Anda di halaman 1dari 36

Dengue Hemoragic Fever,

Chikungunya
Morbili dan Leptospirosis

Prof. DR. dr. Agus Riyadi, Sp. PD


Prof. DR. dr. Rizal Ridhar Rahman, SP. PD

Pembimbing : dr. Taufik M. Waly, Sp. PD

Fakultas Kedokteran Unswagati


RSUD WALED
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Demam Berdarah Dengue
• penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan atau tanpa nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan peningkatan hematokrit atau
penumpukan cairan dirongga tubuh.
Etiologi
• Demam Berdarah Dengue: virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu
type-1, type-2, type-3 dan type-4
Patofisiologi DBD
• Demam berdarah dengue:
a. Pembentukan antibodi virus dengue
b. Fagositosis virus
c. sistem komplemen menurun akibat aktivasi komplemen
yang menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a 
menstimulasi sel mast  pelepasan histamin  peningkatan
permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok
hipovolemik.
Kriteria diagnosis DBD (WHO, 1997)
• Demam akut 2-7 hari, biasanya bifasik
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
a. Rumple leed positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis dan perdarahan gusi)
d. Hematemesis atau melena
• Trombositopenia (<100.000/uL)
• Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma:
a. Peningkatan hematokrit > 20%
b. Penurunan hematokrit > 20% setelah terapi cairan
c. Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
Kriteria diagnosis DBD (WHO, 2009)
Kriteria diagnosis DBD (WHO, 2011)
Nb: kriteria klinis dan labotoris sama dengan WHO, 2009.
• Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan:
a. 2 kriteria klinis pertama + trombositopenia dan
hemokonsentrasi / peningkatan hematokrit > 20%
b. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan
plasma
c. Dijumpai tanda perembesan plasma : efusi
pleura/hipoalbuminemia
d. Dikonfirmasi dengan deteksi NS-1 (antigen virus
dengue) dan uji serologi anti dengue positif.
Revisi Diagnosis DHF menurut WHO
2009 dan T MUDWAL Theory
1. Pada daerah hiperendemis dengue
Setiap pasien panas ≤7 hari
Setiap pasien syok hipovolemik
Setiap pasien dengan test torniquet atau rumple leed (+)
Setiap pasien dengan trombositopeni (trombosit <150.000)
 Harus dicurigai disebabkan oleh infeksi dengue sampai dapat dibuktikan
bukan oleh karena infeksi dengue
2. Bila test toniquet (-)  diulang tiap 8 jam selama 2 hari berturut-turut
pada tangan berlainan, atau lihat kembali tempat yang telah dilakukan
test torniquet berubah menjadi positif atau tidak
Revisi Diagnosis DHF menurut WHO
2009 dan T MUDWAL Theory
3. Trombosit < 150.000 atau trombosit telah mendekati 150.000 /mm3
(misalnya ≤ 170.00/mm3) adanya gambaran pansitopenia, penurunan
jumlah trombosit secara signifikan (≥ 50.000), diff count limfosit ≤ 20%,
diff count monosit ≤ 3%. Hb > 14% dan Ht > 42% (pada orang Indonesia <
60 tahun). Hb > 15gr% dan Ht > 45% (orang Indonesia > 60 tahun), Ht/Hb
> 3x.
4. Cek limposit plasma biru. LPB > 1 % dikatakan positif
5. Kriteria WHO 2009 tentang cara diagnosa infeksi dengue selalu dijadikan
panduan
klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
DD /
DERAJAT GEJALA LABORATORIUM
DBD

Demam disertai 2 atau lebih Leukopenia


tanda: sakit kepala, nyeri retro- Trombositopenia, peningkatan
DD orbital, mialgia, manifestasi hematokrit (5-10%), dan tidak
perdarahan, ruam kulit ditemukan bukti kebocoran plasma
makulopapular dan atralgia

Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia (<100.000/µL), bukti


DBD I
rample leed positif ada kebocoran plasma

Gejala diatas ditambah Trombositopenia (<100.000/µL), bukti


DBD II
perdarahan spontan ada kebocoran plasma

Gejala diatas ditambah


Trombositopenia (<100.000/µL), bukti
DBD III kegagalan sirkulasi (kulit dingin
ada kebocoran plasma
dan lembab serta gelisah)

Syok berat disertai dengan


Trombositopenia (<100.000/µL), bukti
DBD IV tekanan darah dan nadi tidak
ada kebocoran plasma
teratur
Protokol 1

