga yang
diperiksa dirangsang terus menerus, telinga tersebut
tidak akan mendengar stimulus/rangsangan
Ada 2 cara: Threshold Tone Decay (TTD) dan
Suprathreshold Adaptation Test (STAT)

Speech Audiometry (Audiometri Tutur)


Berbeda dengan audiometri nada murni yang
meberikan gambaran mengenai jenis dan derajat
ketullian, audiometri tutur memeriksa kemampuan
komunikasi seseorang. Pemeriksaan ini pada
dasarnnya terdiri dari Speech Reception Threshold
(SRT) yaitu pemeriksaan sensitifitas/ambang dan
Speech Discrimination Score (pengertian)

Audiometry Bekessy
Audiometri ini otomatis dapat menilai
ambang pendengaran seseorang.
Prinsip pemeriksaan: nada yang terputus (interrrupted
sound) dan nada yang terus menerus (continue sound). Behavioral Observational Audiometry

Pemeriksaan Pendengaran pada Anak Visual Reinforcement Audiometry6,8


Ada empat reflex dasar yaitu: Dilakukan pada anak usia 6-24 bulan.
- Terbangun dari tidur Cara pemeriksaan:
- Respon terkejut Dalam suatu free field test, anak ditempatkan diantara
- Mengedipkan mata 2 speaker sebagai stumulus suara. Setiap anak

88 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
merespons dengan melokalisasi suara dengan benar, WIPI test (Word Intelligibility by Picture
diberikan stimulus cahaya berupa mainan yang dapat Identification Test) dan NU-CHIPS tes (Northwestern
bercahaya (reinforcing respons). University Children’s Speech Perception Test).
Pertahanan respons (respons reinforcement) ini Diagram pemeriksaan pada anak sesuai usia dan
memungkinkan anak untuk berpartisipasi dalam tes klasifikasi (pemeriksaan subjektif dan objektif) dapat
cukup lama untuk menentukan tingkat ambang dilihat pada gambar berikut.
berbagai frekwensi.

Interpretasi: Behavioral Observation Refleks Moro


0
Dengan tes ini dapat ditentukan tingkat ambang Audiometry (BOA) Refleks auropalpebral
6
dengar berbagai frekwensi, dan anak dengan Prosedur Unconditioned
Audiometri
gangguan pendengaran bilateral yang berat tidak Behavioral
Response Procedures Tes Ewing 12
Tes BOEL
dapat melokalisasi sumber suara. (subyektif) Conditioned Response
18
Procedures

Visual Reinforcement 24

Umur (bulan)
Audiometry (VRA)
30
Conditioned Play Audiometry (CPA)
36
Diskriminasi Kata (WIPI, Kendal toy test )
42
Auditory Brainstem Response (ABR)
Prosedur 48
Audiometri Elektroakustik impedans
Non 54
Behavioral Otoacoustic emissions ( OAE)
(obyektif) 60
Tes Pendengaran Pada Anak

Diagram pemeriksaan audiometri anak sesuai


Visual Reinforcement Audiometry usia
Play Audiometry6,8
Dilakukan pada anak usia 2-5 tahun, atau pada pasien Pemeriksaan Pendengaran Objektif
dengan retardasi mental. Emisi otoakustik (Otoacoustic Emission/OAE)
Cara pemeriksaan: OAE adalah alat elektrofisiologis yang digunakan
Merupakan permainan audiometri untuk memeriksa untuk mengetahui keadaan dan fungsi sel rambut luar
pendengaran. Anak diminta untuk menggunakan kohlea secara cepat dan objektif.Pemeriksaan OAE
earphone. Diminta agar anak menekan tombol, dipengaruhi oleh: keadaan telinga luar, telinga tengah,
memindahkan mainan atau hal lain yang menarik, telinga dalam, bising lingkungan, dan aktivitas tubuh.
apabila dia mendengar suara pada earphone. Dengan
cara ini kita dapat menentukan ambang dengarnya. Gelombang OAE yang dihasilkan oleh sel rambut luar
akan dihantarkan melalui tulang pendengaran,
membran timpani, dan masuk ke CAE yang akan
ditangkap oleh mikrofon. Sehingga jika terdapat
gangguan pada telinga luar maupun tengah sdapat
mengakibatkan emisi otoakustik tersebut tidak dapat
diukur dengan baik.

Emisi ini merupakan mekanisme fisiologis yang terjadi


selama proses transduksi mekanis-elektris dari suara.
Emisi otakustik tetap dapat diukur meskipun saraf
kohlearis (N VIII) mengalami kerusakan berat atupun
aktivitas listriknya dihambat oleh zat kimia.
Play Audiometry Emisi otoakustik ini mudah mengalami kerusakan
yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab:
Speech Perception Test trauma akustik, hipoksia dan obat ototoksisk.
Pada anak dilakukan dengan cara khusus OAE terdiri dari 3 transducer yang berbeda dalam satu
yaitu dengan picture pointing test probe yaitu :
Cara pemeriksaan: 1. Loudspeaker, untuk memberikan stimulus
Anak diminta untuk menunjuk gambar, terhadap sel rambut kohlea
setelah mendengar suatu kata, misalnya : “kucing” 2. Microphone, untuk menerima semua suara yang
kemudian anak menunjuk gambar kucing ada di CAE
Beberapa test yang termasuk di dalamnya adalah :
89 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. Signal separating process, untuk membedakan stimulus yang diberikan pada orang dewasa dengan
suara yang berasal dari kohlea dan sumber ambang pendengaran < 30dB.
lainnya.
TEOAE menggunakan frekuensi 1 – 4 kHz. Dengan
Ketiga transducer menyatu dalam satu probe tersebut batas pemeriksaan 30 – 35 dBHL. TEOAE paling baik
dilapisi oleh busa atau karet yang bersifat lentur yang dugunakan untuk mengidentifikasi gangguan
akan menutup seluruh CAE, sehingga pada saat pendengaran pada intensiatas 2 – 4 kHz.
pemeriksaan emisi otoakustik, emisi yang dihasilkan
akan ditangkap secara maksimal oleh mikrofon. Sedangkan DPOAE menggunakan stimulus puretone
yang mempunyai sifat narrowband. DPOAE lebih
OAE saat ini ada 2 jenis: banyak digunakan untuk mengetahui kelainan yanng
1. SOAE (Spontaneous Otoacoustic Emission) lebuh spesifik pada rentang frekwensi yang lebih
2. EOAE (Evoked Otoacoustoc Emission) yang tdd : tinggi, yaitu 4 – 8 kHz (pada jenis skrining) dan
1. SFOAE (Stimulus-Frequency Otoacoustic mencapai 20kHz pada jenis clinical. Dengan batas
Emission) pemeriksaan 40 – 45 dB.
2. TEOAE (Transient-Evoked Otoacoustic
Emission) TEOAE dan DPOAE akurat untuk mendeteksi
3. DPOAE (Distortion Product Otoacoustic gangguan dengar pada frekwensi sedang dan tinggi.
Emission) Keuntungan menggunakan OAE adalah :
Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda dan 1. Obyektif
saling membantu untuk menegakkan diagnosis 2. Noninvasif
gangguan dengar. 3. Waktu yang digunakan relatif singkat
4. Dapat digunakan semua usia, terutama skrining
Jenis TEOAE maupun DPOAE digunakan untuk pada neonatus, pediatrik, dewasa yang mempunya
menilai keadaan kohlea dengan teknik dan daerah resiko tinggi terhadap terjadinya gangguan
tujuan berbeda, jika digunakan secara bersamaan akan pendengaran
saling melengkapi. 5. Secara teknis, mudah dilakukan
6. Dapat digunakan untuk skrining maupun
diagnostik
7. Dapat dilakukan oleh personal yang telah dilatih
secara khusus
OTOACUSTIC EMISSIONS
8. Tidak diperlukan biaya yang mahal

Spontaneous Evoked
Persiapan Pemeriksaan OAE
OAE dilakukan dalam ruangan yang tenang, tapi tidak
perlu soundproof, dan bebas medan listrik
Transient/TEOAE Pasien yang akan diperiksa telinga tengah dalam
keadaan sehat, juga tidak dalam keadaan batuk pilek,
Distortion (timpanometri yang normal). Probe yang digunakan
Product/DPOAE harus sesuai dengan telinga.
Bayi dengan usia < 3 bulan tidak perlu diberikan
sedatif, bayi usia > 3 bulan dapat diberikan sedatif
Stimulus frequency/ berupa chloral hydrat
SFOAE
BERA (Brain Evoked Responsse Audiometry)
Skema Jenis Otoacoustic Emission Istilah lain yang sering digunakan untuk BERA:
- ABR (Auditory Brainstem Responsse)
Kegunaan Klinis OAE - BAER (Brainstem Auditory Evoked Responsse)
OAE digunakan untuk mengetahui fungsi kohlea dan - BSEP (Brainstem Evoked Potensial)
membedakan kerusakan pada kohlea dan retrokohlea - BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potensial)
secara tepat. OAE digunakan untuk deteksi awal - ERA (Evoked Responsse Audiometry)
gangguan pendengaran SNHL karena pemeriksaan
cepat dan objektif Prinsip Dasar BERA
AEP merupakan respons listrik N VIII dan sebagian
Pada skrining pendengaran kita cukup untuk batang otak yang timbul dalam 10 – 12mdetik setelah
mengetahui adanya emisi sel rambut kohlea. Untuk suatu rangsang pendengaran ditangkap oleh telinga
tujuan deteksi awal gangguan dengar, TEOAE sering dalam. Dengan menghadirkan sejumlah bunyi click
digunakan karena menggunakan metode click ataupun pada telinga, dibangkitkan letupan-letupan sinkron dari
toneburst, yang mempunyai sifat sebagai wideband. serabut-serabut auditorik frekwensi tinggi. Respons
TEOAE memberikan hasil mendekati 100% terhadap listrik tunggal sulit dibaca, supaya pola terlihat jelas,

90 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
digunakan skema untuk membuat rata-rata agar intensitas masa laten yang normal, tetapi bergeser pada
gelombang menjadi nyata. Click dibuat pada 75 atau koordinat intensitas sesuai dengan beratnya ketulian.
80 dB di atas ambang dengar. Click diulangi dengan
kecepatan pengulangan pasti, mis. 11/detik atau Tuli sensorineural
33/detik hingga responss click 1500 atau 2000 kali. Penderita tuli kohlea akan menghasilkan gelombang
Setiap 2000 click yang dirata-ratakan akan BERA yang bentuknya sama dengan orang normal
digambarkan satu garis baru. Elektroda yang dipasang pada tingkat supra ambang rangsang.
pada mastoid dibandingkan denngan elektroda di
tengah dahi, menciptakan suatu EEG. Dengan Masa laten absolut gelombang I dan V hampir normal.
mengambil angka rata-rata gelombang EEG ini, Namun lereng fungsi intensitas masa laten gelombang
terbentuk suatu pola. Bentuk gelombang ini V lebih terjal dibandingkan dengan gelombang orang
dikemukakan oleh Jewett tahun 1971 dan diberi label I normal dan tuli konduktif. Gambaran lereng yanng
sampai VII. Yang dinilai gelombang I-V. terjal disebut sebagai sebagai fungsi penguatan
Gelombang I : berasal dari kohlea (Recruting Function) dan keadaan ini biasanya sangat
Gelombang II : berasal dari nucleus kohlearis jelas pada tuli kohlea denga penurunan pada frekwensi
Gelombang III : berasal dari nucleus olivari superior tinggi yang khas.
Gelombang IV : berasal dari lemniskus lateralis
Gelombang V : berasal dari folikulus inferior Apabila sensitifitas kohlea berkurang secara tajam,
masa laten gelombang V biasanya lebig panjang
Semua garis ini dapat dihasilkan kembali. Makin daripada normal pada tingkat sensasi rendah, akan
dekatnya tingkat bunyi dengan ambang pendengaran, tetapi hampir sama atau bahkan sama dengan keadaan
gelombang V bergerak makin ke kanan dan gelombang normal pada tingkat sensasi tinggi.
lain semakin kurang jelas.
Lesi perifer N VIII
Instrumentasi BERA Pemeriksaan BERA pada penderita dengan lesi N VIII
Alat ’Evoked Potential’ bekerja berdasarkan pada akan memperlihatkan berbagai variasi. Puncak I
sistem komputer yang meliputi komponen : mungkin terlihat tanpa diikuti puncak-puncak
1. Generator stimulus berikutnya yang jelas, masa laten antar puncak dari
2. Elektroda puncak I sampai V bisa memanjang, atau sama sekali
3. Amplifier tidak dijumpai puncak yang dapat diidentifikasi. Dapat
4. Filter dikatakan penderita dengan lesi perifer N VIII
5. Signal averager dengan artefact refraction memperlihatkan BERA dengan kelainan baik pada
6. Responsse display bentuk gelombang, maupun pada masa laten absolut
7. Responsse processing dan relatif
8. Printer
Contoh gelombang BERA pada berbagai kondisi dapat
Interpretasi Hasil BERA dilihat pada gambar berikut
Tugas utama klinikus adalah menentukan apabila hasil
BERA ada penyimpangan dari nilai normal, apakah WAVES IN BERA
karena patologi neural, gangguan pendengaran, atau Normal
Normal Latency phase
Good Morphology
karena faktor yang nonpatologik
Conductive Hearing Loss
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Late Latency phase Wave I
Interwafe latensi N
melakukan interpretasi hasil BERA:
Amplitude in V

Good Morphology
- Maturitas susunan saraf pusat Sensory Hearing Loss
- Neuropatia saraf pendengaran Late Latency Wave I sdt
terlambat
Wave I kecil/-
kecil/-
- Kondisi susunan saraf pusat Interwave latency N
Bad Morphology
- Kondisi pendengaran perifer
Neural Loss
- Faktor nonpatologik Wave I N
Late Latency Wave I-I-III
Late Interwave latency
Bad Morphology
Tuli Konduktif Latency in msec

Pada tuli konduktif, bentuk gelombang bertahan pada


tingkat sensasi pertengahan sampai tinggi. Namun Gelombang BERA pada berbagai kondisi
masa laten absolut seluruh gelombang akan bergeser
ke kanan (masa laten memanjang). Besarnya BERA pada Anak
pergeseran berbanding langsung dengan beratnya tuli Prosedur BERA pada anak atau bayi, mungkin perlu
konduktif. Apabila masa laten gelombang V ditetapkan ditidurkan denganmenggunakan sedatif (chloral
sebagai fungsi tingkat sensasi rangsang dari ambang hydrat) guna mencegah terjadinya artefak yang
yang normal, maka untuk sejumlah intensitas, berhubungan dengan gerakan, yang dapat mengganggu
penderita tuli konduktif akan memperlihatkan fungsi respons elektrofisiologi sistem auditori.

91 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Interpretasi BERA pada anak usia 18 bulan sama Tympanometri adalah suatu alat untuk mengetahui
dengan pada orang dewasa. Namun dibawah batas usia immittance dari telinga tengah yang dipengaruhi oleh
tersebut, perbedaan kematangan neurologik tekanan udara di CAE.
menghasilkan perbedaan yang berarti pada masa laten Tympanometri memberikan informasi mengenai
puncak dan keadaan ini harus diperhitungkan sebelum tekanan di telinga tengah, baik yang low impedance
dinyatakan sebagai suatu abnormalitas. (disartikulasi tulang pendengaran) atau yang high
impedance (otosclerosis, otitis media)
AUDITORY STEADY STATE RESPONSE Tympanogram menurut Liden (1969) dan Jerger
(ASSR) (1970), terdapat 6 jenis tipe tympanogram:
Akhir-akhir ini dikembangkan tipe evoked potensial 1. Tipe A
denngan menggunakan frequency modulated dan Merupakan tipe tympanogram yang normal,
amplitude modulated berupa Steady State Response dengan peak pressure pada 0 daPa
(SSRs), merupakan pengukuran ambang dengar yang 2. Tipe As
frequency specific. Tipe ini memiliki kurva yang lebih landai dari tipe
A, peak pressure normal. Merupakan indikasi
Berbeda dengan BERA, ASSR stimulus diberikan adanya fiksasi osikular atau tipe tertentu dari efusi
berturut-turut dalam waktu pendek/modulasi teratur & telinga tengah
nada yang diberikan juga terus menerus. Direkam 3. Tipe Ad
dengan kecepatan stimulus 30-50 Hz dan respons 40 Memiliki Peak pressure normal tetapi
Hz, respons ASSR dianalisa berdasarkan jumlah amplitudonya tinggi, menandakan adanya anomali
gelombang yang terulang dalam time window tertentu membran timpani atau kemungkinan disartikulasi
(sesuai frekwensi) dan tidak menilai masa laten osikular
masing-masing gelombang. ASSR dapat memberikan 4. Tipe B
informasi audiometric yang memuaskan pada anak dan Kurvanya flat dan merupakan indikasi adanya
dewasa. efusi telinga tengah, kolesteatom, serumen,
perforasi membran timpani atau penempatan
probe yang kurang tepat
5. Tipe C
Acoustic Immitance Ditandai dengan adanya peak pressure yang
1. Timpanometri negatif, menandakan adanya disfungsi tuba
2. Acoustic Reflex Threshold eustachius
3. Acoustic Reflex Decay 6. Tipe D
Dilakukan dengan probe yang low frequency.
Pemeriksaan acoustic immitance dapat memberikan Menandakan adanya anomali membrane tympani
informasi mengenai fungsi telinga tengah. atau disartikulasi osikular
Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah dan objektif.

Prinsip Acoustic Immitance


Sistem telinga tengah bukan suatu transducer energi
yang sempurna, dan tentunya memiliki tahanan yang
dikenal dengan acoustic impedance . Aliran energi
yang melalui telinga tengah adalah acoustic
admittance. Acoustic immitance adalah istilah untuk
menggambarkan transfer energi akustik melalui telinga Tipe A Tipe B Tipe C
tengah meskipun ada pengaruh acoustic immitance dan
acoustic admittance.

Pada pemeriksaan ini digunakan probe tip dengan cuff


yang dimasukkan ke CAE. Pada probe tip ini terdapat
beberapa saluran yang berfungsi untuk : memberikan
suara (loudspeaker), sistem pemompaan udara yang Tipe As Tipe Ad Tipe Ad
berhubungan dengan manometer, dan sistem analisis
(mirophone) Tipe Tympanogram
Tipe timpanogram
Pada saat pemerikksaan dilakukan, diberikan acoustic
signal pada telinga dan Sound Presure Level pada Timpanometri pada anak usia 6-7 bulan biasanya
CAE diukur pada berbagai kondisi. memiliki ’high false negative rate’, karena itu harus
digabungkan dengan gambaran klinik secara umum.
Timpanometri
Teknik pemeriksaan

92 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
1. Sebelum dilakukan tympanometri, lakukan Ambang akustik refleks biasanya berkisar 70-100 dB,
pemeriksaan telinga dulu dengan otoskop. Jangan tetapi bervariasi menurut frekwensi, waktu dan nada
dilakukan pada keadaan infeksi telinga tengah atau Ambang refleks harus diukur keduanya, baik ipsilateral
telinga luar, post trauma, post operasi , kecuali bila maupun kontralateral pada 1000 Hz dan frekwensi
ada permintaan khusus lainnya jika diperlukan.
2. Pilihlah ukuran probe yang ssuai dan masukan ke Penurunan refleks diukur selama 10 detik, 10 dB di
dalam CAE dengan benarsehingga terjadi atas ambang pada 500 Hz dan 1000 Hz.
penutupan sempurna (air tight seal)
3. Set alat pada tulisan TYMP Refleks Decay
4. Baca volume CAE pada penunjuk compliance dan Cara Pemeriksaan:
pasang jarum pada tekanan udara + 200 da Pa pada Ambang refleks pada 500 dan 1000 Hz direkam lau
tombol pengatur, kemudian setelah yakin tidak ada dibuat nada pada 10 dB diatas ambang selama 10
kebocoran, putar ke tanda automatic detik. Kehilangan 50 % selama 5 detik dianggap
5. Lakukan pada telinga sebelahnya abnormal.
6. Hasil pemeriksaan dicetak Interpretasi:
Kehilangan 50 % selama 5 detik menunjukkan adanya
Interpretasi Hasil Tympanometri kelainan retrokohlea.
Bila dari hasil timpanogram diperoleh :
- tekanan negatif > 50 daPa  abnormal untuk orang Tes Fungsi Tuba
dewasa Tes ini dilakukan untuk memperkirakan outcome
- tekanan negatif > 150 daPa  abnormal untuk apabila dilakukan timpanoplasti pada seorang pasien.
anak Cara dan prinsip pemeriksaan :
Dilihat pula tipe timpanogramnya untuk melihat Probe tip dipasang pada CAE dan diberi tekanan
kemungkinan kelainan yang terjadi. positif secra berangsur. Pada tekan 200-300 mmH2O
akan terjadi penurunan mendadak kembali ke 0
Acoustic Reflex mmH2O yang terjadi karena ada peneyimbangan tekan
Prinsip pemeriksaaan ke ronnga hidung melaui tuba eustachius
Otot stapedius akan berkontraksi bila distimulasi Untuk melihat fungsi pembukaan aktif tua eustachius,
dengan suara keras. Kontraksi dari otot stapedius ini tekanan diturunkan sampai -200 mmH2O dan
akan mengubah aksis dari rotasi stapes footplate, dan penderita melakukan : menelan, manuver Toynbee
mengurangi transfer energi akustik ke telinga tengah. (menelan dengan penutupan lubang hidung) dan
Perubahan konduktifitas ini dapat diukur dengan manuver Valsava ( ekspirasi maksimal dengan hidung
acoustic imittance dan mulut tertutup) disebut juga SSTV Test (Springing
Swallow Toynbee Valsava Test)
Selama stimulasi akustik yang kuat, impuls saraf dari Hasil Normal
cochlea berjalan di N VIII, menuju nukleus kohlearis - Springing tuba terjadi pada < +300 mmH2O
ventral ipsilateral, dan melalui badan trapezoid ke - Perubahan tekanan dari -200 mmH2O kembali ke 0
pusat motorik N Facialis, kemudian impuls tersebut mmH2O dengan 3 kali test Toynbee serta satu kali
turun ke N VII ke m stapedius ipsilateral. test valsava
Beberapa serabut saraf juga disalurkan dari badan
trapezoid ke compleks oliva superior dan dilanjutkan
ke nukleus motorik N VII yaitu 3-4 neuron.

Lengkung reflex kontralateral selalu terdiri dari 4


neuron. Dari N VIII dan nukleus cockhlearis ventral
impuls berjalan melaui trapezoid ke arah oliva medial
superior dan melewati nukleus motoris N VII
kontralateral ke arah m.stapedius

Terjadinya refleks akustik tergantung kepada fungsi-


fungsi normal dari seluruh lengkung refleks yang
terdiri atas:
1. Kohlea
2. N. VIII
3. Batang otak
4. N. VII
5. M.stapedius

Acoustic Reflex Threshold

93 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
DAFTAR PUSTAKA

1. Lassman,.FM. Audiolog . Dalam Adam GL. BOIES


Fundamentals of Otolaryngology. Sixth edition . W.B
Saunders Company. Philadelpia . 1989 ; 46- 66

2. Swan, I.R.C. Clinical tests of Hearing and Balance.D a l a m


A l a n G . K e r r . Scott- Brown's Otolaryngology. Sixth
edition. Butterwerth – Heinemann. Oxford 1997; 1 –6

3. Lutman, M.E .Diagnostic Audiometry. Dalam G. Kerr. S


cott-Brown ' s Otolaryngology Sixth edition. Butterwerth –
Heinemann. Oxford 1997 ; 3-1 1

4. Abiratno, F . Tes Garpu tala :Metode Pemeriksaan dan


Peranannya Di Era Modem. Unit Neuro-otologi Departemen
THT RSPAD Gatot Soebroto. Jakarta..

5. Sutirto,I dkk .Gangguan Pendengaran . Dalam Buku Ajar


Ilmu Kes. Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi ke- 5. FKUI
Jakarta. 2001 ; 9-19

6. Skurr, B. Pemeriksaan Otology. Kumpulan kuliah. Pada


Kursus Audiologi Praktis. Bandung. 13-14 mei 1991: 12-
39

7. Roeser, R J Pure Tone Tests. Dalam Roeser R.J.


Audiology Diagnosis. Thieme Medical Publishers.
New York . 2000.

8. Hendarmin, H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan


Anak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kes. Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi ke- 5. FKUI .Jakarta. 2001; 28-30.

94 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING

Anatomi Faring
Faring merupakan bagian tubuh berupa suatu
saluran aerodigestivus dengan struktur tubular ireguler
mulai dari dasar tengkorak sampai batas inferior
setinggi kartilago krikoid di anterior dan setinggi
vertebra servikal ke-6 di posterior. Dimana faring
merupakan jalan untuk udara dan makanan1-3. Faring
dibungkus oleh sistem otot yang akan dilanjutkan oleh
otot yang menutupi dinding esofagus. Bagian superior
faring pada orang dewasa lebih lebar. Panjang faring
berkisar antara 12 – 14 cm dan memiliki lebar
maksimal di daerah hyoid, yaitu sebesar ± 5 cm dan
lebar faring tersempit berada di daerah batas
inferiornya, yaitu sebesar ± 1,5 cm pada daerah yang
berbatasan dengan esofagus. Bagian dinding faring
posterior merupakan bidang datar yang berada Dinding Posterior Faring
memanjang di depan lapisan prevertebra dari fasia
servikal yang dalam.4-7 Bagian anterior faring berlanjut
menjadi trakea dan bagian posteriornya menjadi 1. Nasofaring
Nasofaring memiliki fungsi respirasi. Organ
esofagus.2,8,9
Batas-batas faring adalah sebagai berikut: ini berada superior dari palatum molle dan merupakan
Superior: oksipital dan sinus sphenoid ekstensi ke arah posterior dari kavum nasi. Kavum nasi
berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang
Inferior : berhubungan dengan esofagus setinggi M.
koana. Dinding atap dan dinding posteriornya
krikofaringeus
membentuk permukaan yang berada inferior dari os
Anterior: kavum nasi, kavum oris dan laring
Posterior: kolumna vertebra servikal sphenoid dan merupakan dasar dari os occipital. 7
Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7 Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut:
1. Nasofaring (epifaring), yang berada di posterior Superior : basis cranii
Inferior : bidang datar yang melalui palatum
kavum nasi dan superior dari palatum molle.
molle
2. Orofaring (mesofaring), yang berada posterior dari
Anterior : berhubungan dengan cavum nasi
mulut.
3. Laringofaring (hipofaring), berada posterior dari melalui choana
laring. Posterior : vertebra servikalis
Lateral : otot-otot konstriktor faring
Mukosa nasofaring sama seperti mukosa
hidung dan sinus paranasalis, yaitu terdiri dari epitel
pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa
kelenjar mukus di bawah selaput (membran) mukosa
dan terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat
melekatnya mukosa.
Ruang nasofaring yang relatif kecil memiliki
beberapa struktur penting, yaitu:
- Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang
kadang disebut tonsila faringea atau tonsil
nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding
anterior basis sphenoid.
- Torus tubarius atau tuba faringotimpanik,
merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di
dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan
Anatomi Faring7 palatum molle dan 1 cm di belakang tepi posterior
konka inferior.
- Resesus faringeus, terletak posterosuperior torus
tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuller, yang
merupakan tempat predileksi karsinoma faring.

95 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Muara tuba eustachius atau orificium tuba, terletak sampai batas inferior kartilago krikoid. Di sana
di diniding lateral nasofaring dan inferior torus laringofaring menyempit dan berlanjut menjadi
tubarius setinggi palatum molle. esofagus. Di posterior organ ini berbatasan dengan
- Koana atau nares posterior. vertebra C4 – C6. Dinding posterior dan dinding
lateralnya dibentuk oleh otot konstriktor media dan
inferior. Di dalamnya, dinding laringofaring dibentuk
oleh otot palatofaringeus dan stilofaringeus.
Laringofaring berhubungan dengan laring melalui inlet
laringeal pada dinding anteriornya.7
Laringofaring terletak di belakang dan sisi
kiri dan kanan laring yang disebut sinus atau fossa
piriformis. Dimulai dari segitiga valekula yang
merupakan batas orofaring dengan laringofaring,
sampi setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat
masuknya sphingter krikofaringeus.
Batas-batas lainnya:
Superior : bidang datar melewati tepi atas
epiglotis atau setinggi valekula
Inferior : tepi bawah kartilago krikoid
Anterior : aditus laring
Posterior : vertebra servikalis 3 sampai 6
Valekula sendiri merupakan suatu cekungan
yang dangkal dengan batas-batas:
Anterior : basis lidah
Posterior : fasies epiglotis anterior
Lateral : plika faringoepiglotika
Medial : plika glossoepiglotika
Fossa piriformis memiliki batas-batas:
Medial : plika ariepiglotika
Lateral : kartilago tiroid dan membran
tirohioid

Dinding Lateral Faring 7

2. Orofaring
Berbeda dengan nasofaring, orofaring
memiliki fungsi digestif. Organ ini dikelilingi oleh
palatum molle di superior, dasar lidah di inferior dan
sudut palatoglossal dan palatopharyngeal di lateralnya.
Orofaring berada memanjang dari palatum molle ke
batas superior epiglotis. 7
Batas-batasnya adalah sebagai berikut:
Superior : palatum molle
Basis lidah dan valekula 3
Inferior : bidang datar yang melalui tepi atas
epiglotis
Jaringan Limfoid Faring
Anterior : berhubungan dengan kavum oris Sekelompok jaringan limfoid pada faring
melalui isthmus membentuk komposisi menyerupai cincin yang tidak
Posterior : vertebra servikalis 2 dan 3 bersama
sempurna, yang dinamakan cincin Waldeyer.
dengan otot-otot prevertebra
Dinamakan cincin Waldeyer (the Waldeyer ring)
Isthmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus
adalah sesuai dengan ahli anatomi Jerman, yaitu
kanan dan kiri. Arkus faringeus sendiri dibentuk oleh
Heinrich von Waldeyer, yang mendeskripsikan
pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat M. jaringan limfoid di nasofaring dan orofaring tersebut. 12
Palatoglosus dan bagian posterior terdapat M.
Jaringan limfoid berkumpul di tempat tertentu untuk
Palatofaringeus. Di antara kedua pilar tersebut terdapat
membentuk massa yang dinamakan tonsil.7 Cincin
fossa/ruang tonsilaris, yang berisi jaringan limfoid
Waldeyer dapat ditemukan pada jalan masuk dari
yang disebut tonsila palatina.
traktus aerodigestivus atas.1
Cincin Waldeyer terdiri dari: 12
3. Laringofaring - Tonsila palatina (faucial)
Laringofaring berada memanjang mulai dari
- Tonsila faringeal (adenoid)
batas superior epiglotis dan plika faringoepiglotika

96 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
- Tonsila lingualis meningkatnya proporsi epitel skuamosa yang aktif
- Tonsila tubal (eustachian) dalam memroses antigen dan menurunnya proporsi
- Lateral pharyngeal bands epitel respirasi (aktif dalam fungsi pembersihan
- Pharyngeal granulations mukosilier) dan meningkatnya fibrosis jaringan ikat
- Jaringan limfoid di ventrikel laringeal interfolikel.1
Ketiga tonsil yang disebutkan pertama Adenoid mendapat darah dari A. karotis
(tonsila lingualis, tonsila faringeal atau adenoid dan interna dan sebagian kecil cabang palatina A.
tonsila palatina) merupakan komponen terbesar. maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus
Sedangkan empat yang lain merupakan jaringan- faringeus ke dalam vena jugularis interna.1
jaringan limfoid yang kecil.10-12

Adenoid14

Drainase limfatik eferen berjalan dari kelenjar


limfe retrofaringeal ke kelenjar limfe servikal superior
dalam, terutama kelenjar di segitiga posterior.
Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang
N. IX, serta N. Vagus.

1.2 Tonsil Tuba/Gerlach’s Tonsil


7
Tonsil tuba dibentuk terutama oleh perluasan
Cincin Waldeyer nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior
mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus
1. Jaringan Limfoid Nasofaring tersebut terutama ditemukan pada submukosa faring,
1.1 Adenoid dekat orifisium faringeal dari tuba faringotimpanik
Tonsila faringeal (biasa disebut adenoid bila atau pada mukosa tuba eustachius dan fossa
membesar) yang berbentuk triangular, berada pada Rosenmuller. 4 Jaringan limfoid ini disebut juga
membrana mukosa dinding posterior.1 Gerlach’s Tonsil.
Adenoid terbentuk pada bulan ketiga sampai Pertumbuhan limfoid nasofaring dipengaruhi
ketujuh masa embriogenesis, sehingga pada saat lahir umur, seperti pertumbuhan limfoid pada faring,
adenoid sudah tampak dan berkolonisasi dengan dimana mencapai puncak saat umur 10 – 12 tahun dan
bakteri pada beberapa minggu awal kehidupan.1 mengalami regresi pada saat dewasa.8
Ukurannya mencapai puncak pada usia 6 hingga 7
tahun dan mengalami atrofi saat pubertas. Pada bayi 2. Jaringan Limfoid Orofaring12
dan anak, dapat mengalami hipertrofi dan mengisi 2.1 Tonsila Lingualis
rongga nasofaring, sehingga akan menyebabkan Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
obstruksi saluran nafas dan tuba eustachius, serta tidak berkapsel, terdapat pada basis lidah. Tonsil ini
menyebabkan timbulnya suara sengau.12 berkembang paling akhir dibandingkan tonsil oronasal
Organ ini bertindak sebagai kelenjar limfe lain, namun menetap hingga dewasa. Makin ke lateral
yang terletak di perifer, yang duktus eferennya menuju jaringan limfoid lebih kecil dan makin jarang. Folikel
kelenjar limfe leher yang terdekat. Hubungan anatomi limfoid ini jumlahnya bervariasi antara 30 – 100 buah.
adenoid dengan nasofaring berimplikasi penyakit- Permukaannya dilapisi epitel skuamosa bertingkat dan
penyakit pada tuba eustachius dan telinga tengah di terdapat kripta yang dangkal. Sel-sel limfoid sering
lateralnya, hidung, sinus paranasalis, maksila dan mengalami degenerasi dengan deskuamasi sel epitel
mandibula di anteriornya.1 dan bakteri membentuk masa detritus.
Adenoid memiliki tiga tipe epitel permukaan, Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A.
yaitu epitel kolumnar berlapis bersilia, epitel skuamosa Lingualis cabang A. Karotis eksterna. Darah vena
berlapis dan epitel transisional. Barisan epitel pada dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis
adenoid tidak begitu rapat, sehingga memungkinan sel- interna. Aliran getah bening menuju ke kelenjar
sel dan antigen melewati lapisan tersebut. Infeksi servikalis profunda. Persarafan melalui cabang lingual
kronis atau pembengkakan adenoid ditandai oleh dari N. IX.

97 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2.2 Tonsila Palatina
Embriologi
Tonsil merupakan derivat dari kedua lapisan
germinal entoderm dan mesoderm, dimana entoderm
akan membentuk bagian epitel, sedangkan mesoderm
akan tumbuh menjadi jaringan mesenkim tonsil.
Pada masa perkembangan janin, faring akan
tumbuh dan meluas ke arah lateral, dimana kantung
kedua akan tumbuh ke arah dalam dinding faring yang
selanjutnya akan menjadi fossa tonsilar primitif yang
terletak antara arkus brakialis kedua dan ketiga. Fossa Tonsila Palatina4
tonsilaris ini akan terlihat jelas secara makroskopis
pada minggu keenam belas. Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fossa tonsilaris pada
kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsila palatina lebih padat
dibandingkan jaringan limfoid lain. Secara
mikroskopik tonsil terdiri dari 3 komponen yaitu
jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel
limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid).13

Keterangan:
1, Epitel skuamosa
2. Epitel reticular
3. Nodus sekunder dengan zona
terang dan zona gelap yang berisi
Tonsil Lingualis11 limfosit kecil
4. Jaringan limfoid dasar
5. Arteriola dan venula
6. Vena postkapiler

Jaringan limfoepitelial 14

Tonsil palatina berbentuk. Pada saat lahir,


ukurannya sekitar 5 mm pada diameter anteroposterior
dan 3,5 mm pada diameter vertikal, dengan berat
sekitar 0,75 gr. 12 Pada masa anak-anak, tonsila
palatina seakan-akan turun bersama fossanya karena
Embriologi Tonsil11 panjang diameter vertikal lebih cepat bertambah
daripada diameter anteroposteriornya. Berbeda dengan
Pilar tonsil dibentuk oleh arkus brakialis jaringan limfoid orofaring yang lain, tonsila palatina
kedua dan ketiga melalui pertumbuhan ke arah dorsal dilapisi kapsula faringobasilar. Kapsula tersebut
atau palatum molle. Kripta-kripta tonsil akan tumbuh dipisahkan dari jaringan di sekitarnya oleh jaringan
secara progresif saat usia janin tiga sampai enam ikat yang longgar. Sehingga daerah tersebut dapat
bulan, sebagai massa yang solid yang tumbuh ke arah menjadi tempat berkumpulnya pus dan menyebabkan
dalam permukaan epitel dan selanjutnya tumbuh abses peritonsilar. Masing-masing tonsil memiliki 10 –
bercabang-cabang dan berongga. Sedangkan limfosit- 30 kripta yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Kripta
limfosit muncul dekat susunan epitel kripta pada bulan tersebut berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel
ketiga, lalu tumbuh terorganisir sebagai nodul-nodul berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di
setelah janin berusia enam bulan. kutub atas, serting menjadi tempat pertumbuhan
Pertumbuhan jaringan limfoid tonsil kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk
memperlihatkan karakteristik yang dipengaruhi oleh pertumbuhan kuman, serta karena tersedianya
usia. Pada awal kehidupan sampai masa pubertas substansi makanan di daerah tersebut. Tonsil tidak
ukurannya akan terus meningkat atau bertambah besar selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang
dan akan mengalami penurunan pada usia dewasa, kosong di atasnya dikenal dengan fosa supratonsilar.5,6
serta akan menghilang pada usia lanjut.8

Anatomi Tonsila Palatina


98 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Dalam ruang ini terdapat kelanjar salivary Weber,
yang bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang
peritonsilar menjadi abses peritonsilar.
 Ruang Retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga,
berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh
ramus dan korpus mandibula. Di medial terdapat M.
buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya
terdapat M. pterigoideus internus dan bagian atas
terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi
abses pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama
trismos disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit
dibedakan dengan abses peritonsilar.
 Ruang parafaring (ruang faringomaksilar; ruang
(a) Diagram adenoid pterigomandibula)
(b) Diagram tonsila palatina. 1, Lakuna; 2, Kripta; Merupakan ruang yang lebih besar dan luas, serta
3, Abses pada kripta 13 banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila
terjadi abses berbahaya sekali.
Fossa tonsilar terletak di lateral orofaring, Adapun batas-batas ruang ini:
yang dibatasi oleh: Superior : basis cranii dekat foramen jugulare
Lateral : M. Konstriktor faring superior Inferior : os hyoid
Anterior : M. Platoglosus → plika anterior Medial : M. konstriktor faringeus superior
Posterior : M. Palatofaringeus → plika Lateral : ramus asendens mandibula, tempat
posterior M. pterigoideus interna dan bagian
Superior : palatum molle posterior
Inferior : tonsil lingual kelenjar parotis
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh Posterior : otot-otot prevertebra
suatu membran jaringan ikat yang disebut kapsul.
Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya Ruang parafaring ini terbagi 2 tidak sama
kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul besar oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang
adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian melekat pada prosesus styloideus tersebut.
tonsil.5,6 - Ruang prestyloid: lebih besar, abses dapat timbul
Di antara pangkal lidah dan bagian anterior oleh karena radang tonsil, mastoiditis, parotitis,
kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang karies gigi atau tindakan operatif.
merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak - Ruang poststyloid: lebih kecil, di dalamnya
masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab terdapat A. karotis interna, V. jugularis, N. vagus
kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. dan saraf-saraf simpatis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa
tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.5 Plika ini Vaskularisasi
penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh
tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam darah sebagai berikut:
fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai - A. palatina asendens, cabang A. fasialis
sisa tonsil. memperdarahi bagian posterointerior
Kutub atas terletak pada cekungan yang - A. tonsilaris, cabang A. fasialis memperdarahi
berbentuk bulan sabit, desebut sebagai plika daerah anteroinferior
semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, - A. lingualis dorsalis, cabang A. maksilaris interna
letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut memperdarahi daerah anteromedia
glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting - A. faringeal asendens, cabang A. karotis eksterna
paranannya dalam pembentukan abses peritonsil. 5,6 memperdarahi daerah posterosuperior
Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial - A. palatina desendens dan cabangnya, A. palatina
yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran mayor dan minor memperdarahi daerah
infeksi tonsil, yaitu: anterosuperior.
 Ruang Peritonsilar (ruang supratonsil) Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus
Berbentuk hampir berbentuk segitiga dengan perikapsular ke V. lingualis dan pleksus venosus
batas-batas: faringeal, yang kemudian bermuara ke V. jugularis
Anterior : M. Palatoglosus interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,
Lateral dan posterior : M. Palatofaringeus menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya
Dasar segitiga : kutub atas tonsil menembus dinding faring.

99 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Persarafan Tonsil13

Nodul-nodul Limfatik Soliter


Tersebar pada dinding posterior faring,
dibawah adenoid, melengkapi terbentuknya cincin
Waldeyer. Nodul-nodul ini bila meradang akan
membengkak dengan hebat, sementara tonsil akan
tenang saja, padahal jarak keduanya hanya 3 – 4 mm.

Perbedaan anatomi dan fisiologi adenoid dan tonsil


normal1:
Adenoid Tonsil
Vaskularisasi Tonsil11 Anatomi Dinding belakang Dinding lateral
Lokasi nasofaring orofaring
Aliran Getah Bening Tonsil Gross Bentuk triangular, Umumnya
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan invaginasi dari berbentuk bulat,
menuju rangkaian getah bening servikal profunda lipatan dalam kadang-kadang
(deep jugular node) bagian superior di bawah M. dengan beberapa berlobus, terdiri
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks kripta dari 10 – 30
dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya kripta
mempunyai pembuluh getah bening eferen, sedangkan Mikroskopik 3 jenis sel epitel: Antigen spesial
pembuluh getah bening aferen tidak ada.5 - Pseudoepitel (Ag)
kolumnar bersilia Epitel squamosa
Persarafan - Epitel squamosa Tidak ada
Terutama melalui N. palatina mayor dan (Ag) limfatik aferen
minor yang merupakan cabang dari N. V2 dan N. - Epitel
lingualis cabang N. IX. Nyeri pada tonsilitis sering transisional
menjalar ke telinga. Hal ini terjadi karena N. IX juga Tidak ada limfatik
mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga aferen
tengah melalui Jacobson’s Nerve. Fisiologi Mukosilier, Antigen,
antigen, imunitas imunitas

Perbedaan anatomi dan fisiologi


Adenoid dan Tonsil Normal1

3. Jaringan Limfoid Hipofaring


Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada
jaringan limfoid yang spesifik di daerah
hipofaring/laring faring ini, seperti halnya di
nasofaring dan orofaring. Hanya disebutkan bahwa
jaringan limfoid tersebut banyak tersebar pada seluruh
permukaan mukosa hipofaring sebagai kumpulan
massa yang kecil-kecil (folikel limfoid).
Mengenai jaringan limfoid daerah laring,
disebutkan memegang peranan penting di dalam klinik,
Aliran Limfe Tonsil13 terutama hubungannya dengan proses keganasan.
Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut
elastis, sehingga tidak memiliki jaringan limfoid.
Daerah supraglotis sebaliknya, memiliki jaringan
limfoid yang banyak, terutama pada plika
ventrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi
anterior plika ariepiglotika dan berakhir sebagai
pembuluh yang lebih kecil sebagai bundle
neurovaskular laring. Jaringan limfoid ini bertanggung
jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan
kontralateral.
Jaringan infraglotis, tidak sebanyak di
supraglotis, tetapi dapat terjadi invasi karsinoma
100 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
bilateral dan kontralateral melalui jaringan pre dan Setelah terjadi proses opsonisasi, maka sel
paratrakeal. fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan
Seluruh jarignan limfoid daerah laring memakannya dengan cara memasukkannya dalam
bermuara ke jaringan limfoid servikal superior dan suatu kantung yang disebut fagosom. Proses
inferior dalam. selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri.
Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga
Fungsi Tonsil dalam Proses Pertahanan Tubuh terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan
Imunologi Tonsil 5, 8, 11 untuk pembentukan superoksidase yang akan
Tonsil dan juga adenoid merupakan jaringan membentuk H2O2 yang bersifat bakterisidal. H2O2
limfoid yang mengandung sel-sel limfosit 0,1-0,2% yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau
dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri
Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50% : dengan proses oksidasi.
50%, sedangkan di darah 55 – 75% : 15 – 30%. Pada Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom.
tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas Bila fagosit kontak dengan bakteri, maka membran
sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs lisosom akan mengalami ruptur dan enzim
(Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk
transportasi antigen ke sel limfosit, sehingga terjadi rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan
sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel bakteri dengan proses digestif.
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa
IgG. 2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder Merupakan mekanisme pertahanan yang
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap udara
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil memiliki 2 pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas
fungsi utama, yaitu: bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap
dengan efektif; organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid
2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel
tersebut mengandung granula yang bersifat mediator
Fisiologi Tonsil vasoaktif, yaitu histamin.
Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar
mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil
udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. Pada usia lebih dari
nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di
menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu semua kompartemen tonsil.
menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan
dalam menghasilkan IgA, yang menyebabkan jaringan
lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis Pemeriksaan Fisik Pada Tonsil
tidak mempunyai sentrum germinativum dan biasanya Pemeriksaan tonsil dapat dilakukan dengan
ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, membuka mulut pasien tanpa mengeluarkan lidah, lalu
barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, pertengahan lidah ditekan dengan menggunakan
yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak tongue blade pada 2/3 depan lidah di depan papila
dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks sirkumvalata untuk mencegah reflek muntah. Ukuran
aktivitas sistem imun. dan posisi lidah bisa menjadi faktor dalam menilai
Terdapat 2 mekanisme pertahanan, yaitu derajat sumbatan jalan nafas.
pertahanan non spesifik dan spesifik.

1. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik


Mekanisme pertahanan non spesifik berupa
lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk
menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa
tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga
menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari
masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman
dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman
ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya
kuman akan mengalami opsonisasi sehingga
menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.

101 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear,
Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger,
Philadelphia, 1994.p. 347-57.

3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan


Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45.

4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.


Thieme. Newyork 2003.p.196-210.

5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis


dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
Pemeriksaan Tonsil 2004.

6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In


Klasifikasi Pembesaran Tonsil Palatina Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Klasifikasi tingkat pembesaran tonsil yang Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
sudah dibakukan adalah dengan membandingkan besar JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14.
tonsil dengan orofaring pada bidang medial ke lateral
yang diukur diantara pillar anterior.1 7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A
- 0 : Tonsil berada di dalam fossa tonsillaris step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
- 1 : Besar tonsil mengisi < 25% orofaring 105.
- 2 : Besar tonsil mengisi 25 – 50% orofaring
- 3 : Besar tonsil mengisi 50 – 75% orofaring 8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology
- 4 : Besar tonsil mengisi >75% orofaring 2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99.

9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear,


Nose and Throart Diseases A Pocket Reference.
2nd ed Thieme, 1994.p 312-24, 344-61.

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-
08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy>.

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.
Klasifikasi Pembesaran Tonsil.1 13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and
adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
89-99.
DAFTAR PUSTAKA
14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.
1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy,
Imunobiology of the tonsil and adenoid. In
and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery-
Hanbook of mucosal Immunology. Academic
Otolaryngology. 5th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J
Volume one. Lippincot Williams & Press Inc. 1994:625-640.
WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99.
15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory
System in: Van De Graaff: Human Anatomy,

102 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Sixth Edition The McGraw−Hill Companies.
2001: 277-280.

103 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
5.3 TONSILITIS

Definisi Bakteri
Tonsilitis akut adalah infeksi pada tonsil yang Aerobik Group A Beta Hemolytic Streptococcus
disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Tonsilektomi (GABHS)
merupakan tindakan pembedahan tertua. Tonsilektomi Group B, C, G Streptococcus
merupakan tindakan pengangkatan seluruh jaringan Hemophyllus influenza (Tipe B dan
tonsila palatina dari fossa tonsilaris.1,2 non tipe)
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil Streptococcus pneumonia
palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang Moraxella catarrhalis
dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,4 Staphylococcus aureus
Hemophyllus parainfluenza
Epidemiologi Neisseria sp.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat Micobacteria sp.
penyakit pada tonsil dan adenoid sampai saat ini masih Anaerob Bacterioides sp.
banyak timbul dan mengenai sebagian besar populasi Peptococcus sp.
masyarakat dunia. Keluhan nyeri tenggorok, infeksi Actinomycosis sp.
saluran pernafasan atas dan penyakit telinga banyak Virus Epstein Barr
dikeluhkan oleh sebagian besar pasien, terutama anak- Adenovirus
anak. Infeksi kronisi, berulang, dan hiperplasia Influenza A, B
obstruktif merupakan penyakit yang paling sering Bakteri dan Virus pada tonsil dan adenoid1
mengenai tonsil dan adenoid.1
Penyakit infeksi pada tonsil ini merupakan Klasifikasi Klinis Penyakit Tonsil dan Adenoid
kondisi yang sering ditemui di klinik, terbanyak Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:1
frekuensinya diderita oleh anak-anak dengan rentang Infeksi/Inflamasi
usia antara 5-10 tahun dan dewasa muda dengan
rentang usia antara 15-25 tahun.5,7,8,9 Tonsil
Di Poliklinik THT-KL RS. Hasan Sadikin Tonsilitis akut
Bandung, sampai bulan Juni 2010 didapatkan sebanyak Tonsilitis akut rekuren
158 kasus tonsilitis (1,8 %) dan 63 orang (39%) Tonsilitis kronis/persisten
dilakukan tindakan tonsilektomi atau Tonsilolithiasis
tonsiloadenoidektomi. Adenoid
Tonsil dan adenoid merupakan salah satu Adenoiditis akut (Nasofaringitis)
organ penting dalam mekanisme pertahanan tubuh.1,2 Adenoiditis rekuren
Akan tetapi ada kalanya tonsil tidak cukup kuat untuk Adenoiditis kronis/persisten
melawan infeksi, sehingga tonsil itu sendiri terinfeksi
Obstruksi
atau dikenal dengan istilah tonsilitis. Infeksi pada
Nasofaringeal
tonsil merupakan proses peradangan tonsil yang dapat
Orofaringeal
disebabkan oleh bakteri dan virus, yang kadang dapat
Kombinasi
menimbulkan komplikasi ringan sampai berat, yang
Neoplasma
memerlukan pengobatan medikamentosa, bahkan
Jinak
sampai tindakan bedah.2,3,4
Kelainan Limfoproliferatif
Hiperplasia papilifer limfoid
Patogenesis Penyakit Adenotonsiler
Ganas
Beberapa mikroorganisme yang sering
dijumpai dari hasil kultur pada beberapa penyakit pada
tonsil dan adenoid adalah sebagai berikut: Penyakit pada Tonsil
1. Inflamasi Akut pada Tonsil
1.1 Tonsilitis Akut 3,13
Etiologi
Tonsilitis bakteri supuratif akut paling sering
disebabkan oleh grup A Streptococcus beta
hemolyticus. Meskipun Pneumococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae, serta
virus patogen juga dapat terlibat. Kadang-kadang
Streptococcus non haemolyticus atau Streptococcus
viridans ditemukan pada biakan, biasanya hanya ada
pada kasus-kasus yang berat.

104 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Patofisiologi komplikasi non supuratif, seperti nefritis dan jantung
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan rematik.
tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan,
keluarnya leukosit polimorfonuklear, sehingga terutama apakah cairan dapat kontak dengan dinding
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan faring. Oleh karena dalam bebreapa hal cairan tersebut
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. tidak dapat mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan
Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan
tampak sebagai bercak kuning. berkumur yang dilakukan secara rutin, akan menambah
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang rasa nyaman pada penderita dan mungkin akan
jelas disebut tonsillitis follikularis. Bila bercak-bercak memengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.
detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur, maka
akan terjadi tonsillitis lacunaris. Bercak detritus ini 1.1.1 Tonsilitis Difteri 3,4
dapat melebar, sehingga terbentuk membran semu Biasanya terjadi di negara berkembang.
(pseudomembrane) yang menutupi tonsil. Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat
keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab
tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae,
yaitu kuman yang termasuk gram positif dan hidup di
saluran nafas bagian atas, yaitu hidung, faring dan
laring.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi
pada usia 2 – 5 tahun, walaupun penyakit ini masih
mungkin terjadi pada orang dewasa.
Tonsilitis Akut1
Gambaran Klinik dan Gejala
Gejala dan Tanda Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan,
Gejala dan tanda yang sering ditemukan yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala akitbat
adalah nyeri tenggorokan, nyeri sewaktu menelan dan eksotoksin.
pada kasus berat, penderita menolak makan dan Gejala umum seperti juga gejala infeksi lain,
minum melaui mulut. Biasanya disertai demam dengan yaitu berupa kenaikan suhu tubuh, biasanya subfebris
suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, pada 38oC, tidak lebih dari 39oC, nyeri kepala, tidak
tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan
di telinga ini karena nyeri alih melalui N. nyeri menelan.
Glossofaringeus. Seringkali disertai adenopati Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
servikalis disertai nyeri tekan. membengkak, ditutupi bercak putih kotor yang makin
Pada pemeriksaan tampak tonsil lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran palatum molle, uvula, nasofaring, laring, trakea dan
semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri bronkus yang dapat menyumbat saluran nafas.
tekan. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,
Pada beberapa kasus, infeksi ini dapat serhingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
kambuh dan berulang. Bila hal ini terjadi dinamakan perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan
tonsilitis akut rekuren, yaitu dimana kekambuhan terus, kelenjar limfe lehaer akan membengkak
terjadi 4 sampai 7 kali dalam setahun atau 2 kali sedemikian besarnya, sehingga leher menyerupai leher
kambuh dalam 2 tahun berturut-turut, atau tiga kali sapi (bull neck) atau disebut juga Burgermeesters hals.
kambuh dalam setahun selama 3 tahun berturut-turut.1 Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
Pengelolaan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan keursakan
Pada umumnya penderita dengan tonsilitis jaringan tubuh, yaitu pada jantung dapat terjadi
akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai
cairan adekuat, serta diet ringan. Analgetik oral efektif saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan palatum dan otot-otot pernafasan/diafragma dan otot-
dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin otot mata. Pada ginjal dapat menimbulkan
masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat albuminuria.
resistensi atau penderita sensitif terhadap penisilin.
Pada kasus tersebut, eritromisin atau antibiotik spesifik
yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan.
Pengobatan sebaiknya diberikan selama 5 sampai 10 Diagnosis
hari. Jika hasil biakan didapatkan Streptococcus beta Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan
haemolyticus, terapi yang adekuat dipertahankan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat
selama 10 hari untuk menurunkan kemungkinan langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah

105 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
membran semu dan akan didapatkan kuman bukti bahwa terdapat hubungan antara virus Epstein
Corynebacterium diphteriae. Meskipun dengan Barr dengan mononukleosis infeksiosa.4
perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi
kuman difteri masih dapat tinggal di dalam tonsil dan
faring. Bahkan kadang-kadang didapat karier difteri
yang tidak pernah timbul gejala penyakitnya.
Pada karier yang ditemukan sebaiknya
diterapi secepatnya. Disusul tindakan tonsilektomi
maupun adenoidektomi.

Terapi 13
Terapi berupa ADS (Anti Diphteri Serum)
untuk menetralisir toksin bebas. Dosis untuk difteri Mononukleosis Infeksiosa 1
faring ringan 40.000 U, difteri faring sedang 60.000 –
80.000 U dan difteri faring berat dengan bullneck Gambaran Klinik dan Diagnosis
100.000 – 120.000 U. Penderita mengeluh demam dengan suhu
berkisar antara 38o –39oC. Pada pemeriksaan klinis
Cara Pemberian ADS didapat tonsilofaringitis membranosa, hiperemis dan
Diberikan dengan dosis tunggal yang terdapat eksudat dengan lifadenopati servikalis, serta
dilarutkan dalam 100 – 200 ml dekstrosa iv dalam bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut. Kadang-
waktu 1 – 2 jam, sebelumnya dilakukan uji kepekaan. kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Uji kepekaan dilakukan dengan pemberian 1 Setelah minggu pertama hitung jenis leukosit
tetes antitoksin, dengan pengenceran 1 : 10 pada mencapai 20.000 – 30.000/mm3 dengan 80 – 90% di
konjungtiva atau 0,02 ml. Penyuntikan intradermal antaranya adalah mononuklear limfosit atipikal.12
dengan pengenceran 1 : 100. Bila ada riwayat alergi,
dilakukan pengenceran 1 : 1000. Uji kepekaan (+) bila Terapi
ditemukan indurasi > 3 mm pada tempat suntikan Terapi dengan mengobati gejala dan
sesudah 20 menit atau timbul konjungtivitis atau mata penghentian pemberian antibiotik ampisilin, serta
berair. Bila uji kepekaan (+) maka ADS disensitisasi perbaikan kesehatan mulut. Tonsilektomi dilakukan
masing-masing dengan interval 20 menit sebagai pada kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi
berikut: jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
0,05 ml larutan 1 : 20 s.k
0,10 ml larutan 1 : 20 s.k Komplikasi
0,10 ml larutan 1 : 10 s.k Komplikasi yang terjadi dapat berupa
0,10 ml tanpa pengenceran s.k paralisis N. VII dan N. IX, meningitis serosa,
0,30 ml tanpa pengenceran i.m ensefalitis, miokarditis, anemia hemolitik, perdarahan
0,50 ml tanpa pengenceran i.m pada saluran cerna. Bercak-bercak perdarahan pada
0,10 ml tanpa pengenceran i.v kulit, hematuri sampai obstruksi jalan nafas.
Bila tidak ada reaksi alergi, sisa diberikan i.v lambat.
Eradikasi Kuman 1.1.3 Candidiasis/Moniliasis/Thrush
Penisilin prokain 25.000 – 50.000 U/kg BB/hr Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
i.m tiap 12 jam selama 14 hari, atau bila hasil biakan jamur Candida albicans. Biasanya timbul pada pasien
medium Loeffler dan medium Tellurite 3 hari berturut- dengan penurunan daya tahan tubuh. Gejala berupa
turut (-). Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hr dibagi nyeri menelan. Pada tonsil, palatum, dinding posterior
dalam 4 dosis maksimal 2 gr/hr p.o atau i.v tiap 6 jam faring, mukosa pipi akan tertutup oleh eksudat mukoid
selama 14 hari. atau punctata dengan ulkus eritematous. Pengobatan
Diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan pemberian antimikosis.12
dengan kalori tinggi.
Prednison 1,0 – 1,5 mg/kg BB/hr/p.o tiap 6 –
8 jam pada kasus berat selama 14 hari.

1.1.2 Mononukleosis Infeksiosa


Merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candidiasis Infeksiosa 4
virus Epstein Barr yang penyebarannya terjadi melalui
droplet dengan masa inkubasi 7 – 9 hari. Hal tersebut 1.1.4 Vincent’s Angina/ Angina
dibuktikan dengan ditemukannya antibodi VEB Ulceromembranocea/Trench Mouth
melalui tes diagnostik Paul Bunnell, yang merupakan Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Spirochaeta, Bacillus fusiform. Penderita mengeluh

106 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
nyeri menelan unilateral, disertai pembengkakan
kelenjar getah bening jugulodigastrik ipsilateral.11
Keluhan disertai bau mulut, ulserasi yang dalam dan
mengenai satu tonsil, disertai membran berwarna abu-
abu kekuningan yang mudah dilepas dan tidak
berdarah. Keluhan tidak disertai dengan demam.
Pengobatan dengan pemberian penisilin
selama 3 – 6 hari. Dapat diberikan juga obat kumur.

1.2 Tonsilitis Kronis 2,3


Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang
paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorok
yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis
kronis adalah rangsangan yang menahun dari rokok, Tonsilitis Kronis Hipertrofikan4
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan Pengelolaan
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil Antibiotika spektrum luas, antipiretik dan
dapat disebabkan oleh kuman Group A Streptococcus obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada
beta haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan
viridans dan Streptococcus pyogenes. Gambaran klinis pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan
bervariasi dan diagnosis sebagian besar tergantung adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
pada derajat infeksi.
Komplikasi
Gambaran Klinis Radang kronis tonsil dapat menimbulkan
Gejala dan tanda yang sering ditemukan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronis,
adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
tenggorok, tenggorok terasa kering, nyeri pada waktu Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
menelan, bau mulut, demam dengan suhu tubuh yang limfogen dapat timbul. Pada jantung dapat berupa
tinggi, rasa lesu, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak endokarditis, pada sendi dan otot berupa arthritis,
nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa miositis, pada ginjal berupa nefritis, pada berupa
nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred uveitis, iridosiklitis, pada kulit dapat berupa dermatitis,
pain) melalui N. Glossopharingeus (N. IX). pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis
bervariasi. Diagnosis pada umumnya bergantung pada 1.2.3 Tonsilitis TBC 12
inspeksi. Pada dasarnya terdapat 2 gambaran yang Dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu: sekunder setelah penyakit aktif dalam paru-paru.
Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
1.2.1 Tonsilitis Kronis Atrofikan/Fibrotik Keluhan berupa nyeri saat menelan, otalgi disertai
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi). Di pembengkakan kelenjar getah bening servikal.
sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat Pada mukosa faring dan tonsil ditemukan
keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis. ulserasi yang mengandung tuberkel bakteri tahan asam.
Pada pemeriksaan apus tenggorok ataupun biopsi pada
1.2.2 Tonsilitis Kronis Hipertrofikan tonsil ditemukan bakteri tahan asam.
Ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi Pengobatan dengan tonsilektomi dan
dan pembentukan jaringan parut. Kripta mengalami pemberian OAT (obat antituberkulosis).
stenosis, dapat disertai dengan eksudat yang sering kali
purulen, yang keluar dari kripta tersebut. 1.2.4 Tonsilitis Sifilitik 2,10,12
Hasil biakan dari tonsil pada tonsilitis kronis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Masa
ini didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan inkubasi rata-rata 3,5 minggu. Tekak dan faring
jarang ditemukan Streptococcus beta haemolyticus. merupakan tempat kedua setelah kulit, terutama dalam
stadium kedua. Hal ini dapat dijelaskan dengan
terdapatnya sejumlah besar kelenjar limfoid, gesekan
berlebihan dan gabungan jaringan embriologis yang
komplek di daerah ini. Sifilis kongenital lebih sering
terdapat dalam faring.
Terdapat beberapa tahap gejala yang timbul:
Sifilis primer adanya syanker/lesi/ulkus pada bibir,
tonsil, anterior lidah dan mukosa pipi. Setelah
beberapa hari ulukus menjadi tidak nyeri dan keras

107 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
(ulkus durum). Biasanya lesi menghilang dan sembuh Komplikasi Tonsilitis2
spontan setelah 3 – 6 minggu. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tonsilitis
Pada sifilis sekunder gejala dimulai pada 8 di antaranya adalah abses peritonsiler, abses parafaring
sampai 10 minggu setelah infeksi. Papula mukosa dan abses retrofaring.
merah gelap kehitaman pada tonsil, pillar faucial dan
palatum.
Sifilis tersier ditandai adanya gumma. Keterangan:
Biasanya terjadi pada 3 – 25 tahun setelah infeksi
primer. Adanya nodus infiltrat pada mulut, bibir, lidah, 1. V. jugularis interna
2. N. Vagus
palatum dan tonsil. Lesi tersebut bersifat destruktif 3. A. karotis interna
terhadap jaringan lunak ataupun tulang.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan kultur
iluminasi dan tes serologi positif setelah 4 minggu
pada sifilis primer dan sekunder. Treponema
immobilization test (Nelson’s test) positif setelah 9
minggu. Pada stadium tersier reaksi serologis akan
positif. Komplikasi Tonsilogenik 13
Pengobatan dengan penisilin cukup efektif,
murah dan aman. Dosis 0,03 U/ml selama 10 – 20 hari. 1. Abses Peritonsiler (Quincy)1
Dapat juga diberikan tetrasiklin atau eritromisin 4 x Merupakan pus yang tertampung di antara
500 mg/hari. kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi
tonsilitis kronis atau berulang. Tapi dapat timbul juga
tanpa didahului oleh tonsilitis akut. Pasien
mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral,
odinofagia, disfagia, drooling, trismus, nafas berbau
dan demam. Pasien juga sulit bicara, kadang bicara
seperti hot potato voice. Trismus karena peradangan
otot mastikator dan otot pterygoid.
Dari pemeriksaan fisik didapat adanya
dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil
Tonsilitis Sifilis Sekunder 4 dan palatum. Secara bakteriologis, abses peritonsiler
ditandai dengan infeksi bakteri campuran yang
1.2.5 Tonsil Hiperplasia Obstruktif melibatkan bekteri aerob, seperti Streptococcus
Pembesaran tonsil yang menyebabkan suara pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun bakteri
mendengkur dengan gangguan obstruksi, baik pada anaerob seperti Bacteroidaceae.
saat tidur ataupun terbangun. Keluhan disertai dengan Bila tidak cepat ditangani abses peritonsiler
tidak dapat menelan, perubahan pada bentuk wajah dan dapat menyebar menjadi abses parafaringeal yang
perubahan pada saat bersuara menjadi suara hidung nantinya dapat menyebar jauh ke mediastinum dan
(muffling atau hypernasality). menyebabkan mediastinitis. Jika telah terbentuk abses
Biasanya disebabkan oleh infeksi memerlukan tindakan drainase, baik dengan teknik
mikrobakteri atipikal dan aktinomikosis. aspirasi jarum atau dengan teknik insisi drainase.

Tonsil Hiperplasia Obstruktif4

Keterangan:

1. Skalpel
2. A. karotis interna
3. V. jugularis interna

Hipertrofi Tonsil4

108 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
interna. Vena tersebut mengalami infeksi dan
penyebaran selanjutnya seperti jalur hematogen.
3. Penyebaran langsung dari abses di dalam atau di
sekitar tonsil dengan terjadinya ruptur abses
tersebut ke rongga parafaringeal atau ke jaringan
lunak servikal dengan keterlibatan V. jugularis
interna.
Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan fisik
yang menyokong terjadinya septikemia, adanya
riwayat dan gejala tonsilitis kronis. LED meningkat
dan terdapat leukositosis.
Abses Peritonsilar4 Bila sepsis terjadi harus diberikan segera
penisilin dosis tinggi atau antibiotika spektrum luas
untuk mencegah perjalanan infeksi lebih lanjut.
2. Abses Parafaring 1 Tonsilektomi perlu dilakukan untuk menghilangkan
Abses ini terjadi bila pus mengalir dari tonsil atau fokus infeksi, pengikatan V. jugularis interna di
abses peritonsilar melalui M. konstriktor superior. inferior trombus dan dilakukan pemotongan bila perlu,
Terbanyak berasal dari infeksi tonsil, gigi, faring dan serta insisi dan drainase abses di jaringan lunak.
adenoid. Gejala klinik berupa nyeri tenggorok, demam,
kaku pada leher, pembengkakan kelenjar getah bening
dan parotis. Infeksi dapat terjadi pada
Keterangan:
anterior/prestyloid dan posterior/poststyloid.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah 1. Penyebaran melalui vena
pemberian antibiotik berdasarkan hasil kultur dan 2. Penyebaran melalui kelenjar limfe
3. V. jugularis interna
resistensi kuman selama 10 hari. Dilakukan insisi dan 4. Kel limfe di sekitar V. jugularis interna
drainase terhadap abses. 5. Penyebaran perkontinuitatum
6. Tonsila palatina

3. Abses Retrofaring 1
Penyebab tersering abses retrofaring adalah
proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus
paranasalis yang mengalir ke kelenjar getah bening
retrofaringeal. Biasanya mengenai anak-anak. Gejala Patogenesis sepsis tonsilogenis 14
klinik berupa demam, pembengkakan leher disertai
nyeri, odinofagia dan disfagia, sesak sampai sepsis.
Pengobatan diberikan dengan pemberian
antibiotik, insisi drainase dan trakeostomi bila terjadi Penyakit Lain yang Menyerupai Tonsilitis
gangguan pada jalan nafas. 1. Agranulositosis
Merupakan penyakit leukopoietik yang jarang
4. Sepsis 13 terjadi, yang disebabkan karena keracunan obat
Komplikasi ini ditandai oleh demam, tegang golongan amidopirin, sulfa dan arsen. Gejala yang
di sepanjang V. jugularis interna yang dapat diraba di timbul berupa demam tinggi, sakit kepala dan sakit
bawah sudut anterior M. sternocleidomastoideus, atau menelan. Pada pemeriksaan tonsil tampak ulserasi dan
tegang pada kelenjar limfe jugulodigastrikus. Kadang nekrosis dengan warna membran eksudat kehitaman.
timbul kemerahan pada daerah tonsil. Pada pemeriksaan laboratorium darah tampak
Gambaran apus darah tepi menunjukkan gambaran leukopeni dengan granulosit yang sangat
pergeseran ke kiri (leukositosis), splenomegali dan sedikit.
adanya kemungkinan penyebaran ke paru, kulit atau Pengobatan berupa eliminasi obat yang
hati, dengan lidah kering dan nadi teraba cepat dan menjadi penyebab leukotoksik, menghindari terjadinya
lemah. trauma, mencegah timbulnya infeksi sekunder dengan
Bakteri dari infeksi pada tonsil dapat pemberian antibiotika golongan penisilin dosis tinggi,
memasuki aliran darah dari tonsil atau melalui pus transfusi darah dan menjaga kebersihan rongga mulut.
yang menyebar. Terdapat 3 cara kemunkinan
terjadinya sepsis: 2. Tonsilolith
1. Hematogen, melalui vena tonsil dan fasial ke V. Merupakan sumbatan berupa butiran partikel
jugularis interna. Terjadi troboplebitis pada vena seperti pasir berwarna kuning yang mengisi kripta
dan menyebabkan terjadinya trombus yang tonsil. Biasanya lebih sering terjadi pada dewasa.
terinfeksi memasuki sirkulasi paru dan tubuh. Terjadi karena serangan tonsilitis berulang. Keluhan
2. Limfogen, melalui kelenjar limfatik eferen tonsil ke berupa pembengkakan di sekitar kripta dan sensasi
kelenjar limfe regional dan sepanjang V. jugularis benda asing. Pengobatan berupa tonsilektomi.

109 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
3. AIDS/Sindroma HIV pada anak daripada dewasa. Merupakan tumor jinak
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang jarang menjadi ganas, biasanya unilateral dengan
Retrovirus HIV yang dapat dideteksi dengan antibodi pertumbuhan lambat.
HIV dalam serum melalui tes penapisan (ELISA). Fibroma dapat bertangkai atau tidak
Gejala yang timbul 35 – 40% bermanifestasi bertangkai. Makin luas fibroma, semakin besar
di telinga, hidung dan tenggorok. Berupa sarkoma tangkainya. Lebih sering tunggal daripada multipel.
kaposi disertai hairy leukoplakia pada lidah. Biasanya Karena berasal dari jaringan ikat, maka sering
disertai dengan limfadenopati servikal, kandidiasis, mengalami degenerasi kistik, keras dan mengandung
herpes simplex dan herpes zooster, sinusitis, tonsilitis, sedikit pembuluh darah. Tumor ini kadang melekat di
gingivitis, faringitis, esofagitis, disertai penurunan tonsil atau jaringan ikat sekitar tonsil akibat
pendengaran. Gejala umum yang menyertai adalah peradangan tonsil berulang. Gangguan jarang terasa
demam, anoreksia, sakit kepala, diare dan penurunan kecuali jika bertangkai dan besar, sehingga
berat badan. menimbulkan gangguan mekanik. Tidak terdapat
Pengobatan spesifik untuk virus penyebab sekret. Gejala hampir serupa dengan tonsilitis
belum ditemukan. hipertrofikan. Terapi berupa pembedahan untuk
membuang tumor.

Penyakit Adenoid
1. Adenoid Hiperplasi Obstruktif 1 ,2, 11
Terdapat 3 gejala hidung tersumbat kronis
disertai mendengkur dan bernafas lewat mulut,
rhinorrhoe dan suara hidung.

AIDS dengan Candidiasis4

Hairy Leukoplakia4 Gejala adenoid hiperplasia

4. Leukemia Limfoblastik Akut13 Penderita juga memiliki wajah adenoid yang


Merupakan penyakit keganasan pada alat khas, yaitu mulut yang selalu terbuka, bagian tengah
pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel-sel wajah datar, tampak hidung kecil, gigi insisivus ke
hematopoietik muda seri limfoblas yang ditandai depan (prominen), arkus faring tinggi yang
dengan adanya kegagalan sumsum tulang pembentuk menyebabkan kesan wajah pasien tampak bodoh dan
sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan sering disertai gangguan ventilasi dan drainase sinus
tubuh lainnya. Penyebabnya tidak diketahui pasti. paranasalis, sehingga menimbulkan sinusitis kronis. Di
Diduga berhubungan dengan faktor genetik, bawah bola mata pasien juga akan tampak lingkaran
lingkungan, infeksi virus dan defisiensi imunologis. hitam.1,2
Pada pemeriksaan didapatkan penderita pucat, Akibat dari hiperplasi ini akan timbul
lemah, lesu disertai demam atau infeksi berulang atau sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius yang
menetap dan adanya perdarahan.11 Pada pemeriksaan dapat menyebabkan terjadinya otitis media akut
fisik didapatkan tonsil membesar disertai ulserasi dan berulang, otitis media kronis dan akhirnya menjadi
nyeri hebat. Keluhan disertai juga dengan membran otitis media supuratif kronis. Selain itu pasien juga
kotor pada gusi, rongga mulut dan faring. Didapatkan akan mengalami gangguan tidur, tidur mendengkur,
juga limfadenopati dan hepatosplenomegali.2,10 retardasi mental dan pertumbuhan fisik terhambat.
Dari hasil laboratorium sel darah tepi
ditemukan anemia, granulositopenia dan limfoblas >
3%. Pada sumsum tulang terlihat selularitas
meningkat, didominasi oleh limfoblas > 25%.2

5. Fibroma Tonsil 2
Fibroma tonsil pada pria dan wanita
ditemukan sama banyaknya. Lebih banyak ditemukan

110 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kronis. Inflamasi bisa disebabkan bekteri atau virus.
Gejala dapat disertai dengan rhinorrhea, sinusitis, serta
keluhan pada telinga tengah.
Pemeriksaan pada nasofaring ditemukan
hiperplasia pada jaringan limfoid nasofaring, disertai
inflamasi kronis dan sekret mukopurulen.

Tonsilektomi dan Adenoidektomi


Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat
Hiperplasia Adenoid1 tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis
lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan
gejala klinis, pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan sekitarnya, seperti uvula dan pilar tonsil.1,2
melihat tertahannya gerakan velum palatum molle Adenoidektomi adalah tindakan operasi untuk
pada waktu fonasi. mengangkat adenoid (tonsila faringeal) di daerah
Terapi berupa bedah adenoidektomi dengan nasofaring tanpa melukai otot faring dan torus
cara kuretase memakai adenotom. tubarius.1,4
Indikasi absolut tonsilektomi:10
a. Episode tonsilitis akut berulang lebih dari 3 kali
dalam 1 tahun
b. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi
akut, tapi merupakan fokal infeksi
c. Pasca abses peritonsiler
d. Karier difteri
e. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
f. Pembesaran tonsil yang dapat menyebabkan
obstruksi pernafasan/Obstructive Sleep Apneu
Syndrome (OSAS)1 atau gangguan menelan
Wajah Klasik Adenoid11 (abnormal swallowing)1
g. Dicurigai adanya keganasan pada tonsil
2. Adenoiditis Akut (Tonsilitis Faringeal) 10
Adenoid sering terinfeksi apabila terjadi Indikasi absolut untuk adenoidektomi:10
infeksi pada tonsil, jaringan limfoid sepanjang dinding a. Penyakit telinga tengah sekunder akibat obstruksi
lateral faring. Mikroorganisme yang menginfeksi tuba eustachius
biasanya sama dengan yang ditemukan pada infeksi b. Adenoid hipertrofi yang menyebabkan obstruksi
tonsil. pernafasan
Pada pasien dengan adenoiditis primer c. Sinusitis oleh karena obstruksi ostium sinus
keluhan berupa nyeri tenggorok mulai dari yang ringan akibat kelainan adenoid
sampai tidak dapat menelan. Keluhan disertai demam, d. Nasofaringitis menetap dengan gejala paa hidung,
malaise, nyeri kepala dan sinusitis karena obstruksi seperti rhinorrhea, suara sengau atau nafas
pada koana posterior. Dapat juga dikeluhkan berbunyi
pendengaran berkurang dan otalgia karena obstruksi
tuba eustachius.
Pada pemeriksaan tenggorok tampak merah,
edema pada jaringan limfoid faring dengan pustula dan Indikasi relatif untuk tonsiloadenoidektomi:10
mukopus. Gejala sering disertai dengan adenopati a. Nyeri tenggorok berulang
servikal. b. Otalgia berulang
Pengobatan sama dengan pada tonsilitis akut. c. Rhinitis kronis
Pemberian cairan yang adekuat, istirahat, menjaga d. Infeksi saluran nafas berulang
kebersihan mulut dan pemberian analgetik. e. Tonsil yang besar atau dengan debris
Dekongestan dan antihistamin dapat diberikan sesuai f. Limfadenopati servikal
kultur dan resitensi atau diberikan antibiotik spektrum g. Tonsilitis TBC atau adenitis TBC
luas. Pengobatan adenoiditis yang tidak selesai dapat h. Penyakit sistemik akibat infeksi Streptococcus
menyebabkan kekambuhan. beta haemolyticus (rheumatic fever, rheumatic
heart disease)
3. Adenoiditis Kronis
Biasanya karena pengobatan adenoiditis akut Kontraindikasi10
yang tidak selesai atau gagal. Kondisi ini disertai Absolut:
rhinosinusitis purulen atau bersama dengan tonsilitis
111 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, a. Metode Guillotine Sluder-Ballenger
hemofilia dan purpura Metode ini terutama digunakan pada anak-anak
b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes oleh karena fossa tonsilaris pada anak-anak masih
mellitus, penyakit jantung, dll. kecil, serta perlekatan antara kapsul tonsil ke M.
Relatif: konstriktor faringeus masih longgar. Posisi
a. Palatoschizis penderita sama seperti pada metode diseksi, tetapi
b. Anemia (Hb < 10 gr% atau HCT < 30%) jenis anestesi yang biasanya diguanakan adalah
c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak open drops.
termasuk abses peritonsiler) b. Metode Diseksi10
d. Poliomielitis epidemik Metode Dissection-Snare. Cara ini adalah yang
e. Usia di bawah 3 tahun paling sering digunakan untuk tonsilektomi. Dapat
dilakukan dengan anestesi umum atau lokal.
Persiapan operasi10 c.
Electrosurgery (Bedah Listrik)1
Terutama keadaan organ-organ vital, seperti jantung, Teknik bedah listrik yang paling umum adalah
paru-paru dan ginjal. monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan
- Pemeriksaan darah: hemoglobin, jumlah leukosit, prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga
trombosit, PT, aPTT, ureum, kreatinin, kadar gula listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W
darah, natrium dan kalium untuk memotong, menyatukan atau untuk
- Pemeriksaan urine rutin koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya
- Pemeriksaan radiologis: foto toraks teknik yang dapat melakukan tindakan memotong
- Pemeriksaan EKG, khususnya untuk usia > 40 dan hemostasis dalam satu prosedur.
tahun d. Radiofrekuensi1
Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan
Perawatan Preoperatif:10 langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar
Untuk penderita yang akan dioperasi dengan ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat
narkosa umum, disarankan dirawat dan dipuasakan kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan
sedikitnya 6 jam sebelum operasi untuk orang dewasa, panas. Selama periode 4 – 6 minggu, daerah
sedangkan untuk anak-anak cukup 4 jam. Pemberian jaringan yang rusak mengecil dan total volume
sedatif sebelum tidur mungkin dapat memberikan jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga
ketenangan dan menghilangkan perasaan takut atau dapat terjadi bila energi radiofrekuensi dapat
stres operasi, membantu mencegah terjadianya cardiac diberikan pada medium penghantar, seperti
inhition dan menekan aktivitas sekresi dari kelenjar larutan salin. Partikel yang terionisasi pada
mukus traktus respiratorius bagian atas dan bawah. daerah ini dapat menerima cukup energi untuk
Biasanya digunakan 2 macam obat, yaitu sedatif dan memecah ikatan kimia di jaringan. Oleh karena
drying agent. Untuk operasi dengan anestesi lokal proses ini terjadi pada suhu rendah (40o – 70o C),
tidak ada persiapan khusus. mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
Dikenal 2 macam anestesi dalam operasi e. Coblation1
tonsil, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum.10 Teknik coblation dikenal juga dengan nama
1. Anestesi Lokal plasma-mediated tonsillar ablation; ionised field
- Biasanya dilakukan pada orang dewasa atau tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar
pasien yang kooperatif ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold
- Penderita duduk tegak saling berhadapan tonsillar ablation.
dengan operator. Dilakukan tahapan: rongga Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe
mulut disemprot dengan anestesi topikal, untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi
xylocain 2%. Kemudian dilakukan (radiofrequency electrical) baru melalui larutan
penyuntikan lidocain 2% sebanyak 10 cc natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan
dengan pembagian 3 cc di kutub atas tonsil, 3 aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan
cc di daerah tengah tonsil dan 4 cc di kutub sekitar.
bawah tonsil. f. Skalpel Harmonik
- Keuntungan: mudah, murah dan praktis. Skalpel harmonik menggunakan teknologi
- Kerugian: rasa kurang nyaman bagi penderita ultrasonik untuk memotong dan mengoagulasikan
dan operator, adanya bahaya aspirasi oleh jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
karena posisi penderita duduk. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah
2. Anestesi Umum dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan
- Dilakukan pada semua pasien anak dan orang elektrokauter atau laser, pemotongan dan
dewasa yang tidak kooperatif koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi
- Menggunakan eter, nitrous oxyde atau vinyl agar tekanan gas dapat memecah sel tersebut
ether. (biasanya 150o – 400o C). Sedangkan dengan
skalpel harmonik, temperatur yang ditimbulkan
Beberapa metode tonsilektomi:

112 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 50 o – 100o infeksi. Dapat terjadi faringitis, servikal adenitis,
C). trombosis vena jugularis interna, otitis media,
g. Intracapsular Partial Tonsillectomy1 pada kasus sistemik dapat terjadi endokarditis,
Intracapsular tonsillectomy merupakan nefritis dan poliarthritis. Bahkan pernah
tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan dilaporkan adanya meningitis, abses otak dan
menggunakan microdebrider endoscopy. trombosis sinus kavernosus.
Meskipun microdebrider endoscopy bukan Komplikasi pada paru-paru, seperti pneumonia,
merupakan peralatan ideal untuk tindakan bronkitis dan abses paru terjadi karena aspirasi
tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang sewaktu operasi. Abses parafaring dapat timbul
dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini akibat suntikan pada waktu anestesi lokal.
dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa Pengobatan komplikasi infeksi adalah dengan
melukai kapsulnya. pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses
Keuntungan teknik ini adalah angka kejadian parafaring dilakukan insisi drainase.
nyeri dan perdarahan pascaoperasi lebih rendah 3. Nyeri Pascaoperasi
dibandingkan dengan tindakan tonsilektomi Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat
standar. menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf
h. Laser (CO2-KTP) sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme
Laser Tonsil Ablation (LTA) menggunakan CO2 faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan
atau KTP (Potassium Titanyl Phospate) untuk selanjutnya penderita segera dibiasakan
menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. mengunyah untuk mengurangi spasme faring.
Teknik ini mengurangi volume tonsil dan Dapat juga terjadi elongated styloid processus,
menghilangkan ’recesses’ pada tonsil yang dimana ujung prosessus styloid masuk ke fossa
menyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA tonsilaris, hingga timbul rasa nyeri sewaktu
dilakukan selama 15 – 20 menit dan dapat mengunyah, yang dikenal dengan Eagle
dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Syndrome. Apabila A. karotis terkena, dapat
Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, menyebabkan rasa tidak nyaman di daerah
morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia parietal dan mata. Pengobatan berupa injeksi
pascaoperasi berkurang. Teknik ini kortikosteroid pada daerah yang tertusuk dan
direkomendasikan untuk tonsilitis kronis dan pembedahan untuk memperpendek ujung styloid
rekuren, sore throat kronis, halitosis berat atau tersebut.
obstruksi jalan nafas yang disebabkan 4. Trauma Jaringan Sekitar Tonsil
pembesaran tonsil. Manipulasi terlalu banyak saat opersi dapat
menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar
Adenoidektomi dapat dilakukan bersamaan tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan
dengan pengangkatan tonsil. Dalam hal ini diperlukan pembuluh darah. Edema palatum molle dan uvula
anestesi yang sempurna agar terjadi relaksasi palatum adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
dan M. konstriktor faringeus superior, sehingga 5. Perubahan Suara
memudahkan dilakukannya operasi. Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas
Teknik adenoidektomi dapat dilakukan esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini
dengan kuretase dan dengan endoskopi dengan behubungan dengan ujung epiglotis. Kerusakan
menggunakan microdebrider. otot ini dengan sendirinya akan menimbulkan
gangguan fungsi laring, yaitu perubahan suara
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:1 yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi
1. Perdarahan dalam tempo 3 – 4 minggu.
Komplikasi perdarahan dapat terjadi selama 6. Komplikasi Lain
operasi berlangsung atau segera setelah penderita Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi,
meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di
pascaoperasi). Bahkan meskipun jarang terjadi, mukosa mulut karena kauter dan laserasi pada
pada hari ke-5 – 7 pascaoperasi dapat terjadi lidah karena mouth gag. Pernah dilaporkan
perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran terjadinya fraktur kondilus mandibula karena
jaringan granulasi yang terbentuk pada pemasangan mouth gag yang terlalu kuat,
permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa malposisi tube endotrakeal dan stenosis
tonsilaris atau trauma makanan keras. nasofaring.
Untuk mengatasi perdarahan dapat dilakukan
ligasi ulang, kompresi dengan gaas ke dalam
fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan
anestesi lokal atau umum. DAFTAR PUSTAKA
2. Infeksi
Luka opersi pada fossa tonsilaris merupakan port 1. Brodsky, L Poje, C. Tonsillitis, Tonssilectomy,
d’entre bagi kuman, sehingga merupakan sumber and Adenoidectomy. In Head and Neck Surgery-

113 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Otolaryngology. 5th ed. Bailey B.J. & Johnson T.J Hanbook of mucosal Immunology. Academic
Volume one. Lippincot Williams & Press Inc. 1994:625-640.
WilkinsPhiladelphia, 2006. p. 1184-99.
15. Alexander M.; Baker F.; Blem L.. Respiratory
2. Balenger, J.J. Disease of the Nose, Throat,Ear, System in: Van De Graaff: Human Anatomy,
Head, and Neck, 13th ed. Lou & Febiger, Sixth Edition The McGraw−Hill Companies.
Philadelphia, 1994.p. 347-57 2001: 277-280.

3. Adams, L.G. Penyakit- penyakit Nasofaring dan


Orofaring. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Editor:
Adams, LG. Boeis, RL. Higler, AP. EGC Penerbit
Buku Kedokteran, 1997.h. 320-45

4. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed.


Thieme. Newyork 2003.p.196-210

5. Alamsyah,S. Kesesuaian antara gejala klinis


dengan HistopatologiTonsil Pasca Bedah Pada
Tonsilitis Kronik. Tesis. Bagian THT-KL Unpad,
2004

6. Cowan, DL. Hibbert, J. Tonsils and Adenoids. In


Scott-Brown’s Otolaryngology 6th ed Pediatric
Otolaryngology. Editor : Adams, AD. Cinnamond,
JM Butterworth 1997. P.6/16/1-14

7. Probst, R et al. Basic Otorrhinolaryngology A


step-by-step Learning Guide, Thieme, 2005.p 98-
105

8. Paparella, MM, Shumrick, DA.Otolaryngology


2nd ed Volume III Head and Neck WB Saunders
Company, 1991. P 2263-99

9. Becker,W. Naumann, HH. Pfalttz, RC.Ear,


Nose and Throart Diseases A Pocket Reference.
2nd ed Thieme, 1994.p 312-24, 344-61

10. Garrna, H. Nataprawira, HM. Rahayuningsih,


SE.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 3. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD/RSHS Bandung,2005. P 205-
08,484-87.

11. Helal, Z. 6-Endoscopic Powered Adenoidectomy.


Melalui <http//www.geogle
search/image/endoscopic adenoidectomy

12. Nave H, Gebert A, Pabst R. Morphology and


immunology of the human palatine tonsil. Anat
Embryol. 2001; 204: 367-73.

13. Brandtzaeg P. Immunology of tonsils and


adenoids: everything the ENT surgeon needs to
know. International Congress Series. 2003; 1253:
89-99.

14. Bernstein JM, Yamanaka N, Nadal D.


Imunobiology of the tonsil and adenoid. In

114 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
KARSINOMA NASOFARING
Latar Belakang
Tumor kepala leher meliputi tumor yang 749 penderita KNF baru, dan angka ini menempati
tumbuh pada bagian atas klavikula kecuali otak dan peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10
medula spinalis. Tumor di daerah kepala dan leher Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta
digabungkan menjadi satu kategori tumor kepala leher selama periode 1988-1992 didapatkan kasus KNF
karena mempunyai satu kesamaan etiologi, cara sebanyak 71,77% di antara 712 tumor ganas tubuh, dan
penyebarannya, metode pemeriksaan diagnostik, kebanyakan penderita KNF tersebut datang pada
pengobatan, dan rehabilitasi. Dibandingkan stadium lanjut.11 Di RSUP Dr. Hasan Sadikin
pertumbuhan tumor ganas di tempat lain, tumor kepala Bandung, KNF menempati urutan pertama dari seluruh
leher tidak banyak dijumpai.1,2 tumor ganas di daerah kepala dan leher.12
Insidensi tumor kepala leher sangat bervariasi. KNF berasal dari epitel nasofaring. Penyebab
Di dunia ditemukan lebih dari 500.000 kasus dengan utamanya adalah virus Epstein-Barr. Biasanya tumor
tingkat mortalitas sebanyak 270.000 kasus per tahun, ganas ini tumbuh dari fossa Rossenmuller dan dapat
dan umumnya terjadi di negara berkembang.1,2 Di meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak.
Eropa dan Amerika Serikat, tumor kepala leher Gejala utama biasanya terjadi pada leher, hidung, dan
merupakan salah satu keganasan yang jarang terjadi, telinga.3,6,13
dengan prevalensi 5-10% dari seluruh tumor, Sebagian besar penderita KNF berumur di atas
sedangkan di negara lain seperti India, prevalensinya 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50–70
mencapai 45%.3,4 tahun. Insidensinya meningkat setelah umur 20 tahun
Bagian Patologi Badan Registrasi Kanker dan tidak ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun.
Indonesia di bawah pengawasan Dirjen Kesehatan RI, Sedangkan berdasaran jenis kelamin, ditemukan
mendapatkan tumor kepala leher di urutan ke empat kecenderungan penderita KNF lebih banyak pada laki-
dari sepuluh besar keganasan serta urutan ke dua dari laki. Dari beberapa penelitian, ditemukan
sepuluh keganasan pada laki-laki.1 perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
Hampir 60% tumor ganas kepala leher adalah 2 sampai 4 : 1.6
merupakan karsinoma nasofaring (KNF), diikuti oleh Gejala yang timbul pada KNF biasanya
karsinoma sinonasal (18%), laring (16%), dan tumor berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah yang
prosentase rendah. KNF menduduki urutan keempat sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak dikenali
dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
payudara, dan kulit.5 lanjut. Kadang-kadang penderita datang dengan gejala
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di KNF stadium dini, tetapi gejala yang dikeluhkan sangat
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi. Penelitian di umum seperti flu, rinitis atau sinusitis sehingga tidak
17 negara Eropa, ditemukan rata-rata 187 kasus baru terpikir oleh pemeriksa. Hal ini sangat disayangkan,
setiap tahun, di Rio de Janeiro 16 kasus baru, di karena “kesalahan” ini akan sangat merugikan. Oleh
Nigeria 12 kasus baru, sedangkan di Israel hanya karena itu harus dilakukan berbagai upaya agar dapat
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru yang menemukan penderita KNF sedini mungkin agar
sangat banyak, ditemukan di Hongkong, yaitu 1146 prognosis lebih baik.14,15
kasus setiap tahun.6 Kasus kanker di Indonesia termasuk karsinoma
Insidensi KNF yang paling tinggi adalah pada nasofaring dari tahun ke tahun semakin menunjukkan
ras Mongoloid di Asia dan China Selatan, dengan peningkatan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi KNF pada ras usia harapan hidup dan perubahan pola hidup
Kaukasia. Prevalensi KNF di Provinsi Guangdong masyarakat kita, seperti kebiasaan menggunakan rokok
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk.6,7,8 dan alkohol yang merupakan salah satu faktor risiko
Prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 per terjadinya tumor maupun kanker.16 Selain faktor risiko,
100.000 penduduk setiap tahun. Di Rumah Sakit H. informasi lain seperti faktor usia, riwayat pekerjaan,
Adam Malik Medan, Sumatera Utara, penderita KNF stadium tumor, dan jenis terapi juga perlu diketahui
paling banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7% untuk pencegahan secara dini, pengenalan, dan
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan, penanggulangan kasus kanker pada masyarakat secara
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9 Dari luas untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
seluruh penderita yang menjalani radioterapi di
Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo selama
periode tahun 1991-1997 tercatat Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan organ berbentuk kuboid
yang terletak di belakang rongga hidung, superior dari
soft palate dengan diameter anteroposterior 2-4 cm dan
tinggi 4 cm. Nasofaring dibagi dalam beberapa regio,

115 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
yaitu dinding anterior, posterosuperior, dan lateral.
Pada bagian anterior, nasofaring berhubungan dengan
rongga hidung melalui bagian posterior dari koana dan Suplai darah nasofaring berasal dari cabang arteri
di dinding lateral berisi muara tuba Eustachius dan karotis eksternal, sedangkan drainase vena adalah
fossa Rosenmuller (resesus faringeal) yang berbatasan melalui pleksus faring ke vena jugular internal.
dengan dinding posterolateral. Dinding posterolateral Persarafan nasofaring berasal dari cabang saraf kranial
berisi jaringan adenoid yang di belakangnya V2, IX, dan X, serta saraf simpatik.4
berbatasan dengan fasia prevertebralis.4,17

Anatomi Nasofaring4 Vaskularisasi dan Inervasi Kepala


dan Leher18
Fossa Rosenmuller merupakan area yang
menjadi asal dari sebagian besar sel karsinoma Nasofaring memiliki banyak jaringan limfatik
nasofaring. Area ini berhubungan secara anatomis dan saluran getah bening sehingga dapat
dengan beberapa organ penting yang menjadi tempat mempermudah dan mempercepat terjadinya metastasis.
penyebaran tumor dan menentukan presentasi klinis Kelenjar getah bening eselon pertama berada di ruang
serta prognosis. Area-area tersebut adalah17 : parafaring dan retrofaring, dimana terdapat kelenjar
Anterior : tuba Eustachius getah bening yang berpasangan, yang dinamakan
Antero-lateral : otot levator veli palatini Rouviere node. Drainase ke daerah jugular dapat
Posterior : retropharyngeal space melalui kelenjar getah bening parafaring atau melalui
Superior : foramen laserum di bagian saluran langsung. Sedangkan di bagian segitiga
medial, apeks petrosus dan posterior terdapat jalur langsung terpisah yang
kanalis karotikus di bagian mengarah ke kelenjar getah bening di tulang belakang.
posterior, serta foramen Drainase lebih lanjut dapat terjadi ke leher bagian
ovale dan spinosum di kontralateral, ke bagian servikal, kemudian ke kelenjar
bagian anterolateral getah bening di supraklavikula.4
Lateral : otot tensor veli palatini dan
pharyngeal space
Inferior : otot konstriktor superior

Potongan horizontal nasofaring pada tingkat sinus


morgagni17 (A:Pharyngobasilar Fascia,
B:Buccopharyngeal Fascia, C:Alar Fascia,
D:Prevertebral Fascia, S:Kanalis Karotikus; 1.Otot
Pterigoid Lateral, 2.Otot Pterigoid Medial, 3.Otot
Tensor Veli Palatini, 4.Otot Levator Veli Palatini,
5.Parapharyngeal Space, 6.Fossa Rossenmuller,
7.Stiloid Prosesus, 8.Rouviere Node,
Kelenjar Getah Bening Kepala dan Leher18
9.Retropharyngeal Space)

116 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
ditemukan paling banyak pada usia produktif yaitu
Histologi Nasofaring antara 30-59 tahun (80%), dengan puncak antara
Mukosa nasofaring pada saat lahir dilapisi oleh 40–49 tahun. Insidensi KNF meningkat setelah
pseudostatified kolumnar epitelium, pada usia sekitar umur 20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan
10 tahun berubah menjadi stratified squamous setelah umur 60 tahun. Sedangkan berdasaran
epitelium. Pada dinding lateral nasofaring terdapat jenis kelamin, ditemukan kecenderungan penderita
daerah yang merupakan tempat transisi pertemuan KNF lebih banyak pada laki-laki daripada
kedua jenis epitel ini, yaitu berisi epitel berbentuk perempuan. Dari beberapa penelitian, ditemukan
kuboid atau globular yang nantinya berpotensi ke arah perbandingan penderita laki-laki dan perempuan
keganasan. Membran mukosa nasofaring juga berisi adalah 2-4 : 1.6
jaringan limfoid dan kelenjar air liur minor yang bisa
menjadi asal dari sel keganasan di nasofaring.17 B. Etiologi
Penyebab pasti KNF masih belum
Karsinoma Nasofaring diketahui, namun gabungan dari beberapa faktor
A. Insidensi intrinsik dan ektrinsik diyakini sebagai penyebab,
Penemuan kasus baru KNF setiap tahun di yaitu faktor genetik, lingkungan, dan virus Epstein
berbagai penjuru dunia cukup bervariasi. Barr (EBV).
Penelitian di 17 negara Eropa, ditemukan rata-rata
187 kasus baru setiap tahun. Di Rio de Janeiro Faktor Genetik
ditemukan 16 kasus baru dan di Nigeria 12 kasus Kerentanan genetik sebagai faktor
baru setiap tahun, sedangkan di Israel hanya predisposisi KNF didasarkan atas fakta banyaknya
ditemukan 3 kasus baru setiap tahun. Kasus baru penderita dari bangsa atau ras China. Selain itu KNF
yang sangat banyak, ditemukan di Hongkong, juga banyak dijumpai pada ras mongoloid, termasuk
yaitu 1146 kasus setiap tahun.6 bangsa-bangsa di Asia terutama Asia Tenggara yang
Insidensi KNF yang paling tinggi masih tergolong rumpun Melayu. Insiden KNF di
ditemukan di daerah Cina Selatan, dengan China maupun negara di Asia Tenggara lebih besar 10-
frekuensi 100 kali dibanding frekuensi karsinoma 50 kali dibandingkan negara lainnya. Adanya riwayat
nasofaring pada ras Kaukasia. Prevalensi tumor ganas dalam keluarga merupakan salah satu
karsinoma nasofaring di Provinsi Guangdong faktor resiko KNF. Secara umum didapatkan sekitar
China Selatan adalah 39,84/100.000 penduduk. 10% dari penderita KNF mempunyai keluarga yang
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan
timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering 5% diantaranya sama-sama menderita KNF dalam
terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, keluarganya.14,19
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Hilangnya alel HLA kelas I atau kelas II
Singapura, dan Indonesia. Ditemukan cukup (alelle HLA loss) pada gen HLA tertentu diperkirakan
banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti menyebabkan kegagalan interaksi HLA- peptide
Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di complex dengan limfosit T c/s (CD8+) atau limfosit T
Alaska, diduga penyebabnya adalah karena helper (CD4+). Hal ini disebabkan karena tidak
mereka memakan makanan yang diawetkan dalam dimunculkannya antigen virus/tumor pada epitop
musim dingin yang menggunakan bahan pengawet (antigenic determinant) sehingga keberadaan virus EB
nitrosamin.6,7,8 didalam sel inang (limfosit B dan sel epitel faring) atau
Prevalensi KNF di Indonesia hampir merata sel kanker tidak dapat dikenali oleh sel
di seluruh daerah yaitu 3,9 per 100.000 penduduk imunokompeten. Adanya kelainan genetik ini akan
setiap tahun. Di Rumah Sakit H. Adam Malik sangat merugikan karena sel yang terinfeksi virus
Medan, Sumatera Utara, penderita KNF paling maupun sel kanker dapat terhindar dari penghancuran
banyak ditemukan pada suku Batak yaitu 46,7% melalui mekanisme imunologik, berakibat
dari 30 kasus.6 Di RSUP H. Adam Malik Medan, pertumbuhan kanker yang terus berlangsung.14,19
ditemukan 113 penderita KNF pada tahun 2009.9
Dari seluruh penderita yang menjalani radioterapi Faktor Lingkungan
di Poliklinik Radioterapi RSUD Dr. Soetomo Insidensi KNF yang tinggi di lokasi
selama periode tahun 1991-1997 tercatat 749 geografi tertentu mengindikasikan adanya faktor atau
penderita KNF baru, dan angka ini menempati bahan kimia tertentu di lingkungan yang dapat
peringkat kedua setelah kanker leher rahim.10 menginduksi terjadinya KNF (environmental
Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSCM carcinogens) antara lain adat kebiasaan atau gaya
Jakarta selama periode 1988-1992 didapatkan hidup (life style related cancer), termasuk kebiasaan
kasus KNF sebanyak 71,77% di antara 712 tumor makan (diet habits). Karsinogen lingkungan bertindak
ganas tubuh, dan kebanyakan penderita KNF sebagai kofaktor atau promotor timbulnya KNF.19
tersebut datang pada stadium lanjut.11 Penelitian in vitro membuktikan bahwa
Sebagian besar penderita KNF berumur di aktivasi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan
atas 20 tahun yaitu antara 50–70 tahun, dan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Penelitian

117 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
epidemiologi menunjukkan hubungan yang kuat antara karsinogenik. Selain menyebabkan iritasi menahun
meningkatnya kejadian KNF dengan konsumsi bahan pada tenggorok (nasofaringitis kronik), makanan
makanan berupa ikan atau udang yang diawetkan panas atau pedas dan asap pembakaran hio diduga
dengan garam (diasinkan), seperti ikan asin (dry salted dapat mengaktifkan virus EB.14,22
fish), pindang asin dan udang asin, atau yang Dilaporkan juga bahwa risiko terkena KNF
dikeringkan dengan pengasapan. Penelitian pada pada perokok yang merokok lebih dari 20 batang
penduduk ras Cina di Hongkong dan Malaysia sehari ternyata dua kali lipat lebih besar dari pada
ditemukan ikan asin terbukti sebagai faktor risiko yang yang bukan perokok.22 Bahan karsinogenik di asap
sangat kuat terhadap kejadian KNF. Bubur ikan asin rokok yang diperkirakan berperan sebagai promotor
yang banyak di konsumsi penduduk di daerah Cina terjadinya KNF yaitu 3,4- benzypyrene dan polycyclic
Selatan sejak kecil, dikenal sebagai “Cantonese salted aromatic hydrocarbon. Namun demikian, Roezin
fish” terbukti mengandung nitrosamin. Nitrosamin mengatakan bahwa meskipun kebiasaan merokok
merupakan pro karsinogen dan promotor aktivasi EBV lebih sering dijumpai pada kelompok penderita KNF
diketemukan dalam kadar yang tinggi pada ikan asin. (49,38%) dibandingkan non KNF (32,10%) ternyata
Pro karsinogen merupakan karsinogen yang tidak menunjukkan kemaknaan secara statistik. Bahan
memerlukan perubahan metabolis agar menjadi lainnya yang diduga dapat mengaktifkan virus EB
karsinogen aktif (ultimate carcinogen), sehingga dapat antara lain debu yang mengandung kromium, nikel,
menimbulkan perubahan DNA, RNA, atau protein sel arsen, asap dari pembakaran dupa, rumput, tembakau,
tubuh.14,17,20,21 candu, kemenyan, kayu atau minyak tanah serta obat
Hubungan yang konsisten dan kuat antara nyamuk. Beberapa bumbu masak tertentu, makanan
kejadian KNF dengan konsumsi ikan asin dalam yang terlalu panas dan pedas juga dapat
waktu yang panjang dan dimulai sejak usia dini di meningkatkan kejadian KNF. Bahan-bahan ini
Hongkong pada sekitar 90 % kasus KNF. Pada proses mungkin berperan dalam mempercepat timbulnya
pengasinan atau pengeringan ikan (protein) dengan KNF bersama faktor predisposisi lainnya. Bahan
pemanasan sinar matahari terjadi reaksi biokimiawi karsinogen dapat mencapai nasofaring melalui
berupa nitrosasi. Gugus nitrit dan nitrat yang inhalasi, per-oral, subkutan dan intra vena.
terbentuk akan bereaksi dengan ekstrak ikan asin Kelembaban tinggi yang disertai adanya asap (polusi
menjadi nitrosamin dan beberapa volatile udara) dalam jangka waktu yang lama akan
nitrosamines antara lain senyawa N- memperbesar kemungkinan terjadinya KNF. Hal ini
nitrosodimethylamine (NDMA), N- terutama didasarkan atas kenyataan bahwa sebagian
nitrosodiethylamine (NDEA), N-nitrosodi-n- besar penderita KNF berasal dari golongan status
propylamine (NDPA), N-nitrosodi-butylamine ekonomi yang lebih rendah. Selain kondisi
(NDBA) dan N-nitrosomorpholine (NMOR). lingkungan yang buruk, terdapat beberapa bukti
Disamping sebagai pemicu aktifnya virus EB bahwa KNF berkaitan dengan kurangnya makan buah
(promotor, EBV inducer), beberapa senyawa ini atau sayuran segar. Defisiensi nutrisi khususnya
terutama NDMA dan NDEA bersifat karsinogenik hipovitaminose-A berhubungan erat dengan kejadian
aktif (epigenetic carcinogen). Selain ikan asin, KNF. Hal ini mungkin disebabkan karena difisiensi
nitrosamin juga ditemukan pada ikan atau makanan vitamin A, B, dan C menyebabkan terganggunya
yang diawetkan dengan nitrit atau nitrat sebagai pertumbuhan epitel. Konsumsi vitamin C dan E dapat
bahan aditif, sayuran yang diawetkan dengan cara mencegah pembentukan nitrosamin dalam tubuh.14
fermentasi atau diasinkan dan taoco di Cina Kadar
NDMA diketemukan dalam jumlah yang lebih tinggi Virus Epstein-Barr
setelah ikan asin bereaksi dengan asam lambung dan Virus Epstein-Barr (EBV) termasuk famili
nitrit. Hal ini menunjukkan bahwa nitrosamin dapat virus herpes yang merupakan penyebab
dibuat secara endogen pada proses pencernaan ikan mononukleosis akut dan salah satu faktor etiologi
asin di lambung. Selain nitrosamin, diduga ada pada KNF, karsinoma gaster serta limfoma akut.6
substrat atau bahan kimiawi lain yang terdapat di ikan Bukti kuat adanya peran EBV sebagai
asin yang dapat menyebabkan replikasi dan aktivasi penyebab KNF didasarkan atas laporan hasil
virus EB yang secara laten berada dalam epitel penelitian epidemiologi maupun laboratorik terutama
nasofaring dan limfosit B.14,21 serologi, virologi, patologi, dan biologi molekuler
Kebiasaan makan termasuk minum jamu, dengan ditemukannya23 :
merokok, dan minum alkohol serta kebersihan 1. Antibodi dengan titer yang tinggi terhadap
lingkungan yang buruk diduga dapat meningkatkan antigen EBV dalam serum
risiko terkena KNF. Sejumlah makanan dan tanaman 2. Antigen inti EBV (EBNA) di dalam sel tumor
obat, baik yang tradisional (jamu) ataupun yang nasofaring
berasal dari Cina (Chinese herbal medicine) dan 3. Genom EBV dalam bentuk plasmid di jaringan
minyak untuk hidung ternyata mengandung ester tumor nasofaring dan isolasi virus
forbol dan N-butyric acid yang selain dapat bertindak 4. DNA EBV pada jaringan kanker nasofaring
sebagai EBV inducer, juga mutagenik. Semacam teh 5. mRNA-EBV (EBERs) di sel kanker nasofaring
dari Cina dan Tunisia dapat merupakan bahan

118 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Keganasan yang disertai meningkatnya titer perubahan pada sel inang (hospes) apabila di aktifkan
antibodi terhadap virus EB hanya diketemukan pada oleh promotor. Walaupun untaian ganda DNA (double
KNF, dan tidak didapatkan pada keganasan di daerah stranded DNA) dari virus EB pada penelitian in vitro
kepala dan leher lainnya. Peningkatan titer antibodi terbukti dapat menyebabkan proliferasi dan
terhadap virus EB hanya dijumpai pada KNF dengan transformasi morfologik dari limfosit B maupun epitel
jenis WHO tipe 3 dan 2, sedangkan pada jenis WHO nasofaring, namun mekanisme virus EB dalam
tipe 1 tidak diketemukan peningkatan titer atau menyebabkan transformasi sel epitel nasofaring masih
meningkat dalam titer yang sangat rendah.6 belum diketahui dengan jelas.14
Penularan EBV lewat orofaring terjadi karena Virus EB akan mengekspresikan berbagai
kontak oral yang intim, atau melalui saliva yang macam antigen spesifik tergantung pada siklus
tertinggal pada peralatan makan. Kebiasaan makan hidupnya dalam sel inang. Pada fase infeksi laten,
secara tradisional dengan menggunakan sumpit untuk dibentuk protein inti (Epstein Barr nuclear antigen /
mengambil hidangan makanan diduga berkaitan EBNA) dan protein membran (latent membrane
dengan tingginya infeksi virus EB pada ras Cina. protein / LMP). Kedua antigen ini mempunyai
Karena mudah dan cepatnya terjadi penularan maka pengaruh terhadap proliferasi dan replikasi virus,
hampir semua individu dibawah 25 tahun sudah menyebabkan sel yang terinfeksi menjadi imortal.
terinfeksi virus EB.14 Antigen pada fase replikasi dini disebut early antigen
Infeksi primer alamiah dimulai pada masa (EA) yang dibentuk sebelum sintesa DNA virus. Pada
anak-anak, biasanya gejala klinik ringan atau bahkan fase lanjut dibentuk antigen kapsul (viral capsid
tanpa gejala. Di negara berkembang, hampir semua antigen / VCA) yang di-ekspresikan pada saat infeksi
(99,9 %) anak umur 3 tahun telah terinfeksi virus EB. aktif.23
Infeksi virus EB diperkirakan mengenai 80-90% Masuknya virus EB dalam tubuh menyebabkan
populasi di negara maju. Survei di Hongkong dibentuknya beberapa antibodi antara lain antibodi
menunjukkan bahwa semua anak ras Cina sebelum terhadap antigen kapsul (anti VCA) yang dapat
umur 15 tahun telah mempunyai antibodi terhadap digunakan sebagai petunjuk (petanda) infeksi virus EB.
virus EB. Keadaan ini menunjukkan bahwa meskipun Selanjutnya genom EBV yang berada dalam sel inang
hanya memberikan gejala klinik ringan, virus EB yaitu limfosit B dan / atau sel epitel faring akan
yang memasuki tubuh manusia akan menetap seumur mengalami fusi (terminal repeat EBV genome)
hidup (persisten). Hal ini mendukung pendapat bahwa sehingga terbentuk episom berbentuk lingkaran, atau
EBV infected lymphocytes and pharyngeal epithelium integrasi DNA EBV pada genom (kromosom) sel
banyak diketemukan pada orang normal.14 inang. Nukleus sel inang yang mengandung DNA
virus EB (integrated EBV genome) akan memberi
Patogenesis infeksi EBV dimulai dengan masuknya sinyal terbentuknya protein baru. Perubahan fase laten
virus EB pada epitel faring yang kemudian di ikuti ke bentuk litik dimulai dengan adanya aktivasi protein
dengan replikasi virus. Proliferasi limfosit B yang ZEBRA yang di sandi oleh gen BZLF-1. Ekspresi
pasif akibat provokasi virus EB diduga mendorong protein ini mengawali sintesis berbagai protein lainnya.
terjadinya translokasi gen c-myc dengan menghasilkan Sebanyak sekitar 85 gen EBV di transkripsi selama
suatu klon sel-sel limfosit B yang neoplastik. fase litik. Fase litik ditandai dengan berbagai ekspresi
Gangguan ekspresi protoonkogen karena terjadinya gen EBV antara lain protein transkripsi (BZLF-1), 6
translokasi gen c-myc mengakibatkan turunnya protein inti (EBV associated nuclear antigen/EBNA 1-
ekspresi gen-gen MHC (mayor histocompatibility 6) dan beberapa protein membran (latent membrane
complex) kelas I yang diperlukan untuk mengenali protein/LMP). EBNA dan LMP yang di ekspresikan
antigen asing oleh limfosit T sitotoksik (CD8). dipermukaan limfosit B, disebut sebagai LYDMA
Menurunnya kemampuan sT CD8 dalam mengenal dan (lymphocyte detected membrane antigen) merupakan
menghancurkan sel kanker berakibat perkembangan sel kompleks antigen yang dapat dikenali oleh sel NK dan
kanker yang seakan tanpa hambatan. EBV dalam limfosit T cytotoxic / suppressor melalui HLA (MHC).
siklus litik menghasilkan protein yang disebut BZLF1 Sel limfosit B yang terinfeksi virus EB dapat
yang dapat menghilangkan fungsi protein p53. dihancurkan (lisis) oleh sel NK dan limfosit T c/s
Inaktivasi dari oncoprotein yang merupakan produk melalui ikatan HLA - antigen restricted limfosit T c/s.
dari tumor suppressor gene (p53) menyebabkan Adanya EBNA menimbulkan reaksi tubuh dengan
hilangnya hambatan proliferasi sel yang berakibat membentuk anti EBNA.23
proliferasi yang tak terkendali.14 Salah satu protein produk onkogen virus EB
Mekanisme karsinogenesis lainnya yaitu yang secara in vitro terbukti menyebabkan
melalui insersi sebagian atau seluruh DNA virus EB transformasi sel epitel faring maupun limfosit B
pada kromosom sel inang (hospes). Penggabungan menjadi bentuk yang imortal adalah EBV-nuclear
DNA ini dalam waktu yang lama menimbulkan mutasi antigen 1 (EBNA-1) dan latent membrane protein 1
gen p53 sehingga sel bebas mengadakan replikasi dan 2 (EBV-LMP 1, 2). Beberapa bukti penelitian
DNA.14 menunjukkan bahwa untuk dapat menimbulkan
Infeksi virus EB secara tersendiri tidak akan terjadinya perubahan keganasan dan replikasi tanpa
menimbulkan KNF. Virus EB baru akan menimbulkan kontrol pada sel “host” (in vivo), virus EB harus

119 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
mengalami aktivasi terlebih dahulu. Berdasarkan Ekspresi bcl-2 yang terdapat di dalam sel
penelitian pada hewan, beberapa bahan diduga dapat displastik dari lesi pra-kanker tingkat tinggi (NPIN III)
bertindak sebagai mediator yang dapat mengaktifkan berperan dalam menghambat proses apoptosis.
virus EB antara lain yaitu nitrosamine, benzopyrene, Kemudian faktor lingkungan, perubahan genetik
bensoanthracene dan beberapa hydrocarbon. Zat-zat seperti aktivasi telomerase, inaktivasi gen p16/p15,
ini terutama nitrosamin, banyak dijumpai pada bahan delesi kromosom 11q dan 14q juga berperan dalam
makanan yang di awetkan dengan cara di asinkan tahap awal perkembangan KNF.17
(misalnya ikan asin, sayur asin, soy beans salted) Peran LOH (Loss of Heterozygosity) pada
maupun dengan pengasapan misalnya smoked salmon. kromosom 14q dan overekspresi dari gen c-myc,
Beberapa pengobatan dengan menggunakan bahan dari protein ras dan p53 berperan dalam progresi karsinoma
tumbuh-tumbuhan (herbal) pada pengobatan yang invasif. Selain itu, mutasi gen p53 dan perubahan
tradisional yang berasal dari Cina (Chinese traditional genetik lainnya juga berperan dalam proses
medicine) diduga mengandung N - butyric acid yang metastasis.17
juga dapat bertindak sebagai ko-faktor atau promotor
terjadinya KNF melalui aktivasi virus EB. Bahan yang
di produksi oleh bakteri yang hidup di mukosa
nasofaring juga berpengaruh terhadap replikasi dan
reaktivasi virus EB.14,23
Keganasan di nasofaring yang dihubungkan
dengan virus EB ini terutama jenis karsinoma
anaplastik atau undifferentiated (WHO tipe 3) dan
sebagian jenis karsinoma sel skuamosa non keratinisasi
(WHO tipe 2). Karena tidak diketemukan DNA virus
EB pada jaringan tumor, maka jenis karsinoma sel
skuamosa (WHO tipe 1) diperkirakan tidak berkaitan Patogenesis Karsinoma Nasofaring17
dengan infeksi virus EB. Tidak adanya peningkatan
titer antibodi atau peningkatan titer antibodi terhadap Histopatologi
virus EB yang sangat sedikit, maka KNF jenis WHO Sejak tahun 1991, WHO membagi KNF ke dalam
tipe 1 diduga disebabkan karena mutasi genetik yang tiga tipe, yaitu24 :
terjadi spontan atau karena induksi bahan kimiawi 1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (keratinized
karsinogenik.14 squamous cell carcinoma). Tipe ini mempunyai
Meskipun hubungan EBV dengan kejadian sifat pertumbuhan yang jelas pada permukaan
KNF sangat kuat, namun pada kenyataannya tidak mukosa nasofaring. Sel-sel kanker dapat
semua individu yang terinfeksi EBV akan berkembang berdiferensiasi baik sampai sedang, dan
menjadi KNF. Keadaan ini menunjukkan bahwa EBV menghasilkan relatif cukup banyak bahan keratin
secara tersendiri masih belum dapat menginduksi didalam maupun diluar sel.
transformasi maligna dari sel mukosa nasofaring 2. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratin
normal. Transformasi sel baru terjadi bila EBV (nonkeratinized squamous cell carcinoma). Tipe
mengalami aktivasi terlebih dahulu, baru kemudian ini paling banyak variasinya, sebagian tumor
dapat mempengaruhi sel inang (host cell) sehingga dengan diferensiasi sedang dan sebagian lainnya
menjadi maligna dan mengadakan replikasi tanpa dengan sel-sel yang lebih kearah diferensiasi baik.
kontrol. Aktivasi EBV terjadi oleh karena faktor Seringkali menyerupai gambaran pada karsinoma
pendukung lain.14 sel transisional.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated
Patogenesis carcinoma). Kelompok disini mempunyai
KNF terjadi akibat perubahan genetik yang gambaran patologi yang sangat heterogen.
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik virus maupun Termasuk disini karsinoma anaplastik,
faktor kimiawi. Keterlibatan faktor kerentanan genetik limfoepitelioma, clear cell carcinoma dan varian
dan delesi pada kromosom 3p/9p berperan pada tahap sel spindel.
awal perkembangan kanker. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan genetik dapat dirangsang oleh
karsinogen kimia di lingkungan yang menyebabkan
transformasi epitel normal ke lesi pra-kanker tingkat
rendah, seperti NPIN I dan II. Penemuan berikutnya
menunjukkan bahwa infeksi laten virus EB berperan
dalam progresi lesi pra-kanker tingkat rendah ke
tingkat tinggi yaitu NPIN III. Infeksi laten virus EB
juga berperan penting dalam proses seleksi klonal dan
perkembangan lebih lanjut.17

120 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin25 atau berupa epistaksis. Gangguan penciuman dan
obstruksi biasanya menetap dan bertambah berat
akibat massa tumor yang menutupi koana. Gejala
lanjut yang paling sering dijumpai dan mendorong
pasien untuk datang berobat adalah pembesaran
kelenjar getah bening leher unilateral atau
bilateral.17
Gejala lain yang dapat terjadi adalah kelumpuhan
saraf intrakranial. Tumor dapat meluas kearah
superior menuju ke intra kranial dan menjalar
sepanjang fosa kranii media (penjalaran
petrosfenoid). Biasanya tumor masuk rongga
tengkorak melalui foramen laserum, menimbulkan
kerusakan atau lesi pada grup anterior saraf otak
Karsinoma Sel Skuamosa Tidak Berkeratin25 yaitu N. III, IV, V dan N VI. Paling sering terjadi
gangguan N.VI (keluhan diplopia) yang disusul
N.V (keluhan neuralgi trigeminal dan parestesi
wajah). Peneliti luar negeri melaporkan saraf
kranial yang tersering mengalami gangguan
adalah N. V, kemudian disusul N. VI. Bila semua
saraf grup anterior terkena gangguan maka timbul
kumpulan gejala yang disebut sebagai sindroma
petrosfenoid yaitu neuralgia trigeminal dan
oftalmoplegia unilateral, amaurosis dan nyeri
kepala hebat karena penekanan tumor pada dura
mater. Terkenanya N. III menimbulkan gejala
ptosis dan klinis didapatkan fiksasi bolamata
Karsinoma tidak berdiferensiasi25 (oftalmoplegi) kecuali untuk pergerakan ke lateral
karena kelumpuhan muskulus rektus internus
Di Amerika Utara, ditemukan pasien KNF superior dan inferior serta muskulus palpebrae
dengan jenis histopatologi WHO tipe 1 sekitar 25%, inferior dan obliqus. Gangguan N.IV
WHO tipe 2 12%, dan WHO tipe 3 63%. Sedangkan di menimbulkan kelumpuhan muskulus obliqus
Cina Selatan ditemukan sekitar 3% WHO tipe 1, 2% inferior bolamata. Lesi saraf ini jarang merupakan
WHO tipe 2, dan 95% WHO tipe 3.24 WHO tipe 3 kelainan yang berdiri sendiri tetapi lebih sering
pada karsinoma nasofaring merupakan tipe diikuti kelumpuhan N.III. Biasanya penekanan
histopatologi yang paling sering dan endemik, saraf-saraf ini terjadi didalam atau pada dinding
terutama di Asia Tenggara.6 lateral sinus kavernosus. Gangguan N.VI
mengakibatkan kelumpuhan m. rektus bulbi lateral
sehingga timbul keluhan penglihatan dobel dan
Diagnosis mata tampak juling (strabismus konvergen).
Keluhan lain akibat perluasan ke intra kranial
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala berupa sakit kepala yang sering kali hebat.
klinis, pemeriksaan nasofaring, pemeriksaan radiologi, Perluasan tumor kearah anterior menuju rongga
pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan patologi.4,14,26 hidung, sinus paranasal, fosa pterigopalatina dan
dapat sampai apeks orbita. Tumor besar dapat
a. Gejala Klinis mendesak palatum mole, menimbulkan gejala
Gejala yang timbul pada KNF biasanya obstruksi jalan napas atas dan jalan makanan.
berhubungan dengan letak tumor, penyebaran, dan Perluasan tumor kearah postero-lateral menuju ke
stadiumnya. Karena nasofaring terletak di daerah ruang parafaring dan fosa pterigopalatina yang
yang sulit dilihat dari luar, gejala dini sering tidak kemudian masuk foramen jugulare (penjalaran
dikenali sehingga penderita kebanyakan datang retroparotidian). Disini yang terkena adalah grup
dengan keluhan benjolan di leher akibat posterior syaraf otak yaitu N. VII sampai dengan
penyebaran tumor ke kelenjar getah bening N. XII, serta nervus simpatikus servikalis yang
regional. Biasanya keluhan pertama yang muncul berjalan menuju fasia orbitalis. Bila terjadi
adalah keluhan pada telinga atau hidung yang kelumpuhan N. IX, X, XI dan XII disebut sebagai
bersifat unilateral. Keluhan di telinga dapat berupa sindroma retroparotidean, atau sindroma
gejala oklusi tuba Eustachius sampai otitis media Jackson.17 Manifestasi kelumpuhan saraf tersebut
serosa dan perforasi membran timpani. Gejala adalah sebagai berikut17:
pada hidung dapat berupa sumbatan hidung
dengan atau tanpa ingus yang bercampur darah

121 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot Pada kasus yang sulit, diperlukan pemeriksaan
konstriktor superior, dan gangguan pengecapan dengan teknik nasofaringoskopi, dan jika perlu
pada sepertiga belakang lidah. digunakan anestesi lokal. Flexible fibrescope atau
N. X : hiper/hipo/anestesi mukosa palatum mole, endoskop Hopkins kaku 00 dan 300 cukup baik
faring dan laring (gejala regurgitasi, bindeng) disertai dipakai untuk pemeriksaan nasofaring secara lebih
gangguan menelan, respirasi dan salivasi. rinci. Dengan alat ini dapat dideteksi seluruh
N. XI : hemiparesis palatum mole dan sulit permukaan rongga hidung dan nasofaring.6
mengangkat bahu karena kelumpuhan atau atrofi otot
trapesius dan sternokleidomastoid.
N. XII : gangguan menelan, hemiparalisis dan atrofi
lidah unilateral.
Gejala penekanan saraf-saraf ini dapat disertai
gejala akibat kelumpuhan dari nervus simpatikus
servikalis berupa penyempitan fisura palpebralis,
enoftalmi dan miosis yang dikenal sebagai sindroma
Horner. Nervus VII dan N.VIII jarang terkena karena
letaknya tinggi dan berada dalam kanal tulang.
Kelainan neurologik pada KNF ini berkisar antara 29-
53%. Tumor di postero-lateral nasofaring dapat
menginfiltrasi otot-otot mengunyah, terutama otot
pterigoid internus yang berakibat trismus. Perluasan
tumor kearah inferior menuju rongga mulut atau regio
retrotonsil yang juga dapat berakibat sumbatan jalan
makan dan napas.14.17
Gejala lain KNF adalah trismus yang
disebabkan oleh infiltrasi tumor pada muskulus
Nasofaringoskopi tumor14
pterigoideus yang menyebabkan gangguan membuka
mulut. Apabila tumor telah menginvasi otot levator
c. Pemeriksaan Radiologi
velli palatini maka akan mengakibatkan paralisis
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk
palatum. Keadaan ini jarang terjadi, dan biasanya
mendapatkan informasi adanya tumor,
akibat gejala sisa radioterapi berupa fibrosis otot
perluasan, serta kekambuhan paska terapi.
tersebut.17
Pemeriksaan radiologi untuk karsinoma
Gejala metastasis jauh jarang terjadi, dan
nasofaring terdiri dari foto polos tengkorak,
yang paling sering adalah metastasis ke paru-paru,
CT scan, dan MRI.17,26,28
tulang, dan hepar. Metastase ke otak terjadi melalui
1. Foto polos tengkorak dilakukan untuk
penjalaran secara hematogen, sedangkan penyebaran
mengetahui adanya jaringan lunak di
ke hipofisis dapat terjadi akibat perluasan langsung
dinding posterior pada proyeksi lateral,
dari tumor primer. Metastasis KNF ke epidural medula
melihat struktur tulang dan foramen pada
spinalis dapat menyebabkan penekanan medula
proyeksi basis, serta mengetahui ekspansi
spinalis, dengan gejala sisa paraplegia dan
tumor ke hidung dan sinus paranasal pada
inkontinensia.6
proyeksi antero-posterior dan Waters.
2. Tomografi Komputer (CT scan)
b. Pemeriksaan Nasofaring
mempunyai keuntungan dan nilai
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat
diagnosis tinggi yaitu kemampuan
dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak
membedakan berbagai densitas di
langsung) dengan menggunakan kaca laring yang
nasofaring dan dapat menilai perluasan
kecil, dan cara nasofaringoskopi langsung dengan
tumor, penyebaran ke kelenjar limfa leher,
alat endoskop/nasofaringoskop kaku (rigid
destruksi tulang serta penyebaran ke
nasopharyngoscope). Alat ini terdiri dari berbagai
intrakranial.
sudut pencahayaan, biasanya dihubungkan dengan
sumber cahaya dan monitor TV. Penggunaan alat
ini dapat melalui hidung (transnasal), atau mulut
(trans-oral). Alat-alat tersebut dapat digunakan
untuk melihat keadaan massa di nasofaring,
berupa massa yang eksofitik atau berupa
penonjolan submukosa.14
Dengan pemeriksaan rinoskopi posterior sering
ditemukan kesulitan karena yang dilihat hanya
berupa gambaran atau bayangan yang ada di kaca.

122 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
VCA terjadi setelah sintesis DNA virus,
dengan demikian antibodi ini berkaitan
T Scan Karsinoma Nasofaring26 dengan fase lanjut dari infeksi virus EB.
Imunoglobulin A anti VCA ini akan tetap ada
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan seumur hidup, titernya akan meningkat sesuai
pemeriksaan tambahan dari CT scan karena dapat dengan stadium penyakitnya. Imunoglobulin
membedakan antara jaringan lunak dan cairan A anti EBV-VCA ini dapat merupakan
misalnya retensi cairan akibat invasi ke sinus pertanda tumor (tumor marker) yang spesifik
paranasal. untuk deteksi KNF terutama pada stadium
dini (nilai diagnostik), memantau hasil
pengobatan dan memperkirakan kekambuhan
(nilai prognostik).14

IgG anti EBV-EA terbentuk sebelum sintesis


DNA virus yaitu pada fase dini siklus
replikasi virus. Adanya kenaikan titer IgG anti
EBV-EA sudah ditemukan sebelum
metastasis secara klinik terjadi. Titer IgG anti
EBV-EA dianggap positif bila  1/80.
Berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi,
IgG anti EBV-EA dapat dibedakan menjadi 2
MRI sagital menunjukkan tumor tipe yaitu tipe terbatas (EA-restricted) dan
pada atap dan dinding posterior tipe menyebar (EA-diffuse). Penurunan titer
nasofaring3 IgG anti EBV-EA (D) didapatkan pada semua
penderita KNF yang telah mendapatkan
pengobatan dengan radiasi dan tidak pada
d. Pemeriksaan Serologi penderita dengan kanker kepala dan leher
Pemeriksaan serologi sangat menunjang lainnya. Bila titernya meningkat lagi harus
diagnosis KNF. Virus Epstein-Barr yang dicurigai adanya kekambuhan atau metastasis.
diketahui sebagai etiologi KNF mengandung Dengan demikian pemeriksaan IgG anti EBV-
antigen virus, antara lain EBV- VCA, EA, EA lebih berguna untuk menentukan
LMA 1-6 dan EBNA 1-3. Pemeriksaan perjalanan penyakit dan prognosis KNF.14
serologi dilakukan untuk mendeteksi antibodi
yang terbentuk yaitu IgA anti EBV-VCA, IgA
anti EBV-EA, antibodi terhadap antigen e. Pemeriksaan Patologi (Biopsi)
membran, antibodi terhadap inti virus Diagnosis pasti KNF ditegakkan berdasarkan
(Epstein Barr Nuclear Antigen/EBNA), hasil pemeriksaan jaringan tumor di
antibodi terhadap EBV-Dnase dan antibody nasofaring (ditemukan sel-sel ganas) yang
dependent cellular cytotoxicity (ADCC). Titer diperoleh dari jaringan hasil biopsi. Apabila
antibodi spesifik ini dapat ditemukan dengan penderita yang menunjukkan hasil
pemeriksaan imunofluoresensi (IF), enzyme pemeriksaan serologi yang positif, tetapi hasil
linked immunosorbent assay (ELISA) dan biopsi negatif tetap tidak dapat dianggap
radio-immuno assay. Dapat juga menderita KNF. Ada beberapa cara melakukan
menggunakan teknik PCR pada material yang biopsi, yaitu biopsi buta (blind biopsy), biopsi
diperoleh dari aspirasi biopsi jarum halus buta terpimpin (guided biposy), biopsi dengan
pada metastase kelenjar getah bening leher. nasofaringoskopi direkta, dan biopsi dengan
Virus Epstein Barr biasanya ditemukan pada fibernasolaringoskop.14
undifferentiated carcinoma dan
nonkeratinizing squamous cell carcinoma. Stadium Tumor
Pada pasien KNF dapat dideteksi antibodi
IgG yang ditemukan pada awal infeksi virus
dan antibodi IgA yang ditemukan pada kapsid Klasifikasi stadium karsinoma nasofaring menurut
antigen virus. Ig A anti VCA adalah antibodi American Joint Comittee on Cancer (AJCC) tahun
yang paling spesifik untuk diagnosis dini KNF dan 200229
dapat dipakai sebagai tumor marker. Antibodi ini
dianggap positif bila titernya > 5. Kadang-kadang T : Tumor primer
titernya meninggi sebelum gejala KNF timbul.
Antibodi IgA terhadap viral capsid antigen Tx : Tumor primer tidak
EBV ternyata lebih spesifik dibandingkan dapat ditemukan
dengan IgG. Pembentukan IgA anti EBV- T0 : Tidak ditemukan adanya
tumor primer
123 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Tis : Karsinoma in situ T2a – N1 – M0; T2b –
T1 : Tumor terbatas pada N0,N1 – M0
nasofaring Stadium III : T1 – N2 – M0;
T2 : Tumor meluas sampai T2a,T2b – N2 –
jaringan lunak pada M0; T3 –
orofaring dan rongga hidung N0,N1,N2 – M0
T2a : Tumor tanpa Stadium IVA : T4 – N0,N1,N2 –
perluasan ke daerah M0
parafaring Stadium IVB : Semua T – N3 –
T2b : Dengan M0
perluasan ke daerah Stadium IVC : Semua T – semua
parafaring N – M1
T3 : Tumor meluas ke struktur
tulang sekitarnya dan atau
ke sinus paranasal Penatalaksanaan
T4 : Tumor meluas ke daerah a. Radioterapi
intrakranial atau terlibatnya Radioterapi merupakan pengobatan utama pada
saraf kranialis, fossa kKNF. Radioterapi juga efektif terhadap terapi
infratemporal, hipofaring, paliatif pada kasus yang sudah metastasis jauh.
orbita, atau ruang mastikator Radioterapi pada penderita KNF tanpa metastasis
merupakan terapi kuratif utama yang dapat
N : Pembesaran kelenjar diberikan dalam dua tipe yaitu radioterapi eksternal
getah bening (KGB) dan brakhiterapi.6
regional
Radioterapi mematikan sel dengan cara merusak
Nx : Pembesaran KGB regional DNA dan mengakibatkan destruksi sel tumor.
tidak dapat ditentukan Disamping itu radioterapi memiliki kemampuan
N0 : Tidak ada pembesaran KGB untuk mempercepat proses apoptosis sel tumor.
regional Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat
N1 : Metastasis unilateral KGB mematikan sel tumor. Radioterapi memiliki
dengan ukuran ≤ 6 cm kemampuan mengurangi rasa sakit dengan
dalam ukuran terbesar, mengecilkan ukuran tumor sehingga mengurangi
terletak di atas fosa pendesakan di area sekitarnya. Disamping itu juga
supraklavikular berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan
N2 : Metastasis bilateral KGB perdarahan dari massa tumor.6
dengan ukuran ≤ 6 cm
dalam ukuran terbesar, Dosis radiasi yang dibutuhkan untuk eradikasi
terletak di atas fosa tumor tergantung dari besarnya tumor. Untuk KNF
supraklavikular yang masih dini (T1 dan T2) diberikan radiasi
N3 : Metastasis KGB dengan dengan dosis sebesar 1,8-20 Gy per fraksi, 5 kali
ukuran > 6 cm atau terletak seminggu tanpa istirahat selama sekitar 6–7,5
pada fosa supraklavikular minggu sampai mencapai dosis total 60-70 Gy.
N3a : Ukuran KGB > 6 Sedangkan untuk KNF dengan ukuran tumor yang
cm lebih besar (T3 dan T4) diberikan dosis total radiasi
N3b : menginvasi KGB pada tumor primer di nasofaring yang lebih tinggi
fosa supraklavikular yaitu 70–75 Gy. Bila tidak didapatkan metastasis di
KGB leher (N0) maka diberikan radiasi profilaktik
M : Metastasis jauh dengan dosis sekitar 40-50 Gy dalam empat atau
empat setengah minggu, sedangkan bila ada
Mx : Adanya metastasis jauh pembesaran KGB di leher (metastasis regional)
tidak dapat ditentukan diberikan radiasi yang dosisnya sama dengan tumor
M0 : Tidak ada metastasis jauh primernya. Bila masih didapatkan residu tumor,
M1 : Terdapat metastasis jauh diberikan radiasi tambahan (booster) dengan area
diperkecil hanya pada tumornya saja sebesar 10-15
Stadium Gy sehingga mencapai dosis total sebesar 75-80
Gy. Selain radiasi eksterna, radiasi tambahan dapat
Stadium 0 : Tis – N0 – M0 diberikan dengan cara radiasi interna
Stadium I : T1 – N0 – M0 (brakhitherapi).14,17
Stadium IIA : T2a – N0 – M0 Brakhiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis
Stadium IIB : T1 – N1 – M0; tinggi terhadap jaringan dengan volume kecil.

124 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Pemberian brakhiterapi terhadap tumor primer dalam pencegahan adalah belum diketahuinya dengan
KNF dapat dibagi berdasarkan beberapa indikasi. pasti bagaimana, dalam keadaan apa dan sejauh
Indikasi tersebut adalah tumor persisten lokal mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
setelah 4 bulan pemberian radioterapi primer patogenesis KNF.14
sebagai terapi tambahan setelah radioterapi Di Indonesia, beberapa faktor yang dapat
eksternal dan untuk tumor persisten regional diidentifikasi terutama berhubungan dengan faktor
dimana brakhiterapi diberikan pada penderita yang kebiasaan dan lingkungan terutama pada penduduk
akan menjalani diseksi leher.6 golongan sosial ekonomi rendah. Faktor-faktor
Brakhiterapi dilakukan dengan menggunakan tersebut misalnya makan ikan asin, pemakaian
endotracheal tube. Pada awalnya brakhiterapi kecap, pemakaian kayu bakar, lampu minyak, dan
hanya diberikan pada tumor primer T1 atau T2 asap obat nyamuk. Faktor lingkungan yang buruk,
yang rekuren setalah pemberian radioterapi baik di rumah maupun di tempat kerja dengan
eksternal. Biasanya diberikan pada tumor yang ventilasi yang kurang akan menambah besarnya
hanya melibatkan nasofaring, para-nasofaring, dan faktor risiko.14
atau fosa posterior nasal. Diberikan dosis 45–50 Untuk menghindari, mengurangi, atau
Gy kemudian diikuti dengan tambahan dosis 20 menghilangkan faktor-faktor risiko tersebut perlu
Gy.6 diadakan penyuluhan kepada masyarakat, baik oleh
pemerintah maupun badan-badan swasta (LSM) yang
bergerak dalam usaha penanggulangan kanker. Usaha
b. Kemoterapi yang tak kalah pentingnya yaitu upaya yang untuk
Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF meningkatkan status sosial ekonomi penduduk
yang rekuren atau yang telah mengalami terutama penduduk pedesaan.14
metastasis. Mekanisme kerja kemoterapi adalah Dengan ditemukan bukti-bukti yang kuat bahwa
sebagai antimetabolit, mengganggu struktur dan virus EB memegang peranan yang penting dalam
fungsi DNA serta inhibitor mitosis. Antimetabolit patogenesis KNF maka saat ini telah mulai dilakukan
bekerja dengan menghambat biosintesis purin atau berbagai penelitian untuk membuat vaksin terhadap
pirimidin, sehingga dapat mengubah struktur DNA virus EB. Apabila vaksin yang efektif telah
dan menahan replikasi sel.6, 17 ditemukan, maka vaksinasi dapat segera diberikan
Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat terutama pada golongan penduduk dengan risiko
pembelahan sel pada semua siklus sel (Cell Cycle tinggi terkena KNF.14
non Specific) baik dalam siklus pertumbuhan sel Selain itu, mengingat letak nasofaring tidak
maupun dalam keadaan istirahat, yaitu cisplatin, mudah diperiksa, gejala dini sering tidak dikenali
doxorubicin, dan bleomycin. Disamping itu ada sehingga penderita kebanyakan datang pada stadium
juga obat kemoterapi yang hanya bekerja lanjut, perlu dilakukan skrining KNF untuk deteksi
menghambat pembelahan sel pada siklus dini, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih awal
pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase specific), dan menurunkan tingkat mortalitas.17 Untuk mencapai
yaitu metrotrexate dan 5-fluorouracil (5-FU).6, 17 tujuan ini perlu kerjasama dari berbagai sektor terkait
Kemoterapi dapat diberikan secara seperti Dinas Kesehatan, Pemda, LSM, Institusi
bersamaan dengan radioterapi (kemoradioterapi) Pendidikan Dokter/Perawat, IDI dan profesi (Perhati-
yang dimaksudkan untuk mempertinggi manfaat KL, IAPI). Selain itu dokter atau tenaga kesehatan
radioterapi. Kemoradioterapi dapat mengontrol pada lini pertama perlu meningkatkan pengetahuan
tumor secara lokoregional dan meningkatkan mengenai KNF.14,15
survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker
secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Kemoradioterapi juga dapat mengontrol metatasis
jauh dan mengontrol mikrometastasis. Dengan
cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker
yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah
sel kanker yang radioresisten menjadi lebih
sensitif terhadap radiasi.6,17,30

Deteksi Dini

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,


KNF disebabkan oleh multifaktor yaitu infeksi virus
EB, pengaruh faktor lingkungan, ras (genetik), dan
sebagainya. Pencegahan KNF harus ditujukan untuk
menghindarkan, mengurangi atau menghilangkan
faktor-faktor tersebut. Salah satu hambatan utama

125 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Ciptomangunkusumo General Hospital. In :
Tjokronegoro A. et al. Eds. Cancer in Asia
Pacific. Vol 1. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Algoritma Skrining Karsinoma Nasofaring31 Kedokteran Universitas Indonesia 1988 : 499-513

12. Data Pasien Onkologi di Bagian/SMF Ilmu


Kesehatan THT-KL RSUP Dr. Hasan Sadikin.
DAFTAR PUSTAKA 2005-2009. Bandung.

13. Razak ARA, Siu LL, Liu FF, Ito E, O’Sullivan


1. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher B, Chan K. Nasopharyngeal Carcinoma: The
Berdasarkan Diagnosis Patologi Anatomi di RS. Next Challenges. European Journal of Cancer.
Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – 2010;46(11):1967-78.
31 Desember 2005. 2006.
14. Dewi YA. Karsinoma Nasofaring. Bandung:
2. Attar E, Dey S, Hablas A, Seifeldin IA, Ramadan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,
M, Rozek LS, et al. Head and Neck Cancer in a THT-KL; 2010.
Developing Country: A Population-based
Perspective Across 8 Years. European Journal of 15. Fles R, Wildeman MA, Sulistiono B, Haryana
Cancer. 2010;46(8):591-6. SM, Tan IB. Knowledge of General Practitioners
About Nasopharyngeal Cancer at the Puskesmas
3. Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ. in Yogyakarta, Indonesia. BMC Medical
Principles and Practice of Head and Neck Education. 2010;10(1):1-6.
Oncology. London and New York: Martin
Dunitz; 2003. 16. Head and Neck Cancer : Question and Answer.
National Cancer Institute; 2005 [cited 2010 02
4. Shah JP. Atlas of Clinical Oncology Cancer of 12]; Available from:
the Head and Neck. Hamilton, London: BC http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/Sit
Decker Inc; 2001. es-Types/head-and-neck.

5. Karsinoma Nasofaring. 2009 [cited 2010 01 12]; 17. Hasselt CAV, Gibb AG. Nasopharyngeal
Available from: Carcinoma. Hong Kong and London: The
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/karsinoma Chinesse University Press, Greenwich Medical
-nasofaring.html. Media LTD.; 1999.

6. Munir D. Karsinoma Nasofaring. Medan: USU 18. Standring S. Gray's Anatomy - The Anatomical
press; 2009. Basis of Clinical Practice. London: Elsevier;
2008.
7. Cao S, Simons M, Qian C. The Prevalence and
Prevention of Nasopharyngeal Carcinoma in 19. Ren ZF, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD,
China. Pubmed. 2011;30(2):114-9. Fenga QS, et al. Effect of Family History of
Cancers and Environmental Factors on Risk of
8. Wei KR, Yu YL, Yang YY, Ji MF, Yu BH, Liang Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong,
Z, et al. Epidemiological Trends of China. ScienceDirect - Cancer Epidemiology.
Nasopharyngeal Carcinoma in China. Asian 2010;34(4):419-24
Pacific Journal of Cancer. 2010;11:29-32.
20. Jia W, Luo X, Feng B, Ruan H, Bei J, Liu W, et
9. Dharishini P. Gambaran Karakteristik Penderita al. Traditional Cantonese Diet and
Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Nasopharyngeal Carcinoma Risk: a Large-Scale
Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember Case-Control Study in Guangdong, China.
2009. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. Pubmed. 2010;10:446.

10. Hadi W. Aspek Klinis dan Histopatologis 21. Wee J, Ha T, Loong S, Qian C. Is
Karsinoma Nasofaring di Lab/SMF THT FK Nasopharyngeal Cancer Really a "Cantonese
Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya, tahun 1997. Cancer"? Pubmed. 2010;29(5):517-26.
Lab/SMF THT FK Unair/RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 1998. Referat 22. Friborg J, Yuan J, Wang R, Koh W, Lee H, Yu
M. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol
11. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas
Nasopharyngeal Carcinoma in

126 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
in Singapore Chinese. Pubmed.
2007;109(6):1183-91.

23. Thompson MP, Kurzrock R. Epstein-Barr Virus


and Cancer. American Association for Cancer
Research. 2004 February 1;10:803-21.

24. Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery


- Otolaryngology. Texas, Pennsylvania:
Lippincott Williams and Wilkins; 2006.
25. Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical
Pathology. Philadelphia: Mosby; 2004.

26. Surarso B. Tanda dan Gejala Klinis Karsinoma


Nasofaring. Surabaya: THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr.
Soetomo2009.

27. Hawke M, Bingham B, Stammberger H,


Benjamin B. Diagnostic Handbook of
Otolaryngology: Martin Dunitz.

28. King AD, Bhatia KSS. Magnetic Resonance


Imaging Staging of Nasopharyngeal Carcinoma
in the Head and Neck. World Journal of
Radiology. 2010;2(5):159-65.

29. Lee KJ, editor. Essential Otolaryngology Head


and Neck Surgery. 9 ed. Connecticut: McGraw-
Hill; 2008.

30. Xu T, Hu C, Wang X, Shen C. Role of


Chemoradiotherapy in Intermediate Prognosis
Nasopharyngeal Carcinoma. European Journal of
Cancer. 2011;47(5):408-13.

31. Guidelines on Cancer Prevention, Early Detection


& Screening Nasopharyngeal carcinoma (NPC).
The Hong Kong Anti-Cancer Society. 2008.

127 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
SUMBATAN JALAN NAFAS BAGIAN ATAS

Sumbatan jalan napas bagian atas yang untuk setiap kasus insufisiensi respirasi karena
merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang THT hipoventilasi alveoli, untuk mengeluarkan sekret atau
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan antara lain untuk keperluan pemasangan alat bantu pernafasan.
kelainan kongenital, benda asing, infeksi, trauma, Tindakan trakeostomi mempunyai sejarah yang
paralisis plika vokalis, dan tumor. Gejala klinis dari panjang dimaa Mc Clelland percaya terdapat 5 periode
sumbatan jalan nafas ini bervariasi tergantung berat dalam perkembangan dan penerimaan tindakan
ringannya sumbatan yang terjadi gejala klinisnya trakeostomi. Periode I, Asclepiades yang lahir sekitar
seperti dispnea, pernapasan cuping hidung, disagia, tahun 124 SM merupakan orang yang pertama
stridor inspiratoar, suara serak atau parau, retraksi otot melakukan trakeostomi ini. Keberhasilan tindakan ini
pernapasan (suprasternal, supraklavikula, interkostal, dicatat oleh Brasallova pada tahun 1546, pada kasus
epigastrik) dan takikardia disertai kelelahan. Bila Ludwig Angina. Periode II, antara tahun 1546-1833,
gejala menghebat penderita tampak gelisah kehilangan dimana pada masa ini tindakan trakeostomi sangat
orientasi, pucat, sianosis, dan akhirnya menjadi lemah. ditakuti karena tingginya angka kegagalan. Periode III,
Infeksi pada saluran napas atas termasuk dipopulerkan oleh Chevallier Jackson, 1921, yang
infeksi laring akut dan kronis dapat berlanjut menjadi mengemukakan teknik-teknik modern untuk
suatu obstruksi jalan nafas. Infeksi laring ini dapat trakeostomi dan menentang dilakukanya insisi pada
diderita oleh semua tingkatan usia. berdasarkan kondisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama untuk
anatominya, infeksi laring pada anak lebih mengurangi angka komplikasi yang tinggi akibat
menimbulkan masalah dibandingkan orang dewasa. stenosis subglotik latrogenik. Pada masa ini indikasi
Penyebab tersering untuk obstruksi jalan trakeostomi adalah sumbatan jalan nafas bagian atas.
napas karna infeksi pada laringo-trakeo-bronkitis akut. Periode IV, dimulai tahun 1932, saat Wilson dan
Kondisi ini timbul paling banyak pada anak anak. Galloway mengemukaan bahwa koreksi jalan nafas
Obstruksi disebabkan oleh edema mukosa laring, dapat dilakukan pada kasus-kasus seperti poliomielitis,
trakea, dan bronkus, dan juga oleh sekret yang kental. cedera kepala dan dada yang beat, intoksikasi
Serak, batuk kering, stridor, dispne, kelelahan dan barbiturat dan pasca operasi. Periode V, mulai tahun
demam dapat timbul bila penyakit bertambah berat. 1960, dimana indikasi trakeostomi berkenbang untuk
Peningkatan frekuensi pernapasan dan retraksi mengatasi akumulasi sekret dan kegagalan
suprasternal selama inspirasi merupakan tanda yang hipoventilasi. Saat ini trakeostomi lebih
harus diwaspadai oleh dokter untuk melakukan dipertimbangkan dibandingkan intubasi endotrakea
trakeostomi. untuk pemakaian jangka panjang yaitu lebih dari 72
Tindakan trakeostomi selain itu untuk jam hingga 96 jam untuk orang dewasa dan 6 hari
menyelamatkan nyawa pasien juga untuk memperbaiki untuk anak-anak.
keadaan umum pasien. Dengan tindakan trakeotosmi
diharapkan oksigeniasi ke jaringan lebih baik. Indikasi
Sehingga pasien menjadi lebih tenang dan dapat Tindakan trakeostomi terutama dilakukan
melanjutkan pengobatan selanjutnya. Diharapkan para dalam usaha mencegah terjadinya asfiksia yang
dokter khususnya dibidang THT dapat melakukan disebabkan oleh adanya obstruksi laring dan sering
trakeostomi dengan terampil dan aman untuk berakhir dengan kematian. Tindakan ini merupakan
menyelamatkan jiwa pasien dan dapat menghindari pembebasan jalan napas sehingga diharapkan aliran
berbagai komplikasi semaksimal mungkin. udara ke paru-paru dapat lancar kembali sehingga
keadaan asfiksia dapat dicegah. Obstruksi laring
Definisi dan Sejarah merupakan gangguan tersering dari jalan nafas
Trakeotomi dan trakeostomi merupakan istilah terutama keadaan yang menyebabkan penyempitan
yang sering digunakan untuk pembukaan dinding ritma glotis. Gejala yang timbul tergantung dari tingkat
anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat penyempitna ritma glois, kausa dan lokasi
sementara. Trakeotomi adalah suatu insisi yang dibuat obstruksinya.
pada trakea, sedangkan trakeostomi merupakan Menurut Jackson gejala obstruksi saluran nafas atas
tindakan membuat stoma yang selanjutnya diikuti (laring) dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat  Stadium I : adanya retraksi pada fosa suprasternal
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas yang ringan dan penderita dalam keadaan tenang
bagian atas. Trakeostomi permanen merupakan  Stadium II : retraksi pada fosa suprasternal lebih
tindakan menjahit stoma permanen ke mukosa trakea dalam disertai retraksi epigastrium dan penderita
setelah laringektomi. Trakeostomi elektif dilakukan mulai tampak gelisah
apabila diduga akan dilakukan timbul problem  Stadium III : retraksi pada fosa suprasternal, supra
pernapasan dalam periode pasca operasi leher, kepala dan infra klavikula, interkostal dan penderita lebih
dan thoraks atau pada pasien dengan insufisiensi paru- gelisah
paru kronik. Trakeostomi terapeutik diindikasikan

128 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
 Stadium IV : seperti stadium III disertai pucat dan 2. Menurunkan resistensi aliran udara sehingga bisa
tampak cemas. Frekuensi pernafasan makin cepat meningkatkan efektivitas ventilasi alveolar
yang kemudian makin melambat dan akhirnya 3. Perlindungan terhadap terjadinya aspirasi
berhenti 4. Memungkinkan penderita menelan tanpa
Secara garis besar terdapat tiga kelompok dasar terjadinya apneu
indikasi untuk melakukan trakeostomi, yaitu: 5. Memudahkan pembersihan trakea
6. Sebagai jalan untuk pemberian obat-obatan dan
Obstruksi saluran nafas bagian atas humidifikasi saluran trakeobronkial
a. Obstruksi oleh tumor di trakea bagian atas, 7. Menurunkan tekanna batuk, yang diperlukan pada
esofagus, laring, faring dan kelenjar tiroid, seperti beberapa kasus neurologi dan post operasi
pada tumor pada stadium lanjut dan edema setelah
radioterapi atau operasi Kontra Indikasi
b. Kelumpuhan (paralisis) pita suara bilateral Tindak ada kontra indikasi mutlak untuk
c. Lesi laring kongenital seperti pada stenosis tindakan trakeostomi. Untuk kasus-kasus tertentu yang
subglotis, laringeal web, hipoplasia atau displasia tidak emegensi misalnya tumor subglotis, tindakan
laring dan anomali trakeosofageal. trakeostomi bisa ditangguhkan. Dalam hal ini
d. Trauma yang menyebabkan fraktur atau luka pada trakeostomi sebaiknya dilakukan pada saat atau dekat
laring dan trakea, inhalasi panas dengan waktu laringektomi. Hal ini untuk menghindari
e. Trauma maksilofasial dengan kerusakan luas kemungkinan tumor mencapai stoma.
tulang dan jaringan lunak seperti pada Le Fort II-
III, fraktur multipel mandibula dan maksila Keuntungan Trakeotomi
disertai perdrahan. a. Membebaskan jalan nafas dari obstruksi yang
f. Benda asing pada saluran nafas bagian atas ada diatas lubang yang dibuat di trakea
g. Penyakit inflamasi pada laring, trakea, faring, dan b. Mengurangi dead space pada cabang
lidah seperti angina Ludwig, epiglotis akut, croup trakeobronkial, sehingga jumlah udara yang tidak
viral dan lain-lain diperlukan pada saat inspirasi dan ekspirasi pada
h. Sleep apneu syndrome (SAS) tiap kali berbafas akan berkurang
c. Usaha untuk mengatasi kesulitan bernafas
1. Insufisiensi ventilasi akibat penumpukan sekret berkurang, sehingga kerja otot pernapasan lebih
a. Batuk yang tidaka dekuat akibat operasi di ringan
perut dan dada d. Cabang bronkial akan lebih mudah diaspirasi
b. Bronkopneumonia e. Cabang bronkial terlindung dari penghisapan dari
c. Muntahan dan aspirasi isi lambung isi faring
d. Luka bakar wajah, leher dan cabang bronkus f. Penderita dapat lebih bebas untuk bernafas
e. Keadaan yang mengakibatkan koma seperti
pada DM, uremia, septikemia, hepatic failure Kerugian Trakeostomi
a. Filtrasi udara tidak sempurna, sehingga
2. Sindrom hipoventilasi aleveoli kemungkina terkena infeksi kuman lebih besar
1. Obstruksi paru-paru kronik (PPOM) yang b. Humidifikasi kurang sempurna
disertai hipoventilasi alveoli seperti pada c. Menimbulkan jaringan-jaringan parur di leher
bronkhitis kronis, emfisema, bronkiektasi dan d. Dapat timbul komplikasi yang tidak diinginkan,
asma seperti perdarahan, emfisema subkutan,
2. Depresi pernafasan sekunder karena keracunan pneumototaks dan sebagainya,
obat dan makanan
3. Tertekannya dinding dada akibat flail chest, patah Jenis-Jenis Trakeostomi
tulang iga dan emfisema akibat pembedahan 1. Menurut letak stoma :
4. Paralisis dinding dada  Trakeostomi letak tinggi
5. Eklamsia Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
6. Cedera kepala dan dada yang berat cincin trakea 1, di sebelah atas isthmus tiroid
7. Emboli udara dan lemak sebagai patokan. Cara ini mempunyai resiko
8. Koma pasca operasi bedah saraf seperti :
9. Penyakit-penyakit SSP seperti, stroke, ensefalitis, - Kemungkinan mengenai plika vialis lebih
Gullian Barre Syndrome, poliomielitis dan tetanus besar
Pada keadaan-keadana diatas, trakeostomi - Dapat terjadi stenosis laring
dilakukan dengan menilai beat ringanya gangguan - Insisi pada cincin trakea 1 dapat
pernapasan yang terjadi. Selain untuk membebaskan menyebabkan perikondritis trakea
jalan nafas, trakeostomi juga mempunyai beberapa
fungsi seperti:  Trakeostomi letak tengah
1. Menurunkan ‘anatomical dead space’pada saluran Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
trakeobronkial bagian yang ditutupi isthmus tiroid, pada

129 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
cincin trakea III-IV. Merupakan cara yang Sebelum melakukan tindakan trakeostomi, operator
paling banyak dipakai karena relatif paling harus menjelaskan kepada penderita tentang
aman tindakanyang akan dilakukan dengan segala resikonya
sehingga dalam hal ini perlu informed consent seperti
 Trakeostomi letak rendah tindakan bedah lainya.
Insisi dan pembuatan stoma dilakukan pada
bagian bawah isthmus tiroid. Jenis ini sangat Anestesi
jarang dilakukan karena : Biasanya dilakukan anestesi lokal, yaitu dengan
- Merupakan daerah yang aling banyak infiltrasi novokain (xylocain, lidokain) 2% atau
mengandung pembuluh darah besar prokain 1% dengan atau tanpa epinerfin ke jaringan
sehingga sangat berbahaya intra dan subkutan pada linea mediana leher setinggi
- Letak trakea daerah ini terlalu dalam batas kartilagi tiroidea menelusur ke bawah sampai
- Bila kanul lepas, sulit untuk dilakukan batas bawah isthmus tiroid. Pada anak kecil, anestesi
reinsersi lokal kurang memuaskan, sebaiknya dilakukan narkose
- Kemungkinan terjadinya emfisema umum yang ringan atau bila ahli anestesinya telah
mediastinum lebih besar berpenglaman dapat dilakukan pemasangan
- Ujung kanul dapat melewati karina, endotrakeal tube sehingga palpasi trakea lebih mudah.
sehingga dapat menimbulkan laserasi
dinding bifurkasio Posisi Penderita
- Jarak antara stoma dan kulit terlalu jauh Pasien berbaring terlentang dengan bagian kai lebih
sehingga janul mudah tertarik keluar rendah 30 derajat guna menurunkan tekanan vena
sentral pada vena-vena leher. Suatu selimut terlipat
2. Menurut Saat Melakukannya atau bantal ditempatkan diantara skapula agar leher
 Trakeostomi Emergensi cukup terekstensi sehingga trakea lebih mudah dicapai.
Merupakan tindakan trakeostomi untuk Agar ekstensi kepala dan kelurusan trakea terjaga
mengatasi keadaan gawat darurat dengan selama tindakan, dimana tangan kanan asisten
waktu yang sangat mendesak, karena bila memegang dahi dan tangan kiri pada oksiput.
tidak segera dilakukan trakeostomi akan
membahayakan jiwa pasien. Dilakukan tanpa Metode Digby
harus dengan persiapan yang lengkap dan tak Metode ini dilakukan pada trakeostomi elektif dengan
harus di kamar opeasi. urutan:
 Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah
 Trakeostomi Elektif leher depan dan sekitarnya
Merupakan tindakan trakeostomi yang  Dilakukan anestesi infiltrasi di daearh operasi
terencana, sehingga persiapan dapat dilakukan  Dilakukan insisi kulit sampai otot plastima secara
dengan lebih sempurna, termasuk persiapan vertikal (di garis mediana, mulai dari batas atas
alat dan bila memungkinkan dilakukan di kartilagi krikoid smpai 4-6 cm kebawah) atau
kamar operasi horisontal (2 cm di bawah kartilago krikoid
sepanjang 5 cm)
Teknik Operasi  Fascia dipisahkan dengan hemostat secara tumpul
A. Persiapan Alat vertikal
 Trakea kanul dengan ukuran yang sesuai untuk  Fascia disisihkan ke lateral dengan retraktor kecil
pasien  Perdrahan diklem atau diligasi
 Skalpel, klem  Dilakukan diseksi secara tjam atau tumpul sampai
 Bisturi lengkung terlihat Fascia pretrakealis
 Tenaklumum model Chevalier Jackson  Isthmus tiroid bila perlu dipotong atau diligasi
 Retraktor kecil, dua buah  Dilakukan palpasi trakea berulang-ulang selam
 Trousseau dilator adiseksi atau insisi untuk memastikan arah diseksi
 Klem hemstat, enam buah  Memastikan trakea, dilakukan aspirasi udara
 Gunting tajam, untuk diseksi trakea
 Jarum kecil, untuk ligasi dan jahitan kulit  Dilakukan anestesi infiltrasi transtrakea untuk
 Needle holder mencegah spasme batuk hebat setelah insisi cincin
 Catgut untuk ligasi trakea
 Spuit hipodermik, untuk anestesi lokal  Dengan skalpel yang dipegang seperti memegang
 Pita linen, kasa pembalut, plester pinsil, dilakukan insisi vertikal melalui cincin
 Aspirator listrik, kateter karet trakea II dan III, bila perlu IV. Hindari cincin I,
karena bisa menimbulkan stenosis
B. Metode dan Pelaksanaan  Tepi luka cincin trakea III dijepit dengan hemostat
Pre Trakeostomi dan digunting melingkar sehingga terbentuk stoma

130 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
 Asisten melakukan penghisapan sekret via stoma dari silia mukosa bronkus serta gangguan irama silia
dan menjaga slang oksigen tetap terpasang di untuk mengeluarkan sekret/partikel dari saluran
hidung selama operasi dan memindahkan ke depan pernafasan. Akibatnya sekresi mukus berkurang dan
stoma bila trakea telah terbuka dapat terjadi metaplasia dari epitel skuamosa trakea
 Kanul trakea dipasang, balon dikembangkan yang akhirnya membentuk krusta. Karena epitel
(kalau ada) mukosa tidak bisa melakukan proteksi terhadap kuman
 Dipasang gaas steril yang telah dibasahi antiseptik yang masuk, dapat terjadi trakeitis
antara sayap kanul dan kulit Humidifikasi dapat dilakukan dengan nebulizer
 Kanul difiksasi dengan pita dililitkan di leher atau alat yang berbentuk kancing yang diletakan di
Insisi horizontal mempunyai keuntungan kosmetik, deoan kanul. Bila sekret yang timbul menjadi keras
tetapi mempunyai beberapa kerugian, misalnya : atau kering sehingga terbentuk krusta dapat diteteskan
 Kulit dapat terlipat akibat terdorong kanul kearah NaCl 0,9% steril sampai 2 cc dengan atau tanap Na.
dalam Bikarbonat.
 Sering terjadi penumpukan sektret pada lipatan
insisi kulit bagian bawah Penghisapan Sekret
 Ujung kanul sering menekan dinding depan trakea Untuk menjaga kebersihan kanul, trakea dan bronkus
sehingga mudah terjadi granulasi, nekrosis, dari sekret yang timbul, maka diperlukan penghisapan
stenosis atau perdarahan dari sekret tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam
 Lapang pandang operasi lebih sempit dibanding melakukan tindakan ini adalah :
insisi vertikal  Mencuci tangan sebelum melakukan penghisapan
 Usahakan memisahkan kateter hidung dan kateter
Metode Chevalier Jackson trakea
Cata ini dilakukan pada trakeostomi emergensi  Lakukan penghisapan dengan hati-hati
sehingga alat-alat yang disiapkan tidak harus lengkap.  Gunakan konektor Y sehingga lebih nyaman bagi
Bila tak ada pisau bisa digunakan pisau biasa dan penderita
kanul pun dapat diganti dengan slang dari karet.  Lakukan penghisapan selama 15 detik atau kurang
Walaupun tindakan trakeostomi ini dapat dilakukan setelah insersi kateter ke trakea bagian distal
dimana saja, jangan lupa untuk melakukan tindakan a sambil diputar dan ditarik
dan antiseptik semaksimal mungkin. Uritan-uturannya
adalah sebagai berikut : Penggantian Kanul
 Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah lehr Pada kanul metal ada kalanya sekret atau krusta sulit
bagian depan dan sekitarnya dibersihkan, maka perlu dipertimbangkan untuk
 Ibu jari dan jari tengah tangan kiri menekan m. mengganti kanul dengan yang bersih. Sekarang banyak
Sternokleidomastoideus pada kedua sisinya untuk dipergunakan kanul dari bahan Polyvynil Chlorida dan
melindungi pembuluh darah dan sekaligus karet silikon, karena mempunyai keuntungan seperti :
menfiksir kartilago laring dan trakea  Sedikit menimbulkan reaksi jaringan
 Dengan skalpel dibuat insisi di linea madiana,  Sedikit menimbulkan ulserasi bila digunakan
vertikal mulai dari kartilago krikoid sampai bersama respirator
isthmus tiroid dan tampak trakea  Monitoring lebih mudah karena tidak memakai
 Dengan telunjuk sebagai penuntun, cincin trakea kanul dalam
II-IV dipotong vertikal  Panjang kanul dapat disesuaikan dengan keperluan
 Dibantu tangkai skalpel, celah insisi trakea Walaupun demikian, kanul non logam ini mempunyai
dilebarkan sehingga kanul dapat masuk kerugian yaitu tidak bisa disterilkan dengan “Ethilen
 Bila ada perdarahan, dilakukan ligasi Oxyde”, sebab zat yang dihasilkan akibat reaksinya
 Dipasang gaas steril antara sayap kanul dengan yaitu ethilen glikon dan ethilen chloride dpat
kulit dan kanul difiksasi dengan pita menyebabkan kerusakan mukosa yang berat. Jadi
untuk mendapatkan perawatan yang adekuat, perlu
C. Perawatan Pasca Trakeostomi diperhatikan hal-hal dibawah ini :
Walaupun tindakan trakeostomi berjalan lancar,  Harus ada perawat khusus yang mendampingi
hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah pasien. Bila tidak memungkinkan sebaiknya
perawatan selanjutnya selama kanul masih terpasang. penderita ditempatkan dekat kamar perawat jaga
Perawatan yang kurang adekuat dapat menyebabkan  Karena tidak bisa berbicara atau suaranya tidak
kematian terutama pada bayi dan anak. bisa keras, penderita dapat diberi alat bantu
komunikasi seperti bel atau alat tulis
Humidifikasi  Bagian dalam kanul harus dibersihkan secara
Humidifikasi atau pengaturan kelembaban udara berkala. Ada penderita yang melakukannya setiap
penting untuk mencegah trakeitis atau krusta. Trakeitis 30 menit sekali, tetapi ada juga yang
atau krusta dapat terjadi karena udara inspirasi masuk membersihkannay bila dirasakan perlu saja.
kedalam saluran pernafasan tanpa filtrasi yang Sangat diharapkan pada pasien dengan
sempurna, sehingga menyebabkan gangguan aktivitas trakeostomi jangka panjang untuk mempunyai

131 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
kanul cadangan, sehingga saat dekanulasi untuk  Cedera kartilago krikoid, terjadi karena
pembersihan, dapat langsung diinsersi dengan trakeostomi letak tinggi, dicegah dengan
kanul yang lain. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan trakeostomi dibawah level isthmus
mencegah menutupnya stoma saat kanul tiroid.
dibersihkan.  Trakeitis dan trakeobronkitis, sering terjadi pada
bayi karena asfiksia udara via kanul tidak
D. Komplikasi mengalami humidifikasi yang sempurna. Bisa
Sebagai akibat dari tindakan trakeostomi, dapat dicegah dengan humidig=fikasi dan nebulizer
terjadi komplikasi yang saat menurut terjadinya dibagi sehubungan dengan trakeal collar
atas :  Fistula trakeo-esofageal, disebabkan diseksi yang
Komplikasi segera: terjadi dalam waktu 24 jam terlalu dalam sehingga terjadi penetrasi pada otot
pertama setelah trakeostomi, yaitu: bagian posterior trakea
 Apneu, terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia  Paralise n. Laringeus rekuren, terjadi karena
dari respirasi. Pada pasien hipoksia berat yang di- diseksi terlalu ke lateral, dapat dicegah dengan
trakeostomi, mulanay pasien masih bernafas diseksi di median dan menfiksasi trakea di tengah
dengan benar untuk 1-2 kali, lalu terjadi apneu. atau memasang endotrakeal tube
Hal tersebut terjadi akibat denervasi fisiologis dari  Aspirasi
kemoreseptor perifer karena peningkatan p CO2  Malposisi kanul, terjadi karena ikatan kanul
tiba-tiba dari udara pernafasan kurang tegang atau karena ukuran kanul kurang
 Perdarahan, terjadi bila hemostasis saat panjang, sehingga bisa menggeser kanul terutama
trakeostomi tidak sempurna serta dipengaruhi bila kepala fleksi. Kanul yang terlalu panjag dapat
naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah menyebabkan cedera dinding anterior trakea atau
tindakan operasi dan peningkata tekanan vena karia, ulserasi dan obstruksi partial trakea, ruptur
karena batuk. Perdarahan yang terjadi biasanya a. inominata dana telektasis satu sisi paru-paru
tidak berbahaya, cukup diatasidg pembalutan gaas karena kanul masuk ke bronkus sebelahnya.
steril sekitar kanul. Bila tidak berhasil harus Komplikasi ini sering terjadi dan bisa dicegah
dilakukan ligasi dengan meleps kanul dengan pemilihan ukuran kanul yang sesuai dan
 Trauma struktur sekitar luka operasi, dapat evaluasi rradiologis
disebabkan oleh diseksi yang terlalu dalam yang  Aerophagia, komplikasi ini sering terjadi pada
dapat mengenai esofagus, n. Laringeus rekuren anak dan bayi, serta bisa menyebabkan dispneu
atau kupula pleura. Untuk mengatasi hal tersebut, menetap dan kematian. Diperlukan tindakan
dapat dipasang endotrakeal tube sebelum dekompresi dengan pemasangan NGT
trakeostomi, terutama pada anak-anak.  Obstruksi kanul, biasanya oleh sumbatan sekret
 Emfisema subkutan, biasanya terjadi sekitar atau darah beku karena perawatan yang kurang
stoma, tetapi bisa juga meluas ke daerah muka dan adekuat. Bila penghisapan sekret tidak
dada atas.hal ini terjadi karena terlalu rpatnya menghilangkan gejala obstruksi, maka merupakan
jahitan luka insisi sehingga udara yang indikasi untuk penggantian kanul.
terperangkap didalamnya dapat masuk ke jaringan
subkutan pada saat batuk atau karena terlalu Komplikasi kemudian
sempitnya lubang pada fascia pretrakeal sekitar  Perdarahan yang terhambat, timbul karena terjadi
kanul. Untuk mengatasinya dilakukan “multiple erosi pembuluh darah seperti a. inomita atau a.
puncture” dan longgarkan semua jahitan untuk thyroidea superior dan inferior, akibat tekanan
mencegah komplikasi lebih lanjut seperti ujung kanul pada trakea yang menyebabkan
pneumomediastinum dan pneumotoraks nekrosis. Bila hal ini terjadi, lakukan brknkoskopi
 Pneumomediastinum, timbul karena peresapan untuk melihat penyebabnya dan erosi dijahit lewat
udara melalui luka atau karena batuk, sehingga m,edian sternotomi. Untuk pencegahan, lakukan
udara di jaringan servikal turun diantara lapisan- insisi yang adekuat, hindarkan melakukan
lapisan mediastinum. Hal ini dapat dicegah dengan trakeostomi letak rendah, gunakan kanul palstik
membungkus luka yang terbuka. atau silikon. Perhatikan tindakan aseptik saat
Pneumomediastinum dapat menyebabkan melakukan trakeostomi dan perawatan pasca
robeknya pleura parietalis, sehingga timbul trakeostomi yang adekuat
tension atau simplwe pnemothotax  Stenosis trakea, menimbulkan gejala seperti
 Pneumotoraks, walaupun kasusnya jarang, tetapi stridor, biasanya terlambat yaitu setelah
harus tetap diwaspadai khususnya pada anak. Pada stenosisnya hebat. Sering terjadi pada anak-anak,
anak-anak, kupula pleura letaknya lebih tinggi karena kartilagi krikoid terpotong pada saat
sehingga udara bisa merambat ke kavum pleura melakukan trakeostomi letak tinggi. Hal ini
pada trakeostomi letak rendah. Hal ini dapat menimbulkan jaringan granulasi dan defek yang
dicegah dengan endotrakeal tube. Terapinya besar serta obstruksi laring. Disamping penyebab
dengan memasang “chest tube” secara “water seal diatas ada faktor predisposisi seperti ulserasi
drainage” mukosa, kerusakan dan absorbsi kartilago yang

132 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
bisa menimbulkan kontraktur sekitar cuff kanul Sebelum dilakukan dekanulasi, harus dipastikan
serta pemakaian obat steroid yang dpat bahwa pasase udara melalui rima glotis berjalan lancar,
menyebabkan infeksi. Untuk mengatasi stenosis untuk itu perlu dilakukan laringoskopi. Sebaiknya
dpat dilakukan reseksi daerah stenosis dilanjutkan dekanulasi dilakukan secepat mungkin dan secara
anastomosis end to end berthap, yaitu lumen kanul ditutupi dengan gabus kecil
 Fistul trakea-esofageal, disamping karena insisi yang setiap hari diperbesar sampai menutup seluruh
yang terlau dalam bisa juga karena insisi ujung lumen. Bila yakin pasien tidak sesak, maka kanul dapat
kanul kearah posterior trakea dan dinding anterior dicabut dan luka operasi ditutup dengan gaas steril
esofagus. Hal ini bisa menyebakan aspirasi isi setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi dengan atau
lambung sehingga bisa terjadi pneumonitis. tanpa penjahitan luka.
Penutupan fistel secara spontan sulit diharapkan
sehingga diperlukan tindakan operatif dengan Penyakit dekanulasi
membuat rotation flap dari otot untuk menutup  Kondisi yang memerlukan trakeostomi yang
bagian yang terbuka. menetap
 Disphagia, diperkirakan terjadi karena adanya  Dislokasi dinding trakea
hambatan langsung jugulo mandibular refleks  Jaringan granulasi sekitar stoma
pada saat menelan, yang disebabkan oleh fiksasi  Edema mukosa laring
trakea ke kulit dan strap muscle oleh kanul, yang  Perasaan tergantung pada trakeostomi
dikelilingi oleh derah fibrosis, sehingga otot  Tindak mampu menyesuaikan diri dengan bernfas
suprahloid terganggu. biasa
 Fistula trakeokutaneus, disebabkan adanya  Stenosis subglotis
epitelialisasi, mengakibatkan gangguan penutupan  Trakeomalasia
dari stoma, sehingga diperlukan tindakanoperasi  Ganguan pertumbuhan laring
plastik
 Infeksi, biasanya merupakan infeksi sekunder dari Dekanulasi pada anak-anak memerlukan
perawatan yang kurang adekuat seperti penanganan yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu
penghisapan dan humidifikasi dalam hal:
 Malposisi kanul, dapat menimbulkan obstruksi  Tempat dekanulasi harus di kamar operasi,
total sehingga dapat menyebabkan kematian. dilakukan oleh ahli THT yang didampingi oleh
 Henti jantung, akibat sekunder dari efek hipoksia perawat terlatih dan ahli anestesi
dan asidosis.  Peralatan reintubasi harus telah disiapkan
 Jaringan parut, terjadi pada insisi vertikal dan  Observasi pasca dekanulasi dilakukan sampai
trakeostomi lama. Dapat berupa perlengketan kulit beberapa jam dan bila perlu dilakuka pemeriksana
ke trakea, sehingga mengganggu gerakan trakea. kadar gas darah
Diperlukan tindakan operatif untuk mengatasinya.  Evaluasi diagnostik harus dilakukan bila ada
 Trakeomalasia, biasanya terlokalisir, meliputi kesulitan dekanulasi
daerah superior dari sayatan trakea. Dapat terjadi
karena ukuran kanul yang terlalu besar serta F. Perawatan Trakeostomi di Rumah
bersudut tjam, menyebabkan gesekan tekanan Merawat pasien dengan trakeostomi dalam jangka
pada cincin trakea diatasnya dan dinding posterior. waktu lama di rumah sakit tidak hanya mahal tapi juga
Hal ini menyebabkan hilangnya rigiditas trakea. mubazir dan menjauhkan mereka dari lingkungan
 Dekanulasi yang sulit, merupakan komplikasi keluarga. Pasien dengan trakeostomi, khususnya anak-
yang tersering pada anak-anak, biasanya sekunder anak seharusnya dirawat di rumah. Para orang tua dan
dari faktor psikis dan organis karena pemakaian keluarga yang lainnya dapat diajarkan merawat pasien
kanul yang terlalu lama. Penyebab sulitnya dengan trakeostomi. Merupakan tanggung jawab
dekanulasi karena: dokter dan perawat untuk mempersiapkan orang tua
a. Anak terbiasa dengan resistensi jalan nafas atau keluarga lainya, sehingga mereka menjadi percaya
yang kurang karena trakeostomi menurunkan diri dalam merawat pasien dengan trakeostomi.
dead space
b. Anak cenderung melupakan refleks apneu Nasehat bagi keluarga pasien dengan trakeostomi
selama deglutasi sehingga dapat menyebabkan Reaksi orang tua au keluarga lainnya
aspirasi sehubungan dengan trakeostomi ini bermacam-macam,
c. Terjadi kolaps trakea dijelaskan pada mereka bahwa perasan-peasaan seperti
d. Kesalahan prosedur dan perawatan pasca itu adalah wajar. Harus ada komunikasi dua arah mulai
trakeostomi dari perasaan marah, tidak percaya diri, bersalah
e. Pemakaian kanul yang tidak sesuai sampai yang bisa menerima dan mengerti. Perlu arah
f. Paralise n. Laringeus rekuren antara pasien dengan keluarga lainnya dan kesadaran
g. Pemakaian endotrakeal tube yang terlalu lama akan kenyataan yang dihadapi, sehingga mereka
menjadi lebih percaya diri.
E. Dekanulasi

133 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Latihan Perawatan di Rumah a. Disiplin, kesiapan alat penghisap, pasien
Latihan perawatan di rumah telah dapat jangan ditinggal sendirian
dimulai sebelum tindakan trakeostomi dilakukan, b. Belajar berbicara dan berbahasa
seperti memberi penjelasan tentang anatomi dan fungsi c. Gaas yang menutupi kanul
laring. Perlu diberi pengertian tentang : d. Makan, minum dan bermain, mandi serta
 Sebab-sebab mengapa dilakukan tindakan mencuci rambut.
trakeostomi
 Bahwa trakeostomi dapat mengembalikan
sebagian dari fungsi laring
 Udara pernapasan melalui kanul tidak cukup
hangat, lembab dan tidak tersaring dengan baik. DAFTAR PUSTAKA
Supaya orang tua dapat dengan cepat mempelajari
perawatan trakeostomi, mereka harus menyediakan 1. Ballanger, J.J. : Diseases of the Nose, Throat, Ear,
banyak waktu sg seluruh program pendidikan bisa Head and Neck. 13th ed. Philadelphia, Lea &
mereka ikuti, mulanya mereka diajak untuk Febiger. 1985. page 424-434, 511-539.
mengamati, kemudian mengerjakan dibawah
pengawasan, sampai akhirnya mereka dapat 2. Boies : Fundamental of Otolaryngology a textbok of
melakukanya sendiri. Para orang tua diberi Ear, Nose and Throat Deseases. 6th ed.
pengetahuan tentang: Philadelphia, W.B. Saunders Company. 1989. page
 Perawatan stoma dan kulit, karena epitelialisasi 369-387, 473-484.
berlangsung dengan cepat, maka stoma dan kulit
harus dijaga tetap kering dan bersih, dengan garam 3. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1.
fisiologis dan antiseptik ringan, sehingga bebas Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997. page
dari iritasi dan infeksi. 1/12/1-1/12/18.
 Irigasi dan penghisapan, dapat dipermudah dengan
memasukkan 0,5 – 1 cc larutan garam Isotonis 4. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 5.
kedalam kanul trakea. Kateter penghisap Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997.
dimasukan sambil diputar dan ditarik kembali, page5/5/1-5/5/18.
tidak boleh lebih dari 20 detik setiap penghisapan.
 Mengganti verban trakeostomi, dapat dilakukan 5. Cumming C.W. : Otolaryngology-Head and Neck
setiap hari atau sewaktu-waktu kotor atau basah Surgery. 2nd ed. Vol. 3. St Louis. Mosby Year
dan sebaiknya dilakukan oleh dua orang. Penting Book. 193. page 1854-1862, 2389-2391.
untuk memeriksa ketegangan ikatan kanul, agar
kanul tetap pada psoisisinya ygtepat, yaitu dengan 6. Lee KJ : Essential Otolaryngology Head and Neck
cara pada posisi duduk, kepala anak difleksikan Surgery. 6th ed. Connecticut, Appleton & Lange.
sambil memasukan jari telunjuk diantara tali 1993. page 757-777, 805-810.
ikatan dan leher.
 Menganti kanul trakeostomi, pada umumnya 7. Montgomery William : Surgery of the Upper
cukup dilakukan satu kali sminggu, tetapi apabila Respiratory System. 2nd ed. Vol. 2. Philadelphia,
krusta cepat terbentuk sehingga dapat menyebakan Lea & Febiger. 1989. page 365-400.
obstruksi lumen kanul, diperlukan penggantian
yang lebih sering. Pada saat penggantian kanul,
perlu diperhatikan :
a. Harus dilakukan oleh dua orang dewasa
b. Pencahayaan yang cukup
c. Kanul cadangan dan alat penghisap harus
sudah disediakan
d. Stoma dibersihkan terlebih dahulu sebelum
kanul diganti
 Fisioterapi dada
 Deteksi dan penanganan komplikasi :
a. Infeksi saluran nafas
b. Resusitasi
 Membersihkan dan sterlisasi perlengkapan, untuk
alat yang terbuat dari bahan non metal cukup
dicuci dengan air sabun hangat, sementara yang
terbuat dari metal dapat disterilkan dengan
“autoclav” atau direbus.
 Masalah lain yang berhubungan dengan
trakeostomi:

134 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
7.1.2 INFEKSI RUANG LEHER

Infeksi Ruang Leher adalah suatu proses Kematian karena infeksi ruang leher sering
infeksi yang terjadi di dalam ruang-ruang yang saling terjadi, biasanya disebabkan oleh septikemia, asfiksia,
berhubungan yang dibatasi oleh otot dan fasia yang atau akibat perdarahan. Sebelum antibiotika dikenal,
terdapat didaerah leher. Untuk menegakkan diagnosis septicemia merupakan penyebab kematian terbanyak,
dan melakukan tindakan pengobatan pada infeksi akan tetapi dengan adanya antibiotika dapat
ruang leher terutama secara pembedahan, maka menurunkan insidens dan angka kematian akibat
diperlukan pengetahuan mengenai anatomi ruang infeksi pada ruang leher dalam.2,6 Meskipun demikian
leher, komplikasi yang sering ditimbulkan seperti pernah dilaporkan rata-rata angka kematian masih
perdarahan, asfiksia, disfagia, dan mediastinisis. sampai sebesar 40% pada era antibiotik modern pun.1
Infeksi ruang leher meliputi infeksi pada ruang Ada beberapa masalah yang kita hadapi
submandibular, faringeal lateral, retrofaringeal, danger dalam penatalaksanaan infeksi ruang leher:6
space, dan ruang prevertebral.1,2,3  Anatomi di leher yang bersifat kompleks sehingga
Kuman pada infeksi ruang leher masuk mempersulit penetapan lokasi yang tepat dari
melalui infeksi di gigi, infeksi tonsil, benda asing, dan lokasi infeksi.
melalui faring. Sumber infeksi lain adalah melalui kulit  Lokasi ruang leher berada di dalam leher yang
misalnya akibat furunkel, karbunkel, trauma, tertutup oleh jaringan lunak superfisial yang
instrumentasi, aspirasi benda asing, limfadenitis belum tentu terpengaruh oleh proses infeksi. Hal
servikal, kista tiroglosus, tiroiditis, dan laserasi ini membuat diagnosis cukup sulit untuk
superficial yang terinfeksi. Sumber lain adalah infeksi ditegakkan karena infeksi ruang leher sulit untuk
pada kelenjar ludah, sinus paranasalis, esophagus, atau dipalpasi dan tidak mungkin divisualisasi.
saluran nafas. Sebanyak 20%-50% pasien dengan  Akses menuju ruang leher harus dicapai dengan
infeksi ruang leher tidak teridentifikasi sumbernya.1,4,5 cara insisi. Hal ini dapat memungkinkan risiko
Faktor risiko lain yang berpengaruh adalah terjadinya kerusakan struktur neurovaskuler dan
pada pasien-pasien dengan immunocompromise karena jaringan lunak.
infeksi HIV, kemoterapi atau pada pengguna obat-  Ruang leher dikelilingi oleh suatu struktur yang
obat imunosupresan.6 mungkin terlibat dalam proses infeksi. Sekuele
Ancaman jiwa akibat infeksi pada daerah potensial terjadi, misalnya disfungsi saraf, erosi
kepala dan leher sedikit lebih berkurang sejak vaskuler atau thrombosis dan osteomyelitis.
ditemukannya antibiotika dan angka kematiannya  Ruang leher memiliki hubungan satu sama lain.
relatif rendah. Penggunaan antibiotika secara luas tidak Infeksi pada satu ruang dapat menyebar ke ruang
hanya menurunkan insidensi ancaman jiwa tetapi juga lain, dapat juga menyebar ke ruang di luar daerah
merubah tampilan klinisnya. Tanda-tanda sistemik kepala dan leher seperti ke arah mediastinum atau
seperti demam, menggigil, dan tanda-tanda klasik dari cocigeus.
infeksi akan berkurang pada pasien-pasien yang Frans pada periode Februari–Agustus 2006
sudah diobati dengan antibiotika. melakukan penelitian tentang abses ruang leher dalam
Infeksi ruang leher dalam berbahaya, karena di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RS Dr. Hasan
kecenderungan penyebaran bakterinya baik secara Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Jejaring
hematogen ataupun langsung melalui fasia dapat mendapatkan hasil lokasi abses leher dalam yang
mengenai mediastinum anterior, ruang terbanyak yaitu ruang peritonsiler dan ruang
pleuropulmonary, ruang retrofaring, ruang prevertebra, submandibuler, kemudian diikuti ruang koli
danger space dan katup jantung. Untuk itu kita harus posterolateral, koli anterior dan m.
mengenali faktor risiko dari infeksi ruang leher dalam Strenokleidomastoideus, parafaring, parotis.9
termasuk abses dentoalveolar, trauma leher, intubasi Sumber infeksi dan gejala klinis berbeda pada
endotrakheal, trauma akibat tertelan benda asing, dan anak–anak dan dewasa. Pada era sebelum antibiotik,
pada penyalahgunaan obat secara intra vena. 2,7,8 sekitar 70% infeksi berasal dari tonsil dan faring dan
Keterlambatan atau kesalahan dalam sering menyebabkab terjadinya komplikasi infeksi
diagnosis dapat menyebabkan konsequensi yang sangat ruang parafaring terutama pada anak-anak karena
menakutkan termasuk mediastinitis bahkan kematian.1 infeksi tonsil dan faring lebih sering pada kelompok
Penatalaksanaan bisa diawali dengan dosis ini.1 Sedangkan pada kelompok umur dewasa sumber
antibiotik intravena, bila jalan nafas berada dalam infeksi lebih banyak berasal dari infeksi odontogenik
keadaan berbahaya diperlukan tindakan trakeostomi. dan sebagian kecil dari infeksi kelenjar ludah, trauma
Bila infeksi tersebut menyebabkan pembentukan abses, penetrasi, trauma saat pembedahan, benda asing dan
maka tindakan bedah perlu dilakukan.2 Tindakan penyebaran dari lapisan superficial serta dari sumber
secara aggressive baik secara medikamentosa maupun infeksi yang tidak diketahui penyebabnya.1
pembedahan bertujuan mencegah komplikasi yang
tidak diinginkan.1

135 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
1.2 Infeksi Danger Space
Sumber infeksi:
1. Sumber Infeksi dan Gejala Klinis  Infeksi ruang retrofaringeal
1.1 Infeksi Ruang Retrofaring  Infeksi ruang prevertebral
Abses retrofaring pada umumnya terbentuk  Infeksi ruang pharyngomaxillary
akibat supurasi dari nodus rouviere. Sumber infeksi Penyebaran secara limfatik dari hidung dan
paling sering adalah proses infeksi di daerah hidung, tenggorokan (jarang)
adenoid, nasofaring dan sinus parasinalis yang Gejala klinis :
mengalir ke kelenjar getah bening retrofaringeal.  Sama dengan infeksi pada ruang primer
Karena kelenjar getah bening retrofaring ini  Sepsis berat (pada keadaan lanjut)
mengalami regresi pada usia 4-5 tahun dan pada usia
yang lebih besar hanya mempunyai beberapa kelenjar 1.3 Infeksi Ruang Prevertebra
getah bening, sehingga kebanyakan abses retrofaring Infeksi pada ruang ini jarang terjadi. Sumber infeksi:
diderita oleh anak-anak.2,3,6  Infeksi pada corpus vertebra oleh kuman pyogenic
Infeksi dapat masuk secara langsung akibat atau tubercolusa
dari trauma yang menyebabkan perforasi pada dinding
 Luka penetrasi (iatrogenic)
posterior faring atau esofagus, atau secara tidak
Gejala:
langsung dari ruang parafaring. Lebih dari 60% abses
 Nyeri pada punggung, bahu dan leher yang
retrofaring pada anak disebabkan oleh infeksi saluran
diperberat oleh gerakan menelan
pernapasan akut, sedangkan pada orang dewasa lebih
 Disfagia atau dispneu
banyak disebabkan oleh trauma dan benda asing.
Penyebarannya:
Penyebab infeksi yang lain yang sering pada ruang
retrofaring ini adalah hidung, adenoid, nasofaring dan  Langsung dari corpus vertebra atau ruang yang
sinus.2,3,6 berbatasan
Gejala klinik :  Tubercolusis vertebral (cervical Pott’s abses)
 Demam
 Pembengkakan leher dengan disertai nyeri
 Bulging dinding posterior faring unilateral
(sesuai dengan lokasi KGB)
 Odinofagia dan disfagia
 Rigiditas nuchal, adenopati cervical dengan
leher miring pada posisi sehat
 Snoring
 Noisy breathing
 “Hot Potato Voice”
 Sepsis
Hubungan antara infeksi preveertebra dan
paravertebra dengan fasial layer4

Inflamasi akut yang terjadi pada ruang


retrofaring, danger space dan ruang prevertebral dapat
mengakibatkan spame otot-otot prevertebral sehingga
menimbulkan kehilangan lordosis cervikalis yang
normal.1

1.4 Infeksi Ruang Vaskular Dalam (Carotid


Sheath)
Sumber:
 Ruang faringomaksilaris (paling sering)
Abses Retrofaring5  Ruang submandibular
 Ruang visceral
Pemeriksaan Penunjang:  Trauma atau instrumentasi
Pada pemeriksaan radiografi Soft Tissue Lateral, Penyebaran: invasi lokal dari ruang yang berbatasan
kecurigaan akan abses retrofaring bila didapatkan Gejala klinis:
penebalan jaringan lebih dari 7mm pada daerah C2  Pitting edema di atas musculus
atau lebih dari 14 mm pada anak-anak dan lebih dari sternocleidomastoid
22 mm pada orang dewasa pada C6.10  Torticollis

136 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
1.5 Infeksi Ruang Faringomaksila/Parafaring Gejala:
Ruang parafaring berhubungan dengan setiap  Nyeri, trismus
ruang yang ada pada leher sehingga menempati posisi  Bulging di bagian medial pada posterior dinding
kunci pada leher. Ruang parafaring ini ke inferior lateral faring
berhubungan dengan ruang submandibular melalui
celah terbuka antara m. Kontriktor superior, medius 1.7 Infeksi Ruang Submandibular
dan m. Mylohyoid.2,3,7 Sumber infeksi:
Ke posterior ruang parafaring ini  Infeksi gigi (>80%)
berhubungan dengan ruang retrofaring sehingga ada  PM1-M1: sublingual
kalanya sulit dibedakan secara klinis diantara  M1-2-3 : submandibular
keduanya, sedangkan ke lateral ruang parafaring  Infeksi kelenjar saliva
berhubungan dengan ruang mastikator dan parotis.2,3,7  Infeksi basis lidah
Sumber infeksi:  Infeksi lidah dan tonsil
 Paling sering infeksi dari tonsil (60%), gigi molar 3  Infeksi sinus paranasalis
bawah (30%), faring, dan adenoid. Penyebarannya: secara langsung dan limfatik
 Kelenjar parotis lobus sebelah dalam (abses parotis) Prevalensi: biasanya mengenai umur antara 20 dan 50
 Infeksi telingan tengah dengan destruksi mastoid tahun (karena caries dentis dan pyorrhea)
tip dapat mengalami ekstensi kedalam ruang ini Gejala klinis:
(abses bezold) dan petrositis  Disfagi dan odinofagi
 Kelenjar getah bening (drainase dari hidung dan  Dasar mulut bengkak dan sakit
faring)  Lidah terdorong ke atas dan ke belakang
 Sesudah tonsilektomi dengan lokal anestesi  Trismus
(melalui jarum suntik)
 Dispnea
Gejala bervariasi tergantung pada sumber
 Segitiga submental bengkak
infeksi dan lokasinya apakah anterior atau posterior
terhadap parafaringeal space. Pada umumnya infeksi di
ruang parafaring memberikan gejala:
 Demam menggigil
 Edema
 Nyeri, dysphagia, trismus
 Odinofagi
 Kaku pada leher
 Pembengkakan dan indurasi sepanjang angulus
mandibula
 Pembengkakan medial dinding lateral pharing
Infeksi pada bagian anterior (prestiloid) :
 Penggeseran dinding lateral faring ke daerah tonsil
(prolaps tonsil dan fossa tonsilaris)
 Trismus
 Pembengkakan daerah parotis
Infeksi bagian anterior ini dapat meluas sepanjang m. Angina ludwig11
Styloglossus sehingga dapat menimbulkan abses di
dasar mulut yang dikenal sebagai abses Brunner. 1.8 Infeksi Ruang Mastikator
Infeksi pada bagian (posterior) poststyloid : Sumber infeksi: infeksi gigi molar 2 dan 3
 Pembengkakan pada daerah pilar posterior Gejala klinis:
 Trismus yang minimal  Sukar menelan
 Infeksi dapat meluas ke atas sepanjang selubung  Sakit hebat dan bengkak pada ramus mandibula
karotis, dapat menyebabkan infeksi intrakranial  Trismus iritasi dan spasme otot-otot mastikator
atau erosi arteri karotis interna  Lidah tidak mungkin ditekan karena pembengkakan
Penyebarannya : dan edema dasar mulut.
 Hubungan langsung dengan ruang parotis
submandibula retrofaringeal, mastikator dan carotid 1.9 Infeksi Ruang Perintosilar2,7
sheath Sumber infeksi:
 Dari peritonsilar abses melalui dinding faring,  Peradangan tonsil
limfatik, perivaskuler atau septik trombosis  Peritonsilitis akibat infeksi kripta pada fossa supra
tonsiler yang meluas
1.6.1 Infeksi Ruang Parotis Etiologi dan patogenesa, bakteri penyebab sama
Sumber infeksi: parotitis, sialolithiasis, sjorgen’s dengan bakteri pada tonsilitis lakunaris, yaitu:
syndrome  Streptococcus ß hemolyticus
137 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
 Stapphylococcus aureus eksterna. Infeksi kadang-kadang menyebar dari
 Streptococcus pneumonia kelenjar tiroid atau ruang leher yang lainnya.
Merupakan penyebab terbanyak dari infeksi Penyebarannya: terjadi secara langsung dari
ruang leher (deep neck space). Kemungkinan besar ruang parafaringeal dari prevertebral, faring esofagus,
disebabkan karena infeksi kripta pada bagian superior laring dan tiroid.
yang menembus kapsul tonsil dan meluas ke jaringan Gejala klinis:
ikat diantara kapsul dan dinding posterior fossa  Disfagia
tonsilaris. Peradangan dapat terlokalisir disini atau  Odinofagia
menembus m. Konstriktor superior, atau melalui vena  Serak
sehingga terjadi abses parafaring bahkan dapat meluas  Dyspnea
sampai mediastinum.  Obstruksi jalan nafas
 Emfisema
Pemeriksaan fisik:
 Laringoskopi: pembengkakan dan eritema dinding
hipofaring
 Palpasi leher: krepitasi dari emfisema jaringan
subkutan

2. Mikrobiologi
Pada abses leher ditemukan berbagai macam
organisme. Pada kebanyakan abses biasanya banyak
mengandung bakteri (ditunjukan pada tabel 9.1). pada
satu penelitian, rata-rata ditemukan lebih dari lima
spesies pada tiap kasus. Karena jalan masuk dan
organisme penyebab masing-masing ruang leher
berbeda, maka penemuan ini lebih memperlihatkan
Peritonsiler abses ruang-ruang leher yang terkena daripada menunjukan
kuman-kuman penyebab infeksi ruang leher.1
Gejala klinis: Diantara kuman-kuman aerob, streptococcus,
 Nyeri tenggorokan yang makin hebat dan biasanya terutama streptococcus viridians, streptococcus β-
satu sisi hemolitikus dan stafilokokus merupakan organisme
 Nyeri dan sukar menelan aerob penyebab utama pada korban penyalahgunaan
 Panas badan obat secara intravena (intravenous drug abuser).
 Sekresi ludah berlebihan (drooling) Kuman-kuman penyebab lainnya adalah difteroid,
 Trismus karena peradangan otot mastikator dan m. Neisseria, Klebsiella dan Haemophillus.1
Pterigoid Bakteri-bekteri anaerob sering terlewatkan
 Sukar bicara, karena bica seperti “hot potato voice” dalam penelitian bakteriologis karena sulitnya untuk
 Nafas berbau mengisolasi kuman tersebut. Kebanyakan abses-abses
 Tonsil bergeser ke tengah, keatas dan kebawah yang berasal dari infeksi odontogenik melibatkan
 Uvula bergeser ke sisi kontralateral bakteri-bekteri anaerob yang tersering adalah
Pada pemeriksaan klinis: didapatkan jaringan Bacteroides terutama B. Melaninogenicus dan
unilateral mengalami radang berat tanpa edema dan peptostreptococcus.1 Eikenella corrodens dan B.
hiperemis disertai pembengkakan pilar tonsil dan Fragilis lebih jarang ditemukan. Eikenella corrodens
posterolateral palatum molle, uvula terdorong ke sisi seringkali resisten terhadap klindamisin. Bau busuk
yang sehat. Pada pemeriksaan digital: Menunjukan pada pus biasanya menunjukan adanya keterlibatan
adanya fluktuasi sedangkan tonsil sendiri dapat bakteri anaerob, tapi tidak adanya bau busuk tidak
tertutup oleh edema jaringan sekitarnya. menepis kemungkinan adanya bakteri anaerob
tersebut. Pada kasus anak-anak kurang dari 9 bulan,
1.10 Infeksi Ruang Temporal Staphylococcus aureus merupakan kuman yang
Gejala klinis: dominan (80% dari hasil penelitian Brook) diikuti oleh
 Nyeri di daerah m. Temporalis organisme kedua ß-laktamase meningkat. Hal tersebut
 Trismus penting untuk kita dalam memilih antibiotik untuk
melawan organisme penyebab.1
 Deviasi rahang ke sisi yang terkena

1.11 Infeksi Ruang Visceral Anterior


Sumber infeksi, kebanyakan infeksi ruang
pretrakheal disebabkan oleh perforasi dinding anterior
esofagus oleh instrumentasi, benda asing atau trauma

138 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Bacteri isolated from neck abcess (66 patients) 1
AEROBIC NO. OF ANAEROBIC NO.
PATIE OF
NTS PATIE
NTS
Streptococci 50 Bacteroides 23
Alpha not 23 Melaninogenicu 13
group D s
Group D 2 Oralis 3
Beta group A 11 Ruminicola 2
Not A, B or D 7 Bivius 1 Gambaran Abses retrofraning pada Soft Tissue
Gamma not 3 Fragilis 1 Leher
group D
Microaeriphil 4 Other spesies 3 Modalitas yang lain adalah Ultrasonografi Resolusi
ic tinggi. Dengan
Peptostreptococ 15 Keuntungan: terhindar dari bahaya radiasi serta
cus bentuknya yang portabel.
Staphylococc 11 Peptococcus 6 Kerugian: operator dependent, tidak jelas memberikan
us gambaran anatomi
S. aureus 7 Eubacterium 6 Fungsi: untuk follow up dan guidens untuk aspirasi
S. epidermis 4 Fusobacterium 6 Frans (2006) mendapatkan pemeriksaan
Eikenella 5 aspirasi abses ruang leher dalam dengan panduan
corrodens ultrasonografi didapatkan hasil perhitungan sensitivitas
Dipthheroids 3 Veillonella 5 sebesar 81%, spesifisitas 100% dan akurasi 81,8%.9
parvula
Neisseria 3 Lactobacilus 4 3.2 CT Scan dengan Kontras
Klebsiella 2 Pro 3 Perbandingan keuntungan dan kerugian
pneumoniae pionibacterium penggunaan CT Scan dengan kontras
Haemophillus 1 Unidentified 5 NO. KEUNTUNGAN KERUGIAN
infl. gram positive 1 Cepat, mudah Radiasi ionisasi
Pseudomonas 1 Unidentified 4 2 Membedakan abses dan Menimbulkan alergi
gram negative selulitis
3 Secara anatomi Gambran detail dari
Sebuah penelitian mikrobiologis oleh Asmar gambaran lebih detail jaringan lunak
dari infeksi retrofaring, didapatkan bahwa hampir 90% 4 Merupakan pilihan
pasien menggambarkan hasil kultur polimikrobial. utama
Kuman aerob ditemukan pada seluruh kultur, dan
anaerob ditemukan lebih dari 50% pasien.1
3.3 MRI
3. Pemeriksaan Radiologi Perbandingan keuntungan dan kerugian
3.1 STL (Soft Tissue Lateral) penggunaan MRI
Foto Soft Tissue leher dapat mengkonfirmasi No. Keuntungan Kerugian
suatu infeksi retrofaring. Dimensi normal dari ruang 1 Nol radiasi Lebih mahal
retrofaring dan ruang retrotrachea diperkenalkan oleh 2 Detail jaringan lunak Waktu pemeriksaan
Wholley pada tahun 1958. Dimensi normal dari ruang lebih baik lebih lama
retrofaring adalah 7 mm yang diukur dari bagian Multiplan Tergantung dari
3
terdepan dari C2 ke arah jaringan lunak di dinding kerjasama dengan
faring posterior. Sedangkan ruang retrotracheal diukur
pasien
dari aspek anterior-inferior dari C6 ke arah jaringan
4 Tidak ada artefak Availabilitas lebih
lunak faring posterior tidak boleh melebihi 14 mm
rendah
pada anak-anak dan 22 mm pada orang dewasa. Tanda
radiologis lain yang bermanfaat dalam mendiagnosa
retrofaringeal abses adalah hilangnya lordosis servikal 4 Penatalaksanaan
yang normal dengan straightening vertebra servikal Infeksi ruang leher dapat mengancam jiwa.
seperti gambaran udara dalam jaringan lunak. Dalam Membebaskan jalan nafas adalah hal yang utama,
penelitian yang dilakukan oleh Nagy dkk dikatakan pemasangan pipa Endotracheal mungkin dapat
bahwa foto STL 83% lebih sensitif dibanding CT dilakukan, tapi hati-hati pada pemasangan pipa
scan.12 Endotracheal pada pasien yang masih sadar karena

139 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
prosedurnya yang rumit dan dapat membahayakan
pasien. Biasanya dilakukan pada pasien-pasien dengan
spasme laring atau abses yang besar dengan bahaya
ruptur dan aspirasi.2,3,6
Pada kasus tertentu, trakeostomi atau
krikotirotomi dapat dilakukan untuk mengatasi
sumbatan jalan nafas, dimana 24 jam setelah dilakukan
krikotirotomi, dilakukan persiapan untuk tindakan
trakeostomi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
pada daerah laryng. Pada saat jalan nafas telah
diamankan, kultur dan test resistensi dari abses harus
dilakukan. Terapi empirik harus diberikan untuk
eradikasi kuman patogen. Biasanya infeksi dari kuman
patogen polimikrobial (gram positif, gram negatif,
aerobik, anaerobik dan kuman yang memproduksi β- Insisi & drainase abses retrofaring7
laktamase). Untuk itu antbiotik dari golongan
ampicillin-sulbactam atau clindamycin dengan Pada abses retrofaring yang lebih lanjut
golongan ke III sefalosporin seperti contohnya dilakukan drainase dengan external approach. Sebuah
ceftazidin dapat diberikan sambil menunggu hasil insisi dibuat di sepanjang tepi anterior m.
kultur.2,8 Sternocleidomastoideus antara level os hyoid dan
Saat terjadi pembentukan abses, biasanya clavicula. Cara insisi yang lain dan sesuai dengan segi
terapi medikamentosa saja tidak cukup, apabila dengan kosmetika adalah dengan membuat insisi horizontal
terapi medikamentosa yang adequate selama 48 jam setinggi cricoid.1,2,7
tidak ada perubahan, diperlukan tindakan pembedahan
seperti insisi dandrainase abses. Pemberian cairan yang
adequant, monitor output-input, observasi status
sirkulasi dan pulmonologi dari pasien harus terus
dilakukan untuk mencegah komplikasi dari infeksi
ruang leher.2,7
Insisi dan drainase atau pembedahan harus
dilakukan, pada kasus-kasus infeksi ruang leher yang
telah terjadi komplikasi, atau antisipasi komplikasi
yang terjadi.

Teknik insisi dan drainase :


Pada abses retrofaring
Abses yang kecil dan terlokalisir dapat Pembedahan pada abses retrofaringeal (external
diinsisi dengan menggunakan approach perioral untuk approach)7
mencegah terbentuknya scar dan mencegah terjadinya Tarikan pada bagian posterior m.
kontaminasi jaringan leher. Sternocleidomastoideus dan carotid sheath
Jalan nafas dilindungi dari bahaya aspirasi memperlihatkan daerah antara faring dan vertebra,
dengan cara menempatkan pasien pada posisi Rose dengan menjaga N. Hypoglossus dan superior laringeal
dengan leher dalam posisi ekstensi. Kepala neurovascular bundle.2,7
direndahkan sehingga pengeluaran pus tidak akan
teraspirasi, dan dengan menggunakan skapel tajam Pada Abses Peritonsiler
yang kecil dilakukan insisi vertikal yang pendek pada Sebaiknya menggunakan anestesi topikal
titik dimana pembengkakan paling besar. yaitu lidokain 5% intranasal pada ganglion
Untuk faktor keamanan, pisau sebaiknya sfenopalatina ipsilateral, disini dapat mengurangi nyeri
diarahkan oleh jari telunjuk yang diletakan pada abses. sehingga dapat mengurangi trismus.
Jika pus tidak keluar, dimasukan hemostat tertutup Pada anak-anak atau penderita tidak
yang kecil pada luka, kemudian dengan lembut kooperatif, dilakukan narkose umum. Insisi dilakukan
didorong kearah yang lebih dalam dan meluas.2,7 pada daerah fluktuasi, biasanya pada daerah
supratonsiler sehingga pilar anterior terhindar dari
pembentukan jaringan parut. Pada abses peritonsiler
disini atau selulitis peritonsiler tidak akan terjadi
drainase pus, maka dilakukan punksi dulu dengan
jarum no. 12.
Untuk mencegah kekambuhan, tonsilektomi
dilakukan 5 minggu setelah peradangan teratasi.2,3,8

140 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
c. Melalui fossa submaksilaris secara
“MOSHER”, cara dipergunakan bila lokasi
pus tidak jelas dan terdapat tanda-tanda
sepsis.
Teknik Mosher yaitu dengan insisi bentuk
huruf T yang cukup lebar. Garis horizontal dari huruf
T sejajar dengan pinggir bawah mandibula dan garis
vertikal dibuat di sepanjang tepi anterior otot
sternocleidomastoideus sehingga kelenjar
submaksilaris terbuka, vena fasialis diikat dan
dipotong, kemudian pinggir bawah kelenjar disisihkan
Daerah untuk melakukan insisi pada abses
secara tumpul terus kearah belakang dan keatas sampai
peritonsiler. Insisi dilakukan pada pertengahan
ligamentum Stylomandibula dibawah mandibula, jari
garis yang menghubungkan molar terakhir dan
diteruskan ke atas sampai teraba prosesus stiloideus,
uvula4
kemudian diseksi diteruskan secara tumpul sampai
batas carnii fossa faringomaksilaris.2
Pada Abses Submandibular
Cara insisi dan drainase pada abses
tergantung lokasi dan penyebaran dari infeksinya
yaitu: bila abses masih terlokalisir maka dapat
dilakukan insisi dan drainase, penyembuhan dapat
terjadi sempurna.
Bila abses meluas dan menembus m.
Mylohyoid maka infeksi dapat menjalar ke ruang
submaksilaris sehingga leher akan terkena, kalau
mengenai leher secara bilateral disebut Angina
Ludwig, proses ini biasanya akan berlangsung dengan
cepat, kira-kira 3-10 jam, sehingga perlu pengobatan
yang segera. Ditandai oleh penyebaran selulitis
gangrenosa yang cepat dari daerah kelenjar
submaksilaris, berbau busuk dengan sedikit atau tidak Teknik Mosher5
jelas adanya pus dan terjadi pembengkakan seperti
papan yang nyeri di daerah submandibula dan dasar
mulut, gusi serta lidah dan dapat jauh ke bawah sampai Perawatan rumah sakit lebih dari 11 hari biasanya
kedaerah klavikula. Juga disertai adanya edema laring lebih sering pada dewasa dibandingkan dengan anak-
sehingga timbul efek sesak nafas, suara serak, lidah anak. Bagan 3.1 menjelaskan mengenai algoritme
sakit bila digerakan dan imobilisasi rahang oleh karena penanganan infeksi ruang leher.
adanya regangan dan indurasi dari struktur di arkus
mandibula.
Tindakan insisi horizontal dilakukan
submental, yaitu 1 cm diatas tulang hyoid dari sudut
mandibula yang satu ke sudut mandibula yang lain
kemudian fasia leher profunda dan mylohyoid diinsisi
secara vertikal dari simphisis mandibula ke tulang
hyoid. Drain ditempatkan disebelah dalam m.
Mylohyoid yaitu di dalam ruang sublingual.
Bila abses mengenai ruang submandibula
yang unilateral, insisi dilakukan sejajar dengan bagian
inferior mandibula ±2 cm dibawahnya dan dilakukan
dari angulus mandibula ke simphisis.2,6

Pada Abses Parafaring:


Insisi abses pada daerah ini ada 3 cara :
a. Intraoral, bila penonjolan yang timbul kearah
faring yaitu di dinding faring lateral
b. Ekstra oral, dimana insisi dari sebelah luar,
dibawah angulus mandibula dan diseksi
secara tumpul sepanjang batas medial dari m.
Pterigoid internus menuju prosesus styloideus

141 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
trunchus simfatikus, nervus kranial IX-X-XII.
Tromboflebitis pada vena jugularis interna dan
septikemia sampai terjadinya septik emboli pada paru
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa.
Sindrom Lemierre yang disebabkan oleh bakteri
fusobacterium necrophorum, dimana gejalanya
terdapat “spiking fever” (demam yang tiba-tiba tinggi,
tiba-tiba normal), nyeri pada daerah m.
Sternokleidomastoideus, kaku uduk, arthritis septic,
emboli paru.
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan
CT Scan adanya gambaran cincin yang mengelilingi
daerah radiolusen yang menandakan adanya fokal pus
didalamnya. Terapi yang diberikan meliputi antibiotik,
insisi drainase, ligasi dari vena jugularis interna,
antikoagulan.
Penyebaran infeksi juga dapat terjadi dari
sarung karotis yang terinfeksi, contohnya pada
sindroma Homer dan aneurisma myotic pada sistem
arteri karotis, dengan terjadinya pembentukan formasi
pseudoaneurisma sampai ruptur dari dinding pembuluh
darah. Perdarahan hebat dari canal auditorius, yang
memerlukan terapi segera melalui pembedahan
Algoritme Penanganan Infeksi ruang leher1 ataupun intervensi radiologis. Osteomyelitis pada
tulang belakang dan os mandibula dapat merupakan
sumber terjadinya infeksi pada ruang leher.
5. Komplikasi Komplikasi yang paling ditakuti dari infeksi
Komplikasi Infeksi ruang leher dapat ruang leher adalah mediastinis. Pemeriksaan radiologi
berupai:1,2 terdapat gambaran pelebaran dari mediastinum,
Komplikasi Infeksi : pneumothorax dan pneumomediastinum atau edema
 Erosi dan Perdarahan arteri Karotis pulmoner sampai pada gambaran ARDS (Acute
 Trombosis V.Jugular Interna Respiratory Distress Syndrome). Kasus kematian yang
 Trombosis sinus Cavernosus terjadi pada mediastinis dapat disebabkan oleh
 Defisit Neurologis: Horner Syndrome, Nervus perforasi esofagus.2
Kranisalis IX-XI
 Osteomielitis Mandibula 6. Prognosis
Pasien dengan infeksi ruang leher mempunyai
 Osteomielitis Vertebra
prognosis yang baik, apabila mendapatkan penanganan
 Mediastinitis
yang cepat dan tepat. Apabila terjadi keterlambatan
 Edema Paru pada terapi, akan timbul penyulit, dan angka
 Perikarditis kesembuhan yang rendah. Apabila murni kasus infeksi
 Aspirasi (Ruptur Spontan) dan sumbernya telah dieliminir, kemungkinan infeksi
 sepsis berulang sangatlah kecil.1
Kompliksi bedah:
 Kerusakan struktur neurovaskuler
 Infeksi luka DAFTAR PUSTAKA
 Septikemi
 Pembentukan skar 1. Byron J. Bailey, Head & Neck Surgery-
 Aspirasi Otilaryngology, 4th editon, Lippincot Williams &
Komplikasi ini biasanya terjadi pada Wilkins, Philadephia, 2006.
penanganan yang terlambat, dimana proses infeksinya
telah mempengaruhi ruang disekitarnya. Host faktor 2. Ballenger, JJ, Disease of the Nose, Throat, Ear,
juga sangat berpengaruh terhadap perjalanan infeksi Head & Neck, 13th edition, Lea and Febringer,
pada ruang leher, seperti pada penyakit sistemik, Philadelphia, 1985, page 306-316.
contohnya diabetes.
Komplikasi yang terjadi juga erat kaitannya 3. K. J. Lee, Essential Otolaryngology Head & Neck
dengan struktur anatomi yang berdekatan dari infeksi Surgery, 8th edition, The McGraw-Hill
ruang leher itu sendiri. Organ yang sangat berisiko Companies, Inc, USA, 2003, page 422-438.
apabila terjadi komplikasi karena letaknya yang saling
berhubungan adalah arteri karotis, vena jugularis,

142 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
4. Hollingshead WH. Anatomy for Surgeons, Head
& Neck, 1982.

5. Lore & Medina, An Atlas of Head & Neck


Surgery, 4th edition, Elsevier Saunder, Inc,
Philadelphia, 2005, page 854-855.

6. Brown, David F, MD & Ritchmeter, William J,


MD, PhD, Infection of the Deep Fasial Spaces of
the Head & Neck, 2nd edition, American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery Foundation, Inc, Washington DC, 1987,
page 5-47.

7. Byrne, Maria N.Md & Lee, Kj, MD FACS,


Neck Spaces and Fascial Planes, in Essential
Otolaryngology Head & Neck Surgery, 6th
edition, Appleton & Lange, Stamford,
Connecticut, 1995, page 443-460.

8. Joseph, Donal J & Templer, Jerry, Gerald,


English M, Tonsilectomy and Adenoidectomy in
English Otolaryngology, Vol III, Revised Edition,
JB. Lippincot-Co, Philadelphia, 1998, page 1-22.

9. Frans, R. Ketepatan Aspirasi Abses Ruang Leher


Dalam Dengan Atau Tanpa Panduan
Ultrasonografi. Tesis. Unpad, 2006.

10. Putz, R. Pabst, R. Atlas anatomi manusia, 20th


edition. EGC, 1995 : page: 141.

11. Bull, RT. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th


edition. Thieme, Stutgart. 2003.

12. Lalakea MC, Messner AH. Retropharyngeal


abscess management in children: current practice.
Otolaryngology. Head and Neck Surgery.
1999:121:398-405.

143 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
TRAUMA MAKSILOFASIAL

FRAKTUR HIDUNG
sedangkan usia lebih dari 60 tahun pada wanita.
Fraktur tulang hidung merupakan jenis fraktur Penelitian yang dilakukan Fernandes pada tahun 2004,
yang sering terjadi pada wajah. Fraktur tulang hidung dari 52 pasien fraktur tulang hidung, 38 orang pria dan
menempati urutan ketiga setelah fraktur klavikula dan 14 orang wanita dengan usia 14-52 tahun (rata-rata
24.6). Penelitian yang dilakukan di sebuah klinik
pergelangan tangan. 1 Illum dkk menyatakan bahwa
fraktur tulang hidung di Inggris bulan Juli-September
sekitar 39% kasus trauma muka melibatkan hidung. 2001 melaporkan dari 91 pasien yang diteliti, 59 orang
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat trauma adalah pria dengan usia terbanyak 11-30 tahun dan 32
langsung maupun tidak langsung. Bentuk fraktur orang wanita dengan kelompok usia bervariasi.
bervariasi tergantung dari arah mana dan kekuatan Umumnya fraktur tulang hidung terjadi
traumanya. karena perkelahian (34%), kecelakaan (28%) dan
olahraga (23%). Fernandes melaporkan dari 52 kasus
Fraktur tulang hidung sering terjadi yang diteliti, sebanyak 22 (42%) kasus karena
olahraga, 6 kasus (11.5%) karena kecelakaan kerja, 2
berhubungan dengan letak hidung yang berada di
kasus (3.8%) karena terjatuh, dan 6 kasus (11.5%)
bagian tengah wajah dan menonjol. Disusun oleh karena trauma lain. Penyebab tersering pada anak-
kartilago dan kerangka tulang yang tidak fleksibel anak adalah terjatuh dan olahraga. Selain itu, sebanyak
menyebabkan rentannya terjadi fraktur pada hidung. 30-50% anak-anak korban kekerasan menderita fraktur
Selain tulang yang tipis, hidung disusun juga oleh tulang hidung.
jaringan ikat yang tipis dan tidak adanya otot yang kuat Wild dkk melakukan tindakan reduksi pada
sehingga bila terjadi deviasi walaupun hanya beberapa 37 pasien fraktur tulang hidung dan sebanyak 80 %
menyatakan puas dengan hasilnya. Staffle seperti
millimeter dapat dengan mudah terlihat dengan mata
yang dikutip oleh Reily MJ dkk mengemukakan bahwa
‘biasa’. Selain fungsi estetika, hidung juga berperan tingkat kepuasan pasien dengan prosedur ini bervariasi
sebagai pintu masuk jalan napas. Adanya gangguan mulai dari 62% sampai 92%, sedangkan kepuasan
akan menyebabkan ketidaknyamanan dan gejala yang pembedah lebih rendah (21%-65%).
berhubungan dengan sumbatan hidung dan bahkan
terganggunya penciuman. ANATOMI
Kerangka tulang hidung terdiri dari tulang
Diagnosis yang akurat dan pemilihan operasi dan tulang rawan yang saling terikat. Nasion
yang tepat adalah kunci dalam penatalaksanaan fraktur merupakan daerah pertautan sepasang tulang hidung
tulang hidung. Riwayat yang lengkap dan penilaian dengan prosesus nasalis os frontal. Sepasang tulang
fisik yang menyeluruh cukup adekuat untuk hidung ini menunjang setengah bagian atas dari
mendiagnosis fraktur tulang hidung. Penatalaksanaan piramid hidung. Sebelah lateral tulang hidung akan
fraktur tulang hidung dilakukan pertama kali oleh berartikulasi dengan prossesus frontalis maksila. Pada
bangsa Mesir dan Yunani dengan cara reduksi. bagian superior tulang hidung, kulit dan jaringan lunak
Meskipun trauma ini tidak mengancam sangat tebal dan berartikulasi dengan tulang frontal,
nyawa, penatalaksanaan yang salah atau kurang tepat sedangkan pada bagian inferior tulang hidung jaringan
dapat menyebabkan deformitas baik secara estetika lunak dan kulitnya lebih tipis dan berartikulasi dengan
maupun fungsional. kartilago lateral atas. hidung, kartilago dan septum .
Sehingga sering fraktur hidung terjadi pada setengah
KEKERAPAN bagian bawah dari tulang hidung. Bagian posterior
Beberapa penelitian menunjukkan tingginya septum dibentuk oleh tulang vomer dan lamina
insiden fraktur tulang hidung baik pada anak-anak perpendikularis os etmoid, terletak di bagian tengah
maupun dewasa. Pada kasus-kasus trauma yang berada di bagian dalam tulang hidung. Akan
maksilofasial, ditemukan insiden fraktur tulang hidung tetapi tulang-tulang tersebut tipis dan hanya sedikit
pada anak-anak mencapai 45% dan pada sebanyak menunjang setengah bagian atas hidung.
39% fraktur tulang hidung terjadi pada 1000 pasien
dengan trauma maksilofasial. Insiden fraktur tulang anatomi hidung, hubungan antara tulang
hidung di Denmark dilaporkan mencapai 53 per
100.000.
Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok
umur, fraktur tulang hidung terjadi 2 kali lebih banyak
pada pria dibandingkan wanita. Pada pria, insiden
fraktur tulang hidung tertinggi di usia 15-20 tahun
144 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Anatomi septum 1, Os frontal; 2, Os nasal; 3,
Lamina perpendicular os etmoid; 4, Vomer; 5,
Krista nasalis os platina; , Krista nasalis os Patofisiologi trauma
maksila; 7, Kartilago kuadrangularis

Trauma yang mengenai tulang hidung


Setengah bagian bawah dari hidung ditunjang maupun tulang rawan hidung dapat menyebabkan
oleh sepasang kartilago lataral atas, sepasang kartilago deformitas dan sumbatan hidung. Tipe dan seberapa
lateral bawah dan kartilago kuadrangularis (Gambar 1 parah fraktur tulang hidung yang terjadi tergantung
dan 2). Kartilago lateral atas mempunyai artikulasi dari kekuatan, arah dan mekanisme terjadinya trauma.
berupa jaringan ikat dengan tulang hidung di bagian Objek penyebab yang kecil dengan kecepatan tinggi
superior yang menyatu dari periosteum dan dapat menyebabkan kerusakan yang sama dengan
perikondrium, dengan kartilago kuadrangularis di objek penyebab yang besar dengan kecepatan lebih
bagian medial dan dengan kartilago lateral bawah di rendah. Trauma hidung dari arah lateral merupakan
bagian inferior. Kerangka tulang rawan ini membentuk trauma yang paling sering terjadi dan dapat
huruf “T” yang menyatu di garis tengah septum. mengakibatkan fraktur pada satu atau kedua tulang
Kerangka tulang rawan yang berbentuk huruf “T” hidung yang sering disertai dengan dislokasi pada
tersebut sangat penting untuk menunjang area katup, septum hidung (Gambar 3, A dan B). Dislokasi septum
dan memberi kekuatan yang cukup untuk menahan dapat menyebabkan dorsum nasi berbentuk S, puncak
tekanan dari daerah tulang di sekitarnya. Kartilago hidung tidak simetris dan sumbatan hidung. Trauma
lateral bawah terdiri dari krus medial dan lateral yang dari arah frontal pada hidung dapat mengakibatkan
hampir menyerupai kerangka tulang rawan yang kedua tulang hidung tertekan (depresi), dorsum nasi
berbentuk huruf “T” tadi (Gambar 1). Disini terdapat menjadi lebar dan sumbatan hidung yang berat
perlekatan berupa jaringan ikat, yaitu dengan kertilago (Gambar 3, C). Trauma yang lebih berat dapat
lateral atas di bagian superior dan dengan kartilago mengakibatkan seluruh piramid hidung patah
septum di bagian medial. Kartilago lateral bawah ini berkeping-keping, biasanya disebabkan oleh trauma
cukup tebal dan memberi bentuk pada lubang hidung hidung yang datang dari arah frontal (Gambar 3, D).
dan puncak hidung, sedangkan kartilago Selain itu arah trauma yang jarang terjadi adalah ke
kuadrangularis berfungsi sebagai tiang penunjang arah superior (dari bawah). Trauma dari arah ini akan
daerah dorsum nasi dan juga puncak hidung. menyebabkan fraktur septum yang parah dan dislokasi
kartilago kuadringularis. Apabila trauma yang terjadi
tidak didiagnosis dan dikoreksi dengan tepat maka
pasien dengan keadaan tersebut akan mengalami
PATOFISIOLOGI
gangguan estetika dan fungsional.
Trauma yang terjadi pada hidung bervariasi,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia,
besarnya kekuatan trauma, arah trauma dan objek KLASIFIKASI
penyebab trauma.
Berdasarkan waktu, fraktur hidung dibagi
menjadi fraktur hidung baru dan lama. Pembagian

145 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menurut waktu ini berdasarkan atas pembentukan Setiap benturan keras yang mengenai hidung harus
kalus (callus). Bila kalus belum terbentuk sempurna dicurigai terdapatnya fraktur pada tulang hidung.
maka fraktur digolongkan dalam fraktur baru, Adanya deformitas pada hidung menunjukan bahwa
sedangkan bila kalus sudah mengeras digolongkan telah terjadi fraktur pada tulang hidung. Akan tetapi
dalam fraktur lama (biasanya pada akhir minggu kedua kadang-kadang epiktaksis mungkin merupakan satu-
setelah trauma). satunya gejala klinis yang ditemukan tanpa disertai
adanya deformitas yang jelas pada hidung.
Fraktur tulang hidung berdasarkan keutuhan
kulit atau mukosa pada saat terjadinya trauma dibagi
menjadi; fraktur tulang hidung tertutup, fraktur tulang
hidung terbuka atau kombinasi keduanya. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan struktur tulang yang terlibat, Pemeriksaan fisik merupakan kunci dalam
maka fraktur pada tulang hidung dapat diklasifikasikan mendiagnosis fraktur pada tulang hidung dan akan
menjadi 5 tipe, yaitu: (1) tipe I : setengah bagian lebih tepat apabila dilakukan segera setelah terjadinya
bawah tulang hidung: (2) tipe II : seluruh tulang trauma dan sebelum terdapatnya edema. Pemeriksaan
hidung terpisah dari sutura noso frontal; (3) tipe III : lokal yang meliputi hidung luar dan rongga hidung
tulang hidung dan prosesus frontal maksila ; (4) tipe IV harus dilakukan. Inspeksi dan palpasi pada hidung
: tulang hidung, prosesus frontal maksila, spina tulang harus dilakukan, baik eksternal maupun internal untuk
frontal dan tulang etmoid; (5) tipe S/modifikasi : mengetahui adanya deformitas, deviasi ataupun bentuk
termasuk fraktur pada septum. Klasifikasi tersebut di yang abnormal.
atas sangat sederhana, berdasarkan anatomi dan
Pemeriksaan pada hidung bagian luar harus
dengan demikian dapat langsung ditentukan jenis
dinilai dari semua sudut. Pada pemeriksaan dinilai
operasi yang akan dilakukan.
adanya perubahan bentuk hidung tampak tidak simetris
Berdasarkan susunan tulang yang mengalami akibat pergeseran struktur tulang hidung ataupun
fraktur, maka fraktur pada tulang hidung dapat kerusakan pada kartilago, ukuran, pembengkakan,
diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu: (1) tipe I : laserasi pada kulit, ekimosis dan hematoma.
fraktur tulang hidung uniteral sederhana; (2) tipe II :
Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan
fraktur tulang hidung bilateral sederhana; (3) tipe III :
dengan rinoskopi anterior. Bila terdapat bekuan darah
fraktur tulang hidung berkeping baik unilateral,
maka harus dibersihkan terlebih dahulu dan bila perlu
bilateral atau frontal; (4) tipe IV : fraktur tulang hidung
menggunakan nasal dekongestan dan anestesi topikal.
yang melibatkan septum, yang dapat dibagi lagi
Pada pemeriksaan dinilai aliran udara hidung, adanya
menjadi tipe IV a : terdapat hematoma septum; tipe IV
pembengkakan mukosa hidung, ada tidaknya robekan
b : terdapat robekan pada mukosa.
pada mukosa septum, epistaksis, deformitas dan
hematoma septum.

DIAGNOSIS Palpasi pada struktur hidung luar harus


dilakukan untuk menilai stabilitasnya. Pada
Anamnesis kebanyakan kasus adanya depresi atau pergeseran pada
tulang hidung merupakan tanda terdapatnya fraktur
Diagnosis yang tepat pada fraktur tulang pada hidung. Kartilago pada hidung dan septum harus
hidung ditegakkan berdasarkan riwayat trauma dan diperiksa untuk kemungkinan terdapatnya dislokasi.
pemerikasaan fisik secara menyeluruh. Riwayat trauma Puncak hidung harus didorong ke arah oksiput untuk
yang meliputi : (1) kekuatan, arah dan mekanisme memeriksa keutuhan kartilago penunjang septum.
terjadinya trauma; (2) adanya epistaksis atau Adanya krepitasi dan nyeri tekan juga merupakan salah
kebocoran cairan serebrospinalis; (3) riwayat trauma satu tanda terdapatnya fraktur pada tulang hidung.
atau operasi sebelum terjadi fraktur hidung; (4) adanya
sumbatan atau deformitas pada hidung setelah trauma.
Memahami mekanisme terjadinya trauma Pemeriksaan Radiologi
akan sangat membantu dalam menentukan perluasan
dari trauma. Hal tersebut berguna untuk mengetahui Kegunaan pemeriksaan radiologi berupa foto
penyebab trauma, arah datangnya trauma serta polos os nasal untuk mendiagnosis fraktur pada hidung
besarnya kekuatan trauma yang diterima oleh hidung. sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa penulis

146 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
menyatakan perlunya dokumentasi berupa foto polos sulit untuk menegakkan diagnosis adanya fraktur dan
os nasal untuk kepentingan medikolegal pada kasus- sulit pula menentukan posisi fragmen fraktur, maka
kasus fraktur tulang hidung. Akan tetapi penelitian- sebaiknya reposisi ditunda sampai akhir minggu
penelitian sebelumnya menunjukan pemeriksaan pertama. Diharapkan dalam waktu tersebut edema serta
radiologi (foto polos os nasal) memiliki sensitivitas hematoma akan hilang dan deformitas akan lebih jelas
dan spesifisitas yang buruk dalam mendignosis fraktur terlihat. Setelah itu reposisi dilakukan secara tertutup.
tulang hidung. Mereka juga menyimpulkan Akan tetapi apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan
pemeriksaan radiologi tidak bermanfaat dan tidak adanya hematoma pada septum maka aspirasi atau
berpengaruh dalam penatalaksanaan fraktur tulang insisi dan drainase harus segera dilakukan agar tidak
hidung. Pemeriksaan radiologi dengan tomografi terjadi nekrosis pada kartilago septum. Reduksi
komputer dinilai lebih bermanfaat. Penelitian terbaru dibutuhkan hanya untuk fraktur tulang hidung yang
menemukan ultrasonografi dapat menjadi pemeriksaan mnyebabkan deformitas dan sumbatan hidung.
radiologi alternatif untuk mengevaluasi fraktur pada
Pada fraktur lama yang lebih dari 2 minggu
tulang hidung.
dan sudah terbentuk kalus, reposisi secara tertutup
tidak akan memberi hasil ynag memuaskan. Dengan
demikian perlu dilakukan tindakan reposisi secara
Dokumentasi terbuka.
Foto dokumentasi sebelum dan sesudah Pada kasus fraktur hidung terbuka dilakukan
tindakan sangat diperlukan. Foto standar yang eksplorasi segera ditempat luka dan bila terdapat
digunakan dalam menganalisa wajah adalah: tampak avulsi, jaringan itu dijahitkan kembali kemudian
frontal, kedua sisi lateral, kedua sisi oblik dan tampak fragmen tulang direposisi.
basal. Hal ini diperlukan selain untuk kepentingan
medikolegal juga untuk perbadingan sebelum dan
sesudah dilakukan tindakan serta merekam adanya PENATALAKSANAAN REDUKSI TERTUTUP
kemungkinan pasien telah mengalami deformitas pada
hidung sebelum terjadi trauma. Tujuan utama penatalaksanaan fraktur tulang
hidung adalah untuk mengembalikan fungsi dan
bentuk hidung seperti sebelum terjadinya trauma.
KOMPLIKASI Di antara fraktur tulang hidung yang sering
dijumpai adalah fraktur tulang hidung uniteral yang
Komplikasi pada fraktur hidung terjadi segera
disertai dengan pergeseran piramid hidung kesisi
ataupun lambat. Yang termasuk komplikasi segera
lainnya dan fraktur hidung yang disertai dislokasi atau
adalah: edema, ekimosis, hematoma septum,
deviasi septum nasi. Kebanyakan fraktur tulang
epistaksis, infeksi, adanya kebocoran cairan
hidung dapat ditangani secara adekuat dengan
serebrospinalis dan juga pernah dilaporkan
menggunakan teknik reduksi tertutup. Teknik reduksi
trigeminovagal reflek. Sedangkan yang termasuk
tertutup ini biasanya memberikan hasil yang
komplikasi lambat antara lain: obstruksi hidung,
memuaskan pada kebanyakan kasus fraktur tulang
jaringan parut, deformitas sekunder, sinekia, hidung
hidung, karena teknik ini mudah dilakukan, memiliki
pelana dan perforasi septum.
angka kesakitan yang rendah dan waktu penyembuhan
cepat. Oleh karena itu seorang dokter THT harus
mengusai teknik reduksi tertutup ini dengan baik
PENATALAKSANAAN karena trauma pada hidung akan sering ditemukan
pada praktek sehari-hari, yaitu berupa fraktur pada
Dalam penatalaksanaan fraktur tulang hidung
tulang hidung yang sederhana (simple fracture).
harus dipertimbangakn tiga aspek untuk mendapatkan
hasil yang baik, yaitu : waktu, jenis anestesi dan tehnik Teknik reduksi tertutup ini idealnya dilakukan
operasi. pada fraktur hidung baru yang sebelumnya terjadinya
trauma tidak terdapat deformitas, tidak ada keluhan
Pada prinsipnya apabila terjadi fraktur hidung
hidung tersumbat dan pada pasien-pasien yang
baru sederhana dan tertutup maka reposisi dilakukan
mengalami fraktur depresi tulang ipsilateral.
segera bila keadaan umum memungkinkan. Tetapi bila
terdapat edema atau hematoma yang luas maka akan

147 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL


Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
Indikasi terletak dekat foramen sfenopalatina, antara konka
inferior dan septum nasi. Tambahan suntikan anestesi
Indikasi melakukan teknik reduksi tertutup,
(infiltrasi lokal) dengan lidocain 2% yang mengandung
pada prisipnya dilakukan pada pasien-pasien yang
epinefrin konsentrasi 1:100.000 dilakukan disepanjang
mengalami fraktur hidung baru, yaitu : (1) fraktur
dorsum nasi, lateral sampai piramid hidung dan bagian
tulang hidung uniteral atau bilateral; (2) fraktur tulang
bawah dari septum nasi anterior untuk memblok n.
hidung dan septum (nasal-septal complex) yang
infratrokhlearis, n. infraorbitalls, n. alveolaris superior
disertai deviasi piramid hidung (nasal framework)
dan ganglion sfenopalatina. Kadang-kadang diperlukan
kurang dari setengah lebar nasal bridge.
penambahan penyemprotan lidokain spray beberapa
kali untuk memperoleh efek vasokonstriksi yang baik.
Waktu Pemeriksa sebaiknya menunggu selama 10 sampai 20
menit agar obat anestesi yang telah diberikan bekerja
Sampai saat ini masih terdapat kontroversi efektif. Premedikasi dengan diazepam 5 sampai 10 mg
waktu yang paling tepat dilakukannya terapi pada dapat diberikan 30 menit sebelum tindakan reduksi
fraktur tulang hidung. Penelitian fraktur tulang hidung tertutup dimulai. Keuntungan dengan analgesia lokal
dilakukan segera setelah terjadinya trauma, sebelum ialah biayanya murah, risikonya lebih kecil dan waktu
terdapat edema, karena edema yang terjadi pada lebih fleksibel.
jaringan lunak biasanya akan menutupi fraktur tulang
hidung yang ringan sampai sedang, sehingga tindakan Akan tetapi pada anak-anak, orang dewasa
reduksi tertutup sulit untuk dilakukan secepatnya. muda atau pasien yang tidak begitu kooperatif,
Dengan demikian, pasien-pasien tersebut harus tindakan reduksi tertutup sebaiknya dilakukan dengan
dilakukan evaluasi kembali dalam 3 sampai 4 hari lagi. anestesi umum.
Apabila terdapat edema, maka pasien-pasien tersebut
akan dilakukan pemeriksaan kembali pada 3 sampai 4
hari yang akan datang, dan tindakan reduksi tertutup
sebaiknya dilakukan antara 3 dan 10 hari sesudah
trauma. Akan tetapi waktu terbaik untuk melakukan
FRAKTUR MAKSILA
tindakan reduksi tertutup agar didapatkan hasil yang
memuaskan adalah 3 jam pertama setelah terjadinya
trauma. Staffel menekankan pentingnya menangani
fraktur tulang hidung dalam 2 minggu setelah Definisi fraktur maksila : Fraktur yang berhubungan
terjadinya trauma, karena pada fraktur yang terjadi dengan sistem pilar vertikal dari sepertiga tengah
lebih dari 2 minggu dan sudah terbentuk kalus, sangat wajah.
tidak mungkin untuk melakukan teknik tersebut di
atas, sehingga memerlukan teknik reduksi terbuka.
Apabila terjadi deviasi septum bersamaan dengan
Klasifikasi :
deviasi hidung, suatu tindakan untuk meluruskan
septum dapat dilakukan bersamaan dengan reduksi Le Fort I ( Prosesus alveolaris ) : Fraktur maksila
atau rinoplasti dan tindakan ini dikenal sebagai rendah yang memisahkan maksila setinggi dasar
septorinoplasti. hidung

Le Fort II ( Fraktur Piramidal ) : Fraktur pada palatum


Anestesi dan sepertiga tengah wajah yang berakibat terpisahnya
Reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung bagian sepertiga tengah wajah dari dasar kranium.
dapat dilakukan dengan analgesia lokal atau anantesia
Le fort III (Craniofacial disjunction) : Fraktur yang
umum.
mengakibatkan pemisahan lengkap kompleks
Anestesi lokal dapat dilakukan dengan zygomaticomaxillaris dari dasar kranium.
pemasangan tampon lidokain 1-2% atau kokain 4%
yang dicampur dengan epinefrin 1 : 100.000. tampon
kapas ini ditempatkan pada meatus superior persis
Kriteria diagnosis:
dibawah tulang hidung, di antar konka media dan
septum dan bagian distal dari kapas tipis tersebut
148 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
A. Anamnesis :  CT Scan baik potongan axial maupun coronal.
- Pembengkakan infra orbital  pemeriksaan untuk persiapan operasi :
- Hipestesi cabang N.V2 lab darah : Hb, Lekosit, Trombosit, BT, CT,
- Maloklusi (Le Fort I – II) bila perlu PT dan aPTT, SGOT,SGPT,
- Epistaksis (Le Fort II – III)
Ureum, Kreatinin, Na, Kalium.
- LCS leak (Le Fort III)
- mekanisme trauma : tentang kekuatan, lokasi
Radiologik : foto Thoraks
dan arah benturan yang terjadi
- cedera di bagian tubuh yang lain
Lain-lain : EKG bila perlu
- riwayat perubahan status mental dan penuruna
kesadaran
- adanya defisiensi fungsional lainnya,
misalnya berhubungan dengan jalan nafas,
Penatalaksanaan/terapi
penglihatan, syaraf otak ataupun pendengaran
- Perbaikan keadaan umum
B. Pemeriksaan Fisik :
- Medikamentosa kausal
- secara inspeksi wajah tampak tidak simetris
atau tidak proporsional - transfusi darah (bila perlu)
- Inspeksi : kelainan lokal,luka, asimetri wajah, - Operatif : Repair (atau Reduksi) fraktur maksila
adakah gangguan fungsi mata, gangguan
oklusi, trismus, paresis fascialis dan Dapat berupa :
sebagainya.
 LeFort I :
- edema jaringan lunak dan ekimosis Fiksasi interdental dan intermaksilar selama 4 –
6 minggu
- palpasi : daerah supraorbital, lateral orbital rim,
zygoma, infra orbital, hidung, mandibula,  LeFort II :
sendi temporomandibular, palpasi bimanual Seperti LeFort I disertai fiksasi dari sutura
(ekstra – intra oral). zigomatikum atau rim orbita

- LeFort I  LeFort III :


- Terdapat mobilitas atau pergeseran arkus Reduksi terbuka dengan fiksasi interdental dan
dentalis, maksila dan palatum intermaksilar, suspensi dari sutura
- Maloklusi gigi zigometikum dan pemasangan kawat dari rim
orbita.
- LeFort II
- Palatum bergeser ke belakang Dapat digunakan mini/microplate untuk mobilisasi
- Maloklusi gigi segmen fraktur sebagai pengganti kawat.

- LeFort III Bila dengan teknik diatas tidak didapatkan fiksasi


yang adekuat, digunakan alat fiksasi eksterna untuk
- Terdapat mobilitas dan pergeseran kompleks membuat traksi lateral atau anterior.
zigomatikomaksilaris
Pemasangan splint bila terdapat displacement gigi,
- komplikasi intrakranial misalnya : kebocoran traktur alveolar atau maloklusi
cairan serebrospinal melalui sel atap
ethmoid dan lamina cribiformis. Penyulit :

Diagnosis banding : - Fraktur multiple wajah  Perdarahan


 Anemia
Pemeriksaan Penunjang  Obstruksi jalan nafas
 Cedera saraf
 Pemeriksaan radiologi baik berupa foto polos  Kebocoran CSF
maupun CT Scan  Infeksi
 Foto polos : posisi Waters, foto kepala lateral  Syok
maupun servikal lateral.
149 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS
150 Dr. Yussy Afriani Dewi, Mkes, SpTHT-KL
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSHS

Anda mungkin juga menyukai