PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan
epitel (keratin) yang semakin menumpuk sehingga ukurannya bertambah besar.
1
Akumulasi dari keratin ini terjadi pada telinga tengah, epitimpani, mastoid dan apeks
petrosa.2 Seringkali dihubungkan dengan kehilangan pendengaran dan infeksi
telinga.3
2
Tabel 1. Kriteria Kolesteatoma Kongenital Telinga Tengah 3
1. Terdapatnya masa putih pada membran tympani yang
normal
2. Pars tensa dan flaccida yang normal
3. Tidak adanya riwayat otorrhea ataupun perforasi
sebelumnya
4. Tidak ada riwayat prosedur otologi sebelumnya
5. Riwayat otitis media sebelumnya bukan merupakan kriteria
eksklusi
1. Sumber: Underbrink M, Gadre A. Cholesteatoma. In: Quinn FB, Ryan MW; editor. Grand
Round Presentation, UTMB, Dept. Of Otolaryngology. Available at:
http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Cholesteatoma-020918/Cholesteatoma.pdf (last access:
July 25 th , 2006)
Gambar 1.
Sumber: http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.childsdoc.org/fall2001/young_figure2.j
3
Gambar 2. Gambar 3.
Gambar 2. Kolesteatoma kongenital yang kecil yang ditemukan pada anak-anak. Hanya kuadran
anterosuperior yang terlibat.
Gambar 3. Kolesteatoma kongenital yang besar yang merusak pendengaran. Kolesteatoma telah
memenuhi semua ruang telinga tengah.
sumber: http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.childsdoc.org/fall2001/young_figure2.j
4
abnormal pola migrasi epitel timpani dan menyebabkan akumulasi keratin pada
kantong tersebut. Akumulasi ini semakin lama semakin banyak sehingga kantong
retraksi bertambah besar ke arah medial. Destruksi tulang-tulang pendengaran sering
terjadi pada kasus ini. Pembesaran dapat berjalan semakin ke posterior mencapai
aditus ad antrum menyebar ke tulang mastoid, erosi tegmen mastoid ke durameter dan
atau ke lateral kanalis semisirkularis yang dapat menyebabkan ketulian dan
vertigo.2,5,6
Gambar 4 dan 5.
Sumber: http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.childsdoc.org/fall2001/young_figure2.j
5
Gambar 6. Patogenesis Kolesteatoma Aquisita Primer 4
6
perforasi dan berjalan ke medial sejajar dengan permukaan bawah gendang telinga
merusak epitel kolumnar yang ada.
Telah diyakini bahwa proses ini disebabkan infeksi kronik yang terus
berlangsung dalam cavum timpani. Pertumbuhan papiler ke dalam yang
menyebabkan perkembangan kolesteatoma bermula pada pars flaccida. Reaksi
peradangan pada ruang Prussack (Prussacks space), yang biasanya disebabkan
ventilasi yang buruk pada daerah ini, dapat merusak membran basal yang
menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi tangkai sel epitel ke dalam.2
Gambar 7. Evolusi Kolesteatom Atik Aquisita. A. Kantong retraksi atik, dimana pada
ototskopi terlihat sebagai perforasi atik, B. Perkembangan kantong, C. Pembesaran
kantong disertai erosi osikula, D. Kantong kolesteatom yang besar
Sekali kantong atau kista epitel skuamosa terbentuk dalam rongga telinga
tengah, maka akan terbentuk lapisan-lapisan deskuamasi epitel dengan kristal
kolestrin yang mengisi kantong. Matriks epitel yang mengelilinginya meluas ke
ruang-ruang yang ada di ruang atik, telinga tengah dan mastoid. Perluasan proses ini
diikuti kerusakan tulang dinding atik, rantai osikular, dan septa mastoid untuk
memberi tempat bagi kolesteatom yang bertambah besar.
Dulu dianggap bahwa tekanan yang terjadi karena kolesteatom yang
membesar menyebabkan destruksi tulang. Kini terbukti bahwa erosi tulang
7
disebabkan karena adanya enzim osteolitik atau kolagenase yang disekresi oleh
jaringan ikat subepitel. Proses osteogenesis ini disertai osteogenesis dalam mastoid
dengan adanya sklerosis. Infeksi pada kolesteatoma bukan hanya menyebabkan
sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga peningkatan proses osteolitik.7
8
Walaupun sangat jarang, koleateatoma juga dapat diidentifikasi pertama kali
dari salah satu komplikasinya, biasanya terjadi pada anak-anak. Infeksi yang terjadi
sudah sampai ke korteks mastoid dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Bahkan
kolesteatoma juga dapat diidentifikasi dari komplikasinya ke susunan saraf pusat:
trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis.6
Gejala utama adalah adanya otorrhea, baik berulang maupun tidak, tanpa
disertai rasa sakit. Karena kolesteatoma tidak mempunyai pembuluh darah, antibiotik
sistemik tidak dapat mencapai kolesteatoma, sedangkan antibiotik topikal hanya
dapat mencapai beberapa milimeter dari kesuluruhan kolesteatoma, sehingga sulit
sekali untuk mengobati otorrhea.6 Pada pemeriksaan otoskop, liang teling tengah
harus dibersihkan dari sekret ataupun debris. Kantong retraksi mungkin terlihat,
biasanya pada daerah atik ataupun pada kuadran posterosuperior membran timpani.
Akumulasi debris skuama akan terkumpul pada kantong ini. Mungkin terlihat
jaringan granulasi pada daerah yang sakit.2
Gambar 9. Kolesteatoma
9
Audiometri nada alami, ambang suara percakapan, dan pengenalan kata-kata
biasanya akan menunjukkan adanya tuli konduktif pada telinga yang sakit. Derajat
ketulian bervarasi tergantung perkembangan penyakit. Tuli konduktif sedang
menunjukkan adanya diskontinuasi tulang-tulang pendengaran, biasanya disebabkan
karena erosi dari prosesus longus incus, ataupun capitulum stapes. Tuli konduktif
ringan dapat terjadi pada kolesteatom yang membesar, karena kantong kolesteatoma
sendiri dapat berperan sebagai penghantar bunyi langsung ke stapes atau basis
stapes.3 Hasil pemeriksaan audiometri harus digabungkan dengan pemeriksaan garpu
tala.2
10
Gambar 10. Sumber: Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Avaiable at:
th
http://www.emedicine.com/ent/topic220.htm (last access: July 25 , 2006).
Pemeriksaan MRI digunakan apabila terjadi komplikasi ke jaringan lunak
sekitar, seperti:6
- Invasi dan penyebaran ke durameter
- Abses subdural ataupun epidural
- Herniasi otak ke cavum mastoid
- Peradangan membran labirin atau saraf fasialis
- Trombosis sinus sigmoid
II.3.2 Pemeriksaan Histologis
Gambaran histologis dari kolesteatoma menunjukkan epitel skuamous yang
tipikal. 6
11
timpanostomi. Jika hal ini terjadi maka diindikasikan eksplorasi dengan
pembedahan.2
II.5 Penatalaksanaan
Kolesteatoma adalah penyakit yang memerlukan tindakan bedah. Terapi
medikamentosa tidaklah banyak membantu. Pasien-pasien yang menolak untuk
dioperasi atau mempunyai kondisi umum yang buruk sehingga penggunakan anestesi
umum akan membahayakan, harus membersihkan telinga yang sakit secara teratur.
Pembersihkan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan memperlambat
pertumbuhan kolesteatoma.2,6
Pada kolesteatoma terinfeksi, hasil kultur dan resistensi dari sekret telinga
mirip dengan hasil kultur dan resistensi pada pasien-pasien dengan otitis media kronis
(OMSK); P.aeruginosa dan Proteus sp. adalah bakteri aerobik tersering yang
teridentifikasi, sedangkan bakteri anaerob yang paling sering adalah Bacteroides dan
Peptococcus-Peptostrecoccus sp.. Karma dkk. (1978) melaporkan bahwa hasil kultur
dari 18 pasien dengan kolesteatoma yang terinfeksi, hampir setengahnya
menunjukkan kolesteatoma yang terinfeksi oleh bakteri aerob dan anaerob secara
bersamaan.4 Sehingga berdasarkan penelitian ini, antibiotik topikal dan sistemik yang
terpilih adalah antibiotik broadspectrum. Namun hasil kultur dan resistensi akan
sangat membantu.
Tujuan utama terapi pembedahan adalah eradikasi total kolesteatoma untuk
mendapatkan telinga yang kering. Tujuan kedua adalah restorasi atau
mempertahankan kapasitas fungsional telinga, yaitu pendengaran. Tujuan ketiga
adalah mempertahankan gambaran anatomis telinga yang normal jika
memungkinkan.2 Penatalaksanaan komplikasi, jika ada, merupakan prioritas utama
daripada tujuan-tujuan di atas. Perluasan penyakit biasanya akan menentukan
agresifitas pendekatan bedah.4
12
Sebaiknya pasien diberitahukan akan keuntungan dan kerugian setiap
prosedur yang dipilih. Terdapat tiga kemungkinan hasil operasi tergantung dari
penemuan selama pembedahan. Jika kolesteatoma kecil dan dapat dibersihkan,
gendang telinga dan osikula direkonstruksi dalam satu kali operasi.
Jika kolesteatoma tidak bisa dibersihkan semuanya yang memungkinkannya
dapat tumbuh kembali, maka lebih baik dilakukan penundaan operasi beberapa bulan
lagi sampai dapat dilakukan eksisi total. Rekonstruksi osikula dilakukan pada operasi
yang kedua.
Jika kolesteatoma luas dan mengenai telinga dalam dan nervus fasialis, maka
tidak mungkin dilakukan pengangkatan kolesteatoma sehingga mastoidektomi radikal
merupakan tindakan pilihan.9
Tabel 2. Perbadingan antara prosedur bedah kolesteatoma6
Prosedur Canal-Wall-Down (CWD) Prosedur Canal-Wall-Up (CWU)
Meatus melebar Bentuk akhir yang normal
Alat bantu pendengaran tidak pas pada Alat bantu pendengaran biasanya
telinga cocok dengan MAE
Pembersihan MAE dapat dilakukan 6 Dibutuhkan pembersihan rutin
bulan sampai 1 tahun sekali
Angka persistensi dan rekurensi rendah Angka kekambuhan atau persistensi
tinggi
Biasanya jika terkena air pasien merasa Toleransi tinggi terhadap paparan air
pusing
Hanya terdiri dari satu tahap prosedur Biasanya terdiri dari beberapa
operasi tahapan operasi
Sumber : Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Avaiable at:
http://www.emedicine.com/ent/topic220.htm (last access: July 25 th , 2006)
13
Sebelum adanya prosedur timpanoplasti, semua pembedahan kolesteatom
dilakukan dengan prosedur Canal Wall Down (CWD).2 Prosedur ini dilakukan dengan
membuka dinding kanal posterior sampai setinggi level vertikal nervus fasialis dan
membuat hubungan mastoid dengan MAE. Daerah epitimpani diobliterasi dengan
membuang skutum, caput maleus dan inkus. Operasi CWD klasik adalah modifikasi
mastoidektomi radikal dimana ruang telinga tengah dipertahankan. Meatoplasti harus
dibuat cukup besar sehingga dapat terjadi aerasi cavum mastoid yang baik serta
membuat visualisasi yang baik untuk memfasilitasi perawatan postoperatif.
Prosedur ini diindikasikan sebagai pendekatan awal pada (1) pasien dengan
kolesteatoma pada satu-satunya telinga yang berfungsi, (2) erosi tulang yang
signifikan pada dinding posterior kanal, (3) riwayat vertigo yang menunjukkan
adanya fistula labirin, (4) kolesteatoma berulang setelah prosedur CWU, (5) fungsi
tuba Eustachius yang jelek, (6) mastoid yang sklerotik dengan akses terbatas ke
daerah epitimpani.2
Tabel 3. Beberapa tahap penting pada prosedur Canal Wall-Down (CWD)
1. Mengangkat semua sel-sel udara, termasuk sel-sel retrofasial,
retrolabirin, dan traktus subarcuata
2. Mengangkat dinding posterior dan lateral epitimpani sehingga tegmen
mastoid dan tegmen timpani menjadi halus tanpa gangguan bidang-
bidang lain.
3. Amputasi ujung mastoid, tidak selalu dilakukan
4. Saucerization batas lateral cavum tympani
5. Merendahkan dinding tulang MAE sampai setinggi n.VII
6. Menghubungkan bagian anterior resesus epitimpani dengan membuang
the cog
7. Melebarkan MAE (setidaknya dua kali dari ukuran normal) dengan
membuang kartilago konka
8. Menurunkan ujung medial sampai setinggi lantai hipotimpani.
Sumber: Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Avaiable at:
http://www.emedicine.com/ent/topic220.htm (last access: July 25 th , 2006)
II.5.2.2 Canal-Wall-Up
14
Prosedur Canal Wall-Up (CWU) dikembangkan untuk mencegah masalah
yang terjadi pada prosedur CWD. Pada CWD, tulang posterior Meatus Akustikus
Eksternus dipertahankan selama mastoidektomi dengan atau tanpa timpanostomi
posterior. Prosedur bertahap dibutuhkan sebagai operasi second look terjadwal 6-18
bulan setelah pengangkatan kolesteatoma dan rekonstruksi tulang-tulang pendengaran
jika dibutuhkan. Pendekatan ini diindikasikan pada pasien-pasien yang (1)memiliki
tulang mastoid dengan pneumatisasi yang luas, (2) cavum telinga tengah yang
teraerasi dengan baik, (3) fungsi tuba Eustachius yang baik. Prosedur ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan fistula Labirin, penyakit telinga yang sudah
sangat lama, serta fungsi tuba yang buruk.2
15
tengah. Beberapa prosedur rekonstruksi disarankan untuk dilakukan pada dinding
lateral atik dengan menggunakan tulang ataupun kartilago, namun hal ini dapat
mengakibatkan retraksi dan rekurensi pada pasien dengan fungsi tuba Eustachius
yang buruk.
II.6 Komplikasi2
Perluasan kolesteatoma disertai dengan infeksi menyebabkan berbagai
komplikasi seperti destruksi tulang-tulang pendengaran, paparan pada membran
16
labirin, kerusakan nervus fasialis dan durameter, serta infeksi pada tulang-tulang
mastoid dan intrakranial.
Tuli konduktif adalah komplikasi tersering kolesteatoma akibat erosi tulang-
tulang pendengaran. Hal ini terjadi pada 30% kasus kolesteatom. Erosi pada prosesus
lentikular dapat menyebabkan tuli konduktif sampai 50dB. Namun, tingkat ketulian
dapat bervariasi dengan adanya perkembangan miringostapediopeksi atau transmisi
suara melalui kantung kolesteatoma ke stapes atau basis stapes. Adnya tanda-tanda
tuli sensorineural mengindikasikan adanya kerusakan pada labirin.
Setelah proses pembedahan, 3% telinga yang telah dioperasi mempunyai
kerusakan permanen akibat perluasan penyakit atau karena komplikasi proses
penyembuhan. Pasien harus diberitahukan kemungkinan tuli total pada telinga yang
sudah dioperasi serta kenyataan bahwa operasi dua tahap akan memperburuk
pendengaran.
Fistula labirin mungkin terjadi pada 10% pasien dengan penyakit telinga
tengah kronis akibat kolesteatoma. Fistula ini kebanyakan terjadi pada pasien dengan
proses penyakit yang lama disertai tuli sensorineural dan atau vertigo yang diinduksi
bising atau perubahan tekanan pada telinga tengah. Tes fistula yang negatif tidak
berarti terbebas dari komplikasi ini. Jika pasien diperkirakan terkena komplikasi ini,
maka perlu dilakukan CT scan. Tempat tersering terjadinya fistula adalah kanalis
semisirkularis horizontal, walaupun koklea mungkin saja terkena.
Paralisis n.VII pada pasien dengan kolesteatoma memerlukan tindakan
pembedahan segera. Paralisis mungkin terjadi akibat infeksi atau ekspansi kronis
kolesteatoma. CT tulang temporal harus dilakukan untuk membantu melokalisasi
saraf yang terkena. Tempat tersering kerusakan saraf ini adalah pada ganglion
genikulatum di anterior epitimpani. Pengangkatan kolesteatoma dan materi-materi
infeksius dengan dekompresi saraf biasanya akan mengembalikan fungsi saraf
fasialis. Pemberian antibiotik Intravena serta steroid dosis tinggi juga sangat
membantu. Trauma iatrogenik selama operasi harus segera diperbaiki dengan cara
dekompresi saraf pada daerah distal dan proksimal tempat trauma.
17
Komplikasi intrakranial sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kematian. Infeksi seperti abses subperiosteal, trombosis sinus lateral, dan abses
intrakranial terjadi pada kurang dari 1% pasien dengan kolesteatoma. Temuan-temuan
yang menunjukkan adanya kemungkinan komplikasi intrakranial adalah otorrhea
supuratif yang berbau busuk, sakit kepala kronis, nyeri dan atau demam. Perubahan
status mental disertai kekakuan nuchae atau neuropati mengindikasikan konsultasi ke
bagian bedah saraf. Abses epidural, empiema subdural, meningitis dan abses serebral
harus segera diobati sebelum penatalaksanaan otologi definitif.
II.7 Prognosis
Kolesteatoma pada anak-anak dianggap sebagai penyakit yang lebih
berbahaya dibandingkan jika terjadi pada orang dewasa. Hal ini disebabkan karena
perluasan penyakit lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan pada orang
dewasa. Alasan kedua adalah tingginya angka residual dan rekurensi pada populasi
anak-anak.5 Namun harus diperhatikan bahwa insiden terjadinya komplikasi
kolesteatoma berhubungan langsung dengan durasi penyakit, oleh karena itu orang
dewasa memiliki angka kejadian komplikasi lebih tinggi daripada anak-anak.5
Pengangkatan kolesteatoma hampir selalu berhasil dilakukan, namun mungkin
dibutuhkan beberapa kali tahapan operasi. Keberhasilan operasi biasanya diikuti
dengan penurunan komplikasi pada kolesteatoma yang tidak terkontrol. 6
Prosedur CWD timpanomastoidektomi memiliki angka rekurensi dan
persistensi yang rendah. Reoperasi kolesteatoma terjadi pada kurang dari 5% pasien
dibandingkan angka rekuransi 20-40% dengan prosedur CWU.6 Namun prosedur ini
memberikan hasil akhir anatomis yang lebih mendekati normal, sehingga penggunaan
alat bantu dengar jauh lebih mudah.
Selain itu kolesteatoma tetap merupakan penyebab utama tuli konduktif
permanen. Terkadang dibutuhkan prosedur bedah multipel untuk menghilangkan
kemungkinan rekurensi.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
8. Ballenger, John Jacob.Penyakit Telinga Kronis.In: Staf Ahli Bagian THT
RSCM-FKUI; editor. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher, Jilid Dua, Edisi 13.Jakarta; Binarupa Aksara:1997.p.392-403
9. Anonim. Cholesteatoma. Available at
http://www.earsite.com/tumors/cholesteatoma.html (last access: July 25 th ,
2006)
21