Anda di halaman 1dari 9

Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis

stroke. Penatalaksanaan stroke biasanya dimulai


dengan penanganan akut dalam kondisi emergensi
dan dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka
panjang. Selain itu, pemilihan jenis terapi juga dilihat
dari waktu masuk layanan kesehatan dan onset dari
stroke. Stroke memiliki jendela terapi tiga sampai
enam jam. Beberapa hal yang harus dilakukan pada
kegawatdaruratan stroke adalah sebagai berikut:
 Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar (Glasgow
Coma Scale <8). Pastikan jalan napas pasien aman
jika intubasi tidak dapat dilakukan
 Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen
di bawah 94%), berikan oksigen. Mulai dari pemberian
2 liter per menit menggunakan nasal kanul dan
tingkatkan hingga 4 liter per menit sesuai kondisi
pasien
 Elevasi kepala 30o tetapi penelitian terbaru
mempertanyakan posisi kepala mana yang lebih baik,
apakah elevasi kepala atau tidak
 Intubasi bila stupor atau koma atau terjadi gagal
nafas[29,30]

Stroke Iskemik
Terapi stroke iskemik bertujuan untuk
mempertahankan jaringan pada ischemic penumbra.
Terapi yang dapat diberikan mencakup
pemberian recombinant tissue-type plasminogen
activator (rtPA), aspirin, antikoagulan, dan terapi
suportif. Antihipertensi tidak lagi disarankan karena
justru menyebabkan keluaran yang buruk.
rtPA
Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen
activator) merupakan pilihan yang biasa dilakukan
sebagai upaya revaskularisasi sebagai agen
trombolisis. Pemberian trombolisis harus
dipertimbangkan pada stroke iskemik.
Pemberian recombinant tissue-type plasminogen
activator harus segera dilakukan dalam 3 jam sejak
onset terjadinya stroke dan kemungkinan stroke
hemoragik telah disingkirkan.
Beberapa rumah sakit menetapkan bahwa skor NIHSS
dibawah 5 merupakan kontraindikasi dari penggunaan
rtPA. Walaupun begitu, hal tersebut dibantah oleh
laporan sebuah studi dimana tidak adanya perbedaan
keluaran yang signifikan pada skor NIHSS dibawah 5,
sehingga pemberian rtPA tidak dipertimbangkan
dengan skor NIHSS. [31]
Berdasarkan the National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS), Kontraindikasi absolut
penggunaan rtPA yaitu:
 Perdarahan intrakranial akut
 Riwayat perdarahan intrakranial
 Hipertensi tidak terkontrol
 Trauma kepala serius atau stroke dalam 3 bulan
terakhir
 Trombositopenia dan koagulopati
 Menggunakan low-molecular-weight
heparin (LMWH)
 Menggunakan inhibitor thrombin direk
 Menggunakan inhibitor faktor Xa
 Hipoglikemia atau hiperglikemia parah (<50 atau
>400 mg/dL)
 Perubahan radiografik iskemik yang lebih cepat
Sedangkan, kontraindikasi relatif adalah sebagai
berikut:
 Usia lanjut (>75 tahun)
 Stroke ringan atau perbaikan gejala stroke
 Stroke berat dan koma
 Operasi besar dalam 14 hari sebelumnya
 Penusukan arteri pada pembuluh darah yang
tidak dapat terkompresi
 Perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria
dalam 21 hari sebelumnya
 Kejang
 Infark miokardial dalam 3 bulan terakhir
 Lesi struktural pada sistem saraf pusat
 Demensia[32]
Walau begitu, recombinant tissue-type plasminogen
activator memiliki komplikasi yaitu perdarahan
intrakranial dan reaksi alergi. Pemberian terapi
fibrinolitik pada 3-4,5 jam dari onset gejala
memberikan keluaran yang baik [33]. Informed
consent harus dilakukan sebelumnya karena terdapat
risiko terjadinya perdarahan intrakranial yang lebih
parah.
Aspirin
Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan
oleh The American Heart Association/American Stroke
Association tahun 2018. Pemberian aspirin diberikan
24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat
r-tPA, pemberian aspirin dilakukan setelah 24
jam. European Stroke Organization juga melaporkan
bahwa pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam)
mengurangi angka kematian dan kejadian stroke.
Dosis yang dapat diberikan adalah 160-325mg.
Terdapat juga studi yang menemukan pemberian
antiplatelet kombinasi aspirin dan clopidogrel hingga
hari ke-21 lebih efektif dibandingkan pemberian
antiplatelet saja, tetapi hal ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.[34]
Risiko perdarahan akibat penggunaan aspirin terjadi
berhubungan dengan dosis yang diberikan.
Perdarahan yang paling sering terjadi adalah
perdarahan gastrointestinal. Walau demikian, hal ini
sangat jarang terjadi.[35]
Antikoagulan
Berdasarkan European Stroke Organization,
pemberian antikoagulan seperti heparin tidak
memberikan keuntungan pada keluaran stroke. [34]
Hal ini juga didukung oleh The American Heart
Association/American Stroke Association yang
menyatakan bahwa pemberian antikoagulan pada
stroke akut tidak diindikasikan.
Terapi Suportif
Cek apakah terdapat hipoglikemi atau hiperglikemia,
karena memiliki gejala yang mirip dengan stroke.
Keadaan hipoglikemi dan hiperglikemia harus segera
diatasi. Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa
40%, sedangkan hiperglikemia dapat diatasi dengan
pemberian insulin drip.
Antihipertensi
Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah
pada otak kehilangan fungsi vasoregulator, sehingga
untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh
tersebut bergantung pada Mean Arterial
Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan
antihipertensi dapat mengurangi perfusi dan
memperparah kejadian iskemi.
Berdasarkan Guideline Hipertensi di Kanada,
penggunaan antihipertensi saat terjadi stroke pada
pasien yang dapat dilakukan pemberian trombolitik
dengan tekanan darah >185/110 mmHg dapat
diberikan antihipertensi untuk mengurangi risiko
kejadian perdarahan. Akan tetapi, penelitian dengan
kualitas yang tinggi (grade A atau B) pada pasien
yang tidak dapat diberikan trombolitik masih sangat
sedikit. Sedangkan, pemberian antihipertensi dapat
dilakukan pada pasien pasca stroke akut iskemik.
Pemberian inhibitor ACE dan thiazide atau diuretik lain
merupakan pilihan terapi. [36,37]
The Scandinavian Candesartan Acute Stroke Trial juga
merekomendasikan penurunan tekanan darah bila
tekanan darah di atas 220/120 mmHg. Pemberian
trombolitik pada pasien dengan tekanan darah lebih
dari 185/110 mmHg merupakan kontraindikasi,
sehingga harus diturunkan terlebih dahulu. Dapat
disimpulkan bahwa pemberian antihipertensi pada
saat stroke hanya disarankan bila pasien merupakan
kandidat pemberian trombolitik.[38]
Stroke Hemorrhagik
Kunci penanganan stroke hemorrhagik adalah
menghentikan perdarahan, penanganan tekanan
tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan
komplikasi seperti kejang.
Penghentian Perdarahan
Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis
perdarahan. Jika pasien menggunakan antikoagulan,
lakukan anticoagulant reversal.
Kontrol Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah dengan cara menurunkan
tekanan darah 15-20% bila tekanan darah >180/>120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan bertambahnya volume
darah di intrakranial. Kontrol tekanan darah ini pada
kondisi akut (24 jam pertama) sebaiknya dilakukan
secara bertahap. Penurunan tekanan darah sistolik
<140 mmHG ditemukan tidak memiliki manfaat dan
bahkan menunjukkan tanda-tanda kerugian. [36,37]
Penanganan Tekanan Tinggi Intrakranial
Penanganan tekanan tinggi intrakranial dapat
menggunakan mannitol bolus IV 0,25-1 gram / kg
berat badan per 30 menit, dan dilanjutkan dengan
0.25 gram/kg berat badan per 30 menit selama 3-5
hari.
Penanganan juga dapat dilakukan dengan
pembedahan. Tindakan bedah dilakukan dengan
mempertimbangkan usia pasien dan letak
perdarahan. Sebuah meta analisis mengenai
penatalaksanaan bedah pada perdarahan
intraserebral supratentorial spontan menunjukkan
hasil yang baik apabila operasi dilakukan 8 jam saat
iktus, hematoma 20-50 mL, Glasgow Coma Scale 9-
12, dan usia pasien 50-69 tahun. Pasien dengan
hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat
dilakukan tindakan bedah. [39-42]
Head Position in Stroke Trial (HeadpoST) merupakan
studi untuk melihat apakah terdapat perbedaan
antara posisi kepala ≥30o dengan posisi kepala
terbaring pada pasien dengan stroke. Penelitian ini
dilakukan pada 11000 pasien di 114 rumah sakit di 9
negara. Pada penelitian didapatkan hasil bahwa tidak
ada perbedaan keluaran pada kedua posisi kepala,
akan tetapi pasien lebih nyaman apabila pada posisi
≥30o. [43]
Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-
20 mg iv. Tata laksana untuk keluhan umum lainnya
sama dengan stroke iskemik.[6,30]
Rehabilitasi
Pada pasien dengan stroke, dibutuhkan unit khusus
yang terdiri berbagai disiplin ilmu untuk keluaran
pasien yang lebih baik. Terapi rehabilitasi ini dapat
terdiri dari terapi bicara, fisioterapi, konseling
psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim tersebut
harus meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial,
psikolog, terapis okupasi, fisioterapis, dan terapis
bicara dan bahasa.[44]
Selain itu, pasien dapat diberikan edukasi mengenai
pencegahan stroke sekunder, yaitu untuk mencegah
stroke berulang. Hal ini meliputi memperbaiki faktor
risiko seperti dislipidemia, tekanan darah tinggi,
metabolisme glukosa terganggu, merokok, sindroma
metabolik, konsumsi alkohol, dan nutrisi.[36]

Anda mungkin juga menyukai