Protokol 2
Protokol 3
Protokol 4
Protokol 5
Chikungunya
• Chikungunya: Demam yang disebabkan oleh
alphavirus dan togaviridae yang disebarkan
oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes
Aegypti.
Patofisiologi chikungunya
• Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus
Chikungunya pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation
period) sebelum menimbulkan penyakit.
Diagnosis Chikungunya
• Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC
dan nyeri persendian hebat (severe athralgia)
dan atau dapat disertai ruam (rash).
• Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau
pernah berkunjung ke wilayah yang sedang
terjangkit Chikungunya dengan sekurang-
kurangnya 1 kasus positif RDT/ pemeriksaan
serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari
sebelum timbulnya gejala (onset of symptoms)
• Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya
salah satu diantara pemeriksaan berikut:
– Isolasi virus
– Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
– Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik
pada sampel serum
– Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada
pasangan sampel yang diambil pada fase akut dan
fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3
minggu)
• Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam
Chikungunya digolongkan dalam 3 kategori yaitu:
– KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
– KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
– KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
TATALAKSANA
• Simptomatis
– Antipiretik dan analgetik
• Suportif
– Tirah baring (bedrest), batasi pergerakkan
– Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan
tubuh akibat muntah, keringat dan lain-lain.
– Fisioterapi
Perbedaan chikungunya dan DBD
• Masa inkubasi intrinsik chikungunya rata-rata 3-7
hari (range 1-12 hari), sedangkan masa inkubasi
ekstrinsik berkisar 10 hari
• Cikungunya tidak terdapat plasma leakage
Morbili
• Penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
measles virus.
• Terinfeksi  virus menginfeksi jaringan limfatik lokal,
dibawa oleh makrofag paru, ampifilik virus morbilli
pada KGB regional  darah  seluruh tubuh 
ruam infeksi
Tanda dan gejala Morbilli
• Masa inkubasi 10-20 hari. Gejalanya dibagi
menjadi 3 stadium, yaitu:
a. Stadium kataral : 4-5 hari dgn demam,
malaise, batuk fotofobia, konjungtivitis, dan
coryza.
b. Stadium erupsi : 4-7 hari dengan coryza, da
batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di
palatum durum dan palatum mole.
c. Stadium konvalensi : berupa meninggalkannya
bekas yang berwarna lebih tua yang lama
kelamaan akan menghilang sendiri.
Penatalaksanaan morbilli
• Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis,
terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan
bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi
apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam.
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu
>39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit
atau adanya penyulit.
Perbedaan Morbilli dengan DBD
• Koplik spot
• 3C : Cough, Conjungtivitis, and Coryza
Leptospirosis
Suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
Spirochaeta yaitu Leptospira interrogans
(WHO).
PATOGENESIS
Luka/ aberasi
Leptospira Mukosa membranosa atau konjungtiva
aerosol inhalation dari microscopic droplets
Ingesti

Masuk ke sirkulasi

migrasi spirochetes ke dalam organ dan jaringan

Gejala klinis
Manifestasi Klinis
Fase I (septikemia)
• 4 – 7 hari
• Darah, LCS, Jaringan lain (-) pada akhir fase
• Leptospira masih tetap berada pada aqueos
humor dan parenkim ginjal
Manifestasi Klinis
Fase II (fase Imun)
• 4 – 30 hari
• Peninggkatan titer Ab leptospira
• Leptospirouria (1 – 4 mgg)
• Menigitis, gangguan hati dan ginjal terdapat
pada fase ini
Leptospirosis Nonikterik
Fase I :
 Demam, malaise, nyeri kepala, dan nyeri abdomen
 Mialgia, ruam kulit, hepatosplenomegali, dehidrasi
 Gejala hilang dengan lisisnya leptospira.
Fase II :
 Demam, uveitis, nyeri kepala
 Demam tidak terlalu tinggi dan singkat
 Tanda khas adalah meningitis (adanya pleositosis pada
LCS dengan/tanpa gejala meningeal
 Ab tinggi Leptospira hilang dari LCS (minggu ke-2)
 Leptospiuria
Leptospirosis Ikterik
Fase I :
 Sama seperti Leptospira nonikterik
Fase II :
 Gangguan fungsi hati dan ginjal
 Kegagalan sirkulasi
 Gangguan kesdaran
 Ikterus (mulai pada hari ke-3 atau minggu ke-2)
 Demam yang menetap antara kedua fase
 Oliguri dan anuri
 Aktivitas protrombin plasma dan albumin serum
Diagnosis
Daignosis pastinya:
1. Leptospira yang diisolasi dari cairan tubuh
2. Gambaran klinis sesuai leptospirosis
3. Kenaikan titer antibodi 4 kali atau lebih
Diagnosis
Diagnosis dibagi menjadi 3 klasifikasi:
Suspek: Gejala klinis (+) tanpa hasil lab

Probable: Gejala klinis leptospirosis (+) dan tes


serologi penyaring (+)

Definitif: Gejala klinis (+), hasil tes MAT adanya


peningkatan titer 4 kali atau lebih
Pengobatan
• Penisilin G 6-8 juta U/m2/hari i.v.
Dalam 6 dosis selama 7 hari

• Tetrasiklin 10 – 20 mg/kgBB/hari i.v.


Dalam 4 dosis selama 7 hari
Perbedaan Leptospirosis dan DBD
• Leptospirosis :
- memiliki riwayat kontak hewan transmisi leptospira
- Ikterus
- Nyeri m. gastronemius
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